Jumat, 19 Januari 2024

bercanda

  



 Humor dapat juga mem-
berikan suatu wawasan yang arif sambil 
tampil menghibur. Humor dapat pula men-
yampaikan siratan menyindir atau suatu 
kritikan yang bernuansa tawa. Humor juga 
dapat sebagai sarana persuasi untuk mem-
permudah masuknya informasi atau pesan 
yang ingin disampaikan sebagai sesuatu 
yang serius dan formal ,
Dengan mengerti dan menyadari hal-
hal ini , dapat disimpulkan bahwa 
humor memiliki suatu potensi penting. Hu-
mor dapat dijadikan suatu bahan untuk di-
kaji sebagai semacam ilmu . Semakin kri-
tis suatu masyarakat, semakin tinggi pula 
permintaan mereka akan humor ,Dimensi keseriusan humor tampak 
pada penekanan syarat intelektual bagi 
pelaku atau penikmatnya ,
SEJARAH HUMOR 
Humor mungkin sudah ada sejak manu-
sia mengenal bahasa, atau bahkan lebih tua. 
Humor sebagai salah satu sumber rasa gem-
bira, mungkin, sudah menyatu dengan kela-
hiran manusia. Jika dilacak asal-usulnya, 
humor berasal dari kata Latin umor yang 
berarti cairan . Sejak 400 SM, orang 
Yunani Kuno beranggapan bahwa suasana 
hati manusia ditentukan oleh empat macam 
cairan di dalam tubuh, yaitu: darah 
(sanguis), lendir (phlegm), empedu kuning 
(choler), dan empedu hitam (melancholy). 
Perimbangan jumlah cairan ini  menen-
tukan suasana hati. Kelebihan salah satu di 
antaranya akan membawa pada suasana 
tertentu. Darah menentukan suasana 
gembira (sanguine), lendir menentukan 
suasana tenang atau dingin (phlegmatic), 
empedu kuning menentukan suasana marah 
(choleric), dan empedu hitam untuk suasana 
sedih (melancholic). Tiap cairan ini  
mempunyai karakteristik tersendiri dalam 
mempengaruhi setiap orang. Kekurangan 
darah menyebabkan orang tidak pemarah. 
Kelebihan empedu kuning menyebabkan 
jadi angkuh, pendendam, ambisius, dan 
licik ,
Teori mengenai cairan itu merupakan 
upaya pertama untuk menjelaskan tentang 
sesuatu yang disebut humor. Namun 
demikian, ajaran yang disusun oleh Plato itu 
tampaknya sudah tidak ada hubungannya 
dengan pengertian umum di zaman 
sekarang ini. Dalam perkembangan selan-
jutnya, selama berabad-abad, lahirlah segala 
macam teori yang berupaya untuk mende-
finisikan humor, yang mengacu pada artian 
humor seperti yang sekarang lazim dimak-
sudkan, yang ada hubungannya dengan 
segala sesuatu yang membuat orang men-
jadi tertawa gembira ,
Perkembangan humor di Inggris sudah 
terlembaga sejak abad ke-16 ,
Pada masa ini , terdapat penulis dan 
pemain teater humor yang sering disebut  
pemain komedi. Komedian yang terkenal 
yaitu Ben Johnson, yang satu karyanya ber-
judul Man Out of His Humor . Karya 
ini  memperlihatkan dua bentuk humor 
yang berbeda dalam kehidupan, yaitu hu-
mor dalam kata-kata dan humor dalam ting-
kah laku. Abad ke-17 merupakan zaman 
yang sangat pesat bagi perkembangan hu-
mor di Inggris, terutama dalam hal teater 
komedi dan naskah humor. Teater komedi 
akhirnya menjadi tradisi masa selanjutnya. 
Pertengahan abad ke-18, teater humor 
bermetamorfosa menjadi satire. Sampai 
akhir abad ke-18, bentuk teater etrsebut 
menjadi mode di seluruh daratan Eropa. 
Abad ke-19, humor di Eropa menentukan 
bentuk baru dalam wujud komik. Abad itu 
ditandai de-ngan munculnya berbagai 
macam komik humor dari Jerman, yang 
kemudian menjadi kegemaran seluruh da-
ratan Eropa bahkan sampai ke daratan 
Amerika dan Asia. 
Di daratan Eropa dan sebagian 
Amerika, humor sudah dianggap menjadi   
bagian dari kehidupan ,
Bahkan dianggap sebagai suatu seni yang 
setara dengan seni lainnya. Setelah peranan 
humor meningkat, terutama dalam komik 
dan komedi, setara satire, pada awal abad 
ke-20; humor memasuki era baru. Pada  
awal abad itu, humor sangat dominan dalam 
teater komedi dan film. Sampai saat itu, 
media massa film masih merupakan ladang 
subur bagi kehidupan humor. Komedi dan 
satire tetap bertahan di kalangan tertentu. 
Charlie Chaplin, yang dilahirkan April 
1889, merupakan seorang komedian terke-
nal di dunia humor modern. Film yang 
dibintanginya memberi inspirasi yang besar 
sekali dalam perkembangan humor pada 
umumnya. Humor menjadi salah satu objek 
penelitian semenjak awal abad ke-20. Ber-
bagai tulisan mengenai humor telah diter-
bitkan para ilmuwan dari berbagai cabang 
ilmu sosial, terutama dari perspektif psiko-
logi,
Di negara kita , secara informal, humor 
juga sudah menjadi bagian dari kesenian  
rakyat, seperti ludruk, ketoprak, lenong, 
wayang kulit, wayang golek, dan seba-
gainya. Unsur humor di dalam kelompok 
kesenian menjadi unsur penunjang, bahkan 
menjadi unsur penentu daya tarik. Humor 
yang dalam istilah lainnya sering disebut 
dengan lawak, banyolan, dagelan, dan seba-
gainya, menjadi lebih terlembaga setelah 
negara kita  merdeka, seperti munculnya 
grup-grup lawak Atmonadi Cs, Kwartet 
Jaya, Loka Ria, Srimulat, Surya Grup, dan 
lain-lain ,
Perkembangan lain terjadi pada media 
massa cetak, baik majalah maupun surat ka-
bar. Tahun 60-an terbit beberapa majalah 
humor, namun tidak bertahan lama. Di anta-
ranya adalah majalah STOP. Surat kabar 
membuka rubrik khusus untuk humor. 
Cerita-cerita lucu, anekdot, karikatur, dan 
kartun sering dijumpai pada media massa 
cetak .
TEORI HUMOR 
Teori humor jumlahnya sangat banyak, 
tidak satu pun yang persis sama dengan 
yang lainnya, tidak satu pun juga yang bisa 
mendeskripsikan humor secara menyeluruh, 
dan semua cenderung saling terpengaruh 
(Setia-wan, 1990). 
Dewasa ini, pengertian humor yang pa-
ling awam , ialah sesuatu yang lucu, yang 
menimbulkan kegelian atau tawa.  
Humor identik dengan segala sesuatu 
yang lucu, yang membuat orang tertawa. 
Pengertian awam ini  tidaklah keliru. 
Dalam Ensiklopedia negara kita  (1982), 
Humor itu kualitas untuk menghim-
bau rasa geli atau lucu, karena kegan-
jilannya atau ketidakpantasannya 
yang menggelikan; paduan antara rasa 
kelucuan yang halus di dalam diri 
manusia dan kesadaran hidup yang 
iba dengan sikap simpatik.
  
Lebih lanjut, teori humor dibagi dalam 
tiga kelompok  meliputi: (1) 
teori superioritas dan meremehkan, yaitu 
jika yang menertawakan berada pada posisi 
super; sedangkan objek yang ditertawakan 
berada pada posisi degradasi (diremehkan 
atau dihina). Plato, Cicero, Aristoteles, dan 
Francis Bacon (dalam Gauter, 1988) men-
gatakan bahwa orang tertawa bila  ada 
sesuatu yang menggelikan dan di luar kebi-
asaan. Menggelikan diartikan sebagai se-
suatu yang menyalahi aturan atau sesuatu 
yang sangat jelek. Lelucon yang menimbul-
kan ketertawaan, juga mengandung banyak 
kebencian. Lelucon selalu timbul dari ke-
salahan/kekhilafan yang menggoda dan 
kemarahan; (2) teori mengenai ketidak-
seimbangan, putus harapan, dan bisosiasi. 
Arthur Koestler  (Setiawan, 1990)  dalam 
teori bisosiasinya mengatakan bahwa hal 
yang mendasari semua bentuk humor adalah
bisosiasi, yaitu mengemukakan dua situasi 
atau kejadian yang mustahil terjadi seka-
ligus. Konteks ini  menimbulkan ber-
macam-macam asosiasi; (3) teori mengenai 
pembebasan ketegangan atau pembebasan 
dari tekanan. Humor dapat muncul dari se-
suatu kebohongan dan tipuan muslihat; da-
pat muncul berupa rasa simpati dan penger-
tian; dapat menjadi simbol pembebasan 
ketegangan dan tekanan; dapat berupa ung-
kapan awam atau elite; dapat pula serius 
seperti satire dan murahan seperti humor 
jalanan. Humor tidak mengganggu kebena-
ran. 
Fuad Hasan dalam tulisan Humor dan 
Kepribadian (1981) membagi humor da-
lam dua kelompok besar, yaitu: (1) humor 
pada dasarnya berupa tindakan agresif yang 
dimaksudkan untuk melakukan degradasi 
terhadap seseorang; (2) humor adalah tinda-
kan untuk melampiaskan perasaan tertekan 
melalui cara yang ringan dan dapat di-
mengerti, dengan akibat kendornya ke-
tegangan jiwa.  
Arwah Setiawan (dalam Suhadi, 1989), 
mengatakan sebagai berikut:  
Humor itu adalah rasa atau gejala 
yang merangsang kita untuk tertawa 
atau cenderung tertawa secara mental, 
ia bisa berupa rasa, atau kesadaran, di 
dalam diri kita (sense of humor); bisa 
berupa suatu gejala atau hasil cipta 
dari dalam maupun dari luar diri kita. 
Bila dihadapkan pada humor, kita 
bisa langsung tertawa lepas atau 
cenderung tertawa saja; misalnya 
tersenyum atau merasa tergelitik di 
dalam batin saja. Rangsangan yang 
ditimbulkan haruslah rangsangan 
mental untuk tertawa, bukan rang-
sangan fisik seperti dikili-kili yang 
mendatangkan rasa geli namun bukan 
akibat humor .   
Persoalan humor oleh beberapa orang 
dianggap sebagai persoalan teori estetik , 
yang dicoba untuk diterangkan lewat berba-
gai teori tentang humor. Teori humor men-
coba menerangkan bagaimana suatu hal da-
pat membangkitkan tawa atau geli pada se-
seorang. 
Seperti yang diungkapkan Setiawan 
(1990) dalam majalah Astaga, teori humor 
digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: (1) 
teori keunggulan; seseorang akan tertawa 
jika ia secara tiba-tiba memperoleh perasaan 
unggul atau lebih sempurna dihadapkan 
pada pihak lain yang melakukan kesalahan, 
kekurangan atau mengalami ke-adaan yang 
tidak menguntungkan. Kita dapat tertawa 
terbahak-bahak pada waktu melihat pela-
wak terjatuh, terinjak kaki temannya serta 
melakukan berbagai kekeliruan dan ke-
tololan; (2) teori ketaksesuaian; perasaan 
lucu timbul karena kita dihadapkan pada 
situasi yang sama sekali tak terduga atau ti-
dak pada tempatnya secara mendadak, se-
bagai perubahan atas situasi yang sangat di-
harapkan. Harapan dikacaukan, kita dibawa 
pada suatu sikap mental yang sama sekali 
berbeda. Sebagai contoh adalah rasa humor 
yang timbul karena kita melihat kartun yang 
menggambarkan seseorang yang sedang 
mancing. 
Gambar pertama, menunjukkan orang 
dengan penuh harapan menunggu 
umpannya dilahap ikan. Gambar kedua 
menunjukkan rasa gembira orang itu karena 
ada tanda-tanda bahwa ikan yang besar te-
lah menarik kailnya. Gambar ketiga, 
menunjukkan tiba-tiba, orang itu tercebur 
ke sungai. Rupanya, ikan yang amat besar 
telah menyeretnya ke dalam sungai; (3) te-
ori kelegaan atau kebebasan; inti humor 
adalah pelepasan atas kekangan-kekangan 
yang terdapat pada diri seseorang. Bila 
dorongan-dorongan batin alamiah mendapat 
kekangan, dapat dilepaskan atau diken-
dorkan, misalnya lewat lelucon seks, sin-
diran jenaka atau umpatan, meledaklah 
perasaan menjadi tertawa.                                   
Kartun: Gambar lelucon yang mengundang senyum atau tawa  
Seorang pakar humor dari Semarang, 
Jaya Suprana, rupanya sudah menjadi 
korban kepusingan dalam upaya memahami 
segala benang ruwet tentang teori humor, 
yang akhirnya membuang segala pretensi 
untuk memasang perumusan apa pun terha-
dap humor. Ia dengan ringan dan riangnya 
mengumumkan bahwa humor itu indah, se-
buah misteri dalam kehidupan yang tak 
perlu lagi dikekang dalam batasan pemaha-
man.
JENIS HUMOR 
Jenis humor menurut Arwah Setiawan 
(1988) dapat dibedakan menurut kriterium 
bentuk ekspresi . Sebagai bentuk ekspresi 
dalam kehidupan kita, humor dibagi men-
jadi tiga jenis yakni (1) humor personal, 
yaitu kecenderungan tertawa pada diri kita, 
misalnya bila kita melihat sebatang pohon 
yang bentuknya mirip orang sedang buang 
air besar; (2) humor dalam pergaulan, misalnya senda gurau di antara teman, kelucuan 
yang diselipkan dalam pidato atau ceramah 
di depan umum; (3) humor dalam kesenian, 
atau seni humor. Humor dalam kesenian 
masih dibagi menjadi seperti berikut.  
 
Humor lakuan, misalnya: lawak, tari 
humor, dan pantomim lucu. 
 
Humor grafis, misalnya: kartun, kari-
katur, foto jenaka, dan patung lucu. 
 
Humor literatur, misalnya: cerpen lucu, 
esei satiris, sajak jenaka, dan sema-
camnya.  
Jika yang digunakan adalah kriterium 
maksud dalam komunikasi, dalam humor 
ada tiga jenis komunikasi, yaitu: (a) si 
penyampai memang bermaksud melucu, 
dan si penerima menerima sebagai lelucon; 
(b) si penyampai tidak bermaksud melucu, 
namun si penerima menganggap lucu; (c) si 
penyampai bermaksud melucu, namun si 
penerima tidak menganggap lucu (Manser, 
1989). 
Dalam komunikasi, keberhasilan se-
orang komunikator dalam berkomunikasi 
adalah, jika pesan yang disampaikannya ce-
pat diterima oleh komunikan sesuai dengan 
apa yang dimaksud si komunikator. Keber-
hasilan seorang pelaku humor ketika stimu-
lus humor yang dilancarkannya diterima 
oleh penerima humor sebagaimana yang 
dimaksud oleh pelaku humor ini . 
Stimulus humor adalah kelucuan yang 
mengharapkan senyum atau tawa sebagai 
efek dari penerima humor (Widjaja, 1993). 
Humor menurut kriterium indrawi 
berupa: (1) humor verbal; (2) humor visual; 
(3) humor auditif. Humor menurut kriterium 
bahan adalah: (1) humor politis; (2) humor 
seks; (3) humor sadis; (4) humor teka-teki. 
Humor kriterium etis dapat dibedakan seba-
gai: (1) humor sehat/humor yang edukatif; 
(2) humor yang tidak sehat. Humor ber-
dasarkan kriterium estetis dapat dipisahkan 
menjadi: (1) humor tinggi (yang lebih halus 
dan tak langsung); (2) humor rendah (yang 
kasar, yang terlalu eksplisit). 
Jaya Suprana mengatakan bahwa dalam 
situasi yang tidak tepat, humor bukan se-
suatu yang lucu. Bahkan humor belum tentu 
menyebabkan orang tertawa, misalnya hu-
mor seks. Bagi sebagian orang yang puritan, 
humor jenis itu dianggap tabu dan kam-
pungan sehingga dianggap tidak lucu dan 
tidak menyebabkan tertawa. Humor menjadi 
kurang ajar bila memakai  kondisi fisik 
orang sebagai objek. Humor yang baik 
adalah humor yang bisa membawa atau 
menuju kepada kebaikan. 
Kemudian, Bapak Psikoanalisis Freud, 
(dalam Suhadi, 1989), memilih-milih humor 
berdasarkan dua variabel, yaitu: (1) moti-
vasi, yang berwujud komik, tergolong seba-
gai lelucon yang tanpa motivasi, karena ke-
lucuan hanya diperoleh dari teknik melucu 
saja; dan humor yang tergolong lelucon 
dengan motivasi; (2) kelompok sasaran 
yang dijadikan lelucon, humor terdiri atas: 
humor etnik, humor seks, dan humor 
politik. 
Sedangkan, menurut Pramono (1983), 
humor dapat digolongkan menjadi: (1) hu-
mor menurut penampilannya, yang terdiri 
atas: humor lisan, humor tulisan/gambar, 
humor gerakan tubuh; (2) menurut tujuan 
dibuatnya atau tujuan pesannya, humor ter-
diri atas: humor kritik, humor meringankan 
beban pesan, dan humor semata-mata pesan. 
FUNGSI HUMOR 
Menurut Sujoko (1982) humor dapat 
berfungsi untuk: (1) melaksanakan segala 
keinginan dan segala tujuan gagasan atau 
pesan; (2) menyadarkan orang bahwa dir-
inya tidak selalu benar; (3) mengajar orang 
melihat persoalan dari berbagai sudut; (4) 
menghibur; (5) melancarkan pikiran; (6) 
membuat orang mentoleransi sesuatu; (7) 
membuat orang memahami soal pelik. 

James Danandjaya (dalam Suhadi, 
1989), mengatakan sebagai berikut.  
Fungsi humor yang paling menonjol, 
yaitu sebagai sarana penyalur pe-
rasaan yang menekan diri seseorang. 
perasaan itu bisa disebabkan oleh 
macam-macam hal, seperti ketidak-
adilan sosial, persaingan politik, 
ekonomi, suku bangsa atau golongan, 
dan kekangan dalam kebebasan gerak, 
seks, atau kebebasan mengeluarkan 
pendapat. Jika ada ketidakadilan bia-
sanya timbul humor yang berupa pro-
tes sosial atau kekangan seks, bia-
sanya menimbulkan humor mengenai 
seks .   
Beberapa fungsi humor yang sejak dulu 
sudah dikenal masyarakat kita antara lain, 
fungsi pembijaksanaan orang dan penyega-
ran, yang membuat orang mampu me-
musatkan perhatian untuk waktu yang lama. 
Fungsi itu dapat kita amati di dalam pertun-
jukan wayang, di mana punakawan muncul 
untuk menyegarkan suasana. Humor puna-
kawan biasanya mendidik serta membijak-
sanakan orang ,
Dari keterangan ini , dapatlah dije-
laskan bahwa penyaluran ketegangan lewat 
humor sangat positif karena membawa ke-
sejahteraan jiwa. Jika semua perasaan tidak 
puas dan ketegangan yang dialami tidak 
disalurkan, akan membawa bencana, tidak 
hanya bagi yang memendam, tetapi juga un-
tuk orang lain atau masyarakat sekitarnya. 
 bahwa 
di negara kita  kalangan mahasiswa gemar 
memakai  humor sebagai sarana kritik 
sosial. Kegemaran itu menunjukkan bahwa 
mahasiswa adalah personal yang sedang 
dididik untuk menjadi manusia yang kritis, 
serta harus bersikap skeptis sehingga jalan 
pikirannya akan menjadi ilmiah, tidak be-
gitu saja menerima semua yang dihidang-
kan. Dengan ditanamkannya sikap itu, tidak 
heran bila  mereka akan protes bila meli-
hat orang yang seharusnya menjadi penun-
tun mereka, malah menyeleweng atau 
membuat terobosan seenak hatinya, serta 
bersifat munafik . Sangat beralasan jika mereka (mahasiswa) 
memilih humor sebagai media protes sosial 
sebab media itu paling sesuai dengan kepri-
badian tradisional bangsa kita yang tidak 
suka dikritik secara langsung. Dengan 
adanya sikap itu, di negara kita, protes tidak 
langsung mempunyai pengaruh yang lebih 
ampuh dibandingkan dengan protes yang 
langsung. Kritik yang disampaikan secara 
tertulis sering menimbulkan bencana, ber-
beda jika kritik disajikan dalam bentuk hu-
mor. Protes sosial dalam humor tidak 
mungkin ditanggapi secara serius karena 
yang menyuarakan sama sekali tidak ber-
tanggung jawab. Tanggung jawab dalam 
protes sosial berupa humor sudah diambil 
kolektif sehingga kolektifanlah yang ber-
tanggung jawab. Sementara itu, Jatiman 
, sosiolog dan staf 
pengajar UI, mengatakan sebagai berikut.  
Di samping sebagai sarana kritik 
sosial, adakalanya, humor juga dibuat 
sebagai alat aktualisasi diri. Dalam 
lingkungan tertentu, segolongan 
orang yang tidak berdaya untuk me-
lemparkan kritik langsung, mencoba 
melakukannya dengan menciptakan 
humor tentang yang bersangkutan .    
Fungsi humor yang lain adalah sebagai 
rekreasi. Dalam hal ini, humor berfungsi 
untuk menghilangkan kejenuhan dalam 
hidup sehari-hari yang bersifat rutin. Sifat-
nya hanya sebagai hiburan semata. Selain 
itu, humor juga berfungsi untuk menghi-
langkan stres akibat tekanan jiwa atau batin 
berpendapat seperti berikut.  
Selain merupakan salah satu cara un-
tuk menyampaikan kritik, juga meru-
pakan bagian dari proses menjalin 
komunikasi sosial antara manusia. 
Untuk komunikasi yang sifatnya 
serius, pesan-pesan yang akan disam-
paikan biasanya tidak mudah terjalin 
antara kedua belah pihak. Jika perte-
muan merupakan pertemuan baru, 
maka medium humor dalam tahap 
komunikasi akan mempercepat terbu-
kanya pintu keakraban .  
Bahkan, Kartono Muhamad berpendapat sebagai berikut.  
Humor yang baik adalah humor 
yang dapat menertawakan diri sen-
diri, atau humor otokritik. Meskipun 
membuat diri pribadi sakit hati, hu-
mor otokritik merupakan sesuatu 
yang menunjukkan kedewasaan sikap. 
Artinya, mampu memberi kritik ter-
hadap diri sendiri, serta dapat pula se-
cara terbuka menerima opini orang 
lain .  
Pada akhirnya, untuk menjadikan hu-
mor yang baik , harus melihat situasi dan 
kondisi. Humor dilakukan dengan tidak ter-
lalu berlebihan, agar mutu humor tetap 
terjaga. Humor sebagai sarana komunikasi 
sosial diharapkan dapat dipahami dan di-
terima oleh berbagai ragam individu. 
 
Humor merupakan sesuatu yang dibu-
tuhkan oleh manusia normal, sebagai sarana 
berkomunikasi untuk menyalurkan uneg-
uneg, pelampiasan tekanan problematik 
yang dialami seseorang, dan memberikan 
suatu wawasan yang arif sambil tampil 
menghibur. Keberadaan humor dalam 
kehidupan manusia adalah sejak manusia 
mengenal bahasa, melakukan komunikasi 
antar-personal. Humor merupakan hal-hal 
yang lazimnya berhubungan dengan 
tersenyum atau juga tertawa. Teori humor 
amat beragam, namun secara menyeluruh 
semua cenderung ke maksud yang sama. 
Sesuatu yang menggelikan, mempesona, 
aneh, identik dengan kelucuan, dan, 
akhirnya, merangsang seseorang untuk ter-
tawa atau tersenyum. Jenis humor meliputi 
humor personal, humor dalam pergaulan, 
dan humor dalam kesenian. Sedangkan, 
fungsi humor antara lain adalah sarana 
menyatakan gagasan, sarana kritik/protes 
sosial, media informasi dan media hiburan, 
serta menghilangkan stres karena tekanan 
jiwa/batin.