Rabu, 13 September 2023

tertawa 2

sebagaimana dikisahkan oleh Gamal 
Kamandoko, Nu’aiman Anshari adalah seorang 
sahabat yang terkenal gemar bercanda. Nu’aiman setiap 
memasuki kota Madinah, pastilah dia membeli sesuatu. 
Nah, pada suatu hari, Nu’aiman membawa hadiah berupa 
makanan untuk Rasulullah. 
“Ya Rasulullah, aku beli makanan ini untuk dihadiahkan 
kepadamu,” kata Nu’aiman. 
Rasulullah menerima hadiah pemberian Nu’aiman. Tak lama, 
Nu’aiman didatangi pemilik makanan yang telah dihadiahkan 
kepada Rasulullah saw tadi. Si pemilik makanan meminta 
Nu’aiman membayar harga makanan ini . Bukannya 
membayar, Nu’aiman malah membawa si pemilik makanan 
menghadap Rasulullah. 
“Ya Rasulullah, kata Nu’aiman, “hendaklah engkau membayar 
harga makanan tadi”. 
“Bukankah engkau telah menghadiahkan makanan itu 
untukku?” tanya Rasulullah. “Memang benar, ya Rasulullah,” sahut Nu’aiman. “Tapi 
sebenarnya, aku tidak punya uang untuk membelinya. 
Meskipun tidak punya uang, sungguh aku sangat ingin 
menghadiahkan makanan itu untukmu”. 
Rasulullah tertawa mendengar ucapan Nu’aiman. Sama 
sekali beliau tidak marah “dikerjain” Nu’aiman seperti itu. 
Lalu, beliau meminta salah seorang sahabat untuk membayar 
makanan “hadiah” dari Nu’aiman itu. 
f. Salah seorang sahabat, Abdullah bin Harits, pernah 
menyatakan tentang Rasulullah SAW,  “Tidak pernah aku 
melihat seseorang yang lebih banyak tersenyum dibandingkan  
Rasulullah SAW.” (HR Tirmidzi)
Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Islam tidak 
melarang untuk bercanda, tertawa, dan melucu. Penulis sependapat 
dengan ungkapan Gamal Komandoko (2009) bahwa tidak semua hal 
bisa dijadikan untuk bahan bercanda yang baik. Kalau asal bercanda, 
bisa jadi bukan tertawa atau sesuatu yang menggembirakan, namun 
malah bisa berupa petaka. Bercanda yang baik itu bercanda yang 
tidak melanggar norma atau aturan. Baca kembali kriteria humor 
yang baik sebagaimana dijelaskan di Bab I. 
Dalam praktik sehari-hari, para mubaligh atau da’i sering 
menggunakan humor sebagai cara untuk menarik perhatian 
jamaah atau untuk membuat suasana pengajian dan ceramah 
lebih bersemangat dan bergairah. Salah satu mubaligh yang sering 
menggunakan humor dalam materi ceramahnya adalah K.H. 
Zainuddin MZ (almarhum). Sebagai ilustrasi, mari kita cermati 
petikan dari ceramah da’i sejuta umat ini . 
Saat ini Indonesia sedang dilanda tiga jenis penyakit, yaitu penyakit 
KUDIS, KURAP, dan KUTIL. Sumber tiga penyakit ini hanya satu, yaitu KUMAN. Penyakit KUDIS adalah Kurang Disiplin. Penyakit 
KURAP adalah Kurang Rapi. Penyakit KUTIL adalah Kurang Teliti. 
Semuanya bersumber dari satu, yaitu KUMAN alias Kurang Iman. 
Lebih lanjut, Zainuddin MZ dalam ceramahnya ini  
memberikan contoh penyakit kurang disiplin. Ada seorang 
pengendara sepeda motor ketika lampu lalu lintas berwarna merah, 
ia nyelonong saja, tidak berhenti. Tiba-tiba ia diberhentikan oleh 
polisi.
“Ada SIM?” tanya polisi. 
“Ada” jawab pengendara motor. 
“Ada STNK?”, tanya polisi kembali yang langsung dijawab “Ada” 
oleh pengendara motor. 
“Anda tahu lampu lalu lintas sedang berwarna merah, namun 
kenapa Anda menyelonong saja?” tanya polisi lagi. 
“Maaf, saya tidak lihat kalau ada Pak Polisi di seberang jalan”, 
jawab pengendara sepeda motor. 
Cerita di atas merupakan contoh konkret bahwa kesadaran dan 
disiplin lalu lintas masyarakat Indonesia masih rendah. Pengendara 
motor akan mentaati rambu-rambu lalu lintas jika ada polisi. Jika 
tidak ada polisi, peraturan dilanggar. Aneh tapi nyata. Ya inilah 
potret kedisiplinan rakyat kita yang mesti ditingkatkan. 
Humor dalam Perspektif Psikologi
Apakah setiap individu dilahirkan dengan memiliki rasa 
humor? Pertanyaan ini sangat penting untuk mengetahui 
bagaimana sebenarnya potensi bawaan yang terkait dengan rasa 
humor. Menurut Morrison (2008) humor merupakan bagian yang fundamental dan tidak terpisahkan dari perkembangan emosi dan 
kognitif seseorang. Setiap anak lahir dengan disposisi yang unik, 
yaitu dilahirkan dengan temperamen tertentu dan lingkungan 
berdampak signifikan terhadap perkembangan temperamen anak 
ini . 
Lebih lanjut Morrison (2008) mengatakan bahwa ada beberapa 
kondisi temperamen yang dapat mempengaruhi gaya humor dan 
pertumbuhan humor sebagaimana disebutkan di bawah ini.
1. Intensity/intensitas, yaitu energi reaktif respon, apakah 
senang, sedih, atau marah. Respons emosional sangat 
bervariasi di kalangan anak-anak. Misalnya, beberapa anak 
akan tersenyum kecil dalam sebuah permainan sementara 
yang lain tertawa keras.
2. Adaptability/adaptasi, yaitu gambaran betapa mudahnya 
seorang anak menyesuaikan dengan perubahan 
dan transisi. Rasa humor berkaitan erat dengan 
fleksibilitas untuk perubahan. Kemampuan untuk tertawa 
dalam situasi baru sangat jelas meskipun pada anak yang 
sangat muda. Beberapa anak merasa nyaman sementara 
yang lain mungkin bersembunyi di balik orang tua ketika 
dalam situasi baru. 
3. Mood/suasana hati adalah kualitas dasar disposisi. Suasana 
hati kadang positif, seperti anak yang nampak senang atau 
ceria namun kadang negatif, seperti anak yang rewel. Beberapa 
peneliti berpikir bahwa suasana hati merupakan karakteristik 
paralel atau yang melapisi temperamen dasar kita. 
4. Approach/withdrawal (pendekatan/penarikan), yaitu tanggapan 
atau respon awal anak terhadap hal-hal yang baru: tempat, 
orang, situasi, atau hal-hal lainnya. Dalam situasi yang baru ini  dibutuhkan keberanian untuk mengambil resiko 
dengan merasakan humor atau kejadian yang lucu. Pemain 
badut misalnya, ia merupakan orang yang cukup nyaman 
dengan tempat-tempat baru dan situasi baru. Mereka 
mendekati situasi dengan antusiasme, semangat, dan tak 
terkendali mengambil risiko.
Morrison (2008) juga berpandangan bahwa perjalanan waktu 
yang kita alami berpengaruh terhadap perkembangan emosi atau 
perasaan kita. Perasaan yang flaktuatif, misalnya, membuat emosi 
kita menjadi terbatas untuk menjangkau struktur temperamen 
bawaan kita. Mengingat temperamen sangat berpengaruh terhadap 
peningkatan sense of humor kita, maka memahami temperamen 
kita sendiri dapat memberikan kontribusi untuk memaksimalkan 
rasa humor kita. 
Dari segi psikologi kepribadian, ada perbedaan antara orang 
dengan jenis kepribadian ekstrover dan introver terkait dengan jenis 
atau bentuk humor yang mereka sukai. Menurut Pervin, Cervone, 
dan John (2010) dalam bukunya Psikologi Kepribadian, orang 
dengan kepribadian ekstrover menikmati humor seksual dan agresif 
yang eksplisit, sedangkan orang dengan kepribadian introvert lebih 
memilih bentuk humor intelektual seperti permainan kata dan 
canda yang tersamar. 
Dalam konteks psikologi pendidikan, humor juga bisa dijadikan 
sebagai ice breaker yang efektif dalam proses belajar mengajar. 
Humor juga dijadikan salah satu indikator kompetensi personal 
seorang guru atau dosen, sebagaimana tergambar dalam instrumen 
evaluasi kompetensi guru atau dosen, dimana salah satu butir yang 
dinilai adalah rasa humor. 
Pada bagian berikut ini, penulis ingin menjelaskan beberapasub topik yang terkait dengan humor dalam perspektif psikologi, 
yaitu teori-teori humor, sense of humor atau rasa humor, dimensi￾dimensi humor, humor style atau gaya humor, pengukuran humor, 
dan kajian empiris tentang humor. Masing-masing subtopik ini 
akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
a. Teori-Teori Humor
Dari kajian literatur yang penulis lakukan tentang humor, 
salah satu artikel yang mengulas banyak masalah humor adalah 
artikel Psychology of Humor karangan Martin (2007). Dalam 
artikel ini Martin (2007) menjelaskan lima teori yang terkait 
dengan humor. 
Pertama, psychoanalytic theory (teori psikoanalisis) 
dengan tokoh Sigmund Freud yang berpandangan bahwa 
tujuan humor adalah untuk melepaskan energi syaraf yang 
berlebihan. Freud berkeyakinan bahwa energi dalam syaraf 
yang berlebihan harus dibuang atau dihilangkan. Caranya 
adalah melalui humor atau tawa. Artinya humor merupakan 
jenis mekanisme pertahanan diri yang bisa membuat individu 
keluar dari situasi yang menekan atau situasi sulit yang tidak 
menyenangkan. 
Kedua, superiority/disparagement theory (teori superioritas). 
Teori ini menekankan bahwa humor itu muncul dari aspirasi 
seseorang yang disebabkan adanya perasaan lebih baik atau 
lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain. Artinya, ketika 
individu melihat kekurangan atau kelemahan orang lain, 
kondisi ini  cenderung dijadikan obyek atau bahan humor 
dengan cara melontarkan cemoohan atau ejekan kepada yang 
bersangkutan. 
Ketiga, arousal theory (teori pembangkitan). Menurut teori ini, humor merupakan representasi dari hubungan 
yang kompleks antara pikiran dan fisik serta antara kognisi 
dan emosi yang memiliki basis biologis pada otak dan sistem 
syaraf. Menurut teori ini orang yang bisa membangkitkan 
atau menimbulkan humor akan menemukan cara untuk 
melepaskan energi yang tersimpan lama dalam diri seseorang. 
Dengan humor, seseorang bisa melepaskan perasaan-perasaan 
yang menekan atau pengalaman-pengalaman yang tidak 
menyenangkan. 
Keempat, incongruity theory (teori ketidakpantasan). Teori 
ini berpandangan bahwa humor muncul atau timbul dari 
adanya ketidakpantasan, keganjilan, serta kesenjangan antara 
harapan dan kenyataan, antara tataran ideal dan tataran faktual. 
Dengan adanya humor, individu dapat menghindarkan diri 
dari gangguan emosi yang dialami. 
Kelima, reversal theory (teori pembalikan). Teori ini pada 
prinsipnya merupakan kombinasi dari berbagai elemen 
yang ada pada empat teori terdahulu. Teori ini menekankan 
bahwa humor merupakan bentuk sandiwara dimana 
ketidakpantasan itu bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan 
dan menggembirakan dalam interaksi dengan orang lain. Teori 
ini juga menekankan cara yang berbeda-beda yang kita alami 
dalam kehidupan ini. 
Dari lima teori humor yang dijelaskan di atas, jelas bahwa 
humor dapat dijadikan terapi untuk melepaskan energi 
berlebih dan perasaan tertekan yang diakibatkan oleh kondisi 
yang tidak menyenangkan. Sebagai terapi, humor membantu 
individu untuk meningkatkan taraf psychological well-being
baik dalam kehidupan individual maupun sosial. b. Sense of Humor (Rasa Humor)
 “If you haven’t got a sense of humor, you haven’t any sense at all.”
---Mary McDonald ---
Setelah mengetahui arti humor dan teori humor 
sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu, maka 
kita perlu memahami arti sense of humor atau rasa humor. 
Humor berbeda dengan sense of humor. Humor, sebagaimana 
telah didefinisikan di bagian awal dari artikel ini adalah kualitas 
yang dimiliki seseorang untuk menjadikan orang lain tertawa 
atau terhibur. Jika kita menambahkan kata ‘sense’ sehingga 
menjadi sense of humor yang menurut Morrison (2005), 
telah terjadi metamorfosis. Lebih lanjut Morrison (2005) 
mengartikan sense of humor sebagai berikut: A sense of humor 
is the capacity of a human being to respond to life challenges 
with optimistic enjoyment. Maksudnya, rasa humor adalah 
kemampuan seseorang untuk merespon terhadap tantangan￾tantangan kehidupan dengan kesenangan yang optimis. 
Menurut Martin (2007) sense of humor adalah cara 
seseorang memandang dan berinteraksi dengan dunia luar 
melalui sensor atau filter dalam bentuk hiburan, tawa, dan 
keceriaan. 
Sense of humor sebagai sebuah variabel psikologi, memiliki 
dimensi atau konstruk yang bermacam-macam. Dalam hal 
ini, Thorson dan Powell (1993), menyebutkan bahwa sense 
of humor terdiri atas empat dimensi yang berbeda, namun 
saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Keempat dimensi 
ini  adalah humor production, uses of humor coping, social 
uses of humor, dan attitudes toward humor. 
Thorson dan Powell (1993) menjelaskan bahwa humor production merupakan kemampuan kreatif untuk menjadi 
individu yang humoris, menciptakan humor atau lelucon, 
mengenali hal-hal yang lucu dari situasi atau kejadian di 
sekelilingnya, serta menghubungkan situasi ini  untuk 
menghibur dan menyenangkan orang lain. Uses of humor 
coping adalah penggunaan humor untuk menyelesaikan masalah 
atau keluar dari situasi yang sulit. Social uses of humor adalah 
penggunaan humor untuk berinteraksi atau bersosialisasi dengan 
orang lain. Attitudes toward humor adalah sikap seseorang 
terhadap humor dan orang-orang yang humoris. 
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sense of humor
(rasa humor) adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu 
untuk menghasilkan sebuah humor, lelucon, atau jenaka; untuk 
menyelesaikan masalah yang dihadapi; untuk berinteraksi 
dengan orang lain; dan untuk menyikapi orang lain yang 
humoris. Dengan pengertian seperti ini, maka ada perbedaan 
rasa humor antara individu yang satu dengan individu lain. 
sebab  itu meskipun pada dasarnya setiap individu memiliki 
rasa humor, tidak semua individu bisa disebut humoris.
c. Dimensi-Dimensi Humor
Dalam artikel Psikologi Humor, Martin (2007) menyebutkan 
bahwa ada empat dimensi humor, yaitu (1) konteks sosial, (2) 
proses kognitif-perseptual, (3) respons emosional, dan (4) 
ekspresi vokal-tingkah laku tawa. Masing-masing dimensi 
akan diuraikan secara singkat sebagai berikut. 
1. Social context/konteks sosial. Humor pada dasarnya 
merupakan fenomena sosial. Kita lebih sering tertawa dan 
bercanda ketika bersama orang lain dibandingkan  ketika kita sendirian (Martin dan Kuiper, 1999; Provine dan Fischer, 
1989). Orang kadang-kadang tertawa ketika mereka 
sendirian, seperti saat menonton acara komedi di televisi, 
mambaca artikel lucu, atau mengingat pengalaman pribadi 
yang lucu. Dalam konteks sosial ini, esensi humor adalah 
sebuah cara untuk berinteraksi dengan orang lain. 
2. Cognitive-perceptual process/proses kognitif-perseptual. 
Selain dalam konteks sosial, humor juga terjadi sebab  
proses kognitif-perseptual. Untuk menghasilkan sebuah 
humor, seseorang perlu melakukan proses kognitif mulai 
dari ingatan (memory), ide, kata-kata, sampai kepada 
bentuk verbal dari humor yang akan disampaikan. Proses 
kognitif ini bisa dilakukan melalui proses persepsi yang 
meliputi penglihatan atau pendengaran. 
3. Emotional response/respon emosional. Respon kita terhadap 
humor bukan sekedar proses intelektual atau kognitif, 
namun juga melibatkan proses emosi. Kajian dalam bidang 
psikologi menunjukkan bahwa stimulus atau rangsangan 
dari sebuah humor berpengaruh terhadap peningkatan 
suasana hati yang lebih baik (Szabo, 2003). 
4. Vocal-behavioral expression of laughter/ekspresi vokal 
tingkah lalu tawa. Humor dapat diekspresikan melalui vokal/
suara atau tingkah laku yang menghasilkan kesenangan 
dalam bentuk tawa atau senyum. Esensi tawa adalah cara 
seseorang mengungkapkan atau mengkomunikasikan 
sebuah fakta kepada orang lain yang menyebabkannya 
tertawa atau tersenyum. Sebagai contoh, perilaku Mr. 
Been itu adalah bentuk humor yang diekspresikan melalui 
tingkah laku.
d. Humor Style (Gaya Humor)
Menurut Martin (2007) ada empat gaya humor, yaitu 
agrressive style, self defeating style, self enhancing style, dan
affiliative style. Dari empat gaya humor ini, Martin (2007) 
lebih lanjut mengklasifikasikan menjadi dua, yaitu maladaptive
(agressive dan self defeating styles) dan adaptive (self enhancing 
dan affiliative style). Masing-masing gaya akan dijelaskan 
secara ringkas sebagai berikut. 
1. Aggressive humor style (gaya humor agresif), yaitu gaya 
humor yang cenderung menyerang orang lain untuk 
dijadikan obyek ketawa atau canda. Contohnya adalah 
acara humor di stasiun televisi yang diperankan oleh 
Komeng dalam acara Wara-Wiri atau Iseng Banget. Dalam 
membuat humor, Komeng cenderung membuat orang lain 
untuk dijadikan obyek yang ditertawakan. Kadang-kadang 
orang yang dijadikan obyek tawa tidak menerima, tapi 
justru hal ini yang membuat pemirsa tertawa. Katagori ini 
masuk ke dalam katagori maladaptive humor sebab  obyek 
humor menjadi pihak yang menderita, misalnya dipukul 
pakai busa/gabus. 
2. Defeating humor style. Gaya humor yang cenderung untuk 
menjadikan dirinya sendiri sebayai obyek humor. Caranya 
bisa dengan menceritakan kejadian-kejadian memalukan 
yang dialami atau aib/kekurangan diri (secara fisik), untuk 
membuat orang lain tertawa. Contoh karakter Olga dalam 
acara menjelang saur pada bulan Ramadhan. Dalam humor 
ini, Olga yang menceritakan pengalaman pribadi dia, 
misalnya suka mangkal di Taman Lawang. Figur Olga yang 
dulu cenderung menggunakan gaya humor self defeating, 
justru sekarang cenderung menggunakan gaya humor
aggressive sebagimana ditayangkan dalam acara Pesbukers 
di sebuah stasiun televisi swasta. Dalam humor ini, Olga 
cenderung menjadi agresif terhadap lawan mainnya yaitu 
Sapri. 
3. Self enhancing humor style. Kecenderungan seseorang 
menggunakan potensi rasa humor yang dimiliki untuk 
membuat orang lain ketawa, membuat suasana mencair, dan 
membuat hubungan dengan orang lain lebih dekat. Gaya 
humor ini juga disebut sebagai coping humor (humor untuk 
mengatasi masalah). Contoh, acara Stand up Comedy di salah 
satu stasiun televisi swasta. Dalam acara ini figur atau pemain 
menunjukkan kemampuan mereka untuk membuat orang lain 
tertawa dengan materi dari kehidupan yang dialami sehari-hari. 
4. Affiliative humor style. Gaya humor yang cenderung 
untuk mengatakan hal-hal lucu, menceritakan 
pengalaman lucu, dan terlibat dalam olok￾olokan cerdas yang spontan, dalam rangka untuk 
menghibur orang lain, untuk memfasilitasi hubungan,
dan untuk mengurangi ketegangan dalam berinteraksi 
dengan orang lain. Contoh lawak Warkop DKI dengan 
figur Dono (alm), Kasino (alm), dan Indro di Radio FM 
Prambors. Materi humor yang mereka angkat adalah 
masalah politik, pendidikan, sosial, budaya, dan agama.
e. Pengukuran Humor
Dari hasil penelusuran literatur, penulis menemukan 
beberapa alat ukur atau instrumen yang digunakan untuk 
mengukur humor (Aminrais, 2013 dan Setianikusumah, 
2013). Di antara alat ukur ini  adalah sebagai berikut. 1. Sense of Humor Questionnaire (SHQ). Alat ukur ini 
dikembangkan oeh Svabak pada tahun 1974 dengan tujuan 
untuk mengukur selera atau rasa humor individu. Alat ukur 
ini mengukur tiga dimensi rasa humor berdasarkan teori 
Martin (2007), yaitu meta-message sensitivity, humorous 
role dan emotional permissiveness.
2. Humor Style Questionnaire (HSQ). Alat ukur ini 
dikembangkan oleh Martin, Puhlik-Doris, Larsen, Gray, 
dan Weir (2003). Terdapat empat jenis humor style, yaitu: 
affiliative humor, self-enhancing humor, aggressive humor, 
dan self-defeating humor. Intrumen ini  akan mengukur 
jenis humor style dominan yang digunakan oleh seseorang 
di dalam kehidupan sehari-harinya. HSQ terdiri atas 32 
item, item-item ini  antara lain: 8 item mengukur 
affiliative humor, 8 item mengukur self-enhancing humor, 8 
item mengukur aggressive humor dan 8 item lagi mengukur 
self-defeating humor (Martin, 2007).
3. Multidimensional Sense of Humor Scale (MSHS). Alat ukut 
ini dikembangkan oleh Thorson & Powell (1993). Alat 
ukur ini terdiri atas 24 butir pernyataan dan mengukur 
empat dimensi humor, yaitu (1) Produksi humor (kreasi 
dan tampilan humor), (2) Penggunaan humor sebagai 
mekanisme coping, (3) Penggunaan humor untuk tujuan 
sosial, (4) Sikap-sikap terhadap humor dan orang-orang 
yang humoris.
4. The Coping Humor Scale oleh Martin dan Lefcourt yang 
mengukur penggunaan humor pada individu dalam 
menghadapi situasi penuh tekanan (stressful life events), 
serta Situational Humor Response Questionnaire (SHRQ) 
yang dibuat oleh Martin dan Lefcourt (1986) yang mengukur reaksi subyek terhadap peristiwa-peristiwa 
lucu.
Alat ukur di atas dapat digunakan sesuai dengan tujuan 
penelitian yang ditetapkan oleh masing-masing peneliti. 
sebab  itu penting bagi peneliti untuk mengetahui vAriasi alat 
ukur yang ada dan tujuan yang hendak dicapai.
f. Kajian Empiris tentang Humor
Secara empiris, ada beberapa kajian yang telah dilakukan 
untuk melihat pengaruh rasa humor terhadap kecemasan, stres 
kerja, dan psychological well-being (kesejahteraan psikologis). 
Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Qulub 
(2012), Setianikusumah (2013), dan Aminrais (2013). Ketiga 
nama ini  adalah Alumni Fakultas Psikologi UIN Syarif 
Hidayatullah Jakarta. 
Dalam penelitiannya Qulub (2012), mengkaji pengaruh 
dimensi-dimensi dukungan sosial dan sense of humor terhadap 
kecemasan menghadapi ujian nasional pada siswa MTs 
Negeri 31 Jakarta. Sampel penelitian ini dipilih dengan cara 
nonprobability sampling technique dan melibatkan 193 siswa. 
Data dikumpulkan dengan menggunakan skala kecemasan 
yang memiliki 40 item, skala dukungan sosial yang memiliki 
45 item, dan skala sense of humor yang memiliki 24 item, 
dikembangkan oleh Thorson dan Powell dan telah diadaptasi 
oleh Lathifa (2006). 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada ada 
pengaruh yang signifikan dimensi-dimensi dukungan sosial 
dan sense of humor terhadap kecemasan menghadapi ujian 
nasional pada Siswa Kelas IX MTs. Negeri 31 Jakarta.Penelitian yang dilakukan Setianikusumah (2013) 
bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari sense of humor 
dan beban kerja terhadap stres kerja karyawan PLN. Stres 
kerja berkembang dari keadaan yang tidak menyenangkan 
di lingkungan kerja karyawan yang mulai ditandai dengan 
role overload, role insufficiency, role ambiguity, role boundary, 
responsibility dan physical environment. Sampel penelitian ini 
adalah 180 orang yang dipilih dengan teknik non probability 
sampling. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan 
instrumen Occupational Roles Questionnaire (ORQ) untuk 
mengukur stres kerja, Multidimensional Sense of Humor Scale 
(MSHS) untuk mengukur sense of humor dan Nasa Task Load 
Index Scale (NASA TLX) untuk menggukur beban kerja. Hasil 
penelitian menunjukkan bahwa: (1) Produk humor secara 
signifikan mempengaruhi stres kerja dengan sumbangan 
sebesar 2.4%; (2) Humor sebagai mekanisme coping secara 
signifikan mempengaruhi stres kerja dengan kontribusi atau 
sumbangan sebesar 5.8%; dan (3) Beban kerja secara signifikan 
mempengaruhi stres kerja dengan sumbangan sebesar 15.2%.
Aminrais (2013) melakukan penelitian dengan judul 
“Pengaruh Self-Esteem dan Humor Style Terhadap Psychological 
Well-Being Pada Pelajar SMAN 72 Jakarta”. Sampel penelitian ini 
adalah siswa-siswi SMAN 72 Jakarta sebanyak 272 orang yang 
dipilih dengan menggunakan probability sampling technique. 
Analisis data yang digunakan adalah multiple regression pada 
taraf signifikansi 0,05. Hasil penelitian menunjukan bahwa 
ada pengaruh yang signifikan self-esteem, humor style dan jenis 
kelamin terhadap psychological well-being pada pelajar SMAN 
72 Jakarta. Proporsi vArians dari psychological well-being yang 
dijelaskan oleh semua independent variabel adalah sebesar19,2%, sedangkan 80,8% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain 
diluar penelitian ini. hasil uji hipotesis minor menunjukkan 
bahwa dimensi values pada variabel self-esteem dan tiga tipe 
humor style, yaitu affiliative humor, aggressive humor dan 
self-enhancing humor memiliki pengaruh yang signifikan 
terhadapat psychological well-being. Sementara itu, dimensi 
successes, aspirations dan defences pada variabel self-esteem, tipe 
humor style self-enhancing dan jenis kelamin tidak memiliki 
pengaruh yang signifikan.
Dari penelitian di atas dapat dipahami bahwa sense 
of humor dan humor style memiliki pengaruh terhadap 
psychological well-being, beban kerja, dan stres kerja. Namun 
sense of humor tidak berpengaruh terhadap kecemasan siswa 
dalam menghadapi ujian nasional. Artinya, dalam dunia kerja 
humor diperlukan untuk membuat suasana kerja tidak terlalu 
tegang serta untuk meningkatkan keakraban, kebersamaan, 
dan kekeluargaan di kalangan karyawan. 
Dalam konteks global, ada sejumlah penelitian yang 
mengkaji hubungan humor dengan variabel-variabel psikologi. 
William Hampes Profesor Psikologi di Departemen Sosial, 
Perilaku dan Studi Pendidikan di Black Hawk College, Amerika 
Serikat telah menerbitkan sejumlah makalah dibidang humor 
dan kepribadian, di antaranya adalah sebagai berikut. 
1. Relation between intimacy and humor, Hampes (1992), 
dimuat di dalam Psychological reports.
2. Relation between humor and generativity, Hampes (1993), 
dimuat di dalam Psychological reports.
3. The relationship between humor and trust, Hampes (1999), dimuat 
di dalam Humor-International Journal of Humor Research.4. Relation between humor and empathic concern, Hampes 
(2001), dimuat di dalam Psychological reports.
5. Humor and shyness: The relation between humor styles and 
shyness, Hampes (2006).
6. Correlations between humor styles and loneliness, Hampes 
(2005), dimuat di dalam Psychological Reports.
7. Relation between intimacy and the Multidimensional 
Sense of Humor Scale, Hampes (1994), dimuat di dalam 
Psychological Reports.
8. The relation between humor styles and empathy, Hampes 
(2010), dimuat di dalam Europe’s Journal of Psychology.
Dalam artikel ini penulis tidak akan mengulas kembali hasil 
penelitian ini . Namun demikian, satu hal yang harus penulis 
garis bawahi adalah penelitin yang dilakukan oleh Martin (2001) 
yang menunjukkan bahwa humor berdampak kepada kesehatan 
fisik dan humor merupakan obat terbaik bagi seseorang. 
Bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang hasil 
penelitian ini , dapat mengakses jurnal sebagaimana disebut di 
atas. Namun dari sejumlah penelitian ini  dapat kita pahami 
bahwa humor secara empiris telah terbukti memiliki hubungan 
yang signifikan dengan berbagai variabel psikologi. Intinya, manusia 
memerlukan humor untuk meningkatkan kualitas kepribadian dan 
makna kehidupannya. 
Selain Hampes, kajian lain menunjukkan ada hubungan antara humor 
dengan kompetensi sosial (Levine & Zigler, 1976; Masten, 1986; Pellegrini, 
Masten, Garmezy & Ferrarese, 1987). Lebih menarik lagi adalah kajian 
hubungan humor pernikahan kepuasan pernikahan (Ziv, 1988; Rust & 
Goldstein, 1989; Ziv & Gadish 1989; Lauer, Lauer, & Kerr, 1990).Mengingat pentingnya rasa humor dalam kehidupan sehari-hari 
dan secara empiris telah terbukti, maka para ahli menerbitkan jurnal 
yang disebut dengan International Journal of Humor Research. Bagi 
pembaca yang ingin mendalami dapat mengakses langsung ke jurnal 
ini . Di dalamnya banyak artikel hasil penelitian yang terkait 
dengan humor. Bagi peneliti yang berminat untuk mengkaji tentang 
humor dapat menelusuri artikel-artikel dalam jurnal ini . 
Humor dalam Perpektif Kesehatan
A good sense of humor is an escape valve for the pressures of life
(Richard G. Scott)
Dalam era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi 
dan informasi seperti sekarang ini, humor memiliki pengaruh 
terhadap kesehatan fisik dan psikis manusia. Untuk menguatkan 
pernyataan ini, mari kita cermati ungkapan Scott Friedman (2011), 
anggota National Speakers Association: 
With change, uncertainty, and globalization sweeping through the 
world today, stress is at record highs. Studies show that up to 70% of 
all doctor visits are for stress-related causes. Healthy people know when 
their stress levels get too high and have a strategy to control it. So how 
do they release tension before it impacts their health? Many people cite 
humor at the most effective method they’ve found to counter stress”.
(Friedman, 2011). Maksudnya: Dengan perubahan, ketidakpastian, 
dan globalisasi yang menguasai dunia saat ini, penyakit stres 
menduduki rekor tertinggi. Studi menunjukkan bahwa hingga 70% 
dari semua pasien yang berkunjung dokter adalah untuk berobat 
penyakit yang disebabkan oleh stres. Orang yang sehat mengetahui 
kapan tingkat stres mereka terlalu tinggi dan memiliki strategi untuk 
mengontrolnya. Jadi, bagaimana mereka melepaskan ketegangansebelum berdampak terhadap kesehatan mereka? Banyak orang 
menyatakan bahwa humor sebagai metode yang paling efektif untuk 
melawan stres.
Dalam artikelnya Humor and Health, McGhee (2012) 
menyebutkan beberapa manfaat humor sebagai berikut.
1. Relaksasi otot. Humor dapat melemaskan otot-otot kita dan 
menjadikannya rileks, sehingga terbebas dari ketegangan. 
2. Pengurangan hormon stres. Humor dapat mengurangi 
sedikitnya empat hormon neuroendokrin yang terkait 
dengan respon stres. Keempat jenis hormon ini  adalah 
epinefrin (epinephrine), kortisol (cortisol), dopac, dan hormon 
pertumbuhan (growth hormone).
3. Peningkatan sistem kekebalan tubuh. Studi klinis telah 
menunjukkan bahwa humor memperkuat sistem kekebalan 
tubuh.
4. Mengurangi rasa nyeri. Humor memungkinkan seseorang 
untuk ‘lupa’ tentang nyeri yang dialaminya. 
5. Latihan jantung. Humor dapat memberikan pengkondisian 
jantung menjadi baik terutama bagi mereka yang tidak 
mampu melakukan latihan fisik.
6. Menurunkan tekanan darah. Humor dapat mengurangi tensi 
atau tekanan darah. 
7. Respirasi. Humor dapat mengosongkan paru-paru dari 
udara yang lebih dari yang dibutuhkan sehingga dapat 
menghasilkan efek pembersihan -mirip dengan pernapasan 
dalam. Terutama bermanfaat bagi pasien yang menderita 
emfisema dan penyakit pernapasan lainnya.
Selain itu, humor juga menjadikan penampilan fisik seseorang senantiasa cantik dan seksi. (Maaf, dalam hal ini, seksi tidak hanya 
diukur dari bentuk tubuh dan outer beauty saja, namun juga diukur dari 
kepribadian dan inner beauty). Pada awal Mei 2013, majalah FHM di 
London merilis 100 wanita terseksi di dunia. Wanita terseksi pertama 
adalah Milena Markovna Kunis, atau yang dikenal sebagai Mila Kunis. 
Aktris Hollywood yang juga kekasih Ashton Kutcher ini menempati 
peringkat pertama dan ia mengalahkan penyanyi Rihanna dan aktris 
Helen Flanagan. Ada dua alasan utama yang membuat aktris berusia 
29 tahun asal Ukraina itu terpilih sebagai wanita terseksi, yaitu karir 
akting yang cemerlang plus kepribadian yang menyenangkan. 
“Selain penampilannya yang memang cantik dan seksi, Kunis 
juga punya kepribadian menawan dengan selera humor tinggi 
dan tidak takut menertawakan diri sendiri”, demikian tulis Media 
Indonesia edisi Minggu (4/5/2013). 
Dari kisah di atas, dapat dipahami bahwa humor bisa menjaga 
kondisi kesehatan fisik, menambah penampilan seseorang lebih 
menarik, dan memberikan kebahagiaan dalam hidup. 
Mengingat pentingnya humor dalam kesehatan fisik dan psikis, 
di dunia Barat banyak sekali program-program TV yang menjadikan 
humor sebagai esensi utamanya. Diantaranya adalah program “Home 
Funniest Vidio” yang menayangkan kisah-kisah lucu dan humoris yang 
menimbulkan pemirsa ketawa. Program ini juga sudah ditayangkan di 
TV swasta di Indonesia.










Dari segi etimologi, humor berasal dari kata Latin 
(humorem) yang berarti cair atau cairan. Hipokrates 
dokter berkebangsaan Yunani (abad keempat SM), yang
dianggap sebagai bapak kedokteran, percaya bahwa kesehatan yang 
baik tergantung pada keseimbangan yang tepat dari empat cairan 
atau “humor” tubuh, yaitu darah, dahak/lendir, cairan empedu 
hitam, dan cairan empedu kuning. Keempat cairan ini  untuk 
beberapa abad dianggap menentukan temperamen seseorang 
(Martin, 2007).
Humor sebagai kata benda artinya kejenakaan dan kelucuan. 
Humor juga berarti gambaran keadaan yang menyenangkan. Humor 
sebagai kata kerja artinya menyenangkan hati dan menghibur 
(Echols dan Shadily, 1993). Menurut Wojowasito dan Wasito 
(1980) dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia dan Indonesia￾Inggris, humor artinya suasana hati. Dalam bahasa Arab humor 
disebut fakahah yang memiliki akar kata fakiha-yafkahu-fakahatan, 
yang artinya berjenaka dan berkelakar (kata kerja), lucu dan lawak 
(kata benda). Akar kata fakaha juga memiliki arti ‘bersenda gurau” 
(Yunus, 2007). Dalam istilah Jawa kita mengenal ‘guyon parikeno’. 
Dengan demikian dapat disimpulkan, dari segi bahasa humor 
memiliki arti yang beragam, yaitu jenaka, lucu, suasana hati, kelakar, 
lawak, senda gurau, sesuatu yang menyenangkan dan menghibur. 
Dari kajian literatur yang penulis lakukan, terdapat beberapa 
definisi humor. Max Eastman (dalam Martin, 2007) mengartikan 
humor sebagai: a playful, lighthearted activity, yaitu sebuah aktivitas 
ringan yang menyenangkan. Chaplin (2005) mendefinisikan humor 
sebagai sikap yang menyenangkan, ramah-tamah, baik hati, dan 
sopan santun. Pengertian ini menekankan bahwa humor mesti dilakukan untuk menyenangkan orang, namun tetap dalam koridor 
sikap yang ramah dan penuh sopan santun. Jika humor keluar dari 
tatanan nilai ini, maka humor telah kehilangan nilai. The Oxford 
English Dictionary sebagaimana dikutip oleh Simpson & Weiner 
(2000) mendifinisikan humor sebagai “the quality of action, speech, 
or writing which excites amusement; oddity, jocularity, facetiousness, 
comicality, fun”. Artinya kualitas tindakan, ucapan, atau tulisan 
yang menggairahkan hiburan, keanehan, kejenakaan, kelucuan, 
dan kesenangan. Humor juga berarti “the faculty of perceiving 
what is ludicrous or amusing, or of expressing it in speech, writing, 
or other composition; jocose imagination or treatment of a subject”. 
Artinya kemampuan atau kecakapan memahami sesuatu yang 
menggelikan atau lucu, atau kemampuan mengungkapkan hal 
ini  dalam pidato, tulisan, atau komposisi lain, imajinasi jenaka 
atau pengobatan subjek. 
Menurut Sheinowiazt dalam Sunarto (2012) humor adalah 
kualitas yang bersifat lucu dari seseorang yang menggelikan 
dan menghibur. Artinya esensi humor itu adalah sesuatu yang 
membuat orang lain tertawa dan terhibur. James Dananjaya 
dalam Sunarto (2012) mendefinisikan humor sebagai sesuatu yang 
dapat menimbulkan atau menyebabkan pendengarnya merasa 
tergelitik perasaan lucunya, sehingga terdorong untuk tertawa. 
Dikatakan menggelitik sebab  humor bisa muncul dari hal-hal 
yang berupa kejutan, keanehan, kejanggalan, keusilan, kenakalan, 
ketidakmasukakalan, dan sebagainya. 
Dari beberapa pengertian humor ini  di atas, dapat 
disimpulkan bahwa humor adalah lelucon atau jenaka yang dapat 
menimbulkan rasa senang dan terhibur bagi pendengarnya dengan 
materi yang berasal dari peristiwa atau kejadian dalam kehidupan 
kita sehari-hari. Jenis-Jenis Humor
Jenis-jenis humor dapat dibedakan dari bagaimana humor itu 
dibentuk atau diciptakan. Menurut Morison (2008) ada 9 (sembilan) 
jenis humor sebagai berikut.
1. Exaggeration (berlebihan), yaitu humor yang menggunakan 
kata-kata yang berlebihan, termasuk karakteristik fisik, data, 
perasaan, pengalaman, dan sebagainya.
2. Incongruity (keganjilan). Humor yang menghubungkan dua 
hal yang berlawanan berlaku umum, kurangnya hubungan 
rasional antara satu dengan lainnya dari suatu benda, orang, 
ide atau ke lingkungan.
3. Surprise (kejutan). Humor yang memanfaatkan kejadian 
atau fakta yang tak terduga seperti pikiran, perasaan, atau 
peristiwa.
4. Slapstick (dagelan). Bentuk humor yang tergantung 
pada efek dari sesuatu yang riuh dan lucu 
dalam bentuk aktivitas fisik yang sering disertai 
dengan humor verbal.
5. Absurd (konyol). Humor yang tidak memiliki alasan yang 
kuat, sehingga dianggap bodoh atau konyol, tidak cocok 
dengan akal sehat, termasuk omong kosong, yang tidak masuk 
akal sebab  tidak menggunakan logika dan bahasa logis, yang 
timbul dari keganjilan realitas, fantasi, dan imajinasi.
6. Human predicaments (keadaan sulit/bahaya dari manusia). 
Humor yang menggambarkan situasi dengan karakter yang 
jelek atau baik, termasuk humor superioritas dan degradasi, 
yang didasarkan pada pembesaran diri atau pelepasan 
permusuhan melalui kegagalan atau kemalangan orang lain.7. Ridicule (ejekan). Humor yang menggoda dan mengejek 
orang lain atau diri sendiri, misalnya ejekan terhadap 
seseorang, adat istiadat dan lembaganya. 
8. Defiance (pembangkangan). Humor yang dilakukan dengan 
menunjukkan sikap permusuhan atau agresi melalui 
pemberontakan, termasuk pelanggaran konvensi, perbuatan 
yang secara norma sosial tidak dapat diterima oleh orang 
dewasa, ungkapan ide terlarang, dan pelanggaran otoritas 
orang dewasa.
9. Verbal humor (humor verbal). Humor dengan cara 
memanipulasi bahasa melalui permainan kata, lelucon, 
nama-panggilan, dan sejenisnya, dalam bentuk positif atau 
negatif.
Katagorisasi humor juga diberikan oleh Monrro dalam Suganda 
sebagaimana dikutip Sunarto (2012), yang menyebutkan ada 10 
(sepuluh) jenis humor. 
1. Pelanggaran terhadap sesuatu yang biasa, seperti tamu 
mempersilahkan duduk tuan rumah. Atau kalau biasanya 
membuka pelajaran dengan kata-kata formal, “Selamat pagi 
anak-anak?” coba sekali waktu diubah dengan kata-katan 
tidak resmi. Misalnya dengan “Selamat pagi murik-murik”, 
sebagaimana logat Malaysia yang diucapkan gurunya Upin￾Ipin. 
2. Pelanggaran terlarang atas sesuatu atau peristiwa yang biasa. 
Dalam proses pembelajaran bisa terjadi misalnya ketika 
siswa harus menjawab sebuah soal yang secara logika hanya 
membutuhkan waktu tidak lebih dari 1 menit. Maka untuk 
humor guru bisa mengatakan, “Kira-kira 1 jam cukup untuk 
menjawab soal ini?”
3. Ketidaksenonohan, seperti anak kecil yang memarahi orang 
tua. Dalam proses pembelajaran mungkin ini tidak layak 
untuk dilakukan. Namun kalau itu terjadi dalam sebuah 
ilustrasi cerita yang diberikan guru yang menggambarkan 
perilaku anak yang kurang baik atau tidak sopan boleh saja 
dilakukan. 
4. Kemustahilan, seperti narasi tentang enam ekor gajah yang 
menaiki sebuah mobil VW. Guru bisa juga memberikan 
sebuah pertanyaan kepada siswa yang kontroversial. 
Misalnya, “Anak-anak apa yang akan terjadi jika orang gila 
di luar itu tiba-tiba masuk ke dalam kelas dan mengajar kita 
semua?”
5. Permainan kata, seperti RCTI yang diplesetkan menjadi 
Rame-rame Ceritanya, Terpotong Iklan. Atau J.A.K.A.R.T.A 
yang diartikan Jambret Ada, Koruptor Ada, Rampok Tentu 
Ada. 
6. Bualan, seperti narasi tentang seorang anak kecil yang berani 
mengarungi samudera; atau cerita anak kecil yang mampu 
melempar sapi gemuk hingga jauh dan menyangkut di 
pohon. 
7. Kemalangan, seperti narasi tentang tokoh yang dengan cara 
pembagian apa saja ia tidak pernah mendapat bagian. 
8. Pengetahuan, pemikiran, dan keahlian, seperti pelawak 
yang berbicara dengan logat bahasa penontonnya. 
Dalam pembelajaran sering kali jika guru mau sekali-kali 
menggunakan bahasa gaul yang sering digunakan anak-anak 
akan menjadi bahan humor tersendiri. Misalnya, sekarang 
guru memanggil siswa didik dengan, “Ayo Coe, silahkan 
kamu maju Coe!”
9. Penghinaan terselubung, seperti cemoohan tidak langsung 
terhadap tokoh yang berambut keriting. Dalam konteks 
humor misalnya guru bisa saja mengatakan: “Ayo kamu boleh 
menjawab sesegera mungkin, tanpa harus menunggu kamu 
selesai meluruskan rambut”, ungkap guru kepada muridnya 
yang berambut kribo. 
10.Pemasukan sesuatu ke dalam situasi lain, seperti tuturan 
penumpang pesawat terbang yang takut terserempet 
bus kota. Atau juga misalnya mencontohkan perilaku 
penumpang pesawat terbang seperti penumpang angkot. 
Seperti melambaikan tangan sambil mengatakan “Kiri-kiri, 
aku turun di depan!”
Lebih sederhana, Martin (2007) menyebutkan ada tiga jenis 
humor sebagai berikut.
1. Jokes/lelucon atau dagelan, yaitu humor yang telah 
dipersiapkan lebih awal dan dihafalkan kemudian 
disampaikan kepada orang lain. Sebagai contoh adalah stand 
up comedy yang disiarkan oleh stasiun televisi swasta. 
2. Spontaneous conversational humor, yaitu humor yang terjadi 
secara spontan dalam percakapan atau dialog, yang meliputi 
tiga bentuk yaitu anecdotes/anekdot, wordplay/permainan 
kata, dan irony/ejekan. 
3. Accidental or unintentional humor, yaitu humor yang terjadi 
secara kebetulan atau tidak disengaja. Bentuk humor ini 
dibagi menjadi dua, yaitu dalam bentuk fisik, misalnya gerak 
tubuh dan cara seseorang memperagakan sesuatu dengan cara 
yang lucu, dan bentuk bahasa, misalnya cara menyebutkan 
atau mengucapkan kata-kata yang salah namun justru menjadi 
lucu.Humor sering diungkapkan dalam bentuk lawakan. Lawakan 
dari segi komponen kebahasaan yang digunakan memiliki jenis dan 
klasifikasi tersendiri. Dalam hal ini Rahardi (2011) menyebutkan 
ada 6 (enam) klasifikasi lawakan, yaitu lawakan plesetan, lawakan 
malapropis, lawakan silap lidah, lawakan jargon, lawakan estetis, 
dan lawakan konatif. Masing-masing jenis klasifikasi, dengan 
merujuk ke Rahardi (2011), akan diuraikan secara singkat sebagai 
berikut. 
1. Lawakan plesetan, yaitu lawakan dengan cara kata-katanya 
diplesetkan. Jenis ini kadang disebut puns atau plays on words. 
Contohnya adalah UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) 
Bandung yang diplesetkan menjadi Universitas Padahal IKIP. 
Nama warung soto di Solo: Niki Sotokumura. Ada juga dalam 
bentuk tebak-tebakan (Jawa: bedhekan). Contohnya: Ayam 
apa yang pernah jadi raja? Ayam Wuruk, raja Majapahit. 
Ayam apa yang pemaaf? Ayam sorry. 
2. Lawakan malapropis, bentuk lawakan yang dibuat dengan 
cara menyelipkan kata-kata atau ungkapan-ungkapan 
tertentu di tengah-tengah susunan atau formula bahasa yang 
sudah mapan keberadaannya. Contoh: “Alon-alon waton 
on time”, yang merupakan plesetan dari filosofi Jawa “Alon￾alon waton kelakon”. KUHP yang dalam bidang hukum 
merupakan singkatan dari ‘Kitab Undang-undang Hukum 
Pidana’ diplesetkan menjadi ‘Kasih Uang Habis Perkara’. 
3. Lawakan silap lidah, bentuk lawakan yang disusun dengan 
mempermainkan urutan kata-kata. Dalam bahasa Inggris 
disebut dengan tongue twister (silap lidah). Contoh: ‘lor 
ril dul ril’ (utara rel dan selatan rel), ‘tuku gandul lan susu’
(membeli buah kates/pepaya dan susu). Kalimat ini  jika 
diucapkan dengan cepat bisa menjadi bahan lawakan.
4. Lawakan jargon, bentuk lawakan yang dilakukan melalui 
pemanfaatan jargon-jargon bahasa, misalnya bahasa gaul. 
Contoh: Sebenarnya aku pingin pergi MALMING (malam 
minggu) ini, tapi kok lagi MAGER (malas gerak). ‘Jambore enam 
anjas ye’ yang maksudnya ‘jam enam aja ya’. Contoh lainnya 
adalah penggunaan bahasa ‘walikan’ yang amat populer di 
daerah Malang Jawa Timur. Contoh: ‘Kera Ngalam’ maksudnya 
‘Arek Malang’. 
5. Lawakan estetis, lawakan yang disusun dengan memakai 
bentuk-bentuk bahasa khusus yang memiliki persamaan 
bunyi, atau mungkin memiliki persamaan akhir tertentu 
yang memang indah didengar lantaran bunyinya yang 
memang ritmis. Contoh: Slogan warung ‘rasa bintang lima, 
harga kaki lima’. Everyday is Sunday in BALI. Atau motto 
produk tertentu, seperti SUNSILK, Rasakan Kilau Rambut 
Sehat; PHILIPS, Terus Terang Terang Terus. 
6. Lawakan konatif, lawakan yang memiliki fungsi memerintah 
atau menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu atau 
untuk berbuat sesuatu. Contoh: Bentuk jenaka pada kaus 
Dagadu ‘Malioboro, Beringharjo, Bakpia Pathok, Ngasem 
Warung Manuk, Monggo-Monggo Follow Me Aja! Atau 
contoh lain: ‘welcome to Yogyakarta, tourist yes, terrorist no! 
Perlu dicatat, dalam kehidupan sehari-hari jenis humor tidak 
hanya terbatas pada jenis-jenis humor sebagaimana disebutkan di 
atas. Apapun jenisnya dan bagaimanapun humor itu terjadi, selama 
ia bisa menimbulkan tawa dan membuat orang lain merasa senang 
dan terhibur, maka ia dapat disebut humor. Kadang kita menjumpai 
berbagai perilaku, tindakan, perkataan, dan ujaran, yang tanpa 
disengaja oleh pelakunya, ternyata mempunyai nilai humor yang 
sangat tinggi. Bisa jadi tindakan itu sangat jenaka, dan lucu, sebab  tanpa disadari keluar dari kewajaran, atau menerjang logika umum. 
Pertanyaan yang muncul adalah, apa ciri-ciri humor yang 
bagus? Humor yang bagus, menurut Sunarto (2012) memiliki tiga 
ciri utama, yaitu:
1. Humor yang tidak hanya sekadar mengajak untuk tertawa 
terbahak-bahak, namun lebih dari itu, misalnya humor 
selalu dikaitkan dengan materi pembelajaran yang sedang 
berlangsung.
2. Humor yang mampu membuat orang terpancing untuk 
tertawa atas materi dan tidak selesai sampai di situ saja, namun 
memberikan kesan yang lebih dalam bagi orang lain. 
3. Humor yang baik memiliki pemaknaan mendalam 
menyangkut filosofi hidup dan keberagamaan. 
Selain itu, ada yang lebih penting lagi untuk mengatakan 
humor itu bagus atau tidak, yaitu humor yang tidak merendahkan, 
menghina, atau melecehkan seseorang; humor yang tidak 
melanggar hal-hal yang berbau SARA alias Suku, Agama, Ras, 
dan Antargolongan. Humor yang tidak membikin orang lain jadi 
tersingung serta murung. Humor yang tidak bikin orang lain jadi 
marah serta resah (Gamal Komandoko, 2009).
Perlu diingat, dalam menciptakan sebuah humor jangan sampai 
terjadi maksud hati bercanda dengan humor, namun malah berakibat 
yang tidak baik, misalnya keretakan persahabatan atau hubungan 
silaturahim antar sesama. Oleh sebab  itu, materi humor tidak boleh 
bebas dari etika, norma, dan nilai-nilai kemanusiaan yang mesti 
dijunjung dan diterapkan dalam kehidupan individu dan sosial. 
Bukan humor jika ia sudah keluar dari etika kemanusiaan.
Proses Terjadinya Humor
Dalam artikel Psikologi Humor, Martin (2007) menyebutkan 
bahwa proses terjadinya humor disebabkan oleh empat faktor, yaitu 
yaitu: (1) konteks sosial, (2) proses kognitif-perseptual, (3) respons 
emosional, dan (4) ekspresi vokal-tingkah laku tawa. Masing-masing 
proses ini  akan diuraikan secara singkat sebagai berikut.
1. Social context/konteks sosial. Humor pada dasarnya merupakan 
fenomena sosial. Kita lebih sering tertawa dan bercanda ketika 
bersama orang lain dibandingkan  ketika kita sendirian (Martin 
dan Kuiper, 1999; Provine dan Fischer, 1989). Orang kadang￾kadang tertawa ketika mereka sendirian, seperti saat menonton 
acara komedi di televisi, membaca lucu buku, atau mengingat 
pengalaman pribadi lucu. Dalam konteks sosial ini, esensi 
proses humor adalah sebuah cara untuk berinteraksi dengan 
orang lain. 
2. Cognitive-perceptual process/proses kognitif-perseptual. 
Selain dalam konteks sosial, humor juga terjadi sebab  proses 
kognitif-perseptual. Untuk menghasilkan sebuah humor, 
seseorang perlu melakukan proses kognitif mulai dari ingatan 
(memory), ide, kata-kata, sampai kepada bentuk verbal dari 
humor yang akan disampaikan. Proses kognitif ini bisa 
dilakukan melalui proses persepsi yang meliputi penglihatan 
atau pendengaran. 
3. Emotinal response/respon emosional. Respon kita terhadap 
humor bukan sekedar proses intelektual atau kognitif, namun 
juga melibatkan proses emosi. Kajian dalam bidang psikologi 
menunjukkan bahwa stimulus atau rangsangan dari sebuah 
humor berpengaruh terhadap meningkatnya suasana hati 
yang lebih baik (Szabo, 2003). 4. Vocal-behavioral expression of laughter/ ekspresi vokal￾tingkah laku tawa. Humor dapat diekspresikan melalui vokal/
suara atau tingkahlaku menghasilkan kesenangan dalam 
bentuk tawa atau senyum. Esensi tawa adalah cara seseorang 
mengungkapkan atau mengkomunikasikan sebuah fakta 
kepada orang lain yang menyebabkannya tertawa atau 
tersenyum. Sebagai contoh, perilaku Mr. Been itu adalah 
bentuk humor yang diekspresikan melalui tingkah laku. 
Untuk menghasilkan sebuah humor yang berkualitas, dalam 
arti humor yang membuat orang lain merasa senang dan terhibur, 
seseorang perlu memahami ke empat proses ini  di atas dan 
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjadi 
orang yang memiliki rasa humor yang tinggi, tidak terjadi secara 
tiba-tiba, namun melalui proses dan tahapan tertentu, yang notabene 
proses ini  bisa ditingkatkan melalui pembiasaan. 
Manfaat Humor
Corey (2008) menyebutkan bahwa humor memiliki manfaat 
emosional baik positif maupun negatif yang bisa membawa sebuah 
perubahan. Dalam konteks ini, Ellis (1997) mengatakan bahwa 
ketika orang merasa terganggu secara emosional, mereka biasanya 
kehilangan rasa humornya dan akan membawakan diri mereka 
terlalu serius. Artinya, rasa humor bisa memberikan kestabilan 
emosional sehingga ia bisa membawakan dirinya dengan lebih 
rileks, santai, dan percaya diri. 
Rahardi (2011) dalam bukunya Humor Ada Teorinya, 
menyebutkan manfaat humor sebagai berikut. 
1. Humor atau jenaka dapat mengendurkan dan menurunkan 
intensitas sebuah maksud yang sangat keras dan mungkin kasar sekalipun, sehingga pada akhirnya terwujud 
keharmonisan. 
2. Humor dapat menjadi media atau cara menyampaikan kritik 
dan saran secara efektif. Kritk dan saran tidak selayaknya 
disampaikan dengan terlampau kasar dan terlalu kaku. 
Demikian juga kritik tidak mesti disampaikan dengan cara 
terlalu transparan, dengan terlalu gamblang, dengan terlalu 
kentara kasarnya, atau dengan cara kejam.
3. Humor dapat menetralkan suasana atau situasi.
4. Humor dapat menyelesaikan masalah-masalah kehidupan, 
bahkan masalah yang sulit dan pelik sekalipun, dengan 
tanpa melewati sejumlah kekerasan, tanpa harus melewati 
proses cerca-mencerca, yang kadang justru menegangkan 
dan menyakitkan. 
Menurut penulis, humor memiliki banyak manfaat baik secara 
fisik maupun psikis. 
1. Secara fisik, humor dapat menjadikan kita awet muda. 
Orang yang humoris cenderung awet muda sebab  ia bisa 
menghilangkan beban-beban kehidupannya melalui humor. 
Dengan banyak membaca humor dan tontonan-tontonan 
yang humoris kita akan bisa sejenak melupakan beban 
pikiran, dan segala macam keruwetan hidup lainnya. 
2. Humor dapat membuat badan sehat dan enerjik sebab 
terbebas dari gangguan-gangguan pikiran. 
3. Humor dapat meningkatkan kondisi kesehatan mental 
seseorang. Dalam konteks ini, Daradjat (2001) mengatakan 
bahwa orang yang sehat mental adalah orang yang terhindar 
dari gejala-gejala neurosis, psikosis, mampu menyesuaikan diri, mengembangkan diri, dan menyelesaikan masalah yang 
dihadapi secara mandiri. 
4. Humor dapat menghilangkan ketegangan dan mencairkan 
suasana. Kondisi yang tegang akan mudah mencair sebab  
ada humor. 
5. Humor dapat mempererat persahabatan. Makna persahabatan 
semakin meningkat ketika seseorang dapat menampilkan 
humor dalam pergaulannya. 
6. Humor juga dapat mendatangkan uang. Beberapa tokoh 
komedi bisa menjadi populer dan kaya dari humor yang 
mereka tunjukkan. Ingat Mr. Been. 
7. Humor dapat memecahkan kebekuan, menciptakan 
keakraban, mengatasi kejenuhan, serta mengeratkan 
persaudaraan