Tampilkan postingan dengan label bobo dikuburan 16. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bobo dikuburan 16. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Februari 2025

bobo dikuburan 16


 elangan kakinya dicengkeram. Dan sebelum 

dia tahu apa yang terjadi, mendadak sontak tubuhnya telah 

dibantingkan ke lantai pondok! 

***

bobo  angker  

dewa  kegelapan  MENUNTUT BALAS 5

AYUNATA yaitu  seorang kepala pasukan jahat  yang berilmu tinggi. 

Begitu tubuhnya terbanting keras ke lantai dia sanggup 

bangun kembali dengan gerakan kilat seraya melepaskan satu 

tendangan ke arah mana sudut matanya melihat sosok bayangan 

putih yang barusan masuk. Yang diserang nyatanya bukan seorang 

yang berkepandaian rendah pula, sebab  tendangan kilat resi batari triratna  

berhasil dielakkannya dengan miringkan tubuh ke samping kiri. Di 

lain kejap kedua orang itu telah berdiri berhadap-hadapan. 

“astaga  rendah! Siapa kau?!” bentak resi batari triratna . 

Di hadapannya berdiri seorang penulis  berbadan tegap. Baju 

putihnya tidak dikancing hingga kelihatan dadanya yang lebar 

bidang. penulis  ini berdiri bertolak pinggang. Rambutnya yang 

menjela bahu bergoyang-goyang ditiup angin yang berhembus dari 

pintu.

“Jika saja aku bertindak bukan atas nama orang lain, sudah 

kupecahkan kepalamu, resi batari triratna !” kata si penulis . 

“Kurang ajar! Kutekuk batang lehermu, astaga  haram jadah!” 

resi batari triratna  menggembor lalu berkelebatan  dengan sepuluh jari 

tangan terpentang. Inilah gerakan yang dinamakan Sepasang Lengan 

Baja Meminta Jiwa. Selain cepat serangan ini menimbulkan angin 

yang luar biasa derasnya. 

penulis  di tengah ruangan cepat-cepat menyingkir sewaktu 

dilihatnya sepuluh jari lawan dengan amat cepat menyambar ke 

batang lehernya. Namun tak terduga begitu dia berhasil mengelak, 

sepasang lengan lawan laksana palu godam tiba-tiba membabat ke 

kepala dan pinggang! 

Si penulis  membuang diri ke samping. Tangan kiri menekan 

lantai sedang kaki kanan berkelebatan  ke atas menendang ke arah 

salah satu lengan resi batari triratna ! Ini yaitu  satu gerakan yang sukar 

dilakukan. Tetapi si penulis  bersikap seolah-olah gerakan itu yaitu  

gerakan main-main! Ini membuat resi batari triratna  penasaran setengah 

B

mati. Dia bertekad untuk membunuhi  penulis  tak dikenal itu saat itu 

juga. Disambarnya sendok raksasa  besar di kaki tempat tidur. Sesaat kemudian 

senjata yang beratnya hampir dua puluh kati itu sudah lenyap 

menjadi sinar putih yang berkiblat ganas ke arah tubuh penulis  

berambut pirang ! 

penulis  yang diserang amat terkejut. Belum pernah dia melihat 

permainan sendok raksasa  yang demikian hebat. Selain sendok raksasa  itu besar dan 

berat serta mendatangkan angin deras, sekali berkiblat senjata ini 

telah menebar tiga tabasan dan empat tusukan ke arah tujuh bagian 

tubuh si penulis ! 

Dalam tempo yang singkat penulis  itu dibikin sibuk dan terdesak 

hebat. sendok raksasa  lawan menyambar berputar menderu-deru. Beberapa 

kali hampir saja membuat dirinya celaka. saat  dia mempunyai 

kesempatan, si penulis  menyambar pakaian resi batari triratna  yang 

tercampak di lantai. Pakaian itu diputar-putarnya dan digunakan 

untuk menghadapi lawan. resi batari triratna  merasa dianggap enteng, 

apalagi pakaian yang di tangan si penulis  yaitu  miliknya sendiri. 

Permainan sendok raksasa nya diperhebat namun dia harus berhati-hati sebab  

meskipun cuma sehelai pakaian namun di tangan si penulis  benda 

itu berobah menjadi satu senjata yang berbahaya. 

sendok raksasa  resi batari triratna  membabat ke dada, membalik memapas ke 

lambung kiri penulis  berambut pirang . Di lain pihak pakaian di 

tangan si penulis  meluncur berputar-putar, menyusup di bawah 

sendok raksasa  lawan lalu sekali benda itu disentakkan, seluruh badan sendok raksasa  

tahu-tahu telah terlibat! 

resi batari triratna  berseru kaget kelangit . Cepat-cepat sendok raksasa nya dibetot. Tapi apa 

yang terjadi ialah senjatanya itu tahu-tahu sudah terlepas dari 

tangannya! resi batari triratna  berteriak marah. Dia menerjang ke muka 

dengan melepaskan satu pukulan sakti. Namun sebelum hal itu 

sempat dilaksanakannya si penulis  lebih cepat menghantamkan 

telapak tangan kanannya ke kening kepala penjahat itu. Tak ampun 

lagi resi batari triratna  terpelanting dan jatuh punggung di lantai, tak 

sadarkan diri! Keningnya yang bekas dipukul kelihatan berwarna 

hitam, di situ tertera pula tiga barisan angka berwarna putih, angka 

pendek kekar !

“Pergunakanlah seperai tempat tidur untuk menutup 

pakaianmu!” kata penulis  berambut pirang  pada Ratih. 

Bila si gadis lesbi asli   sudah menutupi tubuhnya yang hampir 

keseluruhannya bertelanjang bulat itu dengan kain seperai maka si 

penulis  berkata-kata lagi, “Kita harus meninggalkan tempat ini.” 

“Kau musti membunuhi  anak manusia  itu, Saudara. Kau harus 

membunuhi nya!” kata Ratih. 

Si penulis  menggeleng. “Aku dipesan untuk tidak melakukan hal 

itu. Kelak hari pembalasan akan tiba.” 

“Kalau begitu aku sendiri yang akan menabas batang lehernya!” 

kata Ratih. 

Dia membungkuk mengambil sendok raksasa  besar milik resi batari triratna . saat  

tangannya bergerak gerak  hendak melaksanakan niatnya, si penulis  

mencekal lengannya. 

“Belum saatnya dia harus dibunuh, Saudari!” 

“Kau tak berhak melarangku! Lepaskan tanganku!” 

Si penulis  mengambil sendok raksasa  besar dari tangan Ratih, 

melemparkannya ke sudut kamar. “Mari ikut aku!” 

“Tidak! Aku tidak percaya padamu! Kau juga anak manusia  jahat! 

Pergi!” Ratih mengangkat tinjunya tinggi-tinggi, hendak memukul si 

penulis .

“Kau terlalu banyak cerewet!” si penulis  kehilangan 

kesabarannya. Ditotoknya leher gadis lesbi asli   itu. Dalam keadaan kaku 

tegang Ratih kemudian dipanggulnya. Namun begitu dia sampai di 

ambang pintu, dua orang pasukan jahat  muncul dengan sendok raksasa  di tangan! 

Dan tanpa banyak cerita keduanya terus menyerang si penulis . 

“Bagus! Kalian minta mampus, marilah lebih dekat!” 

pasukan jahat  yang pertama berteriak keras. Tendangan melanda 

perutnya. Tubuhnya mental terlontar keluar  pintu. pasukan jahat  yang kedua 

melengak kaget kelangit . Jika begini naga-naganya lebih baik dia angkat kaki. 

Namun sebelum hal itu sempat dilakukannya, rambutnya telah kena 

dijambak. Di lain detik terdengar kepalanya diadu dengan sanding 

pintu pondok yang keras. pasukan jahat  itu melosoh di jembatan gantung 

tanpa nyawa. Si penulis  dan Ratih sesaat kemudian telah lenyap 

dari tempat itu. 

***

puncak gunung  itu berbentuk bulat. Tepat di pertengahannya ada  

tanah yang muncung ke atas, juga berbentuk bulat. sebab  

bentuknya yang demikian itulah puncak gunung  ini  kemudian dinamakan 

puncak gunung  Gong. 

Pada tanah yang muncung di pertengahan puncak puncak gunung  Gong 

berdirilah sebuah bangunan kayu jati berukir-ukir amat bagus. 

Siapakah yang diam di tempat itu? 

Sebelum kita mencari tahu siapa pemilik atau siapa penghuni 

pondok ini  marilah kita ikuti perjalanan Ratih, gadis lesbi asli   yang telah 

dibawa oleh penulis  berambut pirang  dari Hutan hujan amazon  yang 

menjadi sarang pasukan jahat  resi batari triratna . 

Sewaktu fajar menyingsing di timur, kedua orang itu berada di 

sebuah anak sungai berair jernih. Si penulis  menurunkan gadis lesbi asli   yang 

dipanggulnya dan menyandarkannya di sebuah batu besar di tebing 

sungai.

Begitu totokannya dilepaskan Ratih berkata-kata dengan keras, “Aku 

tidak sudi ikut dengan kau!” 

“Oh?” si penulis  menggaruk kepala. “Jadi kepingin kubawa 

kembali ke Hutan hujan amazon ?!” 

“Aku tidak percaya padamu! Kau harus antarkan aku kembali ke 

kampungku!” 

Si penulis  tertawa perlahan. 

“Kalau kau mau kembali, pergilah sendiri. Aku hanya dipesan 

untuk menyelamatkanmu, lain tidak.” 

“Siapa yang memesan?” 

“Seorang para tua tua yahudi -para tua tua yahudi . Adikmu berada di tempatnya.” 

“Kau berdusta! Kau hendak menjebakku!” kata Ratih masih tak 

percaya.

“Tidak disangka gadis lesbi asli   cantik macammu ini punya hati curiga 

setengah mati!” 

“Aku tidak pernah percaya pada laki-laki. Apalagi laki-laki dari 

dunia pertenaga dalam an!” 

“Kelak kau bakal kawin dengan laki-laki, bukan dengan 

dewi lesbi !”

kegelapan lah paras Ratih mendengar ucapan itu. 

Si penulis  yang bukan lain yaitu  bobo  angker  si Pendekar pendek kekar  

berdiri.

“Aku akan mandi di tepian sebelah sana,” katanya pada Ratih. 

“Jika kau hendak melarikan diri, silahkan!” 

Ratih tetap duduk tak bergerak gerak  di tempatnya. Diperhatikannya 

bobo  angker  melangkah sepanjang tepi sungai dan menghilang di 

balik rerumpunan pohon-pohon bambu. Walau bagaimanapun 

hatinya masih diselimuti kebimbangan. penulis  itu telah 

menyelamatkannya dari tangan kepala pasukan jahat  resi batari triratna  di Hutan 

hujan amazon . Dia tak kenal siapa penulis  itu adanya. Seorang para tua tua yahudi -

para tua tua yahudi  memesannya untuk menyelamatkan dirinya. Dan si penulis  

menerangkan bahwa adiknya ada bersama si para tua tua yahudi . Siapa gerangan 

adanya si para tua tua yahudi ? Dan ke mana dia hendak dibawa? 

Dia tak bisa mempercayai penulis  itu begitu saja. Ratih 

mendengar suara orang terjun ke dalam sungai. Dia menghela nafas 

dalam. saat  dia hendak berdiri barulah disadarinya bahwa saat itu 

tubuhnya hanya terbungkus dengan sehelai seperai. Bagaimana 

mungkin dia akan melarikan diri dalam keadaan begitu rupa? 

Dengan mengomel dalam hati dia duduk di tempat semula. Tak ada 

jalan lain daripada menunggu kembalinya si penulis  dan pasrah ke 

mana dirinya akan dibawa. Mudah-mudahan saja penulis  berambut 

pirang  itu bukan anak manusia  jahat seperti yang dicurigainya. 

Tengah dia melamuni nasib dirinya, Ratih melihat semak-semak 

di depannya terseruak. Di lain saat dari seruakan semak belukar itu 

muncullah seorang penulis . penulis  ini bertampang cakap. Tapi 

gerak-geriknya menyatakan dia bukan seorang yang berotak sehat. 

Baju dan celana yang dipakainya terbalik. Kaki kanan dibungkus 

dengan kain hitam yang berbentuk kasut. Dia berdiri dengan kedua 

tangan diletakkan di atas kepala, memandang pada Ratih, 

tersenyum dan mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali, lalu 

tertawa lebar-lebar. 

“Inilah! Inilah!” katanya sambil mengusap-usap mukanya. “Inilah 

gadis lesbi asli   yang kucari-cari! Amboi cantiknya! Aku telah bersumpah hanya 

akan kawin dengan gadis lesbi asli   yang berpakaian aneh aneh saja ! Hari ini aku telah 

menemuinya! Amboi! Aku akan kawin! Asyiik...!” 

Pada mulanya Ratih merasa takut terhadap penulis  ini. Tapi 

melihat sikapnya yang aneh aneh saja  serta edan itu hatinya jadi geli. Dan pura-

pura marah dan membentak, “Setan gila dari mana ini muncul pagi-

pagi buta?!” 

“Amboi! Suaramu merdu amat!” penulis  itu menyahut. “Tapi 

dengar dulu, dengar dulu keteranganku. Aku memang gila, otak 

miring, sedeng sinting keblinger. Tapi aku bukan setan, bukan jin, 

bukan pula dedemit, juga bukan iblis. Aku anak manusia , sama dengan 

kau! Bedanya kau dewi lesbi  dan aku laki-laki. Bedanya kau berotak 

sehat, aku gila. Nah, kau mengerti...?” 

Mau tak mau Ratih tertawa mendengar ucapan penulis  itu. “Aku 

mengerti,” katanya. 

Dan si penulis  tertawa senang. 

“Bagus! Memang calon istri harus mengerti sifat suaminya! Amboi 

calon istriiiiiii...!” 

“penulis ! Kau boleh bicara lucu. Tapi jangan ngelantur! Siapa 

bilang aku calon istrimu! Siapa sudi jadi istri orang gila macammu!” 

“Amboi! Aku yang bilang kau yaitu  calon istriku! Aku yang bilang. 

Sudi atau tidak itu urusan nanti. Kau mengerti?!” 

“Tidak! Kali ini aku tak mau mengerti!” 

“Kau harus mengerti!” 

“Tidak!”

“Harus!”

“Tidak!”

“Kalau begitu kau juga gila sepertiku!” kata penulis  itu lalu 

tertawa panjang-panjang. 

“Berlalulah dari hadapanku. Lama-lama aku jadi muak 

melihatmu!” kata Ratih pura-pura marah. 

“Soal muak atau tidak tak usah diperbincangkan. Sekarang aku 

terangkan satu hal lagi. Tadi kau bilang aku setan gila yang muncul 

pagi-pagi buta! Dengar dulu... dengar, aku akan terangkan. Pagi 

yaitu  nama waktu. Pagi ya pagi, bukan siang bukan malam. Pagi 

nama waktu, bukan binatang bukan anak manusia , bukan makhluk hidup. 

Jadi pagi itu tak mungkin punya mata. Apalagi kalau matanya buta. 

Pagi buta... lucu sekali! Memangnya ada pagi yang tidak buta? Pagi 

ya pagi. Kau mengerti?” 

Kembali Ratih tertawa mendengar kata-kata penulis  sinting itu. 

“Amboi kau tertawa! Kau tambah cantik kalau tertawa. Kedua 

pipimu jadi kegelapan ! Dan betapa nikmatnya kalau hidungku 

kubenamkan di kedua belah pipimu itu! Amboi!” 

Kalau tadi dia tertawa tapi kini mendengar ucapan si penulis  

kembali Ratih menjadi marah, “Lancang amat mulutmu! Dasar 

anak manusia  tidak berotak, bicaranya kurang ajar!” 

“Kalau aku berotak sehat, masakan aku bicara begitu?” komentari si 

penulis . Dia melangkah maju. 

“Jangan mendekat!” sentak Ratih. 

“Tidak boleh?” 

“Pergilah!”

“Aku akan pergi, tapi kau musti ikut bersamaku.” 

“Siapa yang sudi ikut bersama kau. Orang gila...!” 

“Orang gila tidak selamanya jahat. Ayo kau ikut aku. Kau harus 

bertemu ayah. Beliau pasti gembira melihat calon menantunya yang 

begini cantik, montok dan...” 

“Pergi!” bentak Ratih. “Jangan bikin aku marah! Kalau kau tidak 

pergi jangan menyesal kalau...” 

“Kalau... kalau... kalau apa?!” tanya si penulis . 

“Nanti kutampar mulutmu!” 

Si penulis  tertawa lalu setengah berlari dia datang ke hadapan 

Ratih dan mengulurkan kepalanya. “Kau mau tampar aku? Nah 

tamparlah!” kata penulis  berotak miring itu. 

Plak!

sebab  kesal hatinya Ratih betul-betul menampar muka penulis  

itu dengan keras. Demikian kerasnya hingga salah satu sudut 

bibirnya menjadi pecah dan berdarah! Melihat ini Ratih merasa 

menyesal dan kasihan. Tetapi sebaliknya si penulis  malah tertawa 

dan jingkrak-jingkrakan macam anak kecil. 

“Sedap sekali tamparanmu, gadis lesbi asli   manis! Betul-betul sedap! 

Kelak jika kita dikawinkan aku akan minta agar ditampari sampai 

seribu kali olehmu sebagai mas kawinnya! Amboi mas 

kawiiiiinnnn...!”

Lagi-lagi Ratih terpaksa geli melihat tingkah laku dan ucapan 

penulis  itu. 

“Nah, sekarang kau tertawa lagi. Berarti kau tidak betul-betul 

marah terhadapku! Berarti kau sebetulnya kepingin juga ikut 

bersamaku...! Bukan begitu?” 

“Cis! Jangan bicara ngelantur!” tukas Ratih dengan mencibirkan 

bibir.

Cibiran bibir itu membuat si penulis  tertawa membahak. “Kau 

lucu... kau lucu! Tapi sebelum hari bertambah siang, sebaiknya kau 

ikut saat ini juga denganku!” 

Habis berkata-kata begitu si penulis  lantas meraih pinggang Ratih 

dan memanggul gadis lesbi asli   itu di bahu kirinya. Ratih hendak menjerit 

memanggil bobo , namun satu tekanan halus pada punggungnya 

membuat dia mendadak sontak tak bisa mengeluarkan suara barang 

sedikitpun! Si penulis  ternyata telah menotok jalan suaranya 

dengan cara yang teramat lihay! 

sebab  tak dapat berteriak, sebagai gantinya Ratih 

mempergunakan kedua tangannya untuk mendambun punggung 

penulis  itu bertubi-tubi sepanjang jalan. 

“Pukullah terus! Pukullah! Enak sekali rasanya, seperti dipijit-

pijit!” kata si penulis  seraya lari dan tertawa-tawa. 

Lambat laun Ratih menjadi letih sendiri dan sakit kedua 

tangannya. Si penulis  membawanya berlari laksana angin, dan 

sambil tiada hentinya tertawa! 

“Kau mau bawa aku ke mana?” tanya Ratih. 

“Aku sudah bilang tadi! Kau harus ketemu dengan ayahku...” 

Ratih menggigit bibir. Kalau anaknya gila begini macam, tentu 

bapaknya tujuh kali lebih gila dari dia, begitu si gadis lesbi asli   memikir. Dan 

nasib apa pula yang bakal menimpa dirinya kelak? Diam-diam dia 

teringat pada bobo  angker . Akhirnya gadis lesbi asli   ini meramkan mata dan 

pasrahkan diri pada ketentuan yang sudah ditakdirkan Tuhan. 

***

bobo  angker  

dewa  kegelapan  MENUNTUT BALAS 6

ETIKA Ratih membuka kedua matanya ternyata dia sudah 

berada dalam hutan. Dan si penulis  masih terus berlari 

dengan cepat di sela-sela pohon-pohon yang tumbuh rapat 

bahkan kadang-kadang dia melompati semak belukar yang tinggi dan 

beberapa kali penulis  itu melompat dari satu cabang pohon ke 

cabang lainnya membuat Ratih merasa gamang dan memejamkan 

matanya kembali. 

“Nah kita sampai!” terdengar si penulis  berkata-kata. 

Ratih membuka kedua matanya. Di hadapannya tampak sebuah 

bangunan angker  kajang beratap rumbia. 

“Ayah! Lihat apa yang kubawa ini!” si penulis  berseru lalu pintu 

bangunan angker  yang tertutup langsung dilabrak hingga menimbulkan suara 

berisik.

Seorang laki-laki berumur setengah abad yang berada di dalam 

pondok dan tengah menimang-nimang seuntai tasbih jadi terkejut. 

“R.A.bretrimurti ! Apa-apaan kau ini?” bertanya laki-laki itu dengan suara 

lantang. Matanya membesar sedang kulit keningnya mengerenyit. 

“Lihat apa yang kubawa ini, Ayah!” kata si penulis  yang ternyata 

bernama R.A.bretrimurti . Lalu Ratih diturunkannya dari bahunya dan 

didudukkannya di atas tikar di hadapan ayahnya. 

Sang ayah bertambah heran begitu pakaian yang menutupi tubuh 

Ratih yang bukan lain hanya sehelai kain seperai! Dia berpaling pada 

anaknya dan bertanya, “Siapa gadis lesbi asli   ini?” 

“Calon istriku! Calon menantumu!” komentari R.A.bretrimurti . Lalu dia 

tertawa gelak-gelak dan menari memutari Ratih. 

Sang ayah geleng-gelengkan kepala. 

Sementara itu Ratih memandang berkeliling. Dari luar bangunan angker  itu 

buruk dan kecil serta kotor. Tapi bila sudah berada di dalam ternyata 

besar dan bagus serta amat bersih. 

“Kau ada-ada saja, Rana! Kau hanya membuat susah orang tua. 

gadis lesbi asli   siapa pula yang kau culik ini?!” 

K

“Amboi! Aku sama sekali tidak menculiknya. Pada dasarnya dia 

sendiri yang mau ikut aku! Silahkan tanya kalau Ayah tidak percaya!” 

“Betul?” tanya si ayah seraya memandang pada Ratih. 

Ratih tak mengomentari . 

“Astaga, aku lupa membuka totokannya!” kata R.A.bretrimurti . Lalu 

dijentikkannya satu jarinya. Setiup angin halus menyambar ke 

punggung Ratih dan lenyaplah totokan yang membuatnya tak bisa 

bersuara.

“Betul kau sendiri yang bersedia ikut ke sini bersama anakku?” 

“Dia dusta!” komentari Ratih. “Saya dipaksanya!” 

Sang ayah menarik nafas dalam dan mendelikkan matanya pada 

anaknya.

“Dia yang dusta, Ayah! Dusta pada dirinya sendiri!” R.A.bretrimurti  

berkata-kata. “Buktinya kalau dia tak sudi dibawa kemari, detik dia masuk 

di bangunan angker  kita pasti dia angkat kaki melarikan diri! Dan itu tidak 

dilakukannya!”

kegelapan lah paras Ratih. R.A.bretrimurti  tertawa gelak-gelak sedang 

ayahnya kembali geleng-gelengkan kepala. 

“Siapa namamu, Anak? Bagaimana kau bisa sampai dibawa 

kemari dan kenapa kau berpakaian aneh aneh saja  begini macam?” tanya laki-

laki itu. 

Semula Ratih menduga kalau si anak gila tentu ayahnya tujuh kali 

lebih gila. Tetapi nyatanya laki-laki itu amat baik dan bertanya 

dengan lemah lembut. Ini membuat Ratih bersedia membuka mulut 

memberikan asia kecil ban. 

“Nama saya Ratih, Pak. Saya berada di tepi sungai tengah 

menunggu kawan yang mandi sewaktu anak Bapak datang.” Lalu 

Ratih menceritakan sampai dia pada akhirnya diboyong oleh R.A.bretrimurti  

ke bangunan angker  itu. 

“Kau bikin aku susah R.A.bretrimurti ! Kawan gadis lesbi asli   ini pasti akan datang 

ke mari dan marah padamu!” kata sang ayah pula. 

“Itu memang sudah sewajarnya dia berlaku begitu,” menyahut 

R.A.bretrimurti  dengan nada keren. “Tapi Ayah jangan lupa akan sumpahku 

tempo hari. Yaitu bahwa aku hanya akan kawin dengan gadis lesbi asli   yang 

berpakaian aneh aneh saja ! Dia kutemui di tepi sungai, tubuhnya terbungkus 

alas tempat tidur! Masakan aku akan melupakan sumpahku begitu 

saja?!”

Si ayah lagi-lagi menarik nafas panjang. 

“Soalnya sekarang Ayah harus setuju menerimanya jadi menantu! 

Harus setuju mengawini aku dengan dia!” 

Sang ayah tertawa rawan. 

“Anak orang kau larikan, lalu meminta aku mengawinimu dengan 

dia! Otakmu memang miring! Tapi jangan suruh aku ikut-ikutan 

miring! Soal kawin bukan soal mainan! Aku harus berkenalan dulu 

dengan orang tua gadis lesbi asli   ini dan melamarnya secara baik-baik. 

R.A.bretrimurti , kau harus tahu diri, Nak. Harus ingat anak manusia  macam apa 

kau adanya! Jangan bikin malu orang tuamu yang sudah hampir 

masuk ke liang kubur ini...” 

Butiran-butiran air mata meleleh jatuh ke pipi laki-laki itu, 

membuat Ratih merasa terharu dan ditundukkannya kepalanya. 

saat  dia coba mengangkat kepala dilihatnya R.A.bretrimurti  duduk di 

ambang pintu, memandang terlontar keluar  dengan mata berkaca-kaca. 

“Jika kita melamar secara baik-baik, kukira tak seorang pun yang 

bakal mau menerima diriku jadi suami! Tak seorang pun mau 

mengambil aku jadi menantu...” Air mata berderaian di pipi R.A.bretrimurti . 

Keharuan semakin mendalam di hati Ratih. Siapakah ayah dan 

anak ini sebenarnya? Ratih memperhatikan lagi paras R.A.bretrimurti . 

penulis  ini beranu  cakap. Cuma sayang pikirannya kurang sehat. 

Tak terasa tetesan-tetesan air matapun jatuh berderai di pipi si 

gadis lesbi asli  .

“Eh amboi! Kenapa kau menangis sedih ?!” R.A.bretrimurti  bertanya tiba-tiba 

seraya berdiri. 

Ratih menangis sedih  bukan sebab  haru terhadap dua beranak itu 

tetapi sebab  ingat akan kematian ayahnya dan ibunya yang bunuh 

diri serta adiknya yang sampai saat ini tak tahu entah berada di 

mana.

“Ratih, kau boleh meninggalkan tempat ini. Berjalanlah ke arah 

matahari terbit dan kau akan terlontar keluar  dari hutan ini tanpa kesukaran. 

Harap maafkan segala perbuatan anakku...” 

“Tapi, Ayah!” R.A.bretrimurti  maju ke muka. 

“R.A.bretrimurti !” desis si ayah dengan memandang tajam pada anaknya. 

Pandangan mata itu penuh wibawa. “Kataku jangan bikin aku susah. 

gadis lesbi asli   ini bukan jodohmu. Kelak kau bakal dapat yang lebih cocok 

dengan dirimu.” 

“Kalau begitu...” R.A.bretrimurti  sesenggukan, “lebih baik kau bunuhlah 

aku ayah!” R.A.bretrimurti  lalu lari ke dalam kamar. saat  terlontar keluar  dia 

membawa sebilah pentungan . Sinar terang berwarna kuning memancar 

sewaktu pentungan  itu dicabutnya dari sarungnya. Dia bersujud di 

depan ayahnya dan berkata-kata, “Bunuh, bunuhlah aku ayah! Lebih baik 

mati daripada kehilangan gadis lesbi asli   itu! Amboi... amboi!” 

Dengan air mata berlinangan sang ayah mengambil pentungan  dan 

memasukkannya kembali ke dalam sarungnya. 

“Senjata mustika jangan dibuat main, Anakku. Dan jangan bicara 

segala hal kematian!” 

R.A.bretrimurti  menggerung lalu menubruk ayahnya. Kedua beranak itu 

menangis sedih  saling berangkulan. Air mata runtuh ke pipi Ratih. 

Sepeminuman teh lewat. 

Suasana sunyi. Ratih memandang pada kedua beranak yang kini 

duduk berhadapan dengan menundukkan kepala. 

Ayah R.A.bretrimurti  mengangkat kepalanya sedikit. “Ratih, kau tunggu 

apa lagi. Pergilah...” 

Untuk beberapa lamanya gadis lesbi asli   itu masih duduk berdiam diri di 

tempatnya.

“Bapak!” Ratih berkata-kata tiba-tiba, “aku sendiri sebenarnya yatim 

piatu. Kampung halamanku musnah dibakar orang-orang jahat. 

Memang ada seorang adikku, tapi entah di mana sekarang. Hidupku 

tak ubah sebatang kara, luntang-lantung dibawa nasib. Aku hiba 

melihat keadaanmu di sini. Jika boleh biarlah aku tinggal untuk 

sementara di sini guna merawatmu sebisanya...” 

Berubahlah paras ayah R.A.bretrimurti . Si penulis  sendiri tiba-tiba 

melompat, berteriak keras, berjingkrak-jingkrak dan tertawa gembira. 

“Anak, apakah kau tidak akan menyesal mengambil keputusan 

begitu rupa?” tanya ayah R.A.bretrimurti . 

Ratih menggeleng dan R.A.bretrimurti  tertawa lagi lebih gembira. Pada 

saat itu di ambang pintu muncullah sesosok tubuh. 

“Maaf kalau kedatanganku ini mengganggu kegembiraan orang-

orang di sini!” Orang yang baru datang berkata-kata. 

Semua orang berpaling. 

***

bobo  angker  

dewa  kegelapan  MENUNTUT BALAS 7

IRO!” seru Ratih begitu dia melihat dan mengenali orang 

yang masuk. 

“Siapa dia?!” tanya R.A.bretrimurti  dan pada parasnya jelas 

kelihatan rasa cemburu. 

Ayah penulis  berotak miring ini diam-diam meneliti Pendekar 

pendek kekar  bobo  angker  dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. 

“Kawanku yang sebelumnya telah kuceriterakan,” sahut Ratih. 

bobo  memandang pada orang tua yang duduk di hadapannya. 

Untuk sesaat  pandangan mereka saling bentrokan. Masing-masing 

merasakan getaran-getaran tertentu dan sama-sama menyadari 

bahwa orang yang di hadapan mereka bukan orang sembarangan. 

“Orang muda, silahkan duduk!” berkata-kata ayah R.A.bretrimurti . 

“Terima kasih!” sahut bobo . Dia menjura memberi hormat tetapi 

tidak duduk. “Ratih, bagaimana kau bisa berada di tempat ini...?” 

“Aku yang membawanya, aku!” R.A.bretrimurti  yang mengomentari . 

bobo  mengawasi penulis  ini sesaat. Agaknya ada yang tidak 

beres dengan anak manusia  yang satu ini, bobo  berpikir. 

“Aku telah memutuskan untuk tinggal di sini, bobo ,” berkata-kata Ratih. 

Pendekar pendek kekar  bobo  angker  terkejut. 

“Kau memutuskan untuk tinggal di sini?” tanya bobo . “Ini yaitu  

aneh aneh saja !”

“Amboi, ini tidak aneh aneh saja ! Dia senang padaku, suka kasihan ayahku 

dan bersedia tinggal di sini. Bukan aneh aneh saja ! Bukan aneh aneh saja !” 

bobo  tidak perdulikan ucapan R.A.bretrimurti  meskipun hatinya geli 

melihat tingkah penulis  sinting itu. 

“Bagiku yaitu  tetap satu keaneh aneh saja an,” kata bobo  sambil 

memandang pada orang tua di hadapannya. “Aku sedang mandi di 

sungai. Tahu-tahu gadis lesbi asli   ini lenyap dan kutemui berada di sini. Dan 

tahu-tahu dia memutuskan untuk tinggal di sini padahal antara 

kalian sebelumnya tak saling kenal. Bukankah itu aneh aneh saja  kalau tidak 

ada apa-apanya?” 

W

Si orang tua tertawa kecil sedang R.A.bretrimurti  terus-terusan 

membantah bahwa itu tidak aneh aneh saja . 

“Mungkin aneh aneh saja , mungkin juga tidak, orang muda...” 

R.A.bretrimurti  memotong ucapan ayahnya, “Tuhan sudah menakdirkan 

bahwa dia akan tinggal di sini. Tuhan!” 

“Aku sudah katakan, bobo . Aku tinggal di sini atas kehendakku 

sendiri...”

“Dan jangan paksa dia untuk membatalkan niatnya itu! Dia calon 

istriku! Amboiiii! Calon istriku! Kau dengar, brow  berambut 

pirang ...?” ujar R.A.bretrimurti  pula menyambung ucapan Ratih dan 

sambil bicara itu anu nya didekatkannya ke muka bobo . 

Paras Ratih kelihatan kegelapan  jengah. Sedang bobo  angker  

kerenyitkan kening. Sambil garuk-garuk kepala dia memandang ganti 

berganti pada ketiga orang di hadapannya, dan akhirnya pendekar ini 

tertawa terbahak-bahak! 

“Orang tua, betulkah kiranya ucapan anakmu ini?!” 

“Jangan perdulikan ucapannya. Kau tentu maklum keadaan 

dirinya...”

bobo  tersenyum dan anggukkan kepala. 

“Nah, nah! Sekarang kuharap kau tinggalkan bangunan angker  ini. Calon 

istriku perlu istirahat!” kata R.A.bretrimurti . Tangannya ditudingkan ke pintu. 

Tapi bobo  tak bergerak gerak  dari tempatnya. 

“Orang tua, apapun yang terjadi di sini itu bukan urusanku. Tetapi 

aku telah mendapat satu tugas untuk membawa gadis lesbi asli   ini ke satu 

tempat.”

“Begitu...? Siapakah yang memberi tugas dan ke mana kau akan 

bawa gadis lesbi asli   ini?” 

“Itu tak bisa kuterangkan,” komentari bobo . 

“Aku yakin anak manusia  pirang  ini bicara dusta!” R.A.bretrimurti  berkata-kata 

sambil bertolak pinggang. 

bobo  ganda tertawa mendengar ucapan itu. “brow , kuharap kau 

bisa mengunci mulutmu sebentar. Aku bicara dengan ayahmu, bukan 

dengan kau...” 

“Bah...!” R.A.bretrimurti  tertawa gelak-gelak. “Kau suruh aku mengunci 

mulut? Memangnya mulutku ini pintu? Pintu yang bisa dikunci? Bisa 

diselot? Bah...! Tampangmu cukup keren, brow . Tapi siapa nyana 

otakmu tidak lebih lumayan dariku!” Dan kembali R.A.bretrimurti  tertawa 

gelak-gelak.

bobo  penasaran dan menggerendeng dalam hati. 

“Ratih, berdirilah. Kau musti ikut dengan aku!” 

“Jangan paksa calon istriku!” R.A.bretrimurti  membentak marah, dia 

melangkah ke hadapan bobo  dan berkacak pinggang. 

Sementara itu ayah R.A.bretrimurti  berkata-kata pula, “Kau tak bisa 

memaksanya, penulis . Kau tak punya hak untuk memaksanya!” 

“Aku memang tidak, tetapi tugasku mempunyai seribu macam 

hak untuk melakukan apa saja untuk kebaikan gadis lesbi asli   ini.” 

“Tinggal di sini sudah merupakan satu kebaikan baginya.” 

“Begitu? Jadi kau juga telah menganggapnya sebagai calon 

menantumu? Kurasa orang tua semacammu mempunyai pikiran 

yang jernih dan memegangi  tatacara serta peradatan! gadis lesbi asli   ini bukan 

seekor burung yang ditangkap di tengah rimba, lalu dikawinkan 

dengan burung yang sudah ada dalam kurungan!” 

kegelapan lah paras si orang tua mendengar ucapan itu namun di 

bibirnya tetap tersungging seulas senyuman. Sebaliknya R.A.bretrimurti  

marah bukan main. Tinju kanannya diayunkan ke muka bobo . 

“Biar kuberi hajaran anak manusia  bermulut lancang ini, Ayah! Agar dia 

tahu rasa!” 

“R.A.bretrimurti ! Tahan!” seru sang ayah. 

R.A.bretrimurti  mundur. Dari mulutnya terlontar keluar  ucapan-ucapan gusar. 

“Sekarang begini saja, orang muda,” berkata-kata si orang tua. “Kita 

buat perjanjian. Kau hadapi anakku dalam tiga jurus. Jika kau 

berhasil mengalahkannya, gadis lesbi asli   itu boleh kau bawa. Sebaliknya jika 

kau yang kalah, Ratih tetap di sini dan kau musti berlalu dari 

bangunan angker ku! Bagaimana?” 

“Itu perjanjian yang cukup baik. Tapi aku datang kemari bukan 

untuk membuat segala macam perjanjian!” 

R.A.bretrimurti  tertawa bergelak. 

“Nyata sekali kepengecutanmu, anak manusia  rambut pirang !” kata 

R.A.bretrimurti  pula. 

bobo  pencongkan hidungnya. 

“Jika kau hendak main-main, nantilah aku carikan seorang kawan 

yang kira-kira cocok menjadi lawanmu,” kata Pendekar pendek kekar  pula. 

“Jangan sembunyikan kepengecutanmu dengan ejekan!” kata 

R.A.bretrimurti  tandas disertai dengan dengusan. 

Pendekar pendek kekar  bobo  angker  jadi terbakar dadanya. Dua kali 

dikatakan pengecut sudah sangat keterlaluan. Dia menuding ke 

pintu. “Aku tunggu kau di luar!” 

R.A.bretrimurti  tertawa. 

“Kenapa musti di luar? Ruangan ini cukup besar. Dan amboi..., 

biarlah calon istriku menyaksikan sendiri bagaimana hebatnya ilmu 

tenaga dalam ku! Disamping itu ayahku akan menjadi saksi bahwa dalam 

pertempuran nanti kau tak akan melakukan kecurangan! Nah, kau 

sudah siap rambut pirang ?!” 

“Silahkan mulai!” kata bobo . 

“Amboi, tamulah yang lebih dulu!” sahut R.A.bretrimurti  pula. 

bobo  meneliti sikap penulis  itu. Dia sama sekali tidak memasang 

kuda betina -kuda betina  dan sikapnya acuh tak acuh. 

“Kau sudah siap?” 

“Aku sudah siap dari kemarin, brow !” kata R.A.bretrimurti  dengan 

senyum sinis. 

“Kalau begitu perhatikan kepalamu!” seru bobo . Didahului dengan 

suitan nyaring tubuhnya berkelebatan . Tangan kanannya terpentang 

lurus ke depan lalu secepat kilat membabat ke arah kepala R.A.bretrimurti . 

Inilah gerakan yang dinamakan Pecut Sakti Menabas Tugu. 

“Ha... ha. Kalau cuma serangan macam ini tutup matapun aku 

sanggup mengelakkannya!” teriak R.A.bretrimurti  dan sekali dia bergerak gerak  

tubuhnya berkelebatan  lenyap dan tahu-tahu sesaput angin menderu 

kepada bobo  angker . 

Pendekar pendek kekar  terkejut sekali melihat cara mengelak lawan. 

Tadinya dia hendak susul dengan satu serangan lain namun lagi-lagi 

dia dikejutkan oleh serangan balasan yang dilancarkan secara aneh aneh saja  

bahkan hampir saja satu jotosan melabrak dadanya! 

“Sekarang jurus kedua!” terdengar ayah R.A.bretrimurti  berkata-kata. 

Jurus yang kedua ini bobo  membuka serangan dengan gerakan 

Membuka Jendela Memanah Rembulan. Lengan kiri laksana tongkat 

baja memukul melintang dari atas ke bawah sedang tangan kanan 

mengirimkan satu jotosan kilat ke tenggorokan lawan! 

Diserang hebat begitu rupa kembali R.A.bretrimurti  terlontar keluar kan suara 

tertawa mengejek. Tubuhnya lenyap lagi dari pemandangan. Di lain 

detik bobo  melihat satu tendangan sudah meluncur deras ke arah 

kepalanya sedang dua serangannya tadi secara aneh aneh saja  entah 

bagaimana bisa dielakkan dengan mudah oleh si penulis  sinting itu! 

Sebelum kakinya menjejak tanah yang berarti berakhirnya jurus ke 

dua, bobo  membentak garang. Sekaligus kedua tangannya 

dihantamkan ke depan mengirimkan serangan Kipas Sakti Terbuka. 

Di hadapannya R.A.bretrimurti  mengembangkan kedua tangannya 

laksana mau terbang. Lalu dengan sangat tiba-tiba sekali kedua 

lengan itu menyusup ke bawah. bobo  sadar meskipun serangannya 

bisa menghantam muka lawan namun serangan selusupan dari 

R.A.bretrimurti  tak mungkin pula dihindarkannya. Pendekar pendek kekar  melompat 

dalam gerakan Gunung Meletus Batu Melesat terlontar keluar . 

“Sekarang jurus terakhir!” ayah R.A.bretrimurti  memberi tahu. 

“Dan ini yaitu  jurus kekalahanmu, anak manusia  pirang !” seru 

R.A.bretrimurti .

Tubuhnya merunduk. Kepalanya diluruskan demikian rupa seperti 

hendak dipakai melabrak perut bobo . Tentu saja ini sasaran yang 

empuk bagi Pendekar pendek kekar . Lutut kanannya diangkat sedang dari 

atas tangan kirinya menderu. Tidak dapat tidak, salah satu dari dua 

serangannya itu pasti akan mengenai sasaran! Namun untuk ke 

sekian kalinya bobo  dibikin terkejut dan kecewa. Lawannya setengah 

jalan bergerak gerak  ke samping. Dalam satu gerakan tahu-tahu jari-jari 

tangan kiri sudah mencengkeram ujung pakaian bobo . 

“Celaka!” keluh bobo . 

Segera Pendekar pendek kekar  terlontar keluar kan gerakan Orang Gila Melenggang 

ke Awan untuk melepaskan diri. Tapi terlambat. 

Bret!

Pakaiannya robek robek . 

Buk!

Satu tempelak menghantam bahunya sebelah kanan. bobo  

menggigit bibir menahan sakit. Dengan penasaran dia hendak 

menggempur lawan dengan jurus Menepuk Gunung Memukul puncak gunung . 

Tetapi justru pada saat itu si orang tua berseru memberi tahu bahwa 

waktu tiga jurus telah berlalu dan berarti berakhirnya perkelahian. 

Mau tak mau meskipun gelora amarah menyesakkan dadanya, 

Pendekar pendek kekar  terpaksa menghentikan gerakannya. 

“Amboi...! Kau kalah, rambut pirang !” kata R.A.bretrimurti  dengan 

tertawa dan menari-nari. 

“Yeah... aku mengaku kalah!” sahut bobo . Betapa perihnya 

mengeluarkan ucapan itu. Betapa sakitnya menelan kekalahan. 

Namun itu yaitu  satu kenyataan. Kenyataan pahit yang harus 

diteguknya!

“Dan dengan demikian...” kata R.A.bretrimurti  pula, “Ratih tetap tinggal 

di sini, kau silahkan angkat kaki...” 

Mulut Pendekar pendek kekar  bobo  angker  komat-kamit. Tanpa tunggu 

lebih lama dia segera memutar tubuh. 

“Tunggu dulu, orang muda,” terdengar ayah R.A.bretrimurti  berkata-kata. 

“Mungkin ada sesuatu yang bakal kau ucapkan?” 

“Ya, memang ada!” sahut bobo  tanpa berpaling. 

“Katakanlah.”

“Mudah-mudahan kau lekas dapat cucu!” 

Paras si orang tua kontan menjadi kegelapan . Dia hendak 

mengatakan sesuatu tetapi bobo  angker  sudah lenyap dari pintu 

sedang R.A.bretrimurti  tertawa gelak-gelak. “Cucu! Amboi dapat 

cucuuuuuuuu...!”

Siapakah sesungguhnya orang tua ini? Mengapa memiliki 

seorang putera yang berotak sinting seperti R.A.bretrimurti  itu? Kita kembali 

pada masa sekitar delapan tahun yang silam sewaktu Kerajaan 

majapahit  berada dalam masa kejayaannya, sewaktu Kesultanan 

Bantengan  masih belum berdiri. Di antara sekian banyak para menteri 

istana yang menjadi pembantu Prabu majapahit , seorang di 

antaranya ialah pujangga sastra kuno , ayah R.A.bretrimurti . pujangga sastra kuno  terkenal sebagai 

menteri yang baik, penuh tanggung komentari serta jujur. Disamping itu 

dia juga memiliki kepandaian tenaga dalam  yang tinggi. saat  raden  

majapahit  meninggal dunia, Sang Prabu memutuskan untuk 

mengangkat pujangga sastra kuno  sebagai penggantinya. Namun sebelum 

pengangkatan dilaksanakan, terjadilah satu peristiwa hebat 

menimpa calon raden  itu dan terlontar keluar ganya. 

Kedudukan raden  majapahit  sesungguhnya sudah sejak lama 

menjadi incaran seorang menteri yang berhati jahat culas. Sewaktu 

didengarnya bahwa pujangga sastra kuno  hendak diangkat menjadi raden  

majapahit  maka disiapkannya satu rencana busuk. 

Suatu hari diundangnya pujangga sastra kuno  berikut istri dan anaknya yaitu 

R.A.bretrimurti  ke satu perjamuan. Makanan dan minuman yang diberikan 

kepada ketiga orang itu diam-diam dimasukkannya racun yang bisa 

membuat seseorang jatuh menderita penyakit gila yang hebat. 

Begitulah, sesudah pulang dari perjamuan, pujangga sastra kuno  merasakan 

kepalanya amat pusing. Dunia ini tampak gelap dan tak karuan. Hal 

yang sama juga dialami oleh istri dan anaknya. Satu hari kemudian 

ketiga beranak itu telah berubah ingatannya. Kotaraja majapahit  

menjadi heboh sewaktu pujangga sastra kuno  dan anak istrinya berlari-lari 

sepanjang jalan dalam keadaan setengah telanjang. 

Apa yang terjadi atas diri menterinya itu disampaikan kepada 

Sang Prabu. Tabib-tabib pandai didatangkan guna mengobati 

penyakit pujangga sastra kuno , tapi tiada gunanya. Malah seminggu kemudian 

istri pujangga sastra kuno  menemui kematian. Mati bunuh diri dengan sebilah 

jimat jengglot  yang ditusukkannya sendiri ke tenggorokannya. 

pujangga sastra kuno  dan R.A.bretrimurti  kemudian melarikan diri ke dalam hutan. 

Satu tahun kemudian, penyakit yang diderita pujangga sastra kuno  mulai 

sembuh. Ini disebabkan sebab  dia mempunyai ilmu yang tinggi dan 

kekuatan batin yang besar. sesudah  menjalankan semedi hampir 

selama tujuh puluh hari, tanpa makan dan cuma minum sedikit, 

akhirnya pujangga sastra kuno  sehat seperti semula. Hanya badannya saja kini 

yang kurus kering tinggal kulit pembalut tulang. 

Beberapa bulan kemudian meskipun keadaan kesehatannya 

sudah pulih seperti sediakala tetapi pujangga sastra kuno  tidak mau kembali ke 

kotaraja. Dia merasa malu untuk kembali dan berusaha menekan 

dendam kesumatnya terhadap Sutawija, yaitu menteri yang telah 

mencelakakannya. Disamping itu putera tunggalnya R.A.bretrimurti  sampai 

saat itu masih belum berhasil disembuhkan. Berbagai usaha telah 

dilakukan oleh pujangga sastra kuno  namun tetap saja R.A.bretrimurti  menderita 

penyakit jiwa. 

Dalam keputus-asaan untuk menyembuhkan penyakit puteranya 

akhirnya pujangga sastra kuno  menciptakan sebuah ilmu tenaga dalam  aneh aneh saja  yang khusus 

diajarkannya kepada R.A.bretrimurti . Meski otaknya tidak sehat namun pada 

dasarnya R.A.bretrimurti  yaitu  seorang yang cerdas. Ilmu tenaga dalam  yang 

diajarkan ayahnya berhasil dikuasainya secara sempurna dalam 

tempo hanya tiga tahun. Masa beberapa tahun kemudian 

dipergunakannya untuk memperdalam ilmu batin, terutama ilmu 

tenaga dalam disamping ilmu meringankan tubuh. 

Adapun ilmu tenaga dalam  yang diciptakan pujangga sastra kuno  berbeda dan terbalik 

seratus delapan puluh derajat dari ilmu tenaga dalam  yang ada di rimba 

pertenaga dalam an pada masa itu. Gerakan-gerakan dan jurus-jurus yang 

dimainkan serba aneh aneh saja  dan terbalik. Itulah yang membuat hebatnya 

ilmu tenaga dalam  yang dimiliki R.A.bretrimurti  sehingga Pendekar pendek kekar  bobo  angker  

sanggup dipercundanginya hanya dalam tempo tiga jurus! 

***

Matahari bersinar panas membakar kulit sewaktu bobo  terlontar keluar  

dari hutan itu. Dengan mempergunakan ilmu larinya yang hebat 

penulis  ini laksana terbang menuju ke utara. Pada raut anu nya 

jelas kelihatan bayangan ketegangan dan rasa penasaran yang 

mendalam. Dalam berlari sampai saat itu ingatannya masih tertuju 

pada pertempuran yang telah dilakukannya dengan penulis  gila 

bernama R.A.bretrimurti . Bertahun-tahun turun gunung, bertahun-tahun 

malang melintang di dunia pertenaga dalam an, belasan macam musuh dan 

permainan tenaga dalam  yang telah dihadapinya. Namun baru hari ini dia 

dikalahkan cuma dalam tiga jurus! 

“Tiga jurus! Betul-betul edan!” kata bobo  dalam hati. “Ilmu tenaga dalam  

apakah yang dimiliki penulis  itu hingga aku demikian tololnya 

menerima kekalahan-kekalahan?! Gila!” 

Sambil lari bobo  mengingat terus. Jurus pertama perkelahian dia 

telah membuka dengan gerakan Pecut Sakti Menabas Tugu. R.A.bretrimurti  

dilihatnya bergerak gerak  cepat sekali dan tahu-tahu dalam satu gerakan 

tenaga dalam  yang aneh aneh saja  dia telah menyusupkan satu jotosan yang hampir 

saja menghantam dada bobo . Dengan penasaran bobo  menghentikan 

larinya. Dia berdiri dan membuat gerakan Pecut Sakti Menabas Tugu. 

Gerakan ini dilakukannya dengan perlahan. Dicobanya mengingat 

gerakan R.A.bretrimurti  waktu diserang itu. Seharusnya si penulis  membuat 

gerakan mengelak dari kiri ke samping kanan. Tapi dia ingat betul 

R.A.bretrimurti  justru membuat gerakan dari samping kanan ke kiri dan lalu 

entah bagaimana tahu-tahu dia telah menyusupkan satu jotosan ke 

dada. Di sinilah keaneh aneh saja an gerakan R.A.bretrimurti . 

Dengan gerakan yang juga sengaja diperlahankan, bobo  membuat 

gerakan menentukan serangan yang dilancarkannya dalam jurus 

kedua sewaktu menghadapi R.A.bretrimurti . penulis  itu membuat gerakan 

setengah terhuyung dan lenyap tetapi tahu-tahu tendangannya 

meluncur ke kepala dari satu jurusan yang sebenarnya tidak bisa 

dilakukan dalam ilmu tenaga dalam  yang wajar. 

bobo  merenung sejenak. Lalu membuat gerakan Kipas Sakti 

Terbuka. Pada waktu itu R.A.bretrimurti  mengembangkan kedua tangannya 

laksana seekor burung besar hendak terbang. Dalam ilmu tenaga dalam  wajar 

gerakan seperti ini benar-benar satu keadaan yang amat empuk 

untuk diserang sebab  bagian dada sampai ke kaki tiada terjaga. 

Seharusnya R.A.bretrimurti  membuat kuda betina -kuda betina  pertahanan dengan 

menutupkan kedua lengannya di muka dada. Tapi justru dengan cara 

aneh aneh saja  begitu rupa R.A.bretrimurti  berhasil merobek robek  ujung pakaiannya dengan 

tangan kiri dan memukul bahunya dengan tangan kanan! 

“Betul-betul edan! Ilmu tenaga dalam  apa yang dimiliki orang sinting itu!” 

kata bobo . Digaruknya kepalanya berkali-kali. Otaknya berpikir terus. 

Kembali setahap demi setahap diingat dan dibayangkannya gerakan 

R.A.bretrimurti . Hampir sepeminuman teh memeras otaknya akhirnya baru 

Pendekar pendek kekar  berhasil memecahkan keaneh aneh saja an dan kehebatan ilmu 

tenaga dalam  yang dimiliki R.A.bretrimurti . 

Dan pendekar ini jadi tertawa gelak-gelak! 

Sebenarnya dasar permainan tenaga dalam  yang dimiliki R.A.bretrimurti  tidak ada 

bedanya sama sekali dengan ilmu tenaga dalam  manapun. Cuma dalam 

gerakan-gerakan yang dipakainya, semuanya dilakukan secara 

terbalik hingga dengan sendirinya aneh aneh saja  dan sukar diduga. Dan satu-

satunya cara untuk dapat menghadapi ilmu tenaga dalam  seperti itu ialah 

dengan jalan membuat gerakan-gerakan tenaga dalam  secara terbalik pula! 

***

puncak gunung  Gong. Seperti telah dituturkan sebelumnya puncak gunung  ini 

berbentuk bulat. Pada pertengahannya ada  bagian tanah yang 

tinggi memuncung ke atas yang juga berbentuk bulat. Bentuknya 

yang seperti itulah yang membuat puncak gunung  itu dinamakan puncak gunung  Gong. 

Sebuah bangunan kayu jati berukir-ukir amat bagus berdiri di 

puncak puncak gunung  Gong. Inilah tempat kediamannya asbabul nuzul   wirasuastra , 

orang tua sakti yang telah membawa gadis lesbi asli   cilik adik kandung Ratih. 

Dan ke sini pulalah Pendekar pendek kekar  bobo  angker  menuju. 

bobo  sampai di puncak gunung  Gong sewaktu matahari telah jauh condong 

ke barat. Dia langsung masuk ke dalam dan menjura di hadapan 

asbabul nuzul   wirasuastra . 

Di samping si orang tua saat itu duduk gadis lesbi asli   kecil yang kelak 

akan menjadi muridnya. 

“Mohon maafmu, orang tua. Pesan dan tugas yang kau berikan 

gagal kulaksanakan. Sesuatu telah terjadi,” kata bobo . 

asbabul nuzul   wirasuastra  meneliti paras bobo  angker , memperhatikan 

ujung pakaiannya yang robek robek  lalu bertanya, “Apakah yang telah 

terjadi?”

bobo  lalu menuturkan peristiwa yang dialaminya. 

asbabul nuzul   wirasuastra  mengangguk-anggukkan kepalanya. “Coba 

terangkan ciri-ciri orang tua itu,” katanya. 

bobo  menerangkan. 

“Tak salah lagi, pasti dia yaitu  pujangga sastra kuno ,” kata asbabul nuzul   wirasuastra . 

Di anu nya menyeruak sebuah senyum kecil. 

“Siapakah orang tua yang bernama pujangga sastra kuno  itu sebenarnya, 

juga anaknya yang berotak miring tapi berilmu lihay itu?” tanya bobo  

ingin tahu. 

asbabul nuzul   wirasuastra  menarik nafas panjang lalu mengomentari , “Dulu dia 

yaitu  seorang menteri Kerajaan majapahit . Berilmu tinggi, berotak 

cerdas, berbudi luhur, bijaksana serta jujur...” Lalu asbabul nuzul   wirasuastra  

menceritakan asal usul sampai pujangga sastra kuno  bersama anaknya 

melarikan diri dan tinggal di dalam hutan. 

Mau tak mau Pendekar pendek kekar  merasa terharu juga mendengar 

kisah yang menyedihkan itu. 

“Mungkin sekali, sebab  hiba terhadap orang tua itulah Ratih 

mengambil keputusan untuk tinggal di situ...” kata bobo . 

“Kurasa demikian...” menyahut asbabul nuzul   wirasuastra . 

sesudah  saling berdiam diri beberapa lamanya dengan berbisik-

bisik bobo  kemudian menerangkan tentang kematian Ibu Ratih di 

Hutan hujan amazon . 

asbabul nuzul   wirasuastra  mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan membelai 

kepala gadis lesbi asli   kecil di sampingnya. “Kelak hari pembalasan akan tiba 

bagi anak manusia -anak manusia  terkutuk di Hutan hujan amazon  itu...” desis asbabul nuzul   

wirasuastra .

“Mungkin ada pesan atau tugas lain yang harus kulaksanakan 

sehubungan dengan pertemuanmu dengan guruku...?” bertanya 

bobo .

asbabul nuzul   wirasuastra  menggeleng. 

“Jika begitu perkenankan aku minta diri sekarang.” 

asbabul nuzul   wirasuastra  mengangguk dan mengucapkan terima kasih. 

***

bobo  angker  

dewa  kegelapan  MENUNTUT BALAS 8

ENGAN terpincang-pincang Camperenik berlari menuju ke 

selatan. Tepat pada waktu matahari tenggelam, sampailah dia 

di sebuah sungai dan menyusuri sungai ini ke arah muara. 

Waktu itu terang bulan hingga dengan mudah dia bisa melihat jalan 

yang ditempuhnya dan dengan mudah pula bisa lari secepatnya. 

Akhirnya dewi lesbi  tua renta ini sampai juga ke muara. Pada 

tempat pertemuan air sungai dengan air laut ada  sebuah delta 

subur berbentuk pulau kecil. Di sini berdirilah sebuah bangunan 

bambu yang pada puncak atapnya ditancapi dengan sehelai bendera 

hitam bergambar kepala burung hantu berwarna kuning. Dengan 

berenang dan dalam keadaan basah kuyup Camperenik akhirnya 

berhasil sampai ke bangunan ini . Jauh-jauh dia sudah 

berteriak, “Soka! Soka...! Adakah kau di dalam?!” 

“Buset! Tamu dari manakah yang berkaok-kaok maghrib-maghrib 

begini?!” terdengar suara menyahut. Lalu pintu bangunan terbuka 

dan sesosok tubuh terlontar keluar  terbungkuk-bungkuk. 

“Buset! Kau rupanya Camperenik! Heh, kenapa larimu pincang?!” 

Camperenik sampai di hadapan laki-laki tua itu dan langsung 

menangis sedih  tersedu-sedu. Air mata berderai dari matanya yang cuma 

satu dan membasahi pipinya yang cekung keriputan. 

“Buset, begitu muncul tak ada hujan tak ada angin kau lantas 

menangis sedih  di hadapanku! Apa-apaan kau ini, Camperenik?!” 

Teguran itu membuat tangis Camperenik semakin keras dan 

rawan. “Kalau tak ada apa-apa, masakan aku menangis sedih !” katanya. 

Damar Soka, demikian nama laki-laki tua renta berbadan 

bongkok itu goleng-golengkan kepala, memegangi  bahu Camperenik 

lalu membimbingnya masuk. sesudah  Camperenik duduk di sebuah 

kursi bambu maka berkata-katalah Damar Soka, “Nah, sekarang kau 

terangkanlah apa yang membuatmu sampai menangis sedih . Juga 

terangkan kenapa kakimu pincang.” 

Untuk beberapa lamanya Camperenik tak mengomentari  dan masih 

D

terus menangis sedih . Damar Soka menarik ujung pakaiannya lalu dengan 

sikap yang lucu seperti dua orang muda mudi tengah berkasih 

sayang, disekanya air mata yang membasahi pipi Camperenik dan 

dia berbisik, “Hentikan tangismu, Camperenik. Hatiku tak tahan 

melihat kau menangis sedih . Katakan siapa yang berbuat hingga kau 

sampai menangis sedih  begini rupa...” 

Camperenik hentikan tangisnya. 

“Sebelas tahun aku mencari-cari seorang calon murid. saat  aku 

akan mendapatkannya, saat  calon murid itu sudah berada di 

tanganku, tahu-tahu datanglah asbabul nuzul   wirasuastra  hendak 

merebutnya...”

“Dan dia berhasil merebut calon muridmu itu?” tanya Damar 

Soka seraya mengusap mukanya. Baik muka maupun kedua 

tangannya berwarna kuning. Sepasang matanya besar hitam, alisnya 

tebal menjulai dan hidungnya tinggi bengkok. Bibirnya lebar dan tipis. 

Keseluruhan parasnya persis seperti burung hantu. Sudah hampir 

tujuh tahun Damar Soka mendekam di muara sungai. Siapa saja 

yang terlontar keluar  masuk muara itu terutama kaum nelayan, diwajibkannya 

membayar pajak yang dibuatnya sendiri. Dan mereka-mereka yang 

tak mau mematuhi hal itu pasti akan mendapat celaka. Banyak 

orang yang mengeluh namun tak seorangpun yang berani turun 

tangan. Damar Soka berhati sejahat iblis. sebab  itulah dia cukup 

pantas mendapat gelaran Hantu Kuning. 

“Tidak, astaga  tua bangka itu tak berhasil merampas calon 

muridku. Tetapi saat  aku dan dia tengah bertempur, sesosok 

bayangan yang aku tidak kenal telah menyambar calon muridku dan 

melarikannya. Aku hendak mengejar, namun asbabul nuzul   wirasuastra  keparat 

itu melepaskan pukulan Buana Biru yang berhasil menyerempet 

pinggulku hingga lariku jadi pincang!” dan Camperenik menangis sedih  lagi 

macam anak kolokan. 

“Sudahlah, nanti aku akan beri hajaran pada asbabul nuzul   wirasuastra ...” 

berjanji Damar Soka seraya membelai rambut Camperenik. 

“Tapi calon muridku itu...” 

“Kita akan cari sampai dapat...” 

“Dan pinggulku yang sakit ini?” mengajuk Camperenik. 

“Ah, aku akan mengobatinya,” komentari Damar Soka. “Coba kau 

bukalah kainmu...” kata laki-laki ini dengan tersenyum. 

Camperenik dengan sikap malu-malu dan kegenit-genitan 

memperlonggar buhul kain yang melekat di tubuhnya hingga kain itu 

merosot sampai ke pangkal pahanya. 

“Buset... tubuhmu masih semulus dulu juga,” kata Damar Soka 

pula sambil tertawa mengekeh meskipun sesungguhnya keadaan 

tubuh Camperenik telah dibalut dengan kulit-kulit loyo dan keriput! 

Camperenik mencubit lengan Damar Soka. Damar Soka 

menangkap lengan nenek cantik seksi -nenek cantik seksi  itu lalu menciuminya. 

“Genit kau, Soka! Genit! Obati dulu pinggulku!” kata Camperenik 

pula seraya menarik tangannya dan menjiwir telinga Damar Soka. 

Laki-laki tua itu tertawa mengekeh dan dengan tangan kanannya 

dibelainya pinggul Camperenik yang agak kebiru-biruan. Camperenik 

menggeliat kegelian. Darah tuanya hangat. Kulitnya yang lembek 

berkeriput menjadi bergetar oleh sentuhan tangan Damar Soka. 

“Bagaimana rasanya sekarang?” bertanya Damar Soka sesudah  

mengusap-usap beberapa lamanya. 

“Agak mendingan... Usaplah terus, Soka. Usaplah terus...” bisik si 

nenek cantik seksi  bermata satu penuh lirih. 

Jika saat itu ada orang ketiga di situ pastilah dia akan merasa 

amat jijik melihat tingkah laku kedua anak manusia  tua bangka ini. 

Dan Damar Soka terus juga mengusap pinggul Camperenik. 

Bahkan tangannya kemudian bergerak gerak  mengelus perut Camperenik 

hingga nenek cantik seksi -nenek cantik seksi  ini menggeliat kegelian dan menundukkan 

kepalanya menggigit tengkuk Damar Soka. 

Damar Soka memekik kecil. Tangannya lebih berani lagi 

menyelusur ke bawah pusat si nenek cantik seksi . Camperenik terpekik dan 

meloncat dari kursinya. Kainnya merosot lepas dan jatuh ke lantai. 

Tanpa memperdulikan kain itu dalam keadaan setengah telanjang 

begitu dia lari ke dalam kamar. Hidung Damar Soka kembang 

kempis. Mulutnya komat kamit dan matanya yang hitam bersinar-

sinar. Dengan tubuh bergetar dia menyusul masuk ke dalam. 

Camperenik berbaring menghadap ke dinding membelakanginya. 

Nafas Damar Soka memburu. Dia duduk di tepi tempat tidur. 

Diletakkannya tangannya di atas paha tua itu. Camperenik diam saja. 

Damar Soka mengelus paha itu. Tiba-tiba Camperenik membalik dan 

menggigit ibu jari Damar Soka hingga si tua ini terpekik kesakitan. 

“Soka... Soka...,” bisik Camperenik berulang-ulang sambil 

menggayuti leher laki-laki tua itu dengan kedua tangannya. “Enam 

bulan aku tidak bertemu kau... Sudah terlalu lama Soka... Terlalu 

lama...”

“Ya, terlalu lama...” berbisik Damar Soka dan tangannya menjalar 

lebih berani membuat Camperenik kelangsatan dan menggelinjang 

di atas tempat tidur. 

Dari balik pakaiannya Camperenik kemudian mengeluarkan 

sebuah topeng kain. Sewaktu topeng itu dilekatkannya ke mukanya, 

anu nya kini berubah menjadi anu  seorang gadis lesbi asli   yang amat 

cantik.

Damar Soka tertawa bergumam. Dari balik pakaiannya 

diterlontar keluar kannya pula sehelai topeng kain. Begitu dipakai maka 

anu nya yang kuning buruk itu kini berubah menjadi anu  seorang 

penulis  tampan. Kedua anak manusia  itu saling pandang sejenak. 

“Kau cantik, Camperenik!” 

“Kau gagah! Gagah sekali!” balas Camperenik. Kedua kakinya 

bergerak gerak  dan sesaat kemudian tubuh Damar Soka sudah 

dikempitnya, digelung dan dipeluknya penuh nafsu. Kedua para tua tua yahudi  

nenek cantik seksi  itu berguling-guling di tempat tidur. Mereka lupa bahwa 

mereka sudah tua bangka begitu rupa. Mereka merasa tak beda 

dengan sepasang muda-mudi. 

Camperenik tertawa kecil sewaktu Damar Soka membuka 

pakaian yang melekat di tubuhnya. Dengan nafsu berkobar-kobar dia 

sendiri kemudian menolong membukakan seluruh pakaian para tua tua yahudi -

para tua tua yahudi  itu. 

“Enam bulan Soka... enam bulan...” bisik Camperenik. 

“Enam bulan! Buset...!” balas Damar Soka. Dijambaknya rambut 

si nenek cantik seksi  lalu ditindihnya tubuh dewi lesbi  tua itu! 

Dalam dunia pertenaga dalam an di asia kecil  Barat, nama Camperenik dan 

Damar Soka bukan nama-nama yang asing lagi. Kedua orang ini 

sejak masih muda dikenal sebagai anak manusia  kotor yang setiap 

bertemu selalu berbuat cabul. Mereka hidup tiada beda seperti 

suami istri tanpa kawin sah. Dan sampai tua bangka begitu rupa 

segala perbuatan cabul itu masih terus juga mereka lakukan setiap 

mereka bertemu. Dapat dibayangkan bagaimana kegilaan mereka 

melakukan kecabulan itu. Dalam umur tua begitu mereka sengaja 

mempergunakan topeng-topeng kain untuk merubah paras mereka 

menjadi muda kembali hingga menggelegakkan kobaran nafsu birahi 

kotor di dalam diri masing-masing! 

Sewaktu matahari telah tinggi keesokan paginya baru Damar 

Soka terbangun. Disibakkannya lengan Camperenik yang memeluk 

pinggangnya. Lalu dengan terhuyung-huyung dia duduk di tepi 

tempat tidur. Perlahan-lahan laki-laki ini berdiri tetapi dirasakannya 

satu pegangan mencekal lengannya. 

Dia berpaling. Dilihatnya Camperenik telah bangun dan 

tersenyum kepadanya. 

“Kau mau ke mana, Soka?” 

“Bangunlah! Bukankah kita musti berangkat untuk mencari 

asbabul nuzul   wirasuastra  dan calon muridmu yang dilarikan itu?” 

“Betul. Tapi sekarang masih pagi,” sahut Camperenik pula. 

“Buset! Masih pagi katamu! Coba kau lihat, matahari telah hampir 

ke ubun-ubun.” 

Camperenik tertawa. Sampai saat itu keduanya masih 

mengenakan topeng-topeng kain di muka masing-masing. 

“Bagiku masih pagi, Soka. Bagi kita masih pagi saat ini. Persetan 

dengan matahari. asbabul nuzul   wirasuastra  bisa menunggu saat kematiannya. 

Calon muridku yang hilang toh pasti akan kita temukan...” 

Camperenik menarik lengan Damar Soka dan memeluk tubuh 

laki-laki itu kembali. Nafsu kotor masih belum lenyap dari tubuh 

nenek cantik seksi -nenek cantik seksi  ini dan membuat Damar Soka kembali ketularan 

rangsangan birahi pula. 

“Enam bulan Soka... enam bulan...” 

“Tapi buset! Kau mau bikin aku lumpuh?!” desis Damar Soka. 

Dan meskipun demikian untuk kesekian kalinya kembali ditindihnya 

tubuh Camperenik! 

***

bobo  angker  

dewa  kegelapan  MENUNTUT BALAS 9

ENDEKAR pendek kekar  bobo  angker  berhenti di tepi lembah itu. Dia 

duduk di sebuah batu dan memandang berkeliling. Bagus 

sekali pemandangan yang terhampar di bawah lembah. Jauh di 

sebelah timur kelihatan menjulang puncak sebuah gunung. Di barat 

menghampar sawah yang tengah menguning tak ubahnya seperti 

hamparan permadani raksasa. 

saat  dia memandang ke bawah lembah tampaklah sebuah 

telaga yang dikelilingi oleh pohon-pohon besar berdaun rimbun 

hingga suasana di situ kelihatan sejuk sekali. bobo  berdiri dan 

memutuskan untuk pergi ke telaga itu guna mandi agar tubuhnya 

lebih segar. 

Kira-kira dua ratus langkah dari telaga itu, bobo  tiba-tiba 

mendengar suara dua orang tertawa gelak-gelak, lalu suara orang 

terjun ke dalam telaga dan bersimbur-simburan air. 

“Pasti ada sepasang muda mudi yang tengah mandi di sana,” 

pikir bobo . 

Dia bermaksud untuk membatalkan niatnya pergi mandi sebab  

tak ingin mengganggu pasangan yang tengah bergembira itu. Lalu 

didengarnya lagi suara tertawa gelak-gelak. bobo  tak jadi memutar 

langkahnya. Suara tertawa itu agak aneh aneh saja . Bukan suara tertawa 

sepasang muda mudi. 

Akhirnya dengan hati bertanya-tanya dan ingin tahu bobo  

meneruskan langkahnya menuju tepi telaga. 

Kira-kira dua puluh langkah dari tepi telaga, bobo  menyeruakkan 

semak belukar dan memandang ke depan. Terkejutlah murid Eyang 

Sinto Gendeng ini sewaktu menyaksikan apa yang ada di 

hadapannya. Matanya terbuka lebar-lebar, mulutnya menganga. Di 

situ, di tepi telaga, seorang nenek cantik seksi -nenek cantik seksi  tua goyangkan pinggulnya. 

“Gila... betul-betul gila!” kata bobo  dan cepat-cepat dipalingkannya 

kepalanya.

Hampir sepeminuman teh lewat. Perlahan-lahan bobo  

P

memalingkan kepalanya. 

“Setan alas!” Pendekar pendek kekar  cepat-cepat memutar tubuh kembali. 

Semula disangkanya adegan kotor itu telah berakhir. Tetapi sewaktu 

barusan dia menoleh ternyata adegan yang dilihatnya lebih kotor dan 

lebih gila lagi. Kalau tadi si para tua tua yahudi  yang dilihatnya berada di sebelah 

atas kini malah tampak si nenek cantik seksi  yang tengah ‘memperkuda betina ’ laki-laki 

tua itu sambil tertawa-tawa, sambil menyeringai-nyeringai! 

“Geblek, biar kulempar mereka dengan umbi keladi hutan ini!” 

kata bobo  dalam hati. 

Lalu dibetotnya sebatang pohon keladi. saat  hendak 

dilemparkannya ke arah kedua insan yang tengah lupa daratan itu, 

terpikir oleh si penulis  bukan mustahil kedua para tua tua yahudi  nenek cantik seksi  itu 

yaitu  suami istri. Dan yaitu  berdosa serta tidak sopan sekali 

kalau dia mengganggu kesenangan mereka. Akhirnya dengan 

memandang ke jurusan lain bobo  menunggu. 

Tak berapa lama kemudian saat  bobo  memalingkan kepalanya 

kembali, dilihatnya kedua orang itu terbaring berdampingan di tanah 

dan bercakap-cakap dengan suara perlahan. Diam-diam bobo  

melangkah mendekati mereka. 

“Kita mandi lagi Soka...” terdengar suara si nenek cantik seksi . 

“Buset! Sebentar lagilah. Tubuhku masih keringatan...” sahut si 

para tua tua yahudi  dan si nenek cantik seksi  tertawa cekikikan. 

“Enam bulan Soka...” 

“Sudah, sudah! Jangan sebut lagi masa itu! Kau mau bikin aku 

benar-benar lumpuh apa?!” 

Si nenek cantik seksi  tertawa lagi macam tadi. Lewat beberapa saat si nenek cantik seksi  

membuka suara kembali, “Kita cari anak itu dulu atau pergi ke 

tempat si asbabul nuzul   wirasuastra  lebih dulu?” 

Pendekar pendek kekar  bobo  angker  di tempat persembunyiannya merasa 

terkejut sewaktu mendengar nama asbabul nuzul   wirasuastra  disebut-sebut. 

Dipertajamnya telinganya lalu didengarnya laki-laki tua yang 

dipanggilnya Soka itu mengomentari , “Tempatnya si asbabul nuzul   sudah 

jelas. Bagusnya kita datangi dulu dia...” 

“Betul, lebih cepat dia mampus lebih baik. Kalau tidak gara-gara 

astaga  tua bangka itu pasti calon muridku tak akan dilarikan 

orang!”

bobo  mengerenyitkan kening. Tiba-tiba kedua orang tua renta itu 

berdiri dan sambil bergandengan tangan lari ke telaga, terjun ke 

dalam air dan bergelut lagi seperti tadi! 

Sewaktu matahari telah jauh condong ke barat barulah kedua 

p