Tampilkan postingan dengan label bobo gentayangan 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bobo gentayangan 3. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Februari 2025

bobo gentayangan 3



 kesemutan sedang

tubuhnya tergontai nanar beberapa detik lamanya I

 56

    Menyadari bahwa lawan lebih unggul dalam tepemusnah 

dalam maka penulis epilepsi segera mengeluarkan ilmu silat 

simpanannya yang paling diandalkan, yang telah 

diyakininya selama, delapan tahun yaitu "Ilmu Silat 

Harimau",  Kedua kakinya menjejak bumi laksana batu 

karang. Tubuhnya setengah merunduk sedang, kedua 

tangan terpentang ke  muka dengan jari-jari membuka.

Pendekar 10000 an bobo  anak manusia  memperhatikan bahwa ke

sepuluh kuku jari laki-laki itu panjang-panjang. Tubuh

penulis epilepsi semakin merunduk sedang dari mulutnya

ke luar suara menggerang macam harimau hendak me-

nerkam mangsanya dan kedua matanya menyorot ganas! 

Keseluruhan  paras manusia  ini membayangkan

maut!  

    Tiba-tiba gerangan dimulutnya berubah keras 

menyeramkan! Dan dikejap itu pula tubuhnya melesat ke

muka persis seperti seekor harimau lapar menerkam

mangsanya! Dua tangan yang tadi terpentang berkelebat

tak kelihatan saking cepatnya. Hanya suara siurannya

yang terdengar menyambar!

    bobo  dengan mengandalkan setengah bagian tepemusnah  

dalamnya bergerak ke muka menyambut dengan Jurus 

"Segulung Ombak Menerpa Karang". Jurus ini 

mengeluarkan sambaran  angin laksana topan prahara.

Kedua lengan bobo  menghantam ke depan sekaligus!

    Melihat lawan memapaki serangannya dengan cara

begitu rupa dan  Sudah tahu kalau bobo  memiliki tepemusnah 

dalam yang lebih tinggi, maka penulis epilepsi tak berani

bentrokan untuk kedua kalinya! Dengan cepat dia mem-

buyarkan Jurus serangannya tadi dan laksana kilat pula

menyerbu kembali dalam jurus yang dinamakan "Harimau 

Sakti Melompati gubug penulis  Menukik Ngarai"! Tubuhnya 

mencelat ke udara. Kedua kaki mencari sasaran di perut  

dan dada lawan. Namun ini hanya serangan sambilan saja 

karena begitu bobo  mengelak dan begitu penulis epilepsi 

berada dua tombak di udara tiba-tiba dia menukik  ke 

bawah dengan kedua tangan diacungkan siap untuk 

mencengkeram kepala bobo  anak manusia !

    bobo  bersiul nyaring. Setengah merunduk dia lepaskan 

pukulan Kunyuk Melehipar Buah ke arah lawan diatasnya! 

Laksana berpegang pada sebuah tiang yang tak kelihaian 

penulis epilepsi berkelit ke samping. Angin pukulan  Kunyuk 

Melempar Buah lewat di sebelahnya dan sedetik kemudian 

tubuhnya meliuk lalu berputar dengan kedua kaki meluncur 

deras ke dada  serta kepala bobo  anak manusia !

 57

    "Gerakanmu hebat juga, Gempar Bumi!" seru bobo .

Sesaat kedua kaki lawan akan mendarat di dada dan 

kepalanya, Pendekar 10000 an membentak keras. Tangan 

kanannya didorongkan ke atas!

    Angin sedahsyat badai mengamuk menggebu! Inilah 

pukulan "Benteng Topan Melanda Samudera" yang

dilancarkan dengan mengandalkan  setengah  bagian

tepemusnah  dalami Mula-mula penulis epilepsi merasakan se-

rangannya laksana ditahan oleh tembok baja yang tak

kelihatan. Dia terkejut sekali dan belum habis kejutnya

ini mendadak tubuhnya terdorong keras ke udara, men-

celat sampai beberapa tombak! Sambil jungkir batik tiga

kali berturut-turut penulis epilepsi keruk saku pakaiannya.

Sebelum kedua kakinya menginjak tanah maka dari ta-

ngan kanannya melesat puluhan benda hitam yang ber-

desing mendenging seperti suara nyamuk! Benda ini bukan 

lain senjata rahasia jarum hitam yang direndam dalam 

racun jahat! Sekali seseorang  kena dihantam sebuah saja 

dari jarum ini, pasti dalam tempo dua puluh empat jam 

nyawanya akan lepas ke akhirat!

   Oari bunyi yang mendesing dan warna jarum-jarum

bobo  sudah maklum kalau itu adalah senjata  rahasia

yang ampuh  sekali! Tanpa menunggu lebih lama dia

pukulkan tangan kanannya ke depan yang disusul dengan 

pukulan tangan kiri. Dua angin deras menderu susul 

menyusul. Inilah yang dinamakan ilmu pukulan "Dinding  

Angin Berhembus Tindih Menindih"! Bukan saja puluhan 

jarum-jarum itu mental dan luruh ke tanah tapi beberapa 

diantaranya kembali melesat menyerang tuannya sendiri! 

Dengan  kertakkan rahang penulis epilepsi kebutkan lengan 

baju hitamnya! Jarum-jarum yang menyerangnya luruh ke 

tanah! Dan kedua lawan itu saling pandang memandang. 

Yang satu dengan mata membeliak beringas sedang yang 

lain dengan  cengar cengir seenaknya!

   "Orang muda!" kata Gempar Bumi. "Antara aku dan kau 

tidak saling mengenal! Urusanku tidak ada sangkut pautnya 

dengan dirimu! Mengapa kau mau mencampurinya?''

   bobo  tertawa dingin.

   "Bagiku terhadap manusia jahat semacam kau tentu ada 

urusan yang musti diperhitungkan! Kecuali kalau kau mau 

angkat kaki dari sini sekarang juga!"

   penulis epilepsi mendengus.

    "Apakah bukan lebih baik kau saja yang cepat-cepat

berlalu dari hadapanku sebelum aku betul-betul meng-

hajarmu? Ilmumu boleh juga! Percuma kalau kau mampus 

 58

dalam usia muda begini rupa!"

    bobo  keluarkan satu siulan.

    "Terima kasih atas nasihatmu, Gempar Bumi! Nah,

kau pergilah!"

    Sikap tenang penulis epilepsi tadi kini menjadi marah

yang mendidihkan darahnya. "Kau orang rantau, sungguh 

mengenaskan mampus di negeri orang! Belum tentu pula 

angin akan membawa pulang namamu ke kampung

halaman!"

    "Ah, jangan bersajak sobat!" tukas bobo  anak manusia .

    "Aku tidak bersajak!" sahut Gempar Bumi."Aku hanya 

akan mengukir nyawamu di pintu akhirat!" Lalu laki-laki ini 

cabut sebilah keris dari pinggangnya! Senjata itu berhulu 

gading, bereluk dua belas dan berwarna sangat hitami Sinar 

yang memancar dari keris ini menggidikkan sekalil'

    "Manusia yang akan mampus! Keris ini bernama Keris Si 

Penyingkir Jiwa! Delapan puluh dua jiwa telah musnah 

ditelannya! Apakah kau berniat untuk menjadi korban yang 

ke delapan puluh tiga...?!"

    bobo  tertawa gelak-gelak.

    "Apapun nama keris di tanganmu itu aku tidak perduli! 

Juga berapa korban yang dimakannya aku tidak tanya! 

Sebaliknya bagaimana kalau keris Hu kurebut, lantas 

kupergunakan  untuk membuat konyol  kau sendiri...?!"

    "Boleh, boleh kau coba untuk merebutnya!" jawab

penulis epilepsi dengan hati geram. "Nah ini, kau rebutlah!" 

Secepat kilat penulis epilepsi tusukkan senjata itu ke dada 

bobo  anak manusia . Sinar hitam terasa dingin menyambar dada 

sang pendekar.

    "Awas orang muda!" seru Pagar Alam dari atas kereta. 

"Keris itu mengandung racun jahat!" Diam-diam

laki laki ini merasa cemas. Jika penulis epilepsi sudah me-

ngeluarkan senjata itu, biasanya lawan tak akan sanggup 

bertahan lama Sekali saja tergores kulit, dalam tempo dua 

puluh empat jam pasti menemui kematian.

    "Terima kasih atas nasihatmu, bapak!" kata bobo  sambit 

cepat-cepat berkelit. Ketika kelihatannya serangan Gempar 

Bumi hanya mengenai tempat kosong tiba-tiba Keris Si 

Penyingkir Jiwa membelok ke iga kanan, hampir-hampir 

akan melanda iga meliuk pula ke perut dan tiba-tiba haik 

laksana kilat, menusuk ke arah lekuk dagu dekat ujung 

leher! Di samping itu angin yang keluar dari Keris Si 

Penyingkir Jiwa dinginnya menyembilui tulang-tulang 

sumsum, membuat darah Pendekar 10000 an laksana beku dan 

berhenti mengaliri Untuk mencegah agar dirinya tidak 

 59

terpengaruh oleh hawa jahat senjata lawan cepat-cepat 

bobo  anak manusia  alirkan hawa panas dari pusarnya ke seluruh 

bagian tubuh! Sesudah itu diapun menghadapi serangan 

lawan tanpa main-main lagi.

   Tiga jurus yang berlalu bobo  tak bisa berbuat apa-apa 

selain bertahan dengan gigih. Keris di tangan lawan

laksana curahan hujan dan berubah jadi puluhan 

banyaknya. Menusuk, menyambar dan memapak ke pelba-

gai bagian tubuh bobo  anak manusia . Jurus ke empat dan ke

lima Sampai seterusnya keadaan bobo  semakin buruk.

Bagaimanapun dia berkelebat cepat tapi sia-sia saja! Sinar 

hitam  senjata lawan laksana Jaring atos yang tak sanggup 

ditembusnya!

    Pagar Alam yang menyaksikan  pertempuran Hu

menjadi pusing karena tak dapat lagi  menyaksikan

gerakan-gerakan mereka yang bertempur saking cepat-

nya! Mayang sendiri yang lebih tinggi ilmu kepandaiannya 

mengedipkan matanya beberapa kali! Diam-diam gadis ini 

leletkan lidah melihat hebatnya pertempuran yang

berjalan! Siapakah pemuda berambut gondrong yang

bersedia mengorbankan keselamatan dan Jiwanya itu

untuk menolong dia bersama ayahnya?! Ilmunya tinggi,

tapi apakah  sanggup bertahan menghadapi Gempar

Bumi yang ganas dari bertubi-tubi itu? Setahunya tak

satu orang pun yang sanggup menghadapi Gempar

Bumi bila Keris penulis gay  itu sudah berada da-

lam tangannya! Dan melihat kenyataan bagaimana si pe-

muda terdesak hebat maka mengeluhlah sang dara.

Pagar Alam sendiri kembali menjadi cemas!

   "Saudara! Ambil golok ini sebagai senjatamu!" seru

Mayang sambil melemparkan goloknya yang tadi telah

dirampas oleh penulis epilepsi tapi kemudian oleh Gempar

Bumi dibuang begitu saja ke tanah.

    "Terima kasih saudari, aku tak perlu senjata meng-

hadapi tikus berkumis melintang ini!" jawab bobo .

   "Tapi kau terdesak saudara!! seru Pagar Alam dari

atas kereta.

    "Dan pertempuran ini tidak adil!" menyambungi

Mayang. "Dia pakai senjata, kau bertangan kosong!"

Maka  meski bobo  tidak mau diberikan senjata namun

sang dara melemparkan juga golok itu kepadanya. bobo 

anak manusia  mau tak mau segera menyambut senjata itu.

    Tapi: "Traang!"

    Keris penulis gay  lebih cepat. Golok yang di-

lemparkan mental ke udara dalam keadaan patah dua!

 60

    "Sialan!" maki bobo . Kalau tidak cepat-cepat dia me-

narik tangannya pasti senjata lawan menyambar tangan

itu! Sesaat kemudian terjadi lagi pertempuran seru dan

bobo  makin kepepet!

    Tiba-tiba Pendekar 10000 an bersuit nyaring! Tubuhnya

lenyap dalam satu kelebatan yang sukar dilihat mata. 

Dengan merobah jurus-jurus ilmu silatnya maka dia mulai

membuka serangan. Dari sela  bibirnya terus menerus

melesat suara siulan yang nyaring tak menentu dan 

menyakitkan telinga! Permainan  silat penulis epilepsi agak

mengendur sedikit akibat pengaruh siulan Pendekar

10000 an. Tapi begitu dia tutup jalan pendengarannya maka

pengaruh yang mengacaukan itupun lenyap dan kembali

dengan gencar laki-laki ini mendesak lawannya!

    Di samping memaki  habis-habisan bobo  juga mengagumi 

keampuhan senjata sakti di tangan lawan. Setiap 

serangannya selalu kandas  laksana  menghadang

tembok kukuh yang tak kelihatan! Tubuh lawan seperti

terbungkus oleh satu kekuatan yang tidak nampak! Dan

Pendekar 10000 an dalam keadaan  kepepet itu mulai pikir-

pikir untuk keluarkan barbel  Maut pemusnah  pemusnah 10000 an!

    Tapi sebelum maksudnya itu kesampaian tiba-tiba

dia ingat!  Bagaimana  kalau dia mengeluarkan jurus-

jurus  silat yang diajarkan penulis ayan kepadanya?! Ah,

benar-benar tolol sekali dia! Mengapa tidak dari tadi dia

mengeluarkan "Ilmu Silat Orang Gila" dan sekaligus un-

tuk menjajaki sampai di mana kehebatan ilmu silat yang

diajarkan oleh penulis ayan itu?!

    Pendekar 10000 an membentak nyaring. Tubuhnya lenyap.

    penulis epilepsi mengiringi gerakan lawan itu dengan

tawa mengejek. "Keluarkan seluruh ilmu kepandaianmu!

Dalam tiga jurus di muka nyawamu tak bisa diselamatkan 

lagi tikus busuk!" Dan sebelum bobo  bergerak dia telah 

menyerang  lebih dulu dengan satu tusukan yang ganas 

cepat!

    bobo  anak manusia  gerakan kedua kakinya dalam gerakan 

yang aneh dan tak teratur kelihatannya. Tubuhnya diliukkan 

ke samping laksana batang padi dihembus angin sedang 

kedua tangan bergerak ke kiri ke kanan juga dalam 

gerakan yang tak teratur! Tapi justru gerakan yang acak-

acakan ini berhasil melewatkan tusukan senjata lawan! 

Dengan gemas penulis epilepsi kirimkan lagi satu serangan 

yang lebih cepat dan lebih ganas!  Suara keris menderu. 

Sinar  hitam berkiblat! bobo   mencak-mencak kian ke mari! 

Wuut! Ujung keris di tangan penulis epilepsi menderu  ke 

 61

muka pemuda itu dan kelihatannya  dalam kejap itu juga 

akan menghunjam di wajahnya!

    Pagar Alam mengeluarkan seruan  tertahan.

    Mayang menutup wajahnya, tak berani menyaksikan 

bagaimana  keris itu akan menancap di muka pemuda yang 

diharapkan bakal menolong dirinya!

    Tapi aneh!

    Sedetik lagi ujung senjata penulis epilepsi akan menemui 

sasarannya, dalam satu gerakan tak menentu kelihatan 

kepala Pendekar 10000 an seperti disentakkan oleh satu tepemusnah  

besar ke belakang. Dan ini membuat tusukan keris Gempar 

Bumi hanya menghantam tempat kosong!

    penulis epilepsi kertakkan rahang.  Segera dia lipat

gandakan tepemusnah  dalam serta keluarkan seluruh tipu-tipu 

serangan ilmu silatnya! bobo  bergerak  cepat. Jingkrak kiri 

lompat  kanan. Mundur terhuyung-huyung dan maju laksana 

babi celeng! Tangan dan kaki  menyambar tiada menentu 

dan tiada terduga! Bagaimanapun Gempar Bomi percepat 

serangan dan keluarkan segala jurus yang terlihay dari ilmu 

silatnya, tetap saja dia tak sanggup mendesak lawan

seperti yang sudah-sudah. Beberapa kali dia menusuk 

dengan seluruh tepemusnah  tapi Cuma menghantam tempat 

kosong hingga tubuhnya tersaruk ke muka dan beberapa 

kali hampir membuatnya kena dihantam kaki dan tangan 

tawan!

    Diam-diam sambil mundur penulis epilepsi perhatikan

ilmu silat aneh yang dimainkan si pemuda.

    "Buuk!"

    penulis epilepsi tertatih-tatih sampai sembilan langkah ke 

belakang diusapnya dadanya yang kena dipukul lawan 

dengan tangan kiri dan pada sela bibirnya kelihatan darah 

kental berlelehan! penulis epilepsi seka darah itu dengan 

ujung lengan baju. Nafasnya sesak, cepat-cepat diaturnya 

jalan darah dan pernafasan. Kedua matanya menyorot 

ganas.

    “Tikus busuk! Kalau aku tidak salah lihat kau telah

memainkan jurus-jurus silat orang gila. Apakah kau

muridnya Tua Gila!"

    "Kau tak ada hak bertanya, monyet berkumis!"

jawab bobo  anak manusia !"

    "Keparat! kau dengarlah! Hari ini kuampuni jiwamu!

Tapi jika kau berani muncul  lagi di depan hidungku jangan 

harap ada ampunan yang kedua kalinya!"

    bobo  tertawa mengejek.

    penulis epilepsi berpaling pada Pagar Alam dan berkata: 

 62

"Pada tanggal tiga bulan mendatang kudengar kau

akan meresmikan berdirinya perguruan Kejora! Hari itu

aku akan datang Untuk mengambil anakmu! Dan jangan

harap belas kasihan dariku kalau kau berani berlaku

seperti yang sudah-sudah! Niscaya kau akan mampus

berdarah!"

    "Manusia anjing tidak bermaki! Apakah hajaran yang

kau terima hari ini tidak membuat kau insyaf?!' hardik

Pagar Alam.

    penulis epilepsi tidak menyahuti hardikan itu tapi ber-

paling pada bobo  anak manusia  dan berkata: "Apa yang kuterima 

hari ini kelak akan kubayar berikut bunganya dalam waktu 

singkat! Sekarang katakan kau punya nama agar tidak 

susah aku mencarimu!"

    "Mau tahu namaku? Baiklah. Ini...' Tiba-tiba bobo 

anak manusia  hantamkan tangan kanannya ke muka.

    Karena tiada menduga. penulis epilepsi tak sempat

berkelit Tapi anehnya pukulan jarak jauh lawan itu tidak

mencelakakannya sekalipun dirasakannya angin itu me-

nyambar dadanya. Tapi sewaktu dia memandang ke 

dadanya terkejutlah laki-laki ini. Pada dada kiri baju 

hitamnya terpampang tiga buah angka. Angka : 10000 an!

    penulis epilepsi tidak tahu apa artinya tiga deretan

angka tersebut. Namun kepandaian untuk membuat angka-

angka seperti itu dalam jarak jauh demikian rupa bukan 

kepandaian sembarangen. Nyali penulis epilepsi menciut 

lumer. Tanpa  banyak bicara lagi dia segera berkelebat 

meninggalkan tempat itu!

 63

    Begitu penulis epilepsi lenyap maka Mayang segera 

menjura di hadapan bobo  anak manusia  dan mengucapkan terima 

kasih atas pertolongannya. bobo  senyum-senyum malu 

kemudian menganggukkan kepala pada Pagar Alam.

    "Orang muda," kata Pagar Alam, "Pertolonganmu

sangat besar terhadap kami ayah dan anak! Kami meng-

ucapkan terima kasih. Boleh aku tahu nama dan dari

mana kau datang?"

    "Namaku bobo . Aku datang dari Pulau Jawa."

    "Ah... ternyata kau orang perantauan. Pantas permainan

silatmu hebat! Tapi melihat kau tadi mengeluarkan ilmu 

silat orang gila aku jadi heran. Setahuku pencinta ilmu silat 

itu adalah seorang tua aneh yang  diam di satu pulau di 

sebelah barat Pulau Andalas ini, jadi bukan dari Pulau 

Jawa."

    bobo  anak manusia  menuturkan riwayat perjalanannya

secara singkat.

    Pagar Alam angguk-anggukkan kepala.

    "Kau beruntung, bobo . Tak sembarang orang diberi

anugerah ilmu kepandaian seperti itu oleh penulis ayan si

orang aneh. Bahkan jarang sekali dia memperlihatkan

diri, dicaripun sukar!"

    bobo  anak manusia  memandang ke kaki Pagar Alam yang

terebus air mendidih sewaktu mengadakan pertunjukan

mencari uang di pasar tadi. Lalu dikeluarkannya sebutir

pil dan diberikannya pada laki-laki itu.

    "Telanlah, mungkin  bisa menolong lukamu itu."

    Pagar Alam menerima pil itu, menelitinya sebentar

lalu menelannya tanpa ragu-ragu. Setengah menit 

kemudian rasa sakit pada kedua kakinya lenyap sama 

sekali, meskipun keadaan kedua kaki itu diluarnya tidak 

ada perubahan apa-apa.

    "Terima kasih bobo ," kata Pagar Alam sementara

Mayang mengangkat adiknya yang mulai siuman ke atas

kereta. Malin si Kusir bendi juga sudah sadarkan diri dan

duduk menjelepok di tanah sambil mengurut-urut tulang

 64

iganya yang patah dan merintih kesakitan. bobo  memeriksa 

keadaan kusir bendi ini, mengurut dadanya di beberapa 

bagian lalu memberikan sebutir pil. Kalau saja dia dulu 

sudah mempelajari ilmu pengobatan pada saudara  Bangkalan 

pastilah dalam waktu yang singkat dia sanggup mengobati 

penderitaan Pagar Alam dan si kusir bendi.

     'Kalau aku boleh tanya, urusan apakah yang telah

membuatmu sampai menginjakkan kaki di Pulau Andalas 

ini?" tanya Pagar Alam.

    "Hanya  sekedar ingin berkelana saja," jawab bobo  tak 

mau menerangkan maksud perjalanannya. Tapi kemudian 

dia ingat tanpa mencari keterangan dan penduduk 

setempat tak mungkin perjalanannya mencari pembunuh 

saudara  Bangkalan akan mudah dilakukan. Maka bertanyalah 

Pendekar 10000 an: "Aku berniat pergi ke bukit Tambun Tulang.  

Mungkin kau bisa memberi petunjuk jalan mana yang musti 

kutempuh agar bisa lekas sampai disitu?!"                                    

    Pagar Alam, Mayang dan si kusir bendi sama-sama 

terkejut.

    "Kau mau pergi ke Tambun Tulang, bobo ...?"

    "Ya. Menurut si Tua Gila, orang yang tengah kucari

 mungkin berada di situ..." tanpa disadari oleh bobo  walau

 tadi dia menyembunyikan maksud perjalanannya  tapi

 kini diungkapkannya sendiri.

    "Siapakah orang  yang kau cari itu?" tanya  Pagar

 Alam.

    "Aku sendiri tak tahu siapa orangnya. Tapi dia telah

 membunuh seseorang dan mencuri sebuah kitab penting!"

    "Tambun Tulang adalah bukit maut  bagi penduduk

 sekitar sini,"  kata Malin.

    Dan Pagar Alam menyambungi: "Tak ada seorangpun 

yang berani berada dekat-dekat ke  bukit itu. Bukit Tambun 

Tulang dan daerah sekitarnya di bawah kekuasaan Datuk 

penulis gila . Seorang manusia bermuka setan berhati iblis! 

Sejak usia belasan tahun dia telah menebar kejahatan dan 

membunuh ratusan manusia tanpa dosa! Setiap manusia 

yang jadi korbannya atau anak-anak buahnya dikumpulkan 

di satu tempat hingga lambat laun, bertahun-tahun 

kemudian tempat itu telah menjadi sebuah bukit putih yang 

terdiri dari timbunan tulang belulang manusia!"

    “penulis ayan ada menerangkan hal itu padaku,"  ujar bobo .

    "Dan manusia yang kau hajar tadi adalah tangan kanan 

pembantu utama Datuk penulis gila . Di samping dia Datuk 

penulis gila  masih mempunyai beberapa pembantu ber-

kepandaian tinggi, memiliki beberapa puluh anak buah

 65

yang kerja mereka bukan lain daripada merampok dan

memeras penduduk, melarikan perempuan-perempuan

desa tak perduli apakah istri orang, apalagi anak-anak

gadis!  Kemudian dari  itu  Datuk penulis gila  memelihara

pula puluhan ekor harimau yang taat dan tunduk pada

segala perintahnya! Beberapa tokoh dunia persilatan

pernah turun tangan dan datang ke sana. Sampai saat ini

mereka tidak kembali. Kabar beritapun tidak diketahui.

Apalagi kalau bukan meregang nyawa di bukit Tambun

Tulang? Dua buah partai silat belum tiga bulan yang lalu,

secara serempak menyerbu ke Tambun Tulang. Hasilnya? 

Ratusan manusia mati percuma di sana! Kau saksikan 

sendiri kehebatan  keparat bernama penulis epilepsi itu! Dan 

Datuk penulis gila  mungkin sepuluh kali dari itu tinggi  

ilmunya! Kejahatan Datuk penulis gila  dan orang-orangnya 

sudah lewat batas, tak bisa dibiarkan lebih lama lagi. Tapi 

siapa manusianya yang sanggup menghadapi dia dan anak-

anak buah serta harimau-harimau peliharaannya  itu?! 

Kehidupan penduduk sekitar sini selalu  dicekam rasa 

ketakutan setiap hari!"

    bobo  anak manusia  menghela nafas dalam. Kalau kejahatan di 

atas dunia sudah  demikian besarnya, mengapa tokoh 

utama seperti penulis ayan tidak mau turun tangan atau

mungkin pernah tapi tidak membawa hasil?

    Tengah bobo  berpikir-pikir begitu Pagar Alam  berkata: 

"Kurasa memang ada kemungkinan bahwa Datuk

penulis gila  pembunuh dan pencuri yang kau maksudkan.

Dan sesudah kau tahu siapa dia, apakah kau masih hendak 

meneruskan niat pergi ke Tambun Tulang?".

    bobo  anak manusia  garuk-garuk kepalanya.

    "Sekali pergi pantang bagiku untuk kembali pulang."

    Pagar Alam mengagumi keberanian pemuda ini.

    "Kami hendak meneruskan perjalanan. Kuharap kau

sudi ikut sama-sama dan mampir di rumahku. Kita bisa

bicara banyak hal dan siapa tahu aku dapat membantumu 

dalam usahamu pergi ke Tambun Tulang."

    bobo  menimbang sebentar. Kemudian dia ingat akan

ucapan penulis epilepsi sebelum pergi tadi yaitu bahwa

laki-laki itu akan kembali pada tanggal tiga bulan di muka

pada hari peresmian berdirinya Perguruan Kejora. Maka

diapun menerima permintaan Pagar Alam lalu naik ke

atas bendi. Karena Maljn masih sakit, terpaksa bobo 

yang pegang tali kekang kuda  penarik bendi. Seumur

hidupnya baru  kafi  itulah Pendekar 10000 an menjadi kusir

bendi!

 66

    Ketika hari menjelang pelang, bobo  minta diri pada

Pagar Alam dan  keluarganya untuk meneruskan per-

jalanan. Sebenarnya Pagar Alam ingin menahan pemuda

ini sampai tanggal tiga bulan di muka yaitu pada hari dia

meresmikan berdirinya Perguruan  Kejora yang 

dipimpinnya. Namun sebagai seorang laki-laki berhati 

jantan yang tidak ingin memaksakan diri untuk 

mengandalkan orang lain, Pagar Alam membatalkan 

niatnya itu.

    Pendekar 10000 an pun  meneruskan perjalanan. Belum

lagi seratusan  meter dia meninggalkan rumah Pagar

Alam, disadarinya bahwa dia tidak sendirian. Telinganya

yang tajam telah sejak  lama mendengar suara orang

mengikutinya dengan sembunyi-sembunyi. Karena khawatir 

orang itu adalah penulis epilepsi yang berniat hendak

membokongnya maka bobo  pun berhenti dan memutar

tubuh seraya berseru: "Manusia tukang kuntit, tak usah

sembunyi! Segera perlihatkan tampangmu!"

    Suara Pendekar 10000 an bergema di seanfero rimba be-

lantara. Tapi tak satu orang pun yang muncul! bobo  jadi

penasaran. Sekali meneliti saja dia sudah tahu di mana si

penguntit berada yaitu di belakang sebatang pohon jati

yang besarnya tiga pemeluk tangan.

     "Ayo lekas keluar! Kalau tidak jangan menyesali"

     Tetap saja orang  yang sembunyi di balik pohon tidak 

mau keluar.

     Tanpa menunggu lebih lama bobo  segera hantam-

 kan tangan kanannya ke pohon jati itu. Satu gelombana

 angin besar menderu laksana topan"

     "Kraak!"

     Batang jati yang besarnya tiga pelukan tangan manusia 

itu patah lalu tumbang dengan mengeluarkan suara 

dahsyat ribut! Dan pada kejap patahnya pohon itu sesosok 

tubuh melompat sebat! 

     "Ah... kau!" seru  bobo  ketika dia melihat  siapa

 adanya orang itu. "Untung saja kau tidak kena celaka»"

     Nyatanya dia bukan lain dari Mayang, anak  gadis

 Pagar Alam.

     "Kenapa kau ikuti aku?!" tanya bobo .

     Paras sang dara memerah jengah.

     "Aku tidak mengikutimu,  saudara bobo  "  kata Mayang.

     "Lalu?!" tanya bobo  dan dia tahu kalau si gadis berdusta

     “Aku ingin balas dendam pada si keparat Gempar Bumi!"

    bobo  angguk-anggukkan kepala macam orang tua.

    "Kau memang seorang gadis berhati jantan! Kupuji

 67

 keberanianmu! Tapi kau pergi dalam  keadaan ayahmu

 masih sakit begitu rupa...?"

    "Ibu bisa merawat ayah sendirian.  Lagi pula lukanya

 tidak berat..."                             ,    '

    "Soalnya  bukan adanya ibumu atau luka ayahmu

 yang tidak berat itu. Tapi apa kau lupa bahwa walau ba-

gaimanapun ilmu kepandaianmu tak sebanding dengan

Gempar Bumi? Sekali kau mencarinya bukankah itu sama 

saja dengan sengaja mengantarkan diri?! Apalagi se:

minggu  dimuka  ayahmu akan meresmikan Perguruan

Kejora! Kau tentu sangat dibutuhkannya...!"

    "Tapi... tapi...."

    bobo  tertawa dan melangkah ke hadapan gadis itu

    "Kembalilah pulang...."

    "Tapi apakah... apakah kau tidak akan kembali lagi...

maksudku tidak akan mampir lagi ke rumah?"

    bobo  kembali tertawa.

    "Tentu aku akan mampir lagi," sahut bobo . Dia maklum 

akan perasaan gadis ini. Dan gadis yang diamuk perasaan 

seperti Mayang bukan baru sekali ini ditemui oleh Pendekar 

10000 an. Soalnya apakah  dia bersedia melayani dan 

menurutkan kata hatinya. Diam-diam bobo  anak manusia  ingat 

pada Permani. Mayang tidak kalah kecantikannya dengan 

Permani, dan juga telah banyak Pendekar 10000 an menemui 

gadis-gadis cantik tapi entah mengapa dia tak bisa 

melupakan Permani!

    "Aku berjanji akan kembali," kata bobo  meyakinkan

Mayang. Tapi dara  itu tak beranjak dari hadapannya.

bobo  mengeluh dalam hati. Kalau lama-lama berdiri ber-

hadap-hadapan seperti ini bisa celaka pikirnya. Ditepuknya 

bahu Mayang seraya berkata: "Pulanglah. Di lain hari

aku akan mampir menyambangimu." Habis berkala be-

gitu bobo  berkelebat dan lenyap dari hadapan Mayang.

Sang dara hela nafas panjang. Gemuruh hatinya kini ber-

ubah menjadi satu kekecewaan, namun juga satu harapan

 68

     Mulutnya terkatup rapat-rapat sehingga kedua 

rahangnya menonjol dan pelipisnya menggembung.

Sepasang matanya memandang menyorot tak ber-

kedip ke bawah bukit kecil, ke arah sebuah kampung

yang kini hanya tinggal musnahannya saja berupa rerun-

tuhan rumah-rumah yang telah jadi debu! Jelas dilihat-

nya mayat-mayat yang bergelimpangan di sana  sini,

mayat-mayat manusia dan binatang-binatang yang mati

tertambus hidup-hidup di dalam api! Dan yang paling

menusuk matanya ialah mayat anak-anak yang menemui

kematian mereka secara mengenaskan dalam pelukan

ibu mereka!

    Tak ada lagi tanda-tanda kehidupan dalam landasan

kemusnahan itu! Kemusnahan yang telah dilakukan oleh

manusia-manusia jahat tanpa rasa belas kasihan sama

sekali!

    Pendekar barbel  Maut pemusnah  pemusnah 10000 an bobo  anak manusia 

ingat akan kampung-kampung yang dimusnahkan Dewi

Siluman di Pulau Madura tempo hari. Dan kemusnahan

kampung  yang hari ini disaksikannya tidak ada beda,

malah lebih membuat luapan amarah  menggejolak,

darahnya laksana api disiram dengan minyak!

     "Siapakah manusia-manusia keparat yang  mem-

buat kebiadaban begini rupa?!" tanya bobo  anak manusia 

padadirinya sendiri. Untuk menjawab pertanyaan itu, pe-

muda ini segera menuruni bukit dan memasuki kampung

yang telah musnah itu. Penyelidikannya tak membawa '

hasil apa-apa. Dan hati kemanusiaannya memaksa dia

untuk menggali beberapa buah lubang lalu mengubur-

 kan mayat-mayat yang bergeletakan di sana sini. Rata-

 rata semua menemui kematian akibat tusukan atau

 bacokan senjata tajam!

     bobo   melanjutkan perjalanan sewaktu matahari ter-

 gelincir ke Barat. Kalau daerah sekitar situ berada di ba-

 wah kekuasaan Datuk penulis gila , pastilah yang berbuat

 ganas itu Datuk penulis gila  atau anak-anak buahnya! Dan

 69

 ini mendorong bobo  anak manusia  untuk mempercepat per-

 jalanannya Menjelang senja dia berhenti di sebuah anak

 sungai dangkal berair jernih. bobo  membuka pakaian dan

 langsung masuk ke dalam sungai. Betapa sejuknya air

 sungai itu. Tengah dia asyik-asyik mandi mendadak se-

 pasang telinganya mendengar suara hiruk pikuk pekik

 manusia banyak sekali di kejauhan! Ketika dia meman-

 dang ke arah datangnya suara itu maka tampaklah langit

 di arah itu kemerahan-merahan!

     "Kebakaran," pikir bobo . Disudahinya mandinya lalu

 naik ke darat dan berpakaian dengan cepat. Sesaat ke-

 mudian dia sudah berlari sekencang angin ke jurusan

 langit malam yang merah menyala!

     Ketika Pendekar 10000 an sampai ke tempat kejadian Hu,

 yang dilihatnya bukan cuma kebakaran! Beberapa orang

 berpakaian hitam bertempur melawan  penduduk kam-

 pung. Perempuan dan anak-anak berpekikkan dan lari

 menyelamatkan diri. Kira-kira setengah lusin mayat te-

 lah bergelimpangan di tanah! bobo  segera maklum apa

 yang terjadi. Kebakaran itu adalah kebakaran yang dise-

 ngaja dan pelakunya adalah manusia-manusia be r sera-

 gam hitam. Mereka bukan saja membakar rumah-rumah

 penduduk dan  membunuh  sewenang-wenang tetapi

 juga merampok! Dan ketika bobo  memandang berkeliling, 

dari dalam  sebuah rumah yang telah setengahnya

 dimakan  api kelihatan seorang laki-laki berpakaian hi-

 tam tengah menyeret seorang perempuan muda yang

 meronta dan menjerit-jerit!

     Mendidihlah amarah Pendekar 10000 an!

     "Keparat betul!" bentak bobo . Dia melompat  dan

 menghantam dengan tinju kanan!

     Laki-lakt berpakian hitam yang tengah menyeret

 perempuan  muda tiada menyangka akan mendapat

 serangan begitu rupa! Karenanya dia tak sanggup meng-

 elak, sama sekali! Tubuhnya mencelat! Pekiknya setinggi 

tangit! Begitu jatuh di tanah dia tak berkutik lagi sebab.

 kepalanya yang kena hantam rengkah bermandikan

 darah dan air otak!

     bobo  menyerbu ke tengah-tengah manusia-manusia

berseragam pakaian hitam lainnya yang tengah menempur 

habis-habisan penduduk yang coba mempertahankan hak 

dan harta serta nyawa dan keselamatan pribadi serta 

keluarga mereka! Dua orang tergelimpang dihantam 

tendangan dan tinju kirinya. Yang lima orang lainnya

terkejut!

 70

    "Bedebah!  Siapa kau?!" teriak salah seorang dari!

mereka.

    Begitu habis berteriak orang ini  melihat sesuatu

menyambar di hadapannya.

    "Awas!" teriak kawan-kawannya.

    Tapi orang itu tak keburu berkelit ataupun menang-

kis. Yang dilihatnya berkelebat  ialah  pukulan tangan

kanan  bobo  anak manusia   yang melayang tepat-tepat ke

keningnya!

    "Praak!"

    Orang itu menjerit!

    Keningnya pecah! Nyawanya lepas!

    Bukan saja empat kawannya menjadi kaget tapi juga

tergetar hati masing-masing! Setelah memberi tanda se-

rempak mereka menyerbu! Pendekar 10000 an bobo  anak manusia 

diserang dari empat penjuru!

    "Setan-setan kesasar! Keganasan kalian cukup

sampai hari ini! Makan ini!"

    bobo  kirimkan dua pukulan dua tendangan!

    "Wutt... wutt... wutt... wutt!" Keempat serangannya hanya 

mengenai tempat kosong!  bobo  terkejut! "Bangsat, apakah  

mereka ini punya ilmu melenyapkan diri?!" maki bobo  dan 

memandang berkeliling! Dalam pada itulah empat angin 

pukulan tahu-tahu melanda ke arahnya dengan ganas!

    Pendekar 10000 an menggereng macam harimau lapar!

    Kedua tangannya kiri  kanan menghantam berkeliling! 

Dua gelombang angin pukulan yang dahsyat membadai 

berputar! Dua orang pengeroyok terpekik! Tubuh mereka 

berpelantingan. Satu menghantam pohon, pinggangnya 

patah, nyawanya lepas!  Yang satu lagi begitu jatuh di tanah 

coba berdiri tapi terus muntah darah dan kojor di situ juga! 

Dua orang lainnya seputih kertas pucat paras mereka. Yang 

satu tanpa pikir panjang segera ambil langkah seribu. 

Kawannya melompat ke balik sebatang pohon dan 

keluarkan satu suitan nyaringi

    "Monyet hitam! Tempat larimu adalah ke akhirat!"

teriak bobo  seraya hantamkan tangan kanannya ke arah

laki-laki yang ambil langkah seribu!

    Belum lagi angin pukulan bobo  sampai  orang itu

telah memekik macam dihadang setan! Kemudian 

pekiknya lenyap dan tubuhnya mencelat beberapa tombak.

Terguling di tanah tanpa nyawa lagi!

    bobo  anak manusia  segera pula hendak kirimkan pukulan

maut ke arah laki-laki yang bersembunyi di balik pohon.

Sekaligus dia hendak hantam pohon dan orangnya! Tapi

 71

baru tangan kanan diangkat, tahu-tahu empat bayangan

hitam melompat  di hadapannya dan serentak meng-

urungnya.

    bobo  memandang  berkeliling  dengan cepat. Ke-

empat manusia berpakaian dan berdestar serba hitam itu

rata-rata berbadan tegap dan bertampang ganas. Ke-

empatnya memelihara kumis melintang. Dan pada dada

pakaian masing-masing terpampang gambar kepala ha-

rimau warna kuningi bobo  teringat pada .manusia ber-

nama Gempar Bumi, pembantu utama Datuk  penulis gila .

Ada perbedaan gambar harimau yang terpampang di

dada pakaian keempat orang ini dengan yang dilihatnya

pada dada pakaian yang dikenakan Gampar Bumi. Per-

bedaannya ialah  pada  besar kecilnya. Gambar kepala

harimau di pakaian penulis epilepsi besar sedang pada ke-

empat manusia ini agak kecil! Ini mungkin berarti bahwa

keempatnya adalah pembantu-pembantu Datuk Sipato-

ka juga tapi dari tingkat yang lebih rendah dari Gempar

Bumi!

    ''Pemuda keparat! Melihat tampangmu nyata kau bu-kan 

penduduk sini! Lekas  katakan siapa  kau?!" membentak 

salah seorang  dari empat manusia  berkumis melintang.

    bobo  mendengus.

    "Kau tak layak bertanya! Lebih bagus kau tanyakan

bagaimana caranya cepat-cepat pergi ke  neraka!" Dan

habis berkata begitu bobo  pukulkan tangan kanannya da-

 lam jurus serangan Kunyuk Melempar Buah yang di-

 perbawa dua perlima tepemusnah  dalamnya!

     Yang diserang terkejut melihat datangnya angin ke-

 ras ke arahnya dan dengan serta merta pukulkan pula

 tangan kanannya ke depan memapasi serangan lawan!

 Dalam pada itu ketiga kawannya tidak  tinggal diam.

 Serentak ketiganya menyerbu Pendekar 10000 an dari tiga

 jurusan! Seorang diantaranya mencengkeram dengan

 kedua tangan dari belakang!

     Sekali melihat bagaimana pukulan kunyuk melem-

 par buahnya sanggup dipapasi lawan dan melihat pula

 gerakan tiga orang lainnya dalam melancarkan serangan

 itu bobo  segera maklum bahwa keempatnya berkepan-

. daian tinggi yang tak bisa dianggap remeh! Kalau dinilai

 masing-masing setiap dua manusia yang mengeroyok-

 nya itu sebanding dengan kepandaian Gempar Bumi. De-

 ngan kata lain saat itu dia menghadapi dua. lawan ber-

 kepandaian setinggi Gempar Bumi.

     Pertempuran hebat berkecamuk!

 72

     bobo  andalkan ilmu meringankan tubuhnya untuk

 mengelit serangan-serangan lawan yang sangat ganas

 dan bertubi-tubi. Tubuhnya merupakan bayangan-bayang 

putih  yang coba  didesak oleh keempat manusia

 berpakaian hitam-hitam itu! Karena telah pernah bertem-

 pur melawan Gempar  Bumi  maka sedikit  banyaknya

 bobo  mengerti, gerakan-gerakan lawan! Dan ini banyak

 menolongnya  Meski pada empat jurus pertamanya dia

 kena didesak namun jurus-jurus  selanjutnya dia mulai

 berada di atas angin. Serangan-serangannya membuat

 keempat pengeroyok mundur terus-terusan dan dalam

 jurus ke delapan salah seorang dari mereka terjungkal

 ke luar kalangan pertempuran dengan tulang dada dan

 beberapa tulang iga ringsek dilanda tendangan kaki kanan 

bobo  anak manusia ! Nafasnya sesak, mulutnya megap-megap. 

Dari kerongkongannya terdengar suara seperti

 orang tercekik dan; sesaat kemudian tubuhnya tak ber-

 gerak lagi! 

    Kematian seorang kawan mereka membuat tiga manusia 

baju hitam lainnya menjadi tergetar. Apalagi sesudah dalam 

jurus-jurus selanjutnya mereka dipaksa bertahan mati-

matian dalam desakan hebat serangan berantai Pendekar 

10000 an!

    Salah seorang berseru memberi tanda. bobo  me-

nyangka mereka hendak melarikan diri maka dia siapkan

pukulan jarak jauh untuk melabrak ketiganya bila me-

reka benar-benar hendak kabur! Tapi dugaannya mele-

set! Ketiga anak buah Datuk penulis gila  itu dalam gerakan

yang aneh yaitu lompatan-lompatan macam katak me-

nyerbunya dari tiga jurusan! bobo  pukulan kedua tangan-

nya berkeliling! Tiga lawan gerakkan kedua kaki dan da-

lam keadaan tubuh melayang di udara mereka membuat

satu lompatan lagi, begitu-bobo  hendak menghantam ke

atas, ketiganya tahu-tahu sudah melesat ke bawah dan

entah kapan mereka menggerakkan tangan mereka tahu-

tahu tiga bilah keris hitam menderu ke arahnya! Satu me-

nusuk ke kepala, yang dua lainnya membabat dari dua

jurusan yang berlawanan!

    bobo  terkesiap kaget melihat serangan yang hebat

ini! Dengan cepat segera dia keluarkan jurus pertahanan

yang terlihay dari "Ilmu Silat Orang Gila" yaitu yang di-

namakan jurUs "Orang Gila Melenggang ke Awan!"

    Kedua tangannya dikembangkan ke atas sedang ke-

dua kakinya menjejak ke tanah mengandalkan  tepemusnah 

dalam dan ilmu meringankan tubuh! Laksana panah le-

 73

pas dari busurnya, tubuh bobo  anak manusia  melesat meleng-    ,

gang lenggok ke atas; dua kembangan tangan yang men-

datangkan angin bukan saja sanggup menangkis tusuk-

an keris yang datang dari atas tapi sekaligus membuat

lawan terpelanting laksana daun kering dihembus angin!

    Meskipun tubuhnya selamat namun tak urung pa-

kaiannya masih sempat dirobek oleh ujung keris salah

seorang lawan yang menyerang dari samping!

    "Edan!" maki bobo . Segera dia siapkan jurus serang-

an Kunyuk  Melempar Buah yang mengandalkan sete-  ,

ngah bagian tepemusnah  dalamnya!

    Sementara itu salah seorang dari lawan-lawannya

yang bermata awas  berseru: "Kawan-kawan!  Kulihat

bangsat Ini mengeluarkan Jurus ilmu Silat Orang Gila!

Pastilah dia muridnya Si Tua Gila! Ingat bahwa Datuk kita

punya dendam kesumat terhadap penulis ayan pada empat

puluh tabun yang lalu?! Kalau kita musnahkan muridnya

ini pasti kita mendapat pahala besar dari Datuk! Mari!"

    Serentak dengan itu dan diikuti oleh kedua kawan-

nya maka menyeranglah dia! Tapi kali ini ketiganya di-

bikin terkejut. Karena begitu mereka bergerak bobo  han-

tamkan tangan kanannya ke depan! Dua orang berseru

keras dan melompat ke samping! Yang seorang lagi ter-

lambat untuk selamatkan diri. Kedua tangannya ditelak-

kan ke muka dada laksana seorang yang berusaha me-

nahan tindihan benda berat yang tak kelihatan di depan

dadanyal bobo putar sedikit telapak tangannya! Laki-laki

di depan sana menjerit keras! Tubuhnya mental dan ke-

tika menggeletak di tanah kelihatan bagaimana seluruh

tubuh laki-laki ini terutama dari bagian dada ke atas han-

cur memar laksana buah pepaya dibantingkan ke batu!

    Pucat pasilah wajah dua anak buah Datuk penulis gila 

lainnya! Mereka saling memberi isyarat. Lalu mengeruk

satu. pakaian masing-masing dan sedetik kemudian

enam puluh batang jarum hitam yang mengandung bisa

jahat beterbangan ke arah Pendekar 10000 an! Jarum-jarum

ini bentuknya sama dengan senjata rahasia milik Gem-

par Bumi. .bobo  gerakkan tangan kanannya! Sebagian

dari jarum-jarum itu mental yang sebagian lagi berbalik

ke arah pemiliknya! Salah seorang dari  mereka tiada

menduga hal ini hingga terlambat untuk selamatkan diri!

    "Akhhh...." Jerit maut ke luar dari mulutnya. Belasan

jarum menembus tubuh dan jantungnya. Nyawanya le-

pas saat itu juga! Yang seorang lagi masih untung! Be-

gitu lolos dari bahaya maut segera putar tubuh untuk am-

 74

bil langkah seribu! Tapi perbuatannya ini sia-sia saja ka-

rena lebih cepat dari itu satu totokan telah menyambar

punggungnya,  membuat dirinya tegak kaku kejap itu

juga!

    "Monyet hitam, sekarang kau akan jadi penunjuk

Jalanku! Kau musti antarkan aku ke sarang majikanmu

yang bernama Datuk penulis gila  Itu!"

    Mendadak terdengar jerHan perempuan yang di-

susul oleh teriakan seorang laki-laki. "Tolong! Anakku...

anakku!"

    bobo  berpaling cepat! Masih sempat dilihatnya se-

sosok bayangan hitam memboyong lari seorang gadis

dan lenyap dikegelapan malam!

    bobo  kerenyitkan kening, gigit bibir. Hatinya me-

maki. Dia berpaling pada laki-laki. di hadapannya dan

berkata: "Monyet hitam! Keadaan memaksaku membuat

nasibmu lebih baik dari kambrat-kambratmu yang lain!

Kau kulepaskan hidup-hidup! Tapi jangan lupa sampai-

kan pesanku pada Datukmu bahwa disatu hari dalam

waktu yang singkat aku akan membuat perhitungan de-

ngan dia! Bila dia menanyakan siapa aku, ini kutuliskan

namaku di keningmu!" Kemudian dengan ujung jarinya

bobo  menggurat angka 10000 an di kuIH kening laki-laki itu!

Lalu tanpa tunggu lebih lama dia berkelebat ke jurusan

lenyapnya laki-laki yang memboyong gadis tadi!

    Namun satu teriakan memanggil membuat dia hentikan 

lari!          

    “bobo !"

 75

bobo  anak manusia  membalik dengan cepat. Terkejutlah

     dia! Yang berseru memanggil namanya bukan lain

     daripada Pagar Alam. Laki-laki ini berdiri terhu-

yung-huyung dengan sebatang pedang pendek menan-

cap di dadanya! bobo  melompat dan dengan cepat mem-

bopong tubuh laki-laki itu ke langkan sebuah rumah.

Darah membasahi pakaian hitam Pagar Alam dan me-

nodai pakaian bobo  sendiri!

    Melihat kepada keadaannya tak mungkin tertolong

lagi. Nafas Pagar Alam tinggal satu-satu. Parasnya pucat

tanpa darah. Sedang kedua matanya mulai mengabur.

    "Bagaimana kau bisa sampai di sini, bapak??" tanya 

bobo . Kemudian pendekar ini mengutuki dirinya sendiri. 

Dalam  keadaan begitu masakan dia ajukan pertanyaan 

demikian rupa.

    "bobo , tolonglah selamatkan anakku.... Mayang dilarikan  

oleh.... Gempar Bu... mi...."

    "Bedebah itu lagi!" desis bobo  dengan geraham-geraham 

bergemeletukan!

    "Kej... kejar dia, bobo ...."

    "Tapi kau sendiri, pak...."

    Pagar Alam kumpulkan sisa-sisa tepemusnah nya yang ada 

untuk dapat membuka mulut dan  mengeluarkan suara.

    "Diriku tak... usah kau pikirkan nak. Tak ada harap-

an.... Yang perlu Mayang. Nasib dan... dan  dirinya ku-

serahkan padamu. Kuharap kalian...."'

    Pagar Alam tak dapat meneruskan kata-katanya. Ke-

palanya terkulai. Kedua matanya terbalik dan nafasnya

lepas meninggalkan tubuh. Perlahan-lahan  bobo  mem-

baringkan jenazah Pagar Alam di langkan rumah. Dipan-

danginya tubuh tanpa nafas itu beberapa ketika. "Nasib

dan  dirinya kuserahkan padamu. Kuharap kalian...."

Meski Pagar Alam tak sempat menyelesaikan ucapan-

nya, tapi bobo  tahu apa kelanjutan kata-kata yang hendak

disampaikan laki-laki itu. Tanpa menunggu lebih lama

pemuda ini segera meninggalkan tempat itu dengan ce-

pat, lenyap di jurusan perginya  manusia yang telah

 76

melarikan Mayang!

    Hampir satu jam lamanya bobo  melakukan pengejaran. 

Tapi sia-sia belaka. Di malam gelap begitu rupa mana

mungkin mencari dan mengejar seseorang yang tak di-

ketahui ke mana perginya! Akhirnya di satu pesawangan

yang gelap gulita bobo  menghentikan larinya. Di sekitarnya 

hanya suara jangkrik yang kedengaran, yang sekali-sekali 

ditimpali oleh suara ketekung kodok. Lapat-lapat

terdengar pula suara burung hantu mengerikan semen-

tara angin  malam bertiup dingin mencucuk sampai ke

tulang-tulang sumsum.

    bobo  anak manusia  garuk-garuk kepala, menghela nafas

kesal. Ke-mana dia harus meneruskan pengejaran? Jika

menunggu sampai siang pasti Mayang sudah tertimpa

celaka dan tak ada artinya menyelamatkan dara itu!

Mungkin penulis epilepsi melarikan Mayang langsung ke

Tambun Tulang? Ini berarti dia musti lekas-lekas  me-

lakukan pengejaran ke sana. Dan sekaligus untuk mem-

buat perhitungan dengan Datuk penulis gila . Tapi bagai-

mana kalau penulis epilepsi tidak membawa gadis itu ke

sana? Dan merusak kehormatan Mayang di tengah jalan?! 

Pendekar 10000 an banting-banting kaki karena gemas!

Gemas karena tak bisa berbuat apa-apa, sedangkan dia

tahu gadis itu pasti akan mendapat celaka malam ini

juga! Dirusak  kehormatannya oleh Gempar  Bumi! Pan

apakah lagi yang lebih berharga  bagi seorang gadis

kalau bukan kehormatannya?!

    bobo  anak manusia  memandang ke langit di atasnya yang

hitam gelap. Tak ada bulan, tak ada satu bintang  pun

yang kelihatan. Dan tubuh pemuda ini bergetar bila dia

membayangkan apa yang bakal dilakukan oleh Gempar'

Bumi terhadap Mayang. Atau apakah kebejatan itu telah

dilakukan oleh Gempar Bumi?!

    "Kalau betul-betul Hu dilakukannya, akari kupatahkan

batang lehernya! Akan ku patah k ani" kata bobo  dengan 

hati menggeram! Dihantamkan tinjunya dan "Brak!" 

sebatang pohon yang tak punya dosa apa-apa patah 

tumbang ke bumi!

    Di malam sunyi dan gelap itu sesosok tubuh berlari

laksana angin kencangnya. Di bahu kanannya terpang-

gul seorang dara berpakaian hitam dalam keadaan tak

berdaya. Dara ini bukan lain Mayang. Dan laki-laki yang

tengah memboyongnya lari itu adalah Gempar Bumi!

    Beberapa jam berlari, menjelang tengah malam baru

dia berhenti hanya sekedar untuk beristirahat kemudian

 77

dia lari lagi hingga akhirnya memasuki sebuah lembah

yang dialiri sebatang anak sungai. Sepanjang anak su-

ngai ini penuh dengan pohon tembakau. Di salah satu

bagian tepinya kelihatan sebuah pondok. Setengah dari

dasar pondok ini berada di tebing sungai, setengahnya

lagi di atas sungai, ditopang oleh dua buah tiang yang

terbuat dari kayu yang tahan air. Gempar  Bumi mem-

bawa Mayang ke pondok ini. Dua puluh tombak dia akan

mencapai pondok, pintu pondok tiba-tiba terbuka. Dan

diterangi oleh sinar pelita yang ada di dalam pondok,

kelihatan sesosok tubuh berpakaian hitam berdiri di am-

bang pintu dengan rangkapkan kedua tangan di muka

dada. Ketika  melihat orang yang datang dengan mem-

bawa sesosok tubuh pada bahunya, laki-laki ini kerenyitkan 

kening.

    "Gempar Bumi, siapakah  yang kau bawa  ini?!"

orang itu  bertanya begitu penulis epilepsi sampai di

hadapannya.

    penulis epilepsi menyeringai.

    "Sati! Malam ini biarlah aku yang menghuni pondokmu!"

    Ketika mengetahui yang dipanggul Gempar Bumi

adalah tubuh seorang dara berparas jelita, laki-laki ber-

nama Sati menelan ludahnya.

    ''Dari mana kau dapat, Gempar Bumi?" tanya Sati

dan matanya meneliti tubuh dan paras Mayang penuh arti.

    "Semprul! Dari mana aku dapat bukan urusanmu!

Lekas pergi!"

    Mata Satj tidak berpindah dari paras Mayang. Perintah 

penulis epilepsi tidak diperdulikannya malah dia melangkah 

lebih dekat kemudian membisikkan sesuatu ke

 telinga Gempar B,umi,

    Marahlah penulis epilepsi mendengar bisikan Sati.

 "Kalau kau tak lekas berlalu dari hadapanku, kupatahkan

 batang lehermu!"

    Sati menjadi takut. Dengan langkah berat akhirnya

 ditinggalkannya tempat itu.

    penulis epilepsi masuk ke dalam pondok yang berlantai 

papan. Sebagian dari lantai ditutup dengan tikar pandan. 

Mayang dibaringkannya di atas tikar. Setelah menutup pintu 

dan memeriksa isi pondok.  penulis epilepsi duduk di 

hadapan Mayang lalu membuka jalan suara gadis ini.

    Begitu jalan suaranya dibuka maka mendampratlah

 Mayang.

    "Manusia keparat! Lepaskan totokan ku...!"

    "Ah,  kau masih saja bersikap galak," kata Gempar

 78

 Bumi.

    "Bedebah! Lepaskan totokan ku!"

    "Kalau kau masih  keras kepala terpaksa kutotok

 jalan suaramu kembali!" mengancam penulis epilepsi dan

 diulurkannya tangan kanannya.

    "Jangan sentuh!" teriak Mayang.

    penulis epilepsi ganda tertawa Dibelainya pipi gadis itu.

Mayang memaki habis-habisan sampai suaranya serak.

    "Dengar Mayang, kalau kau mau bersikap lunak aku

 akan kawini kati secara baik-baik, tapi...'

    "Siapa sudi kawin dengan manusia anjing macammu!" 

potong Mayang.

    "Tapi kalau kau berkeras kepala macam ini jangan

 menyesal akan  kuperlakukan Secara kasar!"

    "Manusia anjing, lebih bagus kau bunuh aku siang-

siang! Saat ini juga...."

    "Eh, apakah kau tidak takut mati?!"

    "Lebih baik mati daripada jadi  korban kebejatanmu!"

    penulis epilepsi tertawa mengekeh.

    "Mati muda adalah mati yang paling rugi! Kalau kau

inginkan mati biarlah nanti terserah pada putusan Tuhan! 

Yang penting kau harus hidup dulu bersama-samaku.... Kau 

akan merasakan betapa indahnya hidup ini nanti. Betapa 

nikmatnya... betapa...."

    "Tutup mulutmu bedebah! Bila kau menyentuh tubuhku 

lalu membiarkan aku hidup, niscaya sampai kelautan api 

pun akan kucari kau! Akan kupenggal batang lehermu!"

    penulis epilepsi tertawa gelak-gelak.

    "Kurasa nanti itu kau mencariku bukan untuk mem-

bunuh tapi untuk mengajak kembali menikmati segala

keindahan hidup itu! Ha... ha... ha... ha!"

    "Keparat! Kalau aku betul-betul panjang umur akan

kupancung lehermu! Akan kucincang seluruh tubuhmu

sampai lumat!"

    "Ilmu silatmu ilmu silat kampungan!" ejek Gempar

Bumi: "Menghadapiku beberapa jurus saja sudah tak sang-

gup, bagaimana mungkin kau hendak mencincangku?!"

    "Kalau tidak aku ada  orang lain yang akan me-

lenyapkanmu dari muka bumi ini!"

    "Aha... siapa kira-kira orangnya?!" tanya Gempar

Bumi sambil puntir-puntir ujung kumisnya yang tebal

melintang.

    "Guruku!"

    "Gurumu?!" penulis epilepsi tertawa membabak. "Pe-

rempuan tua renta yang bernama Inyak Nini itu? Kepan-

 79

daiannya cuma lima enam kali saja lebih tinggi dari kau!

Dalam sepuluh jurus, mungkin kurang, pasti sudah jadi

mayat dia kalau berani berhadapan denganku!"

    Mayang mendengus.

    "Kalaupun guruku kalah masih banyak orang-orang.

sakti berilmu tinggi yang sewaktu-waktu sanggup mem-

bunuhmu! Juga  melabrak  majikanmu yang bernama

Datuk penulis gila  itu!"

    "Begitu?  Aku ingin tahu siapa  saja orang-orang

sakti itu?!" ujar Gempar Bumi. 

    "Di antaranya pemuda berambut gondrong yang

mempecundangimu tempo hari!" sahut Mayang.

    Berubahlah paras Gempar Bumi. Dia memang tak

pernah melupakan pemuda itu. Selama menjadi pembantu 

utama Datuk penulis gila  yang ditakuti di delapan penjuru 

angin Pulau Andalas belum pernah dia menghadapi

lawan yang setangguh itu, bahkan memaksa dia untuk

mengundurkan diri dengan muka tebal karena malu.

    "Ah, kalau cuma bangsat muda itu siapa takutkan

dia? Tempo hari aku sengaja menghentikan pertempuran 

karena ada urusan yang lebih penting! Kalau diteruskan 

niscaya tidak kuampunkan jiwanya...."

    "Justru pemuda itulah yang masih memberi kelonggaran 

padamu untuk ambil langkah seribu!"

    penulis epilepsi menggeram dalam  hati. Tiba-tiba ta-

ngannya diulurkan kembali dan kali ini dengan cepat me-

nyelusup ke balik baju hitam yang dikenakan Mayang!

Gadis ini berteriak dan memaki! Sebaliknya dengan se-

ringai nafsu yang mengembang kempiskan cuping hi-

dungnya, jari-jari tangan penulis epilepsi menggila di atas

dada sang dara!

    Bagaimana Mayang  dan ayahnya sampai di kampung 

yang tengah dimusnahkan anak-anak buah Datuk

penulis gila  itu? Dan  sampai penulis epilepsi berhasil me-

laksanakan niatnya melarikan si gadis?

    Seperti telah diceritakan sebelumnya. Pagar Alam

hendak meresmikan berdirinya satu perguruan yang di-

namakannya Perguruan Kejora, Tapi karena  adanya

maksud penulis epilepsi untuk datang pada hari peresmian 

itu dan mengadakan kekacauan serta terutama sekali

hendak  melarikan Mayang, mau tak  mau Pagar Alam

mengundurkan peresmian berdirinya Perguruan Kejora.

Dia harus mencari seorang yang dapat diandalkan yang

sanggup menghadapi penulis epilepsi dan kawan-kawan-

nya. Karena itu sesudah  luka pada kedua kakinya sem-

 80

buh bersama Mayang laki-laki ini dengan mengendarai

dua ekor kuda berangkat ke Danau Maninjau, tempat

kediaman Inyak Ninik, guru Mayang.

    Di tengah jalan mereka berhenti dan menginap di se-

buah kampung. Justru pada malam itu pula anak-anak

buah Datuk penulis gila  di bawah pimpinan Gempar Bumi

mendatangi kampung itu, merampok dan membakar

serta  melarikan gadis-gadis dan  istri penduduk kam

pung! penulis epilepsi tidak menduga kalau di kampung itu

terdapat pula Mayang dan Pagar Alam di tengah-tengah

penduduk. Tentu saja ini sangat menggembirakan Gempar 

Bumi. Gadis itu berada di depan matanya kini, tak perlu dia 

menunggu berlama-lama!  Ketika dia hendak menyergap 

Mayang mendadak didengarnya suara suitan nyaring di 

sebelah Barat kampung! penulis epilepsi kaget, demikian 

juga empat anak buahnya! Suitan itu adalah tanda bahaya! 

Bersama keempat orang itu penulis epilepsi cepat menuju ke 

Barat kampung. Mayang bisa diringkusnya nanti. Itu soal 

mudah. Dia ingin tahu bahaya apakah yang tengah dihadapi 

anak-anak buahnya di bagian Barat sana! Dan sewaktu dia 

sampai di bagian Barat kampung, berubahlah parasnya. 

Untung saja malam itu gelap hingga keempat anak buahnya 

tak dapat melihat perobahan parasnya itu!

    Seorang pemuda berpakaian  putih, berambut gondrong 

tengah mengamuk dengan hebat. Dan pemuda ini bukan 

lain pemuda yang telah mempecundanginya tempo hari! 

Meski dia membawa  anak-anak buah  yang berkepandaian 

tinggi namun untuk menghadapi bobo  anak manusia  saat itu 

penulis epilepsi tidak mempunyai nyali! Dilain hal kalau dia 

melibatkan diri menempur si pemuda, mungkin tak akan 

kesampaian lagi sekali ini niatnya untuk melarikan Mayang.

    Maka tanpa tunggu lebih lama penulis epilepsi segera

perintahkan  keempat anak buahnya untuk menyerang

bobo  anak manusia .

    "Bunuh bangsat itu!" demikian dia memerintah! Dan

dari tempat gelap dia memperhatikan jalannya pertem-

puran. Dan bukan main terkejutnya penulis epilepsi ketika

dalam tempo yang singkat bobo   berhasil mempereteli

anak-anak buahnya satu demi satu! Padahal keempat

anak buahnya itu berkepandaian hanya dua tingkat saja

di bawah kepandaiannya! Nyali Gempar Bumijadi tam-

bah mencair! Ketika anak buahnya yang ketiga jatuh

menjadi korban bobo  anak manusia  tidak tunggu lebih lama

saat itu juga penulis epilepsi segera tinggalkan tempat itu.

    Mayang dan ayahnya ditemuinya tengah bertempur

 81

melawan beberapa anak buahnya dari tingkatan yang

lebih rendah. Akan Pagar Alam, begitu melihat kemun-

culan Gempar Bumi, tersiraplah darahnya! Dia tahu apa

artinya ini, maka segera saja dengan sebilah pedang

pendek laki-laki ini melompat ke hadapan Gempar Bumi

dan menyerangnya dengan satu tebasan yang dahsyat!

    Walau bagaimanapun penulis epilepsi bukan tandingan 

Pagar Alam, meski dia bersenjata golok dan lawan

bertangan kosong namun Pagar Alam dalam dua jurus

saja  sudah kena didesak oleh Gempar Bumi. Melihat

ayahnya terdesak. Mayang segera memberikan bantuan!

Tetapi saja pertempuran tidak berjalan seimbang. Gem-

par Bumi berhasil merampas pedang di tangan Pagar

Alam dan dengan senjata itu dia mendesak kedua ber-

anak!

    Dalam satu gebrakan yang hebat penulis epilepsi ber-

hasil menyelundupkan pedangnya dan menancap de-

ngan tepat di dada Pagar Alam. Sesaat kemudian Ma-

yang berhasil ditotoknya hingga tak bisa bersuara tak

bisa bergerak.  Dengan memboyong  Mayang. Gempar

Bumi kemudian meninggalkan tempat itu. Pagar Alam

dalam keadaan tak berdaya dan bergumul dengan maut

hanya bisa berteriak minta tolong! Dan teriakannya ini

terdengar oleh Pendekar 10000 an bobo  anak manusia   yang ke-

mudian segera melakukan pengejaran....

    Darah di tubuh penulis epilepsi laksana air mendidih

bergejolak. Tangannya menggerayang di sekujur tubuh

Mayang yang tak bisa berbuat suatu apa selain berteriak

dan menangis.

    Sementara itu Sati yang disuruh meninggalkan pon-

doknya berlari di kegelapan malam tanpa tujuan. Ingat-

annya masih tertuju pada gadis itu. Tak dapat dilupakan-

nya parasnya yang jelita, kulitnya yang mulus kuning

langsat dan  potongan tubuhnya  yang montok padati

Ingatan kepada Mayang membuat larinya kadang-kadang

tertegun-tegun. Hatinya mendorong-dorong agar kem-

bali ke pondok itu. Siapa tahu penulis epilepsi berubah

haluan dan berbaik hati mau memberikan sedikit bagian

kepadanya! Kalaupun tak dapat bagian mengintip pun 

jadilah. Dan semakin besar rasa yang mendorong-dorong

di hati Satt, Akhirnya laki-laki ini memutar tubuhnya, dan

kembali lari menyusuri jalan yang sebelumnya telah di-

tempuhnya. Kembali ke pondok di tepi sungai itu!

    Ketik