Tampilkan postingan dengan label bobo berkelahi 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bobo berkelahi 2. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Februari 2025

bobo berkelahi 2

 



masih sesenggukan. “Yang mendukungku matanya 

cuma satu, berewokan. Kawannya juga berewokan, ber–

mata besar merah dan tak punya penulis ...” 

bobo  penulis asli  merenung. Tak pernah dia bertemu 

dengan dua manusia macam itu, juga tak pernah mende–

ngar tentang ciri-ciri mereka sebelumnya. 

“Apakah kau tahu apa yang dibuat gurumu di sini 

sebelum dia meninggal?” 

“Dia melukis. Katanya lukisan itu untukku. Di dalam 

lukisan itu ada...” Si anak tarik kembali lidahnya dan tak 

 

 

teruskan bicara. 

“Ada apa...?” tanya bobo  ingin tahu. 

“Tidak, tak ada apa-apanya.” Menyahuti si anak, lalu 

kembali dia menangis. 

Pendekar 10000 an  bobo  penulis asli  semakin yakin bahwa di 

dalam lukisan itu musti ada apa-apanya. Ada tersembunyi 

satu rahasia besar yang cuma syeikh slawi Aneh dan calon 

muridnya itu yang tahu. Apakah beberapa tokoh silat tahu 

rahasia itu sehingga mereka menginginkan lukisan 

tersebut? Ataukah cuma tertarik pada kebagusan lukisan 

perempuan bertelanjang itu belaka? Tapi agaknya dua 

manusia berpakaian kuning yang telah membunuh Si 

Pelukis Aneh bukan cuma tertarik pada kebagusan lukisan. 

Mungkin sekali mereka telah mengetahui rahasia apa yang 

terkandung dalam lukisan itu! 

sesudah  menggali sebuah lobang besar dan mengubur 

syeikh slawi Aneh maka bobo  penulis asli  mendukung Wira 

Prakarsa lalu membawanya berlari kembali pulang ke 

rumahnya. Ternyata anak ini adalah anak seorang petani 

miskin yang saat itu masih belum kembali dari ladangnya. 

“Wira,” kata Pendekar 10000 an  sambil pegang kepala si 

anak. “Karena pemilik sah lukisan itu adalah kau, maka 

aku akan mencarinya sampai dapat dan mengembalikan–

nya padamu...” 

Anak itu manggut-manggut dengan tampangnya yang 

tolol. Sewaktu meninggalkan si anak, Pendekar 10000 an  tak 

habis pikir bagaimana syeikh slawi Aneh telah memilih anak 

yang begitu tolol untuk calon muridnya. Tapi bila dia ingat 

pula bahwa dia sendiri dulunya adalah seorang anak yang 

tolol geblek maka segala pikiran yang bukan-bukan tentang 

syeikh slawi Aneh maupun anak tadi segera lenyap. 

“Kalau dia tolol karena dia masih anak-anak,” ujar bobo  

dalam hati. “Aku yang sudah dedengkot begini rupa masih 

penulis asli ! Masih mending anak itu!” 

*** 

 

 

Satu bulan kemudian dunia persilatan dilanda kehebo–

han. Tokoh-tokoh silat terkenal dari delapan penjuru angin 

dan partai-partai persilatan berusaha keras untuk 

mendapatkan sebuah lukisan telanjang yang mengandung 

rahasia besar. Siapa yang berhasil mendapatkan lukisan 

itu dan memecahkan rahasia besar yang tersembunyi pasti 

akan sangat beruntung karena di dalam lukisan itu 

terkandung semacam ilmu silat dan ilmu kesaktian yang 

hebat luar biasa dan sukar dicari tandingannya di delapan 

penjuru angin! 

Mula-mula lukisan itu jatuh ke tangan sepasang Elmaut 

Kuning. Lalu berpindah tangan pada beberapa orang tokoh 

silat. Terakhir sekali kabarnya kembali jatuh ke tangan 

sepasang Elmaut Kuning. Dan dalam tempo satu bulan itu 

telah belasan tokoh silat menjadi korban. Satu partai besar 

hancur lebur semua gara-gara lukisan perempuan telan–

jang yang mengandung rahasia besar itu! 

 

 

bobo  penulis asli  

RAHASIA LUKISAN TELANJANG 5

 

 

 

ENDEKAR 10000 an  bobo  penulis asli  tengah berlari di antara 

rapatnya pohon-pohon dan semak belukar di dalam 

sebuah rimba belantara sewaktu satu suara dengan 

santar menggeledek membentaknya. 

“Berhenti!” 

bobo  terkesiap dan hentikan larinya. Belum lagi dia 

sempat berpaling tahu-tahu sesosok tubuh telah berdiri di 

hadapannya. 

Orang ini berjanggut putih yang panjangnya sampai ke 

dada. Selempang kain putih menutupi badannya. Pada sisi 

kiri kanan tergantung dua buah bumbung bambu. 

“Dewa Tuak!” seru Pendekar 10000 an . Hatinya gembira tapi 

juga bersangsi. Manusia di hadapannya kelihatan tambah 

tua dari dulu pertama sekali ditemuinya. Tapi meski demi–

kian masih tetap tegap kuat (Tentang siapa adanya Dewa 

Tuak ini harap baca serial Pendekar 10000 an  yang kedua yaitu: 

Maut Bernyanyi di Pajajaran). bobo  penulis asli  menjura dalam-

dalam. 

Orang tua di hadapannya tertawa gelak-gelak lalu 

mengangkat salah satu bumbung bambu dan meneguk 

tuak di dalamnya sampai lepas dahaganya. 

sesudah  menyeka mulutnya yang berselomotan tuak 

maka nyi pandanajeng berkata, “Beratus hari mencarimu, saat 

ini baru bertemu!” 

Diam-diam bobo  mengeluh. Apakah orang tua ini masih 

hendak melaksanakan niatnya tempo hari yaitu memaksa 

menjodohkannya dengan muridnya?! Untuk mengetahuinya 

maka bobo  cepat-cepat bertanya, “Apakah kau masih juga 

hendak memaksakan niatmu tempo hari, nyi pandanajeng ..?” 

P

 

 

nyi pandanajeng angkat lagi bumbung tuak dan meneguknya 

beberapa kali. Kemudian digelengkan kepalanya perlahan-

lahan. Mukanya kelihatan merah oleh hangatnya minuman 

yang diteguknya itu. Melihat gelengan kepala ini Pendekar 

10000 an  merasa lega sedikit. Namun demikian apa pula 

gerangan yang membuat si orang tua berkata bahwa telah 

beratus hari dia mencari-cari dirinya? 

“Aku tahu... aku tahu dulu itu aku telah berlaku picik! 

Soal jodoh mana bisa dipaksakan?!” nyi pandanajeng tertawa 

gelak-gelak. 

“Kalau begitu tengah menuju ke manakah kau saat ini, 

Dewa Tuak?” 

“Kau sendiri tengah menuju ke mana bobo ?” 

bobo  tak mau menceritakan bahwa dia sedang mencari 

lukisan perempuan telanjang yang tengah dihebohkan 

dunia persilatan waktu itu. 

Namun demikian nyi pandanajeng telah mengetahuinya dan 

berkata, “Ah, rupanya kau juga telah ikut-ikutan terlibat 

dalam mencari lukisan itu, orang muda?” 

bobo  terkejut. 

“Kunasihatkan padamu agar segera mengundurkan diri 

saja. Lukisan itu hanya mendatangkan malapetaka, lain 

tidak! Belasan tokoh silat telah menemui ajalnya. Satu 

partai besar telah musnah gara-gara lukisan itu! Apa kau 

juga ingin mati percuma hanya karena lukisan telanjang 

itu?!” 

“Tapi lukisan itu ada sangkut pautnya dengan diriku, 

nyi pandanajeng ..” 

“Eh, sangkut paut bagaimana?” tanya nyi pandanajeng 

heran. 

Maka bobo pun menuturkan pertemuannya dengan Si 

Pelukis Aneh serta janjinya terhadap Wira Prakarsa yaitu 

calon murid syeikh slawi Aneh itu. 

nyi pandanajeng menarik nafas panjang. 

“Memang, itu sudah menjadi tugasmu orang muda. 

Dunia persilatan tak akan tenteram sebelum lukisan itu 

kembali pada pemiliknya yang sah...” 

 

 

Keduanya berdiam diri sebentar. 

“Dewa Tuak, apakah kau sudah mendengar tentang 

muridmu?” tanya bobo . 

“Sudah... sudah! Aku gembira melihat dia kini berada 

dan bertapa di Goa Dewi Kerudung Biru. Dia beruntung 

sekali bertemu dan ditolong bahkan diambil murid oleh 

Dewi Kencana Wungu tempo hari. Terakhir sekali aku 

bertemu katanya dia hendak mempersuci diri, mengun–

durkan diri dari segala urusan duniawi.” 

bobo  penulis asli  termenung mendengar keterangan Dewa 

Tuak itu. Ingat dia akan masa beberapa tahun yang lewat, 

berdua-duaan dengan Anggini, murid nyi pandanajeng itu. 

“Sekarang marilah ikut aku,” kata nyi pandanajeng  

“Ikut ke mana Dewa Tuak?” 

“Ikut sajalah.” 

“Terima kasih. Tapi aku ada urusan yang penting. Kau 

sendiri sudah maklum.” 

“Justru aku ajak kau untuk pergi ke satu tempat yang 

ada sangkut pautnya dengan lukisan yang tengah kau cari 

itu!” ujar nyi pandanajeng  

Mendengar ini maka bobo  tidak membantah. Keduanya 

segera meninggalkan tempat itu memasuki lebih dalam 

rimba belantara yang jarang didatangi manusia! 

Menjelang tengah hari kedua orang ini sampai di bagian 

rimba belantara yang paling lebat. Pohon-pohon sangat 

besar dan rapat tumbuhnya. Suasana lengang sunyi 

sedang sinar matahari tak sanggup menembus lebatnya 

daun-daun pohon yang tumbuh di situ. Udara sejuk seperti 

di malam hari layaknya! 

nyi pandanajeng melompat ke cabang sebuah pohon yang 

tinggi. bobo  sampai di cabang dan berdiri di samping Dewa 

Tuak, terkejutlah dia. Sekira dua puluh tombak di bawah 

sebelah sana dilihatnya sebuah pondok kayu yang beratap 

rumbia. 

“Pondok siapakah itu?” tanya bobo . 

nyi pandanajeng palangkan jari telunjuk di atas bibir lalu 

dengan suara perlahan dia berbisik, “Ikut aku dan jangan 

 

 

keluarkan suara!” 

nyi pandanajeng lantas melompat ke cabang pohon yang 

lain. Melompat lagi, melompat lagi dan akhirnya mendarat 

di atas wuwungan atap rumbia tanpa keluarkan suara 

sedikitpun. Dalam pada itu bobo  penulis asli  sudah berada 

pula di sampingnya. Meskipun atap rumbia itu cukup kuat 

namun tanpa mereka mengandalkan ilmu meringankan 

tubuh pastilah atap itu akan roboh! 

nyi pandanajeng membungkuk dan dengan hati-hati mem–

buat sebuah lubang di atas atap. Dia memberi isyarat agar 

bobo  melakukan hal yang sama. Maka bobo  pun buat satu 

lubang di atas atap itu. Keduanya kemudian mengintai ke 

dalam pondok. 

Karena di dalam pondok agak gelap maka mula-mula 

bobo  tak melihat apa-apa. Kemudian matanya yang meng–

intai itu melihat seorang perempuan tua berambut hitam 

legam berdiri terbungkuk-bungkuk di sudut pondok. Kedua 

matanya meram tapi mulutnya yang kempot berkomat-

kamit. 

bobo  hendak menanyakan kepada nyi pandanajeng siapa 

adanya nenek-nanek itu tapi dia khawatir suaranya 

terdengar oleh si nenek maka lantas dia pergunakan ilmu 

menyusupkan suara. Namun belum sempat dia ajukan 

pertanyaan mendadak pintu pondok terpentang lebar dan 

dua orang masuk ke dalam. Keduanya ternyata nenek-

nenek keriputan berbadan bongkok. Yang satu berambut 

biru, yang kedua berambut putih. Di bahu masing-masing 

memanggul dua sosok tubuh yang agaknya telah ditotok 

kaku tidak berdaya. Melihat si nenek berambut putih 

kagetlah bobo  penulis asli  karena perempuan tua ini bukan 

lain Nenek Rambut Putih yang sebelumnya telah dilihatnya 

di puncak gunung melawan syeikh slawi Aneh. Dan lainnya itu 

pastilah Nenek Rambut Biru dan Nenek Rambut Hitam! 

“Pemimpin!” ujar Nenek Rambut Biru, “Inilah bangsat-

bangsat yang kau inginkan itu!” 

Nenek Rambut Hitam yang rupanya menjadi pemimpin 

kedua nenek lainnya itu memandang dingin pada kedua 

 

 

laki-laki yang menggeletak di muka kakinya. 

“Buka jalan suara mereka!” perintahnya. 

Nenek Rambut Biru lepaskan totokan pada jalan suara 

kedua orang itu. 

Begitu jalan suaranya terbuka maka salah seorang dari 

dua laki-laki itu membentak, “Iblis betina, kau rupanya 

yang jadi biang racun! Lekas lepaskan totokanku dan 

kawan-kawanku!” 

Nenek Rambut Hitam tertawa melengking-lengking. 

“Ketua Partai Angin Timur, aku akan bebaskan kalian 

berdua jika kau beritahu di mana sarangnya Sepasang 

Elmaut Kuning!” 

Terkejutlah bobo  penulis asli . Kalau laki-laki yang seorang 

itu adalah ketua sebuah partai, pastilah ilmunya tinggi 

sekali! Dan dari situ dapat pula diukur tingginya ilmu Nenek 

Rambut Biru dan Rambut Putih yang telah berhasil 

menawan ketua partai itu bersama seorang kawannya. 

“Ada apa kau tanyakan sarang kambratku itu?!” balas 

menanya Ketua Partai Angin Timur. 

“Bedebah! Aku tak suruh kau bertanya setan?!” bentak 

Nenek Rambut Hitam. 

Plaak! 

Tamparan Nenek Rambut Hitam melayang melanda 

sang Ketua, membuatnya tergelimpang dan terguling di 

lantai pondok. Dua buah giginya mencelat mental sedang 

bibirnya pecah! Paras Ketua Partai Angin Timur membesi. 

Nyata kemarahan menggelegak dalam dirinya, tapi karena 

ditolok maka yang bisa dilakukannya ialah memaki habis-

habisan! Nenek Rambut Putih menjambak rambut Ketua 

Partai Angin Timur dan menyentakkannya hingga laki-laki 

itu berdiri kembali di hadapan, pemimpinnya! 

“Lekas terangkan di mana sarang Sepasang Elmaut 

kuning!” hardik Nenek Rambut Hitam. 

Ketua Partai Angin Timur mendengus! 

“Maksudmu untuk mencari lukisan telanjang itu tak 

akan berhasil, iblis betina!” 

“Keparat betul! Kau mau bilang apa tidak?!” 

 

 

Lagi-lagi Ketua Partai Angin Timur mendengus. “Aku 

tidak tahu!” sahutnya. “Sekalipun tahu aku tak akan bilang 

padamu!” 

Nenek Rambut Hitam marah sekali. Diulurkannya 

tangannya. Sekali remas saja maka hancurlah telapak dan 

jari jari tangan kanan sang Ketua! Laki-laki itu menjerit 

kesakitan dan memaki habis-habisan! Kawannya keluarkan 

keringat dingin. 

“Itu masih belum apa-apa,” ujar Nenek Rambut Hitam. 

“Kalau kau tetap membangkang tak mau kasih kete–

rangan, seluruh tubuhmu akan kubikin hancur! Lekas 

katakan!” 

“Nenek Rambut Hitam, kawanku itu betul-betul tidak 

tahu letak sarangnya Sepasang Elmaut Kuning,” berkata 

kambrat Ketua Partai Angin Timur. 

“Kau tak usah berbacot!” bentak sang nenek. “Kalau 

dia tak tahu kau tentu tahu ya?!” 

Pucatlah wajah laki-laki itu. 

“Ayo lekas kalian katakan! Kalau tidak kalian akan 

disiksa sampai setengah mampus!” teriak Nenek Rambut 

Biru. 

“Nenek Rambut Hitam! Kalian dan kami masing-masing 

satu golongan, kenapa berbuat sejahat ini?” 

Nenek Rambut Hitam tertawa melengking, “Kalau kau 

dan kambratmu tidak mau binasa percuma lekas beri 

keterangan!” 

“Kalian penggal pun kami berdua, tetap aku tak bisa 

kasih keterangan!” 

“Aku mau lihat!” ujar Nenek Rambut Hitam. Sekali dia 

gerakkan tangan kanannya maka tanggallah lengan kiri 

Ketua Partai Angin Timur! Laki-laki ini melolong laksana 

srigala lapar, mengerikan sekali! 

Pendekar 10000 an  bobo  penulis asli  bergidik. 

“Dewa Tuak, aku tak bisa melihat kekejaman terkutuk 

itu berjalan lebih lama!” kata bobo . Dia bergerak cepat 

hendak menerobos atap. Tapi lebih cepat dari itu si orang 

tua yang memanggul dua buah bumbung bambu meme–

 

 

gang lengannya dan menjawab dengan ilmu menyusupkan 

suara seperti yang dilakukan oleh bobo  waktu berkata 

padanya tadi. 

“Biarkan, kita lihat saja! Ketua Partai Angin Timur tidak 

beda dengan tiga orang nenek serta seorang kawannya itu! 

Mereka sama-sama dari golongan hitam tukang bikin 

kejahatan di dunia persilatan! Biar saja mereka saling 

bunuh! Kita menonton saja!” 

“Tapi Ketua Partai Angin Timur berada dalam keadaan 

tak berdaya!” tukas bobo  penulis asli . 

“Perduli amat! Sudahlah kita lihat saja!” bentak Dewa 

Tuak pula. 

bobo  penulis asli  menggerutu dalam hati lalu dia mengintai 

lagi lewat lobang. 

“Ayo! Apa kau masih tidak mau kasih keterangan?!” Si 

Nenek Rambut Hitam membentak. 

Jawaban Ketua Partai Angin Timur adalah suara 

raungan yang mengerikan! 

Nenek Rambut Hitam berpaling pada kawan Ketua 

Partai Angin Timur. 

“Jaliwarsa! Kau tentu tak ingin menerima nasib macam 

kambratmu itu, bukan?!” 

Pucatlah wajah laki-laki yang bernama Jaliwarsa. 

“Apa maksudmu Nenek Rambut Hitam...?” 

“Kau tentu tahu! Lekas katakan di mana tempat 

kediaman Sepasang Elmaut Kuning!” 

“Demi setan aku tidak tahu sama sekali Nenek Rambut 

Hitam...” 

Nenek Rambut Hitam mendengus marah. Dia berpaling 

pada anak buahnya. “Rambut Biru! Cungkil mata kirinya!” 

perintah Nenek Rambut Hitam. 

“Tobat! Jangan...!” teriak Jaliwarsa. 

“Kalau begitu lekas buka mulut!” sentak Nenek Rambut 

Hitam. 

Jaliwarsa menangis macam anak kecil. Meratap 

mengatakan bahwa dia betul-betul tidak tahu di mana 

letak sarang Sepasang Elmaut Kuning. 

 

 

“Tak ada ampun bagimu! Cungkil matanya!” bentak 

Nenek Rambut Hitam. 

Maka Nenek Rambut Biru melompat ke muka. Dua 

buah jarinya menusuk lurus ke mata kiri Jaliwarsa. Ter–

dengar suara mengerikan sewaktu biji mata laki-laki itu 

mencelat bersama semburan darah yang disusul oleh 

suara melolong Jaliwarsa yang laksana gila karena 

kesakitan! 

 

 

bobo  penulis asli  

RAHASIA LUKISAN TELANJANG 6

 

 

 

EREMPUAN iblis!” teriak ketua Partai Angin Timur 

yang menggeletak di lantai pondok. “Kalian bunuhlah 

kami! Biar kami bisa jadi setan dan mencekik batang 

leher kalian!” 

Nenek Rambut Hitam tertawa mengekeh. 

“Nyalimu boleh juga, kunyuk sialan! Kalian minta 

mampus cepat-cepat, baiklah! Kalian memang tidak ber–

guna hidup lebih lama!” 

Nenek Rambut Hitam pegang kedua kaki Ketua Partai 

Angin Timur dan Jaliwarsa. Sekali kedua tangannya berge–

rak maka mencelatlah tubuh kedua orang laki-laki itu ke 

atas atap. Serentak dengan itu si nenek berseru, “Tukang-

tukang intip keparat, terima ini!” 

Pendekar 10000 an  bobo  penulis asli  terkejut bukan main. Tak 

sangka kalau si nenek begitu lihai sehingga sudah 

mengetahui kehadirannya bersama nyi pandanajeng di atas 

atap! bobo  dan nyi pandanajeng cepat melompat ke samping. 

Pada saat itu pula atap pondok bobol dihantam dua tubuh 

yang dilemparkan Nenek Rambut Hitam! Tubuh Ketua 

Partai Angin Timur menghantam sebuah pohon, 

pinggangnya hancur dan jatuh ke tanah tanpa nyawa! 

Kawannya menyangsang sebentar di sebuah pohon lain, 

lalu jatuh bergedebuk di tanah dengan kepala pecah! 

Maklum kalau tiga perempuan tua berbadan bungkuk 

itu sudah mengetahui kedatangannya bersama bobo , maka 

nyi pandanajeng segera melompat turun, masuk ke dalam 

pondok lewat atap yang bobol. bobo  menyusul dan berdiri di 

sampingnya. Kelima orang itu saling menyapu dengan 

pandangan mata masing-masing. Diam-diam ketiga nenek 

P

 

 

itu mengagumi kegagahan tampang bobo  penulis asli  

meskipun kegagahan itu agak dibayangi oleh mimik 

ketololan! Sedang masing-masing mereka sama kerenyi–

tkan kening sewaktu melihat nyi pandanajeng membawa dua 

buah bumbung bambu yang agaknya berisi cairan. Cairan 

apa mereka tak bisa menduga. 

“Siapa kau?!” tanya Nenek Rambut Hitam. “Dan kau 

juga?!” katanya sambil goyangkan kepala pada bobo  

penulis asli . 

nyi pandanajeng tak segera menjawab melainkan meng–

angkat salah satu dari bumbung bambu dan meneguk 

isinya beberapa kali. Perlu diketahui kedua bumbung itu 

tidak ditutup. Meski dibawa berlari bagaimanapun ken–

cangnya atau dibawa melompat namun satu tetes pun tuak 

itu tidak tumpah. Ini adalah berkat kehebatan tenaga 

dalam nyi pandanajeng yang sudah mencapai tingkat kesem–

purnaannya! 

Nenek Rambut Hitam merasa gusar sekali karena 

pertanyaannya tak segera dijawab. Tapi karena maklum 

bahwa si orang tua berjanggut itu bukan seorang yang bisa 

dianggap remeh maka dia cuma memandang saja dengan 

mata mendelik! 

“Sobat-sobatku,” kata nyi pandanajeng kepada tiga orang 

nenek, “Sebelum kita bicara-bicara apakah tidak lebih 

bagus kalau kalian mencicipi tuakku ini dulu?” 

Nenek Rambut Hitam terkesiap seketika. Diperhati–

kannya orang tua di hadapannya lebih teliti. Kemudian, 

“Kalau aku tak salah duga, apakah kau manusia yang 

bergelar Dewa Tuak?!” 

nyi pandanajeng usut-usut janggutnya yang panjang sampai 

ke dada lalu tertawa dan meneguk lagi tuaknya beberapa 

kali. 

“Aku memang doyan tuak, tapi aku bukan dewa!” 

“Sejak puluhan tahun belakangan ini kau lenyap dari 

dunia persilatan! Tahu-tahu kini muncul unjukkan 

tampang! Tentu ada yang menyebabkannya! Apakah kau 

yang sudah tua karatan ini telah terlibat pula dalam urusan 

 

 

mencari lukisan perempuan telanjang itu?!” 

nyi pandanajeng tertawa gelak-gelak. 

“Rupanya di dalam otakmu hanya lukisan itu saja yang 

teringat nenek bangkotan! Kita yang sudah tua-tua begini 

bukan tempatnya lagi mengurus segala macam persoalan 

duniawi!” 

“Lantas perlu apa kau datang ke sini dan mengintip tak 

tahu adat?! Dan cecunguk hijau ini apamu?!” 

bobo  penulis asli  keluarkan suara bersiul sewaktu dirinya 

disebul cecunguk hijau lalu tertawa geli! 

“Orang muda! Nyalimu cukup besar untuk berani 

tertawa di hadapanku!” 

“Tertawa saja apa susahnya?!” ujar bobo  lalu tertawa 

lagi lebih keras hingga pondok itu terdengar hebat! 

Kagetlah Nenek Rambut Hitam dan kedua anak 

buahnya. Tiada dinyana kalau si anak muda memiliki 

tenaga dalam yang sehebat itu! 

“Kau tanyakan dia?” ujar nyi pandanajeng seraya tuding bobo  

dengan ibu jarinya. “Dia adalah calon mantuku yang tidak 

jadi!” Lalu orang tua ini tertawa bekakakan sampai kedua 

matanya berair. 

bobo  cuma cengar-cengir mendengar ucapan Si Dewa 

Tuak. 

“Cepat terangkan mengapa kau berada di daerah ini?!” 

Saat itu untuk pertama kalinya Nenek Baju Biru buka 

suara, “Pemimpin, bukan tak mungkin bangsat-bangsat ini 

tengah mencuri dengar percakapan kita tadi dengan Ketua 

Partai Angin Timur dan Jaliwarsa. Disangkanya mereka 

akan dapat diam-diam mencuri dengar keterangan sarang 

Sepasang Elmaut Kuning!” 

Nenek Rambut Putih menimpali, “Bukan tak mungkin 

pula mereka tahu banyak tentang soal lukisan itu, 

pemimpin!” 

Ucapan-ucapan anak buahnya itu termakan oleh Nenek 

Rambut Hitam. Maka segera dia memerintah, “Rambut 

Biru! Kau ringkus si tua bangka itu! Dan kau Rambut Putih, 

bekuk cecunguk hijau itu!” 

 

 

Nenek Rambut Biru memang lebih tinggi 

kepandaiannya dari Rambut Putih maka dia disuruh 

meringkus nyi pandanajeng  

“Perempuan-perempuan keriputan! Kalian betul-betul 

tidak tahu adat!” gerutu nyi pandanajeng lalu cepat-cepal 

menyingkir ke samping kanan, mengelakkan totokan yang 

dilancarkan Nenek Rambut Biru! Sambil mengelak Dewa 

Tuak angkat bumbung bambunya hingga ujungnya dengan 

tiada terduga menyerang ke arah pinggang lawan! 

Tapi Nenek Rambut Biru tidak berkepandaian rendah! 

Penasaran melihat totokannya lewat, dengan satu jeritan 

keras dia menyerang kembali! Maka terjadilah pertem–

puran yang hebat. 

Nenek Rambut Putih di lain pihak maju menghadapi 

bobo  penulis asli . Dengan memandang enteng dia lakukan 

serangan dan sekali menyerang dia yakin akan sanggup 

meringkus si pemuda hidup-hidup. Tapi alangkah terkejut–

nya ketika sambil tertawa lawannya berkelit dengan mudah 

bahkan berkata mengejek, “Ah, jurus seperti ini telah 

kulihat kau pergunakan untuk menyerang syeikh slawi Aneh!” 

“Bocah hijau! Ada hubungan apa kau dengan syeikh slawi 

Aneh?!” tanya Nenek Rambut Putih. 

bobo  tertawa. Bukan dia menjawab pertanyaan si nenek 

malah berkata, “Orang tua semacammu ini sepantasnya 

banyak bikin ibadat dan sucikan diri! Bukannya malang 

melintang bikin kejahatan dan ikut campur segala macam 

urusan duniawi!” 

“Kentut ingusan. Atas nasihatmu itu aku akan 

hadiahkan jurus Ekor Naga Mematuk Cakar Garuda 

Berkiblat! Terimalah!” 

Gerakan si nenek sebat sekali. Tubuhnya tinggal 

bayangan dan tahu-tahu tiga jari tangan kanannya 

menotok ke dada, sedang lima jari kiri mencakar ke arah 

muka. Cakaran yang datangnya lebih dulu itu sebenarnya 

hanya tipuan belaka karena serangan yang sebenarnya 

ialah totokan pada dada! Bila lawan coba hindarkan 

mukanya dari cakaran maka kecepatan totokan tangan 

 

 

akan ditambah dua kali lipat! 

Dan celakanya Pendekar 10000 an  kini kena tertipu! 

Begitu melihat lima jari mencakar di depan hidung dia 

segera buang kepala ke belakang dan kaki kanan menderu 

ke arah si nenek. Namun di saat itu si nenek sudah 

melesat ke samping, sedang tiga jari tangannya dengan 

kecepatan luar biasa menderu ke arah dada bobo  penulis asli ! 

Penasaran sekali karena dia tahu bahwa totokan yang 

lihai itu tak mungkin dikelit maka bobo  hantamkan tangan 

kanannya dari atas ke bawah! Dua lengan pun beradu! Si 

nenek berseru keras. Dia tersurut sampai dua tombak, 

mukanya pucat bahkan terkejut. 

Nenek Rambut Hitam segera maklum bahwa tenaga 

dalam anak buahnya itu jauh rendahnya dari si pemuda. Ini 

adalah satu hal yang tak pernah disangkanya. Dan ketika 

dia memandang ke lengan Si Rambut Putih, lengan nenek-

nenek itu kelihatan bengkak membiru sedang lengan bobo  

penulis asli  hanya berbekas merah sedikit! Kemudian 

dilihatnya pula pertempuran si rambut biru dengan Dewa 

Tuak. Anak buahnya itu tengah dibikin sibuk bahkan 

dipermainkan malah! Gusarlah Nenek Rambut Hitam. 

Segera dia berseru, “Kalian berdua jangan bikin malu aku! 

Kuberi kesempatan tiga jurus lagi! Jika kalian tak bisa 

meringkus kunyuk-kunyuk itu, kalian akan tahu rasa!” 

Mendengar seruan Si Rambut Hitam, Rambut Putih dan 

Rambut Biru jadi takut sekali. Keduanya segera loloskan 

setagen yang melilit di pinggang masing-masing lalu 

menyerang dengan lebih sebat! 

Dua setagen yang merupakan senjata ampuh itu tak 

ubahnya laksana dua ekor ular besar yang meliuk-liuk 

sebat kian kemari, kadang-kadang bergerak cepat mem–

belit pinggang, kadang-kadang menotok jalan darah 

bahkan kadang-kadang mematuk ke arah kedua mata! 

Dan semua itu terjadi bertubi-tubi laksana kilat. Betapapun 

bobo  dan nyi pandanajeng percepat gerakan silat mereka, 

namun tetap saja keduanya dibikin terdesak dan tak sang–

gup ke luar dari gulungan setagen lawan! 

 

 

“Setagen sialan,” gerendeng Pendekar 10000 an . Baik dia 

maupun nyi pandanajeng kini segera merubah sikap. Kalau tadi 

mereka cuma main-main dan mengejek lawan mereka, 

maka sesudah  terdesak hebat dan terkurung setagen yang 

berbahaya itu, mereka mulai lancarkan serangan-serangan 

balasan sehingga pertempuran berjalan semakin hebat! 

Dalam tempo yang singkat lima jurus telah lewat. 

Nenek Rambut Hitam penasaran sekali melihat kedua 

anak buahnya tiada sanggup meringkus lawan masing-

masing, padahal tiga jurus yang ditentukannya telah 

berlalu! 

“Kalian berdua mundurlah!” bentaknya marah. 

Nenek Rambut Biru segera melompat mundur. Namun 

karena agak gugup ketakutan oleh bentakan pemimpinnya, 

dia menjadi sedikit lengah dan akibatnya ujung selendang–

nya berhasil ditarik oleh nyi pandanajeng sehingga robek! Dewa 

Tuak tertawa gelak-gelak! Di lain pihak Nenek Rambut 

Putih begitu melompat begitu dirasakannya sekujur 

tubuhnya tak sanggup digerakkan. Ketika ditelitinya 

ternyata lawannya telah melibat sekujur badannya dengan 

setagennya sendiri! Pucatlah paras nenek tua ini. Dia 

maklum bahwa pemuda itu berilmu tinggi sekali dan kalau 

bermaksud jahat pastilah sudah sejak tadi dia kena celaka! 

Nenek Rambut Hitam maju ke hadapan kedua orang 

itu. “Bagus!” katanya. “Rupanya kalian memiliki ilmu yang 

diandalkan! Aku mau lihat! Apakah kalian maju berdua 

atau seorang-seorang?!” 

nyi pandanajeng mendengus. 

“Bagusnya berdua sekaligus biar lekas kubereskan!” 

nyi pandanajeng tertawa lagi dan meneguk tuaknya bebe–

rapa kali. 

“Dengar Rambut Hitam,” kata nyi pandanajeng pula. “Main-

main dengan dua orang anak buahmu itu sudah cukup. 

Lain kali saja kau kami hadapi...!” 

“Kentut tua bangka! Katakan saja kau tidak punya nyali 

menghadapi Nenek Rambut Hitam!” 

nyi pandanajeng ganda tertawa. Dia berpaling pada bobo  

 

 

penulis asli  dan berkata, “Mari kita pergi!” 

Tapi baru saja dia bergerak Nenek Rambut Hitam sudah 

melompat ke hadapannya dan kirimkan satu serangan 

yang luar biasa dahsyatnya. Kalau saja si orang tua tidak 

bersikap waspada pastilah dadanya akan kena jotosan 

keras dan mukanya disambar cakaran dahsyat! 

Marahlah nyi pandanajeng melihat kenekatan si nenek. 

“Dasar tua bangka geblek! Masih saja mengikuti amarah 

membabi buta!” 

“Jangan banyak ribut setan tua! Makan jariku ini!” 

Dengan lebih ganas lagi Nenek Rambut Hitam menyerbu 

ke muka. Lima jari tangan kanan bergerak ke perut sedang 

lima jari tangan kiri mencengkeram ke muka nyi pandanajeng  

Angin serangan ini bukan main derasnya. nyi pandanajeng 

memaklumi bahwa dibandingkan dengan kedua anak 

buahnya sekaligus, si nenek yang satu ini jauh lebih 

berbahaya! nyi pandanajeng melompat ke belakang dan putar 

kedua bumbung tuaknya. Maka punahlah kedua serangan 

Nenek Rambut Hitam! 

Sebelum si nenek menyerang lagi nyi pandanajeng berseru, 

“bobo  kau layanilah perempuan bongkok jelek ini!” 

Terkejutlah Nenek Rambut Hitam dan dua nenek 

lainnya sewaktu nyi pandanajeng menyebut nama si pemuda. 

“Manusia-manusia keparat! Kau berani main-main 

terhadapku?!” sentak Nenek Rambut Hitam. 

“Siapa yang main-main? Kau tanya aku jawab!” sahut 

nyi pandanajeng  

“Apakah kau manusianya yang bernama bobo  penulis asli ?! 

Yang bergelar Pendekar barbel  Maut mainan 10000 an ?!” 

tanya Nenek Rambut Hitam. 

“Ah, perlu apa segala macam nama, segala macam 

gelar! Majulah! Kuharap kau yang tua mau memberikan 

sedikit pelajaran padaku si bocah hijau!” sahut bobo  pula. 

Meski bobo  tidak mengaku terus terang siapa dia 

adanya namun Nenek Rambut Hitam yakin bahwa pemuda 

itu memang bobo  penulis asli  si Pendekar barbel  Maut Naga 

Geni 10000 an ! Sejak berbulan-bulan belakangan ini dia telah 

 

 

mendengar tentang munculnya seorang pemuda gagah di 

dunia persilatan, yang bernama bobo  penulis asli  berjuluk 

Pendekar barbel  Maut mainan 10000 an . Banyak tokoh silat 

golongan hitam yang berilmu tinggi mati konyol di 

tangannya. Bahkan terakhir sekali, Dewi Siluman Dari Bukit 

manik , kabarnya juga telah menemui kematian di tangan 

pendekar muda ini! Mau tak mau si Nenek Rambut Hitam 

menjadi gentar juga. Untuk mengelakkan baku bantam 

dengan si pemuda tapi tanpa kehilangan muka maka 

Nenek Rambut Hitam berpaling pada nyi pandanajeng dan 

berkata lantang, “Kalau kau tak punya nyali untuk 

menghadapiku, sebaiknya segera angkat kaki dari sini!” 

nyi pandanajeng yang sudah dapat menduga hati perempuan 

itu tertawa dan berkata, “Aku yang tak punya nyali atau kau 

yang takut hadapi kawanku itu?” 

Nenek Rambut Hitam tertawa bergetar. 

“Orang muda! Tadinya aku hanya berniat untuk 

meringkusmu hidup-hidup! Tapi karena kau begitu berani 

menantangku, terpaksa umurmu cuma sampai hari ini 

saja!” 

Sesudah berkata begitu si nenek menerjang ke muka. 

bobo  bergerak cepat. Mengelak dan lancarkan serangan 

balasan yang anginnya saja membuat si nenek mengeluh! 

Tenaga dalam si pemuda jauh lebih tinggi dari yang 

dimilikinya. Dalam tempo dua jurus Nenek Rambut Hitam 

tak sanggup lagi lancarkan serangan-serangan bahkan 

musti mempertahankan diri dan dalam jurus keempat 

terdesak hebat ke pojok pondok! 

Tiba-tiba si nenek melengking dahsyat! Tubuhnya 

lenyap dan jurus permainan silatnya berubah sama sekali. 

Serangannya gencar tiada terduga. Gerakan kaki dan 

tangannya mendatangkan angin bersiuran dan tipu-tipunya 

berbahaya mematikan! Inilah ilmu silat tangan kosong yang 

dinamakan Ilmu Silat Delapan Kaki Delapan Tangan yang 

telah dipelajari Nenek Rambut Hitam dari mendiang 

gurunya! 

Ilmu Silat Delapan Kaki Delapan Tangan memang patut 

 

 

dikagumi. Nyatanya selama lima jurus bobo  penulis asli  dibikin 

bingung dan musti berhati-hati. Meski ilmu meringankan 

tubuh serta tenaga dalamnya jauh di atas si nenek namun 

gerakan lawan yang tiada terduga-duga itu mematahkan 

pertahanannya! Dan dua jurus di muka satu hantaman 

telapak tangan si nenek berhasil mampir di dada Pendekar 

10000 an ! 

bobo  merasakan dadanya sakit dan nafasnya sesak. Dia 

maklum kalau saja dia tidak lebih tinggi tenaga dalamnya 

dari si nenek pastilah dia akan mendapat luka di dalam 

yang amat berbahaya! 

Di lain pihak Nenek Rambut Hitam tidak kepalang 

tanggung. Dia menyerbu lagi dengan lebih gencar! Tangan 

dan kakinya laksana bertambah menjadi beberapa pasang 

lagi! Dan kembali bobo  penulis asli  terdesak! nyi pandanajeng 

kerenyitkan kening. Hanya sebegitukah kehebatan Pende–

kar 10000 an  sehingga menghadapi ilmu silat si nenek dia 

sudah dibikin kewalahan demikian rupa?! Si nenek sendiri 

juga tiada menyangka bahwa dia akan berhasil memukul 

lawannya. Diam-diam dia merasa berada di atas angin kini! 

Tiba-tiba bobo  menyurut sejauh satu tombak. 

“Ha... ha! Apakah nyalimu sudah lumer orang muda?!” 

ejek Nenek Rambut Hitam. 

“Ah, jangan lekas-lekas berbesar hati sobat tua! Kau 

rasakan dulu pukulanku ini!” sahut bobo . Serentak dengan 

itu dia sudah alirkan sebagian tenaga dalamnya ke ujung 

tangan kanan. Tangan itu dikepal dan diangkat ke atas. 

Didahului oleh satu bentakan nyaring, bobo  penulis asli  

pukulkan tangannya ke arah si nenek. Begitu memukul 

begitu jari-jari tangan yang mengepal membuka kembali! 

Inilah Pukulan Kunyuk Melempar Buah yang tak asing lagi! 

Nenek Rambut Hitam terkejut sekali sewaktu 

merasakan gelombang angin keras laksana batu besar 

melanda ke arahnya. Sambil pukulkan kedua tangannya 

sekaligus untuk menangkis dia cepat-cepat jungkir balik 

lalu membuang diri ke samping! 

Braaak! 

 

 

Dinding pondok di belakang si nenek pecah dan 

berhamburan! Tergetarlah hati Nenek Rambut Hitam 

melihat kehebatan pukulan itu. sesudah  tenangkan hatinya 

dia maju menghadapi lawannya kembali. Dan pada saat itu 

untuk pertama kalinya bobo  penulis asli  membuka jurus 

pertempuran dengan menyerang lebih dahulu! Si nenek 

dibikin gelagapan kini. Serangannya selalu mengenai 

tempat kosong sedang pertahanannya saat demi saat 

semakin mengendur. Bila dia tidak kuat lagi menghadapi 

pemuda itu maka tanpa malu-malu Nenek Rambut Hitam 

lepaskan setagen dan cabut tusuk konde emas dari 

rambutnya! Dengan kedua senjata itu dia menyerang bobo  

penulis asli . 

sesudah  bertempur dua jurus maka bobo  segera 

mengetahui bahwa tusuk konde yang kecil di tangan kanan 

si nenek jauh lebih berbahaya daripada setagen di tangan 

kanannya! Semakin lama pertempuran semakin seru. Tiba-

tiba si nenek hentikan gerakannya dan memandang 

bingung karena lawannya lenyap seperti ditelan bumi! 

“Aku di sini, Rambut Hitam!” Terdengar suara bobo  di 

belakangnya! 

Nenek Rambut Hitam kertakkan geraham dan secepat 

kilat membalikkan tubuh. Tapi begitu tubuhnya membalik 

maka, plaaak...! Telapak tangan kanan bobo  penulis asli  

menghantam keningnya! Perempuan tua itu melengking 

kesakitan. Tubuhnya mencelat menghantam dinding pon–

dok. Pemandangannya gelap, kepalanya terasa pening 

sedang keningnya sakit bukan main! 

Kedua anak buah Nenek Rambut Hitam terkejut! Belum 

pernah mereka melihat pemimpin mereka dihajar demikian 

rupa! Selama ini tak pernah seorang pun yang sanggup 

menghadapi Nenek Rambut Hitam tanpa mendapat celaka! 

Dan yang membuat mereka lebih terkejut lagi ialah 

sewaktu melihat kening pemimpin mereka. 

“Pemimpin, keningmu!” seru Nenek Rambut Biru. 

Nenek Rambut Hitam usap keningnya. Kening itu sakit 

sekali dan panas, tapi tidak terluka. Namun apakah yang 

 

 

menyebabkan Rambut Biru demikian terkejutnya? Tak lain 

karena akibat pukulan telapak tangan kanan bobo  tadi kini 

di kening Nenek Rambut Hitam tertera tiga deretan angka 

yaitu 10000 an ! 

nyi pandanajeng tertawa gelak-gelak dan cegluk... cegluk... 

cegluk, dia lalu teguk tuaknya. 

“Rambut Hitam, sobatku telah hadiahkan tiga buah 

angka di keningmu! Apakah kau masih belum mau meng–

aku kalah?!” 

Berubahlah paras Nenek Rambut Hitam! Dia maklum 

apa yang telah terjadi kini. Pukulan 10000 an  yang menggurat–

kan angka telah menimpa keningnya. Tiga deretan angka 

itu tak akan bisa dihilangkan seumur hidupnya! Nenek 

Rambut Hitam menggerutu macam singa lapar! 

“Anak haram jadah mampuslah!” lengking si nenek. 

Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke atas dan 

mulutnya berkomat-kamit. Seluruh pondok itu dengan tiba-

tiba dilanda hawa yang amat dingin menyembilu. bobo  

sendiri yang tak mengerti apa yang tengah terjadi sampai-

sampai bergeletar tubuhnya dilanda hawa dingin itu. 

Geraham-gerahamnya bergemeletukan. 

Melihat ada kelainan ini secepat kilat nyi pandanajeng 

berseru, “bobo  cepat menghindar! Bangsat keriput ini mau 

lepaskan pukulan Salju Kematian!” 

Habis berteriak begitu nyi pandanajeng secepat kilat 

meneguk tuaknya. Dalam pada itu Nenek Rambut Hitam 

melengking nyaring dan hantamkan tangan kanannya ke 

arah bobo  dan Dewa Tuak! 

Satu gelombang benda putih yang bentuknya putih 

seperti salju, menderu amat dingin ke arah kedua orang 

itu. nyi pandanajeng runcingkan mulutnya yang menggembung 

lalu menyembur ke muka! Terdengar suara laksana air bah 

sewaktu semburan tuak dan pukulan salju kematian saling 

beradu. Bumi seperti mau kiamat. nyi pandanajeng cepat tarik 

lengan bobo  penulis asli  lalu melompat ke atas atap 

menerobos melewati lobang besar. Dari sebuah cabang 

pohon kemudian bobo  melihat bagaimana pondok itu 

 

 

hancur lebur dan setengahnya tertimbun oleh lapisan salju 

putih! 

bobo  memandang berkeliling dengan cepat. Ketiga 

nenek itu tidak kelihatan. Pendekar 10000 an  lalu putar kepala 

ke cabang di samping. Dia terkejut sewaktu melihat Dewa 

Tuak duduk bersila di atas cabang dengan pejamkan mata. 

Wajah orang tua ini pucat sekali. Rupanya bentrokan ilmu 

pukulan tadi telah membuat si orang tua menderita luka di 

dalam yang parah juga. Lama nyi pandanajeng bersila seperti 

itu. Sewaktu dia buka kedua matanya kembali, cepat-cepat 

diambilnya sebutir pil dan ditelannya. Sesaat kemudian 

wajahnya yang pucat telah normal lagi seperti biasa! 

nyi pandanajeng tarik nafas panjang, geleng-gelengkan 

kepala dan leletkan lidah sewaktu memandang ke pondok 

yang kini tertimbun salju kematian itu! 

“Ternyata benar perempuan busuk itu telah mendapat–

kan ilmu Pukulan Salju Kematian!” kata nyi pandanajeng 

seakan-akan pada dirinya sendiri. “Kelihatannya masih 

kurang sempurna. Tapi sudah demikian luar biasa...!” 

bobo  sendiri diam-diam bergidik juga melihat pukulan 

yang bernama Salju Kematian itu. Tenaga dalam Dewa 

Tuak berada jauh di atas Nenek Rambut Hitam, tapi 

pukulan Salju Kematian yang dilepaskan si nenek 

membuat nyi pandanajeng menderita luka yang cukup hebat! 

“Meski seseorang memiliki tenaga dalam yang sepuluh 

kali lebih tinggi, tapi jangan coba-coba berani adu kekuatan 

dengan pukulan salju kematian itu.” nyi pandanajeng geleng-

geleng kepala kembali. “Aku tak mengerti, bagaimana 

keparat betina itu berhasil memiliki ilmu Salju Kematian. 

Itu adalah salah satu dari beberapa ilmu pukulan yang 

pernah menggetarkan dunia persilatan dan menjadi raja-

raja ilmu pukulan!” 

“Jika ilmu semacam itu dipergunakan untuk kejahatan 

bisa berbahaya,” kata bobo  pula. 

“Itulah yang aku kuatirkan,” desis nyi pandanajeng  

Diam-diam bobo  ingin sekali menghadapi Nenek 

Rambut Hitam itu kembali. Apakah ilmu pukulan Sinar 

 

 

Matahari-nya sanggup menghadapi ilmu pukulan Salju 

Kematian itu? 

“Dewa Tuak, apa yang kita buat sekarang?” tanya bobo . 

“Aku bermaksud meneruskan perjalanan mencari lukisan 

telanjang itu...” 

Tak ada jawaban. 

bobo  berpaling. 

Astaga! 

nyi pandanajeng tak ada lagi di sampingnya. Dia mencari-cari 

tapi orang tua itu tiada kelihatan. 

“Dewa Tuak! Di mana kau?!” teriak bobo  memanggil. 

Tetap tak ada jawaban. 

bobo  hendak melompat turun. Tapi tiba-tiba pada 

batang pohon di mana dia berada dilihatnya sebaris tulisan 

‘Pergilah ke Utara!’. 

Pasti itu adalah tulisan nyi pandanajeng  Maka tanpa 

menunggu lebih lama bobo  segera melompat dari atas 

pohon. 

 

 

bobo  penulis asli  

RAHASIA LUKISAN TELANJANG 7

 

 

 

ATA yang cuma sebuah itu memandang tanpa 

berkedip pada lukisan perempuan telanjang yang 

terletak di atas meja. Digelengkannya kepalanya 

lalu dirobahnya letak lukisan itu dan ditelitinya kembali. 

Dirobahnya lagi, ditelitinya lagi, demikian sampai satu jam 

lebih. Akhirnya dia menjadi penasaran sekali dan memaki 

habis-habisan. 

“Keparat betul! Keparat betul!” 

“Mata Picak!” satu suara menegur laki-laki yang 

memaki-maki itu. “Lama-lama kau bisa jadi gila!” 

rsi betaritunggangtrini k.h mualafudin palingkan kepala dan 

mendelikkan matanya yang cuma satu. 

“penulis  penulis koplak ! Kau bisanya mengejek saja!” kata si 

k.h mualafudin  

“Perlu apa tergesa-gesa? Toh lukisan itu sudah ada di 

tangan kita. Dan lambat laun pasti kita akan berhasil 

membongkar rahasia yang terkandung di dalamnya!” 

“Tolol betul kau penulis  penulis koplak !” sentak k.h mualafudin  

“Apa kau tidak tahu dunia persilatan kalang kabut? Tokoh-

tokoh persilatan kasak-kusuk mencari-cari lukisan ini? 

Ingat waktu lukisan ini dirampas oleh Awan Langit tempo 

hari? Aku khawatir lukisan yang mengandung ilmu silat 

hebat ini akan dirampas orang lain lagi sebelum kita 

berhasil memecahkan rahasianya!” 

“Tapi marah-marah dan memaki begitu mana mungkin 

kau bakal bisa menecahkannya!” ujar rsi betaritunggangtrini 

penulis  penulis koplak . Keduanya bukan lain daripada dua 

tokoh silat golongan hitam yang bergelar Sepasang Elmaut 

Kuning. Merekalah yang telah membunuh syeikh slawi Aneh 

M

 

 

dan melarikan lukisan perempuan telanjang. Lukisan itu 

telah lama berada di tangan mereka namun tak seorang 

pun dari mereka yang berhasil memecahkan rahasianya. 

Lukisan itu telah berpuluh-puluh jam mereka teliti mereka 

jungkir balikkan, namun tetap saja tak dapat mereka 

membongkar rahasia ilmu silat yang menurut keterangan 

terkandung dalam lukisan itu! Jangan-jangan syeikh slawi 

Aneh hanya menipu saja! Lukisan ini tak ada apa-apanya! 

rsi betaritunggangtrini penulis  penulis koplak  perhatikan lengan 

kirinya yang buntung akibat dibetot putus oleh syeikh slawi 

Aneh sewaktu bertempur beberapa bulan yang lalu! Dia 

kemudian tertawa dingin dan berkata, “Kau sekarang yang 

jadi orang tolol! Kalau lukisan ini tak ada apa-apanya 

masakan orang tua keparat itu sampai-sampai mau 

mengadu jiwa!” 

rsi betaritunggangtrini k.h mualafudin jambak-jambak rambutnya. 

“Tapi sialan sekali! Masakan sampai saat ini kita tak bisa 

memecahkan rahasianya?!” 

penulis  penulis koplak  duduk di sebuah bangku batu. 

Ditatapnya sebentar lukisan di hadapannya. Dia sendiri 

sebenarnya heran juga karena sampai sedemikian lama 

tak sanggup membongkar rahasia lukisan tersebut. 

“Apakah kau sudah meneliti kayu pigura lukisan itu?!” 

bertanya rsi betaritunggangtrini penulis  penulis koplak . 

“Setiap sudut lukisan ini sudah kuteliti. Juga bagian 

belakangnya!” sahut k.h mualafudin  

“Agaknya kita membutuhkan seseorang yang bisa 

membuka rahasia lukisan ini...” desis penulis  penulis koplak . 

“Tapi siapa manusianya?!” tanya k.h mualafudin  “Satu-

satunya manusia yang tahu rahasia lukisan ini adalah Si 

Pelukis Aneh sendiri! Dan dia sudah mampus di tangan 

kita!” 

“Siapa tahu calon muridnya juga mengetahui...” kata 

penulis  penulis koplak  pula. 

rsi betaritunggangtrini k.h mualafudin tertegun. “Mungkin juga...” 

desisnya. 

“Kalau begitu kita datangi anak itu kembali dan paksa 

 

 

dia memberi keterangan!” ujar penulis  penulis koplak  seraya 

berdiri dari duduknya. 

“Tempat anak itu ratusan kilo dari sini...” 

“Soal jauh bukan halangan!” potong penulis  penulis koplak . 

“Ada hal lain yang aku khawatirkan,” ujar k.h mualafudin  

“Apa?” 

“Kalau kita pergi berarti kita harus membawa lukisan 

ini. Dan kau tahu sendiri! Puluhan orang-orang persilatan 

mengincar-incar lukisan ini! Kita bisa konyol sendiri 

dikeroyok beramai-ramai!” 

rsi betaritunggangtrini penulis  penulis koplak  tertawa dingin. “Apa 

nyalimu sudah keropok?!” ejeknya dengan pencongkan 

hidung. 

k.h mualafudin menjadi gusar. “Mulutmu kelewat tekebur, 

penulis  penulis koplak ! Meski kita berilmu tinggi namun aku tak 

mau terlibat dengan manusia-manusia yang membikin kita 

jadi berabe dan tambah urusan! Di lain hal kita musti 

mengakui bahwa di atas kita masih ada tokoh-tokoh 

persilatan yang benar-benar lihai dan kosen! Apakah kau 

mau kehilangan satu lenganmu lagi?!” 

Merah-lah paras rsi betaritunggangtrini penulis  penulis koplak . Dia 

balikkan badannya dengan cepat hendak tinggalkan tem–

pat itu. Tapi mendadak di ambang pintu goa langkahnya 

tertahan dan parasnya berubah. 

“Mata Picak! Lekas ke sini!” seru penulis  penulis koplak . 

k.h mualafudin heran mendengar nada seruan kawannya 

itu. Dia melangkah cepat ke pintu goa dan terkejut. Goa di 

mana mereka berada itu terletak di satu dasar lembah 

yang penuh dengan batu-batu besar. Di balik batu-batu 

yang bertebaran di lembah kelihatan banyak sekali orang 

laki-laki yang berseragam hitam. Di tangan masing-masing 

tergenggam sebatang golok besar berbentuk empat segi 

seperti golok penjagal babi! Menurut taksiran Mata Picak, 

orang-orang yang ada di lembah itu semuanya berjumlah 

sekitar duapuluh orang! 

Melihat kepada golok-golok besar empat persegi di 

tangan mereka yang berkilau-kilau ditimpa sinar matahari, 

 

 

melihat pula kepada pakaian seragam hitam yang mereka 

kenakan, Sepasang rsi betaritunggangtrini segera mengenali siapa 

mereka itu adanya. 

“Kroco-kroco sialan ini pasti hendak membalaskan sakit 

hati ketua mereka,” desis k.h mualafudin  

“Kurasa demikian. Agaknya mereka belum tahu letak 

tempat kita ini. Apakah perlu kita segera bertindak...?” 

tanya penulis  penulis koplak . 

k.h mualafudin manggut-manggut. Dengan tersenyum aneh 

dia melangkah ke luar dari goa. penulis  penulis koplak  

mengikut di belakang. Tiba-tiba rsi betaritunggangtrini k.h mualafudin 

melesat ke balik sebuah batu besar. Dalam kejap itu pula 

terdengar suara keluhan pendek. Di lain kejap dari balik 

batu itu melesatlah sesosok tubuh berpakaian hitam, 

laksana terbang ke udara dan kemudian jatuh di atas 

sebuah batu besar dalam keadaan tulang belulang hancur 

berantakan! 

Belasan manusia berpakaian hitam-hitam yang ada di 

lembah batu itu terkejut dan lari ke batu besar di mana 

kawan mereka menggeletak mengerikan tanpa nyawa! 

Semuanya terkejut dan berubah paras masing-masing. Dan 

darah mereka tersirap sewaktu di lembah batu itu 

mengumandang dua buah suara tertawa yang 

menggidikkan! Ketika mereka palingkan kepala, semuanya 

melihat dua orang berjubah kuning berewokan berdiri di 

atas sebuah batu yang menjulang lima tombak tingginya! 

“Sepasang Elmaut Kuning!” seru mereka hampir 

serentak. 

rsi betaritunggangtrini k.h mualafudin dan penulis  penulis koplak  

tertawa lagi cekakakan. Tiba-tiba k.h mualafudin hentikan 

tawanya dan bertanya membentak, “Siapa yang menjadi 

pemimpin rombongan tikus-tikus busuk ini?!” 

Seorang laki-laki berbadan tegap, berkumis melintang, 

dada berbulu, melompat ke muka dan menuding keren. 

“Kalian berdua turunlah untuk menerima kematian!” 

Sepasang rsi betaritunggangtrini saling pandang lalu untuk 

kesekian kalinya tertawa lagi gelak-gelak. 

 

 

“Apakah kau mimpi atau mengigau di siang bolong?!” 

sentak penulis  penulis koplak . “Ketuamu sudah mampus di 

tangan kami!” 

“Ketua Perguruan desa kebun durian boleh lenyap. Tapi 

Perguruan desa kebun durian tak dapat dimusnahkan dari 

muka bumi ini...!” 

“Kalau begitu kami Sepasang rsi betaritunggangtrini akan 

menggusur Perguruan desa kebun durian hari ini juga hingga 

cuma tinggal nama!” 

“Tak usah bermulut besar! Lekas turun!” teriak si kumis 

melintang. Dia dan kawan-kawannya adalah anak-anak 

murid Perguruan Seberang Kidul. Ketua mereka telah 

menemui kematian di tangan Sepasang rsi betaritunggangtrini 

gara-gara terlibat dalam perebutan lukisan perempuan 

telanjang! 

“Tikus-tikus busuk! Ketahuilah kalian akan melepas 

jiwa di sini!” teriak k.h mualafudin dan serentak dengan itu, 

diikuti oleh kambratnya si penulis  penulis koplak  dia melompat 

ke bawah. 

Belasan laki-laki bersenjata golok besar dan berpakaian 

seragam hitam segera mengurung dan dengan serempak 

menyerbu Sepasang Elmaut Kuning! Maka terjadilah 

pertempuran yang amat hebat di lembah berbatu-batu itu. 

“Kalian mencari mati!” seru k.h mualafudin  

“Bangkai kalian akan membusuk di sini! Akan digerogoti 

burung-burung pemakan mayat!” bentak penulis  penulis koplak ! 

Lalu keduanya dengan berbarengan hantamkan tangan 

kanan ke muka. Dua larik sinar kuning menderu. Puluhan 

benda berwarna kuning yang berbentuk paku beterbangan 

gencar ke arah anak-anak murid Perguruan desa kebun durian 

yang hendak menuntut balas kematian ketua mereka. 

“Paku Emas Beracun!” pekik anak-anak murid Pergu–

ruan Seberang Kidul. 

Yang berkepandaian tinggi putar golok mereka dengan 

sebat menangkis. Yang lain-lain berserabutan menghindar. 

Tapi serangan senjata rahasia paku emas beracun dari 

kedua tokoh silat golongan hitam itu luar biasa sekali, tak 

 

 

sanggup ditangkis, sukar dikelit! Dua kelompok anak-anak 

murid Perguruan desa kebun durian roboh bertumpukan. 

Mereka berkelojotan sebentar lalu diam meregang jiwa! 

Tubuh masing-masing penuh ditancapi paku-paku emas 

beracun! 

Dua belas orang yang masih hidup dengan kalap 

membabi-buta menyerang Sepasang Elmaut Kuning. Dua 

belas golok besar menderu bersirebut cepat! Laksana 

hujan menerpa ke arah dua manusia yang diserang! 

Sepasang rsi betaritunggangtrini ganda tertawa. Keduanya 

hantamkan tangan kembali ke muka. Dan terdengar lagi 

pekikan-pekikan manusia yang dilanda serangan senjata 

rahasia itu. Delapan orang menggeletak roboh! Delapan 

jiwa melayang! 

“Kawan-kawan larilah!” seru seorang dari empat anak 

murid Perguruan desa kebun durian yang masih hidup. Maka 

serentak dengan itu keempatnya keluar dari kalangan 

pertempuran dan melarikan diri. 

“Mau lari ke mana?!” bentak k.h mualafudin  “Kalian musti 

ikut sama-sama kawan kalian ke neraka!” Lalu menyusul 

selarik sinar kuning menderu ke punggung keempat orang 

yang lari menyelamatkan jiwa itu. Sinar kuning menyambar! 

Keempatnya mencelat mental dan menjerit, lalu roboh 

menyusul kawan-kawan mereka! 

Seperti yang dikatakan oleh rsi betaritunggangtrini penulis  

penulis koplak  tadi, maka kini Perguruan desa kebun durian betul-

betul hanya tinggal nama saja lagi! 

“Manusia-manusia tolol!” desis k.h mualafudin seraya 

sapukan pandangannya pada mayat-mayat yang berteba–

ran di atas dan di antara batu-batu di lembah itu. 

penulis  penulis koplak  sebaliknya bertanya, “Bagaimana? 

Kurasa makin cepat kita berangkat ke tempat anak itu, 

makin baik!” 

“Anak mana maksudmu?” tanya k.h mualafudin  

“Calon muridnya syeikh slawi Aneh!” 

“Ah, rencanamu itu perlu dipikirkan masak-masak 

dulu!” sahut k.h mualafudin seraya melangkah ke goa. Dengan 

 

 

hati penasaran penulis  penulis koplak  melangkah di belakang–

nya. 

Baru saja k.h mualafudin sampai di mulut goa tiba-tiba 

meledaklah suaranya, “Celaka! Lukisan itu lenyap!” 

Kedua orang itu melesat masuk ke dalam goa! Lukisan 

perempuan telanjang yang sebelumnya terletak di atas 

meja kini tak ada lagi di tempat itu! 

“Bangsat kurang ajar! Siapa yang berani-beranian jadi 

maling di sarangku?!” teriak k.h mualafudin lari ke luar goa dan 

melompat ke atas sebuah batu yang tinggi. Sewaktu dia 

sampai di atas batu dan memandang berkeliling, di jurusan 

timur dilihatnya sesosok tubuh berlari cepat sekali. Dan 

sosok tubuh itu memboyong sebuah benda empat persegi 

yang bukan la