Selasa, 11 Februari 2025

bobo dikuburan 8


 a berparas cantik 

tentu saja kedua orang penjaga pintu tidak menjadi curiga malah kini 

menunjukkan sikap hormat. Nyatalah bahwa moncong  nusantara  

disegani di kuburan  Putih itu. 

“Sahabat yang kau cari memang berada di dalam. Tapi harap kau 

menunggu sampai nanti siang atau kembali saja nanti siang jika 

ingin bertemu dengan dia...” 

“Agaknya ada pertemuan penting di dalam kuburan ?” tanya bobo . 

“Betul. Di dalam tengah diadakan pemilihan Ketua kuburan  Putih 

yang baru dan moncong  nusantara  yaitu  Ketua Panitia Pemilihan. 

Pemilihan baru selesai siang nanti, jadi kalian bertiga kembali saja 

nanti siang kalau sekiranya tak bersedia menunggu di sini.” 

“sebab  kami datang dari jauh, baiklah kami sedia menunggu,” 

kata bobo  angker  seraya menggaruk-garuk kepala dan memandang 

berkeliling pura-pura mencari tempat duduk. Tapi begitu kedua 

penjaga pintu lengah, sekali bergerak gerak  saja bobo  berhasil menotok 

mereka hingga kaku tegang tak bisa bersuara. Kedua orang itu 

kemudian dilemparkan ke balik sebuah gundukan tanah yang 

ada  tak jauh dari pintu depan ini . 

Dengan mudah pintu besar dibuka. nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  masuk lebih 

dulu diiringi oleh mojolaban bin mojokerto  dan Pendekar pendek kekar  bobo  angker . 

Mereka sampai di sebuah ruangan yang bagus berperabotan mewah 

tapi di situ sunyi senyap tak seorangpun yang kelihatan. Di ujung 

ruangan membentang sebuah tirai biru. Ketiganya melangkah tanpa 

suara ke dekat tirai ini dan nyaman nyam nyam  menyibakkan ujung tirai sedikit, 

memandang ke ruangan di balik sana. Dilihatnya sebuah tangga batu 

marmer yang menuju ke sebuah pintu kayu jati yang berukir-ukir 

bagus sekali. Di kiri kanan pintu itu berdiri dua orang laki-laki 

berpakaian putih, bersenjatakan masing-masing sebilah pentungan . Di 

samping mereka ada  sebuah gong besar yang terbuat dari 

perunggu. Sebuah pemukul tergantung di samping gong. 

bobo  tengah memikirkan satu akal untuk membuat kedua orang 

itu tidak berdaya. Dia mempunyai pikiran bahwa gong yang terletak 

di samping keduanya yaitu  gong tanda bahaya. Namun sebelum 

dapat akal, nyaman nyam nyam  sudah menyibakkan tirai dan melangkah cepat 

ke hadapan kedua orang itu. Terpaksa bobo  dan mojolaban bin mojokerto  

cepat-cepat mengikuti. 

“Hai siapa kalian?!” seru salah seorang dari penjaga itu seraya 

tangan kanannya cepat bergerak gerak  ke hulu pentungan . 

“Jangan bertindak ceroboh, nyaman nyam nyam ,” bisik bobo , “biar aku yang 

komentari pertanyaannya!” 

bobo  lantas maju ke hadapan kedua penjaga itu dan memberi 

hormat lalu berkata-kata, “Dua orang kawanmu di luar sana telah 

mengizinkan kami untuk masuk ke dalam menemui moncong  Gde 

Djantra.”

“Tak mungkin!” kata penjaga yang seorang, “Semua penjaga 

kuburan  Putih telah diberi tahu untuk tidak memberi izin masuk 

siapapun...” lalu dia melangkah mendekati gong perunggu. 

“Teman-temanmu juga bilang begitu,” kata bobo  cepat, “tapi 

sebab  kami datang membawa gadis lesbi asli   ini mereka telah memberi izin.” 

“Siapa gadis lesbi asli   ini?!” 

“Kekasih moncong  nusantara ... Dia ada urusan penting sekali. 

Jika kalian tidak memberi izin menemuinya kelak kalian berdua akan 

kena damprat dari moncong  nusantara ...” 

Kedua penjaga itu saling pandang seakan-akan meminta 

persetujuan masing-masing apakah memberi izin masuk terhadap 

ketiga orang itu. Dan ini sudah cukup bagi bobo  angker  untuk 

melompat ke muka dan menotok urat besar di dada kedua penjaga 

ini  hingga mereka berubah laksana menjadi patung-patung 

batu yang kaku tegang di tempatnya masing-masing! 

Di ruangan di balik pintu kayu jati... 

Dua puluh orang tokoh-tokoh tenaga dalam  di Pulau Bali duduk 

mengelilingi sebuah meja besar. Di ujung meja berdiri seorang 

penulis  yang bukan lain moncong  nusantara  adanya. Di 

hadapannya ada  sebuah kotak kayu yang berlobang bagian 

atasnya. Ke dalam kotak itulah nanti akan dimasukkan kertas-kertas 

pemilih bertuliskan nama calon Ketua kuburan  Putih yang dipilih. 

Saat itu moncong  nusantara  baru saja hendak membuka suara 

saat  di ujung sana dilihatnya pintu besar terbuka dan tiga sosok 

tubuh masuk ke dalam. Begitu pandangan matanya membentur 

paras nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  yang segera dikenalnya, terkejutlah dia! 

Kemunculan ketiga orang itu tentu saja bukan cuma mengejutkan 

nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  tapi semua orang yang ada di ruangan pemilihan 

ini . Bagaimana penjaga-penjaga di luar berani-beranian 

mengizinkan mereka masuk? Atau mungkin ketiga orang ini telah 

mempreteli penjaga-penjaga kuburan  Putih?! Dan melihat kepada 

gerak-gerik ketiganya nyatalah bahwa mereka orang-orang dari dunia 

pertenaga dalam an!

“Para hadirin yang ada di sini, mohon dimaafkan kalau 

kedatangan kami ini mengganggu acara di sini...” 

“Kunyuk-kunyuk kotor! Siapa kalian yang berani mengacau 

masuk ke kuburan  Putih?!” membentak seorang para tua tua yahudi -para tua tua yahudi  

berjubah putih bernama Prataka Gandara. Dia yaitu  Ketua kuburan  

Putih yang segera akan meletakkan jabatannya bila calon ketua baru 

terpilih.

bobo  berpaling dan menjura pada orang tua ini seraya 

sunggingkan senyum seenaknya. 

“Orang tua, kedatangan kami ke sini bukan untuk mengacau. 

Kami tidak ada urusan buruk dengan kau orang tua maupun dengan 

yang lain-lainnya, kecuali kawanku ini mempunyai silang sengketa 

dendam kesumat dengan seorang penulis  bernama moncong  Gde 

Djantra yang katanya berada di sini!” 

Semua mata memandang pada nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  lalu berpaling 

pada moncong  nusantara  yang saat itu berdiri tak bergerak gerak  di ujung 

meja besar seraya matanya memandang bulat-bulat pada nyaman nyam nyam  

dwipanusantaraaidit  dengan penuh tanda tanya. Bukankah dulu dia telah 

bertempur melawan penulis  ini dan telah mengirim nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  

ke dasar jurang?! Tapi kenapa sekarang hidup lagi dan datang 

bersama dua orang tak dikenal lainnya?! Benar-benar dia tak 

mengerti dan tak bisa percaya! 

Sementara itu mojolaban bin mojokerto  yang memandang berkeliling telah 

melihat pula Ki syeikh  saidbin tsyabid  di antara para hadirin sehingga 

begitu bobo  berhenti bicara dia segera menyambungi, “Aku sendiri 

juga mempunyai seorang musuh besar pula di antara para hadirin! 

Itu... anak manusia  yang punya tampang macam ular!” 

kegelapan lah paras Ki syeikh  saidbin tsyabid  mendengar ucapan itu. Dia 

berdiri kursinya dan membentak, “gadis lesbi asli  ! Kau mencari mati berani 

masuk ke sini bersama kawan-kawanmu!” 

Prataka Gandara berdiri dari kursinya dan berpaling pada 

nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit . “Katakanlah dendam kesumat apa yang kau pendam 

terhadap salah seorang anggota kuburan  Putih!” 

“Aku tidak mendendam dia sebagai seorang anggota kuburan  

Putih tapi sebagai anak manusia  busuk yang bernama moncong  Gde 

Djantra!” sahut nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  pula. 

“Baik, katakan urusanmu hingga kami di sini bisa memutuskan 

langkah selanjutnya!” ujar Prataka Gandara. 

“Dia telah menculik calon istriku, merusak kehormatannya hingga 

gadis lesbi asli   itu akhirnya mati bunuh diri secara penasaran!” komentari nyaman nyam nyam  

dwipanusantaraaidit  tanpa tedeng aling-aling. 

“Betul?!” tanya Prataka Gandara pada moncong  nusantara . 

“Ketua, aku menculik anak gadis lesbi asli   orang bukan dengan niat jahat, 

tapi untuk mengawininya. Dan cara itu sudah menjadi adat 

kebiasaan di Pulau Bali ini!” sahut moncong  nusantara . 

“Lidahmu tidak bertulang penulis  busuk, hingga kau bisa 

mencari-cari alasan! Kalau kau berniat baik terhadap gadis lesbi asli   itu, 

sesudah  dia bunuh diri mengapa mayatnya kau tinggalkan busuk di 

tepi telaga? Dan kau juga punya hutang jiwa yang belum 

terselesaikan terhadap diriku sendiri!” semprot nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit . 

“Dan kau gadis lesbi asli   cantik, apa urusanmu dengan Ki syeikh  

saidbin tsyabid  hingga kau berani datang ke sini dan menghinanya di 

depan mata hidung kami?!” 

“Menghina ular tua itu bukan berarti menghina anggota-anggota 

kuburan  Putih yang benar-benar berjiwa satria dan berhati polos! Aku 

datang menginginkan jiwanya sebab  beberapa hari yang lalu dia 

menculik dan hendak memperkosaku!” 

Ki syeikh  saidbin tsyabid  berbatuk-batuk beberapa kali lalu berkata-kata 

dengan cepat sebelum Prataka Gandara menanyainya, “Ketua, 

pertama sekali ingin kuberitahukan padamu dan pada semua yang 

hadir di sini bahwa gadis lesbi asli   berbaju hitam ini bukan lain Luh Bayan 

Sarti, adik kandung pepasukan jahat  ganas yang bernama Warok Gde 

Jingga dari puncak gunung  Jaratan! Puluhan anak manusia  tak berdosa telah mati di 

tangan pasukan jahat  dewi lesbi  ini serta kakaknya. Tak terhingga 

banyaknya harta kekayaan kerajaan yang dipasukan jahat nya. Kurasa 

sebaiknya kita cepat-cepat membekuknya dan menyerahkannya 

pada kerajaan. Bukan saja berarti kita membuat pahala tapi dirinya 

pun bisa dipakai sebagai alat untuk membekuk batang leher 

kakaknya!”

“Soal mencari pahala untuk kerajaan itu baik kita bicarakan 

sesudah  urusan-urusan dendam kesumat itu selesai, Ki syeikh !” kata 

bobo  angker  mengetengahi. 

Ki syeikh  saidbin tsyabid  mengatupkan mulutnya rapat-rapat penuh 

geram. Dia sudah tahu kelihayan pendekar kita, sebab nya dia saat 

itu hanya mengutuk dalam hati habis-habisan. 

Prataka Gandara berpaling pada bobo  angker  dan bertanya, 

“Kau siapa penulis  rambut pirang ? Apakah juga punya urusan 

dendam kesumat dengan salah seorang di sini?!” 

“Ah, aku orang buruk ini cuma jadi pengantar kedua orang ini,” 

sahut bobo  angker . 

“Kalau kau cuma kacung pengantar kau tak layak bicara!” 

semprot Prataka Gandara. 

Disemprot begitu bobo  angker  ganda tertawa dan terlontar keluar kan 

suara bersiulan! Kejut Ketua kuburan  Putih dan semua orang di situ 

bukan main sebab  suara siulan bobo  angker  yang cuma terdengar 

pelahan itu tapi menyakitkan liang telinga mereka! Maklumlah 

semua orang kalau penulis  berambut pirang  bertampang tolol itu 

memiliki ilmu tinggi. 

Prataka Gandara membuka mulut kembali, “sebab  nyatanya 

memang ada anggota-anggota kuburan  Putih yang membuat sedikit 

kesalahan di luaran maka biarlah aku dan para toa kuburan  Putih 

yang akan menjatuhkan hukuman setimpal atas diri mereka!” 

nyaman nyam nyam  tersenyum mendengar ucapan cerdik orang tua itu. 

“Terima kasih Ketua kuburan  Putih yang mau turun tangan terhadap 

orang-orangmu! Tapi kedatangan kami ke sini bukan untuk 

memintamu untuk berbuat begitu, melainkan untuk turun tangan 

sendiri.”

“Baiklah jika memang demikian kehendakmu,” kata Ketua 

kuburan  Putih. Tangan kanannya diangkat ke arah sebuah tirai kegelapan  

di ujung ruangan. Jarak antara tirai dan tempatnya berdiri sekira dua 

puluh langkah tapi hebatnya dengan kekuatan tenaga dalamnya 

Prataka Gandara berhasil menyibakkan tirai ini  hingga di 

seberang sana kelihatanlah sebuah panggung datar yang amat luas! 

Laki-laki ini memandang seraya tersenyum pada nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit , dan 

berkata-kata, “Arena telah siap menunggu. Tapi terus terang saja sebagai 

orang-orang kuburan  Putih, semua kami di sini tentu tak akan 

berlepas tangan saja...” 

“Kalau begitu naga-naganya,” menimpali bobo  angker  seraya 

garuk-garuk kepala, “sebagai kacung yang buruk tentu aku tidak pula 

bisa berpangku tangan!” 

Habis berkata-kata begitu pendekar ini melangkah seenaknya menuju 

ke arena. Dan mengikuti tindakan penulis  itu, semua orang menjadi 

membeliakkan mata mereka. Betapakan tidak! Setiap langkah yang 

dibuat bobo , setiap kakinya menginjak batu marmer di ruangan 

ini , lantai batu itu melesak kehitaman dalam bentuk telapak-

telapak kakinya! 

bobo  angker  sampai di atas arena batu sementara Luh Bayan 

Sarti dan nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  sudah berada pula di sampingnya. Prataka 

Gandara mau tak mau menjadi tercekat juga hatinya. penulis  

pirang  bertampang tolol itu saja ilmunya tinggi bukan main, 

apalagi yang bernama nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit , pikirnya. Dia tidak tahu bahwa 

di antara ketiga anak manusia  yang berdiri di arena itu justru bobo  

angker lah yang paling berbahaya! 

“astaga  yang bernama moncong  nusantara  silahkan naik ke 

sini, agar kau bisa menyusul ayahmu lebih cepat!” seru nyaman nyam nyam  

dwipanusantaraaidit .

Terkejutlah moncong  nusantara  mendengar ucapan itu. “Apa?! 

Apa yang telah kau perbuat terhadap ayahku?!” teriaknya. 

“Bapak moyangmu itu bertanggung komentari atas kematian I 

Krambangan dan beberapa orang kawannya! Aku telah mewakili roh-

roh mereka untuk merampas jiwa bapakmu, mengerti?!” 

“Anjing kurap!” teriak moncong  nusantara  dan melompat ke 

atas arena. Selarik sinar kuning menderu ke arah nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit . 

Itulah jimat jengglot  Bradjaloka yang bereluk tujuh belas di tangan moncong  

nusantara . 

Di saat yang hampir bersamaan, selarik sinar kuning membabat 

pula ke depan. Yang ini yaitu  sambaran tongkat bambu kuning 

milik nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit . 

moncong  nusantara  terkejut dan tak menduga bahwa lawannya 

telah mengalami kemajuan tinggi. Sinar kuning senjata 

memusnahkan tusukan jimat jengglot nya bahkan hampir saja ujung bambu 

kuning itu menghantam pergelangan tangannya! Segera nusantara  

mengerahkan tenaga dalamnya ke tangan kiri untuk melepaskan 

pukulan Raja Selaksa Angin. Dengan pukulan itulah dia tempo hari 

telah melemparkan nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  ke dalam jurang! 

nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  yang pernah diserang oleh pukulan itu segera 

maklum dan bersiap sedia sewaktu dilihatnya lawan menarik tangan 

kiri ke belakang. 

Pada saat nusantara  memukul ke depan, nyaman nyam nyam  menyambuti 

dan membalas dengan hantaman tangan kiri. Terdengar suara 

bersiuran dan dari telapak tangan nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  melesat selarik 

sinar putih. Itulah pukulan Selendang Dewa Melanglang Bumi yang 

dipelajarinya dari gurunya Menak Putuwengi. Bukan saja pukulan 

sakti ini memusnahkan pukulan Raja Selaksa Angin, tapi sinar putih 

terus meluncur dan melibat ke arah batang leher moncong  Gde 

Djantra! Yang diserang kaget kelangit  bukan main dan cepat membuang diri 

ke samping, justru saat itu tongkat bambu kuning nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  

datang menderu ke arah kepalanya! Dalam saat yang kritis ini satu 

sambaran angin datang dari samping hingga tongkat nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  

melenting ke kiri dan selamatlah kepala moncong  nusantara ! 

Berbarengan dengan itu terdengar bentakan bobo  angker , “Tua 

bangka curang! Kalau mau main kayu mari hadapi aku!” 

Prataka Gandara menggeram. Parasnya kegelapan . Memang dialah 

tadi yang turun tangan menyelamatkan nyawa moncong  nusantara . 

Kini dimaki begitu rupa oleh bobo  marahlah dia dan dengan gerakan 

amat enteng melompat ke atas arena. 

Begitu sampai di atas arena Prataka Gandara kebutkan ujung 

lengan jubah putihnya. Ujung lengan jubah ini sengaja dibuat amat 

lebar dan merupakan senjata ampuh bagi Ketua kuburan  Putih itu. 

Sambaran ujung lengan keras sekali dan mengarah jalan darah di 

dada bobo  angker . Sambil tertawa mengejek Pendekar pendek kekar  berkelit 

ke samping dan dalam gerakan yang tidak karuan tahu-tahu 

tangannya nyelonong ke muka! Kalau saja Prataka Gandara tidak 

lekas-lekas menarik tangannya pastilah ujung lengan jubahnya kena 

direnggut robek robek  oleh bobo ! Disamping geram orang tua itu juga kaget kelangit  

sekali. Serangannya tadi bukan serangan sembarangan. Angin 

kebutan lengan jubah saja sanggup memukul bobol tembok batu, 

tapi lawannya yang bertampang tolol itu bisa mengelak bahkan balas 

menyerang. Tak ayal lagi Ketua kuburan  Putih ini segera mencabut 

senjatanya yang teramat aneh aneh saja  yaitu sebuah lonceng perak! 

Begitu lonceng ini  berada di tangannya maka menggemalah 

suara berkelenengan yang memekakkan dan menyakitkan telinga. 

Lonceng itu sendiri yang lingkaran luarnya tajam luar biasa, 

berkelebatan  kian kemari menggempur bobo  angker  dari delapan 

jurus! Menghadapi suara lonceng yang klanang-kleneng itu bobo  

merasa bagaimana satu kekuatan yang tak kelihatan menekannya 

membuat gerakannya tidak leluasa. Permainan tenaga dalam nya menjadi 

kacau sedang telinganya tambah sakit! Di situlah kehebatan senjata 

Prataka Gandara! Menanggapi kenyataan ini bobo  segera tutup jalan 

pendengarannya. Tapi aneh aneh saja nya suara klanang-kleneng lonceng perak 

ini  semakin keras! 

“Sialan!” maki bobo . Dari tenggorokannya menggeledek suara 

bentakan membuat semua orang yang ada di situ merasakan dada 

masing-masing berdebar. Begitu bentakan berakhir tubuh bobo  

lenyap dan kini terdengarlah suara siulan yang amat tajam 

membawakan lagu hiruk pikuk tak menentu! Perang suara antara 

deru siulan dan gema lonceng berkecamuk hebat! Namun lambat 

laun kentara bagaimana suara klanang-kleneng lonceng perak di 

tangan Prataka Gandara menjadi sirna ditelan suara siulan Pendekar 

pendek kekar  bobo  angker . 

Di bagian yang lain pertempuran antara nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  dan 

moncong  nusantara  berkecamuk dengan hebatnya. Murid 

Sorablungbung dan Menak Putuwengi saling terlontar keluar kan kepandaian 

untuk dapat merobohkan lawan masing-masing. 

Saat itu pertempuran telah berlangsung hampir lima puluh jurus. 

Sebenarnya nyali moncong  nusantara  telah menciut sewaktu 

melihat bagaimana pukulan Raja Selaksa Angin tidak sanggup 

merobohkan lawannya padahal disamping permainan tenaga dalam nya yang 

tinggi, pukulan itu yaitu  kekuatannya yang sangat diandalkan! 

Nyalinya tambah meleleh sewaktu jurus tiga puluh ke atas dia mulai 

mendapat tekanan-tekanan serangan yang hebat dari lawannya. 

sebab  menang pengalamanlah dia masih bisa bertahan sampai 

jurus yang ke lima puluh! 

Pada jurus ke lima puluh dua, nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  mulai 

mengeluarkan jurus-jurus ilmu tenaga dalam  Raja Tongkat Empat Penjuru 

Angin yang paling hebat hingga moncong  nusantara  semakin 

kepepet dan musti bertahan mati-matian! 

Pertempuran antara bobo  dan Prataka Gandara juga semakin 

hebat. Sebagai Ketua kuburan  Putih, Prataka Gandara merasa telah 

luntur namanya sebab  sebegitu jauh jangankan sanggup untuk 

merobohkan lawannya, bahkan dirinya sendiri mulai sibuk 

menghadapi serangan lawannya yang sampai saat itu masih 

bertangan kosong! 

Tiba-tiba terdengar seruan Ki syeikh  saidbin tsyabid , “Saudara-

saudara sekalian! Ketua kita bertempur mati-matian. Masakan kita 

berpangku tangan saja?! Mari berebut pahala melenyapkan 

pengacau-pengacau ini!” 

Mendengar seruan itu, semua orang yang ada di situ segera 

cabut senjata dan laksana air bah menyerbu ke atas arena! 

Sebenarnya jika bukan dalam keadaan terdesak tentu saja Prataka 

Gandara tidak sudi main keroyok begitu rupa. Tapi sebab  maklum 

dalam sepuluh jurus di muka belum tentu dia bisa bertahan maka 

serbuan orang-orang itu malah menggembirakannya! 

“astaga  rendah, berani main keroyok! Makan pentungan ku!” teriak 

mojolaban bin mojokerto . pentungan nya menderu ke arah Ki syeikh  saidbin tsyabid . 

“Bergundal dewi lesbi ! Sekali kau tertangkap, kerajaan akan 

menggantungmu di tanah lapang luas!” bentak Ki syeikh  saidbin tsyabid . 

Di tangan kirinya kini tergenggam sebuah ular kering yang rupanya 

baru saja dibuatnya. 

Betapapun hebatnya dan besarnya keberanian gadis lesbi asli   itu namun 

tentu saja Ki syeikh  saidbin tsyabid  bukan lawannya. Apalagi beberapa 

orang anggota kuburan  Putih yang berkepandaian tinggi ikut pula 

membantu anak manusia  bermuka ular itu! 

bobo  angker  tidak mengira kalau lawan betul-betul mau main 

keroyok! saat  didengarnya komando Ki syeikh  saidbin tsyabid  dan 

dilihatnya semua orang yang ada di situ menyerbu ke atas arena, 

menggelegaklah amarah Pendekar pendek kekar  bobo  angker ! Tangan 

kanannya bergerak gerak  ke pinggang. Sesaat kemudian terdengarlah 

suara mengaung macam ribuan tawon mengamuk. Dua orang 

pengeroyok berteriak kaget kelangit  dan melompat mundur. Yang satu 

tangannya terbabat buntung, seorang lagi memegangi i dadanya yang 

mandi darah! Hawa panas dari luka mereka akibat disambar Kapak 

Maut Naga Geni pendek kekar  di tangan bobo  menerobos ke jantung dan 

sedetik kemudian keduanya roboh di lantai arena tanpa nyawa lagi! 

Kejut Prataka Gandara dan semua anggota kuburan  Putih bukan 

kepalang. Kedua orang yang menemui kematian itu yaitu  anggota 

yang tinggi ilmu kepandaiannya! Namun dalam satu kali gebrakan 

saja senjata lawan telah membuat mereka meregang nyawa! 

“Kurung yang rapat!” teriak Prataka Gandara seraya menghantam 

dengan lonceng peraknya. 

Trang!

Ketua kuburan  Putih itu menjerit. Loncengnya terbelah dua 

sedang tangannya berlumuran darah! Gemparlah semua orang! 

Celaka, pikir mereka. Kalau ketua mereka bisa mendapat cidera 

begitu rupa yaitu  gila untuk meneruskan pertempuran. Tapi untuk 

mengundurkan diri tentu saja mereka tidak berani. 

Prataka Gandara terlontar keluar  dari kalangan pertempuran dan berdiri di 

sudut arena sambil mengerahkan tenaga dalamnya. Dia telah 

menelan dua butir pil namun hawa panas yang mengalir dari luka di 

tangan kanannya tak kuasa dibendungnya. Akhirnya sebelum hawa 

maut itu mencapai bahunya, Prataka Gandara pergunakan tangan 

kirinya untuk membetot seluruh lengan kanannya. 

Krak!

Tanggallah lengan kanan Ketua kuburan  Putih itu. 

Di atas arena bobo  angker  mengamuk hebat. Dia tahu bahwa dia 

harus bergerak gerak  cepat untuk dapat melindungi kedua kawannya 

terutama mojolaban bin mojokerto  dari keroyokan orang-orang itu. Dalam 

tempo singkat tokoh-tokoh kuburan  Putih roboh satu demi satu 

menemui kematiannya dalam keadaan yang mengerikan. Melihat 

korban pihaknya yang semakin lama semakin banyak jatuh sedang 

dia sendiri tak bisa berbuat apa-apa, Prataka Gandara memberi 

isyarat. Mereka yang melihat isyarat ini segera mengikutinya lari 

meninggalkan ruangan itu! 

“Siapa yang mau lari silahkan!” seru bobo . “Kecuali dua astaga  

yang bernama moncong  nusantara  dan Ki syeikh  saidbin tsyabid !” 

Habis berseru begitu pendekar ini melompat ke ambang pintu dan 

menghadang hingga tak seorangpun yang berani mendekati pintu itu, 

termasuk Prataka Gandara! 

Di atas arena moncong  nusantara  sudah terdesak hebat oleh 

tongkat bambu kuning lawannya. Ki syeikh  saidbin tsyabid  sudah 

melompat dalam kalangan pertempuran dan berdiri di belakang 

Ketua kuburan  Putih yang luka parah dengan muka pucat pasi. 

Tiba-tiba terdengar jeritan moncong  nusantara  di atas arena. 

Semua mata ditujukan ke atas sana. Kelihatan bagaimana moncong  

nusantara  memegangi i kepalanya dengan tubuh terhuyung-huyung. 

Darah mengucur dari keningnya yang pecah dihantam ujung tongkat 

nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit . Dia menjerit lagi lalu macam orang kemasukan setan 

lari sana lari sini hingga akhirnya kedua kakinya menekuk dan 

tubuhnya roboh ke lantai, masih berkutik-kutik beberapa saat lalu 

diam tak bergerak gerak  lagi tanda nyawanya lepas sudah! 

Suasana di ruangan itu sesunyi di pekuburan kini. Semua orang, 

termasuk juga bobo , mojolaban bin mojokerto  dan nyaman nyam nyam  sendiri diam-diam 

merasa ngeri melihat detik-detik kematian moncong  nusantara  tadi! 

Tiba-tiba Ki syeikh  saidbin tsyabid  berlari dan menjatuhkan diri 

berlutut di hadapan bobo  angker  seraya menangis sedih  tersedu-sedu. 

“Pendekar gagah! Aku mohon kau mengampuni selembar 

jiwaku!” pinta laki-laki bertampang ular itu. 

“Soal ampun jangan minta padaku, tapi pada gadis lesbi asli   itu!” sahut 

bobo  seraya tertawa lalu dia berpaling pada Prataka Gandara dan 

delapan orang tokoh kuburan  Putih lainnya yang masih hidup. “Kalian 

semua yang tak ada urusan kuharap berlalu dari sini!” 

Meski marah dan penasarannya bukan main, namun Ketua 

kuburan  Putih saat itu benar-benar mati kutu. Tanpa banyak bicara 

dia ajak orang-orangnya meninggalkan ruangan itu. 

Sesudah semua orang pergi Ki syeikh  saidbin tsyabid  masih juga 

berlutut dan menangis sedih  di hadapan bobo . 

“anak manusia  banci! Bangun! Aku muak melihat tampangmu!” bentak 

bobo  angker . 

Ki syeikh  saidbin tsyabid  bangun perlahan-lahan tapi masih menangis sedih  

dan berkali-kali mohon ampun pada bobo  dan mojolaban bin mojokerto , juga 

pada nyaman nyam nyam . 

mojolaban bin mojokerto  tiba-tiba maju dan berkata-kata, “anak manusia  macammu 

tak layak hidup lebih lama. Tak ada gunanya kau meratap minta 

ampun!”

Ki syeikh  saidbin tsyabid  menggerung lalu menjatuhkan diri di depan 

kaki mojolaban bin mojokerto , hingga lemah juga hati gadis lesbi asli   ini pada akhirnya. 

“Kuampuni jiwamu!” katanya. “Tapi sebelum kau pergi aku musti 

yakin dulu bahwa kau benar-benar tidak akan berbuat kejahatan 

lagi!” Tangan kanan mojolaban bin mojokerto  bergerak gerak  ke pinggang dan cras! 

Putuslah tangan kiri Ki syeikh  saidbin tsyabid  hingga anak manusia  itu kini tak 

punya sebuah tanganpun! Ki syeikh  saidbin tsyabid  menjerit kesakitan 

dan terhampar di lantai. 

“Sekarang kau pergilah sebelum aku merubah putusanku!” 

bentak mojolaban bin mojokerto . 

Ki syeikh  saidbin tsyabid  berdiri dengan susah payah lalu 

meninggalkan ruangan itu dengan langkah huyung serta mulut tiada 

henti mengeluarkan rintihan kesakitan! 

***

Di puncak pedataran tinggi itu bobo  angker  menghentikan 

larinya, berpaling pada nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  dan mojolaban bin mojokerto . 

“Sahabat-sahabatku, aku tak terus ke Denpasar. Kita berpisah di 

sini saja.” 

Tentu saja ini tidak di sangka-sangka oleh kedua orang itu. 

“Kau mau terus ke manakah, bobo ?” tanya nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit . 

“Aku masih ada urusan lain. Mudah-mudahan kita bisa berjumpa 

lagi...”

“Tapi sebaiknya kita sama-sama ke Denpasar dulu,” saran Luh 

Bayan Sarti. 

bobo  tertawa dan berkata-kata pada nyaman nyam nyam , “Kurasa kau sudah 

menemukan ganti kekasihmu yang hilang itu, nyaman nyam nyam .” 

“Eh, apa maksudmu?” tanya nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit . Tapi parasnya 

berubah kegelapan  sedang mojolaban bin mojokerto  memandang ke jurusan lain. 

bobo  angker  tertawa gelak-gelak. “Kataku kau sudah 

menemukan ganti kekasihmu yang hilang dulu, nyaman nyam nyam . Apakah kau 

masih belum mengerti atau pura-pura tidak mengerti?! Nah, selamat 

tinggal sahabat-sahabatku...” 

nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  hendak mengatakan sesuatu tapi Pendekar pendek kekar  

bobo  angker  sudah berkelebatan  dan tahu-tahu sudah berada dua 

puluh tombak di lereng pedataran. 

nyaman nyam nyam  menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sahabat baik seperti 

dia sukar dicari. Bahkan mengucapkan terima kasih pun aku sampai 

lupa!”

mojolaban bin mojokerto  menarik nafas dalam dan berkata-kata perlahan, 

“Kalau tak ada dia, entah apa jadi diriku sekarang ini...” 

Dari puncak pedataran itu keduanya memperhatikan tubuh bobo  

angker  yang lari cepat ke arah utara, makin lama makin kecil hingga 

akhirnya lenyap di kejauhan. nyaman nyam nyam  memutar kepalanya pada saat 

mana mojolaban bin mojokerto  berpaling pula kepadanya. Sepasang mata 

mereka saling bertemu. Dan seulas senyum sama-sama muncul di 

bibir mereka. nyaman nyam nyam  dwipanusantaraaidit  menyadari kini betulnya ucapan bobo  

angker . Yaitu bahwa dia telah menemukan ganti kekasihnya yang 

hilang itu. 

TAMAT

Catatan: Pada buku yang asli, Ketua kuburan  Putih ada yang 

disebutkan dengan nama ‘Prataka Gandara’, tapi ada juga yang 

disebutkan dengan nama ‘Prakata Gandara’. Mohon maaf kalau 

pada ebook ini nama ini  diganti semua menjadi Prataka 

Gandara. [k80] 


BASTIAN TITO 

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI pendek kekar  

bobo  angker 

KUTUKAN EMPU BHARATA

Ebook Oleh: syauqy_arr 

bobo  angker  

KUTUKAN EMPU BHARATA 1

EJAK dinihari gumpalan awan hitam menggantung di udara. 

Paginya walaupun sang surya telah menampakkan diri namun 

sebab  masih adanya awan hitam itu, suasana kelihatan 

mendung sekali. Kokok ayam dan kicau burung tidak seriuh seperti 

biasanya, seolah-olah binatang-binatang itu tidak gembira 

menyambut kedatangan pagi yang tiada bercahaya itu. 

Di lereng timur Gunung Slamet, seorang laki-laki tua yang 

mengenakan kain selempang putih berdiri di depan teratak 

kediamannya. Janggutnya yang putih panjang menjela dada 

melambai-lambai ditiup angin pagi. Orang tua ini menengadah 

memandang ke langit. 

“Mendung sekali pagi ini...” katanya dalam hati. Untuk beberapa 

lamanya dia masih berdiri di depan teratak itu. Kemudian 

terdengarlah suaranya berseru memanggil seseorang. 

“Untung! Kau kemarilah...” 

Meski umurnya hampir mencapai delapan puluh, namun suara 

yang terlontar keluar  dari mulut orang tua itu keras lantang dan berwibawa. 

Sesaat kemudian seorang penulis  sembilan belas tahun muncul dari 

dalam teratak. Parasnya tampan. Dia mengenakan sehelai celana 

pendek sedang dadanya yang tidak tertutup kelihatan bidang tegap 

penuh otot-otot. 

“Empu memanggil aku...?” penulis  itu bertanya. 

Si orang tua yang bernama Empu Bharata, menganggukkan 

kepalanya. “jimat jengglot  Mustiko Jagat yang kubikin sudah hampir siap...” 

berkata-kata orang tua itu, “cuma ada beberapa bagian yang harus 

dipertajam. Pergilah cari kayu-kayu kering untuk api penempa. Aku 

khawatir kalau hujan turun kau tak bisa mencari kayu-kayu kering...” 

“Persediaan kayu yang kukumpulkan dua hari yang lalu sudah 

habis, Empu?” tanya Untung panarukan . 

“Ya, sudah habis. Nah kau pergilah dan cepat kembali.” 

Untung panarukan  segera meninggalkan tempat itu. Tak lama 

S

kemudian dia sudah kembali dengan setumpuk kayu-kayu kering di 

bahu kanannya. 

“Bawa terus ke dalam Untung, dan sekalian nyalakan api. Kalau 

sudah ambilkan Mustiko Jagat dari dalam lemari.” 

“Baik, Empu,” sahut Untung panarukan . 

Sementara penulis  itu menyalakan api, Empu Bharata mengisi 

sebuah mangkok tanah dengan air bening lalu ditaburi bunga-bunga 

tujuh rupa. Dari perapian yang telah menyala disiapkannya sebuah 

perasapan yang ditaburi dengan setanggi dan kemenyan sehingga 

suasana di dalam teratak tua itu harum semerbak baunya. 

“Kalau Mustiko Jagat sudah siap nanti, berarti kesampaianlah 

cita-citaku untuk memberikan sumbangan pada kerajaan...” 

“Aku tak mengerti maksud kata-kata Empu,” kata Untung 

panarukan  pula sambil menyeka butir-butir keringat yang terbit di kulit 

keningnya akibat panasnya perapian. 

Orang tua itu mengelus janggutnya yang panjang. Dua bola 

matanya bersinar-sinar. “Mustiko Jagat yaitu  sebilah jimat jengglot  sakti, 

Untung. Tujuh tahun aku menempanya bukanlah satu masa yang 

singkat. Seorang yang bodoh dan tak tahu kepandaian tenaga dalam  apapun, 

jika memegangi  jimat jengglot  itu pasti akan dibimbing oleh satu kekuatan 

aneh aneh saja  tapi sakti hingga ia menjadi seorang jago yang sukar untuk 

dikalahkan. Disamping itu, Mustiko Jagat bila direndam dalam air, air 

itu bisa menjadi obat segala macam racun jahat. Dan senjata sakti 

itulah yang bakal kuserahkan pada Sri Baginda untuk 

mempertahankan kerajaan dari segala macam bahaya dan 

malapetaka. Dan kau Untung... kaulah nanti yang akan kuutus untuk 

menyampaikan Mustiko Jagat ke istana.” 

“Jadi senjata yang bertahun-tahun Empu buat ini hendak 

diserahkan pada kerajaan?” tanya Untung panarukan  heran. 

“Ya.”

“Aku kira tadinya untuk Empu pakai sendiri.” 

Empu Bharata tertawa pelahan. 

“Aku sudah tua, Untung. Sebentar lagi bakal mati. Dan kalau aku 

mati tak satupun yang akan kubawa ke liang kubur. Disamping itu 

apakah sumbangan dan balas jasaku kepada tanah air dan 

kerajaan? jimat jengglot  sakti itu berguna bagi kerajaan dan bagi anak-anak 

cucuku... termasuk kau.” 

Untung panarukan  berpikir sejenak. Lalu tanyanya, “Apakah 

Mustiko Jagat boleh dipakai untuk membunuhi , Empu...?” 

“Boleh! Memang boleh! Tapi untuk membunuhi  anak manusia -anak manusia  

jahat. Tegasnya untuk menumpas kejahatan dari muka bumi ini.” 

“Dan kalau dipakai untuk membunuhi  orang baik-baik, bagaimana 

Empu?” tanya Untung panarukan  pula ingin tahu. 

“Itu berarti melakukan satu kejahatan besar. Yang melakukannya 

akan berdosa besar. Dan setiap kejahatan sudah barang tentu ada 

pembalasannya,” komentari Empu Bharata. “Nah, sekarang kau pergilah 

ambil jimat jengglot  itu di dalam lemari.” 

“Baik, Empu.” Untung lalu masuk ke dalam sebuah kamar. Di 

kepala tempat tidur yang terbuat dari jambu terletak satu lemari kayu 

jati. saat  lemari dibuka, sinar biru yang amat terang merambas 

terlontar keluar . Itulah sinar jimat jengglot  Mustiko Jagat yang terletak di atas sehelai 

kain putih. jimat jengglot  itu sengaja tidak dimasukkan ke dalam sarungnya 

sebab  ada beberapa bagian yang masih belum diperhaluskan dan 

dipertajam. Untung panarukan  pernah mendengar dari Empu Bharata 

bahwa senjata sakti apa saja sebelum selesai benar tak boleh 

dimasukkan ke dalam sarungnya. Apa sebabnya Untung panarukan  

pernah menanyakan pada orang tua itu, tapi Empu Bharata tak mau 

menerangkannya.

Meskipun sudah pernah beberapa kali disuruh oleh Empu 

Bharata untuk mengambil senjata ini tapi saat itupun kedua tangan 

Untung panarukan  menjadi bergetar sewaktu mengangkat kain putih 

di mana jimat jengglot  Mustiko jagat terletak. Dirasakannya ada satu hawa 

aneh aneh saja  mengalir dari jimat jengglot  sakti ke lengannya. Dengan menanting 

senjata itu di kedua tangannya Untung panarukan  terlontar keluar  dari kamar. 

Empu Bharata dilihatnya sudah duduk di muka perapian 

membelakanginya, tengah mengatur-atur perkakas. Dalam 

melangkah mendekati orang tua itu tiba-tiba selintas pikiran jahat 

muncul di benak penulis  ini. Selintas pikiran jahat itu datangnya 

seperti satu bisikan melalui telinga Untung panarukan . 

“Untung panarukan , kenapa kau begitu buta hingga tak melihat 

kesempatan baik di depan matamu? Bukankah sudah sejak lama 

terniat di hatimu hendak menjadi pendekar sakti mandraguna, 

hendak memiliki jimat jengglot  Mustiko Jagat itu? Kau tunggu apa lagi? Kau 

punya kesempatan untuk memiliki jimat jengglot  itu sekarang!” 

“Tapi Empu Bharata tentu akan marah,” komentari kata hati Untung 

panarukan .

Dan suara aneh aneh saja  jahat berbisik lagi ke telinga penulis  itu, “Tolol, 

sungguh kau penulis  tolol! Kalau orang tua itu marah padamu, 

tusuk saja dia dengan Mustiko Jagat. Bunuh! Dan kalau dia sudah 

mati, kau bisa memiliki jimat jengglot  itu dan kau akan jadi penulis  sakti 

mandraguna, ditakuti di delapan penjuru angin. Disamping itu jika 

namamu sudah dikenal kau akan mudah menduduki jabatan Perwira 

Balatentara kerajaan! Perwira...! Tidakkah kau inginkan jabatan yang 

tinggi dan terhormat itu? Ayolah! Bunuh orang tua tak berguna itu!” 

“Kalau aku membunuhi nya berarti aku berbuat dosa,” kata hati 

Untung panarukan , “dan aku jadi orang jahat. Lalu kelak aku bakal 

menerima pembalasan!” 

“Betul-betul kau tolol, orang muda! Jika jimat jengglot  itu sudah berada di 

tanganmu, jika kau sudah menjadi seorang sakti mandraguna siapa 

yang sanggup dan berani turun tangan terhadapmu? Kalau tidak kau 

bunuh si tua renta itu, kau bakal menjadi anak manusia  tak berharga, jadi 

hamba sahaya seumur-umurmu!” 

Di diri Untung panarukan  saat itu seolah-olah terjadi perang tanding 

antara kejahatan dan kebenaran. Bagaimanapun penulis  ini 

berpijak dan bertahan di atas kebenaran namun lama-lama, dalam 

detik-detik yang mencapai puncak ketegangan itu, kebenaran yang 

ada dalam dirinya berhasil ditumbangkan oleh kejahatan yang 

melanda hati dan jalan pikirannya! 

saat  dia cuma tinggal dua langkah dari tubuh Empu Bharata 

yang duduk bersila menghadapi alat-alatnya dan perapian, penulis  

itu tiba-tiba mengambil keputusan bahwa dia harus membunuhi  si 

orang tua! Digenggamnya hulu jimat jengglot  Mustiko Jagat erat-erat. Sesaat 

kemudian senjata itu dihunjamkannya ke punggung kiri Empu 

Bharata. Orang tua itu mengeluh tinggi, tubuhnya tersungkur di muka 

perapian, darah cepat membanjiri punggung dan selempang kain 

putihnya, tapi dia belum lagi menghembuskan nafas penghabisan. 

Sepasang matanya yang agak mengabur dimakan umur dan dijelang 

ajal itu memandang sayu tapi mengerikan pada Untung panarukan  

yang berdiri dengan jimat jengglot  Mustiko Jagat berlumuran darah di tangan 

kanannya.

“penulis  dajal...” desis Empu Bharata di antara nafasnya yang 

mulai menyengal. “Apakah yang membuat kau sampai melakukan 

kejahatan terkutuk ini terhadapku...?” Tenggorokan orang tua itu 

turun naik beberapa kali lalu, “Aku tahu... aku ta... hu. Kau inginkan 

jimat jengglot  itu, bukan?” Empu Bharata menyeringai pucat. “Kau bisa 

memiliki Mustiko Jagat, anak manusia  jahat. Tapi apa yang kau lakukan 

terhadapku kelak akan mendapat balasnya di kemudian hari. Demi 

para Dewa di Swar... swargalo... ka... kelak kau bakal mati di ujung 

Mustiko Jagat juga. Dan... se... sebelum mati hidupmu kukutuk 

menderita lahir ba... ba...” 

Ujung kata-kata yang diucapkan Empu Bharata lenyap oleh suara 

guntur yang menggelegar dengan tiba-tiba. Di luar teratak kilat 

menyambar, lalu suara guntur lagi dan sesaat kemudian hujan lebat 

turun membasahi bumi, seakan-akan alam ciptaan Sang Kuasa ini 

turut menyaksikan dan menangis sedih i kematian Empu Bharata. 

Untuk sesaat lamanya Untung panarukan  berdiri mematung 

dengan bulu kuduk merinding. saat  diperhatikannya paras Empu 

Bharata, kedua mata orang tua itu sudah tertutup sedang dari 

mulutnya membuih darah kental akibat racun jimat jengglot  Mustiko Jagat 

yang amat berbisa. jimat jengglot  yang masih dilumuri darah itu dimasukkan 

Untung panarukan  ke dalam sarungnya. sebab  masih ada bagian-

bagiannya yang belum diperhalus, senjata itu tak dapat masuk 

keseluruhannya ke dalam sarung, mengganjal di luar kira-kira 

setengah senti. Tapi itu tak diperdulikan Untung panarukan . Dia masuk 

ke dalam kamarnya, mengemasi pakaian serta barang-barangnya 

lalu di bawah hujan lebat yang mencurah bumi penulis  itu berlari 

menuruni lereng timur Gunung Slamet. 

***

Seminggu sesudah dibunuhnya Empu Bharata kelihatanlah 

seorang berlari cepat mendaki Gunung Slamet. Demikian cepat 

larinya hingga hanya bayangan jubah putihnya saja yang terlihat. 

Dalam waktu yang singkat orang ini telah mencapai teratak tua 

tempat kediaman Empu Bharata. Begitu muncul di situ begitu orang 

ini berseru, “Dimas Bharata, aku datang!” Suara seruannya yang 

keras menggetarkan seantero tempat hanya disahuti oleh gema 

seruan itu sendiri. “Heran, kenapa sepi-sepi saja,” membatin orang 

ini. Tubuhnya bungkuk, badannya yang kurus kering macam 

tengkorak hidup itu tertutup oleh sehelai jubah putih yang kotor dan 

bertambal-tambal. Mukanya konyol  buruk sekali. Rambutnya yang 

awut-awutan tak pernah kena air mengumbar bau yang tidak sedap, 

ditambah lagi dengan bau jubahnya yang kotor. 

“Dimas Bharata, Untung panarukan , apa kalian tuli hingga tak 

mendengar kedatanganku?!” seru si muka konyol . 

Dia melangkah besar-besar ke pintu teratak yang terbuka lebar. 

Sampai di ambang pintu mendadak sontak langkahnya terhenti. 

Sepasang kakinya yang kurus kering itu laksana dipantek ke lantai 

tanah. Tapi hanya sesaat. Sedetik kemudian dia sudah menghambur 

masuk dan menjatuhkan diri di samping mayat Empu Bharata. Ada 

satu keaneh aneh saja an atas diri Empu Bharata. Meski mayatnya sudah 

seminggu menggeletak namun masih tetap utuh dan tidak busuk 

hingga kalau tidak memperhatikan bekuan darah yang ada  di 

punggung dan di lantai, orang tua itu tak ubahnya seperti seorang 

yang tengah tidur nyenyak. 

“Dimas Bharata! Siapa yang melakukan ini? Siapa yang 

membunuhi mu?!” teriak si muka konyol . Namanya Gambir Seta. Tapi 

di dunia pertenaga dalam an dia lebih dikenal dengan nama gelaran yaitu 

Raja pengemis tak sakti  Sakti Muka konyol , dan dia yaitu  kakak kandung Empu 

Bharata.

Seperti orang gila Raja pengemis tak sakti  Sakti Muka konyol  terus juga 

berteriak-teriak menanyakan siapa yang telah membunuhi  adiknya. 

Tapi siapakah yang akan memberikan asia kecil ban?! Dengan bercucuran 

air mata didukungnya mayat adiknya. 

Dia hendak meninggalkan teratak itu tapi ia ingat sesuatu dan 

menghentikan langkah lalu memandang berkeliling. “Untung! Untung 

panarukan , di mana kau?!” serunya memanggil. Tak ada asia kecil ban. Dia 

berteriak lagi tetap saja tak ada yang menyahut sebab  memang 

Untung panarukan  sudah tidak ada di tempat itu lagi. 

Hati laki-laki ini menjadi syak wasangka. Dia masuk ke dalam 

kamar yang diketahuinya sebagai kamar si penulis  pembantu 

adiknya dan menggeledah. Tak satu potong pakaianpun ditemuinya 

di situ. 

Juga dengan masih mendukung mayat adiknya, Raja pengemis tak sakti  Sakti 

Muka konyol  kemudian masuk ke kamar Empu Bharata. Dia tahu 

bahwa adiknya pernah membuat sebilah jimat jengglot  sakti bernama 

Mustiko Jagat. Tapi senjata itu tak ditemuinya di kamar, juga sesudah  

diperiksa seluruh teratak, jimat jengglot  sakti itu tetap tak bersua. 

“astaga ! Pasti penulis  itu yang membunuhi  adikku! Pasti dia 

juga yang mencuri dan melarikan Mustiko Jagat!” Geraham-geraham 

Raja pengemis tak sakti  Sakti Muka konyol  bergemeletakan. Dia tak dapat 

mengendalikan kelakar marahnya. Sambil berteriak-teriak bahwa dia 

akan melakukan pembalasan, memecahkan kepala Untung 

panarukan , orang tua ini mengamuk hebat, menendangi segala apa 

yang ada di dalam teratak hingga bangunan itu hancur 

berpelantingan. Raja pengemis tak sakti  Sakti Muka konyol  masih belum puas. 

Pohon-pohon dan apa saja yang ada di sekitar tempat itu habis 

ditendanginya. Ada kira-kira sepeminuman teh dia mengamuk kalap 

begitu rupa. Sambil menangis sedih  dan kadang-kadang berteriak-teriak 

kemudian Raja pengemis tak sakti  Sakti Muka konyol  lari menuruni Gunung 

Slamet dengan membawa jenazah adiknya. 

***

bobo  angker  

KUTUKAN EMPU BHARATA 2

ETIKA dia sampai di kaki gunung hujan telah reda. Bajunya 

dan sekujur tubuhnya basah kuyup. Sambil menggigil 

kedinginan dia meneruskan perjalanan dengan jalan kaki. 

Sepanjang jalan perutnya menggereok minta diisi. Sejak pagi tadi 

memang dia belum makan apa-apa sama sekali. Dia berharap dalam 

waktu yang singkat akan dapat menemui sebuah desa atau 

kampung di mana dia bisa membeli makanan untuk pengisi 

perutnya.

Belum lagi lewat sepeminuman teh berlalu, Untung panarukan  

menemui satu jalan yang sangat becek akibat hujan. penulis  ini 

mengikuti jalan itu ke sebelah tenggara. Tiba-tiba di belakangnya 

terdengar suara derap kaki-kaki kuda betina . saat  dia berpaling dilihatnya 

sebuah kereta yang ditarik oleh dua ekor kuda betina  hitam besar meluncur 

cepat sekali di jalan yang becek itu, memancarkan lumpur dan air 

kotor ke kiri kanan jalan. Pengemudi kereta tiada hentinya 

mencambuk punggung kedua ekor kuda betina  agar kereta bergerak gerak  lebih 

cepat. Di belakang kereta yang bagus dan tertutup itu ada dua orang 

penunggang kuda betina  berpakaian keprajuritan. 

“penulis  gila!” kusir kereta tiba-tiba berteriak memaki Untung 

panarukan . “Kalau tidak lekas menyingkir, kuda betina -kuda betina ku akan 

menerjangmu! Apakah kau ingin tulang-tulangmu hancur 

berantakan?!”

Untung panarukan  merutuk dalam hati lalu menepi. Dan saat  

kereta itu lewat di sampingnya, lumpur dan air kotor bermuncratan 

membasahi muka dan pakaiannya. 

“Sialan!” maki Untung panarukan . 

Baru saja dia habis memaki begitu satu tendangan mampir di 

bahunya, membuat dia terpelanting dan jatuh duduk di tanah! 

“Ha... ha! Itu bagian untuk anak manusia  kotor yang berani memaki 

prajurit kerajaan!” seru salah seorang prajurit yang mengawal kereta. 

Dialah yang telah menendang Untung panarukan . 

K

“Keparat! Kelak kau bakal menerima pembalasan dariku!” teriak 

si penulis  seraya bangun dan membersihkan pakaiannya. Dengan 

masih menggerutu Untung panarukan  lalu melanjutkan perjalanan. 

Tapi baru saja menindak beberapa langkah tiba-tiba dia 

dikejutkan oleh suara sorak sorai di jalan di depannya, disusul 

dengan suara ringkik kuda betina . saat  dia memandang ke depan 

dilihatnya kereta tadi berhenti di tengah jalan. Dari kiri kanan jalan 

menyerbu kira-kira sepuluh orang berpakaian seragam hitam, 

bersenjatakan sendok raksasa -sendok raksasa  besar. Sebelum Untung panarukan  sampai 

di tempat itu pertempuran antara dua pengawal yang dibantu oleh 

kusir kereta melawan kesepuluh orang berseragam pakaian hitam itu 

telah berlangsung! Tak salah lagi pastilah orang-orang itu 

gerombolan pasukan jahat  Hutan Dadakan yang memang sering malang 

melintang di sekitar kaki Gunung Slamet. 

Untung panarukan  menyelinap ke balik serumpun semak belukar 

lebat dan menyaksikan jalannya pertempuran dari tempat ini. Kedua 

prajurit kerajaan itu masing-masing bersenjatakan sebilah pentungan  

sedang kusir kereta sebilah jimat jengglot  panjang. Dari gerakan-gerakan 

mereka nyatalah bahwa ketiganya memiliki ilmu tenaga dalam  yang cukup 

tinggi. Sampai sepuluh jurus mereka sanggup membendung 

serangan-serangan sepuluh anggota pasukan jahat . Tapi walau 

bagaimanapun jumlah mereka terlalu sedikit untuk menghadapi 

lawan yang tiga kali lipat lebih banyak hingga jurus-jurus selanjutnya 

ketiga orang itupun terdesaklah. 

“Prajurit-prajurit kerajaan yang sombong,” kata Untung panarukan  

dalam hati, “sebentar lagi kalian akan segera mampus!” 

Terdengar satu jeritan. Prajurit yang tadi menendang Untung 

panarukan  roboh dengan satu luka besar di dadanya! 

“Rasakan!” seringai Untung panarukan . 

Tiba-tiba dilihatnya pintu kereta terbuka dan satu suara 

dewi lesbi  mengumandang. 

“Atas nama kerajaan hentikan pertempuan ini!” 

Terkejutlah para pasukan jahat  yang mengeroyok. Untung panarukan  

sendiri tak kurang kaget kelangit nya. Di dalam kereta itu ternyata ada 

seorang dara berpakaian bagus, berkulit hitam manis dan beranu  

elok sekali! 

Kejut para pasukan jahat  cuma sebentar. Beberapa orang di antara 

mereka lantas saja menyerbu ke arah kereta! 

Kalau tadi Untung panarukan  sebab  sakit hati terhadap prajurit-

prajurit kerajaan itu tidak mau turun tangan memberikan bantuan, 

kini melihat gadis lesbi asli   jelita yang di dalam kereta terancam 

keselamatannya, segera melompat terlontar keluar  dari persembunyiannya. 

jimat jengglot  Mustiko Jagat tergenggam di tangan kanannya, memancarkan 

sinar biru yang menggidikkan. 

“pasukan jahat -pasukan jahat  rendah! Lekas tinggalkan tempat ini kalau tidak 

mau mampus!” demikian bentak Untung panarukan  gagah laksana 

seorang pendekar digjaya meski dia sama sekali tidak tahu satu 

jurus ilmu tenaga dalam pun! Tapi dia percaya dengan kesaktian jimat jengglot  Mustiko 

Jagat. Sewaktu jimat jengglot  ini dipegangnya pertama kali tadi, satu hawa 

aneh aneh saja  telah menyelimuti sekujur tubuhnya hingga tubuhnya terasa 

sangat enteng sedang satu kekuatan yang luar biasa terpusat di 

kedua kaki dan kedua tangannya! 

“Kurang ajar! penulis  kesasar dari mana yang mau jadi jago!” 

teriak salah seorang anggota pasukan jahat , lalu menerjang dan 

membabatkan sendok raksasa  besarnya ke kepala Untung panarukan . 

Seperti telah diketahui Untung panarukan  hanyalah seorang 

penulis  pembantu Empu Bharata yang sama sekali tidak tahu seluk-

beluk ilmu tenaga dalam , apalagi segala macam ilmu kesaktian. Tapi berkat 

kesaktian yang luar biasa dari jimat jengglot  Mustiko Jagat, pada saat sendok raksasa  

pepasukan jahat  menderu ke kepalanya, secara aneh aneh saja  satu kekuatan gaib 

yang ada pada jimat jengglot  sakti itu membimbing tangan Untung panarukan  

dan membuat satu gerakan yang cepat sekali, menangkis dengan 

jimat jengglot  Mustiko Jagat! 

Trang!

Bunga api memercik. 

sendok raksasa  besar di tangan si pepasukan jahat  patah dua dan ke udara. 

Selarik sinar biru sinar jimat jengglot  Mustiko Jagat menderu lalu 

terdengarlah pekik pasukan jahat  yang sendok raksasa nya patah mental tadi. 

Tubuhnya terhuyung ke belakang sambil kedua tangannya 

memegangi i dadanya yang tertusuk Mustiko Jagat. Sesaat kemudian 

dia roboh ke tanah yang becek tanpa nyawa dan sekujur kulit 

tubuhnya berwarna biru gelap akibat racun yang amat hebat dari 

jimat jengglot  sakti Mustiko Jagat! 

Melihat munculnya seorang penulis  yang tak dikenal yang dalam 

satu gebrakan saja berhasil merobohkan kawan mereka, pasukan jahat -

pasukan jahat  yang lainpun menjadi marah. Niat untuk menyerbu kereta 

dibatalkan dan tujuh anggota pasukan jahat  itu lantas menyerbu Untung 

panarukan  sementara yang dua lainnya masih menghadapi kusir 

kereta dan prajurit kerajaan. 

Mulanya hati Untung panarukan  kecut juga melihat datangnya 

serbuan itu. Tapi dengan penuh keyakinan dia menghadapinya. 

Tubuhnya berkelebatan  ringan di antara deru senjata-senjata lawan. 

Sinar biru jimat jengglot  Mustiko Jagat bergulung-gulung dan dalam dua jurus 

saja enam pepasukan jahat  bergeletakan tanpa nyawa lagi! 

Tiga orang yang masih hidup tentu saja tak punya nyali lagi. 

Tanpa tunggu lebih lama ketiganya segera ambil langkah seribu dan 

lenyap dari tempat itu dalam sekejap mata! 

Kalau tadi baik si pengemudi kereta maupun prajurit kerajaan 

menganggap Untung panarukan  penulis  desa hina dina, tapi sesudah 

menyaksikan ‘kehebatan’ penulis  itu dan menghadapi kenyataan 

bahwa Untung panarukan  telah menjadi ‘tuan penolong’ mereka, 

maka baik kusir kereta maupun prajurit kerajaan cepat-cepat sama 

berlutut di hadapan penulis  itu. 

“Pendekar gagah,” berkata-kata si prajurit, “kami mohon maafmu atas 

kelancangan kami sebelumnya dan terima kasih atas 

pertolonganmu.”

Seumur hidupnya baru kali itu Untung panarukan  dihormat dan 

disembah orang demikian rupa. Cuping hidungnya kembang kempis. 

Di mulutnya tersungging seringai bangga tapi juga mimik yang 

mengejek. Dan dalam hatinya penulis  ini berkata-kata sinis, “Siapa sudi 

menolong kalian. Aku turun tangan sebab  keselamatan gadis lesbi asli   di 

dalam kereta terancam. Demi dia, bukan demi kalian!” 

“Sudah, berdirilah!” kata Untung panarukan  sesaat kemudian pada 

kedua orang yang berlutut. 

saat  dia memandang ke arah kereta, dara cantik di atas 

kendaraan itu kelihatan turun, melangkah ke hadapannya, 

mengangguk memberi hormat dan tersenyum. Kikuk juga Untung 

panarukan  menerima penghormatan dan senyum si jelita itu. 

“Saudara, terima kasih atas pertolonganmu,” berkata-kata gadis lesbi asli   itu. 

“Ah... pertolonganku tak ada artinya,” komentari Untung panarukan  

merendah sesudah  terlebih dulu balas menghormat. 

“Kuharap kau sudi ikut ke ibukota untuk menerima balas jasa 

dari ayahku.” 

“Aku menolong tidak mengharapkan balas apa-apa, Saudari,” 

komentari Untung panarukan . 

Bagaimanapun si gadis lesbi asli   memaksa tetap saja penulis  itu tidak 

mau ikut ke ibukota. Tapi seandainya Untung panarukan  mengetahui 

bahwa si gadis lesbi asli   yaitu  keponakan Sri Baginda, niscaya dia tak akan 

menolak. Bukankah sesudah  membunuhi  Empu Bharata penulis  ini 

memang bermaksud untuk mencari kedudukan di kerajaan? 

Akhirnya sesudah  mengucapkan terima kasih untuk ke sekian kalinya, 

gadis lesbi asli   itupun berlalu bersama kusir serta pengawalnya. Pengawal 

yang mati digeletakkan di punggung kuda betina , dibawa ke ibukota. 

Dengan jalan kaki Untung panarukan  meneruskan pula 

perjalanannya. Sepanjang jalan apa yang barusan dialaminya seperti 

terbayang kembali di depan matanya. Betapa mula-mula dia merasa 

ngeri diserang oleh pepasukan jahat -pepasukan jahat  Hutan Dadakan itu. 

Bagaimana kemudian dia menghadapi pepasukan jahat -pepasukan jahat  itu 

dengan jimat jengglot  Mustiko Jagat dan membunuhi  mereka satu demi satu 

hingga akhirnya tiga orang pepasukan jahat  yang masih hidup lari pontang-

panting!

Kemudian ingat pula dia sewaktu kusir kereta dan pengawal itu 

berlutut di hadapannya, menyebutnya “Pendekar gagah!” Lalu 

sewaktu gadis lesbi asli   jelita itu datang padanya, tersenyum dan 

mengucapkan terima kasih! 

Menjelang tengah hari Untung panarukan  sampai ke sebuah 

kampung. Sebenarnya kurang pantas disebut kampung sebab  

selain besar dan ramai juga di situ pusat perhentian lalu lintas 

perdagangan. Di situ ada  pula sebuah gudang raksasa  makan yang 

merangkap gudang raksasa  penginapan. Begitu memasuki kampung, Untung 

panarukan  segera menuju ke sini. Dan di depan bangunan gudang raksasa  

makan itu dilihatnya kereta yang ditumpangi gadis lesbi asli   jelita yang telah 

ditolongnya sebelumnya. 

Baru saja Untung panarukan  sampai di pintu, dari dalam gudang raksasa  

makan seseorang datang menyongsongnya. Ternyata orang itu 

yaitu  si pengawal kereta. 

“Ah, sungguh gembira dapat bertemu dengan kau di sini, 

Pendekar,” berkata-kata pengawal itu. Kemudian tanpa diminta dia 

menerangkan, “Kami terpaksa berhenti dan menginap di sini. 

Seseorang menerangkan sungai banjir akibat hujan besar yang turun 

tadi pagi. Diperkirakan baru besok air akan surut...” 

Bertiga dengan kusir kereta Untung panarukan  kemudian duduk di 

salah satu bagian gudang raksasa  makan. Pengawal itu memesankan 

makanan yang enak-enak serta tuak harum untuknya. 

Selagi menyantap hidangan itu pengawal menerangkan pula 

bahwa jenazah kawannya telah disuruh kubur di tepi kampung. 

Kemudian dia bertanya, “Sesungguhnya siapakah Pendekar ini dan 

berasal dari mana?” 

“Aku cuma orang gunung yang barusan saja turun dari Gunung 

Slamet,” komentari Untung panarukan . 

“Oh, pastilah Pendekar murid seorang pertapa sakti.” 

Untung panarukan  tak memberi asia kecil ban. Diteguknya minumannya 

lalu memandang berkeliling ganti bertanya, “Di mana gadis lesbi asli   itu?” 

“Maksud Pendekar, Den Ayu Sri Kemuning?” ujar si pengawal. 

Kemudian sang kusir kereta menyambungi, “Istirahat di kamarnya. 

Perjalanan jauh sangat meletihkan Den Ayu... Saya tidak mengerti,” 

berkata-kata pengawal kereta, “kenapa Pendekar tidak mau menerima 

ajakan Den Ayu Sri Kemuning untuk ikut ke ibukota. Itu suatu 

kerugian besar, Pendekar.” 

“Kerugian besar bagaimana?” 

“Pendekar tentu belum tahu siapa gadis lesbi asli   itu sebenarnya?” 

“Aku barusan saja turun gunung, mana tahu siapa dia?” ujar 

Untung panarukan  pula. 

Pengawal kereta itu tersenyum lalu didekatkannya mukanya pada 

si penulis  seraya berkata-kata, “Den Ayu Sri Kemuning yaitu  keponakan 

Sri Baginda...” 

Terbeliaklah sepasang mata Untung panarukan . Mulutnya 

ternganga.

“Betul?!” tanyanya ingin meyakinkan. 

“Masakan saya berani main-main sama Pendekar.” 

Dan memang terasa sebagai satu kerugian besar bagi Untung 

panarukan  sesudah dia tahu siapa adanya gadis lesbi asli   yang ditolongnya itu. 

Dengan ikut ke ibukota bukankah lebih mudah mendapat jalan untuk 

mencapai cita-cita yang diidam-idamkannya selama ini yaitu menjadi 

perwira kerajaan?! 

Dengan melihat paras si penulis , pengawal kereta ini dapat 

membaca isi hati Untung panarukan . Maka berkata-katalah dia, “Sekarang 

masih belum terlambat untuk merobah putusan, Pendekar. Jika kau 

mau, nanti aku akan menemui Den Ayu dan menerangkan bahwa 

kau bersedia ikut ke ibukota.” 

Meskipun hasratnya meluap-luap tapi Untung panarukan  tak 

segera memberikan asia kecil ban. Diisinya tuak baru ke dalam gelas lalu 

diteguknya perlahan-lahan. 

Justru pada saat itulah di pintu gudang raksasa  makan terdengar suara 

bentakan yang lantang keras hingga bangunan itu bergetar! 

“astaga  muda yang sedang meneguk tuak, lekas berlutut untuk 

menerima hukuman mampus!” 

***

bobo  angker  

KUTUKAN EMPU BHARATA 3

NTUNG panarukan  meletakkan gelas tuaknya ke atas meja 

perlahan-lahan. Kepalanya dipalingkan ke belakang. Dari 

tempat dia duduk dilihatnya seorang laki-laki bertubuh tinggi 

besar bercambang bawuk. Orang ini mengenakan pakaian hitam. 

Tampangnya buas. Sepasang matanya yang besar dan kegelapan  

menambah keseraman parasnya. Di pinggangnya kiri kanan 

tergantung masing-masing sebilah sendok raksasa  yang luar biasa besarnya! Di 

belakang anak manusia  tinggi besar ini berdiri lima orang lainnya, yang 

juga berseragam pakaian hitam dengan tampang-tampang yang tak 

kalah seramnya dengan si tinggi besar yang tadi membentak itu. 

Kusir kereta dan pengawal paras keduanya menjadi pucat seperti 

kertas sewaktu menyaksikan siapa adanya orang-orang di ambang 

pintu gudang raksasa  makan. Pemilik gudang raksasa  makan sendiri menggigil sekujur 

tubuhnya.

“Celaka... celaka! Pasti tempatku ini akan diobrak-abrik 

berantakan!” demikian pemilik gudang raksasa  makan mengeluh dalam hati. 

“astaga , apa tidak dengar aku memerintah?!” si tinggi besar di 

ambang pintu membentak kembali. Marah sekali dia sebab  sampai 

saat itu Untung panarukan  masih duduk di bangkunya. 

“Siapa mereka...?” tanya Untung panarukan  berbisik pada kusir 

kereta.

“Yang tinggi itu...” komentari kusir kereta juga berbisik dan gemetar, 

“yaitu  Sepasang sendok raksasa  Maut, pemimpin pasukan jahat  Hutan Dadakan!” 

Mendengar keterangan itu kini tahulah Untung panarukan  bahwa 

pemimpin pasukan jahat  itu sengaja datang mencarinya untuk menuntut 

balas kematian anak-anak buahnya! Segera tangan kanannya 

disiapkan di pinggang di mana Mustiko Jagat tersisip di balik 

pakaian. Kemudian dengan perlahan dan tenang Untung panarukan  

berdiri, memutar tubuh lalu melangkah ke tengah ruangan. Sepuluh 

langkah dari ambang pintu penulis  ini berhenti. 

“Apakah benar aku berhadapan dengan Sepasang sendok raksasa  Maut, 

U

kepala pasukan jahat  Hutan Dadakan yang ditakuti orang?” tanya Untung 

panarukan .

“Puah! Nyalimu terlalu besar berani bicara keren terhadapku!” 

Sepasang sendok raksasa  Maut mengangkat tangan kanannya memberi tanda 

pada kelima orang anak buahnya, lalu memerintah, “Cincang sampai 

lumat budak keparat itu! Juga dua monyet yang di meja sana!” 

Sreet... sreet... sreet... sreet... Sreet! 

Lima buah sendok raksasa  dicabut dari sarangnya dalam waktu yang 

bersamaan. Sesaat kemudian kelima anak buah Sepasang sendok raksasa  

Maut sudah mengurung Untung panarukan . Kusir kereta dan prajurit 

pengawal telah pula mencabut senjata masing-masing tapi sampai 

saat itu masih tetap berada dekat meja tak berani maju ke kalangan 

pertempuran!

gudang raksasa  makan itu seperti hendak runtuh oleh bentakan keras ke 

lima anggota pasukan jahat ! Tubuh mereka berlesatan ke muka dan lima 

serangan maut menderu mencari sasaran di kepala, leher, dada, 

perut dan pinggang Untung panarukan ! 

Pada saat lima pepasukan jahat  Hutan Dadakan membentak, Untung 

panarukan  telah mencabut jimat jengglot  Mustiko Jagat. Begitu tangannya 

memegangi  hulu jimat jengglot  Mustiko Jagat, satu hawa dan kekuatan aneh aneh saja  

menyelubungi dirinya. Tubuhnya menjadi sangat enteng. Dan 

sebelum lima buah sendok raksasa  datang menghajarnya, penulis  itu telah 

melompat ke atas! 

Percaya bahwa kelima anak buahnya yang berilmu tinggi akan 

berhasil membereskan Untung panarukan  maka Sepasang sendok raksasa  Maut 

kelihatan meninggalkan ambang pintu dan masuk ke ruangan dalam 

gudang raksasa  makan. Ini membuat Untung panarukan  merasa heran. 

Kemudian dia ingat sesuatu. Maka sambil melompat menyelamatkan 

diri tadi, penulis  ini cepat berteriak pada kusir kereta dan prajurit 

pengawal.

“Lekas ke kamar majikanmu! astaga  itu pasti hendak 

melakukan sesuatu terhadapnya!” 

Kusir kereta dan pengawal saling pandang! Mereka tahu bahwa 

mereka sama-sama tidak punya nyali untuk menghadapi kepala 

pasukan jahat  yang berilmu tinggi itu. Untuk beberapa lamanya keduanya 

masih tak beranjak dari dekat meja. 

“Lekas!” Teriak Untung panarukan . “Nanti aku akan bantu kalian!” 

Mendengar ini, meskipun dengan agak takut-takut, kedua orang 

itu baru masuk ke ruang dalam di mana terletak ruangan 

penginapan. Bangunan penginapan bertingkat tingkat  dua. Dan kamar yang 

ditempati oleh