elangan kakinya dicengkeram. Dan sebelum
dia tahu apa yang terjadi, mendadak sontak tubuhnya telah
dibantingkan ke lantai pondok!
***
bobo angker
dewa kegelapan MENUNTUT BALAS 5
AYUNATA yaitu seorang kepala pasukan jahat yang berilmu tinggi.
Begitu tubuhnya terbanting keras ke lantai dia sanggup
bangun kembali dengan gerakan kilat seraya melepaskan satu
tendangan ke arah mana sudut matanya melihat sosok bayangan
putih yang barusan masuk. Yang diserang nyatanya bukan seorang
yang berkepandaian rendah pula, sebab tendangan kilat resi batari triratna
berhasil dielakkannya dengan miringkan tubuh ke samping kiri. Di
lain kejap kedua orang itu telah berdiri berhadap-hadapan.
“astaga rendah! Siapa kau?!” bentak resi batari triratna .
Di hadapannya berdiri seorang penulis berbadan tegap. Baju
putihnya tidak dikancing hingga kelihatan dadanya yang lebar
bidang. penulis ini berdiri bertolak pinggang. Rambutnya yang
menjela bahu bergoyang-goyang ditiup angin yang berhembus dari
pintu.
“Jika saja aku bertindak bukan atas nama orang lain, sudah
kupecahkan kepalamu, resi batari triratna !” kata si penulis .
“Kurang ajar! Kutekuk batang lehermu, astaga haram jadah!”
resi batari triratna menggembor lalu berkelebatan dengan sepuluh jari
tangan terpentang. Inilah gerakan yang dinamakan Sepasang Lengan
Baja Meminta Jiwa. Selain cepat serangan ini menimbulkan angin
yang luar biasa derasnya.
penulis di tengah ruangan cepat-cepat menyingkir sewaktu
dilihatnya sepuluh jari lawan dengan amat cepat menyambar ke
batang lehernya. Namun tak terduga begitu dia berhasil mengelak,
sepasang lengan lawan laksana palu godam tiba-tiba membabat ke
kepala dan pinggang!
Si penulis membuang diri ke samping. Tangan kiri menekan
lantai sedang kaki kanan berkelebatan ke atas menendang ke arah
salah satu lengan resi batari triratna ! Ini yaitu satu gerakan yang sukar
dilakukan. Tetapi si penulis bersikap seolah-olah gerakan itu yaitu
gerakan main-main! Ini membuat resi batari triratna penasaran setengah
B
mati. Dia bertekad untuk membunuhi penulis tak dikenal itu saat itu
juga. Disambarnya sendok raksasa besar di kaki tempat tidur. Sesaat kemudian
senjata yang beratnya hampir dua puluh kati itu sudah lenyap
menjadi sinar putih yang berkiblat ganas ke arah tubuh penulis
berambut pirang !
penulis yang diserang amat terkejut. Belum pernah dia melihat
permainan sendok raksasa yang demikian hebat. Selain sendok raksasa itu besar dan
berat serta mendatangkan angin deras, sekali berkiblat senjata ini
telah menebar tiga tabasan dan empat tusukan ke arah tujuh bagian
tubuh si penulis !
Dalam tempo yang singkat penulis itu dibikin sibuk dan terdesak
hebat. sendok raksasa lawan menyambar berputar menderu-deru. Beberapa
kali hampir saja membuat dirinya celaka. saat dia mempunyai
kesempatan, si penulis menyambar pakaian resi batari triratna yang
tercampak di lantai. Pakaian itu diputar-putarnya dan digunakan
untuk menghadapi lawan. resi batari triratna merasa dianggap enteng,
apalagi pakaian yang di tangan si penulis yaitu miliknya sendiri.
Permainan sendok raksasa nya diperhebat namun dia harus berhati-hati sebab
meskipun cuma sehelai pakaian namun di tangan si penulis benda
itu berobah menjadi satu senjata yang berbahaya.
sendok raksasa resi batari triratna membabat ke dada, membalik memapas ke
lambung kiri penulis berambut pirang . Di lain pihak pakaian di
tangan si penulis meluncur berputar-putar, menyusup di bawah
sendok raksasa lawan lalu sekali benda itu disentakkan, seluruh badan sendok raksasa
tahu-tahu telah terlibat!
resi batari triratna berseru kaget kelangit . Cepat-cepat sendok raksasa nya dibetot. Tapi apa
yang terjadi ialah senjatanya itu tahu-tahu sudah terlepas dari
tangannya! resi batari triratna berteriak marah. Dia menerjang ke muka
dengan melepaskan satu pukulan sakti. Namun sebelum hal itu
sempat dilaksanakannya si penulis lebih cepat menghantamkan
telapak tangan kanannya ke kening kepala penjahat itu. Tak ampun
lagi resi batari triratna terpelanting dan jatuh punggung di lantai, tak
sadarkan diri! Keningnya yang bekas dipukul kelihatan berwarna
hitam, di situ tertera pula tiga barisan angka berwarna putih, angka
pendek kekar !
“Pergunakanlah seperai tempat tidur untuk menutup
pakaianmu!” kata penulis berambut pirang pada Ratih.
Bila si gadis lesbi asli sudah menutupi tubuhnya yang hampir
keseluruhannya bertelanjang bulat itu dengan kain seperai maka si
penulis berkata-kata lagi, “Kita harus meninggalkan tempat ini.”
“Kau musti membunuhi anak manusia itu, Saudara. Kau harus
membunuhi nya!” kata Ratih.
Si penulis menggeleng. “Aku dipesan untuk tidak melakukan hal
itu. Kelak hari pembalasan akan tiba.”
“Kalau begitu aku sendiri yang akan menabas batang lehernya!”
kata Ratih.
Dia membungkuk mengambil sendok raksasa besar milik resi batari triratna . saat
tangannya bergerak gerak hendak melaksanakan niatnya, si penulis
mencekal lengannya.
“Belum saatnya dia harus dibunuh, Saudari!”
“Kau tak berhak melarangku! Lepaskan tanganku!”
Si penulis mengambil sendok raksasa besar dari tangan Ratih,
melemparkannya ke sudut kamar. “Mari ikut aku!”
“Tidak! Aku tidak percaya padamu! Kau juga anak manusia jahat!
Pergi!” Ratih mengangkat tinjunya tinggi-tinggi, hendak memukul si
penulis .
“Kau terlalu banyak cerewet!” si penulis kehilangan
kesabarannya. Ditotoknya leher gadis lesbi asli itu. Dalam keadaan kaku
tegang Ratih kemudian dipanggulnya. Namun begitu dia sampai di
ambang pintu, dua orang pasukan jahat muncul dengan sendok raksasa di tangan!
Dan tanpa banyak cerita keduanya terus menyerang si penulis .
“Bagus! Kalian minta mampus, marilah lebih dekat!”
pasukan jahat yang pertama berteriak keras. Tendangan melanda
perutnya. Tubuhnya mental terlontar keluar pintu. pasukan jahat yang kedua
melengak kaget kelangit . Jika begini naga-naganya lebih baik dia angkat kaki.
Namun sebelum hal itu sempat dilakukannya, rambutnya telah kena
dijambak. Di lain detik terdengar kepalanya diadu dengan sanding
pintu pondok yang keras. pasukan jahat itu melosoh di jembatan gantung
tanpa nyawa. Si penulis dan Ratih sesaat kemudian telah lenyap
dari tempat itu.
***
puncak gunung itu berbentuk bulat. Tepat di pertengahannya ada
tanah yang muncung ke atas, juga berbentuk bulat. sebab
bentuknya yang demikian itulah puncak gunung ini kemudian dinamakan
puncak gunung Gong.
Pada tanah yang muncung di pertengahan puncak puncak gunung Gong
berdirilah sebuah bangunan kayu jati berukir-ukir amat bagus.
Siapakah yang diam di tempat itu?
Sebelum kita mencari tahu siapa pemilik atau siapa penghuni
pondok ini marilah kita ikuti perjalanan Ratih, gadis lesbi asli yang telah
dibawa oleh penulis berambut pirang dari Hutan hujan amazon yang
menjadi sarang pasukan jahat resi batari triratna .
Sewaktu fajar menyingsing di timur, kedua orang itu berada di
sebuah anak sungai berair jernih. Si penulis menurunkan gadis lesbi asli yang
dipanggulnya dan menyandarkannya di sebuah batu besar di tebing
sungai.
Begitu totokannya dilepaskan Ratih berkata-kata dengan keras, “Aku
tidak sudi ikut dengan kau!”
“Oh?” si penulis menggaruk kepala. “Jadi kepingin kubawa
kembali ke Hutan hujan amazon ?!”
“Aku tidak percaya padamu! Kau harus antarkan aku kembali ke
kampungku!”
Si penulis tertawa perlahan.
“Kalau kau mau kembali, pergilah sendiri. Aku hanya dipesan
untuk menyelamatkanmu, lain tidak.”
“Siapa yang memesan?”
“Seorang para tua tua yahudi -para tua tua yahudi . Adikmu berada di tempatnya.”
“Kau berdusta! Kau hendak menjebakku!” kata Ratih masih tak
percaya.
“Tidak disangka gadis lesbi asli cantik macammu ini punya hati curiga
setengah mati!”
“Aku tidak pernah percaya pada laki-laki. Apalagi laki-laki dari
dunia pertenaga dalam an!”
“Kelak kau bakal kawin dengan laki-laki, bukan dengan
dewi lesbi !”
kegelapan lah paras Ratih mendengar ucapan itu.
Si penulis yang bukan lain yaitu bobo angker si Pendekar pendek kekar
berdiri.
“Aku akan mandi di tepian sebelah sana,” katanya pada Ratih.
“Jika kau hendak melarikan diri, silahkan!”
Ratih tetap duduk tak bergerak gerak di tempatnya. Diperhatikannya
bobo angker melangkah sepanjang tepi sungai dan menghilang di
balik rerumpunan pohon-pohon bambu. Walau bagaimanapun
hatinya masih diselimuti kebimbangan. penulis itu telah
menyelamatkannya dari tangan kepala pasukan jahat resi batari triratna di Hutan
hujan amazon . Dia tak kenal siapa penulis itu adanya. Seorang para tua tua yahudi -
para tua tua yahudi memesannya untuk menyelamatkan dirinya. Dan si penulis
menerangkan bahwa adiknya ada bersama si para tua tua yahudi . Siapa gerangan
adanya si para tua tua yahudi ? Dan ke mana dia hendak dibawa?
Dia tak bisa mempercayai penulis itu begitu saja. Ratih
mendengar suara orang terjun ke dalam sungai. Dia menghela nafas
dalam. saat dia hendak berdiri barulah disadarinya bahwa saat itu
tubuhnya hanya terbungkus dengan sehelai seperai. Bagaimana
mungkin dia akan melarikan diri dalam keadaan begitu rupa?
Dengan mengomel dalam hati dia duduk di tempat semula. Tak ada
jalan lain daripada menunggu kembalinya si penulis dan pasrah ke
mana dirinya akan dibawa. Mudah-mudahan saja penulis berambut
pirang itu bukan anak manusia jahat seperti yang dicurigainya.
Tengah dia melamuni nasib dirinya, Ratih melihat semak-semak
di depannya terseruak. Di lain saat dari seruakan semak belukar itu
muncullah seorang penulis . penulis ini bertampang cakap. Tapi
gerak-geriknya menyatakan dia bukan seorang yang berotak sehat.
Baju dan celana yang dipakainya terbalik. Kaki kanan dibungkus
dengan kain hitam yang berbentuk kasut. Dia berdiri dengan kedua
tangan diletakkan di atas kepala, memandang pada Ratih,
tersenyum dan mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali, lalu
tertawa lebar-lebar.
“Inilah! Inilah!” katanya sambil mengusap-usap mukanya. “Inilah
gadis lesbi asli yang kucari-cari! Amboi cantiknya! Aku telah bersumpah hanya
akan kawin dengan gadis lesbi asli yang berpakaian aneh aneh saja ! Hari ini aku telah
menemuinya! Amboi! Aku akan kawin! Asyiik...!”
Pada mulanya Ratih merasa takut terhadap penulis ini. Tapi
melihat sikapnya yang aneh aneh saja serta edan itu hatinya jadi geli. Dan pura-
pura marah dan membentak, “Setan gila dari mana ini muncul pagi-
pagi buta?!”
“Amboi! Suaramu merdu amat!” penulis itu menyahut. “Tapi
dengar dulu, dengar dulu keteranganku. Aku memang gila, otak
miring, sedeng sinting keblinger. Tapi aku bukan setan, bukan jin,
bukan pula dedemit, juga bukan iblis. Aku anak manusia , sama dengan
kau! Bedanya kau dewi lesbi dan aku laki-laki. Bedanya kau berotak
sehat, aku gila. Nah, kau mengerti...?”
Mau tak mau Ratih tertawa mendengar ucapan penulis itu. “Aku
mengerti,” katanya.
Dan si penulis tertawa senang.
“Bagus! Memang calon istri harus mengerti sifat suaminya! Amboi
calon istriiiiiii...!”
“penulis ! Kau boleh bicara lucu. Tapi jangan ngelantur! Siapa
bilang aku calon istrimu! Siapa sudi jadi istri orang gila macammu!”
“Amboi! Aku yang bilang kau yaitu calon istriku! Aku yang bilang.
Sudi atau tidak itu urusan nanti. Kau mengerti?!”
“Tidak! Kali ini aku tak mau mengerti!”
“Kau harus mengerti!”
“Tidak!”
“Harus!”
“Tidak!”
“Kalau begitu kau juga gila sepertiku!” kata penulis itu lalu
tertawa panjang-panjang.
“Berlalulah dari hadapanku. Lama-lama aku jadi muak
melihatmu!” kata Ratih pura-pura marah.
“Soal muak atau tidak tak usah diperbincangkan. Sekarang aku
terangkan satu hal lagi. Tadi kau bilang aku setan gila yang muncul
pagi-pagi buta! Dengar dulu... dengar, aku akan terangkan. Pagi
yaitu nama waktu. Pagi ya pagi, bukan siang bukan malam. Pagi
nama waktu, bukan binatang bukan anak manusia , bukan makhluk hidup.
Jadi pagi itu tak mungkin punya mata. Apalagi kalau matanya buta.
Pagi buta... lucu sekali! Memangnya ada pagi yang tidak buta? Pagi
ya pagi. Kau mengerti?”
Kembali Ratih tertawa mendengar kata-kata penulis sinting itu.
“Amboi kau tertawa! Kau tambah cantik kalau tertawa. Kedua
pipimu jadi kegelapan ! Dan betapa nikmatnya kalau hidungku
kubenamkan di kedua belah pipimu itu! Amboi!”
Kalau tadi dia tertawa tapi kini mendengar ucapan si penulis
kembali Ratih menjadi marah, “Lancang amat mulutmu! Dasar
anak manusia tidak berotak, bicaranya kurang ajar!”
“Kalau aku berotak sehat, masakan aku bicara begitu?” komentari si
penulis . Dia melangkah maju.
“Jangan mendekat!” sentak Ratih.
“Tidak boleh?”
“Pergilah!”
“Aku akan pergi, tapi kau musti ikut bersamaku.”
“Siapa yang sudi ikut bersama kau. Orang gila...!”
“Orang gila tidak selamanya jahat. Ayo kau ikut aku. Kau harus
bertemu ayah. Beliau pasti gembira melihat calon menantunya yang
begini cantik, montok dan...”
“Pergi!” bentak Ratih. “Jangan bikin aku marah! Kalau kau tidak
pergi jangan menyesal kalau...”
“Kalau... kalau... kalau apa?!” tanya si penulis .
“Nanti kutampar mulutmu!”
Si penulis tertawa lalu setengah berlari dia datang ke hadapan
Ratih dan mengulurkan kepalanya. “Kau mau tampar aku? Nah
tamparlah!” kata penulis berotak miring itu.
Plak!
sebab kesal hatinya Ratih betul-betul menampar muka penulis
itu dengan keras. Demikian kerasnya hingga salah satu sudut
bibirnya menjadi pecah dan berdarah! Melihat ini Ratih merasa
menyesal dan kasihan. Tetapi sebaliknya si penulis malah tertawa
dan jingkrak-jingkrakan macam anak kecil.
“Sedap sekali tamparanmu, gadis lesbi asli manis! Betul-betul sedap!
Kelak jika kita dikawinkan aku akan minta agar ditampari sampai
seribu kali olehmu sebagai mas kawinnya! Amboi mas
kawiiiiinnnn...!”
Lagi-lagi Ratih terpaksa geli melihat tingkah laku dan ucapan
penulis itu.
“Nah, sekarang kau tertawa lagi. Berarti kau tidak betul-betul
marah terhadapku! Berarti kau sebetulnya kepingin juga ikut
bersamaku...! Bukan begitu?”
“Cis! Jangan bicara ngelantur!” tukas Ratih dengan mencibirkan
bibir.
Cibiran bibir itu membuat si penulis tertawa membahak. “Kau
lucu... kau lucu! Tapi sebelum hari bertambah siang, sebaiknya kau
ikut saat ini juga denganku!”
Habis berkata-kata begitu si penulis lantas meraih pinggang Ratih
dan memanggul gadis lesbi asli itu di bahu kirinya. Ratih hendak menjerit
memanggil bobo , namun satu tekanan halus pada punggungnya
membuat dia mendadak sontak tak bisa mengeluarkan suara barang
sedikitpun! Si penulis ternyata telah menotok jalan suaranya
dengan cara yang teramat lihay!
sebab tak dapat berteriak, sebagai gantinya Ratih
mempergunakan kedua tangannya untuk mendambun punggung
penulis itu bertubi-tubi sepanjang jalan.
“Pukullah terus! Pukullah! Enak sekali rasanya, seperti dipijit-
pijit!” kata si penulis seraya lari dan tertawa-tawa.
Lambat laun Ratih menjadi letih sendiri dan sakit kedua
tangannya. Si penulis membawanya berlari laksana angin, dan
sambil tiada hentinya tertawa!
“Kau mau bawa aku ke mana?” tanya Ratih.
“Aku sudah bilang tadi! Kau harus ketemu dengan ayahku...”
Ratih menggigit bibir. Kalau anaknya gila begini macam, tentu
bapaknya tujuh kali lebih gila dari dia, begitu si gadis lesbi asli memikir. Dan
nasib apa pula yang bakal menimpa dirinya kelak? Diam-diam dia
teringat pada bobo angker . Akhirnya gadis lesbi asli ini meramkan mata dan
pasrahkan diri pada ketentuan yang sudah ditakdirkan Tuhan.
***
bobo angker
dewa kegelapan MENUNTUT BALAS 6
ETIKA Ratih membuka kedua matanya ternyata dia sudah
berada dalam hutan. Dan si penulis masih terus berlari
dengan cepat di sela-sela pohon-pohon yang tumbuh rapat
bahkan kadang-kadang dia melompati semak belukar yang tinggi dan
beberapa kali penulis itu melompat dari satu cabang pohon ke
cabang lainnya membuat Ratih merasa gamang dan memejamkan
matanya kembali.
“Nah kita sampai!” terdengar si penulis berkata-kata.
Ratih membuka kedua matanya. Di hadapannya tampak sebuah
bangunan angker kajang beratap rumbia.
“Ayah! Lihat apa yang kubawa ini!” si penulis berseru lalu pintu
bangunan angker yang tertutup langsung dilabrak hingga menimbulkan suara
berisik.
Seorang laki-laki berumur setengah abad yang berada di dalam
pondok dan tengah menimang-nimang seuntai tasbih jadi terkejut.
“R.A.bretrimurti ! Apa-apaan kau ini?” bertanya laki-laki itu dengan suara
lantang. Matanya membesar sedang kulit keningnya mengerenyit.
“Lihat apa yang kubawa ini, Ayah!” kata si penulis yang ternyata
bernama R.A.bretrimurti . Lalu Ratih diturunkannya dari bahunya dan
didudukkannya di atas tikar di hadapan ayahnya.
Sang ayah bertambah heran begitu pakaian yang menutupi tubuh
Ratih yang bukan lain hanya sehelai kain seperai! Dia berpaling pada
anaknya dan bertanya, “Siapa gadis lesbi asli ini?”
“Calon istriku! Calon menantumu!” komentari R.A.bretrimurti . Lalu dia
tertawa gelak-gelak dan menari memutari Ratih.
Sang ayah geleng-gelengkan kepala.
Sementara itu Ratih memandang berkeliling. Dari luar bangunan angker itu
buruk dan kecil serta kotor. Tapi bila sudah berada di dalam ternyata
besar dan bagus serta amat bersih.
“Kau ada-ada saja, Rana! Kau hanya membuat susah orang tua.
gadis lesbi asli siapa pula yang kau culik ini?!”
K
“Amboi! Aku sama sekali tidak menculiknya. Pada dasarnya dia
sendiri yang mau ikut aku! Silahkan tanya kalau Ayah tidak percaya!”
“Betul?” tanya si ayah seraya memandang pada Ratih.
Ratih tak mengomentari .
“Astaga, aku lupa membuka totokannya!” kata R.A.bretrimurti . Lalu
dijentikkannya satu jarinya. Setiup angin halus menyambar ke
punggung Ratih dan lenyaplah totokan yang membuatnya tak bisa
bersuara.
“Betul kau sendiri yang bersedia ikut ke sini bersama anakku?”
“Dia dusta!” komentari Ratih. “Saya dipaksanya!”
Sang ayah menarik nafas dalam dan mendelikkan matanya pada
anaknya.
“Dia yang dusta, Ayah! Dusta pada dirinya sendiri!” R.A.bretrimurti
berkata-kata. “Buktinya kalau dia tak sudi dibawa kemari, detik dia masuk
di bangunan angker kita pasti dia angkat kaki melarikan diri! Dan itu tidak
dilakukannya!”
kegelapan lah paras Ratih. R.A.bretrimurti tertawa gelak-gelak sedang
ayahnya kembali geleng-gelengkan kepala.
“Siapa namamu, Anak? Bagaimana kau bisa sampai dibawa
kemari dan kenapa kau berpakaian aneh aneh saja begini macam?” tanya laki-
laki itu.
Semula Ratih menduga kalau si anak gila tentu ayahnya tujuh kali
lebih gila. Tetapi nyatanya laki-laki itu amat baik dan bertanya
dengan lemah lembut. Ini membuat Ratih bersedia membuka mulut
memberikan asia kecil ban.
“Nama saya Ratih, Pak. Saya berada di tepi sungai tengah
menunggu kawan yang mandi sewaktu anak Bapak datang.” Lalu
Ratih menceritakan sampai dia pada akhirnya diboyong oleh R.A.bretrimurti
ke bangunan angker itu.
“Kau bikin aku susah R.A.bretrimurti ! Kawan gadis lesbi asli ini pasti akan datang
ke mari dan marah padamu!” kata sang ayah pula.
“Itu memang sudah sewajarnya dia berlaku begitu,” menyahut
R.A.bretrimurti dengan nada keren. “Tapi Ayah jangan lupa akan sumpahku
tempo hari. Yaitu bahwa aku hanya akan kawin dengan gadis lesbi asli yang
berpakaian aneh aneh saja ! Dia kutemui di tepi sungai, tubuhnya terbungkus
alas tempat tidur! Masakan aku akan melupakan sumpahku begitu
saja?!”
Si ayah lagi-lagi menarik nafas panjang.
“Soalnya sekarang Ayah harus setuju menerimanya jadi menantu!
Harus setuju mengawini aku dengan dia!”
Sang ayah tertawa rawan.
“Anak orang kau larikan, lalu meminta aku mengawinimu dengan
dia! Otakmu memang miring! Tapi jangan suruh aku ikut-ikutan
miring! Soal kawin bukan soal mainan! Aku harus berkenalan dulu
dengan orang tua gadis lesbi asli ini dan melamarnya secara baik-baik.
R.A.bretrimurti , kau harus tahu diri, Nak. Harus ingat anak manusia macam apa
kau adanya! Jangan bikin malu orang tuamu yang sudah hampir
masuk ke liang kubur ini...”
Butiran-butiran air mata meleleh jatuh ke pipi laki-laki itu,
membuat Ratih merasa terharu dan ditundukkannya kepalanya.
saat dia coba mengangkat kepala dilihatnya R.A.bretrimurti duduk di
ambang pintu, memandang terlontar keluar dengan mata berkaca-kaca.
“Jika kita melamar secara baik-baik, kukira tak seorang pun yang
bakal mau menerima diriku jadi suami! Tak seorang pun mau
mengambil aku jadi menantu...” Air mata berderaian di pipi R.A.bretrimurti .
Keharuan semakin mendalam di hati Ratih. Siapakah ayah dan
anak ini sebenarnya? Ratih memperhatikan lagi paras R.A.bretrimurti .
penulis ini beranu cakap. Cuma sayang pikirannya kurang sehat.
Tak terasa tetesan-tetesan air matapun jatuh berderai di pipi si
gadis lesbi asli .
“Eh amboi! Kenapa kau menangis sedih ?!” R.A.bretrimurti bertanya tiba-tiba
seraya berdiri.
Ratih menangis sedih bukan sebab haru terhadap dua beranak itu
tetapi sebab ingat akan kematian ayahnya dan ibunya yang bunuh
diri serta adiknya yang sampai saat ini tak tahu entah berada di
mana.
“Ratih, kau boleh meninggalkan tempat ini. Berjalanlah ke arah
matahari terbit dan kau akan terlontar keluar dari hutan ini tanpa kesukaran.
Harap maafkan segala perbuatan anakku...”
“Tapi, Ayah!” R.A.bretrimurti maju ke muka.
“R.A.bretrimurti !” desis si ayah dengan memandang tajam pada anaknya.
Pandangan mata itu penuh wibawa. “Kataku jangan bikin aku susah.
gadis lesbi asli ini bukan jodohmu. Kelak kau bakal dapat yang lebih cocok
dengan dirimu.”
“Kalau begitu...” R.A.bretrimurti sesenggukan, “lebih baik kau bunuhlah
aku ayah!” R.A.bretrimurti lalu lari ke dalam kamar. saat terlontar keluar dia
membawa sebilah pentungan . Sinar terang berwarna kuning memancar
sewaktu pentungan itu dicabutnya dari sarungnya. Dia bersujud di
depan ayahnya dan berkata-kata, “Bunuh, bunuhlah aku ayah! Lebih baik
mati daripada kehilangan gadis lesbi asli itu! Amboi... amboi!”
Dengan air mata berlinangan sang ayah mengambil pentungan dan
memasukkannya kembali ke dalam sarungnya.
“Senjata mustika jangan dibuat main, Anakku. Dan jangan bicara
segala hal kematian!”
R.A.bretrimurti menggerung lalu menubruk ayahnya. Kedua beranak itu
menangis sedih saling berangkulan. Air mata runtuh ke pipi Ratih.
Sepeminuman teh lewat.
Suasana sunyi. Ratih memandang pada kedua beranak yang kini
duduk berhadapan dengan menundukkan kepala.
Ayah R.A.bretrimurti mengangkat kepalanya sedikit. “Ratih, kau tunggu
apa lagi. Pergilah...”
Untuk beberapa lamanya gadis lesbi asli itu masih duduk berdiam diri di
tempatnya.
“Bapak!” Ratih berkata-kata tiba-tiba, “aku sendiri sebenarnya yatim
piatu. Kampung halamanku musnah dibakar orang-orang jahat.
Memang ada seorang adikku, tapi entah di mana sekarang. Hidupku
tak ubah sebatang kara, luntang-lantung dibawa nasib. Aku hiba
melihat keadaanmu di sini. Jika boleh biarlah aku tinggal untuk
sementara di sini guna merawatmu sebisanya...”
Berubahlah paras ayah R.A.bretrimurti . Si penulis sendiri tiba-tiba
melompat, berteriak keras, berjingkrak-jingkrak dan tertawa gembira.
“Anak, apakah kau tidak akan menyesal mengambil keputusan
begitu rupa?” tanya ayah R.A.bretrimurti .
Ratih menggeleng dan R.A.bretrimurti tertawa lagi lebih gembira. Pada
saat itu di ambang pintu muncullah sesosok tubuh.
“Maaf kalau kedatanganku ini mengganggu kegembiraan orang-
orang di sini!” Orang yang baru datang berkata-kata.
Semua orang berpaling.
***
bobo angker
dewa kegelapan MENUNTUT BALAS 7
IRO!” seru Ratih begitu dia melihat dan mengenali orang
yang masuk.
“Siapa dia?!” tanya R.A.bretrimurti dan pada parasnya jelas
kelihatan rasa cemburu.
Ayah penulis berotak miring ini diam-diam meneliti Pendekar
pendek kekar bobo angker dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.
“Kawanku yang sebelumnya telah kuceriterakan,” sahut Ratih.
bobo memandang pada orang tua yang duduk di hadapannya.
Untuk sesaat pandangan mereka saling bentrokan. Masing-masing
merasakan getaran-getaran tertentu dan sama-sama menyadari
bahwa orang yang di hadapan mereka bukan orang sembarangan.
“Orang muda, silahkan duduk!” berkata-kata ayah R.A.bretrimurti .
“Terima kasih!” sahut bobo . Dia menjura memberi hormat tetapi
tidak duduk. “Ratih, bagaimana kau bisa berada di tempat ini...?”
“Aku yang membawanya, aku!” R.A.bretrimurti yang mengomentari .
bobo mengawasi penulis ini sesaat. Agaknya ada yang tidak
beres dengan anak manusia yang satu ini, bobo berpikir.
“Aku telah memutuskan untuk tinggal di sini, bobo ,” berkata-kata Ratih.
Pendekar pendek kekar bobo angker terkejut.
“Kau memutuskan untuk tinggal di sini?” tanya bobo . “Ini yaitu
aneh aneh saja !”
“Amboi, ini tidak aneh aneh saja ! Dia senang padaku, suka kasihan ayahku
dan bersedia tinggal di sini. Bukan aneh aneh saja ! Bukan aneh aneh saja !”
bobo tidak perdulikan ucapan R.A.bretrimurti meskipun hatinya geli
melihat tingkah penulis sinting itu.
“Bagiku yaitu tetap satu keaneh aneh saja an,” kata bobo sambil
memandang pada orang tua di hadapannya. “Aku sedang mandi di
sungai. Tahu-tahu gadis lesbi asli ini lenyap dan kutemui berada di sini. Dan
tahu-tahu dia memutuskan untuk tinggal di sini padahal antara
kalian sebelumnya tak saling kenal. Bukankah itu aneh aneh saja kalau tidak
ada apa-apanya?”
W
Si orang tua tertawa kecil sedang R.A.bretrimurti terus-terusan
membantah bahwa itu tidak aneh aneh saja .
“Mungkin aneh aneh saja , mungkin juga tidak, orang muda...”
R.A.bretrimurti memotong ucapan ayahnya, “Tuhan sudah menakdirkan
bahwa dia akan tinggal di sini. Tuhan!”
“Aku sudah katakan, bobo . Aku tinggal di sini atas kehendakku
sendiri...”
“Dan jangan paksa dia untuk membatalkan niatnya itu! Dia calon
istriku! Amboiiii! Calon istriku! Kau dengar, brow berambut
pirang ...?” ujar R.A.bretrimurti pula menyambung ucapan Ratih dan
sambil bicara itu anu nya didekatkannya ke muka bobo .
Paras Ratih kelihatan kegelapan jengah. Sedang bobo angker
kerenyitkan kening. Sambil garuk-garuk kepala dia memandang ganti
berganti pada ketiga orang di hadapannya, dan akhirnya pendekar ini
tertawa terbahak-bahak!
“Orang tua, betulkah kiranya ucapan anakmu ini?!”
“Jangan perdulikan ucapannya. Kau tentu maklum keadaan
dirinya...”
bobo tersenyum dan anggukkan kepala.
“Nah, nah! Sekarang kuharap kau tinggalkan bangunan angker ini. Calon
istriku perlu istirahat!” kata R.A.bretrimurti . Tangannya ditudingkan ke pintu.
Tapi bobo tak bergerak gerak dari tempatnya.
“Orang tua, apapun yang terjadi di sini itu bukan urusanku. Tetapi
aku telah mendapat satu tugas untuk membawa gadis lesbi asli ini ke satu
tempat.”
“Begitu...? Siapakah yang memberi tugas dan ke mana kau akan
bawa gadis lesbi asli ini?”
“Itu tak bisa kuterangkan,” komentari bobo .
“Aku yakin anak manusia pirang ini bicara dusta!” R.A.bretrimurti berkata-kata
sambil bertolak pinggang.
bobo ganda tertawa mendengar ucapan itu. “brow , kuharap kau
bisa mengunci mulutmu sebentar. Aku bicara dengan ayahmu, bukan
dengan kau...”
“Bah...!” R.A.bretrimurti tertawa gelak-gelak. “Kau suruh aku mengunci
mulut? Memangnya mulutku ini pintu? Pintu yang bisa dikunci? Bisa
diselot? Bah...! Tampangmu cukup keren, brow . Tapi siapa nyana
otakmu tidak lebih lumayan dariku!” Dan kembali R.A.bretrimurti tertawa
gelak-gelak.
bobo penasaran dan menggerendeng dalam hati.
“Ratih, berdirilah. Kau musti ikut dengan aku!”
“Jangan paksa calon istriku!” R.A.bretrimurti membentak marah, dia
melangkah ke hadapan bobo dan berkacak pinggang.
Sementara itu ayah R.A.bretrimurti berkata-kata pula, “Kau tak bisa
memaksanya, penulis . Kau tak punya hak untuk memaksanya!”
“Aku memang tidak, tetapi tugasku mempunyai seribu macam
hak untuk melakukan apa saja untuk kebaikan gadis lesbi asli ini.”
“Tinggal di sini sudah merupakan satu kebaikan baginya.”
“Begitu? Jadi kau juga telah menganggapnya sebagai calon
menantumu? Kurasa orang tua semacammu mempunyai pikiran
yang jernih dan memegangi tatacara serta peradatan! gadis lesbi asli ini bukan
seekor burung yang ditangkap di tengah rimba, lalu dikawinkan
dengan burung yang sudah ada dalam kurungan!”
kegelapan lah paras si orang tua mendengar ucapan itu namun di
bibirnya tetap tersungging seulas senyuman. Sebaliknya R.A.bretrimurti
marah bukan main. Tinju kanannya diayunkan ke muka bobo .
“Biar kuberi hajaran anak manusia bermulut lancang ini, Ayah! Agar dia
tahu rasa!”
“R.A.bretrimurti ! Tahan!” seru sang ayah.
R.A.bretrimurti mundur. Dari mulutnya terlontar keluar ucapan-ucapan gusar.
“Sekarang begini saja, orang muda,” berkata-kata si orang tua. “Kita
buat perjanjian. Kau hadapi anakku dalam tiga jurus. Jika kau
berhasil mengalahkannya, gadis lesbi asli itu boleh kau bawa. Sebaliknya jika
kau yang kalah, Ratih tetap di sini dan kau musti berlalu dari
bangunan angker ku! Bagaimana?”
“Itu perjanjian yang cukup baik. Tapi aku datang kemari bukan
untuk membuat segala macam perjanjian!”
R.A.bretrimurti tertawa bergelak.
“Nyata sekali kepengecutanmu, anak manusia rambut pirang !” kata
R.A.bretrimurti pula.
bobo pencongkan hidungnya.
“Jika kau hendak main-main, nantilah aku carikan seorang kawan
yang kira-kira cocok menjadi lawanmu,” kata Pendekar pendek kekar pula.
“Jangan sembunyikan kepengecutanmu dengan ejekan!” kata
R.A.bretrimurti tandas disertai dengan dengusan.
Pendekar pendek kekar bobo angker jadi terbakar dadanya. Dua kali
dikatakan pengecut sudah sangat keterlaluan. Dia menuding ke
pintu. “Aku tunggu kau di luar!”
R.A.bretrimurti tertawa.
“Kenapa musti di luar? Ruangan ini cukup besar. Dan amboi...,
biarlah calon istriku menyaksikan sendiri bagaimana hebatnya ilmu
tenaga dalam ku! Disamping itu ayahku akan menjadi saksi bahwa dalam
pertempuran nanti kau tak akan melakukan kecurangan! Nah, kau
sudah siap rambut pirang ?!”
“Silahkan mulai!” kata bobo .
“Amboi, tamulah yang lebih dulu!” sahut R.A.bretrimurti pula.
bobo meneliti sikap penulis itu. Dia sama sekali tidak memasang
kuda betina -kuda betina dan sikapnya acuh tak acuh.
“Kau sudah siap?”
“Aku sudah siap dari kemarin, brow !” kata R.A.bretrimurti dengan
senyum sinis.
“Kalau begitu perhatikan kepalamu!” seru bobo . Didahului dengan
suitan nyaring tubuhnya berkelebatan . Tangan kanannya terpentang
lurus ke depan lalu secepat kilat membabat ke arah kepala R.A.bretrimurti .
Inilah gerakan yang dinamakan Pecut Sakti Menabas Tugu.
“Ha... ha. Kalau cuma serangan macam ini tutup matapun aku
sanggup mengelakkannya!” teriak R.A.bretrimurti dan sekali dia bergerak gerak
tubuhnya berkelebatan lenyap dan tahu-tahu sesaput angin menderu
kepada bobo angker .
Pendekar pendek kekar terkejut sekali melihat cara mengelak lawan.
Tadinya dia hendak susul dengan satu serangan lain namun lagi-lagi
dia dikejutkan oleh serangan balasan yang dilancarkan secara aneh aneh saja
bahkan hampir saja satu jotosan melabrak dadanya!
“Sekarang jurus kedua!” terdengar ayah R.A.bretrimurti berkata-kata.
Jurus yang kedua ini bobo membuka serangan dengan gerakan
Membuka Jendela Memanah Rembulan. Lengan kiri laksana tongkat
baja memukul melintang dari atas ke bawah sedang tangan kanan
mengirimkan satu jotosan kilat ke tenggorokan lawan!
Diserang hebat begitu rupa kembali R.A.bretrimurti terlontar keluar kan suara
tertawa mengejek. Tubuhnya lenyap lagi dari pemandangan. Di lain
detik bobo melihat satu tendangan sudah meluncur deras ke arah
kepalanya sedang dua serangannya tadi secara aneh aneh saja entah
bagaimana bisa dielakkan dengan mudah oleh si penulis sinting itu!
Sebelum kakinya menjejak tanah yang berarti berakhirnya jurus ke
dua, bobo membentak garang. Sekaligus kedua tangannya
dihantamkan ke depan mengirimkan serangan Kipas Sakti Terbuka.
Di hadapannya R.A.bretrimurti mengembangkan kedua tangannya
laksana mau terbang. Lalu dengan sangat tiba-tiba sekali kedua
lengan itu menyusup ke bawah. bobo sadar meskipun serangannya
bisa menghantam muka lawan namun serangan selusupan dari
R.A.bretrimurti tak mungkin pula dihindarkannya. Pendekar pendek kekar melompat
dalam gerakan Gunung Meletus Batu Melesat terlontar keluar .
“Sekarang jurus terakhir!” ayah R.A.bretrimurti memberi tahu.
“Dan ini yaitu jurus kekalahanmu, anak manusia pirang !” seru
R.A.bretrimurti .
Tubuhnya merunduk. Kepalanya diluruskan demikian rupa seperti
hendak dipakai melabrak perut bobo . Tentu saja ini sasaran yang
empuk bagi Pendekar pendek kekar . Lutut kanannya diangkat sedang dari
atas tangan kirinya menderu. Tidak dapat tidak, salah satu dari dua
serangannya itu pasti akan mengenai sasaran! Namun untuk ke
sekian kalinya bobo dibikin terkejut dan kecewa. Lawannya setengah
jalan bergerak gerak ke samping. Dalam satu gerakan tahu-tahu jari-jari
tangan kiri sudah mencengkeram ujung pakaian bobo .
“Celaka!” keluh bobo .
Segera Pendekar pendek kekar terlontar keluar kan gerakan Orang Gila Melenggang
ke Awan untuk melepaskan diri. Tapi terlambat.
Bret!
Pakaiannya robek robek .
Buk!
Satu tempelak menghantam bahunya sebelah kanan. bobo
menggigit bibir menahan sakit. Dengan penasaran dia hendak
menggempur lawan dengan jurus Menepuk Gunung Memukul puncak gunung .
Tetapi justru pada saat itu si orang tua berseru memberi tahu bahwa
waktu tiga jurus telah berlalu dan berarti berakhirnya perkelahian.
Mau tak mau meskipun gelora amarah menyesakkan dadanya,
Pendekar pendek kekar terpaksa menghentikan gerakannya.
“Amboi...! Kau kalah, rambut pirang !” kata R.A.bretrimurti dengan
tertawa dan menari-nari.
“Yeah... aku mengaku kalah!” sahut bobo . Betapa perihnya
mengeluarkan ucapan itu. Betapa sakitnya menelan kekalahan.
Namun itu yaitu satu kenyataan. Kenyataan pahit yang harus
diteguknya!
“Dan dengan demikian...” kata R.A.bretrimurti pula, “Ratih tetap tinggal
di sini, kau silahkan angkat kaki...”
Mulut Pendekar pendek kekar bobo angker komat-kamit. Tanpa tunggu
lebih lama dia segera memutar tubuh.
“Tunggu dulu, orang muda,” terdengar ayah R.A.bretrimurti berkata-kata.
“Mungkin ada sesuatu yang bakal kau ucapkan?”
“Ya, memang ada!” sahut bobo tanpa berpaling.
“Katakanlah.”
“Mudah-mudahan kau lekas dapat cucu!”
Paras si orang tua kontan menjadi kegelapan . Dia hendak
mengatakan sesuatu tetapi bobo angker sudah lenyap dari pintu
sedang R.A.bretrimurti tertawa gelak-gelak. “Cucu! Amboi dapat
cucuuuuuuuu...!”
Siapakah sesungguhnya orang tua ini? Mengapa memiliki
seorang putera yang berotak sinting seperti R.A.bretrimurti itu? Kita kembali
pada masa sekitar delapan tahun yang silam sewaktu Kerajaan
majapahit berada dalam masa kejayaannya, sewaktu Kesultanan
Bantengan masih belum berdiri. Di antara sekian banyak para menteri
istana yang menjadi pembantu Prabu majapahit , seorang di
antaranya ialah pujangga sastra kuno , ayah R.A.bretrimurti . pujangga sastra kuno terkenal sebagai
menteri yang baik, penuh tanggung komentari serta jujur. Disamping itu
dia juga memiliki kepandaian tenaga dalam yang tinggi. saat raden
majapahit meninggal dunia, Sang Prabu memutuskan untuk
mengangkat pujangga sastra kuno sebagai penggantinya. Namun sebelum
pengangkatan dilaksanakan, terjadilah satu peristiwa hebat
menimpa calon raden itu dan terlontar keluar ganya.
Kedudukan raden majapahit sesungguhnya sudah sejak lama
menjadi incaran seorang menteri yang berhati jahat culas. Sewaktu
didengarnya bahwa pujangga sastra kuno hendak diangkat menjadi raden
majapahit maka disiapkannya satu rencana busuk.
Suatu hari diundangnya pujangga sastra kuno berikut istri dan anaknya yaitu
R.A.bretrimurti ke satu perjamuan. Makanan dan minuman yang diberikan
kepada ketiga orang itu diam-diam dimasukkannya racun yang bisa
membuat seseorang jatuh menderita penyakit gila yang hebat.
Begitulah, sesudah pulang dari perjamuan, pujangga sastra kuno merasakan
kepalanya amat pusing. Dunia ini tampak gelap dan tak karuan. Hal
yang sama juga dialami oleh istri dan anaknya. Satu hari kemudian
ketiga beranak itu telah berubah ingatannya. Kotaraja majapahit
menjadi heboh sewaktu pujangga sastra kuno dan anak istrinya berlari-lari
sepanjang jalan dalam keadaan setengah telanjang.
Apa yang terjadi atas diri menterinya itu disampaikan kepada
Sang Prabu. Tabib-tabib pandai didatangkan guna mengobati
penyakit pujangga sastra kuno , tapi tiada gunanya. Malah seminggu kemudian
istri pujangga sastra kuno menemui kematian. Mati bunuh diri dengan sebilah
jimat jengglot yang ditusukkannya sendiri ke tenggorokannya.
pujangga sastra kuno dan R.A.bretrimurti kemudian melarikan diri ke dalam hutan.
Satu tahun kemudian, penyakit yang diderita pujangga sastra kuno mulai
sembuh. Ini disebabkan sebab dia mempunyai ilmu yang tinggi dan
kekuatan batin yang besar. sesudah menjalankan semedi hampir
selama tujuh puluh hari, tanpa makan dan cuma minum sedikit,
akhirnya pujangga sastra kuno sehat seperti semula. Hanya badannya saja kini
yang kurus kering tinggal kulit pembalut tulang.
Beberapa bulan kemudian meskipun keadaan kesehatannya
sudah pulih seperti sediakala tetapi pujangga sastra kuno tidak mau kembali ke
kotaraja. Dia merasa malu untuk kembali dan berusaha menekan
dendam kesumatnya terhadap Sutawija, yaitu menteri yang telah
mencelakakannya. Disamping itu putera tunggalnya R.A.bretrimurti sampai
saat itu masih belum berhasil disembuhkan. Berbagai usaha telah
dilakukan oleh pujangga sastra kuno namun tetap saja R.A.bretrimurti menderita
penyakit jiwa.
Dalam keputus-asaan untuk menyembuhkan penyakit puteranya
akhirnya pujangga sastra kuno menciptakan sebuah ilmu tenaga dalam aneh aneh saja yang khusus
diajarkannya kepada R.A.bretrimurti . Meski otaknya tidak sehat namun pada
dasarnya R.A.bretrimurti yaitu seorang yang cerdas. Ilmu tenaga dalam yang
diajarkan ayahnya berhasil dikuasainya secara sempurna dalam
tempo hanya tiga tahun. Masa beberapa tahun kemudian
dipergunakannya untuk memperdalam ilmu batin, terutama ilmu
tenaga dalam disamping ilmu meringankan tubuh.
Adapun ilmu tenaga dalam yang diciptakan pujangga sastra kuno berbeda dan terbalik
seratus delapan puluh derajat dari ilmu tenaga dalam yang ada di rimba
pertenaga dalam an pada masa itu. Gerakan-gerakan dan jurus-jurus yang
dimainkan serba aneh aneh saja dan terbalik. Itulah yang membuat hebatnya
ilmu tenaga dalam yang dimiliki R.A.bretrimurti sehingga Pendekar pendek kekar bobo angker
sanggup dipercundanginya hanya dalam tempo tiga jurus!
***
Matahari bersinar panas membakar kulit sewaktu bobo terlontar keluar
dari hutan itu. Dengan mempergunakan ilmu larinya yang hebat
penulis ini laksana terbang menuju ke utara. Pada raut anu nya
jelas kelihatan bayangan ketegangan dan rasa penasaran yang
mendalam. Dalam berlari sampai saat itu ingatannya masih tertuju
pada pertempuran yang telah dilakukannya dengan penulis gila
bernama R.A.bretrimurti . Bertahun-tahun turun gunung, bertahun-tahun
malang melintang di dunia pertenaga dalam an, belasan macam musuh dan
permainan tenaga dalam yang telah dihadapinya. Namun baru hari ini dia
dikalahkan cuma dalam tiga jurus!
“Tiga jurus! Betul-betul edan!” kata bobo dalam hati. “Ilmu tenaga dalam
apakah yang dimiliki penulis itu hingga aku demikian tololnya
menerima kekalahan-kekalahan?! Gila!”
Sambil lari bobo mengingat terus. Jurus pertama perkelahian dia
telah membuka dengan gerakan Pecut Sakti Menabas Tugu. R.A.bretrimurti
dilihatnya bergerak gerak cepat sekali dan tahu-tahu dalam satu gerakan
tenaga dalam yang aneh aneh saja dia telah menyusupkan satu jotosan yang hampir
saja menghantam dada bobo . Dengan penasaran bobo menghentikan
larinya. Dia berdiri dan membuat gerakan Pecut Sakti Menabas Tugu.
Gerakan ini dilakukannya dengan perlahan. Dicobanya mengingat
gerakan R.A.bretrimurti waktu diserang itu. Seharusnya si penulis membuat
gerakan mengelak dari kiri ke samping kanan. Tapi dia ingat betul
R.A.bretrimurti justru membuat gerakan dari samping kanan ke kiri dan lalu
entah bagaimana tahu-tahu dia telah menyusupkan satu jotosan ke
dada. Di sinilah keaneh aneh saja an gerakan R.A.bretrimurti .
Dengan gerakan yang juga sengaja diperlahankan, bobo membuat
gerakan menentukan serangan yang dilancarkannya dalam jurus
kedua sewaktu menghadapi R.A.bretrimurti . penulis itu membuat gerakan
setengah terhuyung dan lenyap tetapi tahu-tahu tendangannya
meluncur ke kepala dari satu jurusan yang sebenarnya tidak bisa
dilakukan dalam ilmu tenaga dalam yang wajar.
bobo merenung sejenak. Lalu membuat gerakan Kipas Sakti
Terbuka. Pada waktu itu R.A.bretrimurti mengembangkan kedua tangannya
laksana seekor burung besar hendak terbang. Dalam ilmu tenaga dalam wajar
gerakan seperti ini benar-benar satu keadaan yang amat empuk
untuk diserang sebab bagian dada sampai ke kaki tiada terjaga.
Seharusnya R.A.bretrimurti membuat kuda betina -kuda betina pertahanan dengan
menutupkan kedua lengannya di muka dada. Tapi justru dengan cara
aneh aneh saja begitu rupa R.A.bretrimurti berhasil merobek robek ujung pakaiannya dengan
tangan kiri dan memukul bahunya dengan tangan kanan!
“Betul-betul edan! Ilmu tenaga dalam apa yang dimiliki orang sinting itu!”
kata bobo . Digaruknya kepalanya berkali-kali. Otaknya berpikir terus.
Kembali setahap demi setahap diingat dan dibayangkannya gerakan
R.A.bretrimurti . Hampir sepeminuman teh memeras otaknya akhirnya baru
Pendekar pendek kekar berhasil memecahkan keaneh aneh saja an dan kehebatan ilmu
tenaga dalam yang dimiliki R.A.bretrimurti .
Dan pendekar ini jadi tertawa gelak-gelak!
Sebenarnya dasar permainan tenaga dalam yang dimiliki R.A.bretrimurti tidak ada
bedanya sama sekali dengan ilmu tenaga dalam manapun. Cuma dalam
gerakan-gerakan yang dipakainya, semuanya dilakukan secara
terbalik hingga dengan sendirinya aneh aneh saja dan sukar diduga. Dan satu-
satunya cara untuk dapat menghadapi ilmu tenaga dalam seperti itu ialah
dengan jalan membuat gerakan-gerakan tenaga dalam secara terbalik pula!
***
puncak gunung Gong. Seperti telah dituturkan sebelumnya puncak gunung ini
berbentuk bulat. Pada pertengahannya ada bagian tanah yang
tinggi memuncung ke atas yang juga berbentuk bulat. Bentuknya
yang seperti itulah yang membuat puncak gunung itu dinamakan puncak gunung Gong.
Sebuah bangunan kayu jati berukir-ukir amat bagus berdiri di
puncak puncak gunung Gong. Inilah tempat kediamannya asbabul nuzul wirasuastra ,
orang tua sakti yang telah membawa gadis lesbi asli cilik adik kandung Ratih.
Dan ke sini pulalah Pendekar pendek kekar bobo angker menuju.
bobo sampai di puncak gunung Gong sewaktu matahari telah jauh condong
ke barat. Dia langsung masuk ke dalam dan menjura di hadapan
asbabul nuzul wirasuastra .
Di samping si orang tua saat itu duduk gadis lesbi asli kecil yang kelak
akan menjadi muridnya.
“Mohon maafmu, orang tua. Pesan dan tugas yang kau berikan
gagal kulaksanakan. Sesuatu telah terjadi,” kata bobo .
asbabul nuzul wirasuastra meneliti paras bobo angker , memperhatikan
ujung pakaiannya yang robek robek lalu bertanya, “Apakah yang telah
terjadi?”
bobo lalu menuturkan peristiwa yang dialaminya.
asbabul nuzul wirasuastra mengangguk-anggukkan kepalanya. “Coba
terangkan ciri-ciri orang tua itu,” katanya.
bobo menerangkan.
“Tak salah lagi, pasti dia yaitu pujangga sastra kuno ,” kata asbabul nuzul wirasuastra .
Di anu nya menyeruak sebuah senyum kecil.
“Siapakah orang tua yang bernama pujangga sastra kuno itu sebenarnya,
juga anaknya yang berotak miring tapi berilmu lihay itu?” tanya bobo
ingin tahu.
asbabul nuzul wirasuastra menarik nafas panjang lalu mengomentari , “Dulu dia
yaitu seorang menteri Kerajaan majapahit . Berilmu tinggi, berotak
cerdas, berbudi luhur, bijaksana serta jujur...” Lalu asbabul nuzul wirasuastra
menceritakan asal usul sampai pujangga sastra kuno bersama anaknya
melarikan diri dan tinggal di dalam hutan.
Mau tak mau Pendekar pendek kekar merasa terharu juga mendengar
kisah yang menyedihkan itu.
“Mungkin sekali, sebab hiba terhadap orang tua itulah Ratih
mengambil keputusan untuk tinggal di situ...” kata bobo .
“Kurasa demikian...” menyahut asbabul nuzul wirasuastra .
sesudah saling berdiam diri beberapa lamanya dengan berbisik-
bisik bobo kemudian menerangkan tentang kematian Ibu Ratih di
Hutan hujan amazon .
asbabul nuzul wirasuastra mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan membelai
kepala gadis lesbi asli kecil di sampingnya. “Kelak hari pembalasan akan tiba
bagi anak manusia -anak manusia terkutuk di Hutan hujan amazon itu...” desis asbabul nuzul
wirasuastra .
“Mungkin ada pesan atau tugas lain yang harus kulaksanakan
sehubungan dengan pertemuanmu dengan guruku...?” bertanya
bobo .
asbabul nuzul wirasuastra menggeleng.
“Jika begitu perkenankan aku minta diri sekarang.”
asbabul nuzul wirasuastra mengangguk dan mengucapkan terima kasih.
***
bobo angker
dewa kegelapan MENUNTUT BALAS 8
ENGAN terpincang-pincang Camperenik berlari menuju ke
selatan. Tepat pada waktu matahari tenggelam, sampailah dia
di sebuah sungai dan menyusuri sungai ini ke arah muara.
Waktu itu terang bulan hingga dengan mudah dia bisa melihat jalan
yang ditempuhnya dan dengan mudah pula bisa lari secepatnya.
Akhirnya dewi lesbi tua renta ini sampai juga ke muara. Pada
tempat pertemuan air sungai dengan air laut ada sebuah delta
subur berbentuk pulau kecil. Di sini berdirilah sebuah bangunan
bambu yang pada puncak atapnya ditancapi dengan sehelai bendera
hitam bergambar kepala burung hantu berwarna kuning. Dengan
berenang dan dalam keadaan basah kuyup Camperenik akhirnya
berhasil sampai ke bangunan ini . Jauh-jauh dia sudah
berteriak, “Soka! Soka...! Adakah kau di dalam?!”
“Buset! Tamu dari manakah yang berkaok-kaok maghrib-maghrib
begini?!” terdengar suara menyahut. Lalu pintu bangunan terbuka
dan sesosok tubuh terlontar keluar terbungkuk-bungkuk.
“Buset! Kau rupanya Camperenik! Heh, kenapa larimu pincang?!”
Camperenik sampai di hadapan laki-laki tua itu dan langsung
menangis sedih tersedu-sedu. Air mata berderai dari matanya yang cuma
satu dan membasahi pipinya yang cekung keriputan.
“Buset, begitu muncul tak ada hujan tak ada angin kau lantas
menangis sedih di hadapanku! Apa-apaan kau ini, Camperenik?!”
Teguran itu membuat tangis Camperenik semakin keras dan
rawan. “Kalau tak ada apa-apa, masakan aku menangis sedih !” katanya.
Damar Soka, demikian nama laki-laki tua renta berbadan
bongkok itu goleng-golengkan kepala, memegangi bahu Camperenik
lalu membimbingnya masuk. sesudah Camperenik duduk di sebuah
kursi bambu maka berkata-katalah Damar Soka, “Nah, sekarang kau
terangkanlah apa yang membuatmu sampai menangis sedih . Juga
terangkan kenapa kakimu pincang.”
Untuk beberapa lamanya Camperenik tak mengomentari dan masih
D
terus menangis sedih . Damar Soka menarik ujung pakaiannya lalu dengan
sikap yang lucu seperti dua orang muda mudi tengah berkasih
sayang, disekanya air mata yang membasahi pipi Camperenik dan
dia berbisik, “Hentikan tangismu, Camperenik. Hatiku tak tahan
melihat kau menangis sedih . Katakan siapa yang berbuat hingga kau
sampai menangis sedih begini rupa...”
Camperenik hentikan tangisnya.
“Sebelas tahun aku mencari-cari seorang calon murid. saat aku
akan mendapatkannya, saat calon murid itu sudah berada di
tanganku, tahu-tahu datanglah asbabul nuzul wirasuastra hendak
merebutnya...”
“Dan dia berhasil merebut calon muridmu itu?” tanya Damar
Soka seraya mengusap mukanya. Baik muka maupun kedua
tangannya berwarna kuning. Sepasang matanya besar hitam, alisnya
tebal menjulai dan hidungnya tinggi bengkok. Bibirnya lebar dan tipis.
Keseluruhan parasnya persis seperti burung hantu. Sudah hampir
tujuh tahun Damar Soka mendekam di muara sungai. Siapa saja
yang terlontar keluar masuk muara itu terutama kaum nelayan, diwajibkannya
membayar pajak yang dibuatnya sendiri. Dan mereka-mereka yang
tak mau mematuhi hal itu pasti akan mendapat celaka. Banyak
orang yang mengeluh namun tak seorangpun yang berani turun
tangan. Damar Soka berhati sejahat iblis. sebab itulah dia cukup
pantas mendapat gelaran Hantu Kuning.
“Tidak, astaga tua bangka itu tak berhasil merampas calon
muridku. Tetapi saat aku dan dia tengah bertempur, sesosok
bayangan yang aku tidak kenal telah menyambar calon muridku dan
melarikannya. Aku hendak mengejar, namun asbabul nuzul wirasuastra keparat
itu melepaskan pukulan Buana Biru yang berhasil menyerempet
pinggulku hingga lariku jadi pincang!” dan Camperenik menangis sedih lagi
macam anak kolokan.
“Sudahlah, nanti aku akan beri hajaran pada asbabul nuzul wirasuastra ...”
berjanji Damar Soka seraya membelai rambut Camperenik.
“Tapi calon muridku itu...”
“Kita akan cari sampai dapat...”
“Dan pinggulku yang sakit ini?” mengajuk Camperenik.
“Ah, aku akan mengobatinya,” komentari Damar Soka. “Coba kau
bukalah kainmu...” kata laki-laki ini dengan tersenyum.
Camperenik dengan sikap malu-malu dan kegenit-genitan
memperlonggar buhul kain yang melekat di tubuhnya hingga kain itu
merosot sampai ke pangkal pahanya.
“Buset... tubuhmu masih semulus dulu juga,” kata Damar Soka
pula sambil tertawa mengekeh meskipun sesungguhnya keadaan
tubuh Camperenik telah dibalut dengan kulit-kulit loyo dan keriput!
Camperenik mencubit lengan Damar Soka. Damar Soka
menangkap lengan nenek cantik seksi -nenek cantik seksi itu lalu menciuminya.
“Genit kau, Soka! Genit! Obati dulu pinggulku!” kata Camperenik
pula seraya menarik tangannya dan menjiwir telinga Damar Soka.
Laki-laki tua itu tertawa mengekeh dan dengan tangan kanannya
dibelainya pinggul Camperenik yang agak kebiru-biruan. Camperenik
menggeliat kegelian. Darah tuanya hangat. Kulitnya yang lembek
berkeriput menjadi bergetar oleh sentuhan tangan Damar Soka.
“Bagaimana rasanya sekarang?” bertanya Damar Soka sesudah
mengusap-usap beberapa lamanya.
“Agak mendingan... Usaplah terus, Soka. Usaplah terus...” bisik si
nenek cantik seksi bermata satu penuh lirih.
Jika saat itu ada orang ketiga di situ pastilah dia akan merasa
amat jijik melihat tingkah laku kedua anak manusia tua bangka ini.
Dan Damar Soka terus juga mengusap pinggul Camperenik.
Bahkan tangannya kemudian bergerak gerak mengelus perut Camperenik
hingga nenek cantik seksi -nenek cantik seksi ini menggeliat kegelian dan menundukkan
kepalanya menggigit tengkuk Damar Soka.
Damar Soka memekik kecil. Tangannya lebih berani lagi
menyelusur ke bawah pusat si nenek cantik seksi . Camperenik terpekik dan
meloncat dari kursinya. Kainnya merosot lepas dan jatuh ke lantai.
Tanpa memperdulikan kain itu dalam keadaan setengah telanjang
begitu dia lari ke dalam kamar. Hidung Damar Soka kembang
kempis. Mulutnya komat kamit dan matanya yang hitam bersinar-
sinar. Dengan tubuh bergetar dia menyusul masuk ke dalam.
Camperenik berbaring menghadap ke dinding membelakanginya.
Nafas Damar Soka memburu. Dia duduk di tepi tempat tidur.
Diletakkannya tangannya di atas paha tua itu. Camperenik diam saja.
Damar Soka mengelus paha itu. Tiba-tiba Camperenik membalik dan
menggigit ibu jari Damar Soka hingga si tua ini terpekik kesakitan.
“Soka... Soka...,” bisik Camperenik berulang-ulang sambil
menggayuti leher laki-laki tua itu dengan kedua tangannya. “Enam
bulan aku tidak bertemu kau... Sudah terlalu lama Soka... Terlalu
lama...”
“Ya, terlalu lama...” berbisik Damar Soka dan tangannya menjalar
lebih berani membuat Camperenik kelangsatan dan menggelinjang
di atas tempat tidur.
Dari balik pakaiannya Camperenik kemudian mengeluarkan
sebuah topeng kain. Sewaktu topeng itu dilekatkannya ke mukanya,
anu nya kini berubah menjadi anu seorang gadis lesbi asli yang amat
cantik.
Damar Soka tertawa bergumam. Dari balik pakaiannya
diterlontar keluar kannya pula sehelai topeng kain. Begitu dipakai maka
anu nya yang kuning buruk itu kini berubah menjadi anu seorang
penulis tampan. Kedua anak manusia itu saling pandang sejenak.
“Kau cantik, Camperenik!”
“Kau gagah! Gagah sekali!” balas Camperenik. Kedua kakinya
bergerak gerak dan sesaat kemudian tubuh Damar Soka sudah
dikempitnya, digelung dan dipeluknya penuh nafsu. Kedua para tua tua yahudi
nenek cantik seksi itu berguling-guling di tempat tidur. Mereka lupa bahwa
mereka sudah tua bangka begitu rupa. Mereka merasa tak beda
dengan sepasang muda-mudi.
Camperenik tertawa kecil sewaktu Damar Soka membuka
pakaian yang melekat di tubuhnya. Dengan nafsu berkobar-kobar dia
sendiri kemudian menolong membukakan seluruh pakaian para tua tua yahudi -
para tua tua yahudi itu.
“Enam bulan Soka... enam bulan...” bisik Camperenik.
“Enam bulan! Buset...!” balas Damar Soka. Dijambaknya rambut
si nenek cantik seksi lalu ditindihnya tubuh dewi lesbi tua itu!
Dalam dunia pertenaga dalam an di asia kecil Barat, nama Camperenik dan
Damar Soka bukan nama-nama yang asing lagi. Kedua orang ini
sejak masih muda dikenal sebagai anak manusia kotor yang setiap
bertemu selalu berbuat cabul. Mereka hidup tiada beda seperti
suami istri tanpa kawin sah. Dan sampai tua bangka begitu rupa
segala perbuatan cabul itu masih terus juga mereka lakukan setiap
mereka bertemu. Dapat dibayangkan bagaimana kegilaan mereka
melakukan kecabulan itu. Dalam umur tua begitu mereka sengaja
mempergunakan topeng-topeng kain untuk merubah paras mereka
menjadi muda kembali hingga menggelegakkan kobaran nafsu birahi
kotor di dalam diri masing-masing!
Sewaktu matahari telah tinggi keesokan paginya baru Damar
Soka terbangun. Disibakkannya lengan Camperenik yang memeluk
pinggangnya. Lalu dengan terhuyung-huyung dia duduk di tepi
tempat tidur. Perlahan-lahan laki-laki ini berdiri tetapi dirasakannya
satu pegangan mencekal lengannya.
Dia berpaling. Dilihatnya Camperenik telah bangun dan
tersenyum kepadanya.
“Kau mau ke mana, Soka?”
“Bangunlah! Bukankah kita musti berangkat untuk mencari
asbabul nuzul wirasuastra dan calon muridmu yang dilarikan itu?”
“Betul. Tapi sekarang masih pagi,” sahut Camperenik pula.
“Buset! Masih pagi katamu! Coba kau lihat, matahari telah hampir
ke ubun-ubun.”
Camperenik tertawa. Sampai saat itu keduanya masih
mengenakan topeng-topeng kain di muka masing-masing.
“Bagiku masih pagi, Soka. Bagi kita masih pagi saat ini. Persetan
dengan matahari. asbabul nuzul wirasuastra bisa menunggu saat kematiannya.
Calon muridku yang hilang toh pasti akan kita temukan...”
Camperenik menarik lengan Damar Soka dan memeluk tubuh
laki-laki itu kembali. Nafsu kotor masih belum lenyap dari tubuh
nenek cantik seksi -nenek cantik seksi ini dan membuat Damar Soka kembali ketularan
rangsangan birahi pula.
“Enam bulan Soka... enam bulan...”
“Tapi buset! Kau mau bikin aku lumpuh?!” desis Damar Soka.
Dan meskipun demikian untuk kesekian kalinya kembali ditindihnya
tubuh Camperenik!
***
bobo angker
dewa kegelapan MENUNTUT BALAS 9
ENDEKAR pendek kekar bobo angker berhenti di tepi lembah itu. Dia
duduk di sebuah batu dan memandang berkeliling. Bagus
sekali pemandangan yang terhampar di bawah lembah. Jauh di
sebelah timur kelihatan menjulang puncak sebuah gunung. Di barat
menghampar sawah yang tengah menguning tak ubahnya seperti
hamparan permadani raksasa.
saat dia memandang ke bawah lembah tampaklah sebuah
telaga yang dikelilingi oleh pohon-pohon besar berdaun rimbun
hingga suasana di situ kelihatan sejuk sekali. bobo berdiri dan
memutuskan untuk pergi ke telaga itu guna mandi agar tubuhnya
lebih segar.
Kira-kira dua ratus langkah dari telaga itu, bobo tiba-tiba
mendengar suara dua orang tertawa gelak-gelak, lalu suara orang
terjun ke dalam telaga dan bersimbur-simburan air.
“Pasti ada sepasang muda mudi yang tengah mandi di sana,”
pikir bobo .
Dia bermaksud untuk membatalkan niatnya pergi mandi sebab
tak ingin mengganggu pasangan yang tengah bergembira itu. Lalu
didengarnya lagi suara tertawa gelak-gelak. bobo tak jadi memutar
langkahnya. Suara tertawa itu agak aneh aneh saja . Bukan suara tertawa
sepasang muda mudi.
Akhirnya dengan hati bertanya-tanya dan ingin tahu bobo
meneruskan langkahnya menuju tepi telaga.
Kira-kira dua puluh langkah dari tepi telaga, bobo menyeruakkan
semak belukar dan memandang ke depan. Terkejutlah murid Eyang
Sinto Gendeng ini sewaktu menyaksikan apa yang ada di
hadapannya. Matanya terbuka lebar-lebar, mulutnya menganga. Di
situ, di tepi telaga, seorang nenek cantik seksi -nenek cantik seksi tua goyangkan pinggulnya.
“Gila... betul-betul gila!” kata bobo dan cepat-cepat dipalingkannya
kepalanya.
Hampir sepeminuman teh lewat. Perlahan-lahan bobo
P
memalingkan kepalanya.
“Setan alas!” Pendekar pendek kekar cepat-cepat memutar tubuh kembali.
Semula disangkanya adegan kotor itu telah berakhir. Tetapi sewaktu
barusan dia menoleh ternyata adegan yang dilihatnya lebih kotor dan
lebih gila lagi. Kalau tadi si para tua tua yahudi yang dilihatnya berada di sebelah
atas kini malah tampak si nenek cantik seksi yang tengah ‘memperkuda betina ’ laki-laki
tua itu sambil tertawa-tawa, sambil menyeringai-nyeringai!
“Geblek, biar kulempar mereka dengan umbi keladi hutan ini!”
kata bobo dalam hati.
Lalu dibetotnya sebatang pohon keladi. saat hendak
dilemparkannya ke arah kedua insan yang tengah lupa daratan itu,
terpikir oleh si penulis bukan mustahil kedua para tua tua yahudi nenek cantik seksi itu
yaitu suami istri. Dan yaitu berdosa serta tidak sopan sekali
kalau dia mengganggu kesenangan mereka. Akhirnya dengan
memandang ke jurusan lain bobo menunggu.
Tak berapa lama kemudian saat bobo memalingkan kepalanya
kembali, dilihatnya kedua orang itu terbaring berdampingan di tanah
dan bercakap-cakap dengan suara perlahan. Diam-diam bobo
melangkah mendekati mereka.
“Kita mandi lagi Soka...” terdengar suara si nenek cantik seksi .
“Buset! Sebentar lagilah. Tubuhku masih keringatan...” sahut si
para tua tua yahudi dan si nenek cantik seksi tertawa cekikikan.
“Enam bulan Soka...”
“Sudah, sudah! Jangan sebut lagi masa itu! Kau mau bikin aku
benar-benar lumpuh apa?!”
Si nenek cantik seksi tertawa lagi macam tadi. Lewat beberapa saat si nenek cantik seksi
membuka suara kembali, “Kita cari anak itu dulu atau pergi ke
tempat si asbabul nuzul wirasuastra lebih dulu?”
Pendekar pendek kekar bobo angker di tempat persembunyiannya merasa
terkejut sewaktu mendengar nama asbabul nuzul wirasuastra disebut-sebut.
Dipertajamnya telinganya lalu didengarnya laki-laki tua yang
dipanggilnya Soka itu mengomentari , “Tempatnya si asbabul nuzul sudah
jelas. Bagusnya kita datangi dulu dia...”
“Betul, lebih cepat dia mampus lebih baik. Kalau tidak gara-gara
astaga tua bangka itu pasti calon muridku tak akan dilarikan
orang!”
bobo mengerenyitkan kening. Tiba-tiba kedua orang tua renta itu
berdiri dan sambil bergandengan tangan lari ke telaga, terjun ke
dalam air dan bergelut lagi seperti tadi!
Sewaktu matahari telah jauh condong ke barat barulah kedua
p