Tampilkan postingan dengan label Attila 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Attila 1. Tampilkan semua postingan

Minggu, 12 Oktober 2025

Attila 1




simbol pengrusakan yang kejam, bentuk klise haluan

kanan yang ekstrem. Di luar itu, sosoknya hanya diketahui

oleh mereka yang mempelajari kehancuran kekaisaran

Romawi pada abad ke-5. Bahkan bagi mereka sekalipun,

sosok Attila dikenal tak lebih daripada seorang predator,

orang biadab paling kejam yang membantai penduduk

Romawi, menyiksa mereka dalam penderitaan mendalam

menuju kematian.

Namun masih banyak lagi hal lain tentang Attila

selain kebiadabannya yang klise. Ini merupakan kisah

tentang ambisi mengagumkan seorang laki-laki, yang

melancarkan kekuatan yang belum pernah dilihat oleh

siapa pun sebelumnya. Dengan prajurit berkuda suku

Hun, diperkuat puluhan suku sekutu dan barisan mesin-

mesin perang, Attila sementara waktu menjadi Jenghis

Khan dari Eropa. Dari markas besarnya yang sekarang

dikenal dengan nama Hongaria, Attila membentuk sebuah

kekaisaran yang membentang dari Baltik hingga Balkan,

dari Rhine hingga Laut Hitam. Ia menyerang kekaisaran

Romawi begitu dalam, mengancam fondasinya. Prajurit

Hun yang pernah melintasi Balkan dalam perjalanan

mereka menuju Konstantinopel bisa memandikan kuda

mereka di Loire, yang berada di tengah-tengah Roman

Gaul, tiga hari menunggang kuda dari Atlantik, dan

lalu   tahun depan memandikan mereka di Po,

dalam sebuah serangan yang mungkin akan mengarah

ke Romawi itu sendiri. Konstantinopel dan Romawi tak

berhasil dikalahkan. Namun pencapaian Attila memastikan

bahwa namanya akan terus dikenang, sampai sekarang,

bukan sebagai orang yang sangat keji, namun   sebagai

seorang pahlawan.

Inilah upaya yang dilakukan penulis untuk menjelaskan

kebangkitan Attila, kemenangannya yang singkat, dan

lalu   tiba-tiba menghilang, serta mengapa ia menjadi

pribadi yang abadi.

BUTUH WAKTU untuk membangun sosok Attila secara

keseluruhan, sebab  ia muncul dan aktif di beberapa

wilayah, semuanya melebur dalam cara yang rumit. 

Wilayah pertama yaitu  tempat di mana Attila muncul,

sebuah tempat dengan cara hidup yang mendominasi

sebagian besar wilayah Asia selama 2.000 tahun. Beginilah

bagaimana penggembala dan penggembalaan nomaden

mendapatkan nama resminya; khususnya dari aspek

tempur mereka, pemanah berkuda. Dari China hingga

Eropa, kebudayaan di luar wilayah pedalaman Eurasia

berisiko diserang secara tiba-tiba oleh orang-orang yang

menyerupai sentaurus (manusia setengah kuda) ini.

Mereka mampu menembak dengan kekuatan dan

keakuratan luar biasa saat menunggang kuda dengan


kecepatan penuh. artikel   ini, sebagian memotret keberadaan

mereka yang merusak sebelum munculnya bangsa

Mongolia 800 tahun lalu  .

Namun, suku Hun di bawah kepemimpinan Attila

bukanlah kaum penggembala nomaden—pemanah

berkuda—seperti nenek-moyang mereka dulu. Saat

keberadaan mereka terkenal di wilayah Barat, suku Hun

sudah menjadi korban dari kesuksesan mereka sendiri.

Sebagian besar penyerangan yang dilakukan orang-orang

nomaden ini sifatnya terbatas. Hal ini terjadi sebab 

ketika berpindah atau dalam keadaan perang, mereka

tidak bisa memproduksi peralatan perang yang mereka

butuhkan saat memperluas kekaisaran, atau membangun

infrastruktur administratif dan keterampilan untuk

memerintah wilayah-wilayah yang sudah mereka

taklukkan. Ini terjadi di China, dan juga di Barat: bagi

suku pengembara, setelah penaklukan selesai maka hal

yang terjadi selanjutnya yaitu  stabilitas dan kehidupan

yang lebih nyaman, atau mundur dan menghilang.

Dan itulah yang terjadi dengan suku Hun. Mereka

menyapu bersih seperti gelombang pasang dari samudra

hijau, padang rumput Asia, menuju daratan Hongaria,

dan menghancurkan benteng-benteng perbatasan hutan

dan kota di belahan dunia lainnya—Romawi; wilayah

bagian barat, Konstantinopel; dan puluhan suku lainnya,

yang semuanya bersekutu dan bersaing. Suku Hun

menjadi pengganggu baru di wilayah ini , dan

bersamaan dengan itu mereka mendapatkan kekuasaan.

Namun, seperti halnya kelompok-kelompok pengembara

sebelumnya, mereka terus mengalami kontradiksi,

pemenuhan kebutuhan pangan yang belum mapan,

sedikitnya penduduk yang bertani, namun   mereka justru

menghancurkan, tangan-tangan orang yang memenuhi

kebutuhan pangan mereka.

Dilema yang dihadapi Attila menjadi sebuah tema

yang berkali-kali muncul dalam artikel   ini. Attila yaitu 

pemimpin sebuah kaum yang berada pada puncak

perubahan. Nenek-moyang mereka yaitu  penggembala

nomaden; mereka sendiri dalam keadaan yang tidak

menentu: setengah nomaden, dan setengah menetap,

tidak sanggup kembali pada asal-usul mereka dan tidak

mampu mempertahankan cara hidup yang lama. Anak

keturunan mereka menghadapi satu pilihan yang sangat

berat: menjadi rekan atau menjadi penakluk dari kekuatan

militer terbesar yang pernah ada—Roma—atau punah.

Masalah Attila yaitu  mencari tempat bagi suku Hun

dalam kekaisaran Romawi yang sedang runtuh. Kecuali

kalau ia sepenuhnya mengulang membuat kebudayaan

bangsanya, berkelakuan baik, membangun kota-kota,

dan bergabung dengan dunia barat, maka kekaisaran

Attila tidak akan pernah aman dari  perang dan

kemungkinan justru mengalami kekalahan. Itulah yang

dilakukan penerusnya, bangsa Hongaria, hampir 500

tahun lalu  . Lebih mudah bagi mereka melakukan

hal ini , sebab  ketika itu keadaan Eropa sudah

sedikit mapan; namun  , meskipun demikian, butuh waktu

satu abad bagi mereka untuk melakukannya. Attila

bukan lah seorang pemimpin yang melakukan perubahan-

perubahan semacam itu. Pada akhirnya, Attila lebih me -

milih menjadi seorang bangsawan perampok daripada

pembangun kekaisaran.

Oleh sebab  itulah, Attila menjadi mimpi paling

buruk bagi kita, yang dalam ingatan warga   hanya

sepadan dengan Jenghis Khan. Sebenarnya, bagi bangsa

Eropa, Attila jauh lebih buruk dilihat jika dari dua hal


berikut: Jenghis tidak pernah mencapai wilayah Eropa,

meskipun penerusnya melakukan hal itu, dan bahkan

pencapaiannya sendiri tidak lebih jauh daripada bagian

barat tanah air Attila; sedang   Attila memimpin

pasukannya memasuki dua pertiga wilayah Perancis dan

juga masuk ke Italia. Dan Attila memang seorang perusak,

namun   tidak begitu unik: banyak pemimpin dari berbagai

era yang menjadi bangsawan perampok dan pembunuh.

Dan mereka masih ada hingga saat ini—seperti Amin

dan Saddam. Dorongan membunuh yang ada dalam diri

mereka, secara konstan mengancam keretakan, hingga

pada batasan-batasan budaya kita, seperti yang terjadi

pada Nazi Jerman, di Rwanda, di Balkan; dan di daerah-

daerah yang kurang disorot seperti Vietnam, Irlandia

Utara—di daerah mana saja di mana kebencian sebab 

ketakutan atau penghinaan terhadap “bangsa lain”

menjadi alasan yang dominan. Kebencian yang membunuh

ini merupakan kekuatan yang dicontohkan Attila dalam

pikiran kita. Sosok Attila yaitu  bagian kelam dari diri

kita sendiri, si raksasa, Mr Hyde, Beowulf ciptaan

Grendel yang menunggu waktu muncul dari rawa alam

bawah sadar dan menghancurkan kita semua. Itulah

prasangka yang diekspresikan para penulis Kristen yang

mencatat serangan-serangan Attila terhadap dunia mereka,

dan semenjak itu sebagian besar kita menerima prasangka

ini .

Untungnya, ada dorongan manusia yang sama dan

bertolak belakang: menginginkan perdamaian, stabilitas,

dan kerukunan. Attila juga memiliki dorongan ini dengan

cara mempekerjakan para sekretaris untuk berkores -

pondensi dalam bahasa Yunani dan Latin, mengirim dan

menerima banyak duta besar. Suku Hun tidak memiliki

tradisi diplomasi, namun   Attila bisa berperan dalam

perdamaian dan politik sebagaimana halnya dalam

perang.

Jadi, saat informasi-informasi mulai didapat, ketidak -

tahuan pun mulai tersibak, dan akhirnya prasangka

ini  mulai ditinggalkan. Attila tidak sepenuhnya

seorang laki-laki yang menakutkan. Bahkan, bagi bangsa

Hongaria ia merupakan sosok pahlawan. Seluruh

warga   Hongaria tahu bahwa bangsa mereka dibentuk

oleh Árpád, yang memimpin orang-orang Magyar

menguasai Carpathia pada 896. Peristiwa ini terkenal

dan ada dalam setiap artikel   sejarah di sekolah Hongaria.

Namun, jauh dalam jiwa bangsa Hongaria, tersembunyi

kecurigaan-kecurigaan tajam bahwa Árpád hanya

memperoleh kembali wilayah yang diincar Attila 450

tahun sebelumnya. Ini merupakan mitos dasar, sebagai -

mana yang diceritakan dalam catatan paling mengesankan

tentang sejarah Hongaria pada zaman pertengahan.

Hingga baru-baru ini, sejarah Hongaria secara rutin me -

reproduksi satu silsilah keluarga palsu berdasarkan

Alkitab, yang menyatakan bahwa Attila memiliki empat

generasi, yang keturunan terakhirnya melahirkan Árpád—

meskipun silsilah ini memaksakan setiap kepala keluarga

melahirkan keturunannya saat berusia 100 tahun. Jauh

di lubuk hati, penduduk Hongaria merasa bahwa Attila

pada dasarnya mencintai Hongaria, dan mereka

menghormatinya sebab  hal itu. Attila—penekanan

bahasa Hongaria terletak pada huruf pertama, yang

dibulatkan hingga hampir menjadi O, Ottila—merupakan

nama umum bagi anak laki-laki di sana. Pujangga

Hongaria yang paling terkenal pada abad terakhir yaitu 

Attila József (1905-1937)—atau lebih dikenal dengan

nama József Attila, sebab  bangsa Hongaria meletakkan

nama asli di belakang. Banyak kota yang memiliki nama

jalan Attila atau József Attila. Bagi orang yang berasal

dari Eropa barat, tentu sangat aneh rasanya jika memberi

nama anak laki-laki, nama jalan, dan alun-alun kota

dengan nama Hitler. Tentu saja ini menjadi pertanyaan

dari pemenang yang mendapatkan segalanya: pahlawan

penakluk kami yaitu  penindas brutal kalian. Kini,

Jenghis Khan, pahlawan nasional Mongolia, yang selama

70 tahun mengalami persona non grata di bawah

komunisme, telah direhabilitasi, sehingga bangsa Mongolia

memberi nama Jenghis pada anak laki-laki mereka.

Sementara itu bangsa Hongaria, yang sangat menderita

di bawah kekuasaan prajurit Mongolia pada 1241, tidak

melakukan hal ini.

Di wilayah lain, Attila tidak akan pernah menikmati

penghormatan yang disepakati untuk dirinya seperti

yang terjadi di Hongaria, namun   sosoknya pantas untuk

diteliti lebih mendalam. Penulis tidak bisa melakukan

hal ini dengan cara biasa yang dilakukan para ahli

sejarah, yaitu dengan meneliti bukti tertulis, sebab 

bukti tertulis ini sulit didapatkan. Ammianus Marcellinus,

seorang ahli sejarah Yunani pada abad keempat yang

berasal dari wilayah yang sekarang dijuluki Suriah,

memiliki latar belakang yang cukup baik; Jordanes,

seorang suku Goth tidak terdidik yang lalu   menjadi

seorang Kristen, memberikan catatan sejarah acak-acakan

dan sangat memerlukan pemeriksaan kembali; Priscus,

lebih merupakan seorang birokrat daripada sejarawan,

meninggalkan satu-satunya catatan tentang Attila di

kediamannya. Dan, kita hanya memiliki beberapa penulis

kronik Kristen, yang lebih tertarik melihat cara-cara

Tuhan dalam kehidupan manusia daripada mencatat

peristiwa secara objektif. Dari suku Hun sendiri—sama

sekali tidak ada bukti tertulis. Suku Hun tidak menulis,

dan semua bukti tertulis yang berasal dari pihak luar,

tidak satu pun memakai   bahasa Hun, sedikit di

antara mereka yang mengenal orang-orang Hun secara

langsung, dan hampir semuanya begitu saksama hanya

menggambarkan sisi paling buruk dari objek perhatian

mereka. Hal terbaik yang bisa penulis lakukan yaitu 

merekrut para arkeolog, sejarawan, antropolog, dan

seorang olahragawan terkemuka untuk menambahkan

sumber-sumber primer yang tidak bisa dipercaya. Meski

begitu, melihat sosok Attila seperti sedang mengamati

potret kuno kotor dengan diterangi cahaya beberapa

lilin.

Meskipun demikian, kita pantas mencoba meneliti

sosok Attila lebih dalam, sebab  sedikitnya informasi

yang ada ini mengungkapkan pengetahuan baru dan

beberapa drama penting yang membantu kita melampaui

mitos dan hal klise. Attila, dengan tepat, tetap menjadi

contoh sempurna akan penindasan dan penjarahan, dan

memiliki banyak sifat yang saat ini secara umum dikenal

sebagai pseudo-Attila: ia juga sulit dimengerti, kejam,

kadang memesona namun   tidak bisa dipercaya, pintar

mendapatkan orang-orang yang patuh untuk melaksanakan

tawarannya, memperdaya diri sendiri—dan beruntung,

pada akhirnya Attila yaitu  seorang yang ahli dalam

penghancuran dirinya sendiri. Namun dalam berbagai

hal lain, Attila yaitu  salah satu sosok orisinal terkenal

dalam sejarah. Sebelumnya tidak pernah ada kekuatan

besar muncul di wilayah Barat dari kelompok penunggang

kuda nomaden. Sebelumnya tidak pernah ada 

yang muncul dari seorang pemimpin tunggal, yang

dikagumi oleh bangsanya sendiri dan sangat ahli membuat

musuh menjadi sekutu; dan tidak akan ada sosok seperti

dirinya hingga kebangkitan ahli strategi dan pembangun

kekaisaran, Jenghis Khan, 750 tahun lalu  .

Pada akhirnya, pencapaiannya dengan cepat melampaui

kemampuannya. Ia tak pernah benar-benar bisa mengambil

alih kekaisaran Romawi. Hal inilah yang menjadi

kegagalannya di mata para ahli sejarah, yang cenderung

melihat sosok Attila tidak lebih sebagai penjarah dalam

skala sangat luas, ekspresi paling ekstrem akan kebiadaban

anti-Romawi. Namun ada cara-cara lain dalam menaksir

manfaat yang dihadirkan Attila dalam sejarah. Meskipun

suku Hun hilang dari peradaban dunia, kemusnahan

mereka seperti serbuk mesiu dalam ledakan sosial dan

politik yang mengakibatkan munculnya negara-negara

bagian Eropa. Semua ini terjadi dalam gerakan yang

sangat lambat, berabad-abad, dan bagaimana pun sebagian

besarnya akan tetap terjadi. Namun, dari kekacauan

pasca-Romawi, muncul satu dunia baru yang jarang

meninggalkan jejak dari penyebab utama terjadinya

peristiwa besar, kecuali hanya dalam ingatan. Sesuatu

yang luar biasa telah lenyap, kehancuran terjadi secara

menyeluruh; dan semenjak itu, warga   mencari titik

fokus untuk menyederhanakan, menjelaskan, dan

mendramatisasi peristiwa menggemparkan ini . Sosok

Attila sangat sempurna, memenuhi beberapa peran

sekaligus: kekuatan untuk melakukan perubahan sejarah;

pribadi yang pernah melintasi sebagian besar wilayah

Eropa dengan kudanya; seorang perusak luar biasa;

momok luar biasa bagi orang-orang Kristen yang berdosa—

dan ia selalu, bagi sebagian orang, menjadi pahlawan.


PADA 376, BERITA TIDAK MENYENANGKAN SAMPAI DI TELINGA

Kaisar Valens di Konstantinopel. Valens, yang bekerja

sama dengan adiknya menjalankan kekaisaran Romawi,

cukup akrab dengan masalah-masalah yang terjadi di

daerah-daerah perbatasannya, namun   tidak pernah

mendengar masalah seperti ini. Jauh di wilayah utara,

melewati daerah Balkan, di pinggiran rawa bagian utara

Sungai Danube, berkumpul ribuan pengungsi, miskin,

dan kelaparan. Para pengungsi itu lebih memilih

meninggalkan lahan-lahan pertanian dan perkampungan

mereka sebab  ketakutan, daripada menghadapi—apa?

Mereka hampir tidak tahu; hanya itu. Dalam penuturan

sejarawan Ammianus, “Ras manusia yang sampai saat

ini tidak diketahui, muncul dari beberapa sudut dunia

terpencil, menghancurkan dan merusak apa saja yang

menghalangi mereka seperti angin puyuh yang turun

dari pegunungan tinggi”.

Mereka sosok manusia tangkas. Manusia-manusia

4

asing ini yaitu  pemanah berkuda yang bergerak berputar

dalam perang, menunggang kuda dengan kencang,

melingkar masuk melepaskan hujan panah sebelum

berbelok menjauh menyelamatkan diri. Mereka yaitu 

para penunggang kuda dan tidak pernah ada seorang

pun yang pernah melihat manusia semacam itu, seolah

terpaku pada kuda dan melekat pada sadel mereka—

para penulis berusaha keras menemukan sosok yang

pas—sehingga mereka dan tunggangannya terlihat

menyatu, seperti sentaurus (manusia setengah kuda)

zaman kuno yang hidup kembali. Mereka datang dari

wilayah Asia Tengah yang kosong, menggiring para

penduduk ketakutan yang ada di depan mereka seperti

ternak gembala. Butuh waktu beberapa tahun bagi “ras

yang tidak diketahui” ini muncul dalam jumlah besar, di

bawah pimpinan mereka yang paling efektif dan

menghancurkan. Namun kemunculan mereka dalam

jumlah besar di sepanjang padang rumput luas yang

sekarang yaitu  Rusia selatan dan Ukraina, telah memecah

berbagai suku, di mana suku terakhir itu sekarang

beramai-ramai mengungsi di pinggiran Sungai Danube.

Sesuatu harus dilakukan.

Valens tidak langsung ingin menghajar kelompok

asing itu, melainkan memperhatikan kumpulan pengungsi.

Mereka orang-orang Goth, anggota suku besar dari

Jerman yang sudah menyebar ke Eropa barat dan Rusia

selatan dua abad sebelumnya, dan sekarang sudah dibagi

menjadi Goth barat dan timur. Pengungsi pertama ini

yaitu  Goth barat, yang dikenal sebagai Visi—(“bijak”)

Goth, yang sepertinya bertentangan dengan Ostro—

(“Timur”) Goth, yang, lalu   akan diketahui Valens,

bersikap sangat keras kepada saudara jauh mereka.

Valens, yang usianya mencapai 50 tahun dan sudah

5

dua belas tahun memimpin kekaisaran, tahu benar

kebanggaan dan independensi Visigoth, dan punya alasan

untuk mengkhawatirkan mereka dan pemimpin mereka

yang bernama Athanaric. Tidak lagi hidup berpindah,

suku ini menetap di wilayah yang sekarang menjadi

Rumania dan mengubah diri mereka yang sebelumnya

nomaden menjadi petani, dari perampok menjadi musuh

yang disiplin. Tiga puluh tahun sebelumnya, menurut

dugaan, mereka menjadi sekutu kekaisaran, disuap untuk

menyediakan prajurit bagi pasukan Romawi dan Konstan -

tinopel. Namun mereka tidak diam begitu saja, dan

sepuluh tahun sebelumnya Valens berperang dengan

tujuan mengurung mereka di wilayah asalnya. Rencana

tidak berjalan sebagaimana mestinya. Suku Goth bisa

dikalahkan dalam perang, namun   mereka memiliki

kebiasaan yang mengganggu, melakukan gerakan bawah

tanah di pegunungan Transylvania, dan saat bergerilya

mereka tidak terkalahkan. Tiga tahun berperang, Valens—

berkaki bengkok, perut besar, dan mata menyorotkan

kemalasan—perlu mendukung kekuasaannya yang goyah

dengan menunjukkan kekuatan. Namun Athanaric

mengatakan bahwa ia telah mengucapkan sumpah

mengerikan kepada ayahnya bahwa dirinya tidak akan

pernah menginjakkan kaki di wilayah Romawi; jadi,

bukannya memanggil musuhnya untuk mendiskusikan

syarat-syarat perdamaian, Valens justru harus mem -

bicarakan perjanjian damai itu di sebuah kapal di tengah

Sungai Danube, seolah sang kaisar dan si pemimpin

barbar itu memiliki posisi yang sama. Mereka sepakat

akan adanya pagar pembatas yang akan menjadikan

mereka tetangga yang baik, dan bahwa Danube merupakan

pagar alami, dan tidak ada satu pihak pun yang akan

melintasinya.

6

Apa yang terjadi tujuh tahun lalu   sungguh

berbeda sekali. Sekarang di sinilah orang-orang Visigoth,

di luar wilayah mereka, dalam keadaan sakit dan tidak

memiliki apa-apa, yang akan melanggar kesepakatan

bukan sebagai pejuang namun   sebagai satu bangsa secara

keseluruhan, pencari suaka: keluarga, anak-anak, orang

sakit dan renta, dengan kereta-kereta kuda bermuatan

penuh. Bagaimana jika Valens mengambil langkah keras,

memaksa pengungsi tetap di tempat mereka dan bersenang-

senang melihat Athanaric yang putus asa? Tidak semudah

itu, sebab  ini bukan tindakan Athanaric. Rumor tentang

 suku asing telah memicu pemberontakan antara

suku Visigoth yang terancam, dan Athanaric tidak lagi

berkuasa. Fritigern, pemimpin baru merekalah yang

sekarang mohon izin pada kekaisaran untuk menyeberangi

Sungai Danube yang pasang sebab  air hujan, memimpikan

kehidupan baru bagi warga  nya di lembah-lembah

Thrace yang subur dan menyambut mereka dengan

tangan terbuka.

Bagaimana pun kesempatan mereka akan datang;

jadi Valens memutuskan, lebih baik mengubah krisis ini

menjadi sedikit bermanfaat. Fritigern, cukup pintar untuk

menggabungkan penduduknya yang putus asa dan menjaga

mereka tetap berada di wilayah kanan Romawi, tidak

mengancam; bahkan, ia tidak hanya menjanjikan akan

hidup damai, namun   juga menyediakan lebih banyak

pemuda untuk menjadi pasukan kekaisaran. Kedua

pemimpin tahu bahwa ada satu hal yang patut dijadikan

teladan: beberapa tahun sebelumnya, sekumpulan suku

Goth diizinkan melintasi Sungai Danube, 150 mil ke

arah selatan, untuk menetap di Adrianopolis, yang

sekarang menjadi Edirne, dan sudah terbukti menjadi

warga negara yang patut dicontoh. Para penasehat

7

meminta Valens melihat bekas musuhnya bukan sebagai

pengungsi melainkan sebagai calon pasukan kekaisaran

yang tak terbatas. Valens setuju, menetapkan suku Goth

agar menyumbangkan pemuda mereka sebagai bala

tentara. Para pejabat kekaisaran melaksanakan perjalanan

ke utara, bukan untuk menentang, melainkan memberikan

bala bantuan dengan membawa makanan dan membagi

wilayah di beberapa provinsi perbatasan.

Jadi, saat musim semi tahun 376 berubah menjadi

musim panas, suku Visigoth yang miskin perlahan-lahan

bergerak ke dataran rendah pinggiran sungai bagian

utara, melewati danau-danau dan rawa dangkal,

menyeberangi sungai memakai   perahu dan sampan

yang dibuat dari batang-batang pohon yang bagian

tengahnya dilubangi, menarik rakit-rakit yang membawa

kuda dan kereta barang mereka. Beginilah keadaan

sungainya, bersih dari jeram Pagar Besi yang memotong

pegunungan Carpathia dan Balkan, luas dan mengalir

pelan sejauh 400 kilometer sebelum membelah sampai

ke deltanya yang penuh dengan alang-alang. Tantangan

yang dihadapi para pengungsi bukanlah kuatnya arus

sungai, namun   lebar sungai yang mencapai 2 atau 3

kilometer saat hujan lebat. Banyak pengungsi yang

tenggelam sebab  tertipu dengan bukit di seberang yang

terlihat rendah, lalu mereka berusaha berenang, dan

perlahan-lahan terbawa arus ke hilir sungai menuju

kematian mereka dalam hamparan air bah.

Berapa banyak yang pindah? Para pejabat kekaisaran

ingin tahu jumlahnya agar bisa menghitung persediaan

makanan dan jaminan lahan bagi mereka. Namun sia-

sia. Ammianus mengutip Virgil:

Berusaha mencari tahu jumlah mereka sama saja sia-sia

Seperti menghitung pasir Libya yang tersapu angin.

8

Mungkin mereka tidak berusaha terlalu keras. Para

pejabat yang memerintah bukanlah orang-orang terbaik

dari kekaisaran. Menurut Ammianus, mereka punya

kekurangan, menakutkan, dan sembrono; mereka

memaksakan rencana agar mendapatkan keuntungan

dari para pengungsi yang tidak bersenjata ini. Salah

satunya dengan mengumpulkan anjing-anjing, yang

mereka tawarkan sebagai makanan jika mendapat ganti

seorang Visigoth untuk dijadikan budak: wujud perlakuan

yang mempersulit usaha agar hubungan pertemanan

bertahan lama.

Di samping itu, tanah yang dijanjikan pun tidak ada.

Begitu banyak orang pada satu waktu akan memadati

daerah pedalaman Thrace. Mereka harus dibuat tetap

berada di tempatnya. Pinggiran Sungai Danube bagian

selatan berubah menjadi daerah perkemahan yang sangat

luas bagi para pengungsi yang berbalut jubah dan tampak

kumal. Bagi para Visigoth, rasanya mereka seperti keluar

dari mulut singa masuk ke mulut buaya. Mereka meng -

gerutu, bagaimana caranya agar bisa melakukan tindakan

nyata untuk mendapatkan lahan yang mereka pikir sudah

dijanjikan itu. Lupicinus, seorang pimpinan wilayah yang

buruk, jahat, dan sembrono, memerintahkan tambahan

tentara dari Gaul untuk mengatasi kekacauan ini.

Namun waktu semakin sempit. Saudara suku Visigoth

di bagian barat, suku Ostrogoth, juga melarikan diri ke

arah barat dari  yang tidak diketahui, tiba di

Sungai Danube, dan sebab  melihat pertahanan daerah

itu lemah, mereka lalu menyeberanginya tanpa terlebih

dahulu menunggu izin. Didorong dan diperkuat adanya

gelombang pengungsi baru ini, Fritigern memimpin

bangsanya sendiri bergerak 100 kilometer ke selatan,

menuju ibu kota provinsi daerah setempat, Marcianopolis

9

(wilayah reruntuhan yang setengahnya tampak di dekat

wilayah Devnya, 25 kilometer di pedalaman resor Vanna,

Laut Hitam Bulgaria). Di wilayah ini Lupicinus, yang

sepertinya setiap tindakannya menimbulkan malapetaka,

mengundang para pemimpin Visigoth pada sebuah

jamuan makan malam mewah, pura-pura akan merunding -

kan bantuan, sementara penduduk mereka yang berada

dalam jebakan ribuan tentara Romawi di luar tembok

sana, sangat marah sebab  dendam dan rumor yang

beredar. Menganggap bahwa pemimpin mereka termakan

bujuk rayu dan menjadi tidak berdaya, orang-orang

Visigoth menyerang serombongan orang Romawi dan

me rebut senjata mereka. Ketika berita perampasan ini

terdengar olehnya, Lupicinus membunuh beberapa orang-

orang Fritigern yang hadir sebagai aksi balas dendam,

dan mungkin sudah berencana membunuh mereka semua.

Namun aksi itu sama saja dengan bunuh diri. Para

pemberontak sekarang sudah menjadi pasukan bersenjata.

Fritigern dengan kepala dingin menyatakan bahwa satu-

satunya cara untuk mengembalikan perdamaian yaitu 

mengembalikan dirinya pada warga   dalam keadaan

selamat, sehat, dan bebas. Lupicinus melihat dirinya

tidak punya pilihan lain lagi, dan membebaskan tamunya—

yang pada saat itu juga, seperti yang dikatakan Ammianus,

“menunggang kuda dan bergegas pergi untuk mengobar -

kan api perang”.

Di seberang Moesia Bawah—sekarang Bulgaria utara—

orang-orang Visigoth yang sakit hati merampok,

membakar, dan merampas lebih banyak senjata. Sebuah

perang yang dilakukan dengan persiapan matang, berakhir

dengan kematian lebih banyak pasukan Romawi, lebih

banyak senjata dirampas, dan Lupicinus gemetar ketakutan

di jalanan Marcianopolis yang sudah dikepung. Seperti


yang diingat Ammianus, kekaisaran berhasil mengatasi

malapetaka serupa—tapi itu sebelum semangat lama

akan tingginya moral dan pengorbanan diri dirusak

dengan satu permohonan jamuan-jamuan sok pamer

dan keuntungan tidak halal. 

Dan, Ammianus mungkin telah menambahkan, sedikit

kebodohan: Valens takut kedua suku Goth bersatu, dan

langsung memerintahkan warga   Visigoth yang

tenang dan sudah lama menetap di Adrianopolis untuk

pergi. Adrianopolis, yang meliputi jalan keluar bagian

utara pegunungan Balkan yang menuju Konstantinopel,

bukanlah sebuah kota yang berisiko. Valens berniat

menyelamatkan kota itu, dan mendapatkan hasil yang

sama sekali bertolak belakang. Saat orang-orang Goth

meminta waktu penundaan selama dua hari untuk

berkemas, komandan setempat menolak, mendorong

penduduk setempat untuk mengusir mereka dengan

melempar batu. Orang-orang Visigoth kehilangan

kesabaran sebab  diperlakukan seperti ini dan mereka

meninggalkan kota itu lalu bergabung dengan rekan

Goth mereka yang bersenjata.

Pada musim gugur tahun 377, pasukan musuh ini

menemui jalan buntu, kekuatan utama suku Goth men -

cari selamat di lembah-lembah curam barisan pe gunungan

Balkan dan pasukan Romawi berada di lapangan rumput

terbuka di Dobruja, yang sekarang terletak di belakang

pantai Laut Hitam di Rumania dan Bulgaria. Orang-

orang Goth terus menjarah—satu-satunya cara yang bisa

dilakukan pengungsi untuk memberi makan keluarganya—

lalu   menembus blokade Romawi menuju bagian

selatan lalu masuk ke wilayah yang sekarang yaitu 

Turki. Ammianus menggambarkan suasana anarkis

mengantisipasi kengerian masa depan Balkan: bayi-bayi


dibunuh saat sedang menyusu di gendongan ibunya,

perempuan diperkosa, “laki-laki dijadikan budak, berteriak

bahwa mereka sudah hidup terlalu lama dan menangisi

rumah-rumah mereka yang sudah menjadi abu”.

Sementara itu, harapan apa yang didapat dari semua

tindakan ini? Tidak ada. Meski kekaisaran mungkin

memiliki 500.000 pasukan bersenjata, sebagian dari

mereka yaitu  pasukan perbatasan yang siap sedia

mengatasi kebiadaban, sementara hanya setengah yang

menjadi pasukan lapangan aktif. Di samping itu, banyak

di antara mereka bukanlah prajurit sewaan Romawi,

dan perintah apa pun untuk bergerak bisa membangkitkan

pembelotan. Pasukan hanya bisa didatangkan dari

perbatasan Gaul, di bawah komando keponakan Valens

yang masih muda, Gratian, yang sudah ikut berkuasa

dan menjadi kaisar Barat selama dua tahun terakhir.

Umur Gratian masih delapan belas tahun, ia memiliki

reputasi baik sebagai seorang pemimpin, namun   hanya

itu yang bisa ia lakukan untuk menjaga perdamaian di

sepanjang wilayah Rhine dan Danube. Rencana untuk

memindahkan pasukan dari Gaul ke Balkan bocor di

daerah perbatasan, dan membangkitkan serangan Jerman

yang memerlukan   perhatian Gratian sepanjang musim

dingin tahun itu. Hingga pada 378, barulah ia bisa

memberikan bantuan kepada pamannya.

JIKA SAAT INI Anda bertanya kepada seorang warga Roma

atau Yunani apa yang menjadi taruhan pada saat itu,

Anda mungkin akan mendapat jawaban bahwa dua dunia

sedang berhadapan: bangsa barbar dan bangsa beradab.

Faktanya, di wilayah barat, Eropa tengah dan selatan,

kita berhadapan dengan banyak dunia. Kekaisaran

p


Romawi, Gaul, dan Konstantinopel; suku-suku barbar

bertikai satu sama lain dan juga dengan kekaisaran; dan

daerah-daerah hutan berbatasan yang masih liar di bagian

timur laut.

Bagi penduduknya, wilayah kekuasaan Romawi yaitu 

dunia mereka, fondasi mereka, kebanggaan mereka,

kehidupan mereka yang sesungguhnya. Sebagai republik

dan lalu   sebagai kekaisaran, Romawi sudah ada

selama 700 tahun, seperti yang kita ketahui dari penelitian

sejarah—bahkan lebih lama bagi orang-orang Romawi,

yang sejarahnya berakar pada permulaan legenda: bagi

mereka 377 SM yaitu  113 AUC, ab urbe condita, “dari

awal pembentukan kota”. Akar-akar kebudayaan Romawi

masih lebih dalam lagi, sebab  merupakan warisan dari

bangsa Yunani kuno. Ini yaitu  nasib nyata bangsa

Romawi, sebagai fondasi peradaban dan pemerintahan

yang baik, memerintah daratan Mediterania, menjangkau

bagian selatan menuju Nil dan bagian utara melintasi

pegunungan Alpen, hingga Gaul, Rhine, Laut Utara dan

wilayah di luar itu, bahkan hingga mencapai wilayah

utara yang terpencil yaitu pulau-pulau di lepas pantai

Eropa, di mana Hadrian berhasil menyelesaikan pem -

bangunan bentengnya melawan orang-orang barbar

pegunungan pada 127. Pada abad ketiga bahkan telah

terjadi sedikit peningkatan di sepanjang Sungai Danube,

yang sekarang menjadi Rumania, yang tampaknya untuk

sesaat daerah perbatasan Eropa bagian barat itu yaitu 

wilayah Carpathia.

Namun ekspansi ada batasnya, dikuasai oleh peme -

rintah an non-Romawi dan oleh geografi. Wilayah timur

laut memiliki perbatasan hutan yang sangat lebat. Rimba

raya. Untuk merasakan kengerian yang ditimbulkan oleh

kata ini  menuntut imajinasi untuk mengingat masa


lampau saat di mana banyak wilayah Eropa di luar

Rhine masih merupakan daerah liar, hutan sangat luas

dan gelap yang sangat jarang disentuh manusia. Bagi

orang-orang yang tidak pernah masuk hutan, ini

merupakan tanda bahaya, tempat tinggal roh-roh jahat

yang suram dan terlarang. Bagi bangsa Romawi, hutan-

hutan Ciminian di wilayah Etruria cukup mengerikan;

namun   hutan di bagian utara pegunungan Alpen yaitu 

wilayah yang paling barbar. Pada 98 SM Tacitus meng -

gambarkan wilayah itu dalam artikel  nya yang berjudul

Germania. Ia mengatakan bahwa, di luar Rhine, wilayah -

nya diberitahukan—tidak menentu, mengerikan, suram:

yang menggambarkan kengerian akan wilayah itu. Hutan

Hercynian, dinamai sesuai hutan kuno dalam sejarah

Yunani untuk menyebut hutan Bohemia yang sekarang

menjadi Republik Czechnya, dengan perluasan wilayah

hutan yang membentang dari Rhine hingga Elbe. Pliny

mengklaim pohon-pohon ek besar di hutan itu tidak

pernah ditebang atau dipotong semenjak awal dunia.

Orang-orang mengatakan butuh waktu 9 hari untuk

melintas dari wilayah utara ke selatan, dan 60 hari

untuk menempuh 500 kilometer perjalanan dari timur

ke barat—tidak sama dengan ucapan Julius Caesar,

“Siapa pun di Jerman bisa berkata bahwa ia pernah

mendengar tentang ujung hutan.” Di hutan ini hidup

binatang buas yang tidak dikenal di mana pun, beberapa

di antaranya berbahaya—rusa besar bertanduk seperti

cabang-cabang pohon, beruang cokelat, serigala, dan

auroch, bison Eropa. Romawi dan Yunani melihat kembali

legenda hutan kecil Arcadian, mengingat masa saat

Yunani masih hutan belantara; namun   tidak pada hutan

menyeramkan dan tidak bisa dimasuki seperti hutan ini.

Bagi orang-orang Romawi, penghuni hutan liar ini

yaitu  makhluk liar, manusia keturunan dewa penting,

Tuisco, yang muncul dari tanah seperti pohon. Mereka

mengenakan jubah dijepit tanduk-tanduk dan hidup

berburu, memakan buah-buahan, dan olahan susu.

Mereka mengatakan bahwa dalam wilayah yang sangat

luas ini, tidak ada satu pun kota di sana. Dusun-dusun

dengan rumah dari kayu dihubungkan dengan jalan

setapak. Tentu saja, tidak semua gambaran tentang

wilayah ini buruk. Tacitus ingin menunjukkan bahwa,

berkebalikan dengan kesederhanaan yang kuat dari

orang-orang yang tinggal di hutan ini, Romawi menjadi

lunak dan korup. namun  , akan lebih baik bagi penduduk

kota untuk berlaku bersih; mereka yang berani diperiksa

berisiko mengalami nasib mengerikan. Pada abad ke 9

SM, Publius Quintillius Varus memimpin 25.000 orang

pasukan menuju hutan Teutoburg, di bagian utara Jerman

antara wilayah Rhine dan Weser, di mana mereka diserang

dan dibantai oleh orang-orang Cheruscan bersenjatakan

tombak yang muncul dari rawa-rawa dan pepohonan.

Varus melihat kehancuran di depan matanya dan menyerah

kalah.

Tentu saja, dalam 300 tahun telah terjadi perubahan.

Kaum pejuang pada masa Tacitus dilambangkan sebagai

sosok dengan panah berdarah, berambut pirang, bertubuh

besar, dan peminum bir, yang sudah lama musnah atau

digabungkan menjadi unit-unit yang lebih besar, pasukan

Saxon, Frank, dan Alemanni yang lalu   akan menjadi

cikal bakal negara masa depan. Wilayah hutan sudah

dibagi-bagi dengan dilakukan pembersihan dan lahan-

lahan pertanian dari puluhan suku; namun  , dengan

perbandingan pada masa sekarang, wilayah hutan ini

masih terlihat utuh. Ini merupakan awal dunia sihir dan


kekuatan, sumber kehidupan dan kematian, dunia para

pemangsa dan buruannya, di mana anak-anak hilang

dan ada para penyihir, serta roh-roh yang mendiami

pepohonan. Hal ini diingatkan kembali dalam artikel  

“Little Red Riding Hood” dan “Hansel and Gretel” serta

kisah-kisah dongeng yang dikumpulkan oleh Grimm

Bersaudara pada abad kesembilan belas, dan lalu  

muncul lagi dalam hutan Mirkwood seperti pada kisah

Lord of the Rings karya Tolkien.

Jika hutan merupakan batas-batas paling luar ke -

kaisaran, pergerakan mundur dari luar wilayah Danube

telah menandakan awal kehancuran kekaisaran. Pada

akhir abad keempat, tidak ada pemikiran untuk mengambil

kembali lintasan Sungai Danube Dacia dan menaklukkan

hutan-hutan Jerman. Tidak lama lalu   Britania akan

ditinggalkan, dinding perbatasan Hadrian menyisakan

monumen kosong yang menandakan kebesaran bekas

penghuninya. Pada satu masa semua wilayah ini pernah

diperintah oleh Romawi, oleh kaisar dan Senat. Sekarang

Senat tidak berarti, dan kekuatan yang sebenarnya di -

kuasai oleh angkatan perang, sementara kaisar melakukan

beberapa serangan terbaiknya dari Markas Besar, atau

dari kediamannya di Tréves dan Milan serta Ravenna. 

Kanker mematikan dalam tubuh kekaisaran yang

sangat luas ini yaitu  perpecahan. Saat Konstantin

membentuk “Romawi Baru” pada 330, kota ini menjadi

pusat dari agama barunya, Kristen, dan merupakan

simbol kesatuan baru. Pada fakta  nya, semenjak itu

kekaisaran barat yang memakai   bahasa Latin ini

mulai berpihak dengan wilayah sayap kanan yang meng -

gunakan bahasa Yunani (meski sering kali meng gunakan

dua bahasa). Kemunduran Romawi dicerminkan dengan

bangkitnya Konstantinopel.

Konstantin membuat pilihan bagus saat ia memutuskan

mengembangkan sebuah kota kuno kecil di daerah

semenanjung berbatu di Laut Hitam menjadi Romawi

versi baru. Tentu saja, dikatakan bahwa Tuhan telah

menuntun nya melakukan hal itu, meski tidak diperlukan

pengetahuan yang luar biasa untuk melihat bahwa

semenanjung itu merupakan basis yang jauh lebih baik

daripada Romawi, untuk menyelamatkan daerah per-

batasan kekaisaran di bagian timur yang goyah. Kota

kecil Byzantium kuno ini terletak di ujung semenanjung

yang berbatu. Konstantin menutup wilayah itu lima kali

hingga berada di belakang tembok sepanjang 2 kilometer,

dan untuk merayakan ibu kota barunya, dia membangun

gereja besar Kristen pertama dan sebuah majelis dengan

ubin marmer, dengan tiang-tiang porfiria setinggi 30

meter dari batuan pe gunungan Mesir yang bagian puncak-

nya menampilkan patung Apollo dengan kepala Konstantin

sendiri. Sebuah hipodrom, arena yang digunakan untuk

prosesi dan pacuan yang dihubungkan melalui tangga

spiral menuju aula-aula resepsi, perkantoran, wilayah

permukiman, pemandian, dan barak-barak istana ke-

kaisaran. Dalam waktu satu abad, di wilayah ini inada 

sebuah sekolah, sirkus, 2 bangunan teater, 8 pemandian

umum dan 153 pemandian pribadi, 52 serambi bertiang,

5 lumbung, 8 terowongan air dan waduk, 4 aula per-

temuan pengadilan dan senator, 14 gereja, 14 istana,

dan 4.388 rumah di samping rumah penduduk biasa.

Pada saat itu, wilayah ini hampir sepenuhnya dikelilingi

tembok, yang juga mengarah ke laut, kecuali di sepanjang

sungai Golden Horn, yang dilindungi dengan rantai

yang sangat besar (hanya diputus satu kali pada 1203

oleh pasukan Perang Salib Keempat, yang memuat kapal

dengan batu-batu, menyiapkan gunting besar pada haluan


kapal, melaju ke arah rantai dan mengguntingnya).

Keindahan dan laju pembangunannya menjadikan

ibu kota yang dibangun Konstantin ini mencapai kejayaan.

Namun dalam satu generasi kota ini sudah meraih hasil

yang bertolak belakang dengan yang diinginkan pendirinya

dahulu: bukan mencapai persatuan namun   menghasilkan

perpecahan, yang ditegaskan oleh Kaisar Valentinian. Ia

memiliki karakter yang impresif—juara gulat, prajurit

tangguh, energik, sangat teliti dalam mempertahankan

kekaisaran; dan ia memutuskan kepentingan kekaisaran

akan lebih baik dilakukan dengan pembentukan dua

sub-kekaisaran, yang akan mempertahankan wilayahnya

masing-masing. Pada 364 ia menjadikan adiknya yang

bernama Valens sebagai kaisar pertama wilayah timur,

sementara Valentinian sendiri tetap mengendalikan

kekaisaran wilayah barat. Cara ini mungkin akan berhasil,

jika ada - terhadap kesatuan wilayah.

Namun ternyata tidak. Kekaisaran ini, meski berdasarkan

perhitungan masih disatukan oleh sejarah dan garis

keluarga, mulai pecah: dua ibu kota, dua dunia, dua

bahasa, dan dua keyakinan (masing-masingnya memper -

juangkan keyakinan mereka akan pemujaan berhala dan

ajaran sesat).

Ini bukanlah dasar kuat untuk melawan musuh, baik

yang berasal dari dalam maupun dari luar kekaisaran.

Di bagian timur inada  kekaisaran musuh besar, Persia;

di Afrika, kaum Moor melakukan pemberontakan; dan

tepat di seberang utara Eropa dan wilayah perbatasan

Asia Dalam, ada orang-orang liar, penduduk yang tidak

memakai   bahasa Yunani atau Latin. Dengan terus

berlangsungnya serbuan orang-orang barbar yang melintasi

wilayah Rhine dan Danube, Romawi—istilah yang kadang

mencakup wilayah Konstantinopel dan kadang tidak,

tergantung konteks—berusaha mempertahankan diri

dengan serangkaian strategi, mulai dari memakai  

kekuatan yang sama sekali palsu hingga melakukan

negosiasi, penyuapan, kawin campur, perdagangan, dan

akhirnya mengendalikan imigrasi. Usaha terakhir inilah

yang pada akhirnya merupakan satu-satunya cara yang

memungkinkan untuk menghancurkan serangan, sekaligus

memicu kerusakan yang tidak bisa dielakkan pada masa

yang akan datang. Orang-orang barbar yaitu  para

petarung tangguh; jadi masuk akal untuk mempekerjakan

mereka, dengan konsekuensi membingungkan bagi kedua

belah pihak. Musuh menjadi sekutu, yang pada akhirnya

sering menentang saudaranya sendiri. Perdamaian selalu

berhasil diraih setelah terjadi serangkaian kehancuran:

pasukan diperkuat dengan gelombang besar orang-orang

barbar, namun   pajak melambung tinggi untuk membayar

gaji mereka; kepercayaan terhadap pemerintah menurun,

dan korupsi merajalela. Pada akhir abad keempat batas-

batas kekaisaran terlihat seperti sistem pertahanan yang

lemah, dan dengan mudah orang-orang barbar bergerak

pelan, melakukan serangan langsung atau persekutuan

temporal, sementara militer—penengah akhir dari otoritas

politik dan para penjaga wilayah perbatasan—seperti

sel-sel darah dari tubuh kekaisaran yang semakin menua

ini, selalu sibuk menyelesaikan masalah baru, dan

jumlahnya tidak pernah cukup. 

Tidak semua musuh-musuh kekaisaran berada di atau

jauh dari wilayah perbatasan. Sejak keputusan Konstantin

untuk mengadopsi ajaran Kristen pada awal abad itu,

ibu kota barunya sudah menjadi pusat perpecahan ter -

hadap dan atas pertikaian politik pada umumnya yakni

tentang pergantian kepemimpinan. Orang-orang Kristen

pada dasarnya menentang penyembahan terhadap berhala,


yang terbukti sangat ulet dalam hal ini. Di samping itu,

orang-orang Kristen juga bertikai satu sama lain, sebab 

ini merupakan masa-masa awal doktrin gereja, di mana

para musuh dengan sengit menentang keberadaan satu

tuhan, konsep trinitas, yang sama-sama merupakan

manusia dan memiliki sifat ketuhanan. Tidak seorang

pun bisa memahami misteri ini, namun   hal itu tidak

meng hentikan musuh para pemeluk Kristen untuk

menyatakan opini-opini tegas, menentang paham ortodoks

baru, dan menandai lawan mereka tidak ortodoks dan

menganut ajaran yang salah.

Ajaran salah yang paling menantang yaitu  ajaran

Arius, yang dibawa oleh seorang Pendeta Alexandria

yang bernama sama, yang menyatakan bahwa Yesus

sepenuhnya yaitu  manusia—anak angkat Tuhan—dan

oleh sebab  itu tidak memiliki sifat ketuhanan, dan

sebab nya lebih rendah daripada ayahnya sendiri. Gagasan

ini dianggap menarik oleh kaisar wilayah timur, khususnya

Valens, mungkin hal ini sama sekali tidak menarik bagi

kaisar wilayah barat. Dalam bentuk inilah, ajaran Kristen

pertama kalinya sampai kepada orang-orang Goth, yang

lalu   berpindah agama memeluk Kristen, yang

lalu   menjadi kaum Arian yang keras kepala.

Inilah yang lalu   menjadi bangsa yang gemilang,

dengan jumlah sangat banyak dan menimbulkan masalah

sehingga sekali lagi Valens bersiap mempertahankan

wilayahnya saat ia bergerak ke utara dari Konstantinopel

pada awal musim panas tahun 378, berencana meng -

gabung kan diri dengan sesama kaisar pembantu dan

musuh nya, Gratian, keponakannya yang ambisius.

p

SEKARANG EGO yang ada dalam diri Valens memegang

kendali. Valens, yang sudah meminta bantuan Gratian,

iri akan kesuksesan keponakannya itu, dan ingin

mendapatkan kemenangan itu untuk dirinya sendiri.

Pada Juli ia bergerak ke utara menuju Adrianopolis,

para pengintainya melaporkan bahwa pasukan Goth

datang mendekat, namun   jumlahnya hanya 10.000 orang

prajurit, jumlah yang lebih sedikit ketimbang pasukannya

yang berjumlah 15.000 orang. Di luar wilayah Adriano -

polis, Valens membuat pangkalan di dekat persimpangan

Sungai Maritsa dan Tundzha, dan selama beberapa hari

memagari pangkalannya dengan parit dan pagar kayu

runcing. Tepat sesudah itu seorang perwira datang dari

hulu Sungai Danube membawa sepucuk surat dari Gratian

yang meminta pamannya untuk tidak melakukan tindakan

gegabah hingga bala bantuan datang. Valens mengadakan

rapat dengan dewan perang. Beberapa anggota setuju

dengan Gratian, sementara lainnya berbisik bahwa

Gratian hanya ingin ikut merasakan kemenangan yang

seharusnya milik Valens sendiri. Dan Valens sependapat

dengan gagasan yang kedua. Persiapan perang pun terus

dilanjutkan.

Fritigern, dalam kemah pertahanan yang dikelilingi

kereta-kereta kuda berjarak 13 kilometer di atas Tundzha,

mengambil sikap hati-hati untuk melakukan perang. Di

sekelilingnya tidak hanya ada pasukannya sendiri, namun  

juga seluruh penduduk mereka: yang jumlahnya mungkin

30.000 orang, dengan rombongan kereta kuda dengan

beban berat, semuanya diatur dalam susunan keluarga,

sehingga tidak mungkin mengubah susunan rombongannya

dalam waktu kurang dari satu hari. Untuk berperang

secara efektif—jauh dari iring-iringan kereta—maka ia

akan memerlukan   bantuan; dan ia perlu mendapat

p

bantuan pasukan berkuda Ostrogoth yang berlapis baja.

Sementara menunggu, ia mengirim para pengintai untuk

membakar hangus ladang-ladang gandum yang terletak

antara perkemahannya dan perkemahan pasukan

Romawi—dan seorang pembawa pesan tiba di perkemahan

ke kaisaran, membawa sepucuk surat: ya, para pimpinan

“barbar” cukup piawai memakai   sekretaris yang

lancar memakai   bahasa Latin untuk berkomunikasi

dengan orang Romawi. Surat resmi ini dibawa oleh

seorang pendeta Kristen, mungkin ajudan Visigoth yang

berharap bisa membuatnya memeluk Kristen. Surat itu

merupakan permohonan resmi untuk kembali pada status

quo: perdamaian, untuk mendapatkan wilayah dan per -

lindungan dari serangan membabi buta yang mendekat

dari arah timur.

Valens tidak akan menerima permohonan itu. Ia

meng inginkan kemenangan penuh: Fritigern ditangkap

atau dibunuh, orang-orang Goth ketakutan. Valens

menolak membalas surat itu dan menyuruh pendeta itu

pergi dengan menyampaikan penghinaan bahwa dirinya

tidak cukup penting untuk ditanggapi serius.

Keesokan harinya, pada tanggal 9 Agustus, pasukan

Romawi sudah siap tempur. Semua peralatan yang tidak

penting—tenda-tenda cadangan, pelindung dada, dan

jubah kekaisaran—dikirim kembali ke Adrianopolis untuk

disimpan, dan pasukan berkuda serta pasukan infanteri

diberangkatkan menuju perkemahan Visigoth dan

rombongan kereta kuda mereka menempuh jarak 13

kilometer. Meskipun perjalanannya cukup pendek, namun  

sangat melelahkan, melalui ladang-ladang yang terbakar,

di bawah terik matahari, tanpa adanya sungai untuk

menyegarkan pasukan bersenjata berat ini .

Setelah beberapa jam pasukan berkuda dan infanteri

Romawi tiba di perkemahan Visigoth dan rombongan

kereta kuda mereka, lalu tercetuslah perang sengit diiringi

lagu-lagu pujian terhadap nenek-moyang suku Goth.

Serangan cepat ini membuat pasukan Romawi berpencar,

dengan satu sayap pasukan berkuda jauh di depan,

sementara pasukan infanteri berada di belakang, memblokir

jalan keluar kedua. Perlahan keduanya menjadi satu

barisan, menodongkan senjata mereka dan membuat

suasana gaduh dengan membentur-benturkan tameng

mereka satu sama lain mengalahkan teriakan orang-

orang barbar itu.

Bagi Fritigern, yang saat itu masih menunggu bala

bantuan, ini merupakan pemandangan dan suara yang

membuatnya tidak berdaya. Ia kembali mengulur waktu,

mengirim sebuah permintaan perdamaian; dan lagi-lagi,

Valens mengusir utusan sekaligus menghinanya. Dan

masih tidak terlihat tanda-tanda kedatangan pasukan

kavaleri Ostrogoth. Saatnya bagi Fritigern kembali

mengirim pesan, usulan perdamaian lainnya, menaikkan

taruhan, menyarankan bahwa jika Valens mengirim

seorang wakil berpangkat tinggi, maka ia sendiri yang

akan datang untuk bernegosiasi. Kali ini Valens setuju,

dan seorang sukarelawan yang sesuai sedang dalam

perjalanan, ketika sekelompok pengendara kuda terdepan

pasukan Romawi yang haus akan kemenangan, mungkin,

melakukan serangan mendadak ke sisi perkemahan

pasukan Visigoth. Diplomat sukarela itu bergegas

mundur—tepat pada waktunya, sebab  pada saat itulah

pasukan kavaleri Ostrogoth melaju kencang di sepanjang

lembah. Pasukan kavaleri Romawi bergerak maju meng-

hadang  baru di hadapan mereka.

Momen inilah yang dinanti-nantikan Fritigern. Pasukan

infanterinya tiba-tiba menyerbu dari iring-iringan kereta

kuda, menembakkan panah, melempar tombak, hingga

kedua barisan itu melakukan baku tembak dan terkepung

dalam gelombang tameng, pedang, dan tombak-tombak

patah, ruang gerak mereka begitu sempit sehingga para

prajurit kesulitan mengangkat tangan mereka untuk

melakukan serangan—atau, jika melakukannya, mereka

akan menurunkan tangannya lagi. Debu beterbangan,

menutupi medan pertempuran dalam kabut tebal yang

menyesakkan napas dan membutakan mata. Di luar

arena pertempuran itu, pasukan pemanah dan pelempar

tombak Visigoth tidak perlu membidik: setiap tembakan

dilancarkan secara acak, melesat dan menembus kabut

yang mengaburkan pandangan, dan mereka kesulitan

untuk menentukan satu titik sasaran.

lalu   datanglah pasukan kavaleri dalam jumlah

besar, tanpa ada pasukan kavaleri Romawi untuk meng -

hentikan mereka, menginjak-injak korban yang sekarat,

kapak-kapak perang mereka membelah pelindung kepala

dan dada para prajurit infanteri yang dilemahkan oleh

cuaca panas, diperberat oleh pakaian lapis baja dan ter -

gelincir di atas tanah yang basah oleh darah. Dalam

waktu satu jam, barisan pasukan Romawi yang masih

hidup tewas terbunuh. “Sebagian mati tanpa tahu siapa

yang menyerangnya,” tulis Ammianus. “Sebagian lagi

tewas hanya sebab  terimpit, sebagian lagi dibunuh oleh

rekan seperjuangannya sendiri.”

Saat matahari tenggelam, kebisingan perang mereda,

berubah hening menjadi malam tanpa bulan. Dua pertiga

pasukan Romawi—mungkin 10.000 prajurit—tergeletak

tewas, bercampur dengan mayat kuda. Sekarang lapangan-

lapangan gelap dipenuhi dengan suara-suara lain, saat

jeritan, isak tangis, dan rintihan dari mereka yang terluka

diikuti dengan suara mereka yang selamat yang ada di

seberang ladang-ladang yang hangus terbakar dan di

sepanjang jalan pulang menuju Adrianopolis.

Tidak seorang pun tahu apa yang terjadi pada Valens.

Pada satu waktu selama perang terjadi, ia kehilangan

atau ditinggalkan oleh pengawalnya dan kembali pada

pasukannya yang paling disiplin dan berpengalaman,

untuk melakukan pertahanan terakhir. Seorang jenderal

menunggang kuda memanggil pasukan cadangan, dan

mendapati mereka semua sudah melarikan diri. Setelah

itu, tidak ada yang tahu. Beberapa orang mengatakan

bahwa sang kaisar tewas terkena tembakan panah, tidak

lama setelah malam tiba. Atau mungkin ia mengungsi ke

sebuah rumah petani besar di dekat sana, yang dikepung

dan lalu   dibakar habis, bersama dengan mereka

yang ada di dalamnya—kecuali seorang laki-laki yang

berhasil menyelamatkan diri dari sebuah jendela untuk

mengatakan apa yang telah terjadi. Kisah itu berasal dari

Ammianus. Tidak ada cara untuk membuktikannya,

sebab  jasad kaisar tidak pernah ditemukan.

Kekerasan terus berlangsung, dan kekaisaran tidak

bisa menanggulanginya. Dari para pembelot dan tahanan,

pemerintahan Visigoth tahu apa yang disembunyikan di

Adrianopolis. Saat fajar menyingsing mereka bergerak

maju melewati medan pertempuran, tidak lama setelah

para prajurit yang selamat mencari perlindungan. Namun

tidak ada tempat yang aman; sebab  para pengawal,

berjuang keras mempersiapkan pengepungan yang tidak

pernah mereka pikirkan sebelumnya, takut akan melemah -

kan pertahanan, menolak membukakan gerbang bagi

rekan-rekan mereka yang melarikan diri dari musuh.

Pada tengah hari pasukan Visigoth sudah mengepung

dinding perbatasan, menjerat para prajurit Romawi yang

selamat di sana. Dalam keputusasaan, sekitar 300 orang

menyerahkan diri, hanya untuk mengantarkan nyawa

dan lalu   langsung dibantai di tempat.

Untungnya bagi kota Adrianopolis, hujan badai serta

petir menyapu bersih serangan, yang membuat pasukan

Visigoth terpaksa kembali ke iring-iringan kereta kuda

mereka dan membuat pasukan penjaga bisa menopang

gerbang-gerbang kota dengan batu dan menyiapkan

trebuset/alat pelontar dan busur-busur pengepung. Saat

pasukan Visigoth menyerang keesokan harinya, mereka

kehilangan ratusan pasukan yang tewas terkena lemparan

batu, menjadi sasaran anak panah sebesar tombak, dan

terkubur bebatuan yang dijatuhkan dari atas.

Menyerah atas serangan itu, mereka beralih pada

target-target yang lebih mudah di daerah luar kota,

menguasai jalan sejauh 200 kilometer menuju gerbang-

gerbang utama Konstantinopel. Di sanalah serangan

terhenti, dilumpuhkan oleh tembok pertahanan yang

luar biasa, dan lalu   oleh sebuah peristiwa menakut -

kan. Saat kota meningkatkan pertahanannya, pasukan

Saracen tiba-tiba muncul dari gerbang. Salah satu prajurit

yang ditakuti ini, membawa sebilah pedang dan hanya

mengenakan cawat pinggang, menyerbu sumber keributan,

menebas leher seorang prajurit Goth, menangkap mayatnya

dan meneguk darah yang mengalir. Pemandangan itu

saja sudah bisa menghilangkan sisa semangat pasukan

Goth dan membuat mereka terpaksa mundur ke arah

utara.

Perang berlangsung selama empat tahun ke depan,

yang berakhir dalam sebuah kesepakatan yang memberikan

orang-orang Goth apa yang sejak semula sudah disetujui:

wilayah bagian selatan Sungai Danube dan kondisi

setengah merdeka, dengan prajurit mereka berjuang

untuk Romawi di bawah pimpinan mereka sendiri.

Kesepakatan ini tidak bertahan lama, sebab  suku Goth

yaitu  suku yang bergerak maju, migrasi orang-orang

barbar paling banyak yang akan merusak kekaisaran.

Seorang Visigoth yang berjuang dalam perang di Adriano -

polis bisa saja terus hidup melalui revolusi berikut nya,

yakni sebuah langkah maju yang perlahan bergerak

semakin dalam ke jantung pertahanan kekaisaran,

perebutan kekuasaan Romawi secara singkat yang terjadi

pada 410, pergerakan melintasi Pyreness dan kembali

untuk terakhir kalinya melintasi pegunungan yang sama

guna memperoleh perdamaian yang akhirnya didapat di

Perancis barat daya.

DAN SEMUA kekacauan ini—krisis para pengungsi,

pemberontakan, malapetaka yang terjadi di Adrianopolis,

serangan di Konstantinopel, perdamaian yang tidak

mungkin terjadi, pengikisan secara berangsur-angsur

oleh orang-orang barbar—dilepaskan oleh “ras yang

tidak dikenal” di wilayah timur. Masih tidak ada seorang

pun di kekaisaran atau di wilayah yang lebih dekat dari

kebiadaban ini yang tahu mengenai mereka.

Mungkin mereka sudah tahu. sebab , seperti yang

sepintas disebutkan Ammianus, di antara pasukan kavaleri

yang datang menyelamatkan Fritigern yaitu  sebuah

pasukan pemanah berkuda bersenjata ringan, yang

jumlahnya hanya ratusan, yang mungkin berfungsi sebagai

pasukan kuda barisan terdepan bagi pasukan utama

Goth. Kedatangan mereka pada sebelumnya itulah yang

membuat pasukan Romawi terpaksa mundur, sehingga

pasukan Goth bisa menembus wilayah Thrace. Tidak

diragukan lagi mereka sudah menjadi penjarah dan mata-

mata yang baik, mengusik sisi-sisi pertahanan musuh.

Jika mereka terlibat pertempuran di luar wilayah

Adrianopolis, tidak seorang pun yang menaruh perhatian

terhadap sosok-sosok yang agak kasar dalam balutan

baju besi seadanya; namun   lalu  , saat terjadi perampas -

an, keberadaan mereka terlihat. Lalu mereka lenyap,

sebab  beberapa kota sudah hancur, dan barang-barang

yang bisa dirampas pun tidak mencukupi. namun  , mereka

pergi dengan membawa sejumlah harta rampasan, yakni:

informasi. Mereka telah melihat apa yang harus ditawarkan

pada wilayah barat. Mereka telah menyaksikan hari

terburuk Romawi sejak dikalahkan Hannibal di Cannae

160 tahun yang lalu. Mereka mungkin bahkan sudah

menduga bahwa Romawi akan banyak bergantung pada

pasukan kavaleri, yang, seperti yang mereka tahu, tidak

sesuai dengan tipe perang mereka sendiri. Mereka sudah

melihat masalah-masalah Romawi yang lebih luas: sulitnya

mengamankan wilayah-wilayah perbatasan yang bisa

ditembus, kemustahilan untuk mengumpulkan dan

menggerakkan pasukan dalam jumlah besar dalam per -

tarungan melawan pasukan gerilya yang bergerak cepat,

keangkuhan bangsa “beradab” saat menghadapi “orang-

orang barbar”. Sementara terjadi kerusuhan di seluruh

wilayah Balkan kekaisaran itu, para pasukan pemanah

berkuda ini bergegas kembali ke wilayah utara dan timur

dengan membawa sedikit harta rampasan mereka, dan

informasi intelijen penting yang mereka miliki: kekaisaran

ini kaya dan mudah diserang.

Para penunggang kuda bersenjata ringan dan mampu

bergerak kencang ini yaitu  orang-orang Hun pertama

yang mencapai wilayah Eropa tengah. Kerabat-kerabat

merekalah yang mencetuskan keributan yang telah


menyerang orang-orang Goth di sepanjang Sungai

Danube. Tidak lama lalu  , di bawah para pemimpin

yang paling bengis, mereka juga akan menyeberangi

sungai itu, dengan konsekuensi mendatangkan kehancuran

yang lebih buruk terhadap kekaisaran yang diakibatkan

orang-orang Goth ini.

ini 

TIDAK SEORANG PUN TAHU DARI MANA ORANG-ORANG ATTILA

ini berasal. Orang-orang mengatakan bahwa mereka

pernah hidup di sekitar tepian perbatasan wilayah yang

sudah dikenal, bagian timur rawa Maeotic—Laut Azov

yang dangkal dan berawa—sisi lain Selat Kerch yang

menghubungkan laut pedalaman ini dengan induknya,

Laut Hitam. Mengapa dan kapan mereka sampai di

sana? Mengapa dan kapan mereka mulai bergerak ke

barat? Tidak ada keterangan, hanya diisi oleh cerita-

cerita rakyat.

Pada suatu masa, suku Goth dan Hun hidup ber -

dampingan, dipisahkan oleh Selat Kerch. sebab  mereka

hidup terpisah, suku Goth di Crimea yang terletak di

sebelah barat dan suku Hun di dataran bagian utara

pegunungan Kaukasus, mereka tidak menyadari ke ber -

adaan satu sama lain. Suatu hari seekor sapi muda milik

suku Hun dipukul seorang pengganggu dan lari melintasi

rawa selat itu. Penggembala sapi, mengejar hewan

gembalanya melintasi rawa, menemukan lahan baru,

kembali, dan menceritakan hal itu kepada seluruh anggota

sukunya, yang segera siap berangkat perang menuju

wilayah barat. Kisah ini tidak menjelaskan apa pun,

sebab  banyak suku dan budaya menggambarkan asal-

usul mereka dalam kaitannya dengan seorang peng -

gembala. Kisah mencurigakan serupa sudah lama men -

cerita kan tentang Io, seorang pendeta perempuan yang

diubah menjadi seorang sapi betina oleh kekasihnya,

Zeus. Io, sebagai seekor sapi betina, diusir ke luar Asia

sebab  diserang seorang pengganggu, menyeberangi selat

ini, berenang melintasi laut, melalui wilayah Yunani, di

mana pulau-pulau Ionian diberi nama sesuai namanya,

hingga akhirnya ia sampai di Mesir; dan Zeus membawa

keturunan Io keluar wilayah Eropa, sebagai sapi jantan

untuk membentuk peradaban di benua yang diberi nama

sama dengannya. Jadi kisah-kisah dongeng tentang suku

Hun tidak membuat seorang pun puas. Untuk mengisi

kekosongan itu, para penulis Barat muncul dengan se -

rangkaian spekulasi sembarangan. Suku Hun dikirim

Tuhan sebagai bentuk hukuman. Mereka sudah bertarung

bersama Achilles dalam perang Troya. Para penulis kuno

menyebut mereka merupakan salah satu suku Asia,

“Scythia” menjadi pilihan yang paling populer, sebab 

julukan ini  digunakan secara luas terhadap suku

barbar. Faktanya, tidak seorang pun tahu—namun   tidak

seorang pun ingin mengakui ketidaktahuannya. Hal ini

penting juga bagi para penulis untuk menunjukkan

pengetahuan mereka tentang literatur Romawi dan

Yunani kuno, sebab , seperti yang diketahui setiap orang

ter pelajar, literatur klasik itulah yang membedakan orang

beradab dari orang-orang barbar. Jika sebagai seorang

penduduk Roma Anda menyebut Scythia atau Massegetae,

ini 

setidaknya Anda tahu tentang Herodotus, bahkan jika

keberadaan Hun tidak diketahui.

Juga tidak diketahui lebih banyak tentang korban

suku Hun. Menurut ahli sejarah Goth yang bernama

Jordanes, seorang Raja Goth menangkap beberapa orang

ahli sihir, yang ia usir ke pedalaman Asia. Di sana

mereka berpasangan dengan roh-roh jahat, menghasilkan

satu “suku bertubuh kerdil, lemah, dan kotor, hampir

tidak menyerupai manusia dan tidak memiliki bahasa

sendiri untuk berkomunikasi, namun   memiliki sedikit

kemiripan dengan bahasa manusia”. Mereka mulai

mengamuk saat para pemburu mengejar seekor kijang

betina—tidak ada sapi betina, pengganggu, atau peng -

gembala sapi dalam versi ini—menyeberangi Selat Kerch,

dan hingga, sialnya, sampai di wilayah Goth. 

Para ilmuwan tidak suka dengan adanya celah kosong

dalam sejarah seperti ini, dan muncullah pencerahan

dari seorang Sinolog (Ahli dalam ilmu kebudayaan China)

berkebangsaan Perancis yang bernama Joseph de Guignes,

yang berusaha mengisi kekosongan itu. De Guignes—

seperti tertulis dalam sebagian besar katalognya; atau

Deguines, begitu ia menyebut namanya sendiri—yaitu 

sebuah nama yang biasanya muncul dalam catatan kaki

artikel  -artikel   akademis, di mana saja. De Guignes pantas

mendapatkan lebih dari itu, sebab  teorinya tentang

asal-muasal suku Hun sudah menjadi kontroversi sejak

saat itu. Kini, kontroversi itu kembali muncul. Dan

mungkin teorinya memang benar.

Lahir pada 1721, de Guignes masih berusia dua

puluh tahunan saat ia ditunjuk menjadi “penerjemah”

bahasa bangsa Asia di Perpustakaan Kerajaan di Paris,

dan bahasa China menjadi keahlian khususnya. Dengan

karya monumental yang ia hadirkan, namanya langsung

menjadi terkenal. Kabar tentang anak muda cerdas

dengan banyak kepandaian ini menyebar hingga seluruh

Terusan. Pada 1751, pada usia 29 tahun, de Guignes

dipilih menjadi bagian dari kelompok Bangsawan Kerajaan

di London—anggota termuda yang pernah ada, sekaligus

orang asing. Ia menerima kehormatan ini dengan

menunjukkan sebuah rancangan karya, sebagaimana

sebuah kutipan menerangkan bahwa, “Segala hal yang

diharapkan orang ada dalam sebuah artikel   yang sangat

lengkap, dan de Guignes siap mencetaknya.” Namun,

tidak sepenuhnya demikian. Butuh waktu lima tahun

baginya untuk mencetak karyanya ini menjadi artikel  ,

dan dua tahun tambahan untuk menyelesaikannya;

karyanya yang berjudul Histoire générale des Huns, des

Turcs des Mogols diterbitkan dalam lima seri antara

tahun 1756 dan 1758. Orang-orang terhormat dalam

lingkungan Bangsawan Kerajaan akan memaafkan ke -

terlambatan ini, sebab  de Guignes sepertinya baru saja

akan tampil sebagai contoh akademisi zaman Pencerahan

yang bersinar. Ia akan menjadi kontributor utama untuk

pertukaran pengetahuan dan kritik lintas-Terusan yang

mengarah pada terjemahan Cyclopedia karya Ephraim

Chambers pada 1740-an dan perluasannya menjadi

Encyclopédie yang luar biasa di bawah jabatan redaktur

yang dipegang oleh Denis Diderot, seri pertamanya

diterbitkan pada tahun pemilihan de Guignes menjadi

anggota Bangsawan Kerajaan. Pada fakta  nya, de

Guignes tidak pernah keluar dari perpustakaan tempatnya

bekerja, sama sekali tidak memiliki semangat kritis seperti

orang-orang yang sezaman dengannya. Gagasan besarnya

yaitu  untuk membuktikan bahwa semua bangsa timur—

China, Turki, Mongolia, Hun—sebenarnya yaitu  anak

ini 

keturunan Nuh, yang sudah berkelana ke wilayah timur

setelah peristiwa Banjir Besar. Hal ini menjadi obsesi

dan tema utama untuk artikel   de Guignes berikutnya,

yang mencetuskan tindakan balasan dari orang-orang

skeptis, diikuti dengan satu anti-tindakan balasan dari

de Guignes yang bergeming. Ia tetap bergeming hingga

ajal menjemputnya sekitar 50 tahun lalu  . Sejarah

tentang dirinya tidak pernah diterjemahkan ke dalam

bahasa Inggris.

Namun, satu aspek dari teorinya, menjadi dasar dan

lalu   berkembang. Menurutnya, Attila dari suku

Hun merupakan keturunan suku yang dikenal dengan

sebutan “Hiong-nou” atau Hsiung-Nu, yang sekarang

dieja Xiongnu, atau satu suku non-China, atau mungkin

keturunan bangsa Turki. Setelah serangan kecil-kecil

selama berabad-abad yang tidak tercatat dalam sejarah,

orang-orang ini mendirikan sebuah kekaisaran nomaden

yang berpusat di wilayah yang sekarang yaitu  Mongolia

pada 209 SM (jauh sebelum bangsa Mongolia ada). De

Guignes tidak memperdebatkan alasannya, hanya

menyatakan sebagai sebuah fakta bahwa “Hiong-nou”

yaitu  suku Hun. Dalam satu temuan yang tidak terbukti,

ia memperluas cakupan penelitiannya hingga beberapa

abad dan ribuan kilometer.

Ini merupakan sebuah teori menarik, sebab  sesuatu

tentang orang-orang pada abad kedelapan belas ini

akhirnya diketahui, di mana semenjak itu beberapa

informasi baru sudah ditambahkan; dan memang sangat

perlu melihat lebih dalam pada sejarah Xiongnu untuk

mengetahui apa yang tidak dimiliki suku Hun dan

mungkin berharap mendapatkannya kembali saat mereka

melakukan perjalanan ke arah barat menuju sumber

kekayaan baru.

XIONGNU yaitu  suku pertama yang membangun sebuah

kekaisaran di luar perbatasan wilayah Asia Tengah China,

suku pertama yang mengeksploitasi cara hidup yang

lebih luas yang relatif baru dalam sejarah umat manusia.

90 persen dari 100.000 tahun kehidupannya, manusia

hidup sebagai pengumpul hasil buruan, mengatur lingkup

kehidupan dalam perbedaan musim, mengikuti pergerakan

hewan dan siklus tumbuh tanaman secara alami.

lalu  , sekitar 10.000 tahun yang lalu, lapisan-

lapisan es besar terakhir meleleh dan kehidupan sosial

mulai berubah, secara relatif berlangsung sangat cepat,

menimbulkan perkembangan dua sistem. Yang pertama

yaitu  sistem pertanian, yang dari sana menurunkan

hubungan yang kita kenal pada zaman sekarang—

populasi, pertumbuhan, kesehatan, kesenangan, kota,

seni, literatur, industri, perang berskala besar, pemerintah -

an: sebagian besar hal yang bersifat statis, warga  

kota menyamakan diri dengan peradaban. Namun

pertanian juga menghasilkan hewan peliharaan jinak,

yang dengan itu orang-orang bukan petani bisa me -

ngembangkan cara hidup lain yang sepenuhnya berbeda,

yang disebut penggembala pengembara—penggembala

nomaden. Bagi para penggembala ini, dunia baru

diisyaratkan dengan adanya: ladang rumput, atau padang

rumput yang sangat luas, yang membentang di wilayah

Eurasia lebih dari 6.000 kilometer dari Manchuria hingga

Hongaria. Para penggembala harus mempelajari cara

terbaik memanfaatkan padang rumput ini , menuntun

unta-unta dan domba menjauhi areal yang lebih basah,

mencari padang dengan tanah berkapur untuk kuda-

kuda, memastikan sapi dan kuda lebih dulu mendapat

rumput yang lebih tinggi daripada domba dan kambing,

yang memakannya hingga ke akar.

ini 

Kunci kekayaan padang rumput yaitu  kuda, yang

dijinakkan dan dikembangbiakkan selama 1.000 tahun

untuk menghasilkan berbagai sub-spesies baru—hewan

bertubuh pendek gemuk, berbulu kasar, tangguh, dan

penurut yang tidak terhingga nilainya untuk transportasi,

menggembala, berburu, dan perang. Para penggembala

sekarang bebas menjelajahi padang rumput dan

memanfaatkannya dengan mengembangkan binatang

peliharaan—domba, kambing, unta, lembu, sapi jenis

yak. Dari pemeliharaan itu dihasilkan daging, bulu, kulit,

kotoran hewan untuk bahan bakar, bulu wol untuk

pakaian dan tenda, dan 150 jenis produk olahan susu,

termasuk minuman utama penggembala, bir dari susu

kuda betina yang sedikit difermentasi. Dengan dasar

inilah, secara teori para penggembala nomaden bisa

menjalani hidup mandiri tanpa batas, tidak berkelana ke

sana kemari, seperti anggapan orang luas, namun   dari

musim ke musim memanfaatkan padang rumput yang

sudah akrab dengan mereka.

Para penggembala nomaden juga merupakan pejuang

yang dilengkapi dengan senjata lengkap. Gabungan busur

berlekuk dua, desainnya mirip dengan semua busur yang

ada di sepanjang wilayah Eurasia, setingkat dengan

pedang khas Romawi dan senapan mesin sebagai senjata

yang mengubah dunia. Para penghuni padang rumput

ini memiliki semua elemen yang mereka butuhkan—

tanduk, kayu, urat daging, lem—(meski kadang mereka

membuat busur yang sepenuhnya terbuat dari tanduk),

dan dari waktu ke waktu mereka belajar bagaimana

menggabungkan kesemuanya itu agar bisa mencapai

nilai efektif yang optimal. Seorang pembuat busur akan

memakai   alas kayu untuk membelah tanduk, yang

berfungsi menahan tekanan, dan membentuk bagian

dalam busur. Urat-urat daging menahan sambungan,

dan dipasang di bagian luar. Ketiga elemen itu dijadikan

satu dengan lem yang terbuat dari urat daging atau ikan

yang dididihkan. Resep cepat ini tidak memberi petunjuk

akan keahlian yang dibutuhkan untuk membuat busur

yang bagus. Butuh waktu bertahun-tahun untuk menguasai

bahannya, lebarnya, panjangnya, waktu untuk membentuk -

nya, dan berbagai penyesuaian kecil yang tidak terhitung

jumlahnya. Saat keahlian ini diterapkan dengan benar

bersama keahlian dan kesabaran—butuh waktu satu

tahun atau lebih untuk membuat sebuah busur gabungan—

hasilnya yaitu  sebuah objek dengan kualitas luar biasa.

Ketika menarik tali dari lengkungannya yang terbalik

itu, sebuah busur menyimpan energi yang menakjubkan.

Prasasti pertama bangsa Mongolia pada 1225, mencatat

bahwa seorang keponakan Jenghis Khan menembak

beberapa target yang tidak ditentukan dan mengenai

sasaran dalam jarak sekitar 500 meter; dan, dengan

bahan-bahan modern dan panah-panah karbon yang

didesain khusus, busur tangan yang ada saat ini bisa

menembak sasaran dengan jarak hampir tiga perempat

mil. Tentu saja, dengan jarak lebih dari itu, sebuah busur

melesat menikung di udara melepaskan sebagian besar

kekuatannya. Pada jarak dekat, katakanlah 50-100 meter,

kepala anak panah tertentu yang dilepaskan dari busur

“berat” bisa mengungguli banyak tipe peluru dalam hal

kekuatan penetrasinya, yang bisa menembus kayu atau

pelindung dada dari besi hingga setengah inci.

Ujung-ujung panah memiliki sub-teknologi tersendiri.

Ujung panah dari tulang dianggap cukup untuk digunakan

saat berburu, namun   peperangan memerlukan   ujung

panah dari logam—perunggu atau besi—dengan dua

atau tiga sirip, yang akan dipasang pada panah. Metode

ini 

produksi massal untuk ujung panah perunggu yang

dibuat dari cetakan batu yang bisa digunakan kembali

ter sebut mungkin ditemukan di padang rumput ini

sekitar 1000 SM, yang memungkinkan seorang pe -

nunggang kuda membawa puluhan panah berukuran

standar berujung logam. Untuk memproduksi ujung

panah logam, kelompok-kelompok penggembala nomaden

memiliki ahli-ahli logam, yang tahu bagaimana melebur

logam dari besi, dan tukang besi dengan peralatan dan

keahlian untuk mencetak dan menempanya. Keduanya

merupakan spesialis yang akan melakukan yang terbaik

dari basis tetap mereka dan, selama migrasi, memerlukan  

kereta kuda untuk membawa peralatan mereka.

Oleh sebab  itu, hingga akhir milenium pertama SM,

penggembala nomaden padang rumput terlibat dalam

cara hidup baru yang rumit, para penggembala tambahan,

yang sebagian di antaranya berperan ganda sebagai

tukang—tukang kayu, ahli tenun, dan juga pandai besi—

dan sebagian besarnya, termasuk kaum perempuan,

berperan ganda sebagai pejuang. Berbeda dengan mereka

yang hidup menetap, kelompok petani di wilayah selatan

dan timur gurun pasir luas di wilayah Asia Tengah,

orang-orang ini tetap hidup berpindah. Memiliki keahlian

berkuda, menggembala hewan, busur, dan metalurgi

memunculkan para pemimpin tipe baru yang bisa

mengendalikan iring-iringan ternak dan akses ke padang-

padang rumput baru, sehingga hal itu menjadi sumber

daya untuk melakukan penaklukan. Saat nilai ekonomis

padang rumput meningkat, para pemimpin ini menggalang

persekutuan antarsuku, pasukan, dan akhirnya, kira-

kira semenjak 300 SM, hadirlah beberapa kekaisaran.

Namun evolusi ini menghasilkan bentuk kehidupan sosial

yang berbeda. Kekaisaran mengumpulkan kekayaan dan

Akar Suku Hun

Kekaisaran Motun, 174 SM

Perjalanan Suku Hun

harus dikelola. Dan kekaisaran memerlukan   pusat-

pusat kota—sebuah ibu kota—dan kota-kota kecil lainnya,

semuanya membentuk sebuah lapisan kota di atas akar

tradisi mereka yang nomaden. Di antara kekaisaran yang

ada ini, Xiongnu merupakan kekaisaran pertama dan

mungkin merupakan kekaisaran terbesar yang berkembang

sebelum munculnya kekaisaran Mongolia.

BANGSA Xiongnu mulanya hidu