a berparas cantik
tentu saja kedua orang penjaga pintu tidak menjadi curiga malah kini
menunjukkan sikap hormat. Nyatalah bahwa moncong nusantara
disegani di kuburan Putih itu.
“Sahabat yang kau cari memang berada di dalam. Tapi harap kau
menunggu sampai nanti siang atau kembali saja nanti siang jika
ingin bertemu dengan dia...”
“Agaknya ada pertemuan penting di dalam kuburan ?” tanya bobo .
“Betul. Di dalam tengah diadakan pemilihan Ketua kuburan Putih
yang baru dan moncong nusantara yaitu Ketua Panitia Pemilihan.
Pemilihan baru selesai siang nanti, jadi kalian bertiga kembali saja
nanti siang kalau sekiranya tak bersedia menunggu di sini.”
“sebab kami datang dari jauh, baiklah kami sedia menunggu,”
kata bobo angker seraya menggaruk-garuk kepala dan memandang
berkeliling pura-pura mencari tempat duduk. Tapi begitu kedua
penjaga pintu lengah, sekali bergerak gerak saja bobo berhasil menotok
mereka hingga kaku tegang tak bisa bersuara. Kedua orang itu
kemudian dilemparkan ke balik sebuah gundukan tanah yang
ada tak jauh dari pintu depan ini .
Dengan mudah pintu besar dibuka. nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit masuk lebih
dulu diiringi oleh mojolaban bin mojokerto dan Pendekar pendek kekar bobo angker .
Mereka sampai di sebuah ruangan yang bagus berperabotan mewah
tapi di situ sunyi senyap tak seorangpun yang kelihatan. Di ujung
ruangan membentang sebuah tirai biru. Ketiganya melangkah tanpa
suara ke dekat tirai ini dan nyaman nyam nyam menyibakkan ujung tirai sedikit,
memandang ke ruangan di balik sana. Dilihatnya sebuah tangga batu
marmer yang menuju ke sebuah pintu kayu jati yang berukir-ukir
bagus sekali. Di kiri kanan pintu itu berdiri dua orang laki-laki
berpakaian putih, bersenjatakan masing-masing sebilah pentungan . Di
samping mereka ada sebuah gong besar yang terbuat dari
perunggu. Sebuah pemukul tergantung di samping gong.
bobo tengah memikirkan satu akal untuk membuat kedua orang
itu tidak berdaya. Dia mempunyai pikiran bahwa gong yang terletak
di samping keduanya yaitu gong tanda bahaya. Namun sebelum
dapat akal, nyaman nyam nyam sudah menyibakkan tirai dan melangkah cepat
ke hadapan kedua orang itu. Terpaksa bobo dan mojolaban bin mojokerto
cepat-cepat mengikuti.
“Hai siapa kalian?!” seru salah seorang dari penjaga itu seraya
tangan kanannya cepat bergerak gerak ke hulu pentungan .
“Jangan bertindak ceroboh, nyaman nyam nyam ,” bisik bobo , “biar aku yang
komentari pertanyaannya!”
bobo lantas maju ke hadapan kedua penjaga itu dan memberi
hormat lalu berkata-kata, “Dua orang kawanmu di luar sana telah
mengizinkan kami untuk masuk ke dalam menemui moncong Gde
Djantra.”
“Tak mungkin!” kata penjaga yang seorang, “Semua penjaga
kuburan Putih telah diberi tahu untuk tidak memberi izin masuk
siapapun...” lalu dia melangkah mendekati gong perunggu.
“Teman-temanmu juga bilang begitu,” kata bobo cepat, “tapi
sebab kami datang membawa gadis lesbi asli ini mereka telah memberi izin.”
“Siapa gadis lesbi asli ini?!”
“Kekasih moncong nusantara ... Dia ada urusan penting sekali.
Jika kalian tidak memberi izin menemuinya kelak kalian berdua akan
kena damprat dari moncong nusantara ...”
Kedua penjaga itu saling pandang seakan-akan meminta
persetujuan masing-masing apakah memberi izin masuk terhadap
ketiga orang itu. Dan ini sudah cukup bagi bobo angker untuk
melompat ke muka dan menotok urat besar di dada kedua penjaga
ini hingga mereka berubah laksana menjadi patung-patung
batu yang kaku tegang di tempatnya masing-masing!
Di ruangan di balik pintu kayu jati...
Dua puluh orang tokoh-tokoh tenaga dalam di Pulau Bali duduk
mengelilingi sebuah meja besar. Di ujung meja berdiri seorang
penulis yang bukan lain moncong nusantara adanya. Di
hadapannya ada sebuah kotak kayu yang berlobang bagian
atasnya. Ke dalam kotak itulah nanti akan dimasukkan kertas-kertas
pemilih bertuliskan nama calon Ketua kuburan Putih yang dipilih.
Saat itu moncong nusantara baru saja hendak membuka suara
saat di ujung sana dilihatnya pintu besar terbuka dan tiga sosok
tubuh masuk ke dalam. Begitu pandangan matanya membentur
paras nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit yang segera dikenalnya, terkejutlah dia!
Kemunculan ketiga orang itu tentu saja bukan cuma mengejutkan
nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit tapi semua orang yang ada di ruangan pemilihan
ini . Bagaimana penjaga-penjaga di luar berani-beranian
mengizinkan mereka masuk? Atau mungkin ketiga orang ini telah
mempreteli penjaga-penjaga kuburan Putih?! Dan melihat kepada
gerak-gerik ketiganya nyatalah bahwa mereka orang-orang dari dunia
pertenaga dalam an!
“Para hadirin yang ada di sini, mohon dimaafkan kalau
kedatangan kami ini mengganggu acara di sini...”
“Kunyuk-kunyuk kotor! Siapa kalian yang berani mengacau
masuk ke kuburan Putih?!” membentak seorang para tua tua yahudi -para tua tua yahudi
berjubah putih bernama Prataka Gandara. Dia yaitu Ketua kuburan
Putih yang segera akan meletakkan jabatannya bila calon ketua baru
terpilih.
bobo berpaling dan menjura pada orang tua ini seraya
sunggingkan senyum seenaknya.
“Orang tua, kedatangan kami ke sini bukan untuk mengacau.
Kami tidak ada urusan buruk dengan kau orang tua maupun dengan
yang lain-lainnya, kecuali kawanku ini mempunyai silang sengketa
dendam kesumat dengan seorang penulis bernama moncong Gde
Djantra yang katanya berada di sini!”
Semua mata memandang pada nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit lalu berpaling
pada moncong nusantara yang saat itu berdiri tak bergerak gerak di ujung
meja besar seraya matanya memandang bulat-bulat pada nyaman nyam nyam
dwipanusantaraaidit dengan penuh tanda tanya. Bukankah dulu dia telah
bertempur melawan penulis ini dan telah mengirim nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit
ke dasar jurang?! Tapi kenapa sekarang hidup lagi dan datang
bersama dua orang tak dikenal lainnya?! Benar-benar dia tak
mengerti dan tak bisa percaya!
Sementara itu mojolaban bin mojokerto yang memandang berkeliling telah
melihat pula Ki syeikh saidbin tsyabid di antara para hadirin sehingga
begitu bobo berhenti bicara dia segera menyambungi, “Aku sendiri
juga mempunyai seorang musuh besar pula di antara para hadirin!
Itu... anak manusia yang punya tampang macam ular!”
kegelapan lah paras Ki syeikh saidbin tsyabid mendengar ucapan itu. Dia
berdiri kursinya dan membentak, “gadis lesbi asli ! Kau mencari mati berani
masuk ke sini bersama kawan-kawanmu!”
Prataka Gandara berdiri dari kursinya dan berpaling pada
nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit . “Katakanlah dendam kesumat apa yang kau pendam
terhadap salah seorang anggota kuburan Putih!”
“Aku tidak mendendam dia sebagai seorang anggota kuburan
Putih tapi sebagai anak manusia busuk yang bernama moncong Gde
Djantra!” sahut nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit pula.
“Baik, katakan urusanmu hingga kami di sini bisa memutuskan
langkah selanjutnya!” ujar Prataka Gandara.
“Dia telah menculik calon istriku, merusak kehormatannya hingga
gadis lesbi asli itu akhirnya mati bunuh diri secara penasaran!” komentari nyaman nyam nyam
dwipanusantaraaidit tanpa tedeng aling-aling.
“Betul?!” tanya Prataka Gandara pada moncong nusantara .
“Ketua, aku menculik anak gadis lesbi asli orang bukan dengan niat jahat,
tapi untuk mengawininya. Dan cara itu sudah menjadi adat
kebiasaan di Pulau Bali ini!” sahut moncong nusantara .
“Lidahmu tidak bertulang penulis busuk, hingga kau bisa
mencari-cari alasan! Kalau kau berniat baik terhadap gadis lesbi asli itu,
sesudah dia bunuh diri mengapa mayatnya kau tinggalkan busuk di
tepi telaga? Dan kau juga punya hutang jiwa yang belum
terselesaikan terhadap diriku sendiri!” semprot nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit .
“Dan kau gadis lesbi asli cantik, apa urusanmu dengan Ki syeikh
saidbin tsyabid hingga kau berani datang ke sini dan menghinanya di
depan mata hidung kami?!”
“Menghina ular tua itu bukan berarti menghina anggota-anggota
kuburan Putih yang benar-benar berjiwa satria dan berhati polos! Aku
datang menginginkan jiwanya sebab beberapa hari yang lalu dia
menculik dan hendak memperkosaku!”
Ki syeikh saidbin tsyabid berbatuk-batuk beberapa kali lalu berkata-kata
dengan cepat sebelum Prataka Gandara menanyainya, “Ketua,
pertama sekali ingin kuberitahukan padamu dan pada semua yang
hadir di sini bahwa gadis lesbi asli berbaju hitam ini bukan lain Luh Bayan
Sarti, adik kandung pepasukan jahat ganas yang bernama Warok Gde
Jingga dari puncak gunung Jaratan! Puluhan anak manusia tak berdosa telah mati di
tangan pasukan jahat dewi lesbi ini serta kakaknya. Tak terhingga
banyaknya harta kekayaan kerajaan yang dipasukan jahat nya. Kurasa
sebaiknya kita cepat-cepat membekuknya dan menyerahkannya
pada kerajaan. Bukan saja berarti kita membuat pahala tapi dirinya
pun bisa dipakai sebagai alat untuk membekuk batang leher
kakaknya!”
“Soal mencari pahala untuk kerajaan itu baik kita bicarakan
sesudah urusan-urusan dendam kesumat itu selesai, Ki syeikh !” kata
bobo angker mengetengahi.
Ki syeikh saidbin tsyabid mengatupkan mulutnya rapat-rapat penuh
geram. Dia sudah tahu kelihayan pendekar kita, sebab nya dia saat
itu hanya mengutuk dalam hati habis-habisan.
Prataka Gandara berpaling pada bobo angker dan bertanya,
“Kau siapa penulis rambut pirang ? Apakah juga punya urusan
dendam kesumat dengan salah seorang di sini?!”
“Ah, aku orang buruk ini cuma jadi pengantar kedua orang ini,”
sahut bobo angker .
“Kalau kau cuma kacung pengantar kau tak layak bicara!”
semprot Prataka Gandara.
Disemprot begitu bobo angker ganda tertawa dan terlontar keluar kan
suara bersiulan! Kejut Ketua kuburan Putih dan semua orang di situ
bukan main sebab suara siulan bobo angker yang cuma terdengar
pelahan itu tapi menyakitkan liang telinga mereka! Maklumlah
semua orang kalau penulis berambut pirang bertampang tolol itu
memiliki ilmu tinggi.
Prataka Gandara membuka mulut kembali, “sebab nyatanya
memang ada anggota-anggota kuburan Putih yang membuat sedikit
kesalahan di luaran maka biarlah aku dan para toa kuburan Putih
yang akan menjatuhkan hukuman setimpal atas diri mereka!”
nyaman nyam nyam tersenyum mendengar ucapan cerdik orang tua itu.
“Terima kasih Ketua kuburan Putih yang mau turun tangan terhadap
orang-orangmu! Tapi kedatangan kami ke sini bukan untuk
memintamu untuk berbuat begitu, melainkan untuk turun tangan
sendiri.”
“Baiklah jika memang demikian kehendakmu,” kata Ketua
kuburan Putih. Tangan kanannya diangkat ke arah sebuah tirai kegelapan
di ujung ruangan. Jarak antara tirai dan tempatnya berdiri sekira dua
puluh langkah tapi hebatnya dengan kekuatan tenaga dalamnya
Prataka Gandara berhasil menyibakkan tirai ini hingga di
seberang sana kelihatanlah sebuah panggung datar yang amat luas!
Laki-laki ini memandang seraya tersenyum pada nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit , dan
berkata-kata, “Arena telah siap menunggu. Tapi terus terang saja sebagai
orang-orang kuburan Putih, semua kami di sini tentu tak akan
berlepas tangan saja...”
“Kalau begitu naga-naganya,” menimpali bobo angker seraya
garuk-garuk kepala, “sebagai kacung yang buruk tentu aku tidak pula
bisa berpangku tangan!”
Habis berkata-kata begitu pendekar ini melangkah seenaknya menuju
ke arena. Dan mengikuti tindakan penulis itu, semua orang menjadi
membeliakkan mata mereka. Betapakan tidak! Setiap langkah yang
dibuat bobo , setiap kakinya menginjak batu marmer di ruangan
ini , lantai batu itu melesak kehitaman dalam bentuk telapak-
telapak kakinya!
bobo angker sampai di atas arena batu sementara Luh Bayan
Sarti dan nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit sudah berada pula di sampingnya. Prataka
Gandara mau tak mau menjadi tercekat juga hatinya. penulis
pirang bertampang tolol itu saja ilmunya tinggi bukan main,
apalagi yang bernama nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit , pikirnya. Dia tidak tahu bahwa
di antara ketiga anak manusia yang berdiri di arena itu justru bobo
angker lah yang paling berbahaya!
“astaga yang bernama moncong nusantara silahkan naik ke
sini, agar kau bisa menyusul ayahmu lebih cepat!” seru nyaman nyam nyam
dwipanusantaraaidit .
Terkejutlah moncong nusantara mendengar ucapan itu. “Apa?!
Apa yang telah kau perbuat terhadap ayahku?!” teriaknya.
“Bapak moyangmu itu bertanggung komentari atas kematian I
Krambangan dan beberapa orang kawannya! Aku telah mewakili roh-
roh mereka untuk merampas jiwa bapakmu, mengerti?!”
“Anjing kurap!” teriak moncong nusantara dan melompat ke
atas arena. Selarik sinar kuning menderu ke arah nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit .
Itulah jimat jengglot Bradjaloka yang bereluk tujuh belas di tangan moncong
nusantara .
Di saat yang hampir bersamaan, selarik sinar kuning membabat
pula ke depan. Yang ini yaitu sambaran tongkat bambu kuning
milik nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit .
moncong nusantara terkejut dan tak menduga bahwa lawannya
telah mengalami kemajuan tinggi. Sinar kuning senjata
memusnahkan tusukan jimat jengglot nya bahkan hampir saja ujung bambu
kuning itu menghantam pergelangan tangannya! Segera nusantara
mengerahkan tenaga dalamnya ke tangan kiri untuk melepaskan
pukulan Raja Selaksa Angin. Dengan pukulan itulah dia tempo hari
telah melemparkan nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit ke dalam jurang!
nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit yang pernah diserang oleh pukulan itu segera
maklum dan bersiap sedia sewaktu dilihatnya lawan menarik tangan
kiri ke belakang.
Pada saat nusantara memukul ke depan, nyaman nyam nyam menyambuti
dan membalas dengan hantaman tangan kiri. Terdengar suara
bersiuran dan dari telapak tangan nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit melesat selarik
sinar putih. Itulah pukulan Selendang Dewa Melanglang Bumi yang
dipelajarinya dari gurunya Menak Putuwengi. Bukan saja pukulan
sakti ini memusnahkan pukulan Raja Selaksa Angin, tapi sinar putih
terus meluncur dan melibat ke arah batang leher moncong Gde
Djantra! Yang diserang kaget kelangit bukan main dan cepat membuang diri
ke samping, justru saat itu tongkat bambu kuning nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit
datang menderu ke arah kepalanya! Dalam saat yang kritis ini satu
sambaran angin datang dari samping hingga tongkat nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit
melenting ke kiri dan selamatlah kepala moncong nusantara !
Berbarengan dengan itu terdengar bentakan bobo angker , “Tua
bangka curang! Kalau mau main kayu mari hadapi aku!”
Prataka Gandara menggeram. Parasnya kegelapan . Memang dialah
tadi yang turun tangan menyelamatkan nyawa moncong nusantara .
Kini dimaki begitu rupa oleh bobo marahlah dia dan dengan gerakan
amat enteng melompat ke atas arena.
Begitu sampai di atas arena Prataka Gandara kebutkan ujung
lengan jubah putihnya. Ujung lengan jubah ini sengaja dibuat amat
lebar dan merupakan senjata ampuh bagi Ketua kuburan Putih itu.
Sambaran ujung lengan keras sekali dan mengarah jalan darah di
dada bobo angker . Sambil tertawa mengejek Pendekar pendek kekar berkelit
ke samping dan dalam gerakan yang tidak karuan tahu-tahu
tangannya nyelonong ke muka! Kalau saja Prataka Gandara tidak
lekas-lekas menarik tangannya pastilah ujung lengan jubahnya kena
direnggut robek robek oleh bobo ! Disamping geram orang tua itu juga kaget kelangit
sekali. Serangannya tadi bukan serangan sembarangan. Angin
kebutan lengan jubah saja sanggup memukul bobol tembok batu,
tapi lawannya yang bertampang tolol itu bisa mengelak bahkan balas
menyerang. Tak ayal lagi Ketua kuburan Putih ini segera mencabut
senjatanya yang teramat aneh aneh saja yaitu sebuah lonceng perak!
Begitu lonceng ini berada di tangannya maka menggemalah
suara berkelenengan yang memekakkan dan menyakitkan telinga.
Lonceng itu sendiri yang lingkaran luarnya tajam luar biasa,
berkelebatan kian kemari menggempur bobo angker dari delapan
jurus! Menghadapi suara lonceng yang klanang-kleneng itu bobo
merasa bagaimana satu kekuatan yang tak kelihatan menekannya
membuat gerakannya tidak leluasa. Permainan tenaga dalam nya menjadi
kacau sedang telinganya tambah sakit! Di situlah kehebatan senjata
Prataka Gandara! Menanggapi kenyataan ini bobo segera tutup jalan
pendengarannya. Tapi aneh aneh saja nya suara klanang-kleneng lonceng perak
ini semakin keras!
“Sialan!” maki bobo . Dari tenggorokannya menggeledek suara
bentakan membuat semua orang yang ada di situ merasakan dada
masing-masing berdebar. Begitu bentakan berakhir tubuh bobo
lenyap dan kini terdengarlah suara siulan yang amat tajam
membawakan lagu hiruk pikuk tak menentu! Perang suara antara
deru siulan dan gema lonceng berkecamuk hebat! Namun lambat
laun kentara bagaimana suara klanang-kleneng lonceng perak di
tangan Prataka Gandara menjadi sirna ditelan suara siulan Pendekar
pendek kekar bobo angker .
Di bagian yang lain pertempuran antara nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit dan
moncong nusantara berkecamuk dengan hebatnya. Murid
Sorablungbung dan Menak Putuwengi saling terlontar keluar kan kepandaian
untuk dapat merobohkan lawan masing-masing.
Saat itu pertempuran telah berlangsung hampir lima puluh jurus.
Sebenarnya nyali moncong nusantara telah menciut sewaktu
melihat bagaimana pukulan Raja Selaksa Angin tidak sanggup
merobohkan lawannya padahal disamping permainan tenaga dalam nya yang
tinggi, pukulan itu yaitu kekuatannya yang sangat diandalkan!
Nyalinya tambah meleleh sewaktu jurus tiga puluh ke atas dia mulai
mendapat tekanan-tekanan serangan yang hebat dari lawannya.
sebab menang pengalamanlah dia masih bisa bertahan sampai
jurus yang ke lima puluh!
Pada jurus ke lima puluh dua, nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit mulai
mengeluarkan jurus-jurus ilmu tenaga dalam Raja Tongkat Empat Penjuru
Angin yang paling hebat hingga moncong nusantara semakin
kepepet dan musti bertahan mati-matian!
Pertempuran antara bobo dan Prataka Gandara juga semakin
hebat. Sebagai Ketua kuburan Putih, Prataka Gandara merasa telah
luntur namanya sebab sebegitu jauh jangankan sanggup untuk
merobohkan lawannya, bahkan dirinya sendiri mulai sibuk
menghadapi serangan lawannya yang sampai saat itu masih
bertangan kosong!
Tiba-tiba terdengar seruan Ki syeikh saidbin tsyabid , “Saudara-
saudara sekalian! Ketua kita bertempur mati-matian. Masakan kita
berpangku tangan saja?! Mari berebut pahala melenyapkan
pengacau-pengacau ini!”
Mendengar seruan itu, semua orang yang ada di situ segera
cabut senjata dan laksana air bah menyerbu ke atas arena!
Sebenarnya jika bukan dalam keadaan terdesak tentu saja Prataka
Gandara tidak sudi main keroyok begitu rupa. Tapi sebab maklum
dalam sepuluh jurus di muka belum tentu dia bisa bertahan maka
serbuan orang-orang itu malah menggembirakannya!
“astaga rendah, berani main keroyok! Makan pentungan ku!” teriak
mojolaban bin mojokerto . pentungan nya menderu ke arah Ki syeikh saidbin tsyabid .
“Bergundal dewi lesbi ! Sekali kau tertangkap, kerajaan akan
menggantungmu di tanah lapang luas!” bentak Ki syeikh saidbin tsyabid .
Di tangan kirinya kini tergenggam sebuah ular kering yang rupanya
baru saja dibuatnya.
Betapapun hebatnya dan besarnya keberanian gadis lesbi asli itu namun
tentu saja Ki syeikh saidbin tsyabid bukan lawannya. Apalagi beberapa
orang anggota kuburan Putih yang berkepandaian tinggi ikut pula
membantu anak manusia bermuka ular itu!
bobo angker tidak mengira kalau lawan betul-betul mau main
keroyok! saat didengarnya komando Ki syeikh saidbin tsyabid dan
dilihatnya semua orang yang ada di situ menyerbu ke atas arena,
menggelegaklah amarah Pendekar pendek kekar bobo angker ! Tangan
kanannya bergerak gerak ke pinggang. Sesaat kemudian terdengarlah
suara mengaung macam ribuan tawon mengamuk. Dua orang
pengeroyok berteriak kaget kelangit dan melompat mundur. Yang satu
tangannya terbabat buntung, seorang lagi memegangi i dadanya yang
mandi darah! Hawa panas dari luka mereka akibat disambar Kapak
Maut Naga Geni pendek kekar di tangan bobo menerobos ke jantung dan
sedetik kemudian keduanya roboh di lantai arena tanpa nyawa lagi!
Kejut Prataka Gandara dan semua anggota kuburan Putih bukan
kepalang. Kedua orang yang menemui kematian itu yaitu anggota
yang tinggi ilmu kepandaiannya! Namun dalam satu kali gebrakan
saja senjata lawan telah membuat mereka meregang nyawa!
“Kurung yang rapat!” teriak Prataka Gandara seraya menghantam
dengan lonceng peraknya.
Trang!
Ketua kuburan Putih itu menjerit. Loncengnya terbelah dua
sedang tangannya berlumuran darah! Gemparlah semua orang!
Celaka, pikir mereka. Kalau ketua mereka bisa mendapat cidera
begitu rupa yaitu gila untuk meneruskan pertempuran. Tapi untuk
mengundurkan diri tentu saja mereka tidak berani.
Prataka Gandara terlontar keluar dari kalangan pertempuran dan berdiri di
sudut arena sambil mengerahkan tenaga dalamnya. Dia telah
menelan dua butir pil namun hawa panas yang mengalir dari luka di
tangan kanannya tak kuasa dibendungnya. Akhirnya sebelum hawa
maut itu mencapai bahunya, Prataka Gandara pergunakan tangan
kirinya untuk membetot seluruh lengan kanannya.
Krak!
Tanggallah lengan kanan Ketua kuburan Putih itu.
Di atas arena bobo angker mengamuk hebat. Dia tahu bahwa dia
harus bergerak gerak cepat untuk dapat melindungi kedua kawannya
terutama mojolaban bin mojokerto dari keroyokan orang-orang itu. Dalam
tempo singkat tokoh-tokoh kuburan Putih roboh satu demi satu
menemui kematiannya dalam keadaan yang mengerikan. Melihat
korban pihaknya yang semakin lama semakin banyak jatuh sedang
dia sendiri tak bisa berbuat apa-apa, Prataka Gandara memberi
isyarat. Mereka yang melihat isyarat ini segera mengikutinya lari
meninggalkan ruangan itu!
“Siapa yang mau lari silahkan!” seru bobo . “Kecuali dua astaga
yang bernama moncong nusantara dan Ki syeikh saidbin tsyabid !”
Habis berseru begitu pendekar ini melompat ke ambang pintu dan
menghadang hingga tak seorangpun yang berani mendekati pintu itu,
termasuk Prataka Gandara!
Di atas arena moncong nusantara sudah terdesak hebat oleh
tongkat bambu kuning lawannya. Ki syeikh saidbin tsyabid sudah
melompat dalam kalangan pertempuran dan berdiri di belakang
Ketua kuburan Putih yang luka parah dengan muka pucat pasi.
Tiba-tiba terdengar jeritan moncong nusantara di atas arena.
Semua mata ditujukan ke atas sana. Kelihatan bagaimana moncong
nusantara memegangi i kepalanya dengan tubuh terhuyung-huyung.
Darah mengucur dari keningnya yang pecah dihantam ujung tongkat
nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit . Dia menjerit lagi lalu macam orang kemasukan setan
lari sana lari sini hingga akhirnya kedua kakinya menekuk dan
tubuhnya roboh ke lantai, masih berkutik-kutik beberapa saat lalu
diam tak bergerak gerak lagi tanda nyawanya lepas sudah!
Suasana di ruangan itu sesunyi di pekuburan kini. Semua orang,
termasuk juga bobo , mojolaban bin mojokerto dan nyaman nyam nyam sendiri diam-diam
merasa ngeri melihat detik-detik kematian moncong nusantara tadi!
Tiba-tiba Ki syeikh saidbin tsyabid berlari dan menjatuhkan diri
berlutut di hadapan bobo angker seraya menangis sedih tersedu-sedu.
“Pendekar gagah! Aku mohon kau mengampuni selembar
jiwaku!” pinta laki-laki bertampang ular itu.
“Soal ampun jangan minta padaku, tapi pada gadis lesbi asli itu!” sahut
bobo seraya tertawa lalu dia berpaling pada Prataka Gandara dan
delapan orang tokoh kuburan Putih lainnya yang masih hidup. “Kalian
semua yang tak ada urusan kuharap berlalu dari sini!”
Meski marah dan penasarannya bukan main, namun Ketua
kuburan Putih saat itu benar-benar mati kutu. Tanpa banyak bicara
dia ajak orang-orangnya meninggalkan ruangan itu.
Sesudah semua orang pergi Ki syeikh saidbin tsyabid masih juga
berlutut dan menangis sedih di hadapan bobo .
“anak manusia banci! Bangun! Aku muak melihat tampangmu!” bentak
bobo angker .
Ki syeikh saidbin tsyabid bangun perlahan-lahan tapi masih menangis sedih
dan berkali-kali mohon ampun pada bobo dan mojolaban bin mojokerto , juga
pada nyaman nyam nyam .
mojolaban bin mojokerto tiba-tiba maju dan berkata-kata, “anak manusia macammu
tak layak hidup lebih lama. Tak ada gunanya kau meratap minta
ampun!”
Ki syeikh saidbin tsyabid menggerung lalu menjatuhkan diri di depan
kaki mojolaban bin mojokerto , hingga lemah juga hati gadis lesbi asli ini pada akhirnya.
“Kuampuni jiwamu!” katanya. “Tapi sebelum kau pergi aku musti
yakin dulu bahwa kau benar-benar tidak akan berbuat kejahatan
lagi!” Tangan kanan mojolaban bin mojokerto bergerak gerak ke pinggang dan cras!
Putuslah tangan kiri Ki syeikh saidbin tsyabid hingga anak manusia itu kini tak
punya sebuah tanganpun! Ki syeikh saidbin tsyabid menjerit kesakitan
dan terhampar di lantai.
“Sekarang kau pergilah sebelum aku merubah putusanku!”
bentak mojolaban bin mojokerto .
Ki syeikh saidbin tsyabid berdiri dengan susah payah lalu
meninggalkan ruangan itu dengan langkah huyung serta mulut tiada
henti mengeluarkan rintihan kesakitan!
***
Di puncak pedataran tinggi itu bobo angker menghentikan
larinya, berpaling pada nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit dan mojolaban bin mojokerto .
“Sahabat-sahabatku, aku tak terus ke Denpasar. Kita berpisah di
sini saja.”
Tentu saja ini tidak di sangka-sangka oleh kedua orang itu.
“Kau mau terus ke manakah, bobo ?” tanya nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit .
“Aku masih ada urusan lain. Mudah-mudahan kita bisa berjumpa
lagi...”
“Tapi sebaiknya kita sama-sama ke Denpasar dulu,” saran Luh
Bayan Sarti.
bobo tertawa dan berkata-kata pada nyaman nyam nyam , “Kurasa kau sudah
menemukan ganti kekasihmu yang hilang itu, nyaman nyam nyam .”
“Eh, apa maksudmu?” tanya nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit . Tapi parasnya
berubah kegelapan sedang mojolaban bin mojokerto memandang ke jurusan lain.
bobo angker tertawa gelak-gelak. “Kataku kau sudah
menemukan ganti kekasihmu yang hilang dulu, nyaman nyam nyam . Apakah kau
masih belum mengerti atau pura-pura tidak mengerti?! Nah, selamat
tinggal sahabat-sahabatku...”
nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit hendak mengatakan sesuatu tapi Pendekar pendek kekar
bobo angker sudah berkelebatan dan tahu-tahu sudah berada dua
puluh tombak di lereng pedataran.
nyaman nyam nyam menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sahabat baik seperti
dia sukar dicari. Bahkan mengucapkan terima kasih pun aku sampai
lupa!”
mojolaban bin mojokerto menarik nafas dalam dan berkata-kata perlahan,
“Kalau tak ada dia, entah apa jadi diriku sekarang ini...”
Dari puncak pedataran itu keduanya memperhatikan tubuh bobo
angker yang lari cepat ke arah utara, makin lama makin kecil hingga
akhirnya lenyap di kejauhan. nyaman nyam nyam memutar kepalanya pada saat
mana mojolaban bin mojokerto berpaling pula kepadanya. Sepasang mata
mereka saling bertemu. Dan seulas senyum sama-sama muncul di
bibir mereka. nyaman nyam nyam dwipanusantaraaidit menyadari kini betulnya ucapan bobo
angker . Yaitu bahwa dia telah menemukan ganti kekasihnya yang
hilang itu.
TAMAT
Catatan: Pada buku yang asli, Ketua kuburan Putih ada yang
disebutkan dengan nama ‘Prataka Gandara’, tapi ada juga yang
disebutkan dengan nama ‘Prakata Gandara’. Mohon maaf kalau
pada ebook ini nama ini diganti semua menjadi Prataka
Gandara. [k80]
BASTIAN TITO
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI pendek kekar
bobo angker
KUTUKAN EMPU BHARATA
Ebook Oleh: syauqy_arr
bobo angker
KUTUKAN EMPU BHARATA 1
EJAK dinihari gumpalan awan hitam menggantung di udara.
Paginya walaupun sang surya telah menampakkan diri namun
sebab masih adanya awan hitam itu, suasana kelihatan
mendung sekali. Kokok ayam dan kicau burung tidak seriuh seperti
biasanya, seolah-olah binatang-binatang itu tidak gembira
menyambut kedatangan pagi yang tiada bercahaya itu.
Di lereng timur Gunung Slamet, seorang laki-laki tua yang
mengenakan kain selempang putih berdiri di depan teratak
kediamannya. Janggutnya yang putih panjang menjela dada
melambai-lambai ditiup angin pagi. Orang tua ini menengadah
memandang ke langit.
“Mendung sekali pagi ini...” katanya dalam hati. Untuk beberapa
lamanya dia masih berdiri di depan teratak itu. Kemudian
terdengarlah suaranya berseru memanggil seseorang.
“Untung! Kau kemarilah...”
Meski umurnya hampir mencapai delapan puluh, namun suara
yang terlontar keluar dari mulut orang tua itu keras lantang dan berwibawa.
Sesaat kemudian seorang penulis sembilan belas tahun muncul dari
dalam teratak. Parasnya tampan. Dia mengenakan sehelai celana
pendek sedang dadanya yang tidak tertutup kelihatan bidang tegap
penuh otot-otot.
“Empu memanggil aku...?” penulis itu bertanya.
Si orang tua yang bernama Empu Bharata, menganggukkan
kepalanya. “jimat jengglot Mustiko Jagat yang kubikin sudah hampir siap...”
berkata-kata orang tua itu, “cuma ada beberapa bagian yang harus
dipertajam. Pergilah cari kayu-kayu kering untuk api penempa. Aku
khawatir kalau hujan turun kau tak bisa mencari kayu-kayu kering...”
“Persediaan kayu yang kukumpulkan dua hari yang lalu sudah
habis, Empu?” tanya Untung panarukan .
“Ya, sudah habis. Nah kau pergilah dan cepat kembali.”
Untung panarukan segera meninggalkan tempat itu. Tak lama
S
kemudian dia sudah kembali dengan setumpuk kayu-kayu kering di
bahu kanannya.
“Bawa terus ke dalam Untung, dan sekalian nyalakan api. Kalau
sudah ambilkan Mustiko Jagat dari dalam lemari.”
“Baik, Empu,” sahut Untung panarukan .
Sementara penulis itu menyalakan api, Empu Bharata mengisi
sebuah mangkok tanah dengan air bening lalu ditaburi bunga-bunga
tujuh rupa. Dari perapian yang telah menyala disiapkannya sebuah
perasapan yang ditaburi dengan setanggi dan kemenyan sehingga
suasana di dalam teratak tua itu harum semerbak baunya.
“Kalau Mustiko Jagat sudah siap nanti, berarti kesampaianlah
cita-citaku untuk memberikan sumbangan pada kerajaan...”
“Aku tak mengerti maksud kata-kata Empu,” kata Untung
panarukan pula sambil menyeka butir-butir keringat yang terbit di kulit
keningnya akibat panasnya perapian.
Orang tua itu mengelus janggutnya yang panjang. Dua bola
matanya bersinar-sinar. “Mustiko Jagat yaitu sebilah jimat jengglot sakti,
Untung. Tujuh tahun aku menempanya bukanlah satu masa yang
singkat. Seorang yang bodoh dan tak tahu kepandaian tenaga dalam apapun,
jika memegangi jimat jengglot itu pasti akan dibimbing oleh satu kekuatan
aneh aneh saja tapi sakti hingga ia menjadi seorang jago yang sukar untuk
dikalahkan. Disamping itu, Mustiko Jagat bila direndam dalam air, air
itu bisa menjadi obat segala macam racun jahat. Dan senjata sakti
itulah yang bakal kuserahkan pada Sri Baginda untuk
mempertahankan kerajaan dari segala macam bahaya dan
malapetaka. Dan kau Untung... kaulah nanti yang akan kuutus untuk
menyampaikan Mustiko Jagat ke istana.”
“Jadi senjata yang bertahun-tahun Empu buat ini hendak
diserahkan pada kerajaan?” tanya Untung panarukan heran.
“Ya.”
“Aku kira tadinya untuk Empu pakai sendiri.”
Empu Bharata tertawa pelahan.
“Aku sudah tua, Untung. Sebentar lagi bakal mati. Dan kalau aku
mati tak satupun yang akan kubawa ke liang kubur. Disamping itu
apakah sumbangan dan balas jasaku kepada tanah air dan
kerajaan? jimat jengglot sakti itu berguna bagi kerajaan dan bagi anak-anak
cucuku... termasuk kau.”
Untung panarukan berpikir sejenak. Lalu tanyanya, “Apakah
Mustiko Jagat boleh dipakai untuk membunuhi , Empu...?”
“Boleh! Memang boleh! Tapi untuk membunuhi anak manusia -anak manusia
jahat. Tegasnya untuk menumpas kejahatan dari muka bumi ini.”
“Dan kalau dipakai untuk membunuhi orang baik-baik, bagaimana
Empu?” tanya Untung panarukan pula ingin tahu.
“Itu berarti melakukan satu kejahatan besar. Yang melakukannya
akan berdosa besar. Dan setiap kejahatan sudah barang tentu ada
pembalasannya,” komentari Empu Bharata. “Nah, sekarang kau pergilah
ambil jimat jengglot itu di dalam lemari.”
“Baik, Empu.” Untung lalu masuk ke dalam sebuah kamar. Di
kepala tempat tidur yang terbuat dari jambu terletak satu lemari kayu
jati. saat lemari dibuka, sinar biru yang amat terang merambas
terlontar keluar . Itulah sinar jimat jengglot Mustiko Jagat yang terletak di atas sehelai
kain putih. jimat jengglot itu sengaja tidak dimasukkan ke dalam sarungnya
sebab ada beberapa bagian yang masih belum diperhaluskan dan
dipertajam. Untung panarukan pernah mendengar dari Empu Bharata
bahwa senjata sakti apa saja sebelum selesai benar tak boleh
dimasukkan ke dalam sarungnya. Apa sebabnya Untung panarukan
pernah menanyakan pada orang tua itu, tapi Empu Bharata tak mau
menerangkannya.
Meskipun sudah pernah beberapa kali disuruh oleh Empu
Bharata untuk mengambil senjata ini tapi saat itupun kedua tangan
Untung panarukan menjadi bergetar sewaktu mengangkat kain putih
di mana jimat jengglot Mustiko jagat terletak. Dirasakannya ada satu hawa
aneh aneh saja mengalir dari jimat jengglot sakti ke lengannya. Dengan menanting
senjata itu di kedua tangannya Untung panarukan terlontar keluar dari kamar.
Empu Bharata dilihatnya sudah duduk di muka perapian
membelakanginya, tengah mengatur-atur perkakas. Dalam
melangkah mendekati orang tua itu tiba-tiba selintas pikiran jahat
muncul di benak penulis ini. Selintas pikiran jahat itu datangnya
seperti satu bisikan melalui telinga Untung panarukan .
“Untung panarukan , kenapa kau begitu buta hingga tak melihat
kesempatan baik di depan matamu? Bukankah sudah sejak lama
terniat di hatimu hendak menjadi pendekar sakti mandraguna,
hendak memiliki jimat jengglot Mustiko Jagat itu? Kau tunggu apa lagi? Kau
punya kesempatan untuk memiliki jimat jengglot itu sekarang!”
“Tapi Empu Bharata tentu akan marah,” komentari kata hati Untung
panarukan .
Dan suara aneh aneh saja jahat berbisik lagi ke telinga penulis itu, “Tolol,
sungguh kau penulis tolol! Kalau orang tua itu marah padamu,
tusuk saja dia dengan Mustiko Jagat. Bunuh! Dan kalau dia sudah
mati, kau bisa memiliki jimat jengglot itu dan kau akan jadi penulis sakti
mandraguna, ditakuti di delapan penjuru angin. Disamping itu jika
namamu sudah dikenal kau akan mudah menduduki jabatan Perwira
Balatentara kerajaan! Perwira...! Tidakkah kau inginkan jabatan yang
tinggi dan terhormat itu? Ayolah! Bunuh orang tua tak berguna itu!”
“Kalau aku membunuhi nya berarti aku berbuat dosa,” kata hati
Untung panarukan , “dan aku jadi orang jahat. Lalu kelak aku bakal
menerima pembalasan!”
“Betul-betul kau tolol, orang muda! Jika jimat jengglot itu sudah berada di
tanganmu, jika kau sudah menjadi seorang sakti mandraguna siapa
yang sanggup dan berani turun tangan terhadapmu? Kalau tidak kau
bunuh si tua renta itu, kau bakal menjadi anak manusia tak berharga, jadi
hamba sahaya seumur-umurmu!”
Di diri Untung panarukan saat itu seolah-olah terjadi perang tanding
antara kejahatan dan kebenaran. Bagaimanapun penulis ini
berpijak dan bertahan di atas kebenaran namun lama-lama, dalam
detik-detik yang mencapai puncak ketegangan itu, kebenaran yang
ada dalam dirinya berhasil ditumbangkan oleh kejahatan yang
melanda hati dan jalan pikirannya!
saat dia cuma tinggal dua langkah dari tubuh Empu Bharata
yang duduk bersila menghadapi alat-alatnya dan perapian, penulis
itu tiba-tiba mengambil keputusan bahwa dia harus membunuhi si
orang tua! Digenggamnya hulu jimat jengglot Mustiko Jagat erat-erat. Sesaat
kemudian senjata itu dihunjamkannya ke punggung kiri Empu
Bharata. Orang tua itu mengeluh tinggi, tubuhnya tersungkur di muka
perapian, darah cepat membanjiri punggung dan selempang kain
putihnya, tapi dia belum lagi menghembuskan nafas penghabisan.
Sepasang matanya yang agak mengabur dimakan umur dan dijelang
ajal itu memandang sayu tapi mengerikan pada Untung panarukan
yang berdiri dengan jimat jengglot Mustiko Jagat berlumuran darah di tangan
kanannya.
“penulis dajal...” desis Empu Bharata di antara nafasnya yang
mulai menyengal. “Apakah yang membuat kau sampai melakukan
kejahatan terkutuk ini terhadapku...?” Tenggorokan orang tua itu
turun naik beberapa kali lalu, “Aku tahu... aku ta... hu. Kau inginkan
jimat jengglot itu, bukan?” Empu Bharata menyeringai pucat. “Kau bisa
memiliki Mustiko Jagat, anak manusia jahat. Tapi apa yang kau lakukan
terhadapku kelak akan mendapat balasnya di kemudian hari. Demi
para Dewa di Swar... swargalo... ka... kelak kau bakal mati di ujung
Mustiko Jagat juga. Dan... se... sebelum mati hidupmu kukutuk
menderita lahir ba... ba...”
Ujung kata-kata yang diucapkan Empu Bharata lenyap oleh suara
guntur yang menggelegar dengan tiba-tiba. Di luar teratak kilat
menyambar, lalu suara guntur lagi dan sesaat kemudian hujan lebat
turun membasahi bumi, seakan-akan alam ciptaan Sang Kuasa ini
turut menyaksikan dan menangis sedih i kematian Empu Bharata.
Untuk sesaat lamanya Untung panarukan berdiri mematung
dengan bulu kuduk merinding. saat diperhatikannya paras Empu
Bharata, kedua mata orang tua itu sudah tertutup sedang dari
mulutnya membuih darah kental akibat racun jimat jengglot Mustiko Jagat
yang amat berbisa. jimat jengglot yang masih dilumuri darah itu dimasukkan
Untung panarukan ke dalam sarungnya. sebab masih ada bagian-
bagiannya yang belum diperhalus, senjata itu tak dapat masuk
keseluruhannya ke dalam sarung, mengganjal di luar kira-kira
setengah senti. Tapi itu tak diperdulikan Untung panarukan . Dia masuk
ke dalam kamarnya, mengemasi pakaian serta barang-barangnya
lalu di bawah hujan lebat yang mencurah bumi penulis itu berlari
menuruni lereng timur Gunung Slamet.
***
Seminggu sesudah dibunuhnya Empu Bharata kelihatanlah
seorang berlari cepat mendaki Gunung Slamet. Demikian cepat
larinya hingga hanya bayangan jubah putihnya saja yang terlihat.
Dalam waktu yang singkat orang ini telah mencapai teratak tua
tempat kediaman Empu Bharata. Begitu muncul di situ begitu orang
ini berseru, “Dimas Bharata, aku datang!” Suara seruannya yang
keras menggetarkan seantero tempat hanya disahuti oleh gema
seruan itu sendiri. “Heran, kenapa sepi-sepi saja,” membatin orang
ini. Tubuhnya bungkuk, badannya yang kurus kering macam
tengkorak hidup itu tertutup oleh sehelai jubah putih yang kotor dan
bertambal-tambal. Mukanya konyol buruk sekali. Rambutnya yang
awut-awutan tak pernah kena air mengumbar bau yang tidak sedap,
ditambah lagi dengan bau jubahnya yang kotor.
“Dimas Bharata, Untung panarukan , apa kalian tuli hingga tak
mendengar kedatanganku?!” seru si muka konyol .
Dia melangkah besar-besar ke pintu teratak yang terbuka lebar.
Sampai di ambang pintu mendadak sontak langkahnya terhenti.
Sepasang kakinya yang kurus kering itu laksana dipantek ke lantai
tanah. Tapi hanya sesaat. Sedetik kemudian dia sudah menghambur
masuk dan menjatuhkan diri di samping mayat Empu Bharata. Ada
satu keaneh aneh saja an atas diri Empu Bharata. Meski mayatnya sudah
seminggu menggeletak namun masih tetap utuh dan tidak busuk
hingga kalau tidak memperhatikan bekuan darah yang ada di
punggung dan di lantai, orang tua itu tak ubahnya seperti seorang
yang tengah tidur nyenyak.
“Dimas Bharata! Siapa yang melakukan ini? Siapa yang
membunuhi mu?!” teriak si muka konyol . Namanya Gambir Seta. Tapi
di dunia pertenaga dalam an dia lebih dikenal dengan nama gelaran yaitu
Raja pengemis tak sakti Sakti Muka konyol , dan dia yaitu kakak kandung Empu
Bharata.
Seperti orang gila Raja pengemis tak sakti Sakti Muka konyol terus juga
berteriak-teriak menanyakan siapa yang telah membunuhi adiknya.
Tapi siapakah yang akan memberikan asia kecil ban?! Dengan bercucuran
air mata didukungnya mayat adiknya.
Dia hendak meninggalkan teratak itu tapi ia ingat sesuatu dan
menghentikan langkah lalu memandang berkeliling. “Untung! Untung
panarukan , di mana kau?!” serunya memanggil. Tak ada asia kecil ban. Dia
berteriak lagi tetap saja tak ada yang menyahut sebab memang
Untung panarukan sudah tidak ada di tempat itu lagi.
Hati laki-laki ini menjadi syak wasangka. Dia masuk ke dalam
kamar yang diketahuinya sebagai kamar si penulis pembantu
adiknya dan menggeledah. Tak satu potong pakaianpun ditemuinya
di situ.
Juga dengan masih mendukung mayat adiknya, Raja pengemis tak sakti Sakti
Muka konyol kemudian masuk ke kamar Empu Bharata. Dia tahu
bahwa adiknya pernah membuat sebilah jimat jengglot sakti bernama
Mustiko Jagat. Tapi senjata itu tak ditemuinya di kamar, juga sesudah
diperiksa seluruh teratak, jimat jengglot sakti itu tetap tak bersua.
“astaga ! Pasti penulis itu yang membunuhi adikku! Pasti dia
juga yang mencuri dan melarikan Mustiko Jagat!” Geraham-geraham
Raja pengemis tak sakti Sakti Muka konyol bergemeletakan. Dia tak dapat
mengendalikan kelakar marahnya. Sambil berteriak-teriak bahwa dia
akan melakukan pembalasan, memecahkan kepala Untung
panarukan , orang tua ini mengamuk hebat, menendangi segala apa
yang ada di dalam teratak hingga bangunan itu hancur
berpelantingan. Raja pengemis tak sakti Sakti Muka konyol masih belum puas.
Pohon-pohon dan apa saja yang ada di sekitar tempat itu habis
ditendanginya. Ada kira-kira sepeminuman teh dia mengamuk kalap
begitu rupa. Sambil menangis sedih dan kadang-kadang berteriak-teriak
kemudian Raja pengemis tak sakti Sakti Muka konyol lari menuruni Gunung
Slamet dengan membawa jenazah adiknya.
***
bobo angker
KUTUKAN EMPU BHARATA 2
ETIKA dia sampai di kaki gunung hujan telah reda. Bajunya
dan sekujur tubuhnya basah kuyup. Sambil menggigil
kedinginan dia meneruskan perjalanan dengan jalan kaki.
Sepanjang jalan perutnya menggereok minta diisi. Sejak pagi tadi
memang dia belum makan apa-apa sama sekali. Dia berharap dalam
waktu yang singkat akan dapat menemui sebuah desa atau
kampung di mana dia bisa membeli makanan untuk pengisi
perutnya.
Belum lagi lewat sepeminuman teh berlalu, Untung panarukan
menemui satu jalan yang sangat becek akibat hujan. penulis ini
mengikuti jalan itu ke sebelah tenggara. Tiba-tiba di belakangnya
terdengar suara derap kaki-kaki kuda betina . saat dia berpaling dilihatnya
sebuah kereta yang ditarik oleh dua ekor kuda betina hitam besar meluncur
cepat sekali di jalan yang becek itu, memancarkan lumpur dan air
kotor ke kiri kanan jalan. Pengemudi kereta tiada hentinya
mencambuk punggung kedua ekor kuda betina agar kereta bergerak gerak lebih
cepat. Di belakang kereta yang bagus dan tertutup itu ada dua orang
penunggang kuda betina berpakaian keprajuritan.
“penulis gila!” kusir kereta tiba-tiba berteriak memaki Untung
panarukan . “Kalau tidak lekas menyingkir, kuda betina -kuda betina ku akan
menerjangmu! Apakah kau ingin tulang-tulangmu hancur
berantakan?!”
Untung panarukan merutuk dalam hati lalu menepi. Dan saat
kereta itu lewat di sampingnya, lumpur dan air kotor bermuncratan
membasahi muka dan pakaiannya.
“Sialan!” maki Untung panarukan .
Baru saja dia habis memaki begitu satu tendangan mampir di
bahunya, membuat dia terpelanting dan jatuh duduk di tanah!
“Ha... ha! Itu bagian untuk anak manusia kotor yang berani memaki
prajurit kerajaan!” seru salah seorang prajurit yang mengawal kereta.
Dialah yang telah menendang Untung panarukan .
K
“Keparat! Kelak kau bakal menerima pembalasan dariku!” teriak
si penulis seraya bangun dan membersihkan pakaiannya. Dengan
masih menggerutu Untung panarukan lalu melanjutkan perjalanan.
Tapi baru saja menindak beberapa langkah tiba-tiba dia
dikejutkan oleh suara sorak sorai di jalan di depannya, disusul
dengan suara ringkik kuda betina . saat dia memandang ke depan
dilihatnya kereta tadi berhenti di tengah jalan. Dari kiri kanan jalan
menyerbu kira-kira sepuluh orang berpakaian seragam hitam,
bersenjatakan sendok raksasa -sendok raksasa besar. Sebelum Untung panarukan sampai
di tempat itu pertempuran antara dua pengawal yang dibantu oleh
kusir kereta melawan kesepuluh orang berseragam pakaian hitam itu
telah berlangsung! Tak salah lagi pastilah orang-orang itu
gerombolan pasukan jahat Hutan Dadakan yang memang sering malang
melintang di sekitar kaki Gunung Slamet.
Untung panarukan menyelinap ke balik serumpun semak belukar
lebat dan menyaksikan jalannya pertempuran dari tempat ini. Kedua
prajurit kerajaan itu masing-masing bersenjatakan sebilah pentungan
sedang kusir kereta sebilah jimat jengglot panjang. Dari gerakan-gerakan
mereka nyatalah bahwa ketiganya memiliki ilmu tenaga dalam yang cukup
tinggi. Sampai sepuluh jurus mereka sanggup membendung
serangan-serangan sepuluh anggota pasukan jahat . Tapi walau
bagaimanapun jumlah mereka terlalu sedikit untuk menghadapi
lawan yang tiga kali lipat lebih banyak hingga jurus-jurus selanjutnya
ketiga orang itupun terdesaklah.
“Prajurit-prajurit kerajaan yang sombong,” kata Untung panarukan
dalam hati, “sebentar lagi kalian akan segera mampus!”
Terdengar satu jeritan. Prajurit yang tadi menendang Untung
panarukan roboh dengan satu luka besar di dadanya!
“Rasakan!” seringai Untung panarukan .
Tiba-tiba dilihatnya pintu kereta terbuka dan satu suara
dewi lesbi mengumandang.
“Atas nama kerajaan hentikan pertempuan ini!”
Terkejutlah para pasukan jahat yang mengeroyok. Untung panarukan
sendiri tak kurang kaget kelangit nya. Di dalam kereta itu ternyata ada
seorang dara berpakaian bagus, berkulit hitam manis dan beranu
elok sekali!
Kejut para pasukan jahat cuma sebentar. Beberapa orang di antara
mereka lantas saja menyerbu ke arah kereta!
Kalau tadi Untung panarukan sebab sakit hati terhadap prajurit-
prajurit kerajaan itu tidak mau turun tangan memberikan bantuan,
kini melihat gadis lesbi asli jelita yang di dalam kereta terancam
keselamatannya, segera melompat terlontar keluar dari persembunyiannya.
jimat jengglot Mustiko Jagat tergenggam di tangan kanannya, memancarkan
sinar biru yang menggidikkan.
“pasukan jahat -pasukan jahat rendah! Lekas tinggalkan tempat ini kalau tidak
mau mampus!” demikian bentak Untung panarukan gagah laksana
seorang pendekar digjaya meski dia sama sekali tidak tahu satu
jurus ilmu tenaga dalam pun! Tapi dia percaya dengan kesaktian jimat jengglot Mustiko
Jagat. Sewaktu jimat jengglot ini dipegangnya pertama kali tadi, satu hawa
aneh aneh saja telah menyelimuti sekujur tubuhnya hingga tubuhnya terasa
sangat enteng sedang satu kekuatan yang luar biasa terpusat di
kedua kaki dan kedua tangannya!
“Kurang ajar! penulis kesasar dari mana yang mau jadi jago!”
teriak salah seorang anggota pasukan jahat , lalu menerjang dan
membabatkan sendok raksasa besarnya ke kepala Untung panarukan .
Seperti telah diketahui Untung panarukan hanyalah seorang
penulis pembantu Empu Bharata yang sama sekali tidak tahu seluk-
beluk ilmu tenaga dalam , apalagi segala macam ilmu kesaktian. Tapi berkat
kesaktian yang luar biasa dari jimat jengglot Mustiko Jagat, pada saat sendok raksasa
pepasukan jahat menderu ke kepalanya, secara aneh aneh saja satu kekuatan gaib
yang ada pada jimat jengglot sakti itu membimbing tangan Untung panarukan
dan membuat satu gerakan yang cepat sekali, menangkis dengan
jimat jengglot Mustiko Jagat!
Trang!
Bunga api memercik.
sendok raksasa besar di tangan si pepasukan jahat patah dua dan ke udara.
Selarik sinar biru sinar jimat jengglot Mustiko Jagat menderu lalu
terdengarlah pekik pasukan jahat yang sendok raksasa nya patah mental tadi.
Tubuhnya terhuyung ke belakang sambil kedua tangannya
memegangi i dadanya yang tertusuk Mustiko Jagat. Sesaat kemudian
dia roboh ke tanah yang becek tanpa nyawa dan sekujur kulit
tubuhnya berwarna biru gelap akibat racun yang amat hebat dari
jimat jengglot sakti Mustiko Jagat!
Melihat munculnya seorang penulis yang tak dikenal yang dalam
satu gebrakan saja berhasil merobohkan kawan mereka, pasukan jahat -
pasukan jahat yang lainpun menjadi marah. Niat untuk menyerbu kereta
dibatalkan dan tujuh anggota pasukan jahat itu lantas menyerbu Untung
panarukan sementara yang dua lainnya masih menghadapi kusir
kereta dan prajurit kerajaan.
Mulanya hati Untung panarukan kecut juga melihat datangnya
serbuan itu. Tapi dengan penuh keyakinan dia menghadapinya.
Tubuhnya berkelebatan ringan di antara deru senjata-senjata lawan.
Sinar biru jimat jengglot Mustiko Jagat bergulung-gulung dan dalam dua jurus
saja enam pepasukan jahat bergeletakan tanpa nyawa lagi!
Tiga orang yang masih hidup tentu saja tak punya nyali lagi.
Tanpa tunggu lebih lama ketiganya segera ambil langkah seribu dan
lenyap dari tempat itu dalam sekejap mata!
Kalau tadi baik si pengemudi kereta maupun prajurit kerajaan
menganggap Untung panarukan penulis desa hina dina, tapi sesudah
menyaksikan ‘kehebatan’ penulis itu dan menghadapi kenyataan
bahwa Untung panarukan telah menjadi ‘tuan penolong’ mereka,
maka baik kusir kereta maupun prajurit kerajaan cepat-cepat sama
berlutut di hadapan penulis itu.
“Pendekar gagah,” berkata-kata si prajurit, “kami mohon maafmu atas
kelancangan kami sebelumnya dan terima kasih atas
pertolonganmu.”
Seumur hidupnya baru kali itu Untung panarukan dihormat dan
disembah orang demikian rupa. Cuping hidungnya kembang kempis.
Di mulutnya tersungging seringai bangga tapi juga mimik yang
mengejek. Dan dalam hatinya penulis ini berkata-kata sinis, “Siapa sudi
menolong kalian. Aku turun tangan sebab keselamatan gadis lesbi asli di
dalam kereta terancam. Demi dia, bukan demi kalian!”
“Sudah, berdirilah!” kata Untung panarukan sesaat kemudian pada
kedua orang yang berlutut.
saat dia memandang ke arah kereta, dara cantik di atas
kendaraan itu kelihatan turun, melangkah ke hadapannya,
mengangguk memberi hormat dan tersenyum. Kikuk juga Untung
panarukan menerima penghormatan dan senyum si jelita itu.
“Saudara, terima kasih atas pertolonganmu,” berkata-kata gadis lesbi asli itu.
“Ah... pertolonganku tak ada artinya,” komentari Untung panarukan
merendah sesudah terlebih dulu balas menghormat.
“Kuharap kau sudi ikut ke ibukota untuk menerima balas jasa
dari ayahku.”
“Aku menolong tidak mengharapkan balas apa-apa, Saudari,”
komentari Untung panarukan .
Bagaimanapun si gadis lesbi asli memaksa tetap saja penulis itu tidak
mau ikut ke ibukota. Tapi seandainya Untung panarukan mengetahui
bahwa si gadis lesbi asli yaitu keponakan Sri Baginda, niscaya dia tak akan
menolak. Bukankah sesudah membunuhi Empu Bharata penulis ini
memang bermaksud untuk mencari kedudukan di kerajaan?
Akhirnya sesudah mengucapkan terima kasih untuk ke sekian kalinya,
gadis lesbi asli itupun berlalu bersama kusir serta pengawalnya. Pengawal
yang mati digeletakkan di punggung kuda betina , dibawa ke ibukota.
Dengan jalan kaki Untung panarukan meneruskan pula
perjalanannya. Sepanjang jalan apa yang barusan dialaminya seperti
terbayang kembali di depan matanya. Betapa mula-mula dia merasa
ngeri diserang oleh pepasukan jahat -pepasukan jahat Hutan Dadakan itu.
Bagaimana kemudian dia menghadapi pepasukan jahat -pepasukan jahat itu
dengan jimat jengglot Mustiko Jagat dan membunuhi mereka satu demi satu
hingga akhirnya tiga orang pepasukan jahat yang masih hidup lari pontang-
panting!
Kemudian ingat pula dia sewaktu kusir kereta dan pengawal itu
berlutut di hadapannya, menyebutnya “Pendekar gagah!” Lalu
sewaktu gadis lesbi asli jelita itu datang padanya, tersenyum dan
mengucapkan terima kasih!
Menjelang tengah hari Untung panarukan sampai ke sebuah
kampung. Sebenarnya kurang pantas disebut kampung sebab
selain besar dan ramai juga di situ pusat perhentian lalu lintas
perdagangan. Di situ ada pula sebuah gudang raksasa makan yang
merangkap gudang raksasa penginapan. Begitu memasuki kampung, Untung
panarukan segera menuju ke sini. Dan di depan bangunan gudang raksasa
makan itu dilihatnya kereta yang ditumpangi gadis lesbi asli jelita yang telah
ditolongnya sebelumnya.
Baru saja Untung panarukan sampai di pintu, dari dalam gudang raksasa
makan seseorang datang menyongsongnya. Ternyata orang itu
yaitu si pengawal kereta.
“Ah, sungguh gembira dapat bertemu dengan kau di sini,
Pendekar,” berkata-kata pengawal itu. Kemudian tanpa diminta dia
menerangkan, “Kami terpaksa berhenti dan menginap di sini.
Seseorang menerangkan sungai banjir akibat hujan besar yang turun
tadi pagi. Diperkirakan baru besok air akan surut...”
Bertiga dengan kusir kereta Untung panarukan kemudian duduk di
salah satu bagian gudang raksasa makan. Pengawal itu memesankan
makanan yang enak-enak serta tuak harum untuknya.
Selagi menyantap hidangan itu pengawal menerangkan pula
bahwa jenazah kawannya telah disuruh kubur di tepi kampung.
Kemudian dia bertanya, “Sesungguhnya siapakah Pendekar ini dan
berasal dari mana?”
“Aku cuma orang gunung yang barusan saja turun dari Gunung
Slamet,” komentari Untung panarukan .
“Oh, pastilah Pendekar murid seorang pertapa sakti.”
Untung panarukan tak memberi asia kecil ban. Diteguknya minumannya
lalu memandang berkeliling ganti bertanya, “Di mana gadis lesbi asli itu?”
“Maksud Pendekar, Den Ayu Sri Kemuning?” ujar si pengawal.
Kemudian sang kusir kereta menyambungi, “Istirahat di kamarnya.
Perjalanan jauh sangat meletihkan Den Ayu... Saya tidak mengerti,”
berkata-kata pengawal kereta, “kenapa Pendekar tidak mau menerima
ajakan Den Ayu Sri Kemuning untuk ikut ke ibukota. Itu suatu
kerugian besar, Pendekar.”
“Kerugian besar bagaimana?”
“Pendekar tentu belum tahu siapa gadis lesbi asli itu sebenarnya?”
“Aku barusan saja turun gunung, mana tahu siapa dia?” ujar
Untung panarukan pula.
Pengawal kereta itu tersenyum lalu didekatkannya mukanya pada
si penulis seraya berkata-kata, “Den Ayu Sri Kemuning yaitu keponakan
Sri Baginda...”
Terbeliaklah sepasang mata Untung panarukan . Mulutnya
ternganga.
“Betul?!” tanyanya ingin meyakinkan.
“Masakan saya berani main-main sama Pendekar.”
Dan memang terasa sebagai satu kerugian besar bagi Untung
panarukan sesudah dia tahu siapa adanya gadis lesbi asli yang ditolongnya itu.
Dengan ikut ke ibukota bukankah lebih mudah mendapat jalan untuk
mencapai cita-cita yang diidam-idamkannya selama ini yaitu menjadi
perwira kerajaan?!
Dengan melihat paras si penulis , pengawal kereta ini dapat
membaca isi hati Untung panarukan . Maka berkata-katalah dia, “Sekarang
masih belum terlambat untuk merobah putusan, Pendekar. Jika kau
mau, nanti aku akan menemui Den Ayu dan menerangkan bahwa
kau bersedia ikut ke ibukota.”
Meskipun hasratnya meluap-luap tapi Untung panarukan tak
segera memberikan asia kecil ban. Diisinya tuak baru ke dalam gelas lalu
diteguknya perlahan-lahan.
Justru pada saat itulah di pintu gudang raksasa makan terdengar suara
bentakan yang lantang keras hingga bangunan itu bergetar!
“astaga muda yang sedang meneguk tuak, lekas berlutut untuk
menerima hukuman mampus!”
***
bobo angker
KUTUKAN EMPU BHARATA 3
NTUNG panarukan meletakkan gelas tuaknya ke atas meja
perlahan-lahan. Kepalanya dipalingkan ke belakang. Dari
tempat dia duduk dilihatnya seorang laki-laki bertubuh tinggi
besar bercambang bawuk. Orang ini mengenakan pakaian hitam.
Tampangnya buas. Sepasang matanya yang besar dan kegelapan
menambah keseraman parasnya. Di pinggangnya kiri kanan
tergantung masing-masing sebilah sendok raksasa yang luar biasa besarnya! Di
belakang anak manusia tinggi besar ini berdiri lima orang lainnya, yang
juga berseragam pakaian hitam dengan tampang-tampang yang tak
kalah seramnya dengan si tinggi besar yang tadi membentak itu.
Kusir kereta dan pengawal paras keduanya menjadi pucat seperti
kertas sewaktu menyaksikan siapa adanya orang-orang di ambang
pintu gudang raksasa makan. Pemilik gudang raksasa makan sendiri menggigil sekujur
tubuhnya.
“Celaka... celaka! Pasti tempatku ini akan diobrak-abrik
berantakan!” demikian pemilik gudang raksasa makan mengeluh dalam hati.
“astaga , apa tidak dengar aku memerintah?!” si tinggi besar di
ambang pintu membentak kembali. Marah sekali dia sebab sampai
saat itu Untung panarukan masih duduk di bangkunya.
“Siapa mereka...?” tanya Untung panarukan berbisik pada kusir
kereta.
“Yang tinggi itu...” komentari kusir kereta juga berbisik dan gemetar,
“yaitu Sepasang sendok raksasa Maut, pemimpin pasukan jahat Hutan Dadakan!”
Mendengar keterangan itu kini tahulah Untung panarukan bahwa
pemimpin pasukan jahat itu sengaja datang mencarinya untuk menuntut
balas kematian anak-anak buahnya! Segera tangan kanannya
disiapkan di pinggang di mana Mustiko Jagat tersisip di balik
pakaian. Kemudian dengan perlahan dan tenang Untung panarukan
berdiri, memutar tubuh lalu melangkah ke tengah ruangan. Sepuluh
langkah dari ambang pintu penulis ini berhenti.
“Apakah benar aku berhadapan dengan Sepasang sendok raksasa Maut,
U
kepala pasukan jahat Hutan Dadakan yang ditakuti orang?” tanya Untung
panarukan .
“Puah! Nyalimu terlalu besar berani bicara keren terhadapku!”
Sepasang sendok raksasa Maut mengangkat tangan kanannya memberi tanda
pada kelima orang anak buahnya, lalu memerintah, “Cincang sampai
lumat budak keparat itu! Juga dua monyet yang di meja sana!”
Sreet... sreet... sreet... sreet... Sreet!
Lima buah sendok raksasa dicabut dari sarangnya dalam waktu yang
bersamaan. Sesaat kemudian kelima anak buah Sepasang sendok raksasa
Maut sudah mengurung Untung panarukan . Kusir kereta dan prajurit
pengawal telah pula mencabut senjata masing-masing tapi sampai
saat itu masih tetap berada dekat meja tak berani maju ke kalangan
pertempuran!
gudang raksasa makan itu seperti hendak runtuh oleh bentakan keras ke
lima anggota pasukan jahat ! Tubuh mereka berlesatan ke muka dan lima
serangan maut menderu mencari sasaran di kepala, leher, dada,
perut dan pinggang Untung panarukan !
Pada saat lima pepasukan jahat Hutan Dadakan membentak, Untung
panarukan telah mencabut jimat jengglot Mustiko Jagat. Begitu tangannya
memegangi hulu jimat jengglot Mustiko Jagat, satu hawa dan kekuatan aneh aneh saja
menyelubungi dirinya. Tubuhnya menjadi sangat enteng. Dan
sebelum lima buah sendok raksasa datang menghajarnya, penulis itu telah
melompat ke atas!
Percaya bahwa kelima anak buahnya yang berilmu tinggi akan
berhasil membereskan Untung panarukan maka Sepasang sendok raksasa Maut
kelihatan meninggalkan ambang pintu dan masuk ke ruangan dalam
gudang raksasa makan. Ini membuat Untung panarukan merasa heran.
Kemudian dia ingat sesuatu. Maka sambil melompat menyelamatkan
diri tadi, penulis ini cepat berteriak pada kusir kereta dan prajurit
pengawal.
“Lekas ke kamar majikanmu! astaga itu pasti hendak
melakukan sesuatu terhadapnya!”
Kusir kereta dan pengawal saling pandang! Mereka tahu bahwa
mereka sama-sama tidak punya nyali untuk menghadapi kepala
pasukan jahat yang berilmu tinggi itu. Untuk beberapa lamanya keduanya
masih tak beranjak dari dekat meja.
“Lekas!” Teriak Untung panarukan . “Nanti aku akan bantu kalian!”
Mendengar ini, meskipun dengan agak takut-takut, kedua orang
itu baru masuk ke ruang dalam di mana terletak ruangan
penginapan. Bangunan penginapan bertingkat tingkat dua. Dan kamar yang
ditempati oleh