Jumat, 19 Januari 2024
jenaka
Januari 19, 2024
jenaka
Perkembangan informasi teknologi komunikasi dewasa ini mampu menembus batas
jarak sosiologis, dan mempercepat penyebaran informasi. Sebagai bagian evolusi peradaban
manusia, perkembangan itu akan memengaruhi kondisi sosial budaya yang ada di Indonesia.
Dalam perkembangannya, teknologi yang berakar pada adat dan budaya tidak bisa begitu
saja ditinggalkan, dan seyogyanya bisa dimanfaatkan dengan baik. Salah satu wujud
teknologi komunikasi atau media tradisional yang masih mendapatkan tempat di hati
masyarakat adalah seni pertunjukan tradisional atau yang lazim disebutkan dengan istilah
pertunjukkan rakyat. Hampir semua suku bangsa di Indonesia memiliki seni pertunjukkan
rakyat. Kondisi tersebut dapat memberikan vibrasi saluran desiminasi informasi karena
memiliki ikatan sosiokultural yang melekat di relung hati masyarakat.
Di Bali, kegiatan seni pertunjukkan tradisional tidak dapat dipisahkan dari aktivitas
sosioreligius masyarakatnya. Hampir setiap bentuk ritual keagamaan masyarakatberkaitan
erat dengan seni pertunjukkan tradisional. Tidak dapat dipungkiri, bahwa keterkaitan itulah
yang menyebabkan seni pertunjukkan tradisional Bali tetap terjaga kelestariannya hingga
menjadi bagian dari kehidupan sosial-ekonomi serta mendukung industri kepariwisataan.
Salah satu seni pertunjukkan tradisional masyarakat Bali yang sering dipentaskan dari
dulu hingga saat ini adalah dramatari Calonarang. Seni pertunjukan dramatari Calonarang
lazimnya dipentaskan di halaman luar (jaba) sebuah Pura. Biasanya seni pertunjukan tersebut
dipentaskan dalam sebuah ritual keagamaan. Dewasa ini, drama tari Calon Arang dapat
dijumpai di ruang pribadi keluarga melalui tayangan televisi. Pementasannya dalam konteks
ritual keagamaan disangga oleh suasana yang komunal religius, sedangkan ketika tersaji
dalam layar profan televisi, seni pertunjukan Calonarang menyejajarkan dirinya dengan
sinetron, reality show, konser musik dan program hiburan lainnya, yang disimak masyarakat
dalam suasana santai dan tidak formal.
Perhatian masyarakat menyaksikan dramatari Calonarang di televisi, dibandingkan
dengan menonton pertunjukannya secara langsung di tengah masyarakat, berbanding sejajar.
Seni pentas yang tidak begitu sering digelar ini senantiasa disaksikan masyarakat dengan
penuh perhatian, dan bila perlu hingga menjelang pagi. Pertunjukan dramatari Calonarang di
televisi tentu saja tidak memberi efek menyeramkan/magis bila dibandingkan dengan
atmosfer pementasan dalam konteks yang sesungguhnya. Tetapi, karena muatan subjektifitas
masyarakat Bali tentang nilai-nilai religius dan ketakutan pada dunia mistik begitu kental,
dramatari Calon Arang ditransformasikan dalam teater yang membuat penonton televisi
“terhanyut” secara emosional. Oleh karena kuatnya subjektifitas itulah menyebabkan
presentasi artistik dan representasi kultural dramatari Calonarang dalam pagelarannya di
tengah komunalitas masyarakat Bali, selalu mampu mempersuasi penonton.
Akhir-akhir ini unsur magis bukan faktor utama yang menjadi daya tarik masyarakat
dalam menyaksikan dramatari Calon Arang. Faktor lain yang mendukung pementasan ini
adalah selingan humor yang “menggelitik” penonton. Hal itu sejalan dengan pernyataan
Suhadi (1992:13) yang menyatakan bahwa humor dalam seni pertunjukan berfungsi sebagai
sarana persuasi,dan mempermudah masuknya informasi atau pesan yang ingin disampaikan.
Kemahiran bondres (pelawak) dalam mengemas lawakannya tidak bisa dipisahkan dari
peranan bahasa sebagai media dalam berinteraksi dan penyampaian informasi. Dalam
interaksi antara penutur dan mitra tutur, sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah
yang mengatur tindakan, penggunaan bahasa, dan penginterpretasiannya. Dialog atau
percakapan yang dilakukan oleh para aktor guna menunjang humor tidak bisa dipisahkan
dengan implikasi dari setiap ujarannya atau yang lazim disebutkan dengan istilah implikatur
percakapan. Levinson (1983:97) menyatakan bahwa implikatur percakapan merupakan
prinsip yang sangat penting dalam pragmatik. Konsep itu merujuk pada implikasi pragmatis
tuturan akibat adanya pelanggaran prinsip percakapan. Prinsip percakapan yang dimaksud
yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan dalam situasi tutur tertentu. Timbulnya
implikatur percakapan dalam dramatari Calon Arang akibat pelanggaran prinsip kerja sama
dan kesopanan. Prinsip-prinsip kerja sama, dan kesopanan dalam peristiwa tutur sengaja
dilanggar, dengan tujuan humor. Humor dapat disampaikan pula dalam siratan menyindir,
serta kritik sosial dalam suatu pementasan. Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti
termotivasi untuk meneliti implikatur percakapan yang terjadi akibat pelanggaran terhadap
prinsip-prinsip percakapan seperti, prinsip kerjasama, dan kesopanan yang mampu
menimbulkan efek tawa/humor dalam seni pertunjukan tradisional khususnya dramatari
Calon Arang.
Penelitian sejenis yang meneliti implikatur percakapan sudah pernah dilakukan.
Penelitian tersebut berjudul “Analisis Wacana Humor Gara-Gara dalam Pagelaran Wayang
Kulit dengan Dalang Ki Medot Samiyono Soedarsono (Sebuah Kajian Pragmatik)” oleh Ivan
Kurniawan (2011). Penelitian ini membahas tentang implikatur percakapan, implikatur
tersebut meliputi penyimpangan terhadap prinsip kesopanan. Hal tersebut untuk menarik
perhatian penonton,sehingga dapat memahami secara utuh setiap informasi yang disampaikan
dalang. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah, peneliti berusaha
mengungkap implikatur percakapan dalam dramatari Calon Arang yang terjadi akibat
pelanggaran prinsip percakapan (prinsip kerjasama, kesopanan).
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data berupa transkrip percakapan, terdapat
pelanggaran pada prinsip percakapan. Pertama, prinsip kerjasama yang meliputi: pelanggaran
terhadap maksim kualitas, kuantitas, relevansi, dan pelanggaran terhadap maksim cara atau
pelaksanaan. Kedua, prinsip kesopanan yang meliputi: pelanggaran terhadap maksim
kemurahan, dan kerendahan hati. Pelanggaran terhadap kedua prinsip percakapan tersebut
beserta maksim-maksimnyalah yang menyebabkan terjadinya implikatur percakapan sebagai
penunjang humor dalam drama tari Calon Arang. Untuk mempermudah peneliti dalam
mentranskrip dan analisis data, maka nama-nama aktor pertunjukkan
bondres/parekan/punakawan raja diganti dengan “A”, dan “B”.
Pelanggaran prinsip kerjasama
Pelanggaran terhadap prinsip kerja sama dalam dramatari Calon Arang yang
menyebabkan terjadinya implikatur percakapan sebagai penunjang humor meliputi:
a) Pelanggaran terhadap maksim kuantitas
Pelanggaran terhadap maksim tersebut terjadi karena peserta tutur tidak memberikan
kontribusi yang sesuai dengan kebutuhan atau yang dikehendaki oleh mitra tutur. Berikut ini
adalah transkrip percakapan dalam drama tari Calon Arang yang merupakan pelanggaran
terhadap maksim kuantitas yang menyebabkan terjadi sebuah implikatur percakapan dengan
tujuan humor.
Transkrip percakapan dalam Bahasa
Bali
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia
A: “Ngudiang gaen caine mara ngenah?"
B: “Mara pesu si mara ngenah.” “ Kadung
luung ipiane ajak luh ayu di taman.”
A: ‘Cai masi patuh kije gen ci?”
C: “Bareng keme.”
A: “Mengapa kamu baru kelihatan?”
B: “Tumben keluar kan baru kelihatan.
Sedang asik aku bermimpi dengan dik
Ayu di Taman.”
A : “Kamu juga sama, kemana saja kamu?”
C: “Sama pergi ke sana.”
Percakapan di atas merupakan bentuk tuturan yang melanggar prinsip kerjasama
tepatnya maksim kuantitas. Si A bertanya kepada si B mengapa dia baru kelihatan. Respon
atau jawaban yang diberikan oleh si B terlalu panjang. Seharusnya si B cukup menjawab saya
baru keluar. Dengan jawaban tersebut tentu si A sudah paham dan memberikan kontribusi
yang secara kuantitas cukup memadai pada tahapan komunikasi. Dengan demikian jawaban
penjelas “ Kadung luung ipiane ajak luh ayu di taman” (sudah terlanjur bermimpi indah
dengan Luh Ayu di taman) sifatnya berlebihan dan bertentangan dengan maksim kuantitas.
Namun, jawaban yang singkat tersebut tidak dapat menimbulkan efek humor, berbeda halnya
apabila dilengkapi dengan jawaban yang berupa penjelasan tersebut akan menimbulkan
candaan atau humor yang menghibur penonton. Oleh karena itu, tuturan yang melanggar
maksim kuantitas sengaja dilakukan agar dapat memberikan efek tawa.
b) Pelanggaran terhadap maksim kualitas
Pelanggaran terhadap maksim tersebut dilakukan oleh peserta tutur karena ingin
menimbulkan efek humor. Pelanggran maksim ini disengaja untuk memunculkan implikatur
percakapan. Bahkan ada juga untuk mengejek pemain yang lainnya. Berikut ini adalah
tuturan dalam dialog drama tari Calon Arang yang ditampilkan oleh peserta tutur yang
melanggar maksim kualitas.
Transkrip percakapan dalam Bahasa
Bali
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia
A: “Yan ci mule dueg, jawab petakon cange
jani! Nyen ane melinggih di bedelod?”
B: “Ane melinggih sing je ade len tuah
sekan gonge.”
A: “Kalau kamu memang pintar, silakan
jawab pertanyaan saya. Siapa yang
berstana di arah selatan?”
B : “yang duduk di sebelah selatan adalah
sekaha gong.”
Tuturan di atas tidak memberikan kontribusi terhadap maksim kualitas, seharusnya
setiap partisipan yang terdapat dalam percakapan di atas mengatakan hal yang sebenarnya.
Artinya, jawaban atau respons yang diberikan hendaknya didasarkan pada bukti yang
memadai. Buktinya, dalam percakapan di atas konteks pertanyaan yang ditujukan oleh si “A”
kepada si “B” adalah berkaitan dengan Dewata Nawa Sanga atau dewa dalam kepercayaan
Hindu yang mengusai sembilan arah penjuru mata angin. Dalam konsep Hindu, dewa yang
berstana di sebelah selatan adalah dewa Brahma, bukan sekaha gong. Berdasarkan
percakapan yang terjadi seperti di atas jelas terjadi pelanggaran terhadap maksim kualitas.
Seharusnya si “B” menjawab sesuai dengan konteks pertanyaan bahwa dewa yang berstana di
arah selatan sesuai dengan mitologi Hindu adalah dewa Brahma. Pelanggaran tersebut
sengaja dilakukan oleh si “B” dengan maksud menimbulkan efek humor/lucu.
c. Pelanggaran terhadap maksim relevansi
Pelanggaran terhadap maksim relevansi yang dilakukan oleh aktor
bondres/parekan/punakwan raja dalam drama tari Calon Arang terjadi dalam kutipan
percakapan sebagai berikut.
Transkrip percakapan dalam Bahasa
Bali
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia
A: “Jeg sebak sebak i dewek uli tuni dini.
Layah basang cange nok.”
B: “Layah ci, kangoang cang mare suud
nunas ring ida.”
A: “Panjang lebar kita berbicara di sini dari
tadi. Lapar sekali perutku.”
B: “Lapar kamu, saya baru saja selesai minta
sama beliau.”
Sesuai dengan maksim relevansi mewajibkan setiap peserta tutur memberikan
kontribusi relevan dengan pokok pembicaraan. Maksim relevansi menekankan keterkaitan isi
tuturan antar peserta percakapan. Setiap peserta percakapan saling memberikan
kontribusi yang relevan dengan topik pembicaraan sehingga tujuan percakapan dapat
tercapai secara efektif. Namun,terkadang secara tersurat (eksplisit) respons yang diberikan
tidak terlihat relevansinya dengan pokok pembicaraan, karena sudah ada latar belakang
pengetahuan (background knowledge)yang sama antara penutur dan lawan tutur maka
komunikasi masih tetap bisa berjalan. Dengan kata lain, yang tersurat (eksplisit) nampak
tidak relevan namun,yang tersirat (implisit) sebenarnya relevan.
Dalam konteks percakapan di atas, selain menyebabkan imlikatur percakapan, juga
terdapat pelanggaran terhadap maksim relevansi. Apa yang dituturkan oleh oleh jawaban
yang seharusnya dan diharapkan oleh si “A” dari si “B” adalah menunjukkan tempat atau
posisi di mana dia mendapatkan makanan. Tetapi jawaban yang disampaikan oleh si “B”
tidak relevan, dan semata-mata bertujuan humor.
d)Pelanggaran terhadap maksim pelaksanaan.
Pelanggran terhadap maksim ini terjadi apabila setiap peserta percakapan berbicara
secara tidak langsung, bermakna ganda atau taksa (tidak satu), serta penjelasannya terlalu
berlebihan. Dalam konteks percakapan yang terjadi dalam drama tari Calon Arang jelas hal
itu dilakukan guna menunjang tawa dari penonton. Bukti pelanggaran terhadap maksim
pelaksanaan dalam drama tari Calon Arang adalah sebagai berikut.
Transkrip percakapan dalam Bahasa
Bali
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia
A: “Bes Akeh jero Balian nyemak gae.”
B: “Maksud cine?”
A: “Di banjar bendesa, di tv pemain
sinetron, di gaguntangane tukang atos,
drama gong patih agung, di kampus
dosen buin ye.”
A: “Terlalu banyak jero Balian mempunyai
pekerjaan.”
B: “Maksud kamu apa?”
A: “Di Banjar jadi bendesa, Di TV pemain
sinetron, di gaguntangan jadi tukang
atos, di drama gong jadi patih agung, di
kampus dosen juga.”
Dalam percakapan di atas maksud si “B” adalah menyindir si “A” karena terlalu
banyak mempunyai pekerjaan, dia berharap agar dirinya juga diberikan pekerjaan.
Percakapan tersebut mengandung implikatur percakapan dan melanggar prinsip kerjasama
maksim pelaksanaan. Jawaban si “B” terlalu panjang serta menimbulkan makna yang ganda.
Pelanggaran Prinsip Kesopanan
Maksim ini mewajibkan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan kerugian
orang lain atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Dalam hal ini, Leech dalam
Wijana (1996) mengatakan bahwa semakin panjang tuturan seseorang semakin besar pula
keinginan orang itu untuk bersikap sopan kepada lawan bicaranya. Demikian pula tuturan
yang diutarakan secara tidak langsung lazimnya lebih sopan dibandingkan dengan tuturan
yang diutarakan secara langsung. Dalam percakapan dramatari Calon Arang, peserta tutur
dengan sengaja mengabaikannya dengan tidak mempertimbangkan segala hal yang
diharuskan dalam prinsip kesopanan tujuannya adalah menunjang humor. Contoh
percakapannya sebagai berikut.
Transkrip percakapan dalam Bahasa
Bali
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia
A: “cang maan gelem dugas di telun.”
B: “Gelem ape ci?”
A: “Sepilis.”
B : “Be ke dokter?”
A: “Suba. Neked cang di dokter kene
A: “Aku sempat sakit dua hari yang lalu.”
B: “sakit apa kamu?”
A: “sepilis.”
B: “Sudah pergi ke dokter?”
A: “Sudah. Dokter bertanya kepadaku
petakon doktere. Gus sesai jajan di luar?”
B: “Kengken pesaut cine?”
A: “Ya Bu.”
B: “Kengken Doktere?”
A: “Adi demen jajan di luar? Keto batne.”
B: “kengken pesaut cine?”
A: “ah dokter madue manten amun jumah
kengkenang tiang jajan.”
apakah aku senang jajan di luar?”
B: “Trus jawabanmu gimana?”
A: “Ya bu.”
B: “Bagaimana tanggapan dokter?”
A: “Kok suka jajan di luar?”
B: “Jawabanmu?”
A: “Ah dokter ada-ada saja kalau saya
jajan di rumah bagaimana caranya jajan?”
a) Maksim Kemurahan
Maksim kemurahan menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa
hormat kepada orang lain, dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain. Dalam
dialog atau percakapan yang terdapat dalam drama tari Calon Arang jelas terjadi pelanggaran
terhadap maksim kemurahan. Hal itu dilakukan hanya bertujuan untuk humor agar penonton
tetap terjaga sampai akhir pertunjukkan. Bukti percakapan tentang pelanggaran terhadap
maksim kemurahan adalah sebagi berikut.
Transkrip percakapan dalam Bahasa Bali Terjemahannya dalam bahasa Indonesia
Patih : “Ri kalaning ngrangsuk raja
busana kaya ape”
Patih: “Badah.”
Bondres: “Inggih....rikalaning cokor
palungguh i Gusti engrangsuk
busana angob titiang luir sekadi
sang Hyang Kala I Ratu.”
Makna dari percakapan antara patih dan bondres, bahwa bondres dengan sengaja tidak
menghormati majikannya dalam hal ini diperakan oleh patih. Ketika sang patih meminta di
junjung atau diibaratkan sebagai sang Dewa, sebaliknya bondres mengatakan bahwa sang
patih mirip Dewa Kala. Dalam mitologi Hindu dikatakan bahwa dewa Kala adalah sebagai
dewa yang menyeramkan seperti raksasa. Hal itu dilakukan agar memancing atau
mengundang humor.
b) Maksim Kerendahan Hati
Maksim kerendahan hati berpusat pada diri sendiri. Maksim ini menuntut setiap
peserta pertuturan untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri.
Pelanggaran terhadap maksim ini terdapat pada kutipan dialog berikut ini.
A: “Jeneng cine care ancruk.”
B: “Beli Care ape?”
A: Rajuna bagus mawibawa.
Dalam percakapan tersebut jelas bahwa terjadi pelanggaran terhadap maksim
kerendahan hati. Si A merendahkan lawan mainnya dengan sebutan ancruk. Dalam bahasa
Bali ancruk merupakan salah satu binatang yang menjijikkan. Di sisi yang lain dia
menganggap dirinya seperti arjuna salah satu tokoh dalam cerita pewayangan yang terkenal
akan ketampanannya.
Fungsi Implikatur Percakapan dalam Drama Tari Calon Arang
Fungsi implikatur percakapan dalam drama tari Calon Arang lebih banyak
dimanfaatkan oleh aktor bondres /parekan/ punakawan raja. Fungsi implikatur tersebut
berupa fungsi makro dengan beberapa fungsi mikro yang secara operasional dinyatakan
bondres/parekan/punakawan raja terhadap mitra tutur mereka. Fungsi implikatur
bondres/parekanterhadap mitra tutur mereka dapat digolongkan ke dalam fungsi
implikatur asertif yang meliputi menolak dan membual. Fungsi implikatur direktif yang
meliputimenasihati, memerintah, meminta atau memohon.Fungsi implikatur ekspresif
meliputi menyindir dan memuji.
Kemunculan berbagai fungsi implikatur tersebut dalam tuturan dapat dilihat pada
paparan di bawah ini. Implikatur asertif yang tampak pada tuturan bondres atau
parekanpada drama tari Calon Arang berfungsi untuk membual. Buktinya terdapat dalam
percakapan yang dilakukan oleh dua bondres atau parekan raja dalam hal ini namanya diganti
dengan si “A” dan si “B” sebagi berikut.
Transkrip percakapan dalam Bahasa
Bali
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia
A: “Kije cai dibi melali ajak i ayu?”
B: “Biasa ke LA.”
A: “Mimih johne”
B: “Ha2....di dauhne”
A: “Kemana kamu pergi dengan Ayu
kemarin?”
B: “Biasa...LA”
A: “Kok jauh sekali?”
B: “di sana sebelah barat.”
Pada kutipan percakapan kedua bondres di atas yang diwakili oleh A dan B terlihat
bahwa terdapat bualan yang dilontarkan oleh si B. Namun, bualan tersebut hanya bertujuan
humor. Maksud yang sebenarnya dari perkataan si B yang menyatakan pergi ke LA adalah
lapangan Astina, bukan Los Angeles.
Implikatur direktif yang tampak pada tuturan bondres/parekan pada drama tari
Calon Arang berfungsi untuk menasihati, memerintah, dan meminta atau memohon. Buktinya
terdapat dalam percakapan berikut ini.
A: “Jawab petakon cange ne!”
B: “nah...”
A: “kengken ceciri gununge aktif.”
B: “coba miss call, lamun nyambung
berarti aktif.”
A: “Tolong jawab pertanyaanku.”
B: “Baik.”
A: “Bagaimanakah ciri-ciri gunung aktif?”
B: “Coba miss call, kalau nyambung berarti
aktif.”
Si A meminta kepada lawan tuturnya dalam konteks tersebut diperankan oleh si B
untuk menjawab pertanyaannya. Jadi, jelas bahwa kalau diperhatikan keseluruhan konteks
percakapan di atas implikatur percakapannya berfungsi direktif dan mengutamakan humor.
Implikatur ekspresif yang tampak pada tuturan bondres atau parekan pada drama
tari Calon Arang berfungsi untuk menyindir dan memuji. Buktinya terdapat dalam
percakapan berikut.
A: “Bes Akeh jero Balian nyemak gae.”
B: “Maksud cine?”
A: “Di banjar bendesa, di tv pemain
sinetron, di gaguntangane tukang
atos, drama gong patih agung, di
kampus dosen buin ye.”
A: “Terlalu banyak jero Balian mempunyai
pekerjaan.”
B: “Maksud kamu apa?”
A: “Di Banjar jadi bendesa, Di TV pemain
sinetron, di gaguntangan jadi tukang atos, di
drama gong jadi patih agung, di kampus
dosen juga.”
Pada percakapan di atas Si A menyindir bahwa terlalu banyak si B mempunyai
pekerjaan dan berharap agar dibagikan sebagian kepadanya. Selain menyindir, implikatur
percakapan di atas juga digunakan untuk humor.
1. Terdapat implikatur percakapan yang digunakan oleh peserta tutur dalam drama tari Calon
Arang akibat pelanggaran terhadap prinsip kerjasama yang meliputi pelanggaran terhadap
maksim kuantitas, kualitas, dan relefansi.
2. Humor yang terjadi dalam drama tari Calon Arang disebabkan juga oleh pelanggaran
terhadap prinsip kesopanan yang meliputi pelanggaran terhadap maksim kemurahan, dan
kerendahan hati.
3. Fungsi implikatur percakapan dalam drama tari Calon Arang lebih banyak dimanfaatkan
oleh bondres atau parekan/punakawan raja. Fungsi implikatur tersebut berupa fungsi
makro dengan beberapa fungsi mikro yang secara operasional dinyatakan
bondres/parekan/punakwan raja terhadap mitra tutur mereka. Fungsi implikatur
bondres/parekan terhadap mitra tutur mereka dapat digolongkan ke dalam fungsi
implikatur asertif yang meliputi menolak dan membual, implikatur direktif yang
meliputi menasihati, memerintah, meminta atau memohon, dan fungsi implikatur
ekspresif meliputi menyindir dan memuji.