masih sesenggukan. “Yang mendukungku matanya
cuma satu, berewokan. Kawannya juga berewokan, ber–
mata besar merah dan tak punya penulis ...”
bobo penulis asli merenung. Tak pernah dia bertemu
dengan dua manusia macam itu, juga tak pernah mende–
ngar tentang ciri-ciri mereka sebelumnya.
“Apakah kau tahu apa yang dibuat gurumu di sini
sebelum dia meninggal?”
“Dia melukis. Katanya lukisan itu untukku. Di dalam
lukisan itu ada...” Si anak tarik kembali lidahnya dan tak
teruskan bicara.
“Ada apa...?” tanya bobo ingin tahu.
“Tidak, tak ada apa-apanya.” Menyahuti si anak, lalu
kembali dia menangis.
Pendekar 10000 an bobo penulis asli semakin yakin bahwa di
dalam lukisan itu musti ada apa-apanya. Ada tersembunyi
satu rahasia besar yang cuma syeikh slawi Aneh dan calon
muridnya itu yang tahu. Apakah beberapa tokoh silat tahu
rahasia itu sehingga mereka menginginkan lukisan
tersebut? Ataukah cuma tertarik pada kebagusan lukisan
perempuan bertelanjang itu belaka? Tapi agaknya dua
manusia berpakaian kuning yang telah membunuh Si
Pelukis Aneh bukan cuma tertarik pada kebagusan lukisan.
Mungkin sekali mereka telah mengetahui rahasia apa yang
terkandung dalam lukisan itu!
sesudah menggali sebuah lobang besar dan mengubur
syeikh slawi Aneh maka bobo penulis asli mendukung Wira
Prakarsa lalu membawanya berlari kembali pulang ke
rumahnya. Ternyata anak ini adalah anak seorang petani
miskin yang saat itu masih belum kembali dari ladangnya.
“Wira,” kata Pendekar 10000 an sambil pegang kepala si
anak. “Karena pemilik sah lukisan itu adalah kau, maka
aku akan mencarinya sampai dapat dan mengembalikan–
nya padamu...”
Anak itu manggut-manggut dengan tampangnya yang
tolol. Sewaktu meninggalkan si anak, Pendekar 10000 an tak
habis pikir bagaimana syeikh slawi Aneh telah memilih anak
yang begitu tolol untuk calon muridnya. Tapi bila dia ingat
pula bahwa dia sendiri dulunya adalah seorang anak yang
tolol geblek maka segala pikiran yang bukan-bukan tentang
syeikh slawi Aneh maupun anak tadi segera lenyap.
“Kalau dia tolol karena dia masih anak-anak,” ujar bobo
dalam hati. “Aku yang sudah dedengkot begini rupa masih
penulis asli ! Masih mending anak itu!”
***
Satu bulan kemudian dunia persilatan dilanda kehebo–
han. Tokoh-tokoh silat terkenal dari delapan penjuru angin
dan partai-partai persilatan berusaha keras untuk
mendapatkan sebuah lukisan telanjang yang mengandung
rahasia besar. Siapa yang berhasil mendapatkan lukisan
itu dan memecahkan rahasia besar yang tersembunyi pasti
akan sangat beruntung karena di dalam lukisan itu
terkandung semacam ilmu silat dan ilmu kesaktian yang
hebat luar biasa dan sukar dicari tandingannya di delapan
penjuru angin!
Mula-mula lukisan itu jatuh ke tangan sepasang Elmaut
Kuning. Lalu berpindah tangan pada beberapa orang tokoh
silat. Terakhir sekali kabarnya kembali jatuh ke tangan
sepasang Elmaut Kuning. Dan dalam tempo satu bulan itu
telah belasan tokoh silat menjadi korban. Satu partai besar
hancur lebur semua gara-gara lukisan perempuan telan–
jang yang mengandung rahasia besar itu!
bobo penulis asli
RAHASIA LUKISAN TELANJANG 5
ENDEKAR 10000 an bobo penulis asli tengah berlari di antara
rapatnya pohon-pohon dan semak belukar di dalam
sebuah rimba belantara sewaktu satu suara dengan
santar menggeledek membentaknya.
“Berhenti!”
bobo terkesiap dan hentikan larinya. Belum lagi dia
sempat berpaling tahu-tahu sesosok tubuh telah berdiri di
hadapannya.
Orang ini berjanggut putih yang panjangnya sampai ke
dada. Selempang kain putih menutupi badannya. Pada sisi
kiri kanan tergantung dua buah bumbung bambu.
“Dewa Tuak!” seru Pendekar 10000 an . Hatinya gembira tapi
juga bersangsi. Manusia di hadapannya kelihatan tambah
tua dari dulu pertama sekali ditemuinya. Tapi meski demi–
kian masih tetap tegap kuat (Tentang siapa adanya Dewa
Tuak ini harap baca serial Pendekar 10000 an yang kedua yaitu:
Maut Bernyanyi di Pajajaran). bobo penulis asli menjura dalam-
dalam.
Orang tua di hadapannya tertawa gelak-gelak lalu
mengangkat salah satu bumbung bambu dan meneguk
tuak di dalamnya sampai lepas dahaganya.
sesudah menyeka mulutnya yang berselomotan tuak
maka nyi pandanajeng berkata, “Beratus hari mencarimu, saat
ini baru bertemu!”
Diam-diam bobo mengeluh. Apakah orang tua ini masih
hendak melaksanakan niatnya tempo hari yaitu memaksa
menjodohkannya dengan muridnya?! Untuk mengetahuinya
maka bobo cepat-cepat bertanya, “Apakah kau masih juga
hendak memaksakan niatmu tempo hari, nyi pandanajeng ..?”
P
nyi pandanajeng angkat lagi bumbung tuak dan meneguknya
beberapa kali. Kemudian digelengkan kepalanya perlahan-
lahan. Mukanya kelihatan merah oleh hangatnya minuman
yang diteguknya itu. Melihat gelengan kepala ini Pendekar
10000 an merasa lega sedikit. Namun demikian apa pula
gerangan yang membuat si orang tua berkata bahwa telah
beratus hari dia mencari-cari dirinya?
“Aku tahu... aku tahu dulu itu aku telah berlaku picik!
Soal jodoh mana bisa dipaksakan?!” nyi pandanajeng tertawa
gelak-gelak.
“Kalau begitu tengah menuju ke manakah kau saat ini,
Dewa Tuak?”
“Kau sendiri tengah menuju ke mana bobo ?”
bobo tak mau menceritakan bahwa dia sedang mencari
lukisan perempuan telanjang yang tengah dihebohkan
dunia persilatan waktu itu.
Namun demikian nyi pandanajeng telah mengetahuinya dan
berkata, “Ah, rupanya kau juga telah ikut-ikutan terlibat
dalam mencari lukisan itu, orang muda?”
bobo terkejut.
“Kunasihatkan padamu agar segera mengundurkan diri
saja. Lukisan itu hanya mendatangkan malapetaka, lain
tidak! Belasan tokoh silat telah menemui ajalnya. Satu
partai besar telah musnah gara-gara lukisan itu! Apa kau
juga ingin mati percuma hanya karena lukisan telanjang
itu?!”
“Tapi lukisan itu ada sangkut pautnya dengan diriku,
nyi pandanajeng ..”
“Eh, sangkut paut bagaimana?” tanya nyi pandanajeng
heran.
Maka bobo pun menuturkan pertemuannya dengan Si
Pelukis Aneh serta janjinya terhadap Wira Prakarsa yaitu
calon murid syeikh slawi Aneh itu.
nyi pandanajeng menarik nafas panjang.
“Memang, itu sudah menjadi tugasmu orang muda.
Dunia persilatan tak akan tenteram sebelum lukisan itu
kembali pada pemiliknya yang sah...”
Keduanya berdiam diri sebentar.
“Dewa Tuak, apakah kau sudah mendengar tentang
muridmu?” tanya bobo .
“Sudah... sudah! Aku gembira melihat dia kini berada
dan bertapa di Goa Dewi Kerudung Biru. Dia beruntung
sekali bertemu dan ditolong bahkan diambil murid oleh
Dewi Kencana Wungu tempo hari. Terakhir sekali aku
bertemu katanya dia hendak mempersuci diri, mengun–
durkan diri dari segala urusan duniawi.”
bobo penulis asli termenung mendengar keterangan Dewa
Tuak itu. Ingat dia akan masa beberapa tahun yang lewat,
berdua-duaan dengan Anggini, murid nyi pandanajeng itu.
“Sekarang marilah ikut aku,” kata nyi pandanajeng
“Ikut ke mana Dewa Tuak?”
“Ikut sajalah.”
“Terima kasih. Tapi aku ada urusan yang penting. Kau
sendiri sudah maklum.”
“Justru aku ajak kau untuk pergi ke satu tempat yang
ada sangkut pautnya dengan lukisan yang tengah kau cari
itu!” ujar nyi pandanajeng
Mendengar ini maka bobo tidak membantah. Keduanya
segera meninggalkan tempat itu memasuki lebih dalam
rimba belantara yang jarang didatangi manusia!
Menjelang tengah hari kedua orang ini sampai di bagian
rimba belantara yang paling lebat. Pohon-pohon sangat
besar dan rapat tumbuhnya. Suasana lengang sunyi
sedang sinar matahari tak sanggup menembus lebatnya
daun-daun pohon yang tumbuh di situ. Udara sejuk seperti
di malam hari layaknya!
nyi pandanajeng melompat ke cabang sebuah pohon yang
tinggi. bobo sampai di cabang dan berdiri di samping Dewa
Tuak, terkejutlah dia. Sekira dua puluh tombak di bawah
sebelah sana dilihatnya sebuah pondok kayu yang beratap
rumbia.
“Pondok siapakah itu?” tanya bobo .
nyi pandanajeng palangkan jari telunjuk di atas bibir lalu
dengan suara perlahan dia berbisik, “Ikut aku dan jangan
keluarkan suara!”
nyi pandanajeng lantas melompat ke cabang pohon yang
lain. Melompat lagi, melompat lagi dan akhirnya mendarat
di atas wuwungan atap rumbia tanpa keluarkan suara
sedikitpun. Dalam pada itu bobo penulis asli sudah berada
pula di sampingnya. Meskipun atap rumbia itu cukup kuat
namun tanpa mereka mengandalkan ilmu meringankan
tubuh pastilah atap itu akan roboh!
nyi pandanajeng membungkuk dan dengan hati-hati mem–
buat sebuah lubang di atas atap. Dia memberi isyarat agar
bobo melakukan hal yang sama. Maka bobo pun buat satu
lubang di atas atap itu. Keduanya kemudian mengintai ke
dalam pondok.
Karena di dalam pondok agak gelap maka mula-mula
bobo tak melihat apa-apa. Kemudian matanya yang meng–
intai itu melihat seorang perempuan tua berambut hitam
legam berdiri terbungkuk-bungkuk di sudut pondok. Kedua
matanya meram tapi mulutnya yang kempot berkomat-
kamit.
bobo hendak menanyakan kepada nyi pandanajeng siapa
adanya nenek-nanek itu tapi dia khawatir suaranya
terdengar oleh si nenek maka lantas dia pergunakan ilmu
menyusupkan suara. Namun belum sempat dia ajukan
pertanyaan mendadak pintu pondok terpentang lebar dan
dua orang masuk ke dalam. Keduanya ternyata nenek-
nenek keriputan berbadan bongkok. Yang satu berambut
biru, yang kedua berambut putih. Di bahu masing-masing
memanggul dua sosok tubuh yang agaknya telah ditotok
kaku tidak berdaya. Melihat si nenek berambut putih
kagetlah bobo penulis asli karena perempuan tua ini bukan
lain Nenek Rambut Putih yang sebelumnya telah dilihatnya
di puncak gunung melawan syeikh slawi Aneh. Dan lainnya itu
pastilah Nenek Rambut Biru dan Nenek Rambut Hitam!
“Pemimpin!” ujar Nenek Rambut Biru, “Inilah bangsat-
bangsat yang kau inginkan itu!”
Nenek Rambut Hitam yang rupanya menjadi pemimpin
kedua nenek lainnya itu memandang dingin pada kedua
laki-laki yang menggeletak di muka kakinya.
“Buka jalan suara mereka!” perintahnya.
Nenek Rambut Biru lepaskan totokan pada jalan suara
kedua orang itu.
Begitu jalan suaranya terbuka maka salah seorang dari
dua laki-laki itu membentak, “Iblis betina, kau rupanya
yang jadi biang racun! Lekas lepaskan totokanku dan
kawan-kawanku!”
Nenek Rambut Hitam tertawa melengking-lengking.
“Ketua Partai Angin Timur, aku akan bebaskan kalian
berdua jika kau beritahu di mana sarangnya Sepasang
Elmaut Kuning!”
Terkejutlah bobo penulis asli . Kalau laki-laki yang seorang
itu adalah ketua sebuah partai, pastilah ilmunya tinggi
sekali! Dan dari situ dapat pula diukur tingginya ilmu Nenek
Rambut Biru dan Rambut Putih yang telah berhasil
menawan ketua partai itu bersama seorang kawannya.
“Ada apa kau tanyakan sarang kambratku itu?!” balas
menanya Ketua Partai Angin Timur.
“Bedebah! Aku tak suruh kau bertanya setan?!” bentak
Nenek Rambut Hitam.
Plaak!
Tamparan Nenek Rambut Hitam melayang melanda
sang Ketua, membuatnya tergelimpang dan terguling di
lantai pondok. Dua buah giginya mencelat mental sedang
bibirnya pecah! Paras Ketua Partai Angin Timur membesi.
Nyata kemarahan menggelegak dalam dirinya, tapi karena
ditolok maka yang bisa dilakukannya ialah memaki habis-
habisan! Nenek Rambut Putih menjambak rambut Ketua
Partai Angin Timur dan menyentakkannya hingga laki-laki
itu berdiri kembali di hadapan, pemimpinnya!
“Lekas terangkan di mana sarang Sepasang Elmaut
kuning!” hardik Nenek Rambut Hitam.
Ketua Partai Angin Timur mendengus!
“Maksudmu untuk mencari lukisan telanjang itu tak
akan berhasil, iblis betina!”
“Keparat betul! Kau mau bilang apa tidak?!”
Lagi-lagi Ketua Partai Angin Timur mendengus. “Aku
tidak tahu!” sahutnya. “Sekalipun tahu aku tak akan bilang
padamu!”
Nenek Rambut Hitam marah sekali. Diulurkannya
tangannya. Sekali remas saja maka hancurlah telapak dan
jari jari tangan kanan sang Ketua! Laki-laki itu menjerit
kesakitan dan memaki habis-habisan! Kawannya keluarkan
keringat dingin.
“Itu masih belum apa-apa,” ujar Nenek Rambut Hitam.
“Kalau kau tetap membangkang tak mau kasih kete–
rangan, seluruh tubuhmu akan kubikin hancur! Lekas
katakan!”
“Nenek Rambut Hitam, kawanku itu betul-betul tidak
tahu letak sarangnya Sepasang Elmaut Kuning,” berkata
kambrat Ketua Partai Angin Timur.
“Kau tak usah berbacot!” bentak sang nenek. “Kalau
dia tak tahu kau tentu tahu ya?!”
Pucatlah wajah laki-laki itu.
“Ayo lekas kalian katakan! Kalau tidak kalian akan
disiksa sampai setengah mampus!” teriak Nenek Rambut
Biru.
“Nenek Rambut Hitam! Kalian dan kami masing-masing
satu golongan, kenapa berbuat sejahat ini?”
Nenek Rambut Hitam tertawa melengking, “Kalau kau
dan kambratmu tidak mau binasa percuma lekas beri
keterangan!”
“Kalian penggal pun kami berdua, tetap aku tak bisa
kasih keterangan!”
“Aku mau lihat!” ujar Nenek Rambut Hitam. Sekali dia
gerakkan tangan kanannya maka tanggallah lengan kiri
Ketua Partai Angin Timur! Laki-laki ini melolong laksana
srigala lapar, mengerikan sekali!
Pendekar 10000 an bobo penulis asli bergidik.
“Dewa Tuak, aku tak bisa melihat kekejaman terkutuk
itu berjalan lebih lama!” kata bobo . Dia bergerak cepat
hendak menerobos atap. Tapi lebih cepat dari itu si orang
tua yang memanggul dua buah bumbung bambu meme–
gang lengannya dan menjawab dengan ilmu menyusupkan
suara seperti yang dilakukan oleh bobo waktu berkata
padanya tadi.
“Biarkan, kita lihat saja! Ketua Partai Angin Timur tidak
beda dengan tiga orang nenek serta seorang kawannya itu!
Mereka sama-sama dari golongan hitam tukang bikin
kejahatan di dunia persilatan! Biar saja mereka saling
bunuh! Kita menonton saja!”
“Tapi Ketua Partai Angin Timur berada dalam keadaan
tak berdaya!” tukas bobo penulis asli .
“Perduli amat! Sudahlah kita lihat saja!” bentak Dewa
Tuak pula.
bobo penulis asli menggerutu dalam hati lalu dia mengintai
lagi lewat lobang.
“Ayo! Apa kau masih tidak mau kasih keterangan?!” Si
Nenek Rambut Hitam membentak.
Jawaban Ketua Partai Angin Timur adalah suara
raungan yang mengerikan!
Nenek Rambut Hitam berpaling pada kawan Ketua
Partai Angin Timur.
“Jaliwarsa! Kau tentu tak ingin menerima nasib macam
kambratmu itu, bukan?!”
Pucatlah wajah laki-laki yang bernama Jaliwarsa.
“Apa maksudmu Nenek Rambut Hitam...?”
“Kau tentu tahu! Lekas katakan di mana tempat
kediaman Sepasang Elmaut Kuning!”
“Demi setan aku tidak tahu sama sekali Nenek Rambut
Hitam...”
Nenek Rambut Hitam mendengus marah. Dia berpaling
pada anak buahnya. “Rambut Biru! Cungkil mata kirinya!”
perintah Nenek Rambut Hitam.
“Tobat! Jangan...!” teriak Jaliwarsa.
“Kalau begitu lekas buka mulut!” sentak Nenek Rambut
Hitam.
Jaliwarsa menangis macam anak kecil. Meratap
mengatakan bahwa dia betul-betul tidak tahu di mana
letak sarang Sepasang Elmaut Kuning.
“Tak ada ampun bagimu! Cungkil matanya!” bentak
Nenek Rambut Hitam.
Maka Nenek Rambut Biru melompat ke muka. Dua
buah jarinya menusuk lurus ke mata kiri Jaliwarsa. Ter–
dengar suara mengerikan sewaktu biji mata laki-laki itu
mencelat bersama semburan darah yang disusul oleh
suara melolong Jaliwarsa yang laksana gila karena
kesakitan!
bobo penulis asli
RAHASIA LUKISAN TELANJANG 6
EREMPUAN iblis!” teriak ketua Partai Angin Timur
yang menggeletak di lantai pondok. “Kalian bunuhlah
kami! Biar kami bisa jadi setan dan mencekik batang
leher kalian!”
Nenek Rambut Hitam tertawa mengekeh.
“Nyalimu boleh juga, kunyuk sialan! Kalian minta
mampus cepat-cepat, baiklah! Kalian memang tidak ber–
guna hidup lebih lama!”
Nenek Rambut Hitam pegang kedua kaki Ketua Partai
Angin Timur dan Jaliwarsa. Sekali kedua tangannya berge–
rak maka mencelatlah tubuh kedua orang laki-laki itu ke
atas atap. Serentak dengan itu si nenek berseru, “Tukang-
tukang intip keparat, terima ini!”
Pendekar 10000 an bobo penulis asli terkejut bukan main. Tak
sangka kalau si nenek begitu lihai sehingga sudah
mengetahui kehadirannya bersama nyi pandanajeng di atas
atap! bobo dan nyi pandanajeng cepat melompat ke samping.
Pada saat itu pula atap pondok bobol dihantam dua tubuh
yang dilemparkan Nenek Rambut Hitam! Tubuh Ketua
Partai Angin Timur menghantam sebuah pohon,
pinggangnya hancur dan jatuh ke tanah tanpa nyawa!
Kawannya menyangsang sebentar di sebuah pohon lain,
lalu jatuh bergedebuk di tanah dengan kepala pecah!
Maklum kalau tiga perempuan tua berbadan bungkuk
itu sudah mengetahui kedatangannya bersama bobo , maka
nyi pandanajeng segera melompat turun, masuk ke dalam
pondok lewat atap yang bobol. bobo menyusul dan berdiri di
sampingnya. Kelima orang itu saling menyapu dengan
pandangan mata masing-masing. Diam-diam ketiga nenek
P
itu mengagumi kegagahan tampang bobo penulis asli
meskipun kegagahan itu agak dibayangi oleh mimik
ketololan! Sedang masing-masing mereka sama kerenyi–
tkan kening sewaktu melihat nyi pandanajeng membawa dua
buah bumbung bambu yang agaknya berisi cairan. Cairan
apa mereka tak bisa menduga.
“Siapa kau?!” tanya Nenek Rambut Hitam. “Dan kau
juga?!” katanya sambil goyangkan kepala pada bobo
penulis asli .
nyi pandanajeng tak segera menjawab melainkan meng–
angkat salah satu dari bumbung bambu dan meneguk
isinya beberapa kali. Perlu diketahui kedua bumbung itu
tidak ditutup. Meski dibawa berlari bagaimanapun ken–
cangnya atau dibawa melompat namun satu tetes pun tuak
itu tidak tumpah. Ini adalah berkat kehebatan tenaga
dalam nyi pandanajeng yang sudah mencapai tingkat kesem–
purnaannya!
Nenek Rambut Hitam merasa gusar sekali karena
pertanyaannya tak segera dijawab. Tapi karena maklum
bahwa si orang tua berjanggut itu bukan seorang yang bisa
dianggap remeh maka dia cuma memandang saja dengan
mata mendelik!
“Sobat-sobatku,” kata nyi pandanajeng kepada tiga orang
nenek, “Sebelum kita bicara-bicara apakah tidak lebih
bagus kalau kalian mencicipi tuakku ini dulu?”
Nenek Rambut Hitam terkesiap seketika. Diperhati–
kannya orang tua di hadapannya lebih teliti. Kemudian,
“Kalau aku tak salah duga, apakah kau manusia yang
bergelar Dewa Tuak?!”
nyi pandanajeng usut-usut janggutnya yang panjang sampai
ke dada lalu tertawa dan meneguk lagi tuaknya beberapa
kali.
“Aku memang doyan tuak, tapi aku bukan dewa!”
“Sejak puluhan tahun belakangan ini kau lenyap dari
dunia persilatan! Tahu-tahu kini muncul unjukkan
tampang! Tentu ada yang menyebabkannya! Apakah kau
yang sudah tua karatan ini telah terlibat pula dalam urusan
mencari lukisan perempuan telanjang itu?!”
nyi pandanajeng tertawa gelak-gelak.
“Rupanya di dalam otakmu hanya lukisan itu saja yang
teringat nenek bangkotan! Kita yang sudah tua-tua begini
bukan tempatnya lagi mengurus segala macam persoalan
duniawi!”
“Lantas perlu apa kau datang ke sini dan mengintip tak
tahu adat?! Dan cecunguk hijau ini apamu?!”
bobo penulis asli keluarkan suara bersiul sewaktu dirinya
disebul cecunguk hijau lalu tertawa geli!
“Orang muda! Nyalimu cukup besar untuk berani
tertawa di hadapanku!”
“Tertawa saja apa susahnya?!” ujar bobo lalu tertawa
lagi lebih keras hingga pondok itu terdengar hebat!
Kagetlah Nenek Rambut Hitam dan kedua anak
buahnya. Tiada dinyana kalau si anak muda memiliki
tenaga dalam yang sehebat itu!
“Kau tanyakan dia?” ujar nyi pandanajeng seraya tuding bobo
dengan ibu jarinya. “Dia adalah calon mantuku yang tidak
jadi!” Lalu orang tua ini tertawa bekakakan sampai kedua
matanya berair.
bobo cuma cengar-cengir mendengar ucapan Si Dewa
Tuak.
“Cepat terangkan mengapa kau berada di daerah ini?!”
Saat itu untuk pertama kalinya Nenek Baju Biru buka
suara, “Pemimpin, bukan tak mungkin bangsat-bangsat ini
tengah mencuri dengar percakapan kita tadi dengan Ketua
Partai Angin Timur dan Jaliwarsa. Disangkanya mereka
akan dapat diam-diam mencuri dengar keterangan sarang
Sepasang Elmaut Kuning!”
Nenek Rambut Putih menimpali, “Bukan tak mungkin
pula mereka tahu banyak tentang soal lukisan itu,
pemimpin!”
Ucapan-ucapan anak buahnya itu termakan oleh Nenek
Rambut Hitam. Maka segera dia memerintah, “Rambut
Biru! Kau ringkus si tua bangka itu! Dan kau Rambut Putih,
bekuk cecunguk hijau itu!”
Nenek Rambut Biru memang lebih tinggi
kepandaiannya dari Rambut Putih maka dia disuruh
meringkus nyi pandanajeng
“Perempuan-perempuan keriputan! Kalian betul-betul
tidak tahu adat!” gerutu nyi pandanajeng lalu cepat-cepal
menyingkir ke samping kanan, mengelakkan totokan yang
dilancarkan Nenek Rambut Biru! Sambil mengelak Dewa
Tuak angkat bumbung bambunya hingga ujungnya dengan
tiada terduga menyerang ke arah pinggang lawan!
Tapi Nenek Rambut Biru tidak berkepandaian rendah!
Penasaran melihat totokannya lewat, dengan satu jeritan
keras dia menyerang kembali! Maka terjadilah pertem–
puran yang hebat.
Nenek Rambut Putih di lain pihak maju menghadapi
bobo penulis asli . Dengan memandang enteng dia lakukan
serangan dan sekali menyerang dia yakin akan sanggup
meringkus si pemuda hidup-hidup. Tapi alangkah terkejut–
nya ketika sambil tertawa lawannya berkelit dengan mudah
bahkan berkata mengejek, “Ah, jurus seperti ini telah
kulihat kau pergunakan untuk menyerang syeikh slawi Aneh!”
“Bocah hijau! Ada hubungan apa kau dengan syeikh slawi
Aneh?!” tanya Nenek Rambut Putih.
bobo tertawa. Bukan dia menjawab pertanyaan si nenek
malah berkata, “Orang tua semacammu ini sepantasnya
banyak bikin ibadat dan sucikan diri! Bukannya malang
melintang bikin kejahatan dan ikut campur segala macam
urusan duniawi!”
“Kentut ingusan. Atas nasihatmu itu aku akan
hadiahkan jurus Ekor Naga Mematuk Cakar Garuda
Berkiblat! Terimalah!”
Gerakan si nenek sebat sekali. Tubuhnya tinggal
bayangan dan tahu-tahu tiga jari tangan kanannya
menotok ke dada, sedang lima jari kiri mencakar ke arah
muka. Cakaran yang datangnya lebih dulu itu sebenarnya
hanya tipuan belaka karena serangan yang sebenarnya
ialah totokan pada dada! Bila lawan coba hindarkan
mukanya dari cakaran maka kecepatan totokan tangan
akan ditambah dua kali lipat!
Dan celakanya Pendekar 10000 an kini kena tertipu!
Begitu melihat lima jari mencakar di depan hidung dia
segera buang kepala ke belakang dan kaki kanan menderu
ke arah si nenek. Namun di saat itu si nenek sudah
melesat ke samping, sedang tiga jari tangannya dengan
kecepatan luar biasa menderu ke arah dada bobo penulis asli !
Penasaran sekali karena dia tahu bahwa totokan yang
lihai itu tak mungkin dikelit maka bobo hantamkan tangan
kanannya dari atas ke bawah! Dua lengan pun beradu! Si
nenek berseru keras. Dia tersurut sampai dua tombak,
mukanya pucat bahkan terkejut.
Nenek Rambut Hitam segera maklum bahwa tenaga
dalam anak buahnya itu jauh rendahnya dari si pemuda. Ini
adalah satu hal yang tak pernah disangkanya. Dan ketika
dia memandang ke lengan Si Rambut Putih, lengan nenek-
nenek itu kelihatan bengkak membiru sedang lengan bobo
penulis asli hanya berbekas merah sedikit! Kemudian
dilihatnya pula pertempuran si rambut biru dengan Dewa
Tuak. Anak buahnya itu tengah dibikin sibuk bahkan
dipermainkan malah! Gusarlah Nenek Rambut Hitam.
Segera dia berseru, “Kalian berdua jangan bikin malu aku!
Kuberi kesempatan tiga jurus lagi! Jika kalian tak bisa
meringkus kunyuk-kunyuk itu, kalian akan tahu rasa!”
Mendengar seruan Si Rambut Hitam, Rambut Putih dan
Rambut Biru jadi takut sekali. Keduanya segera loloskan
setagen yang melilit di pinggang masing-masing lalu
menyerang dengan lebih sebat!
Dua setagen yang merupakan senjata ampuh itu tak
ubahnya laksana dua ekor ular besar yang meliuk-liuk
sebat kian kemari, kadang-kadang bergerak cepat mem–
belit pinggang, kadang-kadang menotok jalan darah
bahkan kadang-kadang mematuk ke arah kedua mata!
Dan semua itu terjadi bertubi-tubi laksana kilat. Betapapun
bobo dan nyi pandanajeng percepat gerakan silat mereka,
namun tetap saja keduanya dibikin terdesak dan tak sang–
gup ke luar dari gulungan setagen lawan!
“Setagen sialan,” gerendeng Pendekar 10000 an . Baik dia
maupun nyi pandanajeng kini segera merubah sikap. Kalau tadi
mereka cuma main-main dan mengejek lawan mereka,
maka sesudah terdesak hebat dan terkurung setagen yang
berbahaya itu, mereka mulai lancarkan serangan-serangan
balasan sehingga pertempuran berjalan semakin hebat!
Dalam tempo yang singkat lima jurus telah lewat.
Nenek Rambut Hitam penasaran sekali melihat kedua
anak buahnya tiada sanggup meringkus lawan masing-
masing, padahal tiga jurus yang ditentukannya telah
berlalu!
“Kalian berdua mundurlah!” bentaknya marah.
Nenek Rambut Biru segera melompat mundur. Namun
karena agak gugup ketakutan oleh bentakan pemimpinnya,
dia menjadi sedikit lengah dan akibatnya ujung selendang–
nya berhasil ditarik oleh nyi pandanajeng sehingga robek! Dewa
Tuak tertawa gelak-gelak! Di lain pihak Nenek Rambut
Putih begitu melompat begitu dirasakannya sekujur
tubuhnya tak sanggup digerakkan. Ketika ditelitinya
ternyata lawannya telah melibat sekujur badannya dengan
setagennya sendiri! Pucatlah paras nenek tua ini. Dia
maklum bahwa pemuda itu berilmu tinggi sekali dan kalau
bermaksud jahat pastilah sudah sejak tadi dia kena celaka!
Nenek Rambut Hitam maju ke hadapan kedua orang
itu. “Bagus!” katanya. “Rupanya kalian memiliki ilmu yang
diandalkan! Aku mau lihat! Apakah kalian maju berdua
atau seorang-seorang?!”
nyi pandanajeng mendengus.
“Bagusnya berdua sekaligus biar lekas kubereskan!”
nyi pandanajeng tertawa lagi dan meneguk tuaknya bebe–
rapa kali.
“Dengar Rambut Hitam,” kata nyi pandanajeng pula. “Main-
main dengan dua orang anak buahmu itu sudah cukup.
Lain kali saja kau kami hadapi...!”
“Kentut tua bangka! Katakan saja kau tidak punya nyali
menghadapi Nenek Rambut Hitam!”
nyi pandanajeng ganda tertawa. Dia berpaling pada bobo
penulis asli dan berkata, “Mari kita pergi!”
Tapi baru saja dia bergerak Nenek Rambut Hitam sudah
melompat ke hadapannya dan kirimkan satu serangan
yang luar biasa dahsyatnya. Kalau saja si orang tua tidak
bersikap waspada pastilah dadanya akan kena jotosan
keras dan mukanya disambar cakaran dahsyat!
Marahlah nyi pandanajeng melihat kenekatan si nenek.
“Dasar tua bangka geblek! Masih saja mengikuti amarah
membabi buta!”
“Jangan banyak ribut setan tua! Makan jariku ini!”
Dengan lebih ganas lagi Nenek Rambut Hitam menyerbu
ke muka. Lima jari tangan kanan bergerak ke perut sedang
lima jari tangan kiri mencengkeram ke muka nyi pandanajeng
Angin serangan ini bukan main derasnya. nyi pandanajeng
memaklumi bahwa dibandingkan dengan kedua anak
buahnya sekaligus, si nenek yang satu ini jauh lebih
berbahaya! nyi pandanajeng melompat ke belakang dan putar
kedua bumbung tuaknya. Maka punahlah kedua serangan
Nenek Rambut Hitam!
Sebelum si nenek menyerang lagi nyi pandanajeng berseru,
“bobo kau layanilah perempuan bongkok jelek ini!”
Terkejutlah Nenek Rambut Hitam dan dua nenek
lainnya sewaktu nyi pandanajeng menyebut nama si pemuda.
“Manusia-manusia keparat! Kau berani main-main
terhadapku?!” sentak Nenek Rambut Hitam.
“Siapa yang main-main? Kau tanya aku jawab!” sahut
nyi pandanajeng
“Apakah kau manusianya yang bernama bobo penulis asli ?!
Yang bergelar Pendekar barbel Maut mainan 10000 an ?!”
tanya Nenek Rambut Hitam.
“Ah, perlu apa segala macam nama, segala macam
gelar! Majulah! Kuharap kau yang tua mau memberikan
sedikit pelajaran padaku si bocah hijau!” sahut bobo pula.
Meski bobo tidak mengaku terus terang siapa dia
adanya namun Nenek Rambut Hitam yakin bahwa pemuda
itu memang bobo penulis asli si Pendekar barbel Maut Naga
Geni 10000 an ! Sejak berbulan-bulan belakangan ini dia telah
mendengar tentang munculnya seorang pemuda gagah di
dunia persilatan, yang bernama bobo penulis asli berjuluk
Pendekar barbel Maut mainan 10000 an . Banyak tokoh silat
golongan hitam yang berilmu tinggi mati konyol di
tangannya. Bahkan terakhir sekali, Dewi Siluman Dari Bukit
manik , kabarnya juga telah menemui kematian di tangan
pendekar muda ini! Mau tak mau si Nenek Rambut Hitam
menjadi gentar juga. Untuk mengelakkan baku bantam
dengan si pemuda tapi tanpa kehilangan muka maka
Nenek Rambut Hitam berpaling pada nyi pandanajeng dan
berkata lantang, “Kalau kau tak punya nyali untuk
menghadapiku, sebaiknya segera angkat kaki dari sini!”
nyi pandanajeng yang sudah dapat menduga hati perempuan
itu tertawa dan berkata, “Aku yang tak punya nyali atau kau
yang takut hadapi kawanku itu?”
Nenek Rambut Hitam tertawa bergetar.
“Orang muda! Tadinya aku hanya berniat untuk
meringkusmu hidup-hidup! Tapi karena kau begitu berani
menantangku, terpaksa umurmu cuma sampai hari ini
saja!”
Sesudah berkata begitu si nenek menerjang ke muka.
bobo bergerak cepat. Mengelak dan lancarkan serangan
balasan yang anginnya saja membuat si nenek mengeluh!
Tenaga dalam si pemuda jauh lebih tinggi dari yang
dimilikinya. Dalam tempo dua jurus Nenek Rambut Hitam
tak sanggup lagi lancarkan serangan-serangan bahkan
musti mempertahankan diri dan dalam jurus keempat
terdesak hebat ke pojok pondok!
Tiba-tiba si nenek melengking dahsyat! Tubuhnya
lenyap dan jurus permainan silatnya berubah sama sekali.
Serangannya gencar tiada terduga. Gerakan kaki dan
tangannya mendatangkan angin bersiuran dan tipu-tipunya
berbahaya mematikan! Inilah ilmu silat tangan kosong yang
dinamakan Ilmu Silat Delapan Kaki Delapan Tangan yang
telah dipelajari Nenek Rambut Hitam dari mendiang
gurunya!
Ilmu Silat Delapan Kaki Delapan Tangan memang patut
dikagumi. Nyatanya selama lima jurus bobo penulis asli dibikin
bingung dan musti berhati-hati. Meski ilmu meringankan
tubuh serta tenaga dalamnya jauh di atas si nenek namun
gerakan lawan yang tiada terduga-duga itu mematahkan
pertahanannya! Dan dua jurus di muka satu hantaman
telapak tangan si nenek berhasil mampir di dada Pendekar
10000 an !
bobo merasakan dadanya sakit dan nafasnya sesak. Dia
maklum kalau saja dia tidak lebih tinggi tenaga dalamnya
dari si nenek pastilah dia akan mendapat luka di dalam
yang amat berbahaya!
Di lain pihak Nenek Rambut Hitam tidak kepalang
tanggung. Dia menyerbu lagi dengan lebih gencar! Tangan
dan kakinya laksana bertambah menjadi beberapa pasang
lagi! Dan kembali bobo penulis asli terdesak! nyi pandanajeng
kerenyitkan kening. Hanya sebegitukah kehebatan Pende–
kar 10000 an sehingga menghadapi ilmu silat si nenek dia
sudah dibikin kewalahan demikian rupa?! Si nenek sendiri
juga tiada menyangka bahwa dia akan berhasil memukul
lawannya. Diam-diam dia merasa berada di atas angin kini!
Tiba-tiba bobo menyurut sejauh satu tombak.
“Ha... ha! Apakah nyalimu sudah lumer orang muda?!”
ejek Nenek Rambut Hitam.
“Ah, jangan lekas-lekas berbesar hati sobat tua! Kau
rasakan dulu pukulanku ini!” sahut bobo . Serentak dengan
itu dia sudah alirkan sebagian tenaga dalamnya ke ujung
tangan kanan. Tangan itu dikepal dan diangkat ke atas.
Didahului oleh satu bentakan nyaring, bobo penulis asli
pukulkan tangannya ke arah si nenek. Begitu memukul
begitu jari-jari tangan yang mengepal membuka kembali!
Inilah Pukulan Kunyuk Melempar Buah yang tak asing lagi!
Nenek Rambut Hitam terkejut sekali sewaktu
merasakan gelombang angin keras laksana batu besar
melanda ke arahnya. Sambil pukulkan kedua tangannya
sekaligus untuk menangkis dia cepat-cepat jungkir balik
lalu membuang diri ke samping!
Braaak!
Dinding pondok di belakang si nenek pecah dan
berhamburan! Tergetarlah hati Nenek Rambut Hitam
melihat kehebatan pukulan itu. sesudah tenangkan hatinya
dia maju menghadapi lawannya kembali. Dan pada saat itu
untuk pertama kalinya bobo penulis asli membuka jurus
pertempuran dengan menyerang lebih dahulu! Si nenek
dibikin gelagapan kini. Serangannya selalu mengenai
tempat kosong sedang pertahanannya saat demi saat
semakin mengendur. Bila dia tidak kuat lagi menghadapi
pemuda itu maka tanpa malu-malu Nenek Rambut Hitam
lepaskan setagen dan cabut tusuk konde emas dari
rambutnya! Dengan kedua senjata itu dia menyerang bobo
penulis asli .
sesudah bertempur dua jurus maka bobo segera
mengetahui bahwa tusuk konde yang kecil di tangan kanan
si nenek jauh lebih berbahaya daripada setagen di tangan
kanannya! Semakin lama pertempuran semakin seru. Tiba-
tiba si nenek hentikan gerakannya dan memandang
bingung karena lawannya lenyap seperti ditelan bumi!
“Aku di sini, Rambut Hitam!” Terdengar suara bobo di
belakangnya!
Nenek Rambut Hitam kertakkan geraham dan secepat
kilat membalikkan tubuh. Tapi begitu tubuhnya membalik
maka, plaaak...! Telapak tangan kanan bobo penulis asli
menghantam keningnya! Perempuan tua itu melengking
kesakitan. Tubuhnya mencelat menghantam dinding pon–
dok. Pemandangannya gelap, kepalanya terasa pening
sedang keningnya sakit bukan main!
Kedua anak buah Nenek Rambut Hitam terkejut! Belum
pernah mereka melihat pemimpin mereka dihajar demikian
rupa! Selama ini tak pernah seorang pun yang sanggup
menghadapi Nenek Rambut Hitam tanpa mendapat celaka!
Dan yang membuat mereka lebih terkejut lagi ialah
sewaktu melihat kening pemimpin mereka.
“Pemimpin, keningmu!” seru Nenek Rambut Biru.
Nenek Rambut Hitam usap keningnya. Kening itu sakit
sekali dan panas, tapi tidak terluka. Namun apakah yang
menyebabkan Rambut Biru demikian terkejutnya? Tak lain
karena akibat pukulan telapak tangan kanan bobo tadi kini
di kening Nenek Rambut Hitam tertera tiga deretan angka
yaitu 10000 an !
nyi pandanajeng tertawa gelak-gelak dan cegluk... cegluk...
cegluk, dia lalu teguk tuaknya.
“Rambut Hitam, sobatku telah hadiahkan tiga buah
angka di keningmu! Apakah kau masih belum mau meng–
aku kalah?!”
Berubahlah paras Nenek Rambut Hitam! Dia maklum
apa yang telah terjadi kini. Pukulan 10000 an yang menggurat–
kan angka telah menimpa keningnya. Tiga deretan angka
itu tak akan bisa dihilangkan seumur hidupnya! Nenek
Rambut Hitam menggerutu macam singa lapar!
“Anak haram jadah mampuslah!” lengking si nenek.
Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke atas dan
mulutnya berkomat-kamit. Seluruh pondok itu dengan tiba-
tiba dilanda hawa yang amat dingin menyembilu. bobo
sendiri yang tak mengerti apa yang tengah terjadi sampai-
sampai bergeletar tubuhnya dilanda hawa dingin itu.
Geraham-gerahamnya bergemeletukan.
Melihat ada kelainan ini secepat kilat nyi pandanajeng
berseru, “bobo cepat menghindar! Bangsat keriput ini mau
lepaskan pukulan Salju Kematian!”
Habis berteriak begitu nyi pandanajeng secepat kilat
meneguk tuaknya. Dalam pada itu Nenek Rambut Hitam
melengking nyaring dan hantamkan tangan kanannya ke
arah bobo dan Dewa Tuak!
Satu gelombang benda putih yang bentuknya putih
seperti salju, menderu amat dingin ke arah kedua orang
itu. nyi pandanajeng runcingkan mulutnya yang menggembung
lalu menyembur ke muka! Terdengar suara laksana air bah
sewaktu semburan tuak dan pukulan salju kematian saling
beradu. Bumi seperti mau kiamat. nyi pandanajeng cepat tarik
lengan bobo penulis asli lalu melompat ke atas atap
menerobos melewati lobang besar. Dari sebuah cabang
pohon kemudian bobo melihat bagaimana pondok itu
hancur lebur dan setengahnya tertimbun oleh lapisan salju
putih!
bobo memandang berkeliling dengan cepat. Ketiga
nenek itu tidak kelihatan. Pendekar 10000 an lalu putar kepala
ke cabang di samping. Dia terkejut sewaktu melihat Dewa
Tuak duduk bersila di atas cabang dengan pejamkan mata.
Wajah orang tua ini pucat sekali. Rupanya bentrokan ilmu
pukulan tadi telah membuat si orang tua menderita luka di
dalam yang parah juga. Lama nyi pandanajeng bersila seperti
itu. Sewaktu dia buka kedua matanya kembali, cepat-cepat
diambilnya sebutir pil dan ditelannya. Sesaat kemudian
wajahnya yang pucat telah normal lagi seperti biasa!
nyi pandanajeng tarik nafas panjang, geleng-gelengkan
kepala dan leletkan lidah sewaktu memandang ke pondok
yang kini tertimbun salju kematian itu!
“Ternyata benar perempuan busuk itu telah mendapat–
kan ilmu Pukulan Salju Kematian!” kata nyi pandanajeng
seakan-akan pada dirinya sendiri. “Kelihatannya masih
kurang sempurna. Tapi sudah demikian luar biasa...!”
bobo sendiri diam-diam bergidik juga melihat pukulan
yang bernama Salju Kematian itu. Tenaga dalam Dewa
Tuak berada jauh di atas Nenek Rambut Hitam, tapi
pukulan Salju Kematian yang dilepaskan si nenek
membuat nyi pandanajeng menderita luka yang cukup hebat!
“Meski seseorang memiliki tenaga dalam yang sepuluh
kali lebih tinggi, tapi jangan coba-coba berani adu kekuatan
dengan pukulan salju kematian itu.” nyi pandanajeng geleng-
geleng kepala kembali. “Aku tak mengerti, bagaimana
keparat betina itu berhasil memiliki ilmu Salju Kematian.
Itu adalah salah satu dari beberapa ilmu pukulan yang
pernah menggetarkan dunia persilatan dan menjadi raja-
raja ilmu pukulan!”
“Jika ilmu semacam itu dipergunakan untuk kejahatan
bisa berbahaya,” kata bobo pula.
“Itulah yang aku kuatirkan,” desis nyi pandanajeng
Diam-diam bobo ingin sekali menghadapi Nenek
Rambut Hitam itu kembali. Apakah ilmu pukulan Sinar
Matahari-nya sanggup menghadapi ilmu pukulan Salju
Kematian itu?
“Dewa Tuak, apa yang kita buat sekarang?” tanya bobo .
“Aku bermaksud meneruskan perjalanan mencari lukisan
telanjang itu...”
Tak ada jawaban.
bobo berpaling.
Astaga!
nyi pandanajeng tak ada lagi di sampingnya. Dia mencari-cari
tapi orang tua itu tiada kelihatan.
“Dewa Tuak! Di mana kau?!” teriak bobo memanggil.
Tetap tak ada jawaban.
bobo hendak melompat turun. Tapi tiba-tiba pada
batang pohon di mana dia berada dilihatnya sebaris tulisan
‘Pergilah ke Utara!’.
Pasti itu adalah tulisan nyi pandanajeng Maka tanpa
menunggu lebih lama bobo segera melompat dari atas
pohon.
bobo penulis asli
RAHASIA LUKISAN TELANJANG 7
ATA yang cuma sebuah itu memandang tanpa
berkedip pada lukisan perempuan telanjang yang
terletak di atas meja. Digelengkannya kepalanya
lalu dirobahnya letak lukisan itu dan ditelitinya kembali.
Dirobahnya lagi, ditelitinya lagi, demikian sampai satu jam
lebih. Akhirnya dia menjadi penasaran sekali dan memaki
habis-habisan.
“Keparat betul! Keparat betul!”
“Mata Picak!” satu suara menegur laki-laki yang
memaki-maki itu. “Lama-lama kau bisa jadi gila!”
rsi betaritunggangtrini k.h mualafudin palingkan kepala dan
mendelikkan matanya yang cuma satu.
“penulis penulis koplak ! Kau bisanya mengejek saja!” kata si
k.h mualafudin
“Perlu apa tergesa-gesa? Toh lukisan itu sudah ada di
tangan kita. Dan lambat laun pasti kita akan berhasil
membongkar rahasia yang terkandung di dalamnya!”
“Tolol betul kau penulis penulis koplak !” sentak k.h mualafudin
“Apa kau tidak tahu dunia persilatan kalang kabut? Tokoh-
tokoh persilatan kasak-kusuk mencari-cari lukisan ini?
Ingat waktu lukisan ini dirampas oleh Awan Langit tempo
hari? Aku khawatir lukisan yang mengandung ilmu silat
hebat ini akan dirampas orang lain lagi sebelum kita
berhasil memecahkan rahasianya!”
“Tapi marah-marah dan memaki begitu mana mungkin
kau bakal bisa menecahkannya!” ujar rsi betaritunggangtrini
penulis penulis koplak . Keduanya bukan lain daripada dua
tokoh silat golongan hitam yang bergelar Sepasang Elmaut
Kuning. Merekalah yang telah membunuh syeikh slawi Aneh
M
dan melarikan lukisan perempuan telanjang. Lukisan itu
telah lama berada di tangan mereka namun tak seorang
pun dari mereka yang berhasil memecahkan rahasianya.
Lukisan itu telah berpuluh-puluh jam mereka teliti mereka
jungkir balikkan, namun tetap saja tak dapat mereka
membongkar rahasia ilmu silat yang menurut keterangan
terkandung dalam lukisan itu! Jangan-jangan syeikh slawi
Aneh hanya menipu saja! Lukisan ini tak ada apa-apanya!
rsi betaritunggangtrini penulis penulis koplak perhatikan lengan
kirinya yang buntung akibat dibetot putus oleh syeikh slawi
Aneh sewaktu bertempur beberapa bulan yang lalu! Dia
kemudian tertawa dingin dan berkata, “Kau sekarang yang
jadi orang tolol! Kalau lukisan ini tak ada apa-apanya
masakan orang tua keparat itu sampai-sampai mau
mengadu jiwa!”
rsi betaritunggangtrini k.h mualafudin jambak-jambak rambutnya.
“Tapi sialan sekali! Masakan sampai saat ini kita tak bisa
memecahkan rahasianya?!”
penulis penulis koplak duduk di sebuah bangku batu.
Ditatapnya sebentar lukisan di hadapannya. Dia sendiri
sebenarnya heran juga karena sampai sedemikian lama
tak sanggup membongkar rahasia lukisan tersebut.
“Apakah kau sudah meneliti kayu pigura lukisan itu?!”
bertanya rsi betaritunggangtrini penulis penulis koplak .
“Setiap sudut lukisan ini sudah kuteliti. Juga bagian
belakangnya!” sahut k.h mualafudin
“Agaknya kita membutuhkan seseorang yang bisa
membuka rahasia lukisan ini...” desis penulis penulis koplak .
“Tapi siapa manusianya?!” tanya k.h mualafudin “Satu-
satunya manusia yang tahu rahasia lukisan ini adalah Si
Pelukis Aneh sendiri! Dan dia sudah mampus di tangan
kita!”
“Siapa tahu calon muridnya juga mengetahui...” kata
penulis penulis koplak pula.
rsi betaritunggangtrini k.h mualafudin tertegun. “Mungkin juga...”
desisnya.
“Kalau begitu kita datangi anak itu kembali dan paksa
dia memberi keterangan!” ujar penulis penulis koplak seraya
berdiri dari duduknya.
“Tempat anak itu ratusan kilo dari sini...”
“Soal jauh bukan halangan!” potong penulis penulis koplak .
“Ada hal lain yang aku khawatirkan,” ujar k.h mualafudin
“Apa?”
“Kalau kita pergi berarti kita harus membawa lukisan
ini. Dan kau tahu sendiri! Puluhan orang-orang persilatan
mengincar-incar lukisan ini! Kita bisa konyol sendiri
dikeroyok beramai-ramai!”
rsi betaritunggangtrini penulis penulis koplak tertawa dingin. “Apa
nyalimu sudah keropok?!” ejeknya dengan pencongkan
hidung.
k.h mualafudin menjadi gusar. “Mulutmu kelewat tekebur,
penulis penulis koplak ! Meski kita berilmu tinggi namun aku tak
mau terlibat dengan manusia-manusia yang membikin kita
jadi berabe dan tambah urusan! Di lain hal kita musti
mengakui bahwa di atas kita masih ada tokoh-tokoh
persilatan yang benar-benar lihai dan kosen! Apakah kau
mau kehilangan satu lenganmu lagi?!”
Merah-lah paras rsi betaritunggangtrini penulis penulis koplak . Dia
balikkan badannya dengan cepat hendak tinggalkan tem–
pat itu. Tapi mendadak di ambang pintu goa langkahnya
tertahan dan parasnya berubah.
“Mata Picak! Lekas ke sini!” seru penulis penulis koplak .
k.h mualafudin heran mendengar nada seruan kawannya
itu. Dia melangkah cepat ke pintu goa dan terkejut. Goa di
mana mereka berada itu terletak di satu dasar lembah
yang penuh dengan batu-batu besar. Di balik batu-batu
yang bertebaran di lembah kelihatan banyak sekali orang
laki-laki yang berseragam hitam. Di tangan masing-masing
tergenggam sebatang golok besar berbentuk empat segi
seperti golok penjagal babi! Menurut taksiran Mata Picak,
orang-orang yang ada di lembah itu semuanya berjumlah
sekitar duapuluh orang!
Melihat kepada golok-golok besar empat persegi di
tangan mereka yang berkilau-kilau ditimpa sinar matahari,
melihat pula kepada pakaian seragam hitam yang mereka
kenakan, Sepasang rsi betaritunggangtrini segera mengenali siapa
mereka itu adanya.
“Kroco-kroco sialan ini pasti hendak membalaskan sakit
hati ketua mereka,” desis k.h mualafudin
“Kurasa demikian. Agaknya mereka belum tahu letak
tempat kita ini. Apakah perlu kita segera bertindak...?”
tanya penulis penulis koplak .
k.h mualafudin manggut-manggut. Dengan tersenyum aneh
dia melangkah ke luar dari goa. penulis penulis koplak
mengikut di belakang. Tiba-tiba rsi betaritunggangtrini k.h mualafudin
melesat ke balik sebuah batu besar. Dalam kejap itu pula
terdengar suara keluhan pendek. Di lain kejap dari balik
batu itu melesatlah sesosok tubuh berpakaian hitam,
laksana terbang ke udara dan kemudian jatuh di atas
sebuah batu besar dalam keadaan tulang belulang hancur
berantakan!
Belasan manusia berpakaian hitam-hitam yang ada di
lembah batu itu terkejut dan lari ke batu besar di mana
kawan mereka menggeletak mengerikan tanpa nyawa!
Semuanya terkejut dan berubah paras masing-masing. Dan
darah mereka tersirap sewaktu di lembah batu itu
mengumandang dua buah suara tertawa yang
menggidikkan! Ketika mereka palingkan kepala, semuanya
melihat dua orang berjubah kuning berewokan berdiri di
atas sebuah batu yang menjulang lima tombak tingginya!
“Sepasang Elmaut Kuning!” seru mereka hampir
serentak.
rsi betaritunggangtrini k.h mualafudin dan penulis penulis koplak
tertawa lagi cekakakan. Tiba-tiba k.h mualafudin hentikan
tawanya dan bertanya membentak, “Siapa yang menjadi
pemimpin rombongan tikus-tikus busuk ini?!”
Seorang laki-laki berbadan tegap, berkumis melintang,
dada berbulu, melompat ke muka dan menuding keren.
“Kalian berdua turunlah untuk menerima kematian!”
Sepasang rsi betaritunggangtrini saling pandang lalu untuk
kesekian kalinya tertawa lagi gelak-gelak.
“Apakah kau mimpi atau mengigau di siang bolong?!”
sentak penulis penulis koplak . “Ketuamu sudah mampus di
tangan kami!”
“Ketua Perguruan desa kebun durian boleh lenyap. Tapi
Perguruan desa kebun durian tak dapat dimusnahkan dari
muka bumi ini...!”
“Kalau begitu kami Sepasang rsi betaritunggangtrini akan
menggusur Perguruan desa kebun durian hari ini juga hingga
cuma tinggal nama!”
“Tak usah bermulut besar! Lekas turun!” teriak si kumis
melintang. Dia dan kawan-kawannya adalah anak-anak
murid Perguruan Seberang Kidul. Ketua mereka telah
menemui kematian di tangan Sepasang rsi betaritunggangtrini
gara-gara terlibat dalam perebutan lukisan perempuan
telanjang!
“Tikus-tikus busuk! Ketahuilah kalian akan melepas
jiwa di sini!” teriak k.h mualafudin dan serentak dengan itu,
diikuti oleh kambratnya si penulis penulis koplak dia melompat
ke bawah.
Belasan laki-laki bersenjata golok besar dan berpakaian
seragam hitam segera mengurung dan dengan serempak
menyerbu Sepasang Elmaut Kuning! Maka terjadilah
pertempuran yang amat hebat di lembah berbatu-batu itu.
“Kalian mencari mati!” seru k.h mualafudin
“Bangkai kalian akan membusuk di sini! Akan digerogoti
burung-burung pemakan mayat!” bentak penulis penulis koplak !
Lalu keduanya dengan berbarengan hantamkan tangan
kanan ke muka. Dua larik sinar kuning menderu. Puluhan
benda berwarna kuning yang berbentuk paku beterbangan
gencar ke arah anak-anak murid Perguruan desa kebun durian
yang hendak menuntut balas kematian ketua mereka.
“Paku Emas Beracun!” pekik anak-anak murid Pergu–
ruan Seberang Kidul.
Yang berkepandaian tinggi putar golok mereka dengan
sebat menangkis. Yang lain-lain berserabutan menghindar.
Tapi serangan senjata rahasia paku emas beracun dari
kedua tokoh silat golongan hitam itu luar biasa sekali, tak
sanggup ditangkis, sukar dikelit! Dua kelompok anak-anak
murid Perguruan desa kebun durian roboh bertumpukan.
Mereka berkelojotan sebentar lalu diam meregang jiwa!
Tubuh masing-masing penuh ditancapi paku-paku emas
beracun!
Dua belas orang yang masih hidup dengan kalap
membabi-buta menyerang Sepasang Elmaut Kuning. Dua
belas golok besar menderu bersirebut cepat! Laksana
hujan menerpa ke arah dua manusia yang diserang!
Sepasang rsi betaritunggangtrini ganda tertawa. Keduanya
hantamkan tangan kembali ke muka. Dan terdengar lagi
pekikan-pekikan manusia yang dilanda serangan senjata
rahasia itu. Delapan orang menggeletak roboh! Delapan
jiwa melayang!
“Kawan-kawan larilah!” seru seorang dari empat anak
murid Perguruan desa kebun durian yang masih hidup. Maka
serentak dengan itu keempatnya keluar dari kalangan
pertempuran dan melarikan diri.
“Mau lari ke mana?!” bentak k.h mualafudin “Kalian musti
ikut sama-sama kawan kalian ke neraka!” Lalu menyusul
selarik sinar kuning menderu ke punggung keempat orang
yang lari menyelamatkan jiwa itu. Sinar kuning menyambar!
Keempatnya mencelat mental dan menjerit, lalu roboh
menyusul kawan-kawan mereka!
Seperti yang dikatakan oleh rsi betaritunggangtrini penulis
penulis koplak tadi, maka kini Perguruan desa kebun durian betul-
betul hanya tinggal nama saja lagi!
“Manusia-manusia tolol!” desis k.h mualafudin seraya
sapukan pandangannya pada mayat-mayat yang berteba–
ran di atas dan di antara batu-batu di lembah itu.
penulis penulis koplak sebaliknya bertanya, “Bagaimana?
Kurasa makin cepat kita berangkat ke tempat anak itu,
makin baik!”
“Anak mana maksudmu?” tanya k.h mualafudin
“Calon muridnya syeikh slawi Aneh!”
“Ah, rencanamu itu perlu dipikirkan masak-masak
dulu!” sahut k.h mualafudin seraya melangkah ke goa. Dengan
hati penasaran penulis penulis koplak melangkah di belakang–
nya.
Baru saja k.h mualafudin sampai di mulut goa tiba-tiba
meledaklah suaranya, “Celaka! Lukisan itu lenyap!”
Kedua orang itu melesat masuk ke dalam goa! Lukisan
perempuan telanjang yang sebelumnya terletak di atas
meja kini tak ada lagi di tempat itu!
“Bangsat kurang ajar! Siapa yang berani-beranian jadi
maling di sarangku?!” teriak k.h mualafudin lari ke luar goa dan
melompat ke atas sebuah batu yang tinggi. Sewaktu dia
sampai di atas batu dan memandang berkeliling, di jurusan
timur dilihatnya sesosok tubuh berlari cepat sekali. Dan
sosok tubuh itu memboyong sebuah benda empat persegi
yang bukan la