Rabu, 13 September 2023
tertawa 2
September 13, 2023
tertawa 2
sebagaimana dikisahkan oleh Gamal
Kamandoko, Nu’aiman Anshari adalah seorang
sahabat yang terkenal gemar bercanda. Nu’aiman setiap
memasuki kota Madinah, pastilah dia membeli sesuatu.
Nah, pada suatu hari, Nu’aiman membawa hadiah berupa
makanan untuk Rasulullah.
“Ya Rasulullah, aku beli makanan ini untuk dihadiahkan
kepadamu,” kata Nu’aiman.
Rasulullah menerima hadiah pemberian Nu’aiman. Tak lama,
Nu’aiman didatangi pemilik makanan yang telah dihadiahkan
kepada Rasulullah saw tadi. Si pemilik makanan meminta
Nu’aiman membayar harga makanan ini . Bukannya
membayar, Nu’aiman malah membawa si pemilik makanan
menghadap Rasulullah.
“Ya Rasulullah, kata Nu’aiman, “hendaklah engkau membayar
harga makanan tadi”.
“Bukankah engkau telah menghadiahkan makanan itu
untukku?” tanya Rasulullah. “Memang benar, ya Rasulullah,” sahut Nu’aiman. “Tapi
sebenarnya, aku tidak punya uang untuk membelinya.
Meskipun tidak punya uang, sungguh aku sangat ingin
menghadiahkan makanan itu untukmu”.
Rasulullah tertawa mendengar ucapan Nu’aiman. Sama
sekali beliau tidak marah “dikerjain” Nu’aiman seperti itu.
Lalu, beliau meminta salah seorang sahabat untuk membayar
makanan “hadiah” dari Nu’aiman itu.
f. Salah seorang sahabat, Abdullah bin Harits, pernah
menyatakan tentang Rasulullah SAW, “Tidak pernah aku
melihat seseorang yang lebih banyak tersenyum dibandingkan
Rasulullah SAW.” (HR Tirmidzi)
Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Islam tidak
melarang untuk bercanda, tertawa, dan melucu. Penulis sependapat
dengan ungkapan Gamal Komandoko (2009) bahwa tidak semua hal
bisa dijadikan untuk bahan bercanda yang baik. Kalau asal bercanda,
bisa jadi bukan tertawa atau sesuatu yang menggembirakan, namun
malah bisa berupa petaka. Bercanda yang baik itu bercanda yang
tidak melanggar norma atau aturan. Baca kembali kriteria humor
yang baik sebagaimana dijelaskan di Bab I.
Dalam praktik sehari-hari, para mubaligh atau da’i sering
menggunakan humor sebagai cara untuk menarik perhatian
jamaah atau untuk membuat suasana pengajian dan ceramah
lebih bersemangat dan bergairah. Salah satu mubaligh yang sering
menggunakan humor dalam materi ceramahnya adalah K.H.
Zainuddin MZ (almarhum). Sebagai ilustrasi, mari kita cermati
petikan dari ceramah da’i sejuta umat ini .
Saat ini Indonesia sedang dilanda tiga jenis penyakit, yaitu penyakit
KUDIS, KURAP, dan KUTIL. Sumber tiga penyakit ini hanya satu, yaitu KUMAN. Penyakit KUDIS adalah Kurang Disiplin. Penyakit
KURAP adalah Kurang Rapi. Penyakit KUTIL adalah Kurang Teliti.
Semuanya bersumber dari satu, yaitu KUMAN alias Kurang Iman.
Lebih lanjut, Zainuddin MZ dalam ceramahnya ini
memberikan contoh penyakit kurang disiplin. Ada seorang
pengendara sepeda motor ketika lampu lalu lintas berwarna merah,
ia nyelonong saja, tidak berhenti. Tiba-tiba ia diberhentikan oleh
polisi.
“Ada SIM?” tanya polisi.
“Ada” jawab pengendara motor.
“Ada STNK?”, tanya polisi kembali yang langsung dijawab “Ada”
oleh pengendara motor.
“Anda tahu lampu lalu lintas sedang berwarna merah, namun
kenapa Anda menyelonong saja?” tanya polisi lagi.
“Maaf, saya tidak lihat kalau ada Pak Polisi di seberang jalan”,
jawab pengendara sepeda motor.
Cerita di atas merupakan contoh konkret bahwa kesadaran dan
disiplin lalu lintas masyarakat Indonesia masih rendah. Pengendara
motor akan mentaati rambu-rambu lalu lintas jika ada polisi. Jika
tidak ada polisi, peraturan dilanggar. Aneh tapi nyata. Ya inilah
potret kedisiplinan rakyat kita yang mesti ditingkatkan.
Humor dalam Perspektif Psikologi
Apakah setiap individu dilahirkan dengan memiliki rasa
humor? Pertanyaan ini sangat penting untuk mengetahui
bagaimana sebenarnya potensi bawaan yang terkait dengan rasa
humor. Menurut Morrison (2008) humor merupakan bagian yang fundamental dan tidak terpisahkan dari perkembangan emosi dan
kognitif seseorang. Setiap anak lahir dengan disposisi yang unik,
yaitu dilahirkan dengan temperamen tertentu dan lingkungan
berdampak signifikan terhadap perkembangan temperamen anak
ini .
Lebih lanjut Morrison (2008) mengatakan bahwa ada beberapa
kondisi temperamen yang dapat mempengaruhi gaya humor dan
pertumbuhan humor sebagaimana disebutkan di bawah ini.
1. Intensity/intensitas, yaitu energi reaktif respon, apakah
senang, sedih, atau marah. Respons emosional sangat
bervariasi di kalangan anak-anak. Misalnya, beberapa anak
akan tersenyum kecil dalam sebuah permainan sementara
yang lain tertawa keras.
2. Adaptability/adaptasi, yaitu gambaran betapa mudahnya
seorang anak menyesuaikan dengan perubahan
dan transisi. Rasa humor berkaitan erat dengan
fleksibilitas untuk perubahan. Kemampuan untuk tertawa
dalam situasi baru sangat jelas meskipun pada anak yang
sangat muda. Beberapa anak merasa nyaman sementara
yang lain mungkin bersembunyi di balik orang tua ketika
dalam situasi baru.
3. Mood/suasana hati adalah kualitas dasar disposisi. Suasana
hati kadang positif, seperti anak yang nampak senang atau
ceria namun kadang negatif, seperti anak yang rewel. Beberapa
peneliti berpikir bahwa suasana hati merupakan karakteristik
paralel atau yang melapisi temperamen dasar kita.
4. Approach/withdrawal (pendekatan/penarikan), yaitu tanggapan
atau respon awal anak terhadap hal-hal yang baru: tempat,
orang, situasi, atau hal-hal lainnya. Dalam situasi yang baru ini dibutuhkan keberanian untuk mengambil resiko
dengan merasakan humor atau kejadian yang lucu. Pemain
badut misalnya, ia merupakan orang yang cukup nyaman
dengan tempat-tempat baru dan situasi baru. Mereka
mendekati situasi dengan antusiasme, semangat, dan tak
terkendali mengambil risiko.
Morrison (2008) juga berpandangan bahwa perjalanan waktu
yang kita alami berpengaruh terhadap perkembangan emosi atau
perasaan kita. Perasaan yang flaktuatif, misalnya, membuat emosi
kita menjadi terbatas untuk menjangkau struktur temperamen
bawaan kita. Mengingat temperamen sangat berpengaruh terhadap
peningkatan sense of humor kita, maka memahami temperamen
kita sendiri dapat memberikan kontribusi untuk memaksimalkan
rasa humor kita.
Dari segi psikologi kepribadian, ada perbedaan antara orang
dengan jenis kepribadian ekstrover dan introver terkait dengan jenis
atau bentuk humor yang mereka sukai. Menurut Pervin, Cervone,
dan John (2010) dalam bukunya Psikologi Kepribadian, orang
dengan kepribadian ekstrover menikmati humor seksual dan agresif
yang eksplisit, sedangkan orang dengan kepribadian introvert lebih
memilih bentuk humor intelektual seperti permainan kata dan
canda yang tersamar.
Dalam konteks psikologi pendidikan, humor juga bisa dijadikan
sebagai ice breaker yang efektif dalam proses belajar mengajar.
Humor juga dijadikan salah satu indikator kompetensi personal
seorang guru atau dosen, sebagaimana tergambar dalam instrumen
evaluasi kompetensi guru atau dosen, dimana salah satu butir yang
dinilai adalah rasa humor.
Pada bagian berikut ini, penulis ingin menjelaskan beberapasub topik yang terkait dengan humor dalam perspektif psikologi,
yaitu teori-teori humor, sense of humor atau rasa humor, dimensidimensi humor, humor style atau gaya humor, pengukuran humor,
dan kajian empiris tentang humor. Masing-masing subtopik ini
akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
a. Teori-Teori Humor
Dari kajian literatur yang penulis lakukan tentang humor,
salah satu artikel yang mengulas banyak masalah humor adalah
artikel Psychology of Humor karangan Martin (2007). Dalam
artikel ini Martin (2007) menjelaskan lima teori yang terkait
dengan humor.
Pertama, psychoanalytic theory (teori psikoanalisis)
dengan tokoh Sigmund Freud yang berpandangan bahwa
tujuan humor adalah untuk melepaskan energi syaraf yang
berlebihan. Freud berkeyakinan bahwa energi dalam syaraf
yang berlebihan harus dibuang atau dihilangkan. Caranya
adalah melalui humor atau tawa. Artinya humor merupakan
jenis mekanisme pertahanan diri yang bisa membuat individu
keluar dari situasi yang menekan atau situasi sulit yang tidak
menyenangkan.
Kedua, superiority/disparagement theory (teori superioritas).
Teori ini menekankan bahwa humor itu muncul dari aspirasi
seseorang yang disebabkan adanya perasaan lebih baik atau
lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain. Artinya, ketika
individu melihat kekurangan atau kelemahan orang lain,
kondisi ini cenderung dijadikan obyek atau bahan humor
dengan cara melontarkan cemoohan atau ejekan kepada yang
bersangkutan.
Ketiga, arousal theory (teori pembangkitan). Menurut teori ini, humor merupakan representasi dari hubungan
yang kompleks antara pikiran dan fisik serta antara kognisi
dan emosi yang memiliki basis biologis pada otak dan sistem
syaraf. Menurut teori ini orang yang bisa membangkitkan
atau menimbulkan humor akan menemukan cara untuk
melepaskan energi yang tersimpan lama dalam diri seseorang.
Dengan humor, seseorang bisa melepaskan perasaan-perasaan
yang menekan atau pengalaman-pengalaman yang tidak
menyenangkan.
Keempat, incongruity theory (teori ketidakpantasan). Teori
ini berpandangan bahwa humor muncul atau timbul dari
adanya ketidakpantasan, keganjilan, serta kesenjangan antara
harapan dan kenyataan, antara tataran ideal dan tataran faktual.
Dengan adanya humor, individu dapat menghindarkan diri
dari gangguan emosi yang dialami.
Kelima, reversal theory (teori pembalikan). Teori ini pada
prinsipnya merupakan kombinasi dari berbagai elemen
yang ada pada empat teori terdahulu. Teori ini menekankan
bahwa humor merupakan bentuk sandiwara dimana
ketidakpantasan itu bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan
dan menggembirakan dalam interaksi dengan orang lain. Teori
ini juga menekankan cara yang berbeda-beda yang kita alami
dalam kehidupan ini.
Dari lima teori humor yang dijelaskan di atas, jelas bahwa
humor dapat dijadikan terapi untuk melepaskan energi
berlebih dan perasaan tertekan yang diakibatkan oleh kondisi
yang tidak menyenangkan. Sebagai terapi, humor membantu
individu untuk meningkatkan taraf psychological well-being
baik dalam kehidupan individual maupun sosial. b. Sense of Humor (Rasa Humor)
“If you haven’t got a sense of humor, you haven’t any sense at all.”
---Mary McDonald ---
Setelah mengetahui arti humor dan teori humor
sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu, maka
kita perlu memahami arti sense of humor atau rasa humor.
Humor berbeda dengan sense of humor. Humor, sebagaimana
telah didefinisikan di bagian awal dari artikel ini adalah kualitas
yang dimiliki seseorang untuk menjadikan orang lain tertawa
atau terhibur. Jika kita menambahkan kata ‘sense’ sehingga
menjadi sense of humor yang menurut Morrison (2005),
telah terjadi metamorfosis. Lebih lanjut Morrison (2005)
mengartikan sense of humor sebagai berikut: A sense of humor
is the capacity of a human being to respond to life challenges
with optimistic enjoyment. Maksudnya, rasa humor adalah
kemampuan seseorang untuk merespon terhadap tantangantantangan kehidupan dengan kesenangan yang optimis.
Menurut Martin (2007) sense of humor adalah cara
seseorang memandang dan berinteraksi dengan dunia luar
melalui sensor atau filter dalam bentuk hiburan, tawa, dan
keceriaan.
Sense of humor sebagai sebuah variabel psikologi, memiliki
dimensi atau konstruk yang bermacam-macam. Dalam hal
ini, Thorson dan Powell (1993), menyebutkan bahwa sense
of humor terdiri atas empat dimensi yang berbeda, namun
saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Keempat dimensi
ini adalah humor production, uses of humor coping, social
uses of humor, dan attitudes toward humor.
Thorson dan Powell (1993) menjelaskan bahwa humor production merupakan kemampuan kreatif untuk menjadi
individu yang humoris, menciptakan humor atau lelucon,
mengenali hal-hal yang lucu dari situasi atau kejadian di
sekelilingnya, serta menghubungkan situasi ini untuk
menghibur dan menyenangkan orang lain. Uses of humor
coping adalah penggunaan humor untuk menyelesaikan masalah
atau keluar dari situasi yang sulit. Social uses of humor adalah
penggunaan humor untuk berinteraksi atau bersosialisasi dengan
orang lain. Attitudes toward humor adalah sikap seseorang
terhadap humor dan orang-orang yang humoris.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sense of humor
(rasa humor) adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu
untuk menghasilkan sebuah humor, lelucon, atau jenaka; untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi; untuk berinteraksi
dengan orang lain; dan untuk menyikapi orang lain yang
humoris. Dengan pengertian seperti ini, maka ada perbedaan
rasa humor antara individu yang satu dengan individu lain.
sebab itu meskipun pada dasarnya setiap individu memiliki
rasa humor, tidak semua individu bisa disebut humoris.
c. Dimensi-Dimensi Humor
Dalam artikel Psikologi Humor, Martin (2007) menyebutkan
bahwa ada empat dimensi humor, yaitu (1) konteks sosial, (2)
proses kognitif-perseptual, (3) respons emosional, dan (4)
ekspresi vokal-tingkah laku tawa. Masing-masing dimensi
akan diuraikan secara singkat sebagai berikut.
1. Social context/konteks sosial. Humor pada dasarnya
merupakan fenomena sosial. Kita lebih sering tertawa dan
bercanda ketika bersama orang lain dibandingkan ketika kita sendirian (Martin dan Kuiper, 1999; Provine dan Fischer,
1989). Orang kadang-kadang tertawa ketika mereka
sendirian, seperti saat menonton acara komedi di televisi,
mambaca artikel lucu, atau mengingat pengalaman pribadi
yang lucu. Dalam konteks sosial ini, esensi humor adalah
sebuah cara untuk berinteraksi dengan orang lain.
2. Cognitive-perceptual process/proses kognitif-perseptual.
Selain dalam konteks sosial, humor juga terjadi sebab
proses kognitif-perseptual. Untuk menghasilkan sebuah
humor, seseorang perlu melakukan proses kognitif mulai
dari ingatan (memory), ide, kata-kata, sampai kepada
bentuk verbal dari humor yang akan disampaikan. Proses
kognitif ini bisa dilakukan melalui proses persepsi yang
meliputi penglihatan atau pendengaran.
3. Emotional response/respon emosional. Respon kita terhadap
humor bukan sekedar proses intelektual atau kognitif,
namun juga melibatkan proses emosi. Kajian dalam bidang
psikologi menunjukkan bahwa stimulus atau rangsangan
dari sebuah humor berpengaruh terhadap peningkatan
suasana hati yang lebih baik (Szabo, 2003).
4. Vocal-behavioral expression of laughter/ekspresi vokal
tingkah lalu tawa. Humor dapat diekspresikan melalui vokal/
suara atau tingkah laku yang menghasilkan kesenangan
dalam bentuk tawa atau senyum. Esensi tawa adalah cara
seseorang mengungkapkan atau mengkomunikasikan
sebuah fakta kepada orang lain yang menyebabkannya
tertawa atau tersenyum. Sebagai contoh, perilaku Mr.
Been itu adalah bentuk humor yang diekspresikan melalui
tingkah laku.
d. Humor Style (Gaya Humor)
Menurut Martin (2007) ada empat gaya humor, yaitu
agrressive style, self defeating style, self enhancing style, dan
affiliative style. Dari empat gaya humor ini, Martin (2007)
lebih lanjut mengklasifikasikan menjadi dua, yaitu maladaptive
(agressive dan self defeating styles) dan adaptive (self enhancing
dan affiliative style). Masing-masing gaya akan dijelaskan
secara ringkas sebagai berikut.
1. Aggressive humor style (gaya humor agresif), yaitu gaya
humor yang cenderung menyerang orang lain untuk
dijadikan obyek ketawa atau canda. Contohnya adalah
acara humor di stasiun televisi yang diperankan oleh
Komeng dalam acara Wara-Wiri atau Iseng Banget. Dalam
membuat humor, Komeng cenderung membuat orang lain
untuk dijadikan obyek yang ditertawakan. Kadang-kadang
orang yang dijadikan obyek tawa tidak menerima, tapi
justru hal ini yang membuat pemirsa tertawa. Katagori ini
masuk ke dalam katagori maladaptive humor sebab obyek
humor menjadi pihak yang menderita, misalnya dipukul
pakai busa/gabus.
2. Defeating humor style. Gaya humor yang cenderung untuk
menjadikan dirinya sendiri sebayai obyek humor. Caranya
bisa dengan menceritakan kejadian-kejadian memalukan
yang dialami atau aib/kekurangan diri (secara fisik), untuk
membuat orang lain tertawa. Contoh karakter Olga dalam
acara menjelang saur pada bulan Ramadhan. Dalam humor
ini, Olga yang menceritakan pengalaman pribadi dia,
misalnya suka mangkal di Taman Lawang. Figur Olga yang
dulu cenderung menggunakan gaya humor self defeating,
justru sekarang cenderung menggunakan gaya humor
aggressive sebagimana ditayangkan dalam acara Pesbukers
di sebuah stasiun televisi swasta. Dalam humor ini, Olga
cenderung menjadi agresif terhadap lawan mainnya yaitu
Sapri.
3. Self enhancing humor style. Kecenderungan seseorang
menggunakan potensi rasa humor yang dimiliki untuk
membuat orang lain ketawa, membuat suasana mencair, dan
membuat hubungan dengan orang lain lebih dekat. Gaya
humor ini juga disebut sebagai coping humor (humor untuk
mengatasi masalah). Contoh, acara Stand up Comedy di salah
satu stasiun televisi swasta. Dalam acara ini figur atau pemain
menunjukkan kemampuan mereka untuk membuat orang lain
tertawa dengan materi dari kehidupan yang dialami sehari-hari.
4. Affiliative humor style. Gaya humor yang cenderung
untuk mengatakan hal-hal lucu, menceritakan
pengalaman lucu, dan terlibat dalam olokolokan cerdas yang spontan, dalam rangka untuk
menghibur orang lain, untuk memfasilitasi hubungan,
dan untuk mengurangi ketegangan dalam berinteraksi
dengan orang lain. Contoh lawak Warkop DKI dengan
figur Dono (alm), Kasino (alm), dan Indro di Radio FM
Prambors. Materi humor yang mereka angkat adalah
masalah politik, pendidikan, sosial, budaya, dan agama.
e. Pengukuran Humor
Dari hasil penelusuran literatur, penulis menemukan
beberapa alat ukur atau instrumen yang digunakan untuk
mengukur humor (Aminrais, 2013 dan Setianikusumah,
2013). Di antara alat ukur ini adalah sebagai berikut. 1. Sense of Humor Questionnaire (SHQ). Alat ukur ini
dikembangkan oeh Svabak pada tahun 1974 dengan tujuan
untuk mengukur selera atau rasa humor individu. Alat ukur
ini mengukur tiga dimensi rasa humor berdasarkan teori
Martin (2007), yaitu meta-message sensitivity, humorous
role dan emotional permissiveness.
2. Humor Style Questionnaire (HSQ). Alat ukur ini
dikembangkan oleh Martin, Puhlik-Doris, Larsen, Gray,
dan Weir (2003). Terdapat empat jenis humor style, yaitu:
affiliative humor, self-enhancing humor, aggressive humor,
dan self-defeating humor. Intrumen ini akan mengukur
jenis humor style dominan yang digunakan oleh seseorang
di dalam kehidupan sehari-harinya. HSQ terdiri atas 32
item, item-item ini antara lain: 8 item mengukur
affiliative humor, 8 item mengukur self-enhancing humor, 8
item mengukur aggressive humor dan 8 item lagi mengukur
self-defeating humor (Martin, 2007).
3. Multidimensional Sense of Humor Scale (MSHS). Alat ukut
ini dikembangkan oleh Thorson & Powell (1993). Alat
ukur ini terdiri atas 24 butir pernyataan dan mengukur
empat dimensi humor, yaitu (1) Produksi humor (kreasi
dan tampilan humor), (2) Penggunaan humor sebagai
mekanisme coping, (3) Penggunaan humor untuk tujuan
sosial, (4) Sikap-sikap terhadap humor dan orang-orang
yang humoris.
4. The Coping Humor Scale oleh Martin dan Lefcourt yang
mengukur penggunaan humor pada individu dalam
menghadapi situasi penuh tekanan (stressful life events),
serta Situational Humor Response Questionnaire (SHRQ)
yang dibuat oleh Martin dan Lefcourt (1986) yang mengukur reaksi subyek terhadap peristiwa-peristiwa
lucu.
Alat ukur di atas dapat digunakan sesuai dengan tujuan
penelitian yang ditetapkan oleh masing-masing peneliti.
sebab itu penting bagi peneliti untuk mengetahui vAriasi alat
ukur yang ada dan tujuan yang hendak dicapai.
f. Kajian Empiris tentang Humor
Secara empiris, ada beberapa kajian yang telah dilakukan
untuk melihat pengaruh rasa humor terhadap kecemasan, stres
kerja, dan psychological well-being (kesejahteraan psikologis).
Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Qulub
(2012), Setianikusumah (2013), dan Aminrais (2013). Ketiga
nama ini adalah Alumni Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam penelitiannya Qulub (2012), mengkaji pengaruh
dimensi-dimensi dukungan sosial dan sense of humor terhadap
kecemasan menghadapi ujian nasional pada siswa MTs
Negeri 31 Jakarta. Sampel penelitian ini dipilih dengan cara
nonprobability sampling technique dan melibatkan 193 siswa.
Data dikumpulkan dengan menggunakan skala kecemasan
yang memiliki 40 item, skala dukungan sosial yang memiliki
45 item, dan skala sense of humor yang memiliki 24 item,
dikembangkan oleh Thorson dan Powell dan telah diadaptasi
oleh Lathifa (2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada ada
pengaruh yang signifikan dimensi-dimensi dukungan sosial
dan sense of humor terhadap kecemasan menghadapi ujian
nasional pada Siswa Kelas IX MTs. Negeri 31 Jakarta.Penelitian yang dilakukan Setianikusumah (2013)
bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari sense of humor
dan beban kerja terhadap stres kerja karyawan PLN. Stres
kerja berkembang dari keadaan yang tidak menyenangkan
di lingkungan kerja karyawan yang mulai ditandai dengan
role overload, role insufficiency, role ambiguity, role boundary,
responsibility dan physical environment. Sampel penelitian ini
adalah 180 orang yang dipilih dengan teknik non probability
sampling. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan
instrumen Occupational Roles Questionnaire (ORQ) untuk
mengukur stres kerja, Multidimensional Sense of Humor Scale
(MSHS) untuk mengukur sense of humor dan Nasa Task Load
Index Scale (NASA TLX) untuk menggukur beban kerja. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: (1) Produk humor secara
signifikan mempengaruhi stres kerja dengan sumbangan
sebesar 2.4%; (2) Humor sebagai mekanisme coping secara
signifikan mempengaruhi stres kerja dengan kontribusi atau
sumbangan sebesar 5.8%; dan (3) Beban kerja secara signifikan
mempengaruhi stres kerja dengan sumbangan sebesar 15.2%.
Aminrais (2013) melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Self-Esteem dan Humor Style Terhadap Psychological
Well-Being Pada Pelajar SMAN 72 Jakarta”. Sampel penelitian ini
adalah siswa-siswi SMAN 72 Jakarta sebanyak 272 orang yang
dipilih dengan menggunakan probability sampling technique.
Analisis data yang digunakan adalah multiple regression pada
taraf signifikansi 0,05. Hasil penelitian menunjukan bahwa
ada pengaruh yang signifikan self-esteem, humor style dan jenis
kelamin terhadap psychological well-being pada pelajar SMAN
72 Jakarta. Proporsi vArians dari psychological well-being yang
dijelaskan oleh semua independent variabel adalah sebesar19,2%, sedangkan 80,8% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain
diluar penelitian ini. hasil uji hipotesis minor menunjukkan
bahwa dimensi values pada variabel self-esteem dan tiga tipe
humor style, yaitu affiliative humor, aggressive humor dan
self-enhancing humor memiliki pengaruh yang signifikan
terhadapat psychological well-being. Sementara itu, dimensi
successes, aspirations dan defences pada variabel self-esteem, tipe
humor style self-enhancing dan jenis kelamin tidak memiliki
pengaruh yang signifikan.
Dari penelitian di atas dapat dipahami bahwa sense
of humor dan humor style memiliki pengaruh terhadap
psychological well-being, beban kerja, dan stres kerja. Namun
sense of humor tidak berpengaruh terhadap kecemasan siswa
dalam menghadapi ujian nasional. Artinya, dalam dunia kerja
humor diperlukan untuk membuat suasana kerja tidak terlalu
tegang serta untuk meningkatkan keakraban, kebersamaan,
dan kekeluargaan di kalangan karyawan.
Dalam konteks global, ada sejumlah penelitian yang
mengkaji hubungan humor dengan variabel-variabel psikologi.
William Hampes Profesor Psikologi di Departemen Sosial,
Perilaku dan Studi Pendidikan di Black Hawk College, Amerika
Serikat telah menerbitkan sejumlah makalah dibidang humor
dan kepribadian, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Relation between intimacy and humor, Hampes (1992),
dimuat di dalam Psychological reports.
2. Relation between humor and generativity, Hampes (1993),
dimuat di dalam Psychological reports.
3. The relationship between humor and trust, Hampes (1999), dimuat
di dalam Humor-International Journal of Humor Research.4. Relation between humor and empathic concern, Hampes
(2001), dimuat di dalam Psychological reports.
5. Humor and shyness: The relation between humor styles and
shyness, Hampes (2006).
6. Correlations between humor styles and loneliness, Hampes
(2005), dimuat di dalam Psychological Reports.
7. Relation between intimacy and the Multidimensional
Sense of Humor Scale, Hampes (1994), dimuat di dalam
Psychological Reports.
8. The relation between humor styles and empathy, Hampes
(2010), dimuat di dalam Europe’s Journal of Psychology.
Dalam artikel ini penulis tidak akan mengulas kembali hasil
penelitian ini . Namun demikian, satu hal yang harus penulis
garis bawahi adalah penelitin yang dilakukan oleh Martin (2001)
yang menunjukkan bahwa humor berdampak kepada kesehatan
fisik dan humor merupakan obat terbaik bagi seseorang.
Bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang hasil
penelitian ini , dapat mengakses jurnal sebagaimana disebut di
atas. Namun dari sejumlah penelitian ini dapat kita pahami
bahwa humor secara empiris telah terbukti memiliki hubungan
yang signifikan dengan berbagai variabel psikologi. Intinya, manusia
memerlukan humor untuk meningkatkan kualitas kepribadian dan
makna kehidupannya.
Selain Hampes, kajian lain menunjukkan ada hubungan antara humor
dengan kompetensi sosial (Levine & Zigler, 1976; Masten, 1986; Pellegrini,
Masten, Garmezy & Ferrarese, 1987). Lebih menarik lagi adalah kajian
hubungan humor pernikahan kepuasan pernikahan (Ziv, 1988; Rust &
Goldstein, 1989; Ziv & Gadish 1989; Lauer, Lauer, & Kerr, 1990).Mengingat pentingnya rasa humor dalam kehidupan sehari-hari
dan secara empiris telah terbukti, maka para ahli menerbitkan jurnal
yang disebut dengan International Journal of Humor Research. Bagi
pembaca yang ingin mendalami dapat mengakses langsung ke jurnal
ini . Di dalamnya banyak artikel hasil penelitian yang terkait
dengan humor. Bagi peneliti yang berminat untuk mengkaji tentang
humor dapat menelusuri artikel-artikel dalam jurnal ini .
Humor dalam Perpektif Kesehatan
A good sense of humor is an escape valve for the pressures of life
(Richard G. Scott)
Dalam era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi
dan informasi seperti sekarang ini, humor memiliki pengaruh
terhadap kesehatan fisik dan psikis manusia. Untuk menguatkan
pernyataan ini, mari kita cermati ungkapan Scott Friedman (2011),
anggota National Speakers Association:
With change, uncertainty, and globalization sweeping through the
world today, stress is at record highs. Studies show that up to 70% of
all doctor visits are for stress-related causes. Healthy people know when
their stress levels get too high and have a strategy to control it. So how
do they release tension before it impacts their health? Many people cite
humor at the most effective method they’ve found to counter stress”.
(Friedman, 2011). Maksudnya: Dengan perubahan, ketidakpastian,
dan globalisasi yang menguasai dunia saat ini, penyakit stres
menduduki rekor tertinggi. Studi menunjukkan bahwa hingga 70%
dari semua pasien yang berkunjung dokter adalah untuk berobat
penyakit yang disebabkan oleh stres. Orang yang sehat mengetahui
kapan tingkat stres mereka terlalu tinggi dan memiliki strategi untuk
mengontrolnya. Jadi, bagaimana mereka melepaskan ketegangansebelum berdampak terhadap kesehatan mereka? Banyak orang
menyatakan bahwa humor sebagai metode yang paling efektif untuk
melawan stres.
Dalam artikelnya Humor and Health, McGhee (2012)
menyebutkan beberapa manfaat humor sebagai berikut.
1. Relaksasi otot. Humor dapat melemaskan otot-otot kita dan
menjadikannya rileks, sehingga terbebas dari ketegangan.
2. Pengurangan hormon stres. Humor dapat mengurangi
sedikitnya empat hormon neuroendokrin yang terkait
dengan respon stres. Keempat jenis hormon ini adalah
epinefrin (epinephrine), kortisol (cortisol), dopac, dan hormon
pertumbuhan (growth hormone).
3. Peningkatan sistem kekebalan tubuh. Studi klinis telah
menunjukkan bahwa humor memperkuat sistem kekebalan
tubuh.
4. Mengurangi rasa nyeri. Humor memungkinkan seseorang
untuk ‘lupa’ tentang nyeri yang dialaminya.
5. Latihan jantung. Humor dapat memberikan pengkondisian
jantung menjadi baik terutama bagi mereka yang tidak
mampu melakukan latihan fisik.
6. Menurunkan tekanan darah. Humor dapat mengurangi tensi
atau tekanan darah.
7. Respirasi. Humor dapat mengosongkan paru-paru dari
udara yang lebih dari yang dibutuhkan sehingga dapat
menghasilkan efek pembersihan -mirip dengan pernapasan
dalam. Terutama bermanfaat bagi pasien yang menderita
emfisema dan penyakit pernapasan lainnya.
Selain itu, humor juga menjadikan penampilan fisik seseorang senantiasa cantik dan seksi. (Maaf, dalam hal ini, seksi tidak hanya
diukur dari bentuk tubuh dan outer beauty saja, namun juga diukur dari
kepribadian dan inner beauty). Pada awal Mei 2013, majalah FHM di
London merilis 100 wanita terseksi di dunia. Wanita terseksi pertama
adalah Milena Markovna Kunis, atau yang dikenal sebagai Mila Kunis.
Aktris Hollywood yang juga kekasih Ashton Kutcher ini menempati
peringkat pertama dan ia mengalahkan penyanyi Rihanna dan aktris
Helen Flanagan. Ada dua alasan utama yang membuat aktris berusia
29 tahun asal Ukraina itu terpilih sebagai wanita terseksi, yaitu karir
akting yang cemerlang plus kepribadian yang menyenangkan.
“Selain penampilannya yang memang cantik dan seksi, Kunis
juga punya kepribadian menawan dengan selera humor tinggi
dan tidak takut menertawakan diri sendiri”, demikian tulis Media
Indonesia edisi Minggu (4/5/2013).
Dari kisah di atas, dapat dipahami bahwa humor bisa menjaga
kondisi kesehatan fisik, menambah penampilan seseorang lebih
menarik, dan memberikan kebahagiaan dalam hidup.
Mengingat pentingnya humor dalam kesehatan fisik dan psikis,
di dunia Barat banyak sekali program-program TV yang menjadikan
humor sebagai esensi utamanya. Diantaranya adalah program “Home
Funniest Vidio” yang menayangkan kisah-kisah lucu dan humoris yang
menimbulkan pemirsa ketawa. Program ini juga sudah ditayangkan di
TV swasta di Indonesia.
Dari segi etimologi, humor berasal dari kata Latin
(humorem) yang berarti cair atau cairan. Hipokrates
dokter berkebangsaan Yunani (abad keempat SM), yang
dianggap sebagai bapak kedokteran, percaya bahwa kesehatan yang
baik tergantung pada keseimbangan yang tepat dari empat cairan
atau “humor” tubuh, yaitu darah, dahak/lendir, cairan empedu
hitam, dan cairan empedu kuning. Keempat cairan ini untuk
beberapa abad dianggap menentukan temperamen seseorang
(Martin, 2007).
Humor sebagai kata benda artinya kejenakaan dan kelucuan.
Humor juga berarti gambaran keadaan yang menyenangkan. Humor
sebagai kata kerja artinya menyenangkan hati dan menghibur
(Echols dan Shadily, 1993). Menurut Wojowasito dan Wasito
(1980) dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia dan IndonesiaInggris, humor artinya suasana hati. Dalam bahasa Arab humor
disebut fakahah yang memiliki akar kata fakiha-yafkahu-fakahatan,
yang artinya berjenaka dan berkelakar (kata kerja), lucu dan lawak
(kata benda). Akar kata fakaha juga memiliki arti ‘bersenda gurau”
(Yunus, 2007). Dalam istilah Jawa kita mengenal ‘guyon parikeno’.
Dengan demikian dapat disimpulkan, dari segi bahasa humor
memiliki arti yang beragam, yaitu jenaka, lucu, suasana hati, kelakar,
lawak, senda gurau, sesuatu yang menyenangkan dan menghibur.
Dari kajian literatur yang penulis lakukan, terdapat beberapa
definisi humor. Max Eastman (dalam Martin, 2007) mengartikan
humor sebagai: a playful, lighthearted activity, yaitu sebuah aktivitas
ringan yang menyenangkan. Chaplin (2005) mendefinisikan humor
sebagai sikap yang menyenangkan, ramah-tamah, baik hati, dan
sopan santun. Pengertian ini menekankan bahwa humor mesti dilakukan untuk menyenangkan orang, namun tetap dalam koridor
sikap yang ramah dan penuh sopan santun. Jika humor keluar dari
tatanan nilai ini, maka humor telah kehilangan nilai. The Oxford
English Dictionary sebagaimana dikutip oleh Simpson & Weiner
(2000) mendifinisikan humor sebagai “the quality of action, speech,
or writing which excites amusement; oddity, jocularity, facetiousness,
comicality, fun”. Artinya kualitas tindakan, ucapan, atau tulisan
yang menggairahkan hiburan, keanehan, kejenakaan, kelucuan,
dan kesenangan. Humor juga berarti “the faculty of perceiving
what is ludicrous or amusing, or of expressing it in speech, writing,
or other composition; jocose imagination or treatment of a subject”.
Artinya kemampuan atau kecakapan memahami sesuatu yang
menggelikan atau lucu, atau kemampuan mengungkapkan hal
ini dalam pidato, tulisan, atau komposisi lain, imajinasi jenaka
atau pengobatan subjek.
Menurut Sheinowiazt dalam Sunarto (2012) humor adalah
kualitas yang bersifat lucu dari seseorang yang menggelikan
dan menghibur. Artinya esensi humor itu adalah sesuatu yang
membuat orang lain tertawa dan terhibur. James Dananjaya
dalam Sunarto (2012) mendefinisikan humor sebagai sesuatu yang
dapat menimbulkan atau menyebabkan pendengarnya merasa
tergelitik perasaan lucunya, sehingga terdorong untuk tertawa.
Dikatakan menggelitik sebab humor bisa muncul dari hal-hal
yang berupa kejutan, keanehan, kejanggalan, keusilan, kenakalan,
ketidakmasukakalan, dan sebagainya.
Dari beberapa pengertian humor ini di atas, dapat
disimpulkan bahwa humor adalah lelucon atau jenaka yang dapat
menimbulkan rasa senang dan terhibur bagi pendengarnya dengan
materi yang berasal dari peristiwa atau kejadian dalam kehidupan
kita sehari-hari. Jenis-Jenis Humor
Jenis-jenis humor dapat dibedakan dari bagaimana humor itu
dibentuk atau diciptakan. Menurut Morison (2008) ada 9 (sembilan)
jenis humor sebagai berikut.
1. Exaggeration (berlebihan), yaitu humor yang menggunakan
kata-kata yang berlebihan, termasuk karakteristik fisik, data,
perasaan, pengalaman, dan sebagainya.
2. Incongruity (keganjilan). Humor yang menghubungkan dua
hal yang berlawanan berlaku umum, kurangnya hubungan
rasional antara satu dengan lainnya dari suatu benda, orang,
ide atau ke lingkungan.
3. Surprise (kejutan). Humor yang memanfaatkan kejadian
atau fakta yang tak terduga seperti pikiran, perasaan, atau
peristiwa.
4. Slapstick (dagelan). Bentuk humor yang tergantung
pada efek dari sesuatu yang riuh dan lucu
dalam bentuk aktivitas fisik yang sering disertai
dengan humor verbal.
5. Absurd (konyol). Humor yang tidak memiliki alasan yang
kuat, sehingga dianggap bodoh atau konyol, tidak cocok
dengan akal sehat, termasuk omong kosong, yang tidak masuk
akal sebab tidak menggunakan logika dan bahasa logis, yang
timbul dari keganjilan realitas, fantasi, dan imajinasi.
6. Human predicaments (keadaan sulit/bahaya dari manusia).
Humor yang menggambarkan situasi dengan karakter yang
jelek atau baik, termasuk humor superioritas dan degradasi,
yang didasarkan pada pembesaran diri atau pelepasan
permusuhan melalui kegagalan atau kemalangan orang lain.7. Ridicule (ejekan). Humor yang menggoda dan mengejek
orang lain atau diri sendiri, misalnya ejekan terhadap
seseorang, adat istiadat dan lembaganya.
8. Defiance (pembangkangan). Humor yang dilakukan dengan
menunjukkan sikap permusuhan atau agresi melalui
pemberontakan, termasuk pelanggaran konvensi, perbuatan
yang secara norma sosial tidak dapat diterima oleh orang
dewasa, ungkapan ide terlarang, dan pelanggaran otoritas
orang dewasa.
9. Verbal humor (humor verbal). Humor dengan cara
memanipulasi bahasa melalui permainan kata, lelucon,
nama-panggilan, dan sejenisnya, dalam bentuk positif atau
negatif.
Katagorisasi humor juga diberikan oleh Monrro dalam Suganda
sebagaimana dikutip Sunarto (2012), yang menyebutkan ada 10
(sepuluh) jenis humor.
1. Pelanggaran terhadap sesuatu yang biasa, seperti tamu
mempersilahkan duduk tuan rumah. Atau kalau biasanya
membuka pelajaran dengan kata-kata formal, “Selamat pagi
anak-anak?” coba sekali waktu diubah dengan kata-katan
tidak resmi. Misalnya dengan “Selamat pagi murik-murik”,
sebagaimana logat Malaysia yang diucapkan gurunya UpinIpin.
2. Pelanggaran terlarang atas sesuatu atau peristiwa yang biasa.
Dalam proses pembelajaran bisa terjadi misalnya ketika
siswa harus menjawab sebuah soal yang secara logika hanya
membutuhkan waktu tidak lebih dari 1 menit. Maka untuk
humor guru bisa mengatakan, “Kira-kira 1 jam cukup untuk
menjawab soal ini?”
3. Ketidaksenonohan, seperti anak kecil yang memarahi orang
tua. Dalam proses pembelajaran mungkin ini tidak layak
untuk dilakukan. Namun kalau itu terjadi dalam sebuah
ilustrasi cerita yang diberikan guru yang menggambarkan
perilaku anak yang kurang baik atau tidak sopan boleh saja
dilakukan.
4. Kemustahilan, seperti narasi tentang enam ekor gajah yang
menaiki sebuah mobil VW. Guru bisa juga memberikan
sebuah pertanyaan kepada siswa yang kontroversial.
Misalnya, “Anak-anak apa yang akan terjadi jika orang gila
di luar itu tiba-tiba masuk ke dalam kelas dan mengajar kita
semua?”
5. Permainan kata, seperti RCTI yang diplesetkan menjadi
Rame-rame Ceritanya, Terpotong Iklan. Atau J.A.K.A.R.T.A
yang diartikan Jambret Ada, Koruptor Ada, Rampok Tentu
Ada.
6. Bualan, seperti narasi tentang seorang anak kecil yang berani
mengarungi samudera; atau cerita anak kecil yang mampu
melempar sapi gemuk hingga jauh dan menyangkut di
pohon.
7. Kemalangan, seperti narasi tentang tokoh yang dengan cara
pembagian apa saja ia tidak pernah mendapat bagian.
8. Pengetahuan, pemikiran, dan keahlian, seperti pelawak
yang berbicara dengan logat bahasa penontonnya.
Dalam pembelajaran sering kali jika guru mau sekali-kali
menggunakan bahasa gaul yang sering digunakan anak-anak
akan menjadi bahan humor tersendiri. Misalnya, sekarang
guru memanggil siswa didik dengan, “Ayo Coe, silahkan
kamu maju Coe!”
9. Penghinaan terselubung, seperti cemoohan tidak langsung
terhadap tokoh yang berambut keriting. Dalam konteks
humor misalnya guru bisa saja mengatakan: “Ayo kamu boleh
menjawab sesegera mungkin, tanpa harus menunggu kamu
selesai meluruskan rambut”, ungkap guru kepada muridnya
yang berambut kribo.
10.Pemasukan sesuatu ke dalam situasi lain, seperti tuturan
penumpang pesawat terbang yang takut terserempet
bus kota. Atau juga misalnya mencontohkan perilaku
penumpang pesawat terbang seperti penumpang angkot.
Seperti melambaikan tangan sambil mengatakan “Kiri-kiri,
aku turun di depan!”
Lebih sederhana, Martin (2007) menyebutkan ada tiga jenis
humor sebagai berikut.
1. Jokes/lelucon atau dagelan, yaitu humor yang telah
dipersiapkan lebih awal dan dihafalkan kemudian
disampaikan kepada orang lain. Sebagai contoh adalah stand
up comedy yang disiarkan oleh stasiun televisi swasta.
2. Spontaneous conversational humor, yaitu humor yang terjadi
secara spontan dalam percakapan atau dialog, yang meliputi
tiga bentuk yaitu anecdotes/anekdot, wordplay/permainan
kata, dan irony/ejekan.
3. Accidental or unintentional humor, yaitu humor yang terjadi
secara kebetulan atau tidak disengaja. Bentuk humor ini
dibagi menjadi dua, yaitu dalam bentuk fisik, misalnya gerak
tubuh dan cara seseorang memperagakan sesuatu dengan cara
yang lucu, dan bentuk bahasa, misalnya cara menyebutkan
atau mengucapkan kata-kata yang salah namun justru menjadi
lucu.Humor sering diungkapkan dalam bentuk lawakan. Lawakan
dari segi komponen kebahasaan yang digunakan memiliki jenis dan
klasifikasi tersendiri. Dalam hal ini Rahardi (2011) menyebutkan
ada 6 (enam) klasifikasi lawakan, yaitu lawakan plesetan, lawakan
malapropis, lawakan silap lidah, lawakan jargon, lawakan estetis,
dan lawakan konatif. Masing-masing jenis klasifikasi, dengan
merujuk ke Rahardi (2011), akan diuraikan secara singkat sebagai
berikut.
1. Lawakan plesetan, yaitu lawakan dengan cara kata-katanya
diplesetkan. Jenis ini kadang disebut puns atau plays on words.
Contohnya adalah UPI (Universitas Pendidikan Indonesia)
Bandung yang diplesetkan menjadi Universitas Padahal IKIP.
Nama warung soto di Solo: Niki Sotokumura. Ada juga dalam
bentuk tebak-tebakan (Jawa: bedhekan). Contohnya: Ayam
apa yang pernah jadi raja? Ayam Wuruk, raja Majapahit.
Ayam apa yang pemaaf? Ayam sorry.
2. Lawakan malapropis, bentuk lawakan yang dibuat dengan
cara menyelipkan kata-kata atau ungkapan-ungkapan
tertentu di tengah-tengah susunan atau formula bahasa yang
sudah mapan keberadaannya. Contoh: “Alon-alon waton
on time”, yang merupakan plesetan dari filosofi Jawa “Alonalon waton kelakon”. KUHP yang dalam bidang hukum
merupakan singkatan dari ‘Kitab Undang-undang Hukum
Pidana’ diplesetkan menjadi ‘Kasih Uang Habis Perkara’.
3. Lawakan silap lidah, bentuk lawakan yang disusun dengan
mempermainkan urutan kata-kata. Dalam bahasa Inggris
disebut dengan tongue twister (silap lidah). Contoh: ‘lor
ril dul ril’ (utara rel dan selatan rel), ‘tuku gandul lan susu’
(membeli buah kates/pepaya dan susu). Kalimat ini jika
diucapkan dengan cepat bisa menjadi bahan lawakan.
4. Lawakan jargon, bentuk lawakan yang dilakukan melalui
pemanfaatan jargon-jargon bahasa, misalnya bahasa gaul.
Contoh: Sebenarnya aku pingin pergi MALMING (malam
minggu) ini, tapi kok lagi MAGER (malas gerak). ‘Jambore enam
anjas ye’ yang maksudnya ‘jam enam aja ya’. Contoh lainnya
adalah penggunaan bahasa ‘walikan’ yang amat populer di
daerah Malang Jawa Timur. Contoh: ‘Kera Ngalam’ maksudnya
‘Arek Malang’.
5. Lawakan estetis, lawakan yang disusun dengan memakai
bentuk-bentuk bahasa khusus yang memiliki persamaan
bunyi, atau mungkin memiliki persamaan akhir tertentu
yang memang indah didengar lantaran bunyinya yang
memang ritmis. Contoh: Slogan warung ‘rasa bintang lima,
harga kaki lima’. Everyday is Sunday in BALI. Atau motto
produk tertentu, seperti SUNSILK, Rasakan Kilau Rambut
Sehat; PHILIPS, Terus Terang Terang Terus.
6. Lawakan konatif, lawakan yang memiliki fungsi memerintah
atau menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu atau
untuk berbuat sesuatu. Contoh: Bentuk jenaka pada kaus
Dagadu ‘Malioboro, Beringharjo, Bakpia Pathok, Ngasem
Warung Manuk, Monggo-Monggo Follow Me Aja! Atau
contoh lain: ‘welcome to Yogyakarta, tourist yes, terrorist no!
Perlu dicatat, dalam kehidupan sehari-hari jenis humor tidak
hanya terbatas pada jenis-jenis humor sebagaimana disebutkan di
atas. Apapun jenisnya dan bagaimanapun humor itu terjadi, selama
ia bisa menimbulkan tawa dan membuat orang lain merasa senang
dan terhibur, maka ia dapat disebut humor. Kadang kita menjumpai
berbagai perilaku, tindakan, perkataan, dan ujaran, yang tanpa
disengaja oleh pelakunya, ternyata mempunyai nilai humor yang
sangat tinggi. Bisa jadi tindakan itu sangat jenaka, dan lucu, sebab tanpa disadari keluar dari kewajaran, atau menerjang logika umum.
Pertanyaan yang muncul adalah, apa ciri-ciri humor yang
bagus? Humor yang bagus, menurut Sunarto (2012) memiliki tiga
ciri utama, yaitu:
1. Humor yang tidak hanya sekadar mengajak untuk tertawa
terbahak-bahak, namun lebih dari itu, misalnya humor
selalu dikaitkan dengan materi pembelajaran yang sedang
berlangsung.
2. Humor yang mampu membuat orang terpancing untuk
tertawa atas materi dan tidak selesai sampai di situ saja, namun
memberikan kesan yang lebih dalam bagi orang lain.
3. Humor yang baik memiliki pemaknaan mendalam
menyangkut filosofi hidup dan keberagamaan.
Selain itu, ada yang lebih penting lagi untuk mengatakan
humor itu bagus atau tidak, yaitu humor yang tidak merendahkan,
menghina, atau melecehkan seseorang; humor yang tidak
melanggar hal-hal yang berbau SARA alias Suku, Agama, Ras,
dan Antargolongan. Humor yang tidak membikin orang lain jadi
tersingung serta murung. Humor yang tidak bikin orang lain jadi
marah serta resah (Gamal Komandoko, 2009).
Perlu diingat, dalam menciptakan sebuah humor jangan sampai
terjadi maksud hati bercanda dengan humor, namun malah berakibat
yang tidak baik, misalnya keretakan persahabatan atau hubungan
silaturahim antar sesama. Oleh sebab itu, materi humor tidak boleh
bebas dari etika, norma, dan nilai-nilai kemanusiaan yang mesti
dijunjung dan diterapkan dalam kehidupan individu dan sosial.
Bukan humor jika ia sudah keluar dari etika kemanusiaan.
Proses Terjadinya Humor
Dalam artikel Psikologi Humor, Martin (2007) menyebutkan
bahwa proses terjadinya humor disebabkan oleh empat faktor, yaitu
yaitu: (1) konteks sosial, (2) proses kognitif-perseptual, (3) respons
emosional, dan (4) ekspresi vokal-tingkah laku tawa. Masing-masing
proses ini akan diuraikan secara singkat sebagai berikut.
1. Social context/konteks sosial. Humor pada dasarnya merupakan
fenomena sosial. Kita lebih sering tertawa dan bercanda ketika
bersama orang lain dibandingkan ketika kita sendirian (Martin
dan Kuiper, 1999; Provine dan Fischer, 1989). Orang kadangkadang tertawa ketika mereka sendirian, seperti saat menonton
acara komedi di televisi, membaca lucu buku, atau mengingat
pengalaman pribadi lucu. Dalam konteks sosial ini, esensi
proses humor adalah sebuah cara untuk berinteraksi dengan
orang lain.
2. Cognitive-perceptual process/proses kognitif-perseptual.
Selain dalam konteks sosial, humor juga terjadi sebab proses
kognitif-perseptual. Untuk menghasilkan sebuah humor,
seseorang perlu melakukan proses kognitif mulai dari ingatan
(memory), ide, kata-kata, sampai kepada bentuk verbal dari
humor yang akan disampaikan. Proses kognitif ini bisa
dilakukan melalui proses persepsi yang meliputi penglihatan
atau pendengaran.
3. Emotinal response/respon emosional. Respon kita terhadap
humor bukan sekedar proses intelektual atau kognitif, namun
juga melibatkan proses emosi. Kajian dalam bidang psikologi
menunjukkan bahwa stimulus atau rangsangan dari sebuah
humor berpengaruh terhadap meningkatnya suasana hati
yang lebih baik (Szabo, 2003). 4. Vocal-behavioral expression of laughter/ ekspresi vokaltingkah laku tawa. Humor dapat diekspresikan melalui vokal/
suara atau tingkahlaku menghasilkan kesenangan dalam
bentuk tawa atau senyum. Esensi tawa adalah cara seseorang
mengungkapkan atau mengkomunikasikan sebuah fakta
kepada orang lain yang menyebabkannya tertawa atau
tersenyum. Sebagai contoh, perilaku Mr. Been itu adalah
bentuk humor yang diekspresikan melalui tingkah laku.
Untuk menghasilkan sebuah humor yang berkualitas, dalam
arti humor yang membuat orang lain merasa senang dan terhibur,
seseorang perlu memahami ke empat proses ini di atas dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjadi
orang yang memiliki rasa humor yang tinggi, tidak terjadi secara
tiba-tiba, namun melalui proses dan tahapan tertentu, yang notabene
proses ini bisa ditingkatkan melalui pembiasaan.
Manfaat Humor
Corey (2008) menyebutkan bahwa humor memiliki manfaat
emosional baik positif maupun negatif yang bisa membawa sebuah
perubahan. Dalam konteks ini, Ellis (1997) mengatakan bahwa
ketika orang merasa terganggu secara emosional, mereka biasanya
kehilangan rasa humornya dan akan membawakan diri mereka
terlalu serius. Artinya, rasa humor bisa memberikan kestabilan
emosional sehingga ia bisa membawakan dirinya dengan lebih
rileks, santai, dan percaya diri.
Rahardi (2011) dalam bukunya Humor Ada Teorinya,
menyebutkan manfaat humor sebagai berikut.
1. Humor atau jenaka dapat mengendurkan dan menurunkan
intensitas sebuah maksud yang sangat keras dan mungkin kasar sekalipun, sehingga pada akhirnya terwujud
keharmonisan.
2. Humor dapat menjadi media atau cara menyampaikan kritik
dan saran secara efektif. Kritk dan saran tidak selayaknya
disampaikan dengan terlampau kasar dan terlalu kaku.
Demikian juga kritik tidak mesti disampaikan dengan cara
terlalu transparan, dengan terlalu gamblang, dengan terlalu
kentara kasarnya, atau dengan cara kejam.
3. Humor dapat menetralkan suasana atau situasi.
4. Humor dapat menyelesaikan masalah-masalah kehidupan,
bahkan masalah yang sulit dan pelik sekalipun, dengan
tanpa melewati sejumlah kekerasan, tanpa harus melewati
proses cerca-mencerca, yang kadang justru menegangkan
dan menyakitkan.
Menurut penulis, humor memiliki banyak manfaat baik secara
fisik maupun psikis.
1. Secara fisik, humor dapat menjadikan kita awet muda.
Orang yang humoris cenderung awet muda sebab ia bisa
menghilangkan beban-beban kehidupannya melalui humor.
Dengan banyak membaca humor dan tontonan-tontonan
yang humoris kita akan bisa sejenak melupakan beban
pikiran, dan segala macam keruwetan hidup lainnya.
2. Humor dapat membuat badan sehat dan enerjik sebab
terbebas dari gangguan-gangguan pikiran.
3. Humor dapat meningkatkan kondisi kesehatan mental
seseorang. Dalam konteks ini, Daradjat (2001) mengatakan
bahwa orang yang sehat mental adalah orang yang terhindar
dari gejala-gejala neurosis, psikosis, mampu menyesuaikan diri, mengembangkan diri, dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi secara mandiri.
4. Humor dapat menghilangkan ketegangan dan mencairkan
suasana. Kondisi yang tegang akan mudah mencair sebab
ada humor.
5. Humor dapat mempererat persahabatan. Makna persahabatan
semakin meningkat ketika seseorang dapat menampilkan
humor dalam pergaulannya.
6. Humor juga dapat mendatangkan uang. Beberapa tokoh
komedi bisa menjadi populer dan kaya dari humor yang
mereka tunjukkan. Ingat Mr. Been.
7. Humor dapat memecahkan kebekuan, menciptakan
keakraban, mengatasi kejenuhan, serta mengeratkan