Selasa, 11 Februari 2025

bobo penasaran 3

   


“bobo  Tenaga dalamku telah pulih!” 

Murid Empu Blorok ini melompat ke udara berjundgir balik 

beberapa kali lalu turun kembali dengan kedua kaki lebih dahulu 

mencapai tanah! 

“Gerakan dan ilmu mengentengi tubuhmu hebat sekali Prana,” 

puji bobo . 

Pranajaya tersenyum jumawa. “Ini semua adalah berkat 

pertolonganmu. Kalau kau tidak ada pasti aku sudah mampus! Aku 

berhutang budi dan berhutang nyawa padamu!” 

bobo  anakmanusia  bersiul. 

“Hutang budi dan hutang nyawa itu sebetulnya tak pernah ada 

di dunia ini, saudara Prana,” sahut bobo  anakmanusia . ”Kau tahu, budi 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

baik itu Tuhan yang memasukannya ke dalam hati nurani kita. Dan 

nyawa itu Tuhan yang punya! Jadi kepada Tuhanlah kita semua 

berhutang!” 

Pranajaya tertawa. 

“Walau bagaimanapun aku tetap merasa berhutang besar 

sekali padamu. Kuharap Tuhan memanjangkan umurku dan bisa 

membalas semua pertolonganmu...“ 

bobo  anakmanusia  geleng-gelengkan kepalanya. Ditepuknya bahu 

Prana dan berkata, “Di samping nasib baik dan pertolongan Tuhan, 

tentunya kau seorang tokoh silat yang sakti, Prana.” 

“Ah, aku cuma manusia biasa saja. Penulis kusta  gunung yang tak 

tahu apa-apa...!” jawab Pranajaya rendahkan diri. 

bobo  tertawa. “Seorang Penulis kusta  gunung yang dogol pasti sudah 

mampus diseret dengan kuda! Kau tidak dan masih hidup!” 

Prana angkat bahu. 

“Sekarang terangkan kenapa sampai kau mengalami nasib 

demikian,” kata bobo  anakmanusia  pula. 

“Aku dilepas oleh guruku untuk mencari Tiga Penulis kusta . 

Mereka telah membunuh bapakku dan salah seorang dari mereka 

membacok buntung lengan kiriku ini! Di samping itu. Empu Blorok 

juga menugaskanku mencari senjata mustika miliknya yang dicuri 

oleh seorang sahabatnya bernama Bagaspati.” 

“Senjata apa yang dicuri itu?” kepingin tahu bobo .  

“Sebuah cambuk bernama Cambuk Api Angin.”  

“Namanya hebat, pasti itu senjata dahsyat sekali,” ujar bobo . 

“Kau sudah tahu di mana itu si Bagaspati bercokol?” tanya 

bobo  kemudian. 

Pranajaya mengangguk. 

“Di Pulau makam Penulis kusta ,” jawab Penulis kusta  tangan buntung itu. 

“Pulau makam Penulis kusta ? Di mana itu? Aku tak pernah dengar!” 

“Menurut guruku terletak di ujung timur Pulau Jawa...“ 

“Cukup jauh dari sini,” kata bobo . 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

Prana mengangguk lagi. “Aku bernasib sial,” katanya. “Tiga 

Penulis kusta ternyata sangat tinggi ilmunya dan belum apa-apa aku 

sudah kena disikat mereka. namun  demi arwah ayah, sampai serahkan 

jiwapun aku tetap musti bisa membereskan ketiga bangsa itu!” 

Prana berdiri dari duduknya. 

“Kau mau ke mana?!” tanya bobo . 

“Kembali ke Kuburan penulis  untuk-mencari Tiga Penulis kusta !” 

bobo  berdiri pula. “Dengan pakaian macam ini kau mau masuk 

ke Kuburan penulis ?” 

Prana memandang ke dirinya. Seluruh pakaian birunya sudah 

hancur robek-robek, kotor oleh darah dan debu. Penulis kusta  ini 

menggigit bibir. 

bobo  tertawa.  

“Aku ada satu stel persediaan pakaian,” katanya. Dari balik 

punggungnya Pendekar 10000an  mengeluarkan sebuntal pakaian. “Ini, 

pakailah,” bobo  melemparkan pakaian itu. 

Prana menyambutnya. “Terima kasih,” kata Penulis kusta  ini lalu 

cepat-cepat berganti pakaian di balik semak belukar. 

“Aku juga akan ke Kuburan penulis ,” kata bobo  “Seorang sahabatku 

lenyap tak tentu entah ke mana. Aku musti cari dia!” 

“Kalau begitu kita pergi sama-sama,” ujar Pranajaya. “Tiga Setan 

Darah musti mampus ditanganku!,” murid Empu Blorok ini kepalkan 

tinju tangan kanannya. “Salah seorang dari mereka telah merampas 

pedang warisan guruku! Mereka musti benar-benar mampus!” 

bobo  menepuk bahu Pranajaya. “Sudah sobat, mari kita  

berangkat!” 

Kedua pendekar itu meninggalkan telaga. Dengan ilmu lari cepat 

masing-masing keduanya menuju kembali ke Kuburan penulis . Di saat itu 

matahari telah menggelincir ke ufuk barat. Diam-diam Pranajaya 

memperhatikan gerak dan cara lari bobo  anakmanusia . Penulis kusta  ini bermata 

tajam dan berpikiran cerdas. Dia segera mengetahui kalau saat itu 

bobo  hanya mengeluarkan setengah bagian saja dari kecepatan ilmu 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

larinya sedang dia sendiri sudah mempergunakan keseluruhan 

kecepatan ilmu lari warisan Empu Blorok! Jika bobo  mau pastilah dia 

akan ketinggalan jatuh di belakang. Diam-diam Pranajaya membathin 

siapa dan murid guru sakti dari manakah sesungguhnya bobo ? Empu 

Blorok pernah menerangkan tentang tokoh-tokoh silat ternama di 

rimba persilatan. namun  tak pernah menyebut-nyebut seorang pendekar 

muda bernama bobo . Dalam berpikir dan berlari itu akhirnya mereka 

telah sampai di pintu gerbang Kuburan penulis . 

bobo  anakmanusia  memperlambat larinya. 

“Kulihat ada kelainan di pintu gerbang saat ini,” kata bobo .  

Pranajaya memperhatikan ke arah pintu gerbang. Apa yang 

diucapkan bobo  memang betul. Pada pintu gerbang Kuburan penulis  kelihatan 

sepuluh orang pengawal, padahal sebelumnya cuma ada dua orang 

yang berdiri di situ. 

“Aku mendapat firasat mereka hendak membuat urusan dengan 

kita..,” kata Pranajaya. 

“Kita lihat saja. Jika betul tak usah ragu-ragu untuk memberi 

sedikit hajaran pada mareka, Prana!” Begitu sampai di pintu gerbang 

Kerajaan ke sepuluh pengawal pintu gerbang berjejer rapi, masing--

masing memalangkan tombak. Salah seorang dari mereka maju 

membentak. 

“Berhenti!” 

bobo  anakmanusia  dan Pranajaya hentikan lari masing-masing. 

Mereka memperhatikan, rata-rata tampang pengawal-pengawal itu 

bengis semua. 

Yang tadi membentak berpaling pada salah seorang kawannya 

dan bertanya, “Apakah ini kunyuk-kunyuk yang tadi kau lihat 

melarikan diri dari Kuburan penulis ?!” 

Pengawal yang ditanya mengangguk. Meski sudah berganti 

pakaian namun pengawal itu masih dapat mengenali Pranajaya dan 

juga bobo  anakmanusia . 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

Pengawal yang tadi bertanya palingkan kepala kembali pada 

bobo  dan Prana. Dia segera hendak buka mulut berikan perintah 

namun bobo  anakmanusia  dengan cengar cengir mendahului. 

“Pengawal, omongmu seenaknya saja! Kau kira kami ini apa 

pakai memaki kunyuk segala?! Coba kacakan mukamu di telapak 

kakiku ini dulu, baru nanti kau tahu apa kami yartg kunyuk atau kau 

yang monyet!”  

Habis berkata begitu bobo  anakmanusia  angkat tinggi-tinggi kaki 

kanannya dan diajukan tepat-tepat ke muka si pengawal yang tadi 

memaki. Tentu saja marah pengawal ini bukan alang kepalang! 

“Bangsat rendah! Kau lebih pantas mampus dari pada ditangkap 

hidup-hidup!” Pengawal ini secepat kilat tusukkan tombaknya kepada 

bobo  anakmanusia .  

Pendekar 10000an  ganda tertawa. “Sompret betul!,” makinya 

kemudian. “Orang suruh berkaca malah menyerang! Ini makan 

kakiku!” 

Hampir tak kelihatan bagaimana cepatnya gerakan kaki murid 

Eyang Sinto Gendeng itu, tahu-tahu tendangannya sudah mendarat 

didagu si pengawal!.Pengawal itu terpelanting jauh, tombaknya 

mental, mulutnya berdarah dan tubuhnya melingkar di muka pintu 

gerbang tanpa kabarkan diri! 

Melihat ini sembilan pengawal lainnya segera menyebar 

mengurung! 

“Bedebah laknat!,” kata salah seorang dari mereka, “lebih baik 

kalian serahkan diri. Kalau tidak nyawa kalian pasti tidak ketolongan!” 

“Siapa yang minta tolong soal nyawa padamu tikus pintu 

gerbang!” damprat bobo . 

“Ulurkan kedua tangan kalian!” perintah pengawal yang seorang 

itu sambil mengeluarkan segulung tali besar. “Kalian harus kami seret 

kehadapari Tiga Penulis kusta !” 

“Oh, jadi manusia-manusia muka kepiting rebus itu yang 

menyuruh kalian menghadang kami di sini?!” bentak Pranajaya. 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

“Tak usah banyak bacot! Ulurkan kedua tangan kalian!” 

bobo  anakmanusia , palingkan kepala pada Prana dan kedapkan 

matanya. Lalu pada pengawal itu dia berkata, “Kalau betul Tiga Setan 

Darah yang memerintahkan kalian untuk menangkap kami, kami tak 

bisa berbuat apa-apa selain serahkan diri…” Dan Pendekar 10000an  

ulurkan kedua tangannya pada pengawal itu seraya berkata, “namun  

saudara, kawanku cuma punya satu tangan, apakah kau akan ikat 

juga dia....?!” 

“Aku bilang tak usah banyak mulut!” sentak si pengawal. Tali 

yang ditangannya dengan cepat digulung dan mengikat kedua 

pergelangan tangan bobo  anakmanusia  erat-erat. 

Mendadak sepasang lengan yang sudah terikat itu bergerak. 

Terdengar satu pekikan. Tubuh si pengawal mental ke udara, 

terbanting ke atas atap pintu gerbang Kuburan penulis , mengeluh sebentar 

lalu merosot jatuh ke tanah dengan mengeluarkan suara bergedebuk! 

Delapan pengawal bergerak cepat ke arah bobo  anakmanusia . 

Delapan tombak berkiblat, berkilau kuning dibawah sorotan sinar 

matahari sore! 

Pendekar 10000an  bobo  anakmanusia  tertawa aneh. Kedua tangannya 

bergerak cepat tiada henti. Disekitarnya terdengar suara, “plak... 

plak... plak” dan hanya dalam tempo lebih dari sekejapan mata saja 

kedelapan pengawal itu sudah bertumpukan di tanah, pingsan 

dihantam tamparan bobo  anakmanusia ! 

Pranajaya, si murid Empu Blorok hampir, tak percaya melihat 

apa yang disaksikannya itu. Delapan orang sekaligus dibikin roboh 

pingsan dalam tempo demikian singkatnya! Benar-benar dia kagum 

sekali! Dia berdiri terlongong-longong! 

“Sobat!,” bobo  menepuk bahunya. “Jangan jadi patung. Mari! 

Kau tokh mau buru-buru ketemu dengan Tiga Penulis kusta ?!” 

Prana baru sadar. Tanpa banyak bicara segera dia berlari 

menyusul bobo  anakmanusia . Tiba-tiba bobo  hentikan larinya. “Kita bodoh,” 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

katanya, “di Kuburan penulis  ini kita tak boleh berlari. Semua orang tentu 

akan menujukan perhatiannya pada kita.” 

Keduanya meneruskan perjalanan dengan melangkah cepat. 

Mereka sampai dihadapan gedung tua kediaman Tiga Penulis kusta . 

Dan di saat itu pula bobo  anakmanusia  ingat sesuatu. Dia berpaling pada 

Pranajaya.  

“Sobat, aku baru ingat. Kawanku itu pasti tidak berada di sini! 

Waktu aku mendukungmu ke luar dari ruang batu, dia telah lenyap. 

Musti si Setan Pukulan yang telah melarikannya! Keparat betul!” 

“Kau tahu ke mana kira-kira kawanmu itu dilarikan?” tanya 

Prana. 

bobo  gelengkan kepala dan menggerendeng, “Aku akan cari 

keterangan,” katanya. “Sementara itu coba kau selidiki dulu gedung 

tua ini. Dalam waktu kurang sepeminum teh aku pasti kembali ke 

sini!” 

Prana menyetujui usul bobo . 

“Hati-hati,” memperingatkan bobo . “Gedung tua ini banyak 

jebakan dan senjata rahasianya!” 

Pranajaya mengangguk lalu cepat-cepat memasuki halaman 

gedung kediaman Tiga Penulis kusta . Di pintu samping yang 

sebelumnya telah didobrak bobo , Pranajaya berhenti dan merenung 

sejenak. Kalau gedung tua itu banyak jebakan dan alat-alat 

rahasianya, maka menurut dia jalan yang seaman-amannya untuk 

masuk ke dalam gedung itu ialah lewat genteng! Maka tanpa pikir 

lebih jauh lagi, murid Empu Blorok ini dengan ilmu mengentengi 

tubuhnya yang cukup sempurna segera melompat ke atas atap gedung 

tua! Kedua kakinya menginjak genteng gedung tanpa menimbulkan 

suara sedikitpun! 

“Penulis kusta durjana! Rupanya kau bukan cuma tukang jagal 

manusia namun  juga laknat terkutUk tukang rusak kehormatan 

perempuan!”  

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

Habis berteriak begitu Pranajaya menyerbu turun ke dalam. 

Genteng pecah bertaburan, beberapa papan panglari patah!  

 

-- == 0O0 == -- 

 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

SEBELAS 

 

SEPERTI telah dituturkan Penulis kusta Pertama dengan 

memboyong murid Empu Tumapel meninggalkan tempat kediaman 

Setan Pikulan. Manusia bermuka merah ini langsung membawa Sekar 

ke gedungnya, membaringkan gadis itu di lantai salah sebuah kamar. 

Gedung tua itu hampir tidak berperabotan bahkan satu tempat 

tidurpun tak terdapat di sana! 

Saat itu Sekar masih berada dalam keadaan tertotok. Tak 

satupun yang dapat dibuat Sekar sewaktu dengan nafas kembang 

kempis dan nafsu menggelegak Penulis kusta Pertama sambil 

menyeringai buruk membuka pakaian gadis itu satu demi satu! Gadis 

itu tertelentang di lantai kamar tanpa sehelai pakaianpun menutupi 

tubuhnya yang mulus itu kini. Senjata pemberian Empu Tumapel 

“Rantai Petaka Bumi” yang ditemui Penulis kusta Pertama melilit di 

pinggang Sekar, diletakkan Penulis kusta Pertama di sudut kamar. 

Penulis kusta Pertama membasahi bibirnya dengan ujung lidah. 

Sepasang matanya laksana dikobari api, memandang tak berkedip 

pada tubuh Sekar yang menggeletak di lantai. 

“Tubuh bagus... tubuh bagus! He... he… he... he....!” Setan 

Darah Pertama menyeringai. Kemudian tanpa menunggu lebih lama 

manusia bermuka merah ini membuka jubahnya. Jubah itu 

dilemparkannya ke sudut kamar! Sepasang tombak bermata dua dan 

pedang milik Pranajaya diletakkannya dekat kepala Sekar. Manusia ini 

baru saja berbaring dan menggelungi tubuh Sekar dengan kaki dan 

tangannya sewaktu laksana halilintar di siang hari bolong dia 

mendengar suara bentakan menggeledek dan bobolnya genteng di atas 

kamar itu! 

“Penulis kusta durjana! Rupanya kau bukan cuma tukang jagal 

manusia namun  juga laknat terkutuk tukang rusak kehormatan 

perempuan!” 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

Seperti seekor singa Penulis kusta Pertama melompat dan 

menyambar pedang Ekasakti di atas lantai. Berdiri bulu kuduk 

Pranajaya menyaksikan manusia yang berdiri tanpa pakaian 

dihadapannya itu! Berdiri bulu kuduk bukan karena ngeri namun  karena 

merasa sangat geramnya ! 

Di lain pihak Penulis kusta Pertama tidak pula kurang geramnya. 

Ternyata manusia yang menerobos masuk lewat genteng kamar bukan 

lain Pranajaya, Penulis kusta  tangan buntung yang memang tengah dicari-

carinya! 

“Budak bedebah! Dicari-cari tidak ketemu, sekarang datang 

sendiri antarkan nyawa!” 

“Iblis bejat!” balas membentak Pranajaya. “Bertiga dan mengeroyok 

kau memang unggul, namun  sekarang kita satu lawan satu!” 

Penulis kusta Pertama tertawa buruk! Diacungkannya pedang 

Ekasakti yang ditangan kanannya. “Kau lihat pedang ini huh?! Senjata 

milikmu ini sendiri yang akan menebas kau punya batang leher!” 

Habis berkata begitu Penulis kusta Pertama menerjang ke muka. 

Tangannya bergerak, pedang menderu ke arah Pranajaya. Cepat-cepat si 

Penulis kusta  bertangan buntung melompat ke samping dan lepaskan 

pukulan angin sewu! Penulis kusta Pertama yang tahu kehebatan ilmu 

pukulan tangan kosong ini buru-buru menyingkir dan menyambar jubah 

merahnya di sudut kamar! Kesempatan ini dipergunakan oleh Pranajaya 

untuk mengirimkan pukulan jotos sewu, satu ilmu pukulan yang 

diwarisinya dari Empu Blorok yang tak kalah hebatnya dengan ilmu 

pukulan angin sewu tadi! Angin keras pukulan Pranajaya membuat 

jubah Penulis kusta Pertama mental sehingga pemiliknya tak berhasil 

mengambilnya! Dengan memaki terpaksa Penulis kusta Pertama 

melompat lagi ke samping! 

Sewaktu Pranajaya mengintip di atas genteng dan menginjakkan 

kaki di lantai kamar itu sekaligus dia mengetahui bahwa gadis yang 

menggeletak di lantai kamar berada dalam keadaan tertotok. Karenanya 

saat  Penulis kusta Pertama melompat ke samping, Penulis kusta  ini cepat-

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

cepat pergunakan tangan kirinya untuk melepaskan totokan di tubuh 

Sekar! 

Begitu tubuhnya lepas dari totokan begitu Sekar berteriak, 

“Saudara awas!” 

Pranajaya mendengar suara sambaran angin dibelakangnya. 

Secepat kilat Penulis kusta  ini jatuhkan diri ke muka. Pedang Ekasakti 

membabat setengah jengkal di atas bahu kanannya! Prana terus 

menggulingkan diri dan dalam gerakan yang sudah diperhitungkan 

Penulis kusta  ini dalam berguling berhasil menyambar sepasang tombak 

bermata dua milik Penulis kusta Pertama! 

Di lain pihak Sekar dengan sangat cepat segera mengenakan 

pakaiannya yang tadi sudah dipereteli Penulis kusta Pertama. Dia merasa 

heran melihat Penulis kusta  bertangan buntung itu masih hidup malah dalam 

keadaan segar bugar. Apakah bobo  telah berhasil menolong Penulis kusta  ini? 

namun  bobo  sendiri di mana sekarang?! Sekar tidak bisa berpikir lama-

lama. Begitu mengenakan pakaian, gadis ini segera mengambil Rantai 

Petaka Bumi miliknya yang diletakkan Penulis kusta Pertama di sudut 

kamar! 

Sementara itu si Penulis kusta  tangan buntung terdengar membentak, 

“Iblis muka merah!” Prana acungkan sepasang tombak bermata dua 

yang keduanya sekaligus digenggamnya di tangan kanan. “Kita sama-

sama bersenjata sekarang! Mungkin senjata yang ditanganku ini yang 

akan lebih dulu mengambil nyawa pemiliknya sendiri!” 

Penulis kusta Pertama kertakkan geraham. Tubuhnya berkelebat. 

Pedang di tangan manusia ini menabur sinar putih. Jurus yang 

dikeluarkan Tiga Penulis kusta hebatnya luar biasa sekali karena 

dalam saat itu juga Pranajaya segera terbungkus serangan-serangan 

pedang Ekasakti miliknya sendiri! 

Pranajaya membentak keras. Gerakan murid Empu Blorok ini 

tak kalah sebat. Tubuhnya lenyap laksana bayang-bayang saja kini 

dan dua tombak bermata dua di tangannya menderu-deru. Dalam 

jurus pertama yang luar biasa hebatnya itu, senjata-senjata mereka 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

beradu sampai empat kali berturut-turut dan memercikkan bunga api 

yang menyilaukan mata! 

“Saudara! Kuharap kau suka mundur!” tiba-tiba Pranajaya 

mendengar seruan gadis yang tadi dilepaskannya totokannya. 

“Manusia iblis laknat terkutuk ini harus mampus ditanganku!” 

Pranajaya mengerling dan melihat Sekar berdiri sambil 

memutar-mutar sebuah senjata berbentuk rantai yang ujungnya 

diganduli bola besi berduri! 

Tanpa perdulikan seruan si gadis Prana terus kirimkan 

serangan-serangan gencar terhadap Penulis kusta Pertama. Dalam 

pertemuannya pertama kali di luar Kuburan penulis , Pranajaya memang tiada 

sanggup menghadapi Penulis kusta Pertama, karena dia dikeroyok tiga. 

Namun,kali ini pertempuran jauh berbeda, satu lawan satu! Dan 

keluar biasaannya lagi ialah karena mereka bertempur dengan 

memegang senjata milik lawan masing-masing! 

“Saudara! Mundurlah!” seru Sekar tidak sabar sewaktu 

pertempuran gencar itu memasuki jurus ke tiga. Gadis ini sudah tak 

dapat menahan kesabaran den dendam kesumatnya terhadap Setan 

Darah Pertama, manusia yang telah menelanjangi dan hampir saja 

merusak kehormatannya! 

“Tidak bisa saudari!” seru Pranajaya membalas. “Bangsat yang 

satu ini musti mampus ditanganku!”  

“Nyawanya miliku!” teriak Sekar dan dia melompat ke muka 

sambil menyabetkan Rantai Petaka Bumi. Senjata itu menderu 

laksana angin topan, membuat kedua orang yang bertempur terpaksa 

sama melompat mundur ! 

Pranajaya penasaran sekali. Dia berpaling. “Saudari kuharap, 

kau jangan mencampuri urusan ini. Kau telah selamat, sebaiknya 

lekas-lekas berlalu tinggalkan tempat ini!” 

“Berlalu?!” sahut Sekar ketus! “Sebelum kupecahkan kepala 

bangsat bermuka iblis ini aku tak akan tinggalkan tempat ini!” 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

”Aku tahu kebejatan yang telah dilakukannya yang membuat 

kau begitu inginkan jiwanya,” kata Pranajaya. “namun  itu tak 

seberapa....” 

“Tak seberapa katamu?!” sentak Sekar dengan mata melotot! 

“Manusia macam apa kau ini?! Perbuatan mesum terkutuk kau 

katakan hal yang tak seberapa!” 

Sementara kedua orang itu berdebat, Penulis kusta Pertama 

memutar otak. Dia cuma seorang diri di situ, menghadapi dua lawan 

yang sama-sama inginkan jiwanya. Meski kedua lawan itu kini saling 

bertengkar namun bukan tidak mustahil keduanya akan sama-sama 

menggempurnya bersirebut cepat mencabut jiwanya! Dalam 

pertempuran beberapa jurus tadi Penulis kusta Pertama telah pula 

dapat mengukur kehebatan Pranajaya. Satu lawan satu memang 

sukar juga baginya untuk menghadapi Penulis kusta  tangan buntung itu ! 

Satu-satunya jalan yang paling baik bagi Penulis kusta 

Pertama saat itu ialah kabur dari situ dan kembali lagi bersama 

dua orang konco-konconya! 

Tanpa pikir panjang manusia bermuka merah ini segera 

menyambar jubahnya dan melompat ke atas genteng! namun  kejut 

Penulis kusta Pertama bukan olah-olah sewaktu dari atas genteng 

dari mana Pranajaya menerobos tadi bersiur angin laksana badai, 

melanda ke arahnya membuat tubuhnya terhempas hampir jatuh 

duduk di lantai kamar jika dia tidak cepat melompat ke samping 

dan jungkir balik dua kali berturut-turut. Sebelum dia 

mendongak ke atas sepasang telinga Penulis kusta Pertama 

mendengar suara tertawa gelak-gelak! Sesosok tubuh muncul di 

atas atap dan duduk di palang kayu! 

“Dua muda mudi bertengkar rebutkan jiwa manusia busuk! 

Si busuk cari kesempatan untuk larikan diri! Ha.... ha.... ha.... 

ha!” 

Prana dan Sekar menengadah ke atas genteng dan kedua 

orang ini sama-sama berseru, “bobo !”  

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

Sekar terkejut sewaktu melihat Pranajaya kenal pada bobo  

anakmanusia . 

Penulis kusta Pertama memandang penuh amarah meluap ke 

atas genteng itu. Orang yang tertawa dan bicara serta duduk di 

atas itu bukan lain dari Penulis kusta  rambut gondrong yang 

sebelumnya telah membebaskan dan melarikan Pranajaya dari 

ruang batu karang yang kemudian bertempur sebentar dengan dia 

lalu larikan diri! 

Sambil kenakan jubahnya dengan cepat Penulis kusta 

Pertama yang sebenarnya sudah semakin menciut nyalinya 

melihat kemunculan lawan baru ini, membentak keras, “Bagus 

sekali! Semua musuhmusuhku sudah lengkap di sini! Silahkan 

turun Penulis kusta  sedeng!” 

“Mulutmu terlalu besar! Apakah kambrat-kambratmu yang 

dua orang lainnya juga ada di sini heh?!”  

“Tak usah banyak mulut! Jika punya nyali silahkan turun. 

Kalau tidak lekas minggat dari sini!” 

Mendengar ini bobo  anakmanusia  tertawa gelak-gelak. Penasaran 

sekali Penulis kusta Pertama berteriak memancing. “Kalau kau tak 

berani baku hantam di sini, aku masih bersedia melayanimu di 

halaman luar!”  

“Bertempur di halaman luar lalu cari kesempatan untuk 

larikan diri lagi...?!” bobo  anakmanusia  tertawa lagi gelak-gelak! 

Penulis kusta Pertama mendamprat dalam hati karena 

pancingannya diketahui lawan. Agaknya dia tak punya 

kesempatan lain daripada harus menghadapi ketiga musuh-

musuhnya itu atau sekurang-kurangnya salah seorang dari 

mereka! 

Diam-diam Penulis kusta Pertama salurkan seluruh tenaga 

dalamnya pada kedua ujung tangannya. Tiba-tiba dia membentak 

garang! Satu tangan meninju ke atas, tangan yang lain menjentik 

ke arah Pranajaya dan Sekar! Selarik besar sinar merah yang 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

sangat panas menderu ke arah Pendekar 10000an  yang duduk 

ongkang-ongkang di atas atap kamar sedang lima larikan kecil 

sinar merah yang merupakan totokan-totokan beracun 

menyambar laksana kilat ke arah Sekar dan Pranajaya. Sekar 

putar Rantai Petaka Bumi, Prana menghindar ke samping sambil 

kiblatkan sepasang tombak bermata dua milik Penulis kusta 

Pertama! 

Di atas genteng bobo  kelihatan gerakkan tangan kirinya. 

Satu angin dingin menderu memapasi angin merah panas Setan 

Darah Pertama dan membuat buyar serangan manusia muka 

merah itu. Penuh beringas Penulis kusta Pertama melompat ke 

atas dan menyerang dengan pedang Ekasakti milik Pranajaya! Kini bobo  

anakmanusia  gerakkan tangan kanannya. Gumpalan angin keras menyambar 

ke arah Penulis kusta Pertama. Inilah pukulan kunyuk melempar buah 

yang tak asing lagi dari Pendekar 10000an . Meski cuma mempergunakan 

setengah bagian saja dari tenaga dalamnya dalam melancarkan pukulan 

ini, namun tak urung Penulis kusta Pertama terkejut hebat dan cepat-

cepat menyingkir ke samping dan kembali turun ke lantai. 

Keringat dingin memercik di muka manusia yang berwarna merah 

itu. Nyalinya benar-benar menciut! Ilmu pukulan apakah yang dimiliki 

dan telah dilepaskan tadi oleh si Penulis kusta  di atas genteng itu yang 

demikian hebatnya sehingga dia tiada sanggup menerimanya?! 

“Setan muka merah, apakah kau betul-betul tidak tahu di mana 

dua kambratmu yang lain berada?!” tanya bobo  anakmanusia  dari atas. 

”Di mana mereka berada itu bukan urusanmu!” jawab Setan 

Darah Pertama keras sekedar untuk melenyapkan rasa bergidiknya. 

bobo  tertawa. 

“Rupanya kau sendiri kurang begitu tahu. Biar aku tunjukkan di 

mana mereka berada!,” kata Pendekar 10000an  pula. Kedua tangannya 

kelihatan ke luar dari lowongan genteng. Sesaat kemudian bila tangan 

itu bergerak turun maka dua sosok tubuh manusia berjubah merah 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

laksana dua batang pisang melesat ke bawah, jatuh dengan keras di atas 

lantai kamar dihadapan Penulis kusta Pertama ! 

Muka Penulis kusta Pertama berubah pucat. Bulu kuduknya 

berdiri. Kedua kambratnya itu menggeletak di lantai dengan kepala 

pecah, darah dan otak bermuncratan ! 

Sewaktu meninggalkan Pranajaya tadi, bobo  berhasil mencari 

keterangan di mana letak tempat kediaman Setan Pikulan. Karena lebih 

mengawatirkan keselamatan Sekar maka Pendekar 10000an  memutuskan 

lebih baik saat itu saja dia langsung ke tempat si Setan Pikulan. namun  apa 

yang ditemuinya di situ mengejutkannya. Setan Pikulan menggeletak di 

sebuah kamar! Kedua tangannya buntung putus. Manusia ini tiada 

bergerak-gerak namun  masih hidup megap-megap. Dalam berpikir-pikir apa 

yang telah terjadi dengan Setan Pikulan dan terus mencari di mana Se-

kar berada akhirnya dia mendobrak sebuah kamar dan menemui Setan 

Darah Kedua tengah merusak kehormatan dua orang perempuan muda! 

“Setan alas benar!” teriak bobo . Hanya dalam dua jurus saja Setan 

Darah Pertama dibikin tak berdaya di makan totokan bobo . Mula-mula 

manusia ini tak mau menerangkan di mana kawannya yang lain berada 

namun  setelah dipaksa akhirnya bobo  mengetahui juga dan mendapatkan 

Penulis kusta Ketiga di kamar sebelah, juga tengah merusak kehormatan 

dua orang perempuan muda! Nasib Penulis kusta Ketiga tidak beda 

dengan kawannya yang terdahulu. Satu jurus bertempur manusia ini 

segera kena ditotok oleh bobo  dan sekligus keduanya dibawa oleh bobo  

ke gedung tua tempat kediaman Tiga Penulis kusta . Kedatangannya di 

sana disambut oleh suasana yang tak terduga pula! Sekar dan Prana 

dilihatnya saling bertengkar sedang Penulis kusta Pertama dalam 

keadaan telanjang bulat siap-siap hendak melarikan diri! 

Untuk beberapa lamanya muka Penulis kusta Pertama masih 

memucat dan kedua lututnya goyah menyaksikan kematian dua orang 

koleganya itu di muka hidungnya sendiri. 

Putus asa karena mengetahui tak ada jalan untuk lari serta kalap 

melihat kematian kawan-kawannya, maka Tiga Penulis kusta Pertama 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

kiblatkan pedang Ekasakti dan mengamuk menerabas Sekar serta 

Pranajaya! 

Maka pertempuran seru segera terjadi. 

“Sekar sebaiknya kau mundur saja!” bobo  berseru dari atas 

genteng. 

“Tidak bisa bobo . Bangsat ini hampir saja merusak 

kehormatanku!,” jawab Sekar seraya putar senjatanya dengan sebat. 

“Aku mengerti. namun  kau telah diselamatkan oleh Prana sedang 

Prana mempunyai dendam kesumat belasan tahun terhadap bangsat itu! 

Ayahnya dibunuh oleh Penulis kusta Pertama itu!” 

Akhirnya Sekar mengalah juga dan ke luar dari kalangan 

pertempuran. 

Keputusasaan, kekalapan dan nyali yang telah melumer itulah 

yang bersarang di diri Penulis kusta Pertama. Laksana banteng terluka 

manusia berjubah merah ini mengamuk hebat dan ganas sekali. 

Serangan-serangannya berbahaya dan penuh tipu-tipu licik. Namun itu 

semua tiada arti bagi Pranajaya yang menghadapi musuhnya itu dengan 

hati panas pula namun  kepala dingin penuh ketenangan ! 

Sembilan belas jurus berlalu cepat. 

bobo  bersiul-siul seenaknya. “Pertempuran hebat!” seru Penulis kusta  

dari gunung Gede itu. “Ayo Prana! Lawanmu sudah mulai kewalahan! 

Satu dua jurus di muka pasti senjata milik iblis yang ditanganmu itu 

akan merenggut nyawanya!” 

Apa yang dikatakan Pendekar 10000an  menjadi kenyataan. Dalam 

jurus keduapuluh satu laksana seorang penari Pranajaya meliuk 

mengelakkan sambaran pedang Ekasakti yang dibabatkan Penulis kusta 

Pertama kepinggangnya. Pedang itu membalik lagi dengan ganasnya. 

Prana geser kedua kaki dan tusukkan sekaligus kedua tombak yang 

dalam genggamannya ke muka Penulis kusta Pertama. Iblis bermuka 

merah ini rundukkan kepala! namun  tusukan tadi cuma tipu belaka, 

karena begitu pedang lawan lewat dan tusukan tombaknya tersorong ke 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

muka dengan serta merta Pranajaya gebukkan sepasang tombak itu ke 

kepala Penulis kusta Pertama! 

Penulis kusta Pertama melompat ke samping! namun  betapapun 

cepatnya dia tetap terlambat. Meski bisa selamatkan kepala namun dia 

tak sanggup menghindarkan bahunya dari hantaman senjata miliknya 

sendiri itu ! 

“Kraak!” 

Tulang bahu Penulis kusta Pertama yang sebelah kanan hancur 

remuk! Penulis kusta Pertama melolong macam anjing! Tubuhnya miring 

dan terjerongkang ke lantai. Dalam keadaan seperti itu dia masih hendak 

menyapukan pedang di tangan kanannya ke kaki Prana, namun  senjata itu 

terlepas dari tangannya yang sudah tak ada daya kekuatan lagi! 

Empat mata tombak ditekankan oleh Pranajaya ke batang leher 

Penulis kusta Pertama. Tenggorokan manusia muka merah ini kelihatan 

turun naik. Muka nya mengerenyit dan keringat membasahi sekujur 

tubuhnya. 

“Penulis kusta !,” desis Pranajaya. “Apa kau masih ingat saat-saat 

sewaktu kau membunuh ayahku dulu?! Apa kau masih ingat sewaktu 

tangan kiriku ini kau buntungkan dulu?!” 

“Orang muda..,” ujar Penulis kusta Pertama, “kasihani diriku yang 

buruk ini! Kalau kau ampunkan jiwaku, kelak aku akan berikan hadiah 

besar serta jabatan tinggi di Istana !”  

Prana tertawa. bobo  anakmanusia  mengekeh. “Jangan dengar mulut 

kentut iblis itu, Prana!” memperingatkan bobo . 

Pranajaya mengangguk. 

“Manusia macam dia siapa yang mau percaya!,” menyahuti 

Penulis kusta  bertangan buntung itu. Prana lemparkan ke samping dua 

tombak milik Penulis kusta Pertama dan membungkuk cepat 

mengambil pedangnya! 

Penulis kusta Pertama gerakkan tubuhnya sedikit namun  ujung 

pedang kini menggantikan empat mata tombak yang menekan batang 

lehernya ! 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

“Apa yang dulu kau lakukan terhadap bapakku, kini akan kau 

rasakan sendiri, Penulis kusta !”  

“Craas!” 

Penulis kusta Pertama meraung setinggi langit. Pedang Ekasakti 

membabat buntung mengerikan! Penulis kusta Pertama melejang-

lejang! Dia berteriak, “Bunuh aku! Bunuh saja segera !” 

“Rupanya kunyuk muka merah itu tidak takut mampus, Prana!” 

ejek bobo  dari atas genteng. 

“Ya, karena dia akan ketemu dengan setan-setan yang jadi 

kambrat-kambratnya di neraka!” sahut Pranajaya. Kemudian dengan 

tak ampun lagi Penulis kusta  itu tusukkan ujung pedangnya ke batang 

leher Penulis kusta Pertama. Manusia ini mengeluarkan suara seperti 

ayam disembelih. Tubuhnya masih melejang-lejang beberapa lama 

kemudian diam tak bergerak-gerak lagi tanda nyawanya sudah lepas 

meninggalkan tubuh! 

“Sobat-sobat, urusan kita di sini sudah selesai. Mari segera 

tinggalkan tempat sialan ini!” seru bobo  anakmanusia . 

Sekar dan Prana saling berpandangan sebentar, kemudian si 

gadis melompat ke atas genteng disusul oleh Pranajaya. Namun baru 

saja ketiga orang itu sampai di halaman luar, terkejutlah mereka. 

Kira-kira lima puluh orang prajurit Kerajaan telah mengurung tempat 

itu dan delapan manusia aneh berdiri memencar, memandang dengan 

pandangan yang menggidikkan ke arah mereka. 

Salah seorang dari yang delapan ini berteriak. Suaranya 

melengking macam perempuan. “Tikus-tikus bermuka manusia! 

Jangan harap kalian bisa berlalu hidup-hidup dari sini!” 

 

-- == 0O0 == -- 

 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

DUA BELAS 

 

MANUSIA yang berteriak itu adalah seorang laki-laki 

berkepala sangat besar dan botak namun  berbadan kecil dan pendek. 

Namanya Gonggoseta. Pandangannya bengis dan membayangkan 

maut! 

Pranajaya, Sekar dan bobo  anakmanusia  memandang berkeliling 

memperhatikan manusia-manusia itu satu demi satu. 

“Celaka sobat,” bisik Pranajaya. “Mereka pastilah tokoh-

tokoh silat kelas satu, orang-orangnya Istana!” 

“Kita memang lagi sialan,” gerendeng Pendekar 10000an . 

Sepasang matanya dengan tenang menyapu delapan sosok tubuh 

manusia-manusia aneh yang terpencar mengurung mereka. Orang 

kedua sesudah Gonggoseta ialah seorang kakek-kakek yang hanya 

mengenakan cawat dan keseluruhan tubuhnya mulai, dari kaki 

sampai ke muka dicoreng moreng dengan sejenis cat berbagai 

warna. Tampangnya mengerikan untuk dipandang. Namanya 

Bagulpraksa namun  dia lebih dikenal dengan julukan Harimau 

Siluman. 

Manusia ketiga bernama Sangaji, bertubuh tinggi langsing 

kurus dan berjanggut biru. Di dunia persilatan dia dikenal dengan 

gelar Si Janggut Biru. Yang ke empat, yang berdiri di ujung kanan 

sendirian agak terpisah dari lain-lainnya ialah seorang nenek-

nenek tua keriput bertelinga lebar. Telinganya yang lebar ini 

membuyut ke bawah dan kelihatan jadi tambah lebar karena 

diganduli oleh anting-anting aneh yang besar luar biasa dan 

berbentuk arit. Dia bukan lain tokoh silat Istana yang dikenal 

dengan nama julukan Si Telinga Arit Sakti. 

bobo  sapukan pandangannya pada tokoh silat lain yang 

berada di sebelah kiri ini berdiri memencar empat orang lainnya. 

Yang pertama seorang laki-laki berjubah hitam namun  yang mukanya 

dicat putih sehingga tampangnya cukup menggidikkan untuk 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

dipandang! Jika tidak salah menduga, menurut keterangan yang 

pernah didengar Pendekar 10000an  maka manusia ini adalah Hantu 

Hitam Muka Putih tokoh silat golongan hitam yang berhati sejahat 

iblis! 

Orang yang selanjutnya berdiri dengan tubuh terbungkuk-

bungkuk. Sepuluh kuku-kuku jarinya panjang sekali dan berwarna 

hitam legam. Dialah Si Cakar Iblis tokoh silat yang merajai daerah 

selatan Jawa Timur! 

Manusia ke tujuh adalah satu-satunya marusia yang dikenal 

oleh Pranajaya yaitu Cindur Rampe manusia yang muncul sewaktu 

dia hendak diseret oleh Tiga Penulis kusta ke Kuburan penulis  beberapa 

waktu yang lalu! Cindur Rampe seorang resi kejam yang juga 

memelihara janggut kambing berwarna putih. 

Manusia terakhir ialah seorang laki-laki bermata picak dan 

berambut panjang macam perempuan, digulung di atas kepala! 

Namanya tidak satu orangpun yang tahu. Dia dikenal dengan 

julukan Si Picak Dari Utara. 

Jelaslah bahwa ke delapan orang itu bukan manusia-

manusia sembarangan. Ini segera diketahui oleh bobo  dan kawan-

kawan. Bagi mereka yang delapan ini lebih berbahaya dari lima 

puluh prajurit-prajurit Kerajaan yang mengurung halaman gedung 

itu! 

Si kepala besar badan kecil. pendek Gonggoseta maju 

selangkah kehadapan kehadapan ketiga orang itu dan membuka 

mulut lagi, “Kalian semua musti mampus di sini! Kalian dengar 

tikus-tikus bermuka manusia?!” 

Pendekar 10000an  bobo  anakmanusia  memandang sebentar pada Sekar 

dan Pranajaya lalu kemba ia palingkan muka menghadapi Gonggoseta. 

Dan disaat itu Gonggoseta kembali membentak, “Kalian hanya 

diberi kesempatan untuk menerangkan nama masing-masing agar 

tidak mampus secara penasaran!” 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

bobo  anakmanusia  mengulum senyum dan buka mulut dengan suara 

lunak, “Ah, rasa-rasanya kami yang disebutkan tikus-tikus bermuka 

manusia ini tidak mempunyai permusuhan dengan sobat-sobat 

semua.”  

“Sompret!” semprot Gonggoseta. “Jangan sebut kami sobat-

sobatmu!” 

bobo  garuk-garuk kepala lalu manggut-manggut. “Lantaran 

apakah yang membuat kalian semua ingin jiwa kami?! Kenalpun baru 

hari ini!” Gonggoseta tertawa melengking dan memandang pada 

kawan-kawannya. “Sobat-sobatku!” serunya, “kalian dengar omongan 

tikus gondrong itu?! Mereka tak ada permusuhan dengan kita! Tidak 

mengerti mengapa kita semua inginkan jiwa mereka! Cuah!” 

Gonggoseta meludah ke tanah! “Apa kalian masih belum tahu tengah 

berhadapan dengan siapa saat ini?!” 

“Ah,” bobo  angkat bahu, “justru itu memang yang kami kepingin 

tahu!” 

Gonggoseta kembali keluarkan tertawa melengking. “Aku 

Gonggoseta..,” dia terangkan nama lalu satu demi satu menyebutkan 

nama atau gelar tujuh orang kawannya. “Kami semua adalah tokoh--

tokoh Istana, hulubalang-hulubalang Kerajaan!”  

bobo  anakmanusia  manggut-manggut. 

“Tidak disangka-sangka...,” ujar pendekar ini. 

“Setan alas, apa yang tidak kau sangka!” sentak Gonggoseta 

sementara kambrat-kambratnya yang lain tetap menunggu dengan 

tenang. 

“Tidak disangka-sangka kalau hari ini kami akan bertemu 

dengan tokoh-tokoh silat Istana! Dengan tokoh-tokoh yang berjulukan 

hebat semua! Sungguh satu kehormatan bagi kami!” 

Gonggoseta tertawa melengking. Kawan-kawannya terdengar 

menggerendeng. 

“Cuma kami belum tahu, urusan apakah yang membuat kalian 

semua inginkan jiwa kami?!” tanya bobo . 

“Tikus busuk! Jangan pura-pura tidak tahu! Kalian telah 

membunuh Setan Pikulan dan Tiga Penulis kusta . Mereka adalah 

kawan-kawan kami!” 

“Kalian salah sangka!” jawab bobo  cepat. “Kami tidak 

membunuh Setan Pikulan...” 

“Jangan jual kentut!” hardik Gonggoseta. 

bobo  anakmanusia  tertawa, “Siapa yang jual kentut!” jawabnya. 

“Kentut puteri yang paling cantikpun dijagat ini tak ada yang orang 

akan mau beli!” 

Paras Gonggoseta dan tujuh kawannya menegang membesi. Ini 

adalah satu penghinaan! Mereka dipermain-mainkan! Di lain pihak 

Pranajaya menggigit bibir! Bagaimana bobo  masih bisa bergurau 

menghadapi bahaya macam begini?! Penulis kusta  bertangan buntung ini 

sudah sejak tadi-tadi mengeluh dalam hati. Dia ingat pesan gurunya. 

Kuburan penulis  penuh dengan tokoh-tokoh silat berilmu tinggi. Berurusan 

dengan mereka berarti mati! Prana melirik pada Sekar. Gadis baju 

kuning ini dilihatnya juga berada dalam ketegangan. 

Gonggoseta maju lagi selangkah! 

“Sret!”  

Dari balik punggungnya manusia kepala besar ini cabut sebilah 

golok empat persegi panjang yang lebarnya satu setengah jengkal! 

Senjata ini berkilauan ditimpa sinar matahari sore! 

“Sebut nama kalian masing-masing cepat! Atau kalian 

mampus penasaran!” 

“Dengar Gonggoseta,” menyahuti bobo  anakmanusia . “Kami tidak 

dusta, kami sama sekali tidak membunuh Setan Pikulan.” 

“Jika bukan kalian lantas siapa?! Juga siapa yang 

membunuh Tiga Penulis kusta di dalam sana?!” bobo  angkat bahu. 

“Mana kami tahu,” jawabnya Dia memandang ke langit di sebelah 

barat. “Gonggoseta, hari sudah sore. Matahari sebentar lagi mau 

tenggelam. Beri kami jalan. Sebaiknya kalian lekas mencari dan 

bobo  anakmanusia  

Pendekar barbel  Maut pembasmi 10000an  

Tiga Penulis kusta dan Cambuk Api Angin 

 

menyelidik siapa sebenarnya pembunuh kawan-kawanmu itu 

sebelum hari menjadi malam dan sebelum dia lari jauh...” 

Tubuh Si Cakar Iblis kelihatan semakin membungkuk ke 

muka. Dari mulutnya terdengar suara menggerendeng. Lalu 

katanya, “Gonggoseta, kuku-kuku jariku sudah tak sabar untuk 

cepat-cepat mengkermus manusia-manusia keparat ini! Kita semua 

sudah tahu bahwa mereka yang menamatkan riwayat Tiga Setan 

Darah. Tunggu apa lagi?!” 

Habis berkata begitu Si Cakar Iblis menggerendeng keras. 

Kedua tangannya yang berkuku panjang menyambar ke muka bobo  

anakmanusia ! Cepat-cepat Pendekar 10000an  melompat ke samping! bobo  

maklum, walau bagaimanapun kini pertempuran tak dapat di-

hindarkan. Tujuh orang tokoh-tokoh silat lainnya dilihatnya telah 

bergerak pula, masing-masing keluarkan senjata! Karenanya 

Pendekar 10000an  ini tidak sungkan-sungkan lagi! Tangan kiri 

menghantam ke muka ke arah Cakar Iblis sedang tangan kanan 

menyelinap mencabut barbel  pembasmi 10000an  Sekar dan Prana tidak 

pula tinggal diam melainkan cabut Rantai Petaka Bumi dan Pedang 

Ekasakti! 

Begitu serangannya luput, penuh penasaran Si Cakar Iblis 

balikkan badan dan kembali menyerang dengan jurus yang lebih 

hebat dari pertama tadi. Namun betapa kagetnya manusia ini 

sewaktu tubuhnya menjadi limbung disambar serangkum angin 

yang ke luar dari pukulan tangan kiri bobo  anakmanusia ! 

Dua diantara tokoh-tokoh silat Istana itu yakni Si Telinga 

Arit Sakti dan Hantu Hitam Muka Putih berseru kaget sewaktu 

melihat senjata yang digenggam bobo  anakmanusia . 

“barbel  pembasmi 10000an !” seru mereka hampir bersamaan. 

Yang lain-lainnya tersentak kaget! Mereka belum pernah melihat 

senjata yang pernah menggegerkan dunia persilatan itu, cuma 

mendengar-dengar saja! Sungguh tak dapat dipercaya kalau hari 

ini mereka menyaksikan senjata mustika sakti itu berada dalam 

tangan seorang Penulis kusta  berambut gondrong bertampang dogol 

anak-anak! 

Rasa heran tak percaya itu tidak berjalan lama dan berubah 

menjadi keterkejutan dan kemarahan yang amat sangat sewaktu 

barbel  Maut pembasmi 10000an  berkiblat dan meminta korban pertama 

yaitu Si Picak Dari Utara! Si Picak Dari Utara menjerit keras dan 

tubuh dengan dada mandi darah dihantam barbel  sakti itu laksana 

ratusan tawon mengaung, anginnya menderu-deru sedang dari 

mulut Pendekar 10000an  mulai terdengar suara siulan yang diseling 

dengan suara tertawa aneh dan bentakan-bentakan! Bila siulan itu 

terdengar, bila suara tertawa aneh menyeling inilah satu 

pertempuran besar yang dahsyat! Tubuhnya sudah lenyap ditelan 

kecepatan geraknya dan ditelan bayang-bayang gerakan tujuh 

pengeroyoknya.  

Sekar dan Pranajaya putar senjata masing-masing dan 

menghadapi tiga orang pengeroyok sementara bobo  yang 

berpunggung-punggungan dengan mereka menghadapi empat 

pengeroyok lainnya! Lima puluh prajurit Kerajaan mengurung dalam 

bentuk lingkaran. Mereka memang sudah diberitahu untuk mengambil 

posisi demikian dan tidak turut menyerang! 

“Rapatkan serangan!” teriak Gonggoseta karena sampai lima 

jurus di muka tak satupun yang sanggup mereka lakukan untuk 

membobolkan pertahanan ketiga orang pendekar itu! 

Dalam jurus ketujuh Harimau Siluman mengurung persis 

macam harimau dan dari mulutnya mengepul asap tujuh warna yang 

mengerikan! 

“Tutup jalan nafas!” teriak Wira memberi ingat. Sekar dan 

Pranajaya segera melakukan hal itu. namun  Sekar terlambat. Hidungnya 

keburu menghendus hawa beracun asap tujuh warna itu. Tak ampun 

pemandangannya menjadi gelap dan tubuhnya melosoh gontai. Di saat 

itu Si Janggut Biru secepat kilat tusukkan tongkat besinya ke perut 

gadis itu 

“Trang! “ 

Bunga api memercik! 

Tusukan tongkat besi Si Janggut Biru terpapas ke samping 

karena dilanda badan pedang Ekasakti di tangan Pranajaya! Jurus-

jurus berikutnya semakin seru! Limapuluh prajurit hampir tak sanggup 

melihat dengan jelas gerakan-gerakan mereka yang bertempur itu 

saking cepatnya! 

Harimau Siluman masih juga mengeluarkan asap beracunnya 

dari mulut. Penasaran sekali bobo  anakmanusia  berteriak, “Harimau 

Siluman, silahkan makan asapmu sendiri!” Habis berkata begitu bobo  

pukulkan tangan kirinya. Pukulan angin puyuh yang dikerahkan 

dengan setengah bagian tenaga dalam itu hebatnya bukan main. Asap 

tujuh warna yang dihembuskan Harimau Siluman menjadi buyar 

berantakan untuk kemudian menyerang pemiliknya sendiri! Harimau 

Siluman menggerung. Tubuhnya jatuh duduk di tanah, hidung dan 

mulut serta matanya mengeluarkan darah akibat diterpa racun asap 

tujuh warna. Manusia ini keluarkan. sebutir pil penawar racun, namun  

sebelum pil itu sempat ditelannya, racun asap tujuh warna sudah 

merambas ke jantung dan paru-parunya. Tak ampun lagi Harimau 

Siluman menggeletak mati di tanah! 

Di saat yang sama bobo  anakmanusia  mendengar suara jeritan 

Pranajaya! saat  dia menoleh dilihatnya Penulis kusta  itu terhuyung-

huyung dengan tangan terluka parah dihantam senjata berbentuk arit 

di tangan Si Telinga Arit Sakti ! 

“Mampuslah!” teriak Telinga Arit Sakti. Aritnya menyambar ke 

leher Prana yang saat itu sudah tak bersenjata lagi karena tadi telah 

terlepas sewaktu lengannya dihantam ujung arit! 

Prana jatuhkan diri. Dia selamat. namun  sewaktu arit itu berkiblat 

membalik kembali, murid Empu Blorok ini tiada sanggup lagi 

menghindar. 

Si Telinga Arit Sakti tertawa mengekeh.  

“Wuss! “ 

Telinga Arit Sakti berseru kaget dan lompat tujuh tombak ke 

atas. Satu sinar putih telah melabrak ke arah tubuhnya. Panasnya 

bukan main dan menyilaukan mata. Belum lagi dia turun ke tanah di-

sebelah sana sebelas orang prajurit Kerajaan terdengar menjerit dan 

rubuh ke tanah dengan tubuh hangus tiada nyawa! 

“Pukulan Sinar Matahari!” teriak Si Telinga Arit Sakti. Mukanya 

masih pucat. Yang lain-lainnya juga mendadak sontak menjadi ngeri! 

“Penulis kusta  keparat, apakah kau murldnya Si Sinto Gendeng?!” 

bentak Hantu Hitam Muka Putih ! 

“Tanya pada penjaga neraka!” jawab Pendekar 10000an . Sekali 

barbel  pembasmi di tangannya berkelebat maka terdengarlah 

pekik Hantu Hitam Muka Putih! Kepalanya hampir terbelah dua. 

Mukanya yang dicat putih kini menjadi merah ditelan noda darah! 

Tubuhnya angsrok saat itu juga ke tanah ! 

Gonggoseta menerjang kalap. Golok empat seginya yang 

amat besar itu membabat empat kali berturut-turut! Sambil 

mengelak gesit bobo  berteriak, “Prana, bawa Sekar dari sini! 

Tunggu aku di tepi telaga di luar Kuburan penulis . Cepat!” 

“Tidak mungkin, bobo …,” jawab Prana. “Aku tak sanggup 

melakukannya. Racun arit perempuan keparat itu telah 

menyesakkan nafas dan melemahkan sekujur badanku! Sekar 

sendiri entah masih hidup entah tidak.....” 

Pendekar 10000an  kertakkan rahang. Dia melirik pada tubuh 

Sekar yang melingkar di tantah dan putar barbel  Naga Geninya 

untuk menerabas serangan tongkat Si Janggut Biru dan cakar 

maut Si Cakar Iblis! Meski cuma melirik sekilas namun mata bobo  

anakmanusia  yang tajam masih bisa memastikan bahwa Sekar saat itu 

masih bernafas, cuma keadaannya memang kritis akibat telah 

mencium asap beracun yang dihembuskan oleh Harimau Siluman. 

Dengan tangan kirinya bobo  cepat mengambil dua butir pil 

dari balik pakaian putihnya. “Prana!.” serunya. “Lekas telah pil ini 

dan berikan satu kepada Sekar.” 

Melihat ini Gonggoseta segera berusaha untuk menghalang! 

Dua butir pil yang melesat ke arah Prana hendak ditendangnya 

dengan kaki kanan namun tangan kiri bobo  anakmanusia  bergerak 

lebih cepat ke arah manusia pendek berkepala besar ini. Selarik 

sinar menyilaukan menyambar Gonggoseta!  

“Pukulan sinar matahari!” seri Si Telinga Arit Sakti. 

“Gonggoseta, lekas lompat menghindar!” memperingatkan 

perempuan sakti ini. 

Mendengar peringatan itu dan maklum akan kehebatan 

pukulan sinar matahari yang tadi sudah disaksikannya sendiri. 

Gonggoseta cepat menghindar ke samping, namun terlambat! Kaki 

kanannya kurang lekas ditarik pulang! Terdengar lolongan 

Gonggoseta, Kaki kanannya itu melepuh hangus dan menge-

luarkan asap sewaktu dilanda pukulan sinar matahari. Tubuhnya 

terpelanting tiga tombak. Dikerahkannya tenaga dalamnya, 

dikeluarkannya sejenis obat untuk menolak luka besar dan 

rangsangan racun yang menjalar dari kaki kanannya! Namun 

semua itu sia-sia. Tak satu kekuatan apapun agaknya yang 

sanggup mengobati kakinya yang hangus, tak ada satu obat 

penawarpun yang sanggup memusnahkan racun pukulan sinar 

matahari! Gonggoseta meraung-raung dan bergulingan di tanah, 

kemudian tubuhnya tak bergerak-gerak lagi tanda nyawanya lepas 

sudah! 

Kehebatan pukulan sinar matahari yang dilepaskan bobo  

tidak saja hanya meminta korban jiwanya Gonggoseta namun  juga 

seperti tadi, diseberang sana terdengar lagi pekik kematian enam 

orang prajurit yang tersambar pukulan sinar matahari! Keenam-

nya laksana daun-daun kering disambar angin keras, 

berpelantingan dan mati sesaat  itu juga! 

Meski dalam keadaan tangan terluka parah, bahkan kalau 

tidak hati-hati tangannya sendiri bisa tersambar pukulan sinar 

matahari namun dengan susah payah akhirnya Pranajaya berhasil 

juga menyambut dua butir pil yang dilemparkan bobo . Obat itu 

segera ditelannya dan yang satu lagi dimasukkannya dengan cepat ke 

dalam mulut Sekar. 

Melihat kematian kawan mereka yang ke empat itu semakin 

meluaplah kemarahan dan dendam maut tokoh-tokoh silat lainnya 

yaitu Si Telinga Arit 

Sakti, Cindur Rampe, Cakar Iblis serta Si Janggut Biru. 

Keempatnya mengurung bobo  dengan rapat. Tongkat besi Si Janggut 

Biru laksana taburan hujan menderu-deru menyambar ke seluruh 

tubuh Pendekar 10000an . Kuku-kuku jari Si Cakar Iblis yang mengandung 

racun yang sangat dahsyat tiada hentinya mencari sasaran dibagian-

bagian tubuh bobo  yang berbahaya. 

Arit ditangan Si Telinga Arit Sakti berkelebat cepat memapas 

kian kemari sedang Cindur Rampe tiada hentinya lepaskan pukulan 

ireng weliung yang mendatangkan angin dahsyat berwarna hitam dan 

beracun! 

Dan bagaimana keempat tokoh-tokoh silat utama ini tidak 

menjadi dibikin tambah mengkal karena semua serangan maut 

mereka itu sampai sepuluh jurus di muka masih belum sanggup 

merubuhkan Pendekar 10000an . Jangankan merubuhkan, untuk melukai 

sedikit saja salah satu bagian tubuh murid Eyang Sinto Gendeng 

itupun mereka tiada sanggup! Dan lebih membuat mereka penasaran 

betul ialah karena dari mulut Pendekar 10000an  tiada hentinya ke luar 

suara siulan yang sekali-sekali diselingi oleh suara tertawa bernada 

mengejek! 

Pil yang diberikan oleh bobo  anakmanusia  kepada Prana memang 

mengandung khasiat yang luar biasa. Obat itu Eyang Sinto Gendeng 

sendiri yang meramunya. Pada waktu pertempuran dijurus ke sepuluh 

berkecamuk hebat-hebatnya maka Prana mulai merasakan keadaan 

tubuhnya puluh kembali. Lukanya tiada terasa sakit lagi dan darah 

yang mengucur berhenti. saat  dia berpaling pada Sekar, dilihatnya 

gadis itu membuka kedua matanya dan menggerakkan kepala. 

“Prana, lekas tinggalkan tempat ini! Bawa Sekar!” berseru lagi 

bobo . 

Pranajaya mengambil pedang Ekasakti yang tercampak di tanah 

lalu berdiri. Apa yang dilakukannya bukanlah mengikuti ucapan bobo  

melainkan terus menyerbu ke dalam kalangan pertempuran ! “Penulis kusta  

tolol!” damprat bobo . “Disuruh selamatkan diri malah bertempur!” 

Prana tidak berkata apa-apa melainkan terus babatkan 

pedangnya ke arah Cakar Iblis di sebelah kiri bobo . Kalau sendiri tadi 

empat tokoh silat Istana itu tiada sanggup menghadapi bobo  maka 

ditambah dengan munculnya Pranajaya kini keempat tokoh silat itu 

menjadi terdesak total! 

Tubuh keempatnya terbungkus sinar pedang dan sinar barbel  

dan agaknya pertahanan mereka itu tak akan berjalan lebih lama. 

Dalam waktu singkat pasti sekurang-kurangnya salah seorang dari 

mereka akan menjadi korban lagi! 

“Tahan! Hentikan pertempuran ini!” teriak Cindur Rampe seraya 

melompat ke luar dari kalangan. Sejak mulanya dia memang tak mau 

ikut-ikutan membela kematian Tiga Penulis kusta karena antara dia 

dengan Tiga Penulis kusta sendiri mempunyai perselisihan yang belum 

terselesaikan. Namun karena tak ingin dicap pengecut terpaksa juga 

Cindur Rampe pergi bersama yang lain-lainnya itu untuk membuat 

perhitungan dengan bobo  dan kawan-kawannya. 

“Apa maumu Cindur Rampe?!” tanya bobo  dengan melintangkan 

barbel  di muka dada sementara Sekar saat itu sudah berdiri di 

sampingnya dengan Rantai Petaka Bumi di tangan kanan. 

“Antara kami dan kalian tak ada permusuhan. Karenanya tak 

perlu pertempuran gila ini diteruskan...!” 

bobo  tertawa tawar. “Tadipun aku sudah bilang! namun  kalian 

semua tidak mau dengar! Sayang empat orang kawan kalian sudah 

melayang jiwanya!” Cindur Rampe berpaling pada kawan-kawannya 

dan memberi isyarat untuk berlalu. Si Janggut Biru sudah hendak 

mengikuti Cindur Rampe namun  tak jadi kaena saat itu terdengar 

bentakan Si Telinga Arit Sakti. 

“Cindur Rampe resi keparat! Apakah nyalimu sepengecut begini?! 

Apa kau relakan begitu saja empat kawan kita menemui kematian ?!” 

Paras Cindur Rampe menjadi merah. “Perempuan edan!” 

balasnya membentak, “jangan bicara seenak perutmu! Kalau kau dan 

yang lain-lainnya mau meneruskan pertempuran ini, silahkan! Kalian 

mencari mampus!” 

Cindur Rampe langkahkan kedua kakinya. “Kalau begitu biar 

kau yang mampus lebih dulu pengecut!” teriak Telinga Arit Sakti dan 

perempuan ini segera melabrak Cindur Rampe. 

Kedua orang itupun terlibatlah dalam satu pertempuran seru. 

bobo  tertawa rnengekeh. Dia berpaling pada Prana dan Sekar, 

“Kawan-kawan mari kita tinggalkan tempat ini,” katanya. “Biar saja 

mereka baku hantam satu sama lain!” 

“Kalian tak akan berlalu dari sini tikus-tikus keparat!” 

bobo  putar kepala. Yang membentak adalah Si Cakar Iblis. 

Tubuhnya merunduk, kedua tangannya yang berkuku-kuku panjang 

diulurkan ke muka. Di sampingnya Si Janggut Biru berdiri dengan hati 

bimbang, apakah akan berlalu dari situ atau meneruskan lagi 

pertempuran.  

Cakar Iblis menggerung dahsyat! Sepuluh kuku jari tangannya 

rnengeluarkan sinar hitam dan sedetik kemudian sepuluh sinar hitam 

itu mencurah ke arah bobo . Pendekar 10000an  sabetkan barbel  pembasmi 

ke muka. Sepuluh larikan sinar hitam buyar namun  di lain kejapan 

sepuluh kuku-kuku jari Si Cakar Iblis tahu-tahu sudah berada di 

depan muka Pendekar 10000an ! 

bobo  anakmanusia  terkejut sekali dan menyurut kebelakang! Sepuluh 

kuku hitam itu memburu laksana kilat! Dan terdengar kekeh Si Cakar 

Iblis, “Kau tak akan bisa selamatkan jiwamu dari jurus sepuluh ular 

berbisa berebut buah ini!” katanya. 

bobo  memaki Dia melompat ke belakang namun  secepat 

lompatannya itu begitu pula cepatnya sepuluh kuku itu memburunya 

lagi ! 

“Mampuslah!” 

Teriak Si Cakar Iblis dan kedua tangannya laksana kilat 

menggapai ke muka Pendekar 10000an .  

Terdengar satu jeritan ! 

Pendekar 10000an  usap parasnya dan memperhatikan bagaimana Si 

Cakar Iblis berdiri terhuyung-huyung! Kedua lengannya terpapas 

buntung dilanda mata barbel  di tangan bobo  dalam satu jurus serangan 

balasan yang amat luar biasa hebatnya ! 

“Manusia keparat... maki Si Cakar Iblis. Darah memancur dari 

kedua pergelangan tangannya. “Sekalipun kau menang, jiwamu tidak 

akan aman! Aku akan mampus dan akan jadi setan! Akan mencekik 

batang lehermu....” 

“Sialan! Sudah mau mati masih omong besar!” damprat bobo  

anakmanusia . Sekali kaki kanannya bergerak maka mentallah Si Cakar Iblis ! 

bobo  berpaling pada Si Janggut Biru. 

“Bagaimana? Mau coba-coba rasanya mampus sobat?!” tanya 

bobo  pula. 

Si Janggut Biru meludah ke tanah. Tanpa berkata apa-apa 

segera ditinggalkannya tempat itu. 

bobo  memandang pada Si Telinga Arit Sakti yang tengah 

bertempur hebat dengan Cindur Rampe. “Bertempurlah terus sampai 

salah seorang dari kalian mampus!” seru bobo . Lalu dengan cepat ber-

sama Sekar dan Prana dia berlalu dari situ. Tak satu prajurit 

kerajaanpun yang berani dan bernyali menghalangi mereka ! 

Sementara itu Si Telinga Arit Sakti berteriak keras, “Cindur 

Rampe! Hentikan pertempuran ini! Kita harus kejar ketiga bangsat 

itu!” 

Cindur Rampe melompat mundur. 

“Aku masih mau hidup Arit Sakti!” kata Cindur Rampe pula. 

“Kalau kau mau mengejar mereka silahkan!” Cindur Rampe berkelebat 

meninggalkan tempat itu. 

Si Telinga Arit Sakti memaki habis-habisan. Bila dia tinggal 

seorang diri dan menyaksikan lima mayat kawan-kawannya yang 

menggeletak mati di halaman gedung itu, diam-diam diapun merasa 

kecut dan menyadari bahwa seorang diri tak akan ada gunanya dia 

mengejar ketiga manusia itu. Akhirnya perempuan sakti ini berkelebat 

dan lenyap kejurusan timur! 

WAKTU mereka menghentikan lari masing-masing, ketiganya 

telah berada jauh di luar Kuburan penulis . Mereka saling pandang dan bobo  

membuka pembicaraan dengan senyum di bibir. “Sobat-sobat, ke 

mana kita sekarang?” 

Sekar tidak memberikan jawaban. 

Pranajaya memperhatikah paras gadis ini sebentar lalu berkata, 

“Aku akan terus ke timur. Ke Pulau makam Penulis kusta , mencari Cambuk Api 

Angin milik guruku yang telah dilarikan oleh Bagaspati!” 

bobo  manggut-manggut. Dia merenung sejenak lalu berkata, 

“Pulau makam Penulis kusta , Cambuk Api Angin. Bagaspati.. nama-nama yang 

hebat. Perjalananmu ke ujung Jawa Timur pasti merupakan suatu hal 

yang menarik. Saudara Prana, kau keberatan bila aku ikut 

bersamamu....?” 

Pranajaya berseru gembira. “Memang itu yang aku harap-

harapkan bobo . Jalan jauh banyak dilihat, kawan seiring sukar 

didapat!” 

bobo  anakmanusia  tertawa. 

“Bagaimana dengan kau Sekar?” tanya murid Eyang Sinto 

Gendeng itu. 

Prana memandang lekat-lekat pada gadis itu. Di balik 

pandangannya itu tersembunyi suatu perasaan kecemasan. Dan 

perasaan itu semakin jelas kelihatan sewaktu bobo  berkata, “Kau 

musti kembali ke tempat gurumu....” 

namun  si gadis justru gelengkan kepala. 

“Aku ikut bersamamu... bersama kalian...” kata Sekar. 

bobo  anakmanusia  kerenyitkan kening. “Pengalamanmu di Kuburan penulis  

kurasa cukup memberikan gambaran bagaimana penuhnya dunia ini 

dengan seribu satu macam bahaya dan kejahatan! Perjalanan ke Pulau 

makam Penulis kusta  pasti lebih berbahaya dari pengalamanmu di Kuburan penulis .” 

“Apakah kau terlalu menganggap aku ini orang perempuan 

bangsa kurcaci yang takut segala macam bahaya?!” tukas Sekar. 

bobo  berpaling pada Pranajaya yang sampai saat itu masih 

memandang pada Sekar. “Dia memang pintar omong!,” kata bobo  pula. 

“Adatnya keras. Mautnya dia musti maunya juga! Urusan laki-laki mau 

disamakan dengan urusan perempuan....”  

“Sudah!” potong Sekar seraya membalikkan badan memunggungi 

kedua Penulis kusta  itu. 

bobo  anakmanusia  tertawa dan garuk-garuk kepalanya. 

“Yang aku khawatirkan,” kata Pendekar 10000an  pula, “kalau-kalau 

gurumu kelak akan salah sangka dan menduga kami yang 

menjebloskan kau ke dalam persoalan rumit penuh bahaya ini!” 

“Soal guruku itu soalku dengan beliau. Yang penting sekarang 

kita sama-sama pergi ke Pulau makam Penulis kusta . Apa aku sebagai orang 

persilatan tidak boleh mencari pengalaman?” 

“Tentu saja boleh” sahut bobo  sementara Pranajaya sampai saat 

itu tak sepatahpun membuka mulut selain memandang seperti tadi-tadi 

pada Sekar. “namun  sekarang belum saatnya,” menyambungi bobo . 

“Kau tak berhak melarangku bobo . Siapapun tak berhak 

melarang ke mana aku mau pergi...!”  

“Berabe! Berabe!” ujar bobo  anakmanusia . “Bagaimana Prana, kita ajak 

dia…?” 

Pranajaya angkat bahu. “Terserah padamu, bobo .” 

bobo  anakmanusia  tarik dan hembuskan nafas panjang. “Baik Sekar, 

kau boleh ikut bersama kami! namun  ingat, kalau terjadi apa-apa dengan 

kau dan kami tak sanggup- menolongmu, jangan kelak menyesalkan 

kami berdua...!” 

Maka tak lama kemudian ketiga orang itupun kelihatan 

berkelebat dan dengan mengeluarkan ilmu lari masing-masing mereka 

tinggalkan tempat itu dengan sangat