Jumat, 19 Januari 2024

jenaka

  



 Perkembangan informasi teknologi komunikasi dewasa ini mampu menembus batas 
jarak sosiologis, dan mempercepat penyebaran informasi. Sebagai bagian evolusi peradaban 
manusia, perkembangan itu akan memengaruhi kondisi sosial budaya yang ada di Indonesia. 
Dalam perkembangannya, teknologi yang berakar pada adat dan  budaya tidak bisa begitu 
saja ditinggalkan, dan seyogyanya bisa dimanfaatkan dengan baik. Salah satu wujud 
teknologi komunikasi atau media tradisional yang masih mendapatkan tempat di hati 
masyarakat adalah seni pertunjukan tradisional atau yang lazim disebutkan dengan istilah 
pertunjukkan rakyat. Hampir semua suku bangsa di Indonesia memiliki seni pertunjukkan 
rakyat. Kondisi tersebut dapat memberikan vibrasi saluran desiminasi informasi karena 
memiliki ikatan sosiokultural yang melekat di relung hati masyarakat. 
 Di Bali, kegiatan seni pertunjukkan tradisional tidak dapat dipisahkan dari aktivitas 
sosioreligius masyarakatnya. Hampir setiap bentuk ritual keagamaan masyarakatberkaitan 
  

erat dengan seni pertunjukkan tradisional.  Tidak dapat dipungkiri, bahwa keterkaitan itulah 
yang menyebabkan seni pertunjukkan tradisional Bali  tetap terjaga kelestariannya hingga  
menjadi   bagian dari kehidupan sosial-ekonomi serta mendukung industri kepariwisataan.  
 Salah satu seni pertunjukkan tradisional masyarakat Bali yang sering dipentaskan dari 
dulu hingga saat ini adalah dramatari Calonarang. Seni pertunjukan dramatari  Calonarang 
lazimnya dipentaskan di halaman luar (jaba) sebuah Pura. Biasanya seni pertunjukan tersebut 
dipentaskan dalam sebuah ritual keagamaan. Dewasa ini, drama tari Calon Arang dapat 
dijumpai di ruang pribadi keluarga melalui tayangan televisi. Pementasannya dalam konteks 
ritual keagamaan disangga oleh suasana yang komunal religius, sedangkan ketika tersaji 
dalam layar profan televisi, seni pertunjukan Calonarang menyejajarkan dirinya dengan 
sinetron, reality show, konser musik dan program hiburan lainnya, yang disimak masyarakat 
dalam suasana santai dan tidak formal.  
 Perhatian masyarakat menyaksikan dramatari Calonarang di televisi, dibandingkan  
dengan menonton pertunjukannya secara langsung di tengah masyarakat, berbanding sejajar. 
Seni pentas yang tidak begitu sering digelar ini senantiasa disaksikan masyarakat dengan 
penuh perhatian, dan bila perlu hingga menjelang pagi. Pertunjukan dramatari Calonarang di 
televisi tentu saja tidak memberi efek menyeramkan/magis bila dibandingkan dengan 
atmosfer pementasan dalam konteks yang sesungguhnya. Tetapi, karena muatan subjektifitas 
masyarakat Bali tentang nilai-nilai religius dan ketakutan pada dunia mistik begitu kental, 
dramatari Calon Arang  ditransformasikan dalam teater yang membuat penonton televisi 
“terhanyut” secara emosional. Oleh karena kuatnya subjektifitas itulah menyebabkan 
presentasi artistik dan representasi kultural dramatari Calonarang dalam pagelarannya di 
tengah komunalitas masyarakat Bali, selalu mampu mempersuasi penonton. 
 Akhir-akhir ini unsur magis bukan faktor utama yang menjadi daya tarik masyarakat 
dalam menyaksikan dramatari Calon Arang. Faktor lain yang mendukung pementasan ini 
adalah selingan humor yang “menggelitik” penonton. Hal itu sejalan dengan pernyataan 
Suhadi (1992:13) yang menyatakan bahwa humor dalam seni pertunjukan berfungsi sebagai 
sarana persuasi,dan mempermudah masuknya informasi atau pesan yang ingin disampaikan. 
Kemahiran bondres (pelawak) dalam mengemas lawakannya tidak bisa dipisahkan dari 
peranan bahasa sebagai media dalam berinteraksi dan penyampaian informasi. Dalam 
interaksi antara penutur dan mitra tutur, sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah 
yang mengatur tindakan, penggunaan bahasa, dan penginterpretasiannya. Dialog atau 
percakapan yang dilakukan oleh para aktor guna menunjang humor tidak bisa dipisahkan 
dengan implikasi dari setiap ujarannya  atau yang lazim disebutkan dengan istilah implikatur 
percakapan. Levinson (1983:97) menyatakan bahwa implikatur percakapan merupakan 
prinsip yang sangat penting dalam pragmatik. Konsep itu merujuk pada implikasi pragmatis 
tuturan akibat adanya pelanggaran prinsip percakapan. Prinsip percakapan yang dimaksud  
yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan dalam situasi tutur tertentu. Timbulnya 
implikatur percakapan dalam dramatari Calon Arang akibat pelanggaran prinsip kerja sama 
dan kesopanan. Prinsip-prinsip kerja sama, dan kesopanan dalam peristiwa tutur sengaja 
dilanggar,  dengan tujuan humor. Humor dapat disampaikan pula dalam siratan menyindir, 
serta kritik sosial dalam suatu pementasan. Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti 
termotivasi untuk meneliti implikatur percakapan yang terjadi akibat pelanggaran terhadap 
  

prinsip-prinsip percakapan seperti, prinsip kerjasama, dan kesopanan yang mampu 
menimbulkan efek tawa/humor dalam seni pertunjukan tradisional khususnya dramatari 
Calon Arang. 
Penelitian sejenis yang meneliti implikatur percakapan sudah pernah dilakukan. 
Penelitian tersebut berjudul “Analisis Wacana Humor Gara-Gara dalam Pagelaran Wayang 
Kulit dengan Dalang Ki Medot Samiyono Soedarsono (Sebuah Kajian Pragmatik)” oleh Ivan 
Kurniawan (2011). Penelitian ini membahas tentang implikatur percakapan, implikatur 
tersebut meliputi penyimpangan terhadap prinsip kesopanan. Hal tersebut untuk menarik 
perhatian penonton,sehingga dapat memahami secara utuh setiap informasi yang disampaikan 
dalang. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah, peneliti berusaha 
mengungkap implikatur percakapan dalam dramatari Calon Arang yang terjadi akibat 
pelanggaran prinsip percakapan (prinsip kerjasama, kesopanan). 
 

 Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data berupa transkrip percakapan, terdapat 
pelanggaran pada prinsip percakapan. Pertama, prinsip kerjasama yang meliputi: pelanggaran 
terhadap maksim kualitas, kuantitas, relevansi, dan pelanggaran terhadap maksim cara atau 
  

pelaksanaan. Kedua, prinsip kesopanan yang meliputi: pelanggaran terhadap maksim 
kemurahan, dan kerendahan hati. Pelanggaran terhadap kedua prinsip percakapan tersebut 
beserta maksim-maksimnyalah yang menyebabkan terjadinya implikatur percakapan sebagai 
penunjang humor dalam drama tari Calon Arang. Untuk mempermudah peneliti dalam 
mentranskrip dan analisis data, maka nama-nama aktor pertunjukkan 
bondres/parekan/punakawan raja diganti dengan “A”, dan “B”.  
  
Pelanggaran prinsip kerjasama 
 Pelanggaran terhadap prinsip kerja sama dalam dramatari Calon Arang yang 
menyebabkan terjadinya implikatur percakapan sebagai penunjang humor meliputi: 
a) Pelanggaran terhadap maksim kuantitas 
  Pelanggaran terhadap maksim tersebut terjadi  karena peserta tutur tidak memberikan 
kontribusi yang sesuai dengan kebutuhan atau yang dikehendaki oleh mitra tutur. Berikut ini 
adalah transkrip percakapan dalam drama tari Calon Arang yang merupakan pelanggaran 
terhadap maksim kuantitas yang menyebabkan terjadi sebuah implikatur percakapan dengan 
tujuan humor.  
 
Transkrip percakapan dalam Bahasa 
Bali 
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia 
A: “Ngudiang gaen caine mara ngenah?" 
B: “Mara pesu si mara ngenah.” “ Kadung 
luung ipiane ajak luh ayu di taman.” 
A: ‘Cai masi patuh kije gen ci?” 
C: “Bareng keme.” 
 
A: “Mengapa kamu baru kelihatan?” 
B: “Tumben keluar kan baru kelihatan. 
Sedang asik aku bermimpi dengan dik 
Ayu di Taman.” 
A : “Kamu juga sama, kemana saja kamu?” 
C: “Sama pergi ke sana.” 
 Percakapan di atas merupakan bentuk tuturan yang melanggar prinsip kerjasama 
tepatnya maksim kuantitas. Si A bertanya kepada si B mengapa dia baru kelihatan. Respon 
atau jawaban yang diberikan oleh si B terlalu panjang. Seharusnya si B cukup menjawab saya 
baru keluar. Dengan jawaban tersebut tentu si A sudah paham dan memberikan kontribusi 
yang secara kuantitas cukup memadai pada tahapan komunikasi. Dengan demikian jawaban 
penjelas “ Kadung luung ipiane ajak luh ayu di taman”  (sudah terlanjur bermimpi indah 
dengan Luh Ayu di taman) sifatnya berlebihan dan bertentangan dengan maksim kuantitas. 
Namun, jawaban yang singkat tersebut tidak dapat menimbulkan efek humor, berbeda halnya 
apabila dilengkapi dengan jawaban yang berupa penjelasan tersebut akan menimbulkan 
candaan atau humor yang menghibur penonton. Oleh karena itu, tuturan yang melanggar 
maksim kuantitas sengaja dilakukan agar dapat memberikan efek tawa.  
 
b) Pelanggaran terhadap maksim kualitas 
 Pelanggaran terhadap maksim tersebut dilakukan oleh peserta tutur karena ingin 
menimbulkan efek humor. Pelanggran maksim ini disengaja untuk memunculkan implikatur 
percakapan. Bahkan ada juga untuk mengejek pemain yang lainnya. Berikut ini adalah 
  

tuturan dalam dialog drama tari Calon Arang yang ditampilkan oleh peserta tutur yang 
melanggar maksim kualitas.  
Transkrip percakapan dalam Bahasa 
Bali 
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia 
A: “Yan ci mule dueg, jawab petakon cange 
jani! Nyen ane melinggih di bedelod?” 
B: “Ane melinggih sing je ade len tuah 
sekan gonge.” 
 
A: “Kalau kamu memang pintar, silakan 
jawab pertanyaan saya. Siapa yang 
berstana di arah selatan?” 
B : “yang duduk di sebelah selatan adalah 
sekaha gong.” 
 Tuturan di atas tidak memberikan kontribusi terhadap maksim kualitas, seharusnya 
setiap partisipan yang terdapat dalam percakapan di atas mengatakan hal yang sebenarnya. 
Artinya, jawaban atau respons yang diberikan hendaknya didasarkan pada bukti yang 
memadai. Buktinya, dalam percakapan di atas konteks pertanyaan yang ditujukan oleh si “A” 
kepada si “B” adalah berkaitan dengan Dewata Nawa Sanga atau dewa dalam kepercayaan 
Hindu yang mengusai sembilan arah penjuru mata angin. Dalam konsep Hindu, dewa yang 
berstana di sebelah selatan adalah dewa Brahma, bukan sekaha gong. Berdasarkan 
percakapan yang terjadi seperti di atas jelas terjadi pelanggaran terhadap maksim kualitas. 
Seharusnya si “B” menjawab sesuai dengan konteks pertanyaan bahwa dewa yang berstana di 
arah selatan sesuai dengan mitologi Hindu adalah dewa Brahma. Pelanggaran tersebut 
sengaja dilakukan oleh si “B” dengan maksud menimbulkan efek humor/lucu.  
 
c. Pelanggaran terhadap maksim relevansi 
 Pelanggaran terhadap maksim relevansi yang dilakukan oleh aktor 
bondres/parekan/punakwan raja dalam drama tari Calon Arang terjadi dalam kutipan 
percakapan sebagai berikut.  
Transkrip percakapan dalam Bahasa 
Bali 
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia 
A: “Jeg sebak sebak i dewek uli tuni dini. 
Layah basang cange nok.” 
B: “Layah ci, kangoang cang mare suud 
nunas ring ida.” 
 
A: “Panjang lebar kita berbicara di sini dari 
tadi. Lapar sekali perutku.” 
B: “Lapar kamu, saya baru saja selesai minta 
sama beliau.” 
 Sesuai dengan maksim relevansi mewajibkan setiap peserta tutur memberikan 
kontribusi relevan dengan pokok pembicaraan. Maksim relevansi menekankan keterkaitan isi 
tuturan  antar  peserta  percakapan.  Setiap  peserta  percakapan  saling  memberikan 
kontribusi  yang  relevan  dengan  topik  pembicaraan  sehingga  tujuan  percakapan dapat 
tercapai secara efektif. Namun,terkadang secara tersurat (eksplisit) respons yang  diberikan  
tidak  terlihat  relevansinya  dengan  pokok  pembicaraan,  karena sudah ada latar belakang 
pengetahuan (background knowledge)yang sama antara penutur dan lawan tutur maka 
komunikasi masih tetap bisa berjalan. Dengan kata lain, yang tersurat (eksplisit) nampak 
tidak relevan namun,yang tersirat (implisit) sebenarnya relevan.  
  

 Dalam konteks percakapan di atas, selain menyebabkan imlikatur percakapan, juga 
terdapat pelanggaran terhadap maksim relevansi. Apa yang dituturkan oleh oleh jawaban 
yang seharusnya dan diharapkan oleh si “A” dari si “B” adalah menunjukkan tempat atau 
posisi di mana dia mendapatkan makanan. Tetapi jawaban yang disampaikan oleh si “B” 
tidak relevan, dan semata-mata bertujuan humor. 
d)Pelanggaran terhadap maksim pelaksanaan. 
 Pelanggran terhadap maksim ini terjadi apabila setiap peserta percakapan berbicara 
secara tidak langsung, bermakna ganda atau taksa (tidak satu), serta penjelasannya terlalu 
berlebihan. Dalam konteks percakapan yang terjadi dalam drama tari Calon Arang jelas hal 
itu dilakukan guna menunjang tawa dari penonton. Bukti pelanggaran terhadap maksim 
pelaksanaan dalam drama tari Calon Arang adalah sebagai berikut.  
Transkrip percakapan dalam Bahasa 
Bali 
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia 
A: “Bes Akeh jero Balian nyemak gae.” 
B: “Maksud cine?” 
A: “Di banjar bendesa, di tv pemain 
sinetron, di gaguntangane tukang atos, 
drama gong patih agung, di kampus 
dosen buin ye.” 
 
A: “Terlalu banyak jero Balian mempunyai 
pekerjaan.” 
B: “Maksud kamu apa?” 
A: “Di Banjar jadi bendesa, Di TV pemain 
sinetron, di gaguntangan jadi tukang 
atos, di drama gong jadi patih agung, di 
kampus dosen juga.” 
Dalam percakapan di atas maksud si “B” adalah menyindir si “A” karena terlalu 
banyak mempunyai pekerjaan, dia berharap agar dirinya juga diberikan pekerjaan. 
Percakapan tersebut mengandung implikatur percakapan dan melanggar prinsip kerjasama 
maksim pelaksanaan. Jawaban si “B” terlalu panjang serta menimbulkan makna yang ganda.  
 
Pelanggaran Prinsip Kesopanan 
 Maksim ini mewajibkan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan kerugian 
orang lain atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Dalam hal ini, Leech dalam 
Wijana (1996) mengatakan bahwa semakin panjang tuturan seseorang semakin besar pula 
keinginan orang itu untuk bersikap sopan kepada lawan bicaranya. Demikian pula tuturan 
yang diutarakan secara tidak langsung lazimnya lebih sopan dibandingkan dengan tuturan 
yang diutarakan secara langsung. Dalam percakapan dramatari Calon Arang, peserta tutur 
dengan sengaja mengabaikannya dengan tidak mempertimbangkan segala hal yang 
diharuskan dalam prinsip kesopanan tujuannya adalah menunjang humor. Contoh 
percakapannya sebagai berikut. 
Transkrip percakapan dalam Bahasa 
Bali 
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia 
A: “cang maan gelem dugas di telun.” 
B: “Gelem ape ci?” 
A: “Sepilis.” 
B : “Be ke dokter?” 
A: “Suba. Neked  cang di dokter kene 
A: “Aku sempat sakit dua hari yang lalu.” 
B: “sakit apa kamu?” 
A: “sepilis.” 
B: “Sudah pergi ke dokter?” 
A: “Sudah. Dokter bertanya kepadaku 
  

petakon doktere. Gus sesai jajan di luar?” 
B: “Kengken pesaut cine?” 
A: “Ya Bu.” 
B: “Kengken Doktere?” 
A: “Adi demen  jajan di luar? Keto batne.” 
B: “kengken pesaut cine?” 
A: “ah dokter madue manten amun jumah 
kengkenang tiang jajan.” 
 
apakah aku senang jajan di luar?” 
B: “Trus jawabanmu gimana?” 
A: “Ya bu.” 
B: “Bagaimana tanggapan dokter?” 
A: “Kok suka jajan di luar?” 
B: “Jawabanmu?” 
A: “Ah dokter ada-ada saja kalau saya 
jajan di rumah bagaimana caranya jajan?” 
 
a) Maksim Kemurahan 
 Maksim kemurahan menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa 
hormat kepada orang lain, dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain. Dalam 
dialog atau percakapan yang terdapat dalam drama tari Calon Arang jelas terjadi pelanggaran 
terhadap maksim kemurahan. Hal itu dilakukan hanya bertujuan untuk humor agar penonton 
tetap terjaga sampai akhir pertunjukkan. Bukti percakapan tentang pelanggaran terhadap 
maksim kemurahan adalah sebagi berikut. 
Transkrip percakapan dalam Bahasa Bali Terjemahannya dalam bahasa Indonesia 
Patih  : “Ri kalaning ngrangsuk raja 
busana kaya ape” 
 
 
Patih: “Badah.” 
Bondres: “Inggih....rikalaning cokor 
palungguh i Gusti engrangsuk 
busana angob titiang luir sekadi 
sang Hyang Kala I Ratu.” 
 
 Makna dari percakapan antara patih dan bondres, bahwa bondres dengan sengaja tidak 
menghormati majikannya dalam hal ini diperakan oleh patih. Ketika sang patih meminta di 
junjung atau diibaratkan sebagai sang Dewa, sebaliknya bondres mengatakan bahwa sang 
patih mirip Dewa Kala. Dalam mitologi Hindu dikatakan bahwa dewa Kala adalah sebagai 
dewa yang menyeramkan seperti raksasa. Hal itu dilakukan agar memancing atau 
mengundang humor.  
 
b) Maksim Kerendahan Hati 
 Maksim kerendahan hati berpusat pada diri sendiri. Maksim ini menuntut setiap 
peserta pertuturan untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan 
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. 
Pelanggaran terhadap maksim ini terdapat pada kutipan dialog berikut ini. 
A: “Jeneng cine care ancruk.” 
B: “Beli Care ape?” 
A: Rajuna bagus mawibawa. 
 Dalam percakapan tersebut jelas bahwa terjadi pelanggaran terhadap maksim 
kerendahan hati. Si A merendahkan lawan mainnya dengan sebutan ancruk. Dalam bahasa 
Bali ancruk merupakan salah satu binatang yang menjijikkan. Di sisi yang lain dia 
  

menganggap dirinya seperti arjuna salah satu tokoh dalam cerita pewayangan yang terkenal 
akan ketampanannya.  
 
Fungsi Implikatur Percakapan dalam Drama Tari Calon Arang 
 Fungsi implikatur percakapan dalam drama tari Calon Arang lebih banyak 
dimanfaatkan oleh aktor bondres /parekan/ punakawan raja. Fungsi  implikatur  tersebut  
berupa  fungsi  makro  dengan  beberapa  fungsi mikro yang secara  operasional dinyatakan  
bondres/parekan/punakawan raja terhadap mitra tutur mereka. Fungsi  implikatur  
bondres/parekanterhadap  mitra  tutur  mereka  dapat  digolongkan  ke dalam fungsi  
implikatur  asertif  yang  meliputi menolak  dan  membual. Fungsi  implikatur direktif yang  
meliputimenasihati,  memerintah, meminta  atau  memohon.Fungsi  implikatur  ekspresif 
meliputi menyindir dan memuji.  
 Kemunculan berbagai  fungsi implikatur tersebut dalam tuturan dapat dilihat pada 
paparan di bawah ini. Implikatur asertif  yang  tampak pada tuturan  bondres atau 
parekanpada drama tari Calon Arang berfungsi untuk  membual. Buktinya terdapat dalam 
percakapan yang dilakukan oleh dua bondres atau parekan raja dalam hal ini namanya diganti 
dengan si “A” dan si “B”  sebagi berikut. 
Transkrip percakapan dalam Bahasa 
Bali 
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia 
A: “Kije cai dibi melali ajak i ayu?” 
B: “Biasa ke LA.” 
A: “Mimih johne” 
B: “Ha2....di dauhne” 
 
A: “Kemana kamu pergi dengan Ayu 
kemarin?” 
B: “Biasa...LA”  
A: “Kok jauh sekali?” 
B: “di sana sebelah barat.” 
 Pada kutipan percakapan kedua bondres di atas yang diwakili oleh  A dan B terlihat 
bahwa terdapat bualan yang dilontarkan oleh si  B. Namun, bualan tersebut hanya bertujuan 
humor. Maksud yang sebenarnya dari perkataan si B yang menyatakan pergi ke LA adalah 
lapangan Astina, bukan Los Angeles.  
 Implikatur  direktif yang  tampak  pada  tuturan  bondres/parekan pada  drama  tari 
Calon Arang berfungsi untuk menasihati, memerintah, dan meminta atau memohon. Buktinya 
terdapat dalam percakapan berikut ini.  
A: “Jawab petakon cange ne!” 
B: “nah...” 
A: “kengken ceciri gununge aktif.” 
B: “coba miss call, lamun nyambung 
berarti aktif.” 
A: “Tolong jawab pertanyaanku.” 
B: “Baik.” 
A: “Bagaimanakah ciri-ciri gunung aktif?” 
B: “Coba miss call, kalau nyambung berarti 
aktif.” 
 Si  A meminta kepada lawan tuturnya dalam konteks tersebut diperankan oleh si B 
untuk menjawab pertanyaannya. Jadi, jelas bahwa kalau diperhatikan keseluruhan konteks 
percakapan di atas implikatur percakapannya berfungsi direktif dan mengutamakan humor.  
 Implikatur  ekspresif yang  tampak pada  tuturan  bondres atau  parekan pada drama 
tari Calon Arang berfungsi  untuk    menyindir   dan memuji. Buktinya terdapat dalam 
percakapan berikut.  
  

A: “Bes Akeh jero Balian nyemak gae.” 
B: “Maksud cine?” 
A: “Di banjar bendesa, di tv pemain 
sinetron, di gaguntangane tukang 
atos, drama gong patih agung, di 
kampus dosen buin ye.” 
 
A: “Terlalu banyak jero Balian mempunyai 
pekerjaan.” 
B: “Maksud kamu apa?” 
A: “Di Banjar jadi bendesa, Di TV pemain 
sinetron, di gaguntangan jadi tukang atos, di 
drama gong jadi patih agung, di kampus 
dosen juga.” 
 Pada percakapan di atas Si A menyindir bahwa terlalu banyak si B mempunyai 
pekerjaan dan berharap agar dibagikan sebagian kepadanya. Selain menyindir, implikatur 
percakapan di atas juga digunakan untuk humor.  
 
 

1. Terdapat implikatur percakapan yang digunakan oleh peserta tutur dalam drama tari Calon 
Arang akibat pelanggaran terhadap prinsip kerjasama yang meliputi pelanggaran terhadap 
maksim kuantitas, kualitas, dan relefansi.  
2. Humor yang terjadi dalam drama tari Calon Arang disebabkan  juga oleh pelanggaran 
terhadap prinsip kesopanan yang meliputi pelanggaran terhadap maksim kemurahan, dan 
kerendahan hati. 
3.  Fungsi implikatur percakapan dalam drama tari Calon Arang lebih banyak dimanfaatkan 
oleh bondres atau parekan/punakawan raja.  Fungsi  implikatur  tersebut  berupa  fungsi  
makro  dengan  beberapa  fungsi mikro yang secara  operasional dinyatakan  
bondres/parekan/punakwan raja  terhadap mitra tutur mereka. Fungsi  implikatur  
bondres/parekan terhadap  mitra  tutur  mereka  dapat  digolongkan  ke dalam fungsi  
implikatur  asertif  yang  meliputi menolak dan  membual, implikatur direktif yang  
meliputi menasihati,  memerintah,  meminta  atau  memohon, dan fungsi  implikatur  
ekspresif meliputi menyindir dan memuji.