“bobo Tenaga dalamku telah pulih!”
Murid Empu Blorok ini melompat ke udara berjundgir balik
beberapa kali lalu turun kembali dengan kedua kaki lebih dahulu
mencapai tanah!
“Gerakan dan ilmu mengentengi tubuhmu hebat sekali Prana,”
puji bobo .
Pranajaya tersenyum jumawa. “Ini semua adalah berkat
pertolonganmu. Kalau kau tidak ada pasti aku sudah mampus! Aku
berhutang budi dan berhutang nyawa padamu!”
bobo anakmanusia bersiul.
“Hutang budi dan hutang nyawa itu sebetulnya tak pernah ada
di dunia ini, saudara Prana,” sahut bobo anakmanusia . ”Kau tahu, budi
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
baik itu Tuhan yang memasukannya ke dalam hati nurani kita. Dan
nyawa itu Tuhan yang punya! Jadi kepada Tuhanlah kita semua
berhutang!”
Pranajaya tertawa.
“Walau bagaimanapun aku tetap merasa berhutang besar
sekali padamu. Kuharap Tuhan memanjangkan umurku dan bisa
membalas semua pertolonganmu...“
bobo anakmanusia geleng-gelengkan kepalanya. Ditepuknya bahu
Prana dan berkata, “Di samping nasib baik dan pertolongan Tuhan,
tentunya kau seorang tokoh silat yang sakti, Prana.”
“Ah, aku cuma manusia biasa saja. Penulis kusta gunung yang tak
tahu apa-apa...!” jawab Pranajaya rendahkan diri.
bobo tertawa. “Seorang Penulis kusta gunung yang dogol pasti sudah
mampus diseret dengan kuda! Kau tidak dan masih hidup!”
Prana angkat bahu.
“Sekarang terangkan kenapa sampai kau mengalami nasib
demikian,” kata bobo anakmanusia pula.
“Aku dilepas oleh guruku untuk mencari Tiga Penulis kusta .
Mereka telah membunuh bapakku dan salah seorang dari mereka
membacok buntung lengan kiriku ini! Di samping itu. Empu Blorok
juga menugaskanku mencari senjata mustika miliknya yang dicuri
oleh seorang sahabatnya bernama Bagaspati.”
“Senjata apa yang dicuri itu?” kepingin tahu bobo .
“Sebuah cambuk bernama Cambuk Api Angin.”
“Namanya hebat, pasti itu senjata dahsyat sekali,” ujar bobo .
“Kau sudah tahu di mana itu si Bagaspati bercokol?” tanya
bobo kemudian.
Pranajaya mengangguk.
“Di Pulau makam Penulis kusta ,” jawab Penulis kusta tangan buntung itu.
“Pulau makam Penulis kusta ? Di mana itu? Aku tak pernah dengar!”
“Menurut guruku terletak di ujung timur Pulau Jawa...“
“Cukup jauh dari sini,” kata bobo .
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
Prana mengangguk lagi. “Aku bernasib sial,” katanya. “Tiga
Penulis kusta ternyata sangat tinggi ilmunya dan belum apa-apa aku
sudah kena disikat mereka. namun demi arwah ayah, sampai serahkan
jiwapun aku tetap musti bisa membereskan ketiga bangsa itu!”
Prana berdiri dari duduknya.
“Kau mau ke mana?!” tanya bobo .
“Kembali ke Kuburan penulis untuk-mencari Tiga Penulis kusta !”
bobo berdiri pula. “Dengan pakaian macam ini kau mau masuk
ke Kuburan penulis ?”
Prana memandang ke dirinya. Seluruh pakaian birunya sudah
hancur robek-robek, kotor oleh darah dan debu. Penulis kusta ini
menggigit bibir.
bobo tertawa.
“Aku ada satu stel persediaan pakaian,” katanya. Dari balik
punggungnya Pendekar 10000an mengeluarkan sebuntal pakaian. “Ini,
pakailah,” bobo melemparkan pakaian itu.
Prana menyambutnya. “Terima kasih,” kata Penulis kusta ini lalu
cepat-cepat berganti pakaian di balik semak belukar.
“Aku juga akan ke Kuburan penulis ,” kata bobo “Seorang sahabatku
lenyap tak tentu entah ke mana. Aku musti cari dia!”
“Kalau begitu kita pergi sama-sama,” ujar Pranajaya. “Tiga Setan
Darah musti mampus ditanganku!,” murid Empu Blorok ini kepalkan
tinju tangan kanannya. “Salah seorang dari mereka telah merampas
pedang warisan guruku! Mereka musti benar-benar mampus!”
bobo menepuk bahu Pranajaya. “Sudah sobat, mari kita
berangkat!”
Kedua pendekar itu meninggalkan telaga. Dengan ilmu lari cepat
masing-masing keduanya menuju kembali ke Kuburan penulis . Di saat itu
matahari telah menggelincir ke ufuk barat. Diam-diam Pranajaya
memperhatikan gerak dan cara lari bobo anakmanusia . Penulis kusta ini bermata
tajam dan berpikiran cerdas. Dia segera mengetahui kalau saat itu
bobo hanya mengeluarkan setengah bagian saja dari kecepatan ilmu
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
larinya sedang dia sendiri sudah mempergunakan keseluruhan
kecepatan ilmu lari warisan Empu Blorok! Jika bobo mau pastilah dia
akan ketinggalan jatuh di belakang. Diam-diam Pranajaya membathin
siapa dan murid guru sakti dari manakah sesungguhnya bobo ? Empu
Blorok pernah menerangkan tentang tokoh-tokoh silat ternama di
rimba persilatan. namun tak pernah menyebut-nyebut seorang pendekar
muda bernama bobo . Dalam berpikir dan berlari itu akhirnya mereka
telah sampai di pintu gerbang Kuburan penulis .
bobo anakmanusia memperlambat larinya.
“Kulihat ada kelainan di pintu gerbang saat ini,” kata bobo .
Pranajaya memperhatikan ke arah pintu gerbang. Apa yang
diucapkan bobo memang betul. Pada pintu gerbang Kuburan penulis kelihatan
sepuluh orang pengawal, padahal sebelumnya cuma ada dua orang
yang berdiri di situ.
“Aku mendapat firasat mereka hendak membuat urusan dengan
kita..,” kata Pranajaya.
“Kita lihat saja. Jika betul tak usah ragu-ragu untuk memberi
sedikit hajaran pada mareka, Prana!” Begitu sampai di pintu gerbang
Kerajaan ke sepuluh pengawal pintu gerbang berjejer rapi, masing--
masing memalangkan tombak. Salah seorang dari mereka maju
membentak.
“Berhenti!”
bobo anakmanusia dan Pranajaya hentikan lari masing-masing.
Mereka memperhatikan, rata-rata tampang pengawal-pengawal itu
bengis semua.
Yang tadi membentak berpaling pada salah seorang kawannya
dan bertanya, “Apakah ini kunyuk-kunyuk yang tadi kau lihat
melarikan diri dari Kuburan penulis ?!”
Pengawal yang ditanya mengangguk. Meski sudah berganti
pakaian namun pengawal itu masih dapat mengenali Pranajaya dan
juga bobo anakmanusia .
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
Pengawal yang tadi bertanya palingkan kepala kembali pada
bobo dan Prana. Dia segera hendak buka mulut berikan perintah
namun bobo anakmanusia dengan cengar cengir mendahului.
“Pengawal, omongmu seenaknya saja! Kau kira kami ini apa
pakai memaki kunyuk segala?! Coba kacakan mukamu di telapak
kakiku ini dulu, baru nanti kau tahu apa kami yartg kunyuk atau kau
yang monyet!”
Habis berkata begitu bobo anakmanusia angkat tinggi-tinggi kaki
kanannya dan diajukan tepat-tepat ke muka si pengawal yang tadi
memaki. Tentu saja marah pengawal ini bukan alang kepalang!
“Bangsat rendah! Kau lebih pantas mampus dari pada ditangkap
hidup-hidup!” Pengawal ini secepat kilat tusukkan tombaknya kepada
bobo anakmanusia .
Pendekar 10000an ganda tertawa. “Sompret betul!,” makinya
kemudian. “Orang suruh berkaca malah menyerang! Ini makan
kakiku!”
Hampir tak kelihatan bagaimana cepatnya gerakan kaki murid
Eyang Sinto Gendeng itu, tahu-tahu tendangannya sudah mendarat
didagu si pengawal!.Pengawal itu terpelanting jauh, tombaknya
mental, mulutnya berdarah dan tubuhnya melingkar di muka pintu
gerbang tanpa kabarkan diri!
Melihat ini sembilan pengawal lainnya segera menyebar
mengurung!
“Bedebah laknat!,” kata salah seorang dari mereka, “lebih baik
kalian serahkan diri. Kalau tidak nyawa kalian pasti tidak ketolongan!”
“Siapa yang minta tolong soal nyawa padamu tikus pintu
gerbang!” damprat bobo .
“Ulurkan kedua tangan kalian!” perintah pengawal yang seorang
itu sambil mengeluarkan segulung tali besar. “Kalian harus kami seret
kehadapari Tiga Penulis kusta !”
“Oh, jadi manusia-manusia muka kepiting rebus itu yang
menyuruh kalian menghadang kami di sini?!” bentak Pranajaya.
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
“Tak usah banyak bacot! Ulurkan kedua tangan kalian!”
bobo anakmanusia , palingkan kepala pada Prana dan kedapkan
matanya. Lalu pada pengawal itu dia berkata, “Kalau betul Tiga Setan
Darah yang memerintahkan kalian untuk menangkap kami, kami tak
bisa berbuat apa-apa selain serahkan diri…” Dan Pendekar 10000an
ulurkan kedua tangannya pada pengawal itu seraya berkata, “namun
saudara, kawanku cuma punya satu tangan, apakah kau akan ikat
juga dia....?!”
“Aku bilang tak usah banyak mulut!” sentak si pengawal. Tali
yang ditangannya dengan cepat digulung dan mengikat kedua
pergelangan tangan bobo anakmanusia erat-erat.
Mendadak sepasang lengan yang sudah terikat itu bergerak.
Terdengar satu pekikan. Tubuh si pengawal mental ke udara,
terbanting ke atas atap pintu gerbang Kuburan penulis , mengeluh sebentar
lalu merosot jatuh ke tanah dengan mengeluarkan suara bergedebuk!
Delapan pengawal bergerak cepat ke arah bobo anakmanusia .
Delapan tombak berkiblat, berkilau kuning dibawah sorotan sinar
matahari sore!
Pendekar 10000an bobo anakmanusia tertawa aneh. Kedua tangannya
bergerak cepat tiada henti. Disekitarnya terdengar suara, “plak...
plak... plak” dan hanya dalam tempo lebih dari sekejapan mata saja
kedelapan pengawal itu sudah bertumpukan di tanah, pingsan
dihantam tamparan bobo anakmanusia !
Pranajaya, si murid Empu Blorok hampir, tak percaya melihat
apa yang disaksikannya itu. Delapan orang sekaligus dibikin roboh
pingsan dalam tempo demikian singkatnya! Benar-benar dia kagum
sekali! Dia berdiri terlongong-longong!
“Sobat!,” bobo menepuk bahunya. “Jangan jadi patung. Mari!
Kau tokh mau buru-buru ketemu dengan Tiga Penulis kusta ?!”
Prana baru sadar. Tanpa banyak bicara segera dia berlari
menyusul bobo anakmanusia . Tiba-tiba bobo hentikan larinya. “Kita bodoh,”
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
katanya, “di Kuburan penulis ini kita tak boleh berlari. Semua orang tentu
akan menujukan perhatiannya pada kita.”
Keduanya meneruskan perjalanan dengan melangkah cepat.
Mereka sampai dihadapan gedung tua kediaman Tiga Penulis kusta .
Dan di saat itu pula bobo anakmanusia ingat sesuatu. Dia berpaling pada
Pranajaya.
“Sobat, aku baru ingat. Kawanku itu pasti tidak berada di sini!
Waktu aku mendukungmu ke luar dari ruang batu, dia telah lenyap.
Musti si Setan Pukulan yang telah melarikannya! Keparat betul!”
“Kau tahu ke mana kira-kira kawanmu itu dilarikan?” tanya
Prana.
bobo gelengkan kepala dan menggerendeng, “Aku akan cari
keterangan,” katanya. “Sementara itu coba kau selidiki dulu gedung
tua ini. Dalam waktu kurang sepeminum teh aku pasti kembali ke
sini!”
Prana menyetujui usul bobo .
“Hati-hati,” memperingatkan bobo . “Gedung tua ini banyak
jebakan dan senjata rahasianya!”
Pranajaya mengangguk lalu cepat-cepat memasuki halaman
gedung kediaman Tiga Penulis kusta . Di pintu samping yang
sebelumnya telah didobrak bobo , Pranajaya berhenti dan merenung
sejenak. Kalau gedung tua itu banyak jebakan dan alat-alat
rahasianya, maka menurut dia jalan yang seaman-amannya untuk
masuk ke dalam gedung itu ialah lewat genteng! Maka tanpa pikir
lebih jauh lagi, murid Empu Blorok ini dengan ilmu mengentengi
tubuhnya yang cukup sempurna segera melompat ke atas atap gedung
tua! Kedua kakinya menginjak genteng gedung tanpa menimbulkan
suara sedikitpun!
“Penulis kusta durjana! Rupanya kau bukan cuma tukang jagal
manusia namun juga laknat terkutUk tukang rusak kehormatan
perempuan!”
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
Habis berteriak begitu Pranajaya menyerbu turun ke dalam.
Genteng pecah bertaburan, beberapa papan panglari patah!
-- == 0O0 == --
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
SEBELAS
SEPERTI telah dituturkan Penulis kusta Pertama dengan
memboyong murid Empu Tumapel meninggalkan tempat kediaman
Setan Pikulan. Manusia bermuka merah ini langsung membawa Sekar
ke gedungnya, membaringkan gadis itu di lantai salah sebuah kamar.
Gedung tua itu hampir tidak berperabotan bahkan satu tempat
tidurpun tak terdapat di sana!
Saat itu Sekar masih berada dalam keadaan tertotok. Tak
satupun yang dapat dibuat Sekar sewaktu dengan nafas kembang
kempis dan nafsu menggelegak Penulis kusta Pertama sambil
menyeringai buruk membuka pakaian gadis itu satu demi satu! Gadis
itu tertelentang di lantai kamar tanpa sehelai pakaianpun menutupi
tubuhnya yang mulus itu kini. Senjata pemberian Empu Tumapel
“Rantai Petaka Bumi” yang ditemui Penulis kusta Pertama melilit di
pinggang Sekar, diletakkan Penulis kusta Pertama di sudut kamar.
Penulis kusta Pertama membasahi bibirnya dengan ujung lidah.
Sepasang matanya laksana dikobari api, memandang tak berkedip
pada tubuh Sekar yang menggeletak di lantai.
“Tubuh bagus... tubuh bagus! He... he… he... he....!” Setan
Darah Pertama menyeringai. Kemudian tanpa menunggu lebih lama
manusia bermuka merah ini membuka jubahnya. Jubah itu
dilemparkannya ke sudut kamar! Sepasang tombak bermata dua dan
pedang milik Pranajaya diletakkannya dekat kepala Sekar. Manusia ini
baru saja berbaring dan menggelungi tubuh Sekar dengan kaki dan
tangannya sewaktu laksana halilintar di siang hari bolong dia
mendengar suara bentakan menggeledek dan bobolnya genteng di atas
kamar itu!
“Penulis kusta durjana! Rupanya kau bukan cuma tukang jagal
manusia namun juga laknat terkutuk tukang rusak kehormatan
perempuan!”
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
Seperti seekor singa Penulis kusta Pertama melompat dan
menyambar pedang Ekasakti di atas lantai. Berdiri bulu kuduk
Pranajaya menyaksikan manusia yang berdiri tanpa pakaian
dihadapannya itu! Berdiri bulu kuduk bukan karena ngeri namun karena
merasa sangat geramnya !
Di lain pihak Penulis kusta Pertama tidak pula kurang geramnya.
Ternyata manusia yang menerobos masuk lewat genteng kamar bukan
lain Pranajaya, Penulis kusta tangan buntung yang memang tengah dicari-
carinya!
“Budak bedebah! Dicari-cari tidak ketemu, sekarang datang
sendiri antarkan nyawa!”
“Iblis bejat!” balas membentak Pranajaya. “Bertiga dan mengeroyok
kau memang unggul, namun sekarang kita satu lawan satu!”
Penulis kusta Pertama tertawa buruk! Diacungkannya pedang
Ekasakti yang ditangan kanannya. “Kau lihat pedang ini huh?! Senjata
milikmu ini sendiri yang akan menebas kau punya batang leher!”
Habis berkata begitu Penulis kusta Pertama menerjang ke muka.
Tangannya bergerak, pedang menderu ke arah Pranajaya. Cepat-cepat si
Penulis kusta bertangan buntung melompat ke samping dan lepaskan
pukulan angin sewu! Penulis kusta Pertama yang tahu kehebatan ilmu
pukulan tangan kosong ini buru-buru menyingkir dan menyambar jubah
merahnya di sudut kamar! Kesempatan ini dipergunakan oleh Pranajaya
untuk mengirimkan pukulan jotos sewu, satu ilmu pukulan yang
diwarisinya dari Empu Blorok yang tak kalah hebatnya dengan ilmu
pukulan angin sewu tadi! Angin keras pukulan Pranajaya membuat
jubah Penulis kusta Pertama mental sehingga pemiliknya tak berhasil
mengambilnya! Dengan memaki terpaksa Penulis kusta Pertama
melompat lagi ke samping!
Sewaktu Pranajaya mengintip di atas genteng dan menginjakkan
kaki di lantai kamar itu sekaligus dia mengetahui bahwa gadis yang
menggeletak di lantai kamar berada dalam keadaan tertotok. Karenanya
saat Penulis kusta Pertama melompat ke samping, Penulis kusta ini cepat-
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
cepat pergunakan tangan kirinya untuk melepaskan totokan di tubuh
Sekar!
Begitu tubuhnya lepas dari totokan begitu Sekar berteriak,
“Saudara awas!”
Pranajaya mendengar suara sambaran angin dibelakangnya.
Secepat kilat Penulis kusta ini jatuhkan diri ke muka. Pedang Ekasakti
membabat setengah jengkal di atas bahu kanannya! Prana terus
menggulingkan diri dan dalam gerakan yang sudah diperhitungkan
Penulis kusta ini dalam berguling berhasil menyambar sepasang tombak
bermata dua milik Penulis kusta Pertama!
Di lain pihak Sekar dengan sangat cepat segera mengenakan
pakaiannya yang tadi sudah dipereteli Penulis kusta Pertama. Dia merasa
heran melihat Penulis kusta bertangan buntung itu masih hidup malah dalam
keadaan segar bugar. Apakah bobo telah berhasil menolong Penulis kusta ini?
namun bobo sendiri di mana sekarang?! Sekar tidak bisa berpikir lama-
lama. Begitu mengenakan pakaian, gadis ini segera mengambil Rantai
Petaka Bumi miliknya yang diletakkan Penulis kusta Pertama di sudut
kamar!
Sementara itu si Penulis kusta tangan buntung terdengar membentak,
“Iblis muka merah!” Prana acungkan sepasang tombak bermata dua
yang keduanya sekaligus digenggamnya di tangan kanan. “Kita sama-
sama bersenjata sekarang! Mungkin senjata yang ditanganku ini yang
akan lebih dulu mengambil nyawa pemiliknya sendiri!”
Penulis kusta Pertama kertakkan geraham. Tubuhnya berkelebat.
Pedang di tangan manusia ini menabur sinar putih. Jurus yang
dikeluarkan Tiga Penulis kusta hebatnya luar biasa sekali karena
dalam saat itu juga Pranajaya segera terbungkus serangan-serangan
pedang Ekasakti miliknya sendiri!
Pranajaya membentak keras. Gerakan murid Empu Blorok ini
tak kalah sebat. Tubuhnya lenyap laksana bayang-bayang saja kini
dan dua tombak bermata dua di tangannya menderu-deru. Dalam
jurus pertama yang luar biasa hebatnya itu, senjata-senjata mereka
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
beradu sampai empat kali berturut-turut dan memercikkan bunga api
yang menyilaukan mata!
“Saudara! Kuharap kau suka mundur!” tiba-tiba Pranajaya
mendengar seruan gadis yang tadi dilepaskannya totokannya.
“Manusia iblis laknat terkutuk ini harus mampus ditanganku!”
Pranajaya mengerling dan melihat Sekar berdiri sambil
memutar-mutar sebuah senjata berbentuk rantai yang ujungnya
diganduli bola besi berduri!
Tanpa perdulikan seruan si gadis Prana terus kirimkan
serangan-serangan gencar terhadap Penulis kusta Pertama. Dalam
pertemuannya pertama kali di luar Kuburan penulis , Pranajaya memang tiada
sanggup menghadapi Penulis kusta Pertama, karena dia dikeroyok tiga.
Namun,kali ini pertempuran jauh berbeda, satu lawan satu! Dan
keluar biasaannya lagi ialah karena mereka bertempur dengan
memegang senjata milik lawan masing-masing!
“Saudara! Mundurlah!” seru Sekar tidak sabar sewaktu
pertempuran gencar itu memasuki jurus ke tiga. Gadis ini sudah tak
dapat menahan kesabaran den dendam kesumatnya terhadap Setan
Darah Pertama, manusia yang telah menelanjangi dan hampir saja
merusak kehormatannya!
“Tidak bisa saudari!” seru Pranajaya membalas. “Bangsat yang
satu ini musti mampus ditanganku!”
“Nyawanya miliku!” teriak Sekar dan dia melompat ke muka
sambil menyabetkan Rantai Petaka Bumi. Senjata itu menderu
laksana angin topan, membuat kedua orang yang bertempur terpaksa
sama melompat mundur !
Pranajaya penasaran sekali. Dia berpaling. “Saudari kuharap,
kau jangan mencampuri urusan ini. Kau telah selamat, sebaiknya
lekas-lekas berlalu tinggalkan tempat ini!”
“Berlalu?!” sahut Sekar ketus! “Sebelum kupecahkan kepala
bangsat bermuka iblis ini aku tak akan tinggalkan tempat ini!”
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
”Aku tahu kebejatan yang telah dilakukannya yang membuat
kau begitu inginkan jiwanya,” kata Pranajaya. “namun itu tak
seberapa....”
“Tak seberapa katamu?!” sentak Sekar dengan mata melotot!
“Manusia macam apa kau ini?! Perbuatan mesum terkutuk kau
katakan hal yang tak seberapa!”
Sementara kedua orang itu berdebat, Penulis kusta Pertama
memutar otak. Dia cuma seorang diri di situ, menghadapi dua lawan
yang sama-sama inginkan jiwanya. Meski kedua lawan itu kini saling
bertengkar namun bukan tidak mustahil keduanya akan sama-sama
menggempurnya bersirebut cepat mencabut jiwanya! Dalam
pertempuran beberapa jurus tadi Penulis kusta Pertama telah pula
dapat mengukur kehebatan Pranajaya. Satu lawan satu memang
sukar juga baginya untuk menghadapi Penulis kusta tangan buntung itu !
Satu-satunya jalan yang paling baik bagi Penulis kusta
Pertama saat itu ialah kabur dari situ dan kembali lagi bersama
dua orang konco-konconya!
Tanpa pikir panjang manusia bermuka merah ini segera
menyambar jubahnya dan melompat ke atas genteng! namun kejut
Penulis kusta Pertama bukan olah-olah sewaktu dari atas genteng
dari mana Pranajaya menerobos tadi bersiur angin laksana badai,
melanda ke arahnya membuat tubuhnya terhempas hampir jatuh
duduk di lantai kamar jika dia tidak cepat melompat ke samping
dan jungkir balik dua kali berturut-turut. Sebelum dia
mendongak ke atas sepasang telinga Penulis kusta Pertama
mendengar suara tertawa gelak-gelak! Sesosok tubuh muncul di
atas atap dan duduk di palang kayu!
“Dua muda mudi bertengkar rebutkan jiwa manusia busuk!
Si busuk cari kesempatan untuk larikan diri! Ha.... ha.... ha....
ha!”
Prana dan Sekar menengadah ke atas genteng dan kedua
orang ini sama-sama berseru, “bobo !”
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
Sekar terkejut sewaktu melihat Pranajaya kenal pada bobo
anakmanusia .
Penulis kusta Pertama memandang penuh amarah meluap ke
atas genteng itu. Orang yang tertawa dan bicara serta duduk di
atas itu bukan lain dari Penulis kusta rambut gondrong yang
sebelumnya telah membebaskan dan melarikan Pranajaya dari
ruang batu karang yang kemudian bertempur sebentar dengan dia
lalu larikan diri!
Sambil kenakan jubahnya dengan cepat Penulis kusta
Pertama yang sebenarnya sudah semakin menciut nyalinya
melihat kemunculan lawan baru ini, membentak keras, “Bagus
sekali! Semua musuhmusuhku sudah lengkap di sini! Silahkan
turun Penulis kusta sedeng!”
“Mulutmu terlalu besar! Apakah kambrat-kambratmu yang
dua orang lainnya juga ada di sini heh?!”
“Tak usah banyak mulut! Jika punya nyali silahkan turun.
Kalau tidak lekas minggat dari sini!”
Mendengar ini bobo anakmanusia tertawa gelak-gelak. Penasaran
sekali Penulis kusta Pertama berteriak memancing. “Kalau kau tak
berani baku hantam di sini, aku masih bersedia melayanimu di
halaman luar!”
“Bertempur di halaman luar lalu cari kesempatan untuk
larikan diri lagi...?!” bobo anakmanusia tertawa lagi gelak-gelak!
Penulis kusta Pertama mendamprat dalam hati karena
pancingannya diketahui lawan. Agaknya dia tak punya
kesempatan lain daripada harus menghadapi ketiga musuh-
musuhnya itu atau sekurang-kurangnya salah seorang dari
mereka!
Diam-diam Penulis kusta Pertama salurkan seluruh tenaga
dalamnya pada kedua ujung tangannya. Tiba-tiba dia membentak
garang! Satu tangan meninju ke atas, tangan yang lain menjentik
ke arah Pranajaya dan Sekar! Selarik besar sinar merah yang
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
sangat panas menderu ke arah Pendekar 10000an yang duduk
ongkang-ongkang di atas atap kamar sedang lima larikan kecil
sinar merah yang merupakan totokan-totokan beracun
menyambar laksana kilat ke arah Sekar dan Pranajaya. Sekar
putar Rantai Petaka Bumi, Prana menghindar ke samping sambil
kiblatkan sepasang tombak bermata dua milik Penulis kusta
Pertama!
Di atas genteng bobo kelihatan gerakkan tangan kirinya.
Satu angin dingin menderu memapasi angin merah panas Setan
Darah Pertama dan membuat buyar serangan manusia muka
merah itu. Penuh beringas Penulis kusta Pertama melompat ke
atas dan menyerang dengan pedang Ekasakti milik Pranajaya! Kini bobo
anakmanusia gerakkan tangan kanannya. Gumpalan angin keras menyambar
ke arah Penulis kusta Pertama. Inilah pukulan kunyuk melempar buah
yang tak asing lagi dari Pendekar 10000an . Meski cuma mempergunakan
setengah bagian saja dari tenaga dalamnya dalam melancarkan pukulan
ini, namun tak urung Penulis kusta Pertama terkejut hebat dan cepat-
cepat menyingkir ke samping dan kembali turun ke lantai.
Keringat dingin memercik di muka manusia yang berwarna merah
itu. Nyalinya benar-benar menciut! Ilmu pukulan apakah yang dimiliki
dan telah dilepaskan tadi oleh si Penulis kusta di atas genteng itu yang
demikian hebatnya sehingga dia tiada sanggup menerimanya?!
“Setan muka merah, apakah kau betul-betul tidak tahu di mana
dua kambratmu yang lain berada?!” tanya bobo anakmanusia dari atas.
”Di mana mereka berada itu bukan urusanmu!” jawab Setan
Darah Pertama keras sekedar untuk melenyapkan rasa bergidiknya.
bobo tertawa.
“Rupanya kau sendiri kurang begitu tahu. Biar aku tunjukkan di
mana mereka berada!,” kata Pendekar 10000an pula. Kedua tangannya
kelihatan ke luar dari lowongan genteng. Sesaat kemudian bila tangan
itu bergerak turun maka dua sosok tubuh manusia berjubah merah
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
laksana dua batang pisang melesat ke bawah, jatuh dengan keras di atas
lantai kamar dihadapan Penulis kusta Pertama !
Muka Penulis kusta Pertama berubah pucat. Bulu kuduknya
berdiri. Kedua kambratnya itu menggeletak di lantai dengan kepala
pecah, darah dan otak bermuncratan !
Sewaktu meninggalkan Pranajaya tadi, bobo berhasil mencari
keterangan di mana letak tempat kediaman Setan Pikulan. Karena lebih
mengawatirkan keselamatan Sekar maka Pendekar 10000an memutuskan
lebih baik saat itu saja dia langsung ke tempat si Setan Pikulan. namun apa
yang ditemuinya di situ mengejutkannya. Setan Pikulan menggeletak di
sebuah kamar! Kedua tangannya buntung putus. Manusia ini tiada
bergerak-gerak namun masih hidup megap-megap. Dalam berpikir-pikir apa
yang telah terjadi dengan Setan Pikulan dan terus mencari di mana Se-
kar berada akhirnya dia mendobrak sebuah kamar dan menemui Setan
Darah Kedua tengah merusak kehormatan dua orang perempuan muda!
“Setan alas benar!” teriak bobo . Hanya dalam dua jurus saja Setan
Darah Pertama dibikin tak berdaya di makan totokan bobo . Mula-mula
manusia ini tak mau menerangkan di mana kawannya yang lain berada
namun setelah dipaksa akhirnya bobo mengetahui juga dan mendapatkan
Penulis kusta Ketiga di kamar sebelah, juga tengah merusak kehormatan
dua orang perempuan muda! Nasib Penulis kusta Ketiga tidak beda
dengan kawannya yang terdahulu. Satu jurus bertempur manusia ini
segera kena ditotok oleh bobo dan sekligus keduanya dibawa oleh bobo
ke gedung tua tempat kediaman Tiga Penulis kusta . Kedatangannya di
sana disambut oleh suasana yang tak terduga pula! Sekar dan Prana
dilihatnya saling bertengkar sedang Penulis kusta Pertama dalam
keadaan telanjang bulat siap-siap hendak melarikan diri!
Untuk beberapa lamanya muka Penulis kusta Pertama masih
memucat dan kedua lututnya goyah menyaksikan kematian dua orang
koleganya itu di muka hidungnya sendiri.
Putus asa karena mengetahui tak ada jalan untuk lari serta kalap
melihat kematian kawan-kawannya, maka Tiga Penulis kusta Pertama
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
kiblatkan pedang Ekasakti dan mengamuk menerabas Sekar serta
Pranajaya!
Maka pertempuran seru segera terjadi.
“Sekar sebaiknya kau mundur saja!” bobo berseru dari atas
genteng.
“Tidak bisa bobo . Bangsat ini hampir saja merusak
kehormatanku!,” jawab Sekar seraya putar senjatanya dengan sebat.
“Aku mengerti. namun kau telah diselamatkan oleh Prana sedang
Prana mempunyai dendam kesumat belasan tahun terhadap bangsat itu!
Ayahnya dibunuh oleh Penulis kusta Pertama itu!”
Akhirnya Sekar mengalah juga dan ke luar dari kalangan
pertempuran.
Keputusasaan, kekalapan dan nyali yang telah melumer itulah
yang bersarang di diri Penulis kusta Pertama. Laksana banteng terluka
manusia berjubah merah ini mengamuk hebat dan ganas sekali.
Serangan-serangannya berbahaya dan penuh tipu-tipu licik. Namun itu
semua tiada arti bagi Pranajaya yang menghadapi musuhnya itu dengan
hati panas pula namun kepala dingin penuh ketenangan !
Sembilan belas jurus berlalu cepat.
bobo bersiul-siul seenaknya. “Pertempuran hebat!” seru Penulis kusta
dari gunung Gede itu. “Ayo Prana! Lawanmu sudah mulai kewalahan!
Satu dua jurus di muka pasti senjata milik iblis yang ditanganmu itu
akan merenggut nyawanya!”
Apa yang dikatakan Pendekar 10000an menjadi kenyataan. Dalam
jurus keduapuluh satu laksana seorang penari Pranajaya meliuk
mengelakkan sambaran pedang Ekasakti yang dibabatkan Penulis kusta
Pertama kepinggangnya. Pedang itu membalik lagi dengan ganasnya.
Prana geser kedua kaki dan tusukkan sekaligus kedua tombak yang
dalam genggamannya ke muka Penulis kusta Pertama. Iblis bermuka
merah ini rundukkan kepala! namun tusukan tadi cuma tipu belaka,
karena begitu pedang lawan lewat dan tusukan tombaknya tersorong ke
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
muka dengan serta merta Pranajaya gebukkan sepasang tombak itu ke
kepala Penulis kusta Pertama!
Penulis kusta Pertama melompat ke samping! namun betapapun
cepatnya dia tetap terlambat. Meski bisa selamatkan kepala namun dia
tak sanggup menghindarkan bahunya dari hantaman senjata miliknya
sendiri itu !
“Kraak!”
Tulang bahu Penulis kusta Pertama yang sebelah kanan hancur
remuk! Penulis kusta Pertama melolong macam anjing! Tubuhnya miring
dan terjerongkang ke lantai. Dalam keadaan seperti itu dia masih hendak
menyapukan pedang di tangan kanannya ke kaki Prana, namun senjata itu
terlepas dari tangannya yang sudah tak ada daya kekuatan lagi!
Empat mata tombak ditekankan oleh Pranajaya ke batang leher
Penulis kusta Pertama. Tenggorokan manusia muka merah ini kelihatan
turun naik. Muka nya mengerenyit dan keringat membasahi sekujur
tubuhnya.
“Penulis kusta !,” desis Pranajaya. “Apa kau masih ingat saat-saat
sewaktu kau membunuh ayahku dulu?! Apa kau masih ingat sewaktu
tangan kiriku ini kau buntungkan dulu?!”
“Orang muda..,” ujar Penulis kusta Pertama, “kasihani diriku yang
buruk ini! Kalau kau ampunkan jiwaku, kelak aku akan berikan hadiah
besar serta jabatan tinggi di Istana !”
Prana tertawa. bobo anakmanusia mengekeh. “Jangan dengar mulut
kentut iblis itu, Prana!” memperingatkan bobo .
Pranajaya mengangguk.
“Manusia macam dia siapa yang mau percaya!,” menyahuti
Penulis kusta bertangan buntung itu. Prana lemparkan ke samping dua
tombak milik Penulis kusta Pertama dan membungkuk cepat
mengambil pedangnya!
Penulis kusta Pertama gerakkan tubuhnya sedikit namun ujung
pedang kini menggantikan empat mata tombak yang menekan batang
lehernya !
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
“Apa yang dulu kau lakukan terhadap bapakku, kini akan kau
rasakan sendiri, Penulis kusta !”
“Craas!”
Penulis kusta Pertama meraung setinggi langit. Pedang Ekasakti
membabat buntung mengerikan! Penulis kusta Pertama melejang-
lejang! Dia berteriak, “Bunuh aku! Bunuh saja segera !”
“Rupanya kunyuk muka merah itu tidak takut mampus, Prana!”
ejek bobo dari atas genteng.
“Ya, karena dia akan ketemu dengan setan-setan yang jadi
kambrat-kambratnya di neraka!” sahut Pranajaya. Kemudian dengan
tak ampun lagi Penulis kusta itu tusukkan ujung pedangnya ke batang
leher Penulis kusta Pertama. Manusia ini mengeluarkan suara seperti
ayam disembelih. Tubuhnya masih melejang-lejang beberapa lama
kemudian diam tak bergerak-gerak lagi tanda nyawanya sudah lepas
meninggalkan tubuh!
“Sobat-sobat, urusan kita di sini sudah selesai. Mari segera
tinggalkan tempat sialan ini!” seru bobo anakmanusia .
Sekar dan Prana saling berpandangan sebentar, kemudian si
gadis melompat ke atas genteng disusul oleh Pranajaya. Namun baru
saja ketiga orang itu sampai di halaman luar, terkejutlah mereka.
Kira-kira lima puluh orang prajurit Kerajaan telah mengurung tempat
itu dan delapan manusia aneh berdiri memencar, memandang dengan
pandangan yang menggidikkan ke arah mereka.
Salah seorang dari yang delapan ini berteriak. Suaranya
melengking macam perempuan. “Tikus-tikus bermuka manusia!
Jangan harap kalian bisa berlalu hidup-hidup dari sini!”
-- == 0O0 == --
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
DUA BELAS
MANUSIA yang berteriak itu adalah seorang laki-laki
berkepala sangat besar dan botak namun berbadan kecil dan pendek.
Namanya Gonggoseta. Pandangannya bengis dan membayangkan
maut!
Pranajaya, Sekar dan bobo anakmanusia memandang berkeliling
memperhatikan manusia-manusia itu satu demi satu.
“Celaka sobat,” bisik Pranajaya. “Mereka pastilah tokoh-
tokoh silat kelas satu, orang-orangnya Istana!”
“Kita memang lagi sialan,” gerendeng Pendekar 10000an .
Sepasang matanya dengan tenang menyapu delapan sosok tubuh
manusia-manusia aneh yang terpencar mengurung mereka. Orang
kedua sesudah Gonggoseta ialah seorang kakek-kakek yang hanya
mengenakan cawat dan keseluruhan tubuhnya mulai, dari kaki
sampai ke muka dicoreng moreng dengan sejenis cat berbagai
warna. Tampangnya mengerikan untuk dipandang. Namanya
Bagulpraksa namun dia lebih dikenal dengan julukan Harimau
Siluman.
Manusia ketiga bernama Sangaji, bertubuh tinggi langsing
kurus dan berjanggut biru. Di dunia persilatan dia dikenal dengan
gelar Si Janggut Biru. Yang ke empat, yang berdiri di ujung kanan
sendirian agak terpisah dari lain-lainnya ialah seorang nenek-
nenek tua keriput bertelinga lebar. Telinganya yang lebar ini
membuyut ke bawah dan kelihatan jadi tambah lebar karena
diganduli oleh anting-anting aneh yang besar luar biasa dan
berbentuk arit. Dia bukan lain tokoh silat Istana yang dikenal
dengan nama julukan Si Telinga Arit Sakti.
bobo sapukan pandangannya pada tokoh silat lain yang
berada di sebelah kiri ini berdiri memencar empat orang lainnya.
Yang pertama seorang laki-laki berjubah hitam namun yang mukanya
dicat putih sehingga tampangnya cukup menggidikkan untuk
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
dipandang! Jika tidak salah menduga, menurut keterangan yang
pernah didengar Pendekar 10000an maka manusia ini adalah Hantu
Hitam Muka Putih tokoh silat golongan hitam yang berhati sejahat
iblis!
Orang yang selanjutnya berdiri dengan tubuh terbungkuk-
bungkuk. Sepuluh kuku-kuku jarinya panjang sekali dan berwarna
hitam legam. Dialah Si Cakar Iblis tokoh silat yang merajai daerah
selatan Jawa Timur!
Manusia ke tujuh adalah satu-satunya marusia yang dikenal
oleh Pranajaya yaitu Cindur Rampe manusia yang muncul sewaktu
dia hendak diseret oleh Tiga Penulis kusta ke Kuburan penulis beberapa
waktu yang lalu! Cindur Rampe seorang resi kejam yang juga
memelihara janggut kambing berwarna putih.
Manusia terakhir ialah seorang laki-laki bermata picak dan
berambut panjang macam perempuan, digulung di atas kepala!
Namanya tidak satu orangpun yang tahu. Dia dikenal dengan
julukan Si Picak Dari Utara.
Jelaslah bahwa ke delapan orang itu bukan manusia-
manusia sembarangan. Ini segera diketahui oleh bobo dan kawan-
kawan. Bagi mereka yang delapan ini lebih berbahaya dari lima
puluh prajurit-prajurit Kerajaan yang mengurung halaman gedung
itu!
Si kepala besar badan kecil. pendek Gonggoseta maju
selangkah kehadapan kehadapan ketiga orang itu dan membuka
mulut lagi, “Kalian semua musti mampus di sini! Kalian dengar
tikus-tikus bermuka manusia?!”
Pendekar 10000an bobo anakmanusia memandang sebentar pada Sekar
dan Pranajaya lalu kemba ia palingkan muka menghadapi Gonggoseta.
Dan disaat itu Gonggoseta kembali membentak, “Kalian hanya
diberi kesempatan untuk menerangkan nama masing-masing agar
tidak mampus secara penasaran!”
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
bobo anakmanusia mengulum senyum dan buka mulut dengan suara
lunak, “Ah, rasa-rasanya kami yang disebutkan tikus-tikus bermuka
manusia ini tidak mempunyai permusuhan dengan sobat-sobat
semua.”
“Sompret!” semprot Gonggoseta. “Jangan sebut kami sobat-
sobatmu!”
bobo garuk-garuk kepala lalu manggut-manggut. “Lantaran
apakah yang membuat kalian semua ingin jiwa kami?! Kenalpun baru
hari ini!” Gonggoseta tertawa melengking dan memandang pada
kawan-kawannya. “Sobat-sobatku!” serunya, “kalian dengar omongan
tikus gondrong itu?! Mereka tak ada permusuhan dengan kita! Tidak
mengerti mengapa kita semua inginkan jiwa mereka! Cuah!”
Gonggoseta meludah ke tanah! “Apa kalian masih belum tahu tengah
berhadapan dengan siapa saat ini?!”
“Ah,” bobo angkat bahu, “justru itu memang yang kami kepingin
tahu!”
Gonggoseta kembali keluarkan tertawa melengking. “Aku
Gonggoseta..,” dia terangkan nama lalu satu demi satu menyebutkan
nama atau gelar tujuh orang kawannya. “Kami semua adalah tokoh--
tokoh Istana, hulubalang-hulubalang Kerajaan!”
bobo anakmanusia manggut-manggut.
“Tidak disangka-sangka...,” ujar pendekar ini.
“Setan alas, apa yang tidak kau sangka!” sentak Gonggoseta
sementara kambrat-kambratnya yang lain tetap menunggu dengan
tenang.
“Tidak disangka-sangka kalau hari ini kami akan bertemu
dengan tokoh-tokoh silat Istana! Dengan tokoh-tokoh yang berjulukan
hebat semua! Sungguh satu kehormatan bagi kami!”
Gonggoseta tertawa melengking. Kawan-kawannya terdengar
menggerendeng.
“Cuma kami belum tahu, urusan apakah yang membuat kalian
semua inginkan jiwa kami?!” tanya bobo .
“Tikus busuk! Jangan pura-pura tidak tahu! Kalian telah
membunuh Setan Pikulan dan Tiga Penulis kusta . Mereka adalah
kawan-kawan kami!”
“Kalian salah sangka!” jawab bobo cepat. “Kami tidak
membunuh Setan Pikulan...”
“Jangan jual kentut!” hardik Gonggoseta.
bobo anakmanusia tertawa, “Siapa yang jual kentut!” jawabnya.
“Kentut puteri yang paling cantikpun dijagat ini tak ada yang orang
akan mau beli!”
Paras Gonggoseta dan tujuh kawannya menegang membesi. Ini
adalah satu penghinaan! Mereka dipermain-mainkan! Di lain pihak
Pranajaya menggigit bibir! Bagaimana bobo masih bisa bergurau
menghadapi bahaya macam begini?! Penulis kusta bertangan buntung ini
sudah sejak tadi-tadi mengeluh dalam hati. Dia ingat pesan gurunya.
Kuburan penulis penuh dengan tokoh-tokoh silat berilmu tinggi. Berurusan
dengan mereka berarti mati! Prana melirik pada Sekar. Gadis baju
kuning ini dilihatnya juga berada dalam ketegangan.
Gonggoseta maju lagi selangkah!
“Sret!”
Dari balik punggungnya manusia kepala besar ini cabut sebilah
golok empat persegi panjang yang lebarnya satu setengah jengkal!
Senjata ini berkilauan ditimpa sinar matahari sore!
“Sebut nama kalian masing-masing cepat! Atau kalian
mampus penasaran!”
“Dengar Gonggoseta,” menyahuti bobo anakmanusia . “Kami tidak
dusta, kami sama sekali tidak membunuh Setan Pikulan.”
“Jika bukan kalian lantas siapa?! Juga siapa yang
membunuh Tiga Penulis kusta di dalam sana?!” bobo angkat bahu.
“Mana kami tahu,” jawabnya Dia memandang ke langit di sebelah
barat. “Gonggoseta, hari sudah sore. Matahari sebentar lagi mau
tenggelam. Beri kami jalan. Sebaiknya kalian lekas mencari dan
bobo anakmanusia
Pendekar barbel Maut pembasmi 10000an
Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin
menyelidik siapa sebenarnya pembunuh kawan-kawanmu itu
sebelum hari menjadi malam dan sebelum dia lari jauh...”
Tubuh Si Cakar Iblis kelihatan semakin membungkuk ke
muka. Dari mulutnya terdengar suara menggerendeng. Lalu
katanya, “Gonggoseta, kuku-kuku jariku sudah tak sabar untuk
cepat-cepat mengkermus manusia-manusia keparat ini! Kita semua
sudah tahu bahwa mereka yang menamatkan riwayat Tiga Setan
Darah. Tunggu apa lagi?!”
Habis berkata begitu Si Cakar Iblis menggerendeng keras.
Kedua tangannya yang berkuku panjang menyambar ke muka bobo
anakmanusia ! Cepat-cepat Pendekar 10000an melompat ke samping! bobo
maklum, walau bagaimanapun kini pertempuran tak dapat di-
hindarkan. Tujuh orang tokoh-tokoh silat lainnya dilihatnya telah
bergerak pula, masing-masing keluarkan senjata! Karenanya
Pendekar 10000an ini tidak sungkan-sungkan lagi! Tangan kiri
menghantam ke muka ke arah Cakar Iblis sedang tangan kanan
menyelinap mencabut barbel pembasmi 10000an Sekar dan Prana tidak
pula tinggal diam melainkan cabut Rantai Petaka Bumi dan Pedang
Ekasakti!
Begitu serangannya luput, penuh penasaran Si Cakar Iblis
balikkan badan dan kembali menyerang dengan jurus yang lebih
hebat dari pertama tadi. Namun betapa kagetnya manusia ini
sewaktu tubuhnya menjadi limbung disambar serangkum angin
yang ke luar dari pukulan tangan kiri bobo anakmanusia !
Dua diantara tokoh-tokoh silat Istana itu yakni Si Telinga
Arit Sakti dan Hantu Hitam Muka Putih berseru kaget sewaktu
melihat senjata yang digenggam bobo anakmanusia .
“barbel pembasmi 10000an !” seru mereka hampir bersamaan.
Yang lain-lainnya tersentak kaget! Mereka belum pernah melihat
senjata yang pernah menggegerkan dunia persilatan itu, cuma
mendengar-dengar saja! Sungguh tak dapat dipercaya kalau hari
ini mereka menyaksikan senjata mustika sakti itu berada dalam
tangan seorang Penulis kusta berambut gondrong bertampang dogol
anak-anak!
Rasa heran tak percaya itu tidak berjalan lama dan berubah
menjadi keterkejutan dan kemarahan yang amat sangat sewaktu
barbel Maut pembasmi 10000an berkiblat dan meminta korban pertama
yaitu Si Picak Dari Utara! Si Picak Dari Utara menjerit keras dan
tubuh dengan dada mandi darah dihantam barbel sakti itu laksana
ratusan tawon mengaung, anginnya menderu-deru sedang dari
mulut Pendekar 10000an mulai terdengar suara siulan yang diseling
dengan suara tertawa aneh dan bentakan-bentakan! Bila siulan itu
terdengar, bila suara tertawa aneh menyeling inilah satu
pertempuran besar yang dahsyat! Tubuhnya sudah lenyap ditelan
kecepatan geraknya dan ditelan bayang-bayang gerakan tujuh
pengeroyoknya.
Sekar dan Pranajaya putar senjata masing-masing dan
menghadapi tiga orang pengeroyok sementara bobo yang
berpunggung-punggungan dengan mereka menghadapi empat
pengeroyok lainnya! Lima puluh prajurit Kerajaan mengurung dalam
bentuk lingkaran. Mereka memang sudah diberitahu untuk mengambil
posisi demikian dan tidak turut menyerang!
“Rapatkan serangan!” teriak Gonggoseta karena sampai lima
jurus di muka tak satupun yang sanggup mereka lakukan untuk
membobolkan pertahanan ketiga orang pendekar itu!
Dalam jurus ketujuh Harimau Siluman mengurung persis
macam harimau dan dari mulutnya mengepul asap tujuh warna yang
mengerikan!
“Tutup jalan nafas!” teriak Wira memberi ingat. Sekar dan
Pranajaya segera melakukan hal itu. namun Sekar terlambat. Hidungnya
keburu menghendus hawa beracun asap tujuh warna itu. Tak ampun
pemandangannya menjadi gelap dan tubuhnya melosoh gontai. Di saat
itu Si Janggut Biru secepat kilat tusukkan tongkat besinya ke perut
gadis itu
“Trang! “
Bunga api memercik!
Tusukan tongkat besi Si Janggut Biru terpapas ke samping
karena dilanda badan pedang Ekasakti di tangan Pranajaya! Jurus-
jurus berikutnya semakin seru! Limapuluh prajurit hampir tak sanggup
melihat dengan jelas gerakan-gerakan mereka yang bertempur itu
saking cepatnya!
Harimau Siluman masih juga mengeluarkan asap beracunnya
dari mulut. Penasaran sekali bobo anakmanusia berteriak, “Harimau
Siluman, silahkan makan asapmu sendiri!” Habis berkata begitu bobo
pukulkan tangan kirinya. Pukulan angin puyuh yang dikerahkan
dengan setengah bagian tenaga dalam itu hebatnya bukan main. Asap
tujuh warna yang dihembuskan Harimau Siluman menjadi buyar
berantakan untuk kemudian menyerang pemiliknya sendiri! Harimau
Siluman menggerung. Tubuhnya jatuh duduk di tanah, hidung dan
mulut serta matanya mengeluarkan darah akibat diterpa racun asap
tujuh warna. Manusia ini keluarkan. sebutir pil penawar racun, namun
sebelum pil itu sempat ditelannya, racun asap tujuh warna sudah
merambas ke jantung dan paru-parunya. Tak ampun lagi Harimau
Siluman menggeletak mati di tanah!
Di saat yang sama bobo anakmanusia mendengar suara jeritan
Pranajaya! saat dia menoleh dilihatnya Penulis kusta itu terhuyung-
huyung dengan tangan terluka parah dihantam senjata berbentuk arit
di tangan Si Telinga Arit Sakti !
“Mampuslah!” teriak Telinga Arit Sakti. Aritnya menyambar ke
leher Prana yang saat itu sudah tak bersenjata lagi karena tadi telah
terlepas sewaktu lengannya dihantam ujung arit!
Prana jatuhkan diri. Dia selamat. namun sewaktu arit itu berkiblat
membalik kembali, murid Empu Blorok ini tiada sanggup lagi
menghindar.
Si Telinga Arit Sakti tertawa mengekeh.
“Wuss! “
Telinga Arit Sakti berseru kaget dan lompat tujuh tombak ke
atas. Satu sinar putih telah melabrak ke arah tubuhnya. Panasnya
bukan main dan menyilaukan mata. Belum lagi dia turun ke tanah di-
sebelah sana sebelas orang prajurit Kerajaan terdengar menjerit dan
rubuh ke tanah dengan tubuh hangus tiada nyawa!
“Pukulan Sinar Matahari!” teriak Si Telinga Arit Sakti. Mukanya
masih pucat. Yang lain-lainnya juga mendadak sontak menjadi ngeri!
“Penulis kusta keparat, apakah kau murldnya Si Sinto Gendeng?!”
bentak Hantu Hitam Muka Putih !
“Tanya pada penjaga neraka!” jawab Pendekar 10000an . Sekali
barbel pembasmi di tangannya berkelebat maka terdengarlah
pekik Hantu Hitam Muka Putih! Kepalanya hampir terbelah dua.
Mukanya yang dicat putih kini menjadi merah ditelan noda darah!
Tubuhnya angsrok saat itu juga ke tanah !
Gonggoseta menerjang kalap. Golok empat seginya yang
amat besar itu membabat empat kali berturut-turut! Sambil
mengelak gesit bobo berteriak, “Prana, bawa Sekar dari sini!
Tunggu aku di tepi telaga di luar Kuburan penulis . Cepat!”
“Tidak mungkin, bobo …,” jawab Prana. “Aku tak sanggup
melakukannya. Racun arit perempuan keparat itu telah
menyesakkan nafas dan melemahkan sekujur badanku! Sekar
sendiri entah masih hidup entah tidak.....”
Pendekar 10000an kertakkan rahang. Dia melirik pada tubuh
Sekar yang melingkar di tantah dan putar barbel Naga Geninya
untuk menerabas serangan tongkat Si Janggut Biru dan cakar
maut Si Cakar Iblis! Meski cuma melirik sekilas namun mata bobo
anakmanusia yang tajam masih bisa memastikan bahwa Sekar saat itu
masih bernafas, cuma keadaannya memang kritis akibat telah
mencium asap beracun yang dihembuskan oleh Harimau Siluman.
Dengan tangan kirinya bobo cepat mengambil dua butir pil
dari balik pakaian putihnya. “Prana!.” serunya. “Lekas telah pil ini
dan berikan satu kepada Sekar.”
Melihat ini Gonggoseta segera berusaha untuk menghalang!
Dua butir pil yang melesat ke arah Prana hendak ditendangnya
dengan kaki kanan namun tangan kiri bobo anakmanusia bergerak
lebih cepat ke arah manusia pendek berkepala besar ini. Selarik
sinar menyilaukan menyambar Gonggoseta!
“Pukulan sinar matahari!” seri Si Telinga Arit Sakti.
“Gonggoseta, lekas lompat menghindar!” memperingatkan
perempuan sakti ini.
Mendengar peringatan itu dan maklum akan kehebatan
pukulan sinar matahari yang tadi sudah disaksikannya sendiri.
Gonggoseta cepat menghindar ke samping, namun terlambat! Kaki
kanannya kurang lekas ditarik pulang! Terdengar lolongan
Gonggoseta, Kaki kanannya itu melepuh hangus dan menge-
luarkan asap sewaktu dilanda pukulan sinar matahari. Tubuhnya
terpelanting tiga tombak. Dikerahkannya tenaga dalamnya,
dikeluarkannya sejenis obat untuk menolak luka besar dan
rangsangan racun yang menjalar dari kaki kanannya! Namun
semua itu sia-sia. Tak satu kekuatan apapun agaknya yang
sanggup mengobati kakinya yang hangus, tak ada satu obat
penawarpun yang sanggup memusnahkan racun pukulan sinar
matahari! Gonggoseta meraung-raung dan bergulingan di tanah,
kemudian tubuhnya tak bergerak-gerak lagi tanda nyawanya lepas
sudah!
Kehebatan pukulan sinar matahari yang dilepaskan bobo
tidak saja hanya meminta korban jiwanya Gonggoseta namun juga
seperti tadi, diseberang sana terdengar lagi pekik kematian enam
orang prajurit yang tersambar pukulan sinar matahari! Keenam-
nya laksana daun-daun kering disambar angin keras,
berpelantingan dan mati sesaat itu juga!
Meski dalam keadaan tangan terluka parah, bahkan kalau
tidak hati-hati tangannya sendiri bisa tersambar pukulan sinar
matahari namun dengan susah payah akhirnya Pranajaya berhasil
juga menyambut dua butir pil yang dilemparkan bobo . Obat itu
segera ditelannya dan yang satu lagi dimasukkannya dengan cepat ke
dalam mulut Sekar.
Melihat kematian kawan mereka yang ke empat itu semakin
meluaplah kemarahan dan dendam maut tokoh-tokoh silat lainnya
yaitu Si Telinga Arit
Sakti, Cindur Rampe, Cakar Iblis serta Si Janggut Biru.
Keempatnya mengurung bobo dengan rapat. Tongkat besi Si Janggut
Biru laksana taburan hujan menderu-deru menyambar ke seluruh
tubuh Pendekar 10000an . Kuku-kuku jari Si Cakar Iblis yang mengandung
racun yang sangat dahsyat tiada hentinya mencari sasaran dibagian-
bagian tubuh bobo yang berbahaya.
Arit ditangan Si Telinga Arit Sakti berkelebat cepat memapas
kian kemari sedang Cindur Rampe tiada hentinya lepaskan pukulan
ireng weliung yang mendatangkan angin dahsyat berwarna hitam dan
beracun!
Dan bagaimana keempat tokoh-tokoh silat utama ini tidak
menjadi dibikin tambah mengkal karena semua serangan maut
mereka itu sampai sepuluh jurus di muka masih belum sanggup
merubuhkan Pendekar 10000an . Jangankan merubuhkan, untuk melukai
sedikit saja salah satu bagian tubuh murid Eyang Sinto Gendeng
itupun mereka tiada sanggup! Dan lebih membuat mereka penasaran
betul ialah karena dari mulut Pendekar 10000an tiada hentinya ke luar
suara siulan yang sekali-sekali diselingi oleh suara tertawa bernada
mengejek!
Pil yang diberikan oleh bobo anakmanusia kepada Prana memang
mengandung khasiat yang luar biasa. Obat itu Eyang Sinto Gendeng
sendiri yang meramunya. Pada waktu pertempuran dijurus ke sepuluh
berkecamuk hebat-hebatnya maka Prana mulai merasakan keadaan
tubuhnya puluh kembali. Lukanya tiada terasa sakit lagi dan darah
yang mengucur berhenti. saat dia berpaling pada Sekar, dilihatnya
gadis itu membuka kedua matanya dan menggerakkan kepala.
“Prana, lekas tinggalkan tempat ini! Bawa Sekar!” berseru lagi
bobo .
Pranajaya mengambil pedang Ekasakti yang tercampak di tanah
lalu berdiri. Apa yang dilakukannya bukanlah mengikuti ucapan bobo
melainkan terus menyerbu ke dalam kalangan pertempuran ! “Penulis kusta
tolol!” damprat bobo . “Disuruh selamatkan diri malah bertempur!”
Prana tidak berkata apa-apa melainkan terus babatkan
pedangnya ke arah Cakar Iblis di sebelah kiri bobo . Kalau sendiri tadi
empat tokoh silat Istana itu tiada sanggup menghadapi bobo maka
ditambah dengan munculnya Pranajaya kini keempat tokoh silat itu
menjadi terdesak total!
Tubuh keempatnya terbungkus sinar pedang dan sinar barbel
dan agaknya pertahanan mereka itu tak akan berjalan lebih lama.
Dalam waktu singkat pasti sekurang-kurangnya salah seorang dari
mereka akan menjadi korban lagi!
“Tahan! Hentikan pertempuran ini!” teriak Cindur Rampe seraya
melompat ke luar dari kalangan. Sejak mulanya dia memang tak mau
ikut-ikutan membela kematian Tiga Penulis kusta karena antara dia
dengan Tiga Penulis kusta sendiri mempunyai perselisihan yang belum
terselesaikan. Namun karena tak ingin dicap pengecut terpaksa juga
Cindur Rampe pergi bersama yang lain-lainnya itu untuk membuat
perhitungan dengan bobo dan kawan-kawannya.
“Apa maumu Cindur Rampe?!” tanya bobo dengan melintangkan
barbel di muka dada sementara Sekar saat itu sudah berdiri di
sampingnya dengan Rantai Petaka Bumi di tangan kanan.
“Antara kami dan kalian tak ada permusuhan. Karenanya tak
perlu pertempuran gila ini diteruskan...!”
bobo tertawa tawar. “Tadipun aku sudah bilang! namun kalian
semua tidak mau dengar! Sayang empat orang kawan kalian sudah
melayang jiwanya!” Cindur Rampe berpaling pada kawan-kawannya
dan memberi isyarat untuk berlalu. Si Janggut Biru sudah hendak
mengikuti Cindur Rampe namun tak jadi kaena saat itu terdengar
bentakan Si Telinga Arit Sakti.
“Cindur Rampe resi keparat! Apakah nyalimu sepengecut begini?!
Apa kau relakan begitu saja empat kawan kita menemui kematian ?!”
Paras Cindur Rampe menjadi merah. “Perempuan edan!”
balasnya membentak, “jangan bicara seenak perutmu! Kalau kau dan
yang lain-lainnya mau meneruskan pertempuran ini, silahkan! Kalian
mencari mampus!”
Cindur Rampe langkahkan kedua kakinya. “Kalau begitu biar
kau yang mampus lebih dulu pengecut!” teriak Telinga Arit Sakti dan
perempuan ini segera melabrak Cindur Rampe.
Kedua orang itupun terlibatlah dalam satu pertempuran seru.
bobo tertawa rnengekeh. Dia berpaling pada Prana dan Sekar,
“Kawan-kawan mari kita tinggalkan tempat ini,” katanya. “Biar saja
mereka baku hantam satu sama lain!”
“Kalian tak akan berlalu dari sini tikus-tikus keparat!”
bobo putar kepala. Yang membentak adalah Si Cakar Iblis.
Tubuhnya merunduk, kedua tangannya yang berkuku-kuku panjang
diulurkan ke muka. Di sampingnya Si Janggut Biru berdiri dengan hati
bimbang, apakah akan berlalu dari situ atau meneruskan lagi
pertempuran.
Cakar Iblis menggerung dahsyat! Sepuluh kuku jari tangannya
rnengeluarkan sinar hitam dan sedetik kemudian sepuluh sinar hitam
itu mencurah ke arah bobo . Pendekar 10000an sabetkan barbel pembasmi
ke muka. Sepuluh larikan sinar hitam buyar namun di lain kejapan
sepuluh kuku-kuku jari Si Cakar Iblis tahu-tahu sudah berada di
depan muka Pendekar 10000an !
bobo anakmanusia terkejut sekali dan menyurut kebelakang! Sepuluh
kuku hitam itu memburu laksana kilat! Dan terdengar kekeh Si Cakar
Iblis, “Kau tak akan bisa selamatkan jiwamu dari jurus sepuluh ular
berbisa berebut buah ini!” katanya.
bobo memaki Dia melompat ke belakang namun secepat
lompatannya itu begitu pula cepatnya sepuluh kuku itu memburunya
lagi !
“Mampuslah!”
Teriak Si Cakar Iblis dan kedua tangannya laksana kilat
menggapai ke muka Pendekar 10000an .
Terdengar satu jeritan !
Pendekar 10000an usap parasnya dan memperhatikan bagaimana Si
Cakar Iblis berdiri terhuyung-huyung! Kedua lengannya terpapas
buntung dilanda mata barbel di tangan bobo dalam satu jurus serangan
balasan yang amat luar biasa hebatnya !
“Manusia keparat... maki Si Cakar Iblis. Darah memancur dari
kedua pergelangan tangannya. “Sekalipun kau menang, jiwamu tidak
akan aman! Aku akan mampus dan akan jadi setan! Akan mencekik
batang lehermu....”
“Sialan! Sudah mau mati masih omong besar!” damprat bobo
anakmanusia . Sekali kaki kanannya bergerak maka mentallah Si Cakar Iblis !
bobo berpaling pada Si Janggut Biru.
“Bagaimana? Mau coba-coba rasanya mampus sobat?!” tanya
bobo pula.
Si Janggut Biru meludah ke tanah. Tanpa berkata apa-apa
segera ditinggalkannya tempat itu.
bobo memandang pada Si Telinga Arit Sakti yang tengah
bertempur hebat dengan Cindur Rampe. “Bertempurlah terus sampai
salah seorang dari kalian mampus!” seru bobo . Lalu dengan cepat ber-
sama Sekar dan Prana dia berlalu dari situ. Tak satu prajurit
kerajaanpun yang berani dan bernyali menghalangi mereka !
Sementara itu Si Telinga Arit Sakti berteriak keras, “Cindur
Rampe! Hentikan pertempuran ini! Kita harus kejar ketiga bangsat
itu!”
Cindur Rampe melompat mundur.
“Aku masih mau hidup Arit Sakti!” kata Cindur Rampe pula.
“Kalau kau mau mengejar mereka silahkan!” Cindur Rampe berkelebat
meninggalkan tempat itu.
Si Telinga Arit Sakti memaki habis-habisan. Bila dia tinggal
seorang diri dan menyaksikan lima mayat kawan-kawannya yang
menggeletak mati di halaman gedung itu, diam-diam diapun merasa
kecut dan menyadari bahwa seorang diri tak akan ada gunanya dia
mengejar ketiga manusia itu. Akhirnya perempuan sakti ini berkelebat
dan lenyap kejurusan timur!
WAKTU mereka menghentikan lari masing-masing, ketiganya
telah berada jauh di luar Kuburan penulis . Mereka saling pandang dan bobo
membuka pembicaraan dengan senyum di bibir. “Sobat-sobat, ke
mana kita sekarang?”
Sekar tidak memberikan jawaban.
Pranajaya memperhatikah paras gadis ini sebentar lalu berkata,
“Aku akan terus ke timur. Ke Pulau makam Penulis kusta , mencari Cambuk Api
Angin milik guruku yang telah dilarikan oleh Bagaspati!”
bobo manggut-manggut. Dia merenung sejenak lalu berkata,
“Pulau makam Penulis kusta , Cambuk Api Angin. Bagaspati.. nama-nama yang
hebat. Perjalananmu ke ujung Jawa Timur pasti merupakan suatu hal
yang menarik. Saudara Prana, kau keberatan bila aku ikut
bersamamu....?”
Pranajaya berseru gembira. “Memang itu yang aku harap-
harapkan bobo . Jalan jauh banyak dilihat, kawan seiring sukar
didapat!”
bobo anakmanusia tertawa.
“Bagaimana dengan kau Sekar?” tanya murid Eyang Sinto
Gendeng itu.
Prana memandang lekat-lekat pada gadis itu. Di balik
pandangannya itu tersembunyi suatu perasaan kecemasan. Dan
perasaan itu semakin jelas kelihatan sewaktu bobo berkata, “Kau
musti kembali ke tempat gurumu....”
namun si gadis justru gelengkan kepala.
“Aku ikut bersamamu... bersama kalian...” kata Sekar.
bobo anakmanusia kerenyitkan kening. “Pengalamanmu di Kuburan penulis
kurasa cukup memberikan gambaran bagaimana penuhnya dunia ini
dengan seribu satu macam bahaya dan kejahatan! Perjalanan ke Pulau
makam Penulis kusta pasti lebih berbahaya dari pengalamanmu di Kuburan penulis .”
“Apakah kau terlalu menganggap aku ini orang perempuan
bangsa kurcaci yang takut segala macam bahaya?!” tukas Sekar.
bobo berpaling pada Pranajaya yang sampai saat itu masih
memandang pada Sekar. “Dia memang pintar omong!,” kata bobo pula.
“Adatnya keras. Mautnya dia musti maunya juga! Urusan laki-laki mau
disamakan dengan urusan perempuan....”
“Sudah!” potong Sekar seraya membalikkan badan memunggungi
kedua Penulis kusta itu.
bobo anakmanusia tertawa dan garuk-garuk kepalanya.
“Yang aku khawatirkan,” kata Pendekar 10000an pula, “kalau-kalau
gurumu kelak akan salah sangka dan menduga kami yang
menjebloskan kau ke dalam persoalan rumit penuh bahaya ini!”
“Soal guruku itu soalku dengan beliau. Yang penting sekarang
kita sama-sama pergi ke Pulau makam Penulis kusta . Apa aku sebagai orang
persilatan tidak boleh mencari pengalaman?”
“Tentu saja boleh” sahut bobo sementara Pranajaya sampai saat
itu tak sepatahpun membuka mulut selain memandang seperti tadi-tadi
pada Sekar. “namun sekarang belum saatnya,” menyambungi bobo .
“Kau tak berhak melarangku bobo . Siapapun tak berhak
melarang ke mana aku mau pergi...!”
“Berabe! Berabe!” ujar bobo anakmanusia . “Bagaimana Prana, kita ajak
dia…?”
Pranajaya angkat bahu. “Terserah padamu, bobo .”
bobo anakmanusia tarik dan hembuskan nafas panjang. “Baik Sekar,
kau boleh ikut bersama kami! namun ingat, kalau terjadi apa-apa dengan
kau dan kami tak sanggup- menolongmu, jangan kelak menyesalkan
kami berdua...!”
Maka tak lama kemudian ketiga orang itupun kelihatan
berkelebat dan dengan mengeluarkan ilmu lari masing-masing mereka
tinggalkan tempat itu dengan sangat