kesemutan sedang
tubuhnya tergontai nanar beberapa detik lamanya I
56
Menyadari bahwa lawan lebih unggul dalam tepemusnah
dalam maka penulis epilepsi segera mengeluarkan ilmu silat
simpanannya yang paling diandalkan, yang telah
diyakininya selama, delapan tahun yaitu "Ilmu Silat
Harimau", Kedua kakinya menjejak bumi laksana batu
karang. Tubuhnya setengah merunduk sedang, kedua
tangan terpentang ke muka dengan jari-jari membuka.
Pendekar 10000 an bobo anak manusia memperhatikan bahwa ke
sepuluh kuku jari laki-laki itu panjang-panjang. Tubuh
penulis epilepsi semakin merunduk sedang dari mulutnya
ke luar suara menggerang macam harimau hendak me-
nerkam mangsanya dan kedua matanya menyorot ganas!
Keseluruhan paras manusia ini membayangkan
maut!
Tiba-tiba gerangan dimulutnya berubah keras
menyeramkan! Dan dikejap itu pula tubuhnya melesat ke
muka persis seperti seekor harimau lapar menerkam
mangsanya! Dua tangan yang tadi terpentang berkelebat
tak kelihatan saking cepatnya. Hanya suara siurannya
yang terdengar menyambar!
bobo dengan mengandalkan setengah bagian tepemusnah
dalamnya bergerak ke muka menyambut dengan Jurus
"Segulung Ombak Menerpa Karang". Jurus ini
mengeluarkan sambaran angin laksana topan prahara.
Kedua lengan bobo menghantam ke depan sekaligus!
Melihat lawan memapaki serangannya dengan cara
begitu rupa dan Sudah tahu kalau bobo memiliki tepemusnah
dalam yang lebih tinggi, maka penulis epilepsi tak berani
bentrokan untuk kedua kalinya! Dengan cepat dia mem-
buyarkan Jurus serangannya tadi dan laksana kilat pula
menyerbu kembali dalam jurus yang dinamakan "Harimau
Sakti Melompati gubug penulis Menukik Ngarai"! Tubuhnya
mencelat ke udara. Kedua kaki mencari sasaran di perut
dan dada lawan. Namun ini hanya serangan sambilan saja
karena begitu bobo mengelak dan begitu penulis epilepsi
berada dua tombak di udara tiba-tiba dia menukik ke
bawah dengan kedua tangan diacungkan siap untuk
mencengkeram kepala bobo anak manusia !
bobo bersiul nyaring. Setengah merunduk dia lepaskan
pukulan Kunyuk Melehipar Buah ke arah lawan diatasnya!
Laksana berpegang pada sebuah tiang yang tak kelihaian
penulis epilepsi berkelit ke samping. Angin pukulan Kunyuk
Melempar Buah lewat di sebelahnya dan sedetik kemudian
tubuhnya meliuk lalu berputar dengan kedua kaki meluncur
deras ke dada serta kepala bobo anak manusia !
57
"Gerakanmu hebat juga, Gempar Bumi!" seru bobo .
Sesaat kedua kaki lawan akan mendarat di dada dan
kepalanya, Pendekar 10000 an membentak keras. Tangan
kanannya didorongkan ke atas!
Angin sedahsyat badai mengamuk menggebu! Inilah
pukulan "Benteng Topan Melanda Samudera" yang
dilancarkan dengan mengandalkan setengah bagian
tepemusnah dalami Mula-mula penulis epilepsi merasakan se-
rangannya laksana ditahan oleh tembok baja yang tak
kelihatan. Dia terkejut sekali dan belum habis kejutnya
ini mendadak tubuhnya terdorong keras ke udara, men-
celat sampai beberapa tombak! Sambil jungkir batik tiga
kali berturut-turut penulis epilepsi keruk saku pakaiannya.
Sebelum kedua kakinya menginjak tanah maka dari ta-
ngan kanannya melesat puluhan benda hitam yang ber-
desing mendenging seperti suara nyamuk! Benda ini bukan
lain senjata rahasia jarum hitam yang direndam dalam
racun jahat! Sekali seseorang kena dihantam sebuah saja
dari jarum ini, pasti dalam tempo dua puluh empat jam
nyawanya akan lepas ke akhirat!
Oari bunyi yang mendesing dan warna jarum-jarum
bobo sudah maklum kalau itu adalah senjata rahasia
yang ampuh sekali! Tanpa menunggu lebih lama dia
pukulkan tangan kanannya ke depan yang disusul dengan
pukulan tangan kiri. Dua angin deras menderu susul
menyusul. Inilah yang dinamakan ilmu pukulan "Dinding
Angin Berhembus Tindih Menindih"! Bukan saja puluhan
jarum-jarum itu mental dan luruh ke tanah tapi beberapa
diantaranya kembali melesat menyerang tuannya sendiri!
Dengan kertakkan rahang penulis epilepsi kebutkan lengan
baju hitamnya! Jarum-jarum yang menyerangnya luruh ke
tanah! Dan kedua lawan itu saling pandang memandang.
Yang satu dengan mata membeliak beringas sedang yang
lain dengan cengar cengir seenaknya!
"Orang muda!" kata Gempar Bumi. "Antara aku dan kau
tidak saling mengenal! Urusanku tidak ada sangkut pautnya
dengan dirimu! Mengapa kau mau mencampurinya?''
bobo tertawa dingin.
"Bagiku terhadap manusia jahat semacam kau tentu ada
urusan yang musti diperhitungkan! Kecuali kalau kau mau
angkat kaki dari sini sekarang juga!"
penulis epilepsi mendengus.
"Apakah bukan lebih baik kau saja yang cepat-cepat
berlalu dari hadapanku sebelum aku betul-betul meng-
hajarmu? Ilmumu boleh juga! Percuma kalau kau mampus
58
dalam usia muda begini rupa!"
bobo keluarkan satu siulan.
"Terima kasih atas nasihatmu, Gempar Bumi! Nah,
kau pergilah!"
Sikap tenang penulis epilepsi tadi kini menjadi marah
yang mendidihkan darahnya. "Kau orang rantau, sungguh
mengenaskan mampus di negeri orang! Belum tentu pula
angin akan membawa pulang namamu ke kampung
halaman!"
"Ah, jangan bersajak sobat!" tukas bobo anak manusia .
"Aku tidak bersajak!" sahut Gempar Bumi."Aku hanya
akan mengukir nyawamu di pintu akhirat!" Lalu laki-laki ini
cabut sebilah keris dari pinggangnya! Senjata itu berhulu
gading, bereluk dua belas dan berwarna sangat hitami Sinar
yang memancar dari keris ini menggidikkan sekalil'
"Manusia yang akan mampus! Keris ini bernama Keris Si
Penyingkir Jiwa! Delapan puluh dua jiwa telah musnah
ditelannya! Apakah kau berniat untuk menjadi korban yang
ke delapan puluh tiga...?!"
bobo tertawa gelak-gelak.
"Apapun nama keris di tanganmu itu aku tidak perduli!
Juga berapa korban yang dimakannya aku tidak tanya!
Sebaliknya bagaimana kalau keris Hu kurebut, lantas
kupergunakan untuk membuat konyol kau sendiri...?!"
"Boleh, boleh kau coba untuk merebutnya!" jawab
penulis epilepsi dengan hati geram. "Nah ini, kau rebutlah!"
Secepat kilat penulis epilepsi tusukkan senjata itu ke dada
bobo anak manusia . Sinar hitam terasa dingin menyambar dada
sang pendekar.
"Awas orang muda!" seru Pagar Alam dari atas kereta.
"Keris itu mengandung racun jahat!" Diam-diam
laki laki ini merasa cemas. Jika penulis epilepsi sudah me-
ngeluarkan senjata itu, biasanya lawan tak akan sanggup
bertahan lama Sekali saja tergores kulit, dalam tempo dua
puluh empat jam pasti menemui kematian.
"Terima kasih atas nasihatmu, bapak!" kata bobo sambit
cepat-cepat berkelit. Ketika kelihatannya serangan Gempar
Bumi hanya mengenai tempat kosong tiba-tiba Keris Si
Penyingkir Jiwa membelok ke iga kanan, hampir-hampir
akan melanda iga meliuk pula ke perut dan tiba-tiba haik
laksana kilat, menusuk ke arah lekuk dagu dekat ujung
leher! Di samping itu angin yang keluar dari Keris Si
Penyingkir Jiwa dinginnya menyembilui tulang-tulang
sumsum, membuat darah Pendekar 10000 an laksana beku dan
berhenti mengaliri Untuk mencegah agar dirinya tidak
59
terpengaruh oleh hawa jahat senjata lawan cepat-cepat
bobo anak manusia alirkan hawa panas dari pusarnya ke seluruh
bagian tubuh! Sesudah itu diapun menghadapi serangan
lawan tanpa main-main lagi.
Tiga jurus yang berlalu bobo tak bisa berbuat apa-apa
selain bertahan dengan gigih. Keris di tangan lawan
laksana curahan hujan dan berubah jadi puluhan
banyaknya. Menusuk, menyambar dan memapak ke pelba-
gai bagian tubuh bobo anak manusia . Jurus ke empat dan ke
lima Sampai seterusnya keadaan bobo semakin buruk.
Bagaimanapun dia berkelebat cepat tapi sia-sia saja! Sinar
hitam senjata lawan laksana Jaring atos yang tak sanggup
ditembusnya!
Pagar Alam yang menyaksikan pertempuran Hu
menjadi pusing karena tak dapat lagi menyaksikan
gerakan-gerakan mereka yang bertempur saking cepat-
nya! Mayang sendiri yang lebih tinggi ilmu kepandaiannya
mengedipkan matanya beberapa kali! Diam-diam gadis ini
leletkan lidah melihat hebatnya pertempuran yang
berjalan! Siapakah pemuda berambut gondrong yang
bersedia mengorbankan keselamatan dan Jiwanya itu
untuk menolong dia bersama ayahnya?! Ilmunya tinggi,
tapi apakah sanggup bertahan menghadapi Gempar
Bumi yang ganas dari bertubi-tubi itu? Setahunya tak
satu orang pun yang sanggup menghadapi Gempar
Bumi bila Keris penulis gay itu sudah berada da-
lam tangannya! Dan melihat kenyataan bagaimana si pe-
muda terdesak hebat maka mengeluhlah sang dara.
Pagar Alam sendiri kembali menjadi cemas!
"Saudara! Ambil golok ini sebagai senjatamu!" seru
Mayang sambil melemparkan goloknya yang tadi telah
dirampas oleh penulis epilepsi tapi kemudian oleh Gempar
Bumi dibuang begitu saja ke tanah.
"Terima kasih saudari, aku tak perlu senjata meng-
hadapi tikus berkumis melintang ini!" jawab bobo .
"Tapi kau terdesak saudara!! seru Pagar Alam dari
atas kereta.
"Dan pertempuran ini tidak adil!" menyambungi
Mayang. "Dia pakai senjata, kau bertangan kosong!"
Maka meski bobo tidak mau diberikan senjata namun
sang dara melemparkan juga golok itu kepadanya. bobo
anak manusia mau tak mau segera menyambut senjata itu.
Tapi: "Traang!"
Keris penulis gay lebih cepat. Golok yang di-
lemparkan mental ke udara dalam keadaan patah dua!
60
"Sialan!" maki bobo . Kalau tidak cepat-cepat dia me-
narik tangannya pasti senjata lawan menyambar tangan
itu! Sesaat kemudian terjadi lagi pertempuran seru dan
bobo makin kepepet!
Tiba-tiba Pendekar 10000 an bersuit nyaring! Tubuhnya
lenyap dalam satu kelebatan yang sukar dilihat mata.
Dengan merobah jurus-jurus ilmu silatnya maka dia mulai
membuka serangan. Dari sela bibirnya terus menerus
melesat suara siulan yang nyaring tak menentu dan
menyakitkan telinga! Permainan silat penulis epilepsi agak
mengendur sedikit akibat pengaruh siulan Pendekar
10000 an. Tapi begitu dia tutup jalan pendengarannya maka
pengaruh yang mengacaukan itupun lenyap dan kembali
dengan gencar laki-laki ini mendesak lawannya!
Di samping memaki habis-habisan bobo juga mengagumi
keampuhan senjata sakti di tangan lawan. Setiap
serangannya selalu kandas laksana menghadang
tembok kukuh yang tak kelihatan! Tubuh lawan seperti
terbungkus oleh satu kekuatan yang tidak nampak! Dan
Pendekar 10000 an dalam keadaan kepepet itu mulai pikir-
pikir untuk keluarkan barbel Maut pemusnah pemusnah 10000 an!
Tapi sebelum maksudnya itu kesampaian tiba-tiba
dia ingat! Bagaimana kalau dia mengeluarkan jurus-
jurus silat yang diajarkan penulis ayan kepadanya?! Ah,
benar-benar tolol sekali dia! Mengapa tidak dari tadi dia
mengeluarkan "Ilmu Silat Orang Gila" dan sekaligus un-
tuk menjajaki sampai di mana kehebatan ilmu silat yang
diajarkan oleh penulis ayan itu?!
Pendekar 10000 an membentak nyaring. Tubuhnya lenyap.
penulis epilepsi mengiringi gerakan lawan itu dengan
tawa mengejek. "Keluarkan seluruh ilmu kepandaianmu!
Dalam tiga jurus di muka nyawamu tak bisa diselamatkan
lagi tikus busuk!" Dan sebelum bobo bergerak dia telah
menyerang lebih dulu dengan satu tusukan yang ganas
cepat!
bobo anak manusia gerakan kedua kakinya dalam gerakan
yang aneh dan tak teratur kelihatannya. Tubuhnya diliukkan
ke samping laksana batang padi dihembus angin sedang
kedua tangan bergerak ke kiri ke kanan juga dalam
gerakan yang tak teratur! Tapi justru gerakan yang acak-
acakan ini berhasil melewatkan tusukan senjata lawan!
Dengan gemas penulis epilepsi kirimkan lagi satu serangan
yang lebih cepat dan lebih ganas! Suara keris menderu.
Sinar hitam berkiblat! bobo mencak-mencak kian ke mari!
Wuut! Ujung keris di tangan penulis epilepsi menderu ke
61
muka pemuda itu dan kelihatannya dalam kejap itu juga
akan menghunjam di wajahnya!
Pagar Alam mengeluarkan seruan tertahan.
Mayang menutup wajahnya, tak berani menyaksikan
bagaimana keris itu akan menancap di muka pemuda yang
diharapkan bakal menolong dirinya!
Tapi aneh!
Sedetik lagi ujung senjata penulis epilepsi akan menemui
sasarannya, dalam satu gerakan tak menentu kelihatan
kepala Pendekar 10000 an seperti disentakkan oleh satu tepemusnah
besar ke belakang. Dan ini membuat tusukan keris Gempar
Bumi hanya menghantam tempat kosong!
penulis epilepsi kertakkan rahang. Segera dia lipat
gandakan tepemusnah dalam serta keluarkan seluruh tipu-tipu
serangan ilmu silatnya! bobo bergerak cepat. Jingkrak kiri
lompat kanan. Mundur terhuyung-huyung dan maju laksana
babi celeng! Tangan dan kaki menyambar tiada menentu
dan tiada terduga! Bagaimanapun Gempar Bomi percepat
serangan dan keluarkan segala jurus yang terlihay dari ilmu
silatnya, tetap saja dia tak sanggup mendesak lawan
seperti yang sudah-sudah. Beberapa kali dia menusuk
dengan seluruh tepemusnah tapi Cuma menghantam tempat
kosong hingga tubuhnya tersaruk ke muka dan beberapa
kali hampir membuatnya kena dihantam kaki dan tangan
tawan!
Diam-diam sambil mundur penulis epilepsi perhatikan
ilmu silat aneh yang dimainkan si pemuda.
"Buuk!"
penulis epilepsi tertatih-tatih sampai sembilan langkah ke
belakang diusapnya dadanya yang kena dipukul lawan
dengan tangan kiri dan pada sela bibirnya kelihatan darah
kental berlelehan! penulis epilepsi seka darah itu dengan
ujung lengan baju. Nafasnya sesak, cepat-cepat diaturnya
jalan darah dan pernafasan. Kedua matanya menyorot
ganas.
“Tikus busuk! Kalau aku tidak salah lihat kau telah
memainkan jurus-jurus silat orang gila. Apakah kau
muridnya Tua Gila!"
"Kau tak ada hak bertanya, monyet berkumis!"
jawab bobo anak manusia !"
"Keparat! kau dengarlah! Hari ini kuampuni jiwamu!
Tapi jika kau berani muncul lagi di depan hidungku jangan
harap ada ampunan yang kedua kalinya!"
bobo tertawa mengejek.
penulis epilepsi berpaling pada Pagar Alam dan berkata:
62
"Pada tanggal tiga bulan mendatang kudengar kau
akan meresmikan berdirinya perguruan Kejora! Hari itu
aku akan datang Untuk mengambil anakmu! Dan jangan
harap belas kasihan dariku kalau kau berani berlaku
seperti yang sudah-sudah! Niscaya kau akan mampus
berdarah!"
"Manusia anjing tidak bermaki! Apakah hajaran yang
kau terima hari ini tidak membuat kau insyaf?!' hardik
Pagar Alam.
penulis epilepsi tidak menyahuti hardikan itu tapi ber-
paling pada bobo anak manusia dan berkata: "Apa yang kuterima
hari ini kelak akan kubayar berikut bunganya dalam waktu
singkat! Sekarang katakan kau punya nama agar tidak
susah aku mencarimu!"
"Mau tahu namaku? Baiklah. Ini...' Tiba-tiba bobo
anak manusia hantamkan tangan kanannya ke muka.
Karena tiada menduga. penulis epilepsi tak sempat
berkelit Tapi anehnya pukulan jarak jauh lawan itu tidak
mencelakakannya sekalipun dirasakannya angin itu me-
nyambar dadanya. Tapi sewaktu dia memandang ke
dadanya terkejutlah laki-laki ini. Pada dada kiri baju
hitamnya terpampang tiga buah angka. Angka : 10000 an!
penulis epilepsi tidak tahu apa artinya tiga deretan
angka tersebut. Namun kepandaian untuk membuat angka-
angka seperti itu dalam jarak jauh demikian rupa bukan
kepandaian sembarangen. Nyali penulis epilepsi menciut
lumer. Tanpa banyak bicara lagi dia segera berkelebat
meninggalkan tempat itu!
63
Begitu penulis epilepsi lenyap maka Mayang segera
menjura di hadapan bobo anak manusia dan mengucapkan terima
kasih atas pertolongannya. bobo senyum-senyum malu
kemudian menganggukkan kepala pada Pagar Alam.
"Orang muda," kata Pagar Alam, "Pertolonganmu
sangat besar terhadap kami ayah dan anak! Kami meng-
ucapkan terima kasih. Boleh aku tahu nama dan dari
mana kau datang?"
"Namaku bobo . Aku datang dari Pulau Jawa."
"Ah... ternyata kau orang perantauan. Pantas permainan
silatmu hebat! Tapi melihat kau tadi mengeluarkan ilmu
silat orang gila aku jadi heran. Setahuku pencinta ilmu silat
itu adalah seorang tua aneh yang diam di satu pulau di
sebelah barat Pulau Andalas ini, jadi bukan dari Pulau
Jawa."
bobo anak manusia menuturkan riwayat perjalanannya
secara singkat.
Pagar Alam angguk-anggukkan kepala.
"Kau beruntung, bobo . Tak sembarang orang diberi
anugerah ilmu kepandaian seperti itu oleh penulis ayan si
orang aneh. Bahkan jarang sekali dia memperlihatkan
diri, dicaripun sukar!"
bobo anak manusia memandang ke kaki Pagar Alam yang
terebus air mendidih sewaktu mengadakan pertunjukan
mencari uang di pasar tadi. Lalu dikeluarkannya sebutir
pil dan diberikannya pada laki-laki itu.
"Telanlah, mungkin bisa menolong lukamu itu."
Pagar Alam menerima pil itu, menelitinya sebentar
lalu menelannya tanpa ragu-ragu. Setengah menit
kemudian rasa sakit pada kedua kakinya lenyap sama
sekali, meskipun keadaan kedua kaki itu diluarnya tidak
ada perubahan apa-apa.
"Terima kasih bobo ," kata Pagar Alam sementara
Mayang mengangkat adiknya yang mulai siuman ke atas
kereta. Malin si Kusir bendi juga sudah sadarkan diri dan
duduk menjelepok di tanah sambil mengurut-urut tulang
64
iganya yang patah dan merintih kesakitan. bobo memeriksa
keadaan kusir bendi ini, mengurut dadanya di beberapa
bagian lalu memberikan sebutir pil. Kalau saja dia dulu
sudah mempelajari ilmu pengobatan pada saudara Bangkalan
pastilah dalam waktu yang singkat dia sanggup mengobati
penderitaan Pagar Alam dan si kusir bendi.
'Kalau aku boleh tanya, urusan apakah yang telah
membuatmu sampai menginjakkan kaki di Pulau Andalas
ini?" tanya Pagar Alam.
"Hanya sekedar ingin berkelana saja," jawab bobo tak
mau menerangkan maksud perjalanannya. Tapi kemudian
dia ingat tanpa mencari keterangan dan penduduk
setempat tak mungkin perjalanannya mencari pembunuh
saudara Bangkalan akan mudah dilakukan. Maka bertanyalah
Pendekar 10000 an: "Aku berniat pergi ke bukit Tambun Tulang.
Mungkin kau bisa memberi petunjuk jalan mana yang musti
kutempuh agar bisa lekas sampai disitu?!"
Pagar Alam, Mayang dan si kusir bendi sama-sama
terkejut.
"Kau mau pergi ke Tambun Tulang, bobo ...?"
"Ya. Menurut si Tua Gila, orang yang tengah kucari
mungkin berada di situ..." tanpa disadari oleh bobo walau
tadi dia menyembunyikan maksud perjalanannya tapi
kini diungkapkannya sendiri.
"Siapakah orang yang kau cari itu?" tanya Pagar
Alam.
"Aku sendiri tak tahu siapa orangnya. Tapi dia telah
membunuh seseorang dan mencuri sebuah kitab penting!"
"Tambun Tulang adalah bukit maut bagi penduduk
sekitar sini," kata Malin.
Dan Pagar Alam menyambungi: "Tak ada seorangpun
yang berani berada dekat-dekat ke bukit itu. Bukit Tambun
Tulang dan daerah sekitarnya di bawah kekuasaan Datuk
penulis gila . Seorang manusia bermuka setan berhati iblis!
Sejak usia belasan tahun dia telah menebar kejahatan dan
membunuh ratusan manusia tanpa dosa! Setiap manusia
yang jadi korbannya atau anak-anak buahnya dikumpulkan
di satu tempat hingga lambat laun, bertahun-tahun
kemudian tempat itu telah menjadi sebuah bukit putih yang
terdiri dari timbunan tulang belulang manusia!"
“penulis ayan ada menerangkan hal itu padaku," ujar bobo .
"Dan manusia yang kau hajar tadi adalah tangan kanan
pembantu utama Datuk penulis gila . Di samping dia Datuk
penulis gila masih mempunyai beberapa pembantu ber-
kepandaian tinggi, memiliki beberapa puluh anak buah
65
yang kerja mereka bukan lain daripada merampok dan
memeras penduduk, melarikan perempuan-perempuan
desa tak perduli apakah istri orang, apalagi anak-anak
gadis! Kemudian dari itu Datuk penulis gila memelihara
pula puluhan ekor harimau yang taat dan tunduk pada
segala perintahnya! Beberapa tokoh dunia persilatan
pernah turun tangan dan datang ke sana. Sampai saat ini
mereka tidak kembali. Kabar beritapun tidak diketahui.
Apalagi kalau bukan meregang nyawa di bukit Tambun
Tulang? Dua buah partai silat belum tiga bulan yang lalu,
secara serempak menyerbu ke Tambun Tulang. Hasilnya?
Ratusan manusia mati percuma di sana! Kau saksikan
sendiri kehebatan keparat bernama penulis epilepsi itu! Dan
Datuk penulis gila mungkin sepuluh kali dari itu tinggi
ilmunya! Kejahatan Datuk penulis gila dan orang-orangnya
sudah lewat batas, tak bisa dibiarkan lebih lama lagi. Tapi
siapa manusianya yang sanggup menghadapi dia dan anak-
anak buah serta harimau-harimau peliharaannya itu?!
Kehidupan penduduk sekitar sini selalu dicekam rasa
ketakutan setiap hari!"
bobo anak manusia menghela nafas dalam. Kalau kejahatan di
atas dunia sudah demikian besarnya, mengapa tokoh
utama seperti penulis ayan tidak mau turun tangan atau
mungkin pernah tapi tidak membawa hasil?
Tengah bobo berpikir-pikir begitu Pagar Alam berkata:
"Kurasa memang ada kemungkinan bahwa Datuk
penulis gila pembunuh dan pencuri yang kau maksudkan.
Dan sesudah kau tahu siapa dia, apakah kau masih hendak
meneruskan niat pergi ke Tambun Tulang?".
bobo anak manusia garuk-garuk kepalanya.
"Sekali pergi pantang bagiku untuk kembali pulang."
Pagar Alam mengagumi keberanian pemuda ini.
"Kami hendak meneruskan perjalanan. Kuharap kau
sudi ikut sama-sama dan mampir di rumahku. Kita bisa
bicara banyak hal dan siapa tahu aku dapat membantumu
dalam usahamu pergi ke Tambun Tulang."
bobo menimbang sebentar. Kemudian dia ingat akan
ucapan penulis epilepsi sebelum pergi tadi yaitu bahwa
laki-laki itu akan kembali pada tanggal tiga bulan di muka
pada hari peresmian berdirinya Perguruan Kejora. Maka
diapun menerima permintaan Pagar Alam lalu naik ke
atas bendi. Karena Maljn masih sakit, terpaksa bobo
yang pegang tali kekang kuda penarik bendi. Seumur
hidupnya baru kafi itulah Pendekar 10000 an menjadi kusir
bendi!
66
Ketika hari menjelang pelang, bobo minta diri pada
Pagar Alam dan keluarganya untuk meneruskan per-
jalanan. Sebenarnya Pagar Alam ingin menahan pemuda
ini sampai tanggal tiga bulan di muka yaitu pada hari dia
meresmikan berdirinya Perguruan Kejora yang
dipimpinnya. Namun sebagai seorang laki-laki berhati
jantan yang tidak ingin memaksakan diri untuk
mengandalkan orang lain, Pagar Alam membatalkan
niatnya itu.
Pendekar 10000 an pun meneruskan perjalanan. Belum
lagi seratusan meter dia meninggalkan rumah Pagar
Alam, disadarinya bahwa dia tidak sendirian. Telinganya
yang tajam telah sejak lama mendengar suara orang
mengikutinya dengan sembunyi-sembunyi. Karena khawatir
orang itu adalah penulis epilepsi yang berniat hendak
membokongnya maka bobo pun berhenti dan memutar
tubuh seraya berseru: "Manusia tukang kuntit, tak usah
sembunyi! Segera perlihatkan tampangmu!"
Suara Pendekar 10000 an bergema di seanfero rimba be-
lantara. Tapi tak satu orang pun yang muncul! bobo jadi
penasaran. Sekali meneliti saja dia sudah tahu di mana si
penguntit berada yaitu di belakang sebatang pohon jati
yang besarnya tiga pemeluk tangan.
"Ayo lekas keluar! Kalau tidak jangan menyesali"
Tetap saja orang yang sembunyi di balik pohon tidak
mau keluar.
Tanpa menunggu lebih lama bobo segera hantam-
kan tangan kanannya ke pohon jati itu. Satu gelombana
angin besar menderu laksana topan"
"Kraak!"
Batang jati yang besarnya tiga pelukan tangan manusia
itu patah lalu tumbang dengan mengeluarkan suara
dahsyat ribut! Dan pada kejap patahnya pohon itu sesosok
tubuh melompat sebat!
"Ah... kau!" seru bobo ketika dia melihat siapa
adanya orang itu. "Untung saja kau tidak kena celaka»"
Nyatanya dia bukan lain dari Mayang, anak gadis
Pagar Alam.
"Kenapa kau ikuti aku?!" tanya bobo .
Paras sang dara memerah jengah.
"Aku tidak mengikutimu, saudara bobo " kata Mayang.
"Lalu?!" tanya bobo dan dia tahu kalau si gadis berdusta
“Aku ingin balas dendam pada si keparat Gempar Bumi!"
bobo angguk-anggukkan kepala macam orang tua.
"Kau memang seorang gadis berhati jantan! Kupuji
67
keberanianmu! Tapi kau pergi dalam keadaan ayahmu
masih sakit begitu rupa...?"
"Ibu bisa merawat ayah sendirian. Lagi pula lukanya
tidak berat..." , '
"Soalnya bukan adanya ibumu atau luka ayahmu
yang tidak berat itu. Tapi apa kau lupa bahwa walau ba-
gaimanapun ilmu kepandaianmu tak sebanding dengan
Gempar Bumi? Sekali kau mencarinya bukankah itu sama
saja dengan sengaja mengantarkan diri?! Apalagi se:
minggu dimuka ayahmu akan meresmikan Perguruan
Kejora! Kau tentu sangat dibutuhkannya...!"
"Tapi... tapi...."
bobo tertawa dan melangkah ke hadapan gadis itu
"Kembalilah pulang...."
"Tapi apakah... apakah kau tidak akan kembali lagi...
maksudku tidak akan mampir lagi ke rumah?"
bobo kembali tertawa.
"Tentu aku akan mampir lagi," sahut bobo . Dia maklum
akan perasaan gadis ini. Dan gadis yang diamuk perasaan
seperti Mayang bukan baru sekali ini ditemui oleh Pendekar
10000 an. Soalnya apakah dia bersedia melayani dan
menurutkan kata hatinya. Diam-diam bobo anak manusia ingat
pada Permani. Mayang tidak kalah kecantikannya dengan
Permani, dan juga telah banyak Pendekar 10000 an menemui
gadis-gadis cantik tapi entah mengapa dia tak bisa
melupakan Permani!
"Aku berjanji akan kembali," kata bobo meyakinkan
Mayang. Tapi dara itu tak beranjak dari hadapannya.
bobo mengeluh dalam hati. Kalau lama-lama berdiri ber-
hadap-hadapan seperti ini bisa celaka pikirnya. Ditepuknya
bahu Mayang seraya berkata: "Pulanglah. Di lain hari
aku akan mampir menyambangimu." Habis berkala be-
gitu bobo berkelebat dan lenyap dari hadapan Mayang.
Sang dara hela nafas panjang. Gemuruh hatinya kini ber-
ubah menjadi satu kekecewaan, namun juga satu harapan
68
Mulutnya terkatup rapat-rapat sehingga kedua
rahangnya menonjol dan pelipisnya menggembung.
Sepasang matanya memandang menyorot tak ber-
kedip ke bawah bukit kecil, ke arah sebuah kampung
yang kini hanya tinggal musnahannya saja berupa rerun-
tuhan rumah-rumah yang telah jadi debu! Jelas dilihat-
nya mayat-mayat yang bergelimpangan di sana sini,
mayat-mayat manusia dan binatang-binatang yang mati
tertambus hidup-hidup di dalam api! Dan yang paling
menusuk matanya ialah mayat anak-anak yang menemui
kematian mereka secara mengenaskan dalam pelukan
ibu mereka!
Tak ada lagi tanda-tanda kehidupan dalam landasan
kemusnahan itu! Kemusnahan yang telah dilakukan oleh
manusia-manusia jahat tanpa rasa belas kasihan sama
sekali!
Pendekar barbel Maut pemusnah pemusnah 10000 an bobo anak manusia
ingat akan kampung-kampung yang dimusnahkan Dewi
Siluman di Pulau Madura tempo hari. Dan kemusnahan
kampung yang hari ini disaksikannya tidak ada beda,
malah lebih membuat luapan amarah menggejolak,
darahnya laksana api disiram dengan minyak!
"Siapakah manusia-manusia keparat yang mem-
buat kebiadaban begini rupa?!" tanya bobo anak manusia
padadirinya sendiri. Untuk menjawab pertanyaan itu, pe-
muda ini segera menuruni bukit dan memasuki kampung
yang telah musnah itu. Penyelidikannya tak membawa '
hasil apa-apa. Dan hati kemanusiaannya memaksa dia
untuk menggali beberapa buah lubang lalu mengubur-
kan mayat-mayat yang bergeletakan di sana sini. Rata-
rata semua menemui kematian akibat tusukan atau
bacokan senjata tajam!
bobo melanjutkan perjalanan sewaktu matahari ter-
gelincir ke Barat. Kalau daerah sekitar situ berada di ba-
wah kekuasaan Datuk penulis gila , pastilah yang berbuat
ganas itu Datuk penulis gila atau anak-anak buahnya! Dan
69
ini mendorong bobo anak manusia untuk mempercepat per-
jalanannya Menjelang senja dia berhenti di sebuah anak
sungai dangkal berair jernih. bobo membuka pakaian dan
langsung masuk ke dalam sungai. Betapa sejuknya air
sungai itu. Tengah dia asyik-asyik mandi mendadak se-
pasang telinganya mendengar suara hiruk pikuk pekik
manusia banyak sekali di kejauhan! Ketika dia meman-
dang ke arah datangnya suara itu maka tampaklah langit
di arah itu kemerahan-merahan!
"Kebakaran," pikir bobo . Disudahinya mandinya lalu
naik ke darat dan berpakaian dengan cepat. Sesaat ke-
mudian dia sudah berlari sekencang angin ke jurusan
langit malam yang merah menyala!
Ketika Pendekar 10000 an sampai ke tempat kejadian Hu,
yang dilihatnya bukan cuma kebakaran! Beberapa orang
berpakaian hitam bertempur melawan penduduk kam-
pung. Perempuan dan anak-anak berpekikkan dan lari
menyelamatkan diri. Kira-kira setengah lusin mayat te-
lah bergelimpangan di tanah! bobo segera maklum apa
yang terjadi. Kebakaran itu adalah kebakaran yang dise-
ngaja dan pelakunya adalah manusia-manusia be r sera-
gam hitam. Mereka bukan saja membakar rumah-rumah
penduduk dan membunuh sewenang-wenang tetapi
juga merampok! Dan ketika bobo memandang berkeliling,
dari dalam sebuah rumah yang telah setengahnya
dimakan api kelihatan seorang laki-laki berpakaian hi-
tam tengah menyeret seorang perempuan muda yang
meronta dan menjerit-jerit!
Mendidihlah amarah Pendekar 10000 an!
"Keparat betul!" bentak bobo . Dia melompat dan
menghantam dengan tinju kanan!
Laki-lakt berpakian hitam yang tengah menyeret
perempuan muda tiada menyangka akan mendapat
serangan begitu rupa! Karenanya dia tak sanggup meng-
elak, sama sekali! Tubuhnya mencelat! Pekiknya setinggi
tangit! Begitu jatuh di tanah dia tak berkutik lagi sebab.
kepalanya yang kena hantam rengkah bermandikan
darah dan air otak!
bobo menyerbu ke tengah-tengah manusia-manusia
berseragam pakaian hitam lainnya yang tengah menempur
habis-habisan penduduk yang coba mempertahankan hak
dan harta serta nyawa dan keselamatan pribadi serta
keluarga mereka! Dua orang tergelimpang dihantam
tendangan dan tinju kirinya. Yang lima orang lainnya
terkejut!
70
"Bedebah! Siapa kau?!" teriak salah seorang dari!
mereka.
Begitu habis berteriak orang ini melihat sesuatu
menyambar di hadapannya.
"Awas!" teriak kawan-kawannya.
Tapi orang itu tak keburu berkelit ataupun menang-
kis. Yang dilihatnya berkelebat ialah pukulan tangan
kanan bobo anak manusia yang melayang tepat-tepat ke
keningnya!
"Praak!"
Orang itu menjerit!
Keningnya pecah! Nyawanya lepas!
Bukan saja empat kawannya menjadi kaget tapi juga
tergetar hati masing-masing! Setelah memberi tanda se-
rempak mereka menyerbu! Pendekar 10000 an bobo anak manusia
diserang dari empat penjuru!
"Setan-setan kesasar! Keganasan kalian cukup
sampai hari ini! Makan ini!"
bobo kirimkan dua pukulan dua tendangan!
"Wutt... wutt... wutt... wutt!" Keempat serangannya hanya
mengenai tempat kosong! bobo terkejut! "Bangsat, apakah
mereka ini punya ilmu melenyapkan diri?!" maki bobo dan
memandang berkeliling! Dalam pada itulah empat angin
pukulan tahu-tahu melanda ke arahnya dengan ganas!
Pendekar 10000 an menggereng macam harimau lapar!
Kedua tangannya kiri kanan menghantam berkeliling!
Dua gelombang angin pukulan yang dahsyat membadai
berputar! Dua orang pengeroyok terpekik! Tubuh mereka
berpelantingan. Satu menghantam pohon, pinggangnya
patah, nyawanya lepas! Yang satu lagi begitu jatuh di tanah
coba berdiri tapi terus muntah darah dan kojor di situ juga!
Dua orang lainnya seputih kertas pucat paras mereka. Yang
satu tanpa pikir panjang segera ambil langkah seribu.
Kawannya melompat ke balik sebatang pohon dan
keluarkan satu suitan nyaringi
"Monyet hitam! Tempat larimu adalah ke akhirat!"
teriak bobo seraya hantamkan tangan kanannya ke arah
laki-laki yang ambil langkah seribu!
Belum lagi angin pukulan bobo sampai orang itu
telah memekik macam dihadang setan! Kemudian
pekiknya lenyap dan tubuhnya mencelat beberapa tombak.
Terguling di tanah tanpa nyawa lagi!
bobo anak manusia segera pula hendak kirimkan pukulan
maut ke arah laki-laki yang bersembunyi di balik pohon.
Sekaligus dia hendak hantam pohon dan orangnya! Tapi
71
baru tangan kanan diangkat, tahu-tahu empat bayangan
hitam melompat di hadapannya dan serentak meng-
urungnya.
bobo memandang berkeliling dengan cepat. Ke-
empat manusia berpakaian dan berdestar serba hitam itu
rata-rata berbadan tegap dan bertampang ganas. Ke-
empatnya memelihara kumis melintang. Dan pada dada
pakaian masing-masing terpampang gambar kepala ha-
rimau warna kuningi bobo teringat pada .manusia ber-
nama Gempar Bumi, pembantu utama Datuk penulis gila .
Ada perbedaan gambar harimau yang terpampang di
dada pakaian keempat orang ini dengan yang dilihatnya
pada dada pakaian yang dikenakan Gampar Bumi. Per-
bedaannya ialah pada besar kecilnya. Gambar kepala
harimau di pakaian penulis epilepsi besar sedang pada ke-
empat manusia ini agak kecil! Ini mungkin berarti bahwa
keempatnya adalah pembantu-pembantu Datuk Sipato-
ka juga tapi dari tingkat yang lebih rendah dari Gempar
Bumi!
''Pemuda keparat! Melihat tampangmu nyata kau bu-kan
penduduk sini! Lekas katakan siapa kau?!" membentak
salah seorang dari empat manusia berkumis melintang.
bobo mendengus.
"Kau tak layak bertanya! Lebih bagus kau tanyakan
bagaimana caranya cepat-cepat pergi ke neraka!" Dan
habis berkata begitu bobo pukulkan tangan kanannya da-
lam jurus serangan Kunyuk Melempar Buah yang di-
perbawa dua perlima tepemusnah dalamnya!
Yang diserang terkejut melihat datangnya angin ke-
ras ke arahnya dan dengan serta merta pukulkan pula
tangan kanannya ke depan memapasi serangan lawan!
Dalam pada itu ketiga kawannya tidak tinggal diam.
Serentak ketiganya menyerbu Pendekar 10000 an dari tiga
jurusan! Seorang diantaranya mencengkeram dengan
kedua tangan dari belakang!
Sekali melihat bagaimana pukulan kunyuk melem-
par buahnya sanggup dipapasi lawan dan melihat pula
gerakan tiga orang lainnya dalam melancarkan serangan
itu bobo segera maklum bahwa keempatnya berkepan-
. daian tinggi yang tak bisa dianggap remeh! Kalau dinilai
masing-masing setiap dua manusia yang mengeroyok-
nya itu sebanding dengan kepandaian Gempar Bumi. De-
ngan kata lain saat itu dia menghadapi dua. lawan ber-
kepandaian setinggi Gempar Bumi.
Pertempuran hebat berkecamuk!
72
bobo andalkan ilmu meringankan tubuhnya untuk
mengelit serangan-serangan lawan yang sangat ganas
dan bertubi-tubi. Tubuhnya merupakan bayangan-bayang
putih yang coba didesak oleh keempat manusia
berpakaian hitam-hitam itu! Karena telah pernah bertem-
pur melawan Gempar Bumi maka sedikit banyaknya
bobo mengerti, gerakan-gerakan lawan! Dan ini banyak
menolongnya Meski pada empat jurus pertamanya dia
kena didesak namun jurus-jurus selanjutnya dia mulai
berada di atas angin. Serangan-serangannya membuat
keempat pengeroyok mundur terus-terusan dan dalam
jurus ke delapan salah seorang dari mereka terjungkal
ke luar kalangan pertempuran dengan tulang dada dan
beberapa tulang iga ringsek dilanda tendangan kaki kanan
bobo anak manusia ! Nafasnya sesak, mulutnya megap-megap.
Dari kerongkongannya terdengar suara seperti
orang tercekik dan; sesaat kemudian tubuhnya tak ber-
gerak lagi!
Kematian seorang kawan mereka membuat tiga manusia
baju hitam lainnya menjadi tergetar. Apalagi sesudah dalam
jurus-jurus selanjutnya mereka dipaksa bertahan mati-
matian dalam desakan hebat serangan berantai Pendekar
10000 an!
Salah seorang berseru memberi tanda. bobo me-
nyangka mereka hendak melarikan diri maka dia siapkan
pukulan jarak jauh untuk melabrak ketiganya bila me-
reka benar-benar hendak kabur! Tapi dugaannya mele-
set! Ketiga anak buah Datuk penulis gila itu dalam gerakan
yang aneh yaitu lompatan-lompatan macam katak me-
nyerbunya dari tiga jurusan! bobo pukulan kedua tangan-
nya berkeliling! Tiga lawan gerakkan kedua kaki dan da-
lam keadaan tubuh melayang di udara mereka membuat
satu lompatan lagi, begitu-bobo hendak menghantam ke
atas, ketiganya tahu-tahu sudah melesat ke bawah dan
entah kapan mereka menggerakkan tangan mereka tahu-
tahu tiga bilah keris hitam menderu ke arahnya! Satu me-
nusuk ke kepala, yang dua lainnya membabat dari dua
jurusan yang berlawanan!
bobo terkesiap kaget melihat serangan yang hebat
ini! Dengan cepat segera dia keluarkan jurus pertahanan
yang terlihay dari "Ilmu Silat Orang Gila" yaitu yang di-
namakan jurUs "Orang Gila Melenggang ke Awan!"
Kedua tangannya dikembangkan ke atas sedang ke-
dua kakinya menjejak ke tanah mengandalkan tepemusnah
dalam dan ilmu meringankan tubuh! Laksana panah le-
73
pas dari busurnya, tubuh bobo anak manusia melesat meleng- ,
gang lenggok ke atas; dua kembangan tangan yang men-
datangkan angin bukan saja sanggup menangkis tusuk-
an keris yang datang dari atas tapi sekaligus membuat
lawan terpelanting laksana daun kering dihembus angin!
Meskipun tubuhnya selamat namun tak urung pa-
kaiannya masih sempat dirobek oleh ujung keris salah
seorang lawan yang menyerang dari samping!
"Edan!" maki bobo . Segera dia siapkan jurus serang-
an Kunyuk Melempar Buah yang mengandalkan sete- ,
ngah bagian tepemusnah dalamnya!
Sementara itu salah seorang dari lawan-lawannya
yang bermata awas berseru: "Kawan-kawan! Kulihat
bangsat Ini mengeluarkan Jurus ilmu Silat Orang Gila!
Pastilah dia muridnya Si Tua Gila! Ingat bahwa Datuk kita
punya dendam kesumat terhadap penulis ayan pada empat
puluh tabun yang lalu?! Kalau kita musnahkan muridnya
ini pasti kita mendapat pahala besar dari Datuk! Mari!"
Serentak dengan itu dan diikuti oleh kedua kawan-
nya maka menyeranglah dia! Tapi kali ini ketiganya di-
bikin terkejut. Karena begitu mereka bergerak bobo han-
tamkan tangan kanannya ke depan! Dua orang berseru
keras dan melompat ke samping! Yang seorang lagi ter-
lambat untuk selamatkan diri. Kedua tangannya ditelak-
kan ke muka dada laksana seorang yang berusaha me-
nahan tindihan benda berat yang tak kelihatan di depan
dadanyal bobo putar sedikit telapak tangannya! Laki-laki
di depan sana menjerit keras! Tubuhnya mental dan ke-
tika menggeletak di tanah kelihatan bagaimana seluruh
tubuh laki-laki ini terutama dari bagian dada ke atas han-
cur memar laksana buah pepaya dibantingkan ke batu!
Pucat pasilah wajah dua anak buah Datuk penulis gila
lainnya! Mereka saling memberi isyarat. Lalu mengeruk
satu. pakaian masing-masing dan sedetik kemudian
enam puluh batang jarum hitam yang mengandung bisa
jahat beterbangan ke arah Pendekar 10000 an! Jarum-jarum
ini bentuknya sama dengan senjata rahasia milik Gem-
par Bumi. .bobo gerakkan tangan kanannya! Sebagian
dari jarum-jarum itu mental yang sebagian lagi berbalik
ke arah pemiliknya! Salah seorang dari mereka tiada
menduga hal ini hingga terlambat untuk selamatkan diri!
"Akhhh...." Jerit maut ke luar dari mulutnya. Belasan
jarum menembus tubuh dan jantungnya. Nyawanya le-
pas saat itu juga! Yang seorang lagi masih untung! Be-
gitu lolos dari bahaya maut segera putar tubuh untuk am-
74
bil langkah seribu! Tapi perbuatannya ini sia-sia saja ka-
rena lebih cepat dari itu satu totokan telah menyambar
punggungnya, membuat dirinya tegak kaku kejap itu
juga!
"Monyet hitam, sekarang kau akan jadi penunjuk
Jalanku! Kau musti antarkan aku ke sarang majikanmu
yang bernama Datuk penulis gila Itu!"
Mendadak terdengar jerHan perempuan yang di-
susul oleh teriakan seorang laki-laki. "Tolong! Anakku...
anakku!"
bobo berpaling cepat! Masih sempat dilihatnya se-
sosok bayangan hitam memboyong lari seorang gadis
dan lenyap dikegelapan malam!
bobo kerenyitkan kening, gigit bibir. Hatinya me-
maki. Dia berpaling pada laki-laki. di hadapannya dan
berkata: "Monyet hitam! Keadaan memaksaku membuat
nasibmu lebih baik dari kambrat-kambratmu yang lain!
Kau kulepaskan hidup-hidup! Tapi jangan lupa sampai-
kan pesanku pada Datukmu bahwa disatu hari dalam
waktu yang singkat aku akan membuat perhitungan de-
ngan dia! Bila dia menanyakan siapa aku, ini kutuliskan
namaku di keningmu!" Kemudian dengan ujung jarinya
bobo menggurat angka 10000 an di kuIH kening laki-laki itu!
Lalu tanpa tunggu lebih lama dia berkelebat ke jurusan
lenyapnya laki-laki yang memboyong gadis tadi!
Namun satu teriakan memanggil membuat dia hentikan
lari!
“bobo !"
75
bobo anak manusia membalik dengan cepat. Terkejutlah
dia! Yang berseru memanggil namanya bukan lain
daripada Pagar Alam. Laki-laki ini berdiri terhu-
yung-huyung dengan sebatang pedang pendek menan-
cap di dadanya! bobo melompat dan dengan cepat mem-
bopong tubuh laki-laki itu ke langkan sebuah rumah.
Darah membasahi pakaian hitam Pagar Alam dan me-
nodai pakaian bobo sendiri!
Melihat kepada keadaannya tak mungkin tertolong
lagi. Nafas Pagar Alam tinggal satu-satu. Parasnya pucat
tanpa darah. Sedang kedua matanya mulai mengabur.
"Bagaimana kau bisa sampai di sini, bapak??" tanya
bobo . Kemudian pendekar ini mengutuki dirinya sendiri.
Dalam keadaan begitu masakan dia ajukan pertanyaan
demikian rupa.
"bobo , tolonglah selamatkan anakku.... Mayang dilarikan
oleh.... Gempar Bu... mi...."
"Bedebah itu lagi!" desis bobo dengan geraham-geraham
bergemeletukan!
"Kej... kejar dia, bobo ...."
"Tapi kau sendiri, pak...."
Pagar Alam kumpulkan sisa-sisa tepemusnah nya yang ada
untuk dapat membuka mulut dan mengeluarkan suara.
"Diriku tak... usah kau pikirkan nak. Tak ada harap-
an.... Yang perlu Mayang. Nasib dan... dan dirinya ku-
serahkan padamu. Kuharap kalian...."'
Pagar Alam tak dapat meneruskan kata-katanya. Ke-
palanya terkulai. Kedua matanya terbalik dan nafasnya
lepas meninggalkan tubuh. Perlahan-lahan bobo mem-
baringkan jenazah Pagar Alam di langkan rumah. Dipan-
danginya tubuh tanpa nafas itu beberapa ketika. "Nasib
dan dirinya kuserahkan padamu. Kuharap kalian...."
Meski Pagar Alam tak sempat menyelesaikan ucapan-
nya, tapi bobo tahu apa kelanjutan kata-kata yang hendak
disampaikan laki-laki itu. Tanpa menunggu lebih lama
pemuda ini segera meninggalkan tempat itu dengan ce-
pat, lenyap di jurusan perginya manusia yang telah
76
melarikan Mayang!
Hampir satu jam lamanya bobo melakukan pengejaran.
Tapi sia-sia belaka. Di malam gelap begitu rupa mana
mungkin mencari dan mengejar seseorang yang tak di-
ketahui ke mana perginya! Akhirnya di satu pesawangan
yang gelap gulita bobo menghentikan larinya. Di sekitarnya
hanya suara jangkrik yang kedengaran, yang sekali-sekali
ditimpali oleh suara ketekung kodok. Lapat-lapat
terdengar pula suara burung hantu mengerikan semen-
tara angin malam bertiup dingin mencucuk sampai ke
tulang-tulang sumsum.
bobo anak manusia garuk-garuk kepala, menghela nafas
kesal. Ke-mana dia harus meneruskan pengejaran? Jika
menunggu sampai siang pasti Mayang sudah tertimpa
celaka dan tak ada artinya menyelamatkan dara itu!
Mungkin penulis epilepsi melarikan Mayang langsung ke
Tambun Tulang? Ini berarti dia musti lekas-lekas me-
lakukan pengejaran ke sana. Dan sekaligus untuk mem-
buat perhitungan dengan Datuk penulis gila . Tapi bagai-
mana kalau penulis epilepsi tidak membawa gadis itu ke
sana? Dan merusak kehormatan Mayang di tengah jalan?!
Pendekar 10000 an banting-banting kaki karena gemas!
Gemas karena tak bisa berbuat apa-apa, sedangkan dia
tahu gadis itu pasti akan mendapat celaka malam ini
juga! Dirusak kehormatannya oleh Gempar Bumi! Pan
apakah lagi yang lebih berharga bagi seorang gadis
kalau bukan kehormatannya?!
bobo anak manusia memandang ke langit di atasnya yang
hitam gelap. Tak ada bulan, tak ada satu bintang pun
yang kelihatan. Dan tubuh pemuda ini bergetar bila dia
membayangkan apa yang bakal dilakukan oleh Gempar'
Bumi terhadap Mayang. Atau apakah kebejatan itu telah
dilakukan oleh Gempar Bumi?!
"Kalau betul-betul Hu dilakukannya, akari kupatahkan
batang lehernya! Akan ku patah k ani" kata bobo dengan
hati menggeram! Dihantamkan tinjunya dan "Brak!"
sebatang pohon yang tak punya dosa apa-apa patah
tumbang ke bumi!
Di malam sunyi dan gelap itu sesosok tubuh berlari
laksana angin kencangnya. Di bahu kanannya terpang-
gul seorang dara berpakaian hitam dalam keadaan tak
berdaya. Dara ini bukan lain Mayang. Dan laki-laki yang
tengah memboyongnya lari itu adalah Gempar Bumi!
Beberapa jam berlari, menjelang tengah malam baru
dia berhenti hanya sekedar untuk beristirahat kemudian
77
dia lari lagi hingga akhirnya memasuki sebuah lembah
yang dialiri sebatang anak sungai. Sepanjang anak su-
ngai ini penuh dengan pohon tembakau. Di salah satu
bagian tepinya kelihatan sebuah pondok. Setengah dari
dasar pondok ini berada di tebing sungai, setengahnya
lagi di atas sungai, ditopang oleh dua buah tiang yang
terbuat dari kayu yang tahan air. Gempar Bumi mem-
bawa Mayang ke pondok ini. Dua puluh tombak dia akan
mencapai pondok, pintu pondok tiba-tiba terbuka. Dan
diterangi oleh sinar pelita yang ada di dalam pondok,
kelihatan sesosok tubuh berpakaian hitam berdiri di am-
bang pintu dengan rangkapkan kedua tangan di muka
dada. Ketika melihat orang yang datang dengan mem-
bawa sesosok tubuh pada bahunya, laki-laki ini kerenyitkan
kening.
"Gempar Bumi, siapakah yang kau bawa ini?!"
orang itu bertanya begitu penulis epilepsi sampai di
hadapannya.
penulis epilepsi menyeringai.
"Sati! Malam ini biarlah aku yang menghuni pondokmu!"
Ketika mengetahui yang dipanggul Gempar Bumi
adalah tubuh seorang dara berparas jelita, laki-laki ber-
nama Sati menelan ludahnya.
''Dari mana kau dapat, Gempar Bumi?" tanya Sati
dan matanya meneliti tubuh dan paras Mayang penuh arti.
"Semprul! Dari mana aku dapat bukan urusanmu!
Lekas pergi!"
Mata Satj tidak berpindah dari paras Mayang. Perintah
penulis epilepsi tidak diperdulikannya malah dia melangkah
lebih dekat kemudian membisikkan sesuatu ke
telinga Gempar B,umi,
Marahlah penulis epilepsi mendengar bisikan Sati.
"Kalau kau tak lekas berlalu dari hadapanku, kupatahkan
batang lehermu!"
Sati menjadi takut. Dengan langkah berat akhirnya
ditinggalkannya tempat itu.
penulis epilepsi masuk ke dalam pondok yang berlantai
papan. Sebagian dari lantai ditutup dengan tikar pandan.
Mayang dibaringkannya di atas tikar. Setelah menutup pintu
dan memeriksa isi pondok. penulis epilepsi duduk di
hadapan Mayang lalu membuka jalan suara gadis ini.
Begitu jalan suaranya dibuka maka mendampratlah
Mayang.
"Manusia keparat! Lepaskan totokan ku...!"
"Ah, kau masih saja bersikap galak," kata Gempar
78
Bumi.
"Bedebah! Lepaskan totokan ku!"
"Kalau kau masih keras kepala terpaksa kutotok
jalan suaramu kembali!" mengancam penulis epilepsi dan
diulurkannya tangan kanannya.
"Jangan sentuh!" teriak Mayang.
penulis epilepsi ganda tertawa Dibelainya pipi gadis itu.
Mayang memaki habis-habisan sampai suaranya serak.
"Dengar Mayang, kalau kau mau bersikap lunak aku
akan kawini kati secara baik-baik, tapi...'
"Siapa sudi kawin dengan manusia anjing macammu!"
potong Mayang.
"Tapi kalau kau berkeras kepala macam ini jangan
menyesal akan kuperlakukan Secara kasar!"
"Manusia anjing, lebih bagus kau bunuh aku siang-
siang! Saat ini juga...."
"Eh, apakah kau tidak takut mati?!"
"Lebih baik mati daripada jadi korban kebejatanmu!"
penulis epilepsi tertawa mengekeh.
"Mati muda adalah mati yang paling rugi! Kalau kau
inginkan mati biarlah nanti terserah pada putusan Tuhan!
Yang penting kau harus hidup dulu bersama-samaku.... Kau
akan merasakan betapa indahnya hidup ini nanti. Betapa
nikmatnya... betapa...."
"Tutup mulutmu bedebah! Bila kau menyentuh tubuhku
lalu membiarkan aku hidup, niscaya sampai kelautan api
pun akan kucari kau! Akan kupenggal batang lehermu!"
penulis epilepsi tertawa gelak-gelak.
"Kurasa nanti itu kau mencariku bukan untuk mem-
bunuh tapi untuk mengajak kembali menikmati segala
keindahan hidup itu! Ha... ha... ha... ha!"
"Keparat! Kalau aku betul-betul panjang umur akan
kupancung lehermu! Akan kucincang seluruh tubuhmu
sampai lumat!"
"Ilmu silatmu ilmu silat kampungan!" ejek Gempar
Bumi: "Menghadapiku beberapa jurus saja sudah tak sang-
gup, bagaimana mungkin kau hendak mencincangku?!"
"Kalau tidak aku ada orang lain yang akan me-
lenyapkanmu dari muka bumi ini!"
"Aha... siapa kira-kira orangnya?!" tanya Gempar
Bumi sambil puntir-puntir ujung kumisnya yang tebal
melintang.
"Guruku!"
"Gurumu?!" penulis epilepsi tertawa membabak. "Pe-
rempuan tua renta yang bernama Inyak Nini itu? Kepan-
79
daiannya cuma lima enam kali saja lebih tinggi dari kau!
Dalam sepuluh jurus, mungkin kurang, pasti sudah jadi
mayat dia kalau berani berhadapan denganku!"
Mayang mendengus.
"Kalaupun guruku kalah masih banyak orang-orang.
sakti berilmu tinggi yang sewaktu-waktu sanggup mem-
bunuhmu! Juga melabrak majikanmu yang bernama
Datuk penulis gila itu!"
"Begitu? Aku ingin tahu siapa saja orang-orang
sakti itu?!" ujar Gempar Bumi.
"Di antaranya pemuda berambut gondrong yang
mempecundangimu tempo hari!" sahut Mayang.
Berubahlah paras Gempar Bumi. Dia memang tak
pernah melupakan pemuda itu. Selama menjadi pembantu
utama Datuk penulis gila yang ditakuti di delapan penjuru
angin Pulau Andalas belum pernah dia menghadapi
lawan yang setangguh itu, bahkan memaksa dia untuk
mengundurkan diri dengan muka tebal karena malu.
"Ah, kalau cuma bangsat muda itu siapa takutkan
dia? Tempo hari aku sengaja menghentikan pertempuran
karena ada urusan yang lebih penting! Kalau diteruskan
niscaya tidak kuampunkan jiwanya...."
"Justru pemuda itulah yang masih memberi kelonggaran
padamu untuk ambil langkah seribu!"
penulis epilepsi menggeram dalam hati. Tiba-tiba ta-
ngannya diulurkan kembali dan kali ini dengan cepat me-
nyelusup ke balik baju hitam yang dikenakan Mayang!
Gadis ini berteriak dan memaki! Sebaliknya dengan se-
ringai nafsu yang mengembang kempiskan cuping hi-
dungnya, jari-jari tangan penulis epilepsi menggila di atas
dada sang dara!
Bagaimana Mayang dan ayahnya sampai di kampung
yang tengah dimusnahkan anak-anak buah Datuk
penulis gila itu? Dan sampai penulis epilepsi berhasil me-
laksanakan niatnya melarikan si gadis?
Seperti telah diceritakan sebelumnya. Pagar Alam
hendak meresmikan berdirinya satu perguruan yang di-
namakannya Perguruan Kejora, Tapi karena adanya
maksud penulis epilepsi untuk datang pada hari peresmian
itu dan mengadakan kekacauan serta terutama sekali
hendak melarikan Mayang, mau tak mau Pagar Alam
mengundurkan peresmian berdirinya Perguruan Kejora.
Dia harus mencari seorang yang dapat diandalkan yang
sanggup menghadapi penulis epilepsi dan kawan-kawan-
nya. Karena itu sesudah luka pada kedua kakinya sem-
80
buh bersama Mayang laki-laki ini dengan mengendarai
dua ekor kuda berangkat ke Danau Maninjau, tempat
kediaman Inyak Ninik, guru Mayang.
Di tengah jalan mereka berhenti dan menginap di se-
buah kampung. Justru pada malam itu pula anak-anak
buah Datuk penulis gila di bawah pimpinan Gempar Bumi
mendatangi kampung itu, merampok dan membakar
serta melarikan gadis-gadis dan istri penduduk kam
pung! penulis epilepsi tidak menduga kalau di kampung itu
terdapat pula Mayang dan Pagar Alam di tengah-tengah
penduduk. Tentu saja ini sangat menggembirakan Gempar
Bumi. Gadis itu berada di depan matanya kini, tak perlu dia
menunggu berlama-lama! Ketika dia hendak menyergap
Mayang mendadak didengarnya suara suitan nyaring di
sebelah Barat kampung! penulis epilepsi kaget, demikian
juga empat anak buahnya! Suitan itu adalah tanda bahaya!
Bersama keempat orang itu penulis epilepsi cepat menuju ke
Barat kampung. Mayang bisa diringkusnya nanti. Itu soal
mudah. Dia ingin tahu bahaya apakah yang tengah dihadapi
anak-anak buahnya di bagian Barat sana! Dan sewaktu dia
sampai di bagian Barat kampung, berubahlah parasnya.
Untung saja malam itu gelap hingga keempat anak buahnya
tak dapat melihat perobahan parasnya itu!
Seorang pemuda berpakaian putih, berambut gondrong
tengah mengamuk dengan hebat. Dan pemuda ini bukan
lain pemuda yang telah mempecundanginya tempo hari!
Meski dia membawa anak-anak buah yang berkepandaian
tinggi namun untuk menghadapi bobo anak manusia saat itu
penulis epilepsi tidak mempunyai nyali! Dilain hal kalau dia
melibatkan diri menempur si pemuda, mungkin tak akan
kesampaian lagi sekali ini niatnya untuk melarikan Mayang.
Maka tanpa tunggu lebih lama penulis epilepsi segera
perintahkan keempat anak buahnya untuk menyerang
bobo anak manusia .
"Bunuh bangsat itu!" demikian dia memerintah! Dan
dari tempat gelap dia memperhatikan jalannya pertem-
puran. Dan bukan main terkejutnya penulis epilepsi ketika
dalam tempo yang singkat bobo berhasil mempereteli
anak-anak buahnya satu demi satu! Padahal keempat
anak buahnya itu berkepandaian hanya dua tingkat saja
di bawah kepandaiannya! Nyali Gempar Bumijadi tam-
bah mencair! Ketika anak buahnya yang ketiga jatuh
menjadi korban bobo anak manusia tidak tunggu lebih lama
saat itu juga penulis epilepsi segera tinggalkan tempat itu.
Mayang dan ayahnya ditemuinya tengah bertempur
81
melawan beberapa anak buahnya dari tingkatan yang
lebih rendah. Akan Pagar Alam, begitu melihat kemun-
culan Gempar Bumi, tersiraplah darahnya! Dia tahu apa
artinya ini, maka segera saja dengan sebilah pedang
pendek laki-laki ini melompat ke hadapan Gempar Bumi
dan menyerangnya dengan satu tebasan yang dahsyat!
Walau bagaimanapun penulis epilepsi bukan tandingan
Pagar Alam, meski dia bersenjata golok dan lawan
bertangan kosong namun Pagar Alam dalam dua jurus
saja sudah kena didesak oleh Gempar Bumi. Melihat
ayahnya terdesak. Mayang segera memberikan bantuan!
Tetapi saja pertempuran tidak berjalan seimbang. Gem-
par Bumi berhasil merampas pedang di tangan Pagar
Alam dan dengan senjata itu dia mendesak kedua ber-
anak!
Dalam satu gebrakan yang hebat penulis epilepsi ber-
hasil menyelundupkan pedangnya dan menancap de-
ngan tepat di dada Pagar Alam. Sesaat kemudian Ma-
yang berhasil ditotoknya hingga tak bisa bersuara tak
bisa bergerak. Dengan memboyong Mayang. Gempar
Bumi kemudian meninggalkan tempat itu. Pagar Alam
dalam keadaan tak berdaya dan bergumul dengan maut
hanya bisa berteriak minta tolong! Dan teriakannya ini
terdengar oleh Pendekar 10000 an bobo anak manusia yang ke-
mudian segera melakukan pengejaran....
Darah di tubuh penulis epilepsi laksana air mendidih
bergejolak. Tangannya menggerayang di sekujur tubuh
Mayang yang tak bisa berbuat suatu apa selain berteriak
dan menangis.
Sementara itu Sati yang disuruh meninggalkan pon-
doknya berlari di kegelapan malam tanpa tujuan. Ingat-
annya masih tertuju pada gadis itu. Tak dapat dilupakan-
nya parasnya yang jelita, kulitnya yang mulus kuning
langsat dan potongan tubuhnya yang montok padati
Ingatan kepada Mayang membuat larinya kadang-kadang
tertegun-tegun. Hatinya mendorong-dorong agar kem-
bali ke pondok itu. Siapa tahu penulis epilepsi berubah
haluan dan berbaik hati mau memberikan sedikit bagian
kepadanya! Kalaupun tak dapat bagian mengintip pun
jadilah. Dan semakin besar rasa yang mendorong-dorong
di hati Satt, Akhirnya laki-laki ini memutar tubuhnya, dan
kembali lari menyusuri jalan yang sebelumnya telah di-
tempuhnya. Kembali ke pondok di tepi sungai itu!
Ketik