Selasa, 11 Februari 2025

penggulingan sukarno 6


 gustus 1950 tuntutan yang mendapat dukungan yang sangat luas berhasil 

dengan dihapuskannya negara-negara bagian RIS satu demi satu dan 

diwujudkannya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan satu pemerintah 

pusat yang berkedudukan di Jakarta. Perjuangan buruh berlanjut dengan 

tuntutan pembatalan Persetujuan KMB. Tuntutan ini mendapat dukungan 

luas di kalangan kaum buruh dan massa rakyat. Setelah membayar sekitar 4miliar gulden antara tahun 1950 —1956, Indonesia secara sepihak 

membatalkan persetujuan KMB.

Dengan modal kekuatan SOBSI cabang Surakarta dan Jogjakarta dan 

beberapa Serikat Buruh (SBG, SBTI, SBKA, SB Mobil, SB Kehutanan, Sarbupri

dan lain-lain) dan berpedoman pada tugas pokok yang telah ditentukan 

dalam Kongres Nasional I SOBSI ialah: untuk menggalang persatuan kaum 

buruh guna memperjuangkan perbaikan nasib, hak-hak demokrasi dan 

kemerdekaan tanah air sepenuhnya, maka dalam waktu yang singkat dapat 

dibangun serikat-serikat buruh vertikal dan cabang-cabang SOBSI di seluruh 

Indonesia.

Untuk perbaikan nasib, SOBSI mengajukan tuntutan tunjangan lebaran 

sebanyak satu bulan gaji kotor bagi semua buruh negeri dan swasta, baik 

bagi buruh tetap dan buruh harian. Tuntutan ini terbukti dipenuhi, 

sekalipun tidak sepenuhnya. Dalam waktu hampir setahun sesudah 

pembangunan kembali SOBSI telah dapat menghimpun tidak kurang dari 25 

serikat buruh vertikal dan serikat buruh lokal yang kesemuanya meliputi 

anggota tidak kurang dari 2.500.000 orang buruh.

September 1950 berlangsung pemogokan besar buruh perkebunan di 

bawah pimpinan Sarbupri menuntut kenaikan upah. Pemogokan ini menang. 

Ini meningkatkan kesadaran buruh berorganisasi. SOBSI giat 

menyelenggarakan pendidikan kader serikat buruh, memberantas buta 

huruf di kalangan buruh perkebunan, kehutanan dan industri lainnya. 

Untuk penerangan dan pendidikan juga menerbitkan majalah "Bendera

Buruh". Anggota SOBSI juga menerbitkan "Suara SBKA", "Suara Sarbupri",

dan lain-lain.

Sesudah berhasilnya tuntutan pembatalan Persetujuan KMB, tuntutan 

berkembang jadi untuk pembebasan Irian Barat dari kolonialisme Belanda. 

Berlangsung berbagai macam kegiatan kaum buruh, mulai dari mengajukan 

resolusi-resolusi kepada pemerintah, melakukan aksi-aksi rapat umum dan 

demonstrasi-demonstrasi. Amerika Serikat jadi terlibat dalam masalah 

penyelesaian sengketa Indonesia—Belanda mengenai Irian Barat. Aksi-aksi 

kaum buruh Indonesia mendapat simpati dan solidaritas dari kaum buruh 

semua benua. Berkat dukungan GSS, solidaritas kaum buruh jadi meluas ke 

semua benua. Sebagaimana solidaritas kaum buruh sedunia menghadapi 

masalah nasionalisasi Terusan Suez dan melawan agresi Inggris —Perancis 

dan Israel tahun 1956, kaum buruh Asia—Afrika memberikan solidaritasnya 

terhadap kaum buruh Indonesia untuk pengembalian Irian Barat ke 

pangkuan Indonesia. Solidaritas ini ditunjukkan oleh kaum buruh 

pelabuhan dan pelayaran Birma, Sri Langka, Mesir, Italia, Perancis, Belanda,

yang turut memboikot kapal-kapal Belanda. Solidaritas ditunjukkan pula 

oleh kaum buruh dan rakyat negeri-negeri sosialis Uni Sovyet dan Eropa 

Timur.

Aktivitas gerakan buruh Indonesia di bawah pimpinan SOBSI mendapat 

perhatian internasional. Ini dibuktikan dengan banyak fungsi internasional 

yang telah dipegang oleh serikat-serikat buruh Indonesia. Njono, Sekretaris 

Jenderal SOBSI, dipilih menjadi Wakil Presiden GSS. Sugiri, anggota Sentral 

Biro SOBSI, menjadi Sekretaris GSS, yang kemudian digantikan oleh Setiati 

Suras to. Wakil Ketua Dewan Nasional SOBSI. Tjugito, Sektretaris Dewan 

Nasional SOBSI terpilih sebagai Presiden Serikat Buruh Agraria dan 

Kehutanan Sedunia. Wakil-wakil serikat buruh Indonesia selalu 

diikutsertakan dalam persidangan badan-badan internasional dari PBB

sebagai wakil GSS, seperti dalam ILO, Ecafe, Ecosoc, Unesco, dan sebagainya.

Aksi-aksi kaum buruh dan massa rakyat mendukung pemerintah Bung 

Karno melancarkan perjuangan untuk pengembalian Irian Barat kian 

menggelora. Lewat perjuangan diplomatik yang ditempuh pemerintah, dan 

lewat "jalan lain" yang diserukan Bung Karno, maka Irian Barat kembali ke 

bawah naungan kedaulatan Republik Indonesia.

Berbagai keputusan politik yang sangat strategis telah pula dikeluarkan 

oleh pemerintah Bung Karno pada tahun 1957 sampai dengan 1959, antara 

lain: perjuangan pembebasan Irian Barat, pembatalan Persetujuan Konferensi

Meja Bundar, ambil alih/nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda, 

dan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959; Konstituante dibubarkan, dan 

Undang-Undang Dasar 1945 diberlakukan kembali sebagai landasan 

konstistusional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sistem politik liberal 

ditinggalkan, dan dimulai sistem politik yang dikenal dengan Demokrasi

Terpimpin.

Dalam pada itu. Perang Dingin kian berkecamuk di Asia. Puncaknya 

adalah Perang Vietnam dengan pengerahan seperempat juta pasukan 

Amerika untuk membasmi komunis Vietnam dan Indocina. Perang Dingin 

merasuk juga ke dalam gerakan buruh nasional dan internasional. Di bidang 

internasional, dengan rekayasa CIA terbentuklah organisasi International

Confederation of Free Trade Unions (ICFTU) yang anti komunis untuk 

menandingi WFTU (GSS).

Di Indonesia, 21 September 1962, atas prakarsa Angkatan Darat dengan 

petugasnya Brigjen. Suhardiman S.E. dan Brigjen. Djuhartono dibentuk 

Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) untuk menghadapi 

SOBSI. Aslinya, menurut gagasan Suhardiman, yang akan dibentuk adalah 

Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia. Tokoh SOKSI, Suhardiman,mengakui bahwa pembentukan SOKSI adalah untuk mencegah kemenangan 

PKI dalam pemilihan umum yang akan berlangsung. Diramalkan banyak 

pihak, bahwa jika berlangsung pemilihan umum, PKI akan mendapat 

kemenangan besar. Maka kekuatan kanan Angkatan Darat dengan 

dipelopori Nasution menuntut ditundanya pemilihan umum untuk enam 

tahun. Pemerintah Djuanda memutuskan untuk menunda pemilihan umum.

SOKSI tampil memandulkan gerakan buruh di Indonesia. Dengan 

menghimpun 97 organisasi massa non-partisan dan Lembaga Swadaya 

Masyarakat (LSM) dan membentuk Sekretariat Bersama Golongan Karya 

(Sekber Golkar), inti kekuatan pokok ialah SOKSI, Kosgoro, MKGR, yang 

diketuai oleh Brigjen. Djuhartono, dengan restu Menteri Panglima Angkatan 

Darat Jenderal A. Yani.

Suhardiman, tokoh pendiri SOKSI, mengakui bahwa didirikannya SOKSI 

adalah untuk mencegah kemenangan PKI dalam pemilihan umum. Konsep 

karya dan kekaryaan ialah melumpuhkan gerakan buruh Indonesia. Konsep 

ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perjuangan buruh di dalam 

perusahaan negara, perusahaan yang diambil alih dan perusahaan vital 

lainnya. Berdasarkan konsep karya dan kekaryaan inilah dihapus istilah 

“buruh" dan menggantinya dengan istilah “karyawan", dengan dalih 

perjuangan melawan Belanda sudah berakhir, perusahaan Belanda di 

Indonesia sudah diambil alih, dan istilah “buruh" sudah tidak tepat lagi, 

perlu dicegah dan ditiadakan perjuangan kelas.

Tanggal 17—25 September 1964 di Jakarta berlangsung Kongres Nasional 

IV SOBSI. SOBSI telah jadi organisasi buruh terbesar. Telah tergembleng 

dengan mengatasi berbagai tantangan seperti reaksi dalam luar negeri, dan 

sesudah “Peristiwa Madiun" menghadapi Peraturan Kekuasaan Militer Pusat 

No.1/1950 dan Undang-Undang Darurat No.16/1951 yang berisi larangan 

dan membatasi hak mogok, menghadapi Razia Agustus pemerintah 

Sukiman tahun 1951 yang melakukan penangkapan atas banyak pimpinan 

gerakan buruh, dan dilakukannya SOB (Staat van Oorlog en Beleg) yang 

mengekang hak-hak demokrasi, membatasi kebebasan mogok kaum buruh.

Di bawah pimpinan SOBSI, kaum buruh Indonesia telah memainkan 

peranan sangat penting dalam aksi pengambilalihan perusahaan-perusahaan 

milik kapital asing, kapital Belanda pada masa aksi pengembalian Irian Barat. 

1 Mei 1963, pemerintah Belanda menyerahkan Irian Barat kepada 

pemerintah Indonesia. Selanjutnya gerakan buruh berkembang meningkat 

menghadapi kapital Amerika Serikat. Puncaknya sampai pada pengambil 

alihan kapital perusahaan minyak Amerika Caltex dan Stanvac.Di bawah pimpinan Bung Karno, pemerintah mengeluarkan kebijakan 

UU No.86/1958 tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, 

termasuk sektor pertambangan. Selain itu. Bung Karno memberlakukan UU 

Nomor 44 Tahun 1960 yang mempertegas pengelolaan minyak dalam 

kontrol negara. Kaum buruh di bawah pimpinan SOBSI dengan gairah 

m endukung politik anti imperialisme Amerika Serikat Bung Karno. Politik 

ini mencapai puncaknya: 26 Maret 1964, dalam suatu rapat umum. Bung 

Karno menyatakan: "Go to hell with your aids!" yang ditujukan kepada 

Amerika Serikat. Di Indonesia bergelora suasana anti Amerika. Kelas buruh 

Indonesia di bawah pimpinan SOBSI merupakan kekuatan pokok dalam 

gerakan anti Amerika ini. 7 Januari 1965, Indonesia menyatakan keluar dari 

PBB.


PADA awal abad XX di Indonesia mulai lahir kecambah gerakan nasional. 

20 Mei 1908 di Jakarta, atas inisiatif Dr. Wahidin Soedirohoesodo terbentuk 

organisasi Boedi Oetomo, yang bercita-citakan memajukan pendidikan. 

Keanggotaannya terdiri dari para intelektual, pegawai negeri, mahasiswa 

kedokteran, yang pada umumnya berasal dari kalangan bangsawan feodal 

Jawa yang berpikiran maju.

Baru mulai tahun 1930 Boedi Oetomo menerima anggota yang berasal dari 

luar Jawa. W alaupun komposisi kelas keanggotaan organisasi ini tidak 

meliputi kaum buruh dan tani, tapi dalam proses perkembangan situasi 

Indonesia, Boedi Oetomo juga terlibat atau ikut pada gerakan politik, ikut 

Radicale Concentratie pada bulan November 1918. Pembentukan Boedi Oetomo

dinilai sebagai permulaan Kebangkitan Nasional Indonesia. Maka hari itu 

diperingati setiap tahun sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Tahun 1911, di Bogor berdiri Sarekat Dagang Islam. Keanggotaannya 

terdiri dari para pedagang dan pengusaha kecil penganut Islam yang 

mendapat dukungan dari para intelektual Bumiputera.

Diilhami nama Sarekat Dagang Islam, tahun 1912 berdiri organisasi 

Sarekat Islam yang berintikan anggota-anggota dari kalangan pedagang dan 

pengusaha batik Surakarta dan Solo. Pada permulaannya, Sarekat Islam 

dimaksudkan untuk menghadapi persaingan dengan pedagang dan

pengusaha Tionghoa. [Ir. S.J. Rutgers, Indonesie, Het Koloniale System in de

periode tussen de eerste en tweede wereldoorlog,—Indonesia, Sistem Kolonial dalam

periode antara perang dunia pertama dan kedua—Uitgeverij Pegasus Amsterdam, 

1947, halaman 141 — 142].

Pada awal abad XX, penganut Islam di Sumatera Barat mulai 

membangun organisasi. Dari badan kerja sama untuk kebutuhan sehari-hari, 

berkembang sampai lahirnya organisasi yang memperkenalkan cara 

pendidikan yang modern. Atas anjuran Haji Djalaloeddin Thaib, lahirlah 

organisasi Sumatera Thawalib. Dalam perkembangannya, "politik mulai 

masuk dalam sekolah-sekolah Islam Thawalib di Padang Panjang, dan 

terutama komunisme. Satu politik radikal terhadap Belanda ketimbang satu 

ideologi materialisme historis, menyelinap ke dalam kalangan pengikut 

Thawalib.

Salah seorang dari gurunya, Datoek Batoeah memperkenalkan 

komunisme pada tahun 1923, setelah dia kembali dari kunjungan ke Jawa. 

Dia dibantu oleh guru lainnya, Natar Zainoeddin. Kedua-duanya 

menggunakan metode propaganda yang sudah biasa, yaitu tabligh dan 

publikasi-publikasi. Masalah-masalah yang berhubungan dengan Sarekat 

Islam menjadi buah pembicaraan di kalangan mereka, terutama sesudah 

Abdoel Moeis, wakil ketua partai Sarekat Islam pada bagian kedua tahun 

1910-an sering berkunjung ke daerah kampung halamannya untuk 

berpropaganda dan meneliti kepentingan rakyat setempat." [Deliar Noer, 

The Modernist Muslim Movement In Indonesia 1900-1942, Kuala Lumpur 

Oxford University Press, Oxford, New York, Jakarta, second impression, 1978, 

hal.46—48].

Pada 18 November 1912, atas inisiatif Kiai Haji Ahmad Dahlan didirikan 

organisasi Muhammadiyah di Jogjakarta, dengan tujuan menyebarkan Islam 

di kalangan penduduk Indonesia, dan meningkatkan ke-Islaman di kalangan 

anggotanya. Muhammadiyah berwatak kemasyarakatan dan pendidikan. 

Waktu mudanya. Kiai Haji Ahmad Dahlan dapat pendidikan agama Islam di 

Mekah. Kembali dari Mekah, Kiai Haji Ahmad Dahlan mengajarkan 

perubahan-perubahan atas kebiasaan Islam yang berlaku selama ini. 

Termasuk menunjukkan arah kiblat yang benar, yaitu ke Mekah. Tahun 1909, 

Kiai Haji Ahmad Dahlan sudah masuk Boedi Oetomo dengan tujuan 

memberikan pendidikan agama bagi anggota-anggotanya. Muhammadiyah 

cepat berkembang ke luar Jogjakarta.

M enurut Deliar Noer: "Pada permulaan, diperkenalkannya Muhammadi￾yah di Minangkabau mendapat perlawanan dari pihak Sumatera Thawalib

Padang Panjang yang sudah dapat pengaruh komunisme.Sumatera Thawalib Padang Panjang berada di bawah pengaruh 

komunisme 'dalam arti pengaruh politik radikal melawan Belanda, 

bukannya ideologi berdasarkan materialisme dialektis'. Perkembangan ini 

menyebabkan terdapatnya dua kelompok di dalam Thawalib, yaitu 

kelompok yang pro-komunis yang ikut orang komunis berjuang melawan 

Belanda, .... dan kelompok lain yang anti-komunis, yang memusatkan 

dirinya pada perjuangan untuk reform pendidikan tanpa mempersoalkan 

kedudukan Belanda." [Deliar Noer, 1978, hal.77].

Lahirnya kekuatan kiri dalam Thawalib di Padang Panjang adalah berkat 

peranan Haji Datoek Batoeah dan Natar Zainoeddin, yang kemudian 

diasingkan Belanda ke Digul dan dalam perkembangannya menjadi tokoh 

terkemuka komunis di Sumatera Barat.

"Para propagandis Muhammadiyah di pantai Timur Sumatera, yang 

kebanyakan berasal dari Minangkabau sering berkonflik dengan pejabat 

pemerintah setempat atau para pendukung kesultanan yang umumnya 

adalah pengikut mazhab Syafi'i. Gerakan kaum reformis Islam di 

Minangkabau sungguh mempunyai ciri khusus yang sering berjalin dengan 

politik. Banyak pemimpinnya ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah 

Belanda, salah seorang pemimpinnya yang terkemuka adalah Haji Rasoel, 

yang sebenarnya tidak tergabung pada satu organisasi pun, tapi dituduh 

Belanda sebagai membahayakan tata tertib dan keamanan." [Idem, hal.95].

Pemerintah kolonial Belanda memperhatikan perkembangan Sarekat 

Islam. "Haji Agus Salim, anggota Seksi Politik Badan Kepolisian, mendapat 

tugas untuk memasuki dan menyelidiki Sarekat Islam dari dalam. 1915, Haji 

Agus Salim masuk Sarekat Islam, mula-mula tidak begitu dikenal, akhirnya 

tampil sebagai salah seorang anggota pimpinan, terutama mempunyai 

peranan dalam menyusun politik keorganisasian dengan warna Islam." 

[Deliar Noer, Idem, hal.109 —110].

Di samping masuk Sarekat Islam, Haji Agus Salim juga menjadi anggota 

ISDP. [Idem, hal.lll].

Bersamaan dengan itu, prestise Abdoel Moeis meningkat dalam Sarekat

Islam, dalam Kongres tahun 1916 dia dipilih menjadi seorang Wakil Ketua 

Centraal Sarekat Islam. "Bekerja sama dengan Haji Agoes Salim, Abdoel Moeis 

membentuk jaringan dalam Sarekat Islam melawan pengaruh komunisme 

terhadap Sarekat Islam." [Idem, hal.lll].

Sedangkan H.O.S. Tjokroaminoto mempunyai pandangan yang 

berbolak-balik, pandangan yang dualis menghadapi pemerintah kolonial 

Belanda. Di tahun 1912 dia menyatakan bahwa "menurut syari'ah Islam, kita 

harus menaati komando (perintah) pemerintah Belanda, kita harus dengan

tegas setia pada dan mengikuti undang-undang serta peraturan-peraturan 

pemerintah.../' [Idem, hal. 111 — 112].

Di samping itu dia membantah bahwa Sarekat Islam adalah partai politik, 

adalah partai yang revolusioner...." [Idem].

Ciri politik dari Sarekat Islam dirumuskan dalam Deklarasi Prinsip￾Prinisp dan Program Aksi yang disahkan kongres nasional kedua tahun 1917. 

Antara lain dirumuskan: bahwa "Partai menganut agama Islam yang 

'memuja cita-cita demokrasi', sebagaimana halnya 'agama itu sendiri adalah 

untuk mendidik jiwa rakyat'. Dinyatakan bahwa Centraal Sarekat Islam

'berjuang melawan kapitalisme yang haram, yang merupakan sumber dari 

keadaan ekonomi yang kian buruk dewasa ini'. Salah satu pasal dari 

Program Aksi menyatakan tuntutan untuk 'mendirikan Dewan-Dewan 

Daerah, sebagai perpanjangan hak-hak Voksraad (Dewan Rakyat yang 

didirikan pemerintah Belanda) dengan tujuan untuk mengubahnya menjadi 

badan perwakilan rakyat yang sungguh-sungguh." [Idem, hal. 115].

Perbedaan pendapat penting terjadi dalam Sarekat Islam mengenai 

keikutsertaan Sarekat Islam dalam Volksraad (dewan rakyat yang dibentuk 

pemerintah kolonial Belanda). Berbeda dengan Abdoel Moeis dan Haji 

Agoes Salim, Semaun, salah seorang pemimpin Sarekat Islam dari Semarang 

berpendapat, bahwa "Volksraad adalah semata-mata satu pertunjukan 

omong-kosong, satu akal-akalan kapitalis untuk membohongi rakyat dengan 

maksud untuk mengeruk laba yang lebih besar."

Tapi Sarekat Islam menyetujui pendapat Abdoel Moeis dan merestuinya 

masuk Volksraad. Masalah ini muncul kembali pada tahun 1918, ketika 

tanggal 23 Februari, ketika Tjokroaminoto diangkat pemerintah jadi anggota 

Volksraad. Tjokroaminoto dan Abdoel Moeis menggunakan Volksraad 

untuk menyuarakan tuntutannya dengan bekerja sama dengan wakil Partai

SDAP, (Sociaal Democratische Arbeiders Partij), Ch. G. Cramer. Dalam 

perkembangan-nya, H.A. Salim pun membalik, menyatakan Volksraad 

adalah hanya komedi omong.

Menjelang pecahnya Perang Dunia pertama, sejumlah pimpinan 

maskapai besar Belanda yang ketakutan akan menyebarnya perang ke 

daerah Indonesia, mengadakan kegiatan bersama mendirikan Badan untuk 

menjalankan Indie Weerbaar Actie (Aksi Ketahanan India). Maksudnya adalah 

menggerakkan dukungan rakyat untuk memperkuat pertahanan Indonesia. 

Mereka minta dukungan pada Sarekat Islam dan organisasi-organisasi 

lainnya seperti Boedi Oetomo dan lain-lain. Dalam Sarekat Islam, Abdoel 

Moeis mempelopori dukungan terhadap aksi ini. Tapi ditentang oleh

Semaoen dari cabang Semarang. Semaoen membawakan suara ISDV yang 

menentang Indie Weerbaar Actie.

Perbedaan pendapat dalam Sarekat Islam muncul lagi dalam hubungan 

dengan gerakan buruh. Kongres III Sarekat Islam tahun 1918, memberikan 

bimbingan untuk memperbaiki syarat-syarat pemogokan, yaitu pemogokan 

hanya dijalankan bila sudah dilangsungkan langkah-langkah damai 

menyelesaikan perselisihan, yaitu dilangsungkannya langkah perundingan.

Para pemimpin Sarekat Islam memasuki berbagai serikat buruh untuk 

memberikan bimbingan-bimbingannya. Dengan demikian, terdapat tiga 

masalah besar yang menjadi pusat pertentangan dalam Sarekat Islam: 

pertama, masalah sikap terhadap Volksraad; kedua, masalah mendukung atau 

menentang Indie Weerbaar Actie; dan ketiga, masalah gerakan buruh.

Para pemimpin Sarekat Islam yang anti-komunis mulai mempersoalkan 

dan mencurigai kegiatan ISDV sebagai kegiatan yang dapat dukungan 

Belanda sebagai cara untuk memecah-belah Sarekat Islam yang 

pertumbuhannya sungguh menimbulkan ketakutan di kalangan Belanda. 

[Idem, hal. 122].

Abdoel Moeis menuduh kedatangan Sneevliet ke Indonesia adalah untuk 

memecah-belah gerakan rakyat Indonesia, sangat membahayakan tanah air, 

karena itu menuntut agar pemerintah mengusir Sneevliet dari Indonesia. 

H.A. Salim dan Sosrokardono, Sekretaris Centraal Sarekat Islam memiliki 

pandangan yang sama. H.A. Salim memandang kegiatan ISDV adalah usaha 

memindahkan perbedaan-perbedaan di Eropa ke Indonesia.

Tjokroaminoto kurang memperhatikan masalah prinsip tentang 

bertentangan atau tidaknya komunisme atau nasionalisme dengan Islam. 

Dia mampu menyesuaikan diri dengan suasana di sekitarnya. Bagi para 

pemimpin non-komunis lainnya dari Sarekat Islam, terutama bagi 

H.A. Salim dan Abdoel Moeis, juga bagi Soerjopranoto, soal ini adalah 

masalah prinsip. Mereka memperjuangkan pemecatan orang-orang komunis 

dari Sarekat Islam. Mereka memperjuangkan pikiran, bahwa anggota partai 

lainnya tak bisa menjadi anggota Sarekat Islam. Bagi para anggota Sarekat 

Islam, ini berarti harus memilih antara keanggotaan Sarekat Islam atau 

dipecat.

Semenjak itu, Sarekat Islam mengambil langkah-langkah disipliner, yang 

sesungguhnya ditujukan terhadap orang komunis. H.A. Salim menjadi 

jurubicara golongan anti-komunis dalam Sarekat Islam. Dengan tangguh 

membela individualisme, H.A. Salim menggunakan ajaran Q ur'an untuk 

menyatakan, bahwa tujuan Sarekat Islam adalah menciptakan tata 

kehidupan politik yang mendatangkan kesamaan dan kebahagiaan bagi

seluruh umat manusia. H.A. Salim membela "individualisme, yang 

memperbolehkan setiap orang mendapatkan kebutuhannya tanpa 

mengganggu kebutuhan dan kebahagiaan orang lain, sedangkan sosialisme 

membikin kesejahteraan dan kebahagiaan setiap orang tergantung pada 

kesejahteraan dan kebahagiaan semua orang."

Menghadapi serangan terhadap orang-orang komunis ini, Semaoen 

berargumentasi, bahwa orang komunis sudah berbuat, mengubah Sarekat

Islam dari yang asalnya adalah partai kapitalis menjadi partai rakyat. Dia 

menyatakan bahwa cita-cita PKI dan Sarekat Islam tidaklah bertentangan. 

Oleh karena itu, dia meminta agar tindakan disipliner terhadap PKI itu tidak 

dijalankan.

Di kala Tjokroaminoto berada dalam penjara. Kongres Sarekat Islam 

tahun 1921, memutuskan menyetujui pendapat H.A. Salim dan Abdoel 

Moeis untuk memecat orang komunis, termasuk cabang-cabang Sarekat 

Islam Semarang, Solo, Salatiga, Sukabumi, dan Bandung.

Sarekat Islam terpecah menjadi SI Putih yang dipimpin H.A. Salim, 

Abdoel Moeis, Surjopranoto, dan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo 

dengan berpusat di Jogjakarta. Dan SI Merah dipimpin Semaoen, Alimin, 

Darsono, yang berhaluan kiri dengan berpusat di Semarang. Tjokroaminoto 

pada mulanya adalah penengah di antara kedua kubu tersebut.

Dalam Kongres SI tahun 1923 di Madiun, diputuskan, menetapkan 

disiplin partai terhadap PKI, mengeluarkan anggota-anggota PKI dari SI, 

menetapkan sikap non-koperasi terhadap pemerintah Hindia Belanda, 

mengubah SI menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia,

Jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya 

pernyataan Komintern yang menentang cita-cita Pan-Islamisme. Pada saat 

kongres SI Maret 1921 di Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil Ketua 

Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan￾Islamisme tidak akan tercapai bila tetap bekerja sama dengan komunis 

karena keduanya memang bertentangan. Di samping itu, Agus Salim 

mengecam SI Merah Semarang yang mendukung PKI.

Darsono membalas kecaman tersebut dengan mengecam beleid Belanda

mengenai keuangan Tjokroaminoto. SI Merah Semarang juga menentang 

pencampuran agama dan politik dalam SI. Oleh karena itu, Tjokroaminoto 

lebih condong ke SI haluan kanan (SI Putih).

KAUM komunis menyelenggarakan Kongres Luar Biasa PKI dan SI Merah 

pada 4 Maret 1923 di Bandung untuk menetapkan langkah selanjutnya 

sehubungan dengan pemecatan yang dilakukan Kongres SI. Kongres dua 

hari di Bandung, dan dilanjutkan di Sukabumi. Hadir dalam kongres ini 

wakil-wakil dari lima belas cabang PKI dan tiga belas cabang SI Merah serta 

tiga belas serikat buruh." [Ruth T.McVey, The Rise of Indonesian Communism,

Cornell University Press, Ithaca, New York, 1965, hal.155].

Pimpinan PKI diwakili hanya oleh Semaoen, Soebakat, dan Soekarsono. 

Sedangkan yang lainnya: Tan Malaka, Bergsma, Harry Dekker,

Gondojoewono, dan Dengah berada dalam penjara atau sedang di luar 

negeri.

Dalam kongres ini, Semaoen dan pimpinan PKI lainnya menyerang 

Tjokroaminoto dan pimpinan Centraal Sarekat Islam. Dinyatakannya, bahwa 

SI tidaklah lagi mewakili kepentingan rakyat; hanyalah PKI yang bisa 

berbuat untuk ini, yang jadi pembela rakyat miskin dan berjuang untuk 

kemerdekaan dari kekuasaan kapitalis asing.

"Haji Misbach dan Sugono menekankan bahwa ajaran-ajaran Marxis 

sama dengan ajaran-ajaran Qur'an, dan PKI berjuang untuk kemerdekaan 

beragama dan membela hak-hak penduduk Muslim Indonesia untuk tak 

dihalang-halangi melakukan ibadah agama. Darsono menyatakan bahwa 

sebelum masuknya kapital asing, rakyat menikmati kemakmuran dan 

keadilan sosial, PKI berjuang untuk kembali ke zaman yang demikian." 

[Idem, hal.155 —156].

Karena SI menggunakan alasan agama untuk menentang komunisme, 

maka dalam kongres ini PKI menyatakan dukungannya pada Islam tanpa 

mencampakkan pendirian, bahwa agama dan politik, tidak bisa dicampur￾adukkan.

Kongres memutuskan untuk membangun cabang SI Merah di mana ada 

SI Putih. Selanjutnya, SI Merah akan menggunakan nama Sarekat Rakyat (SR).

Kongres mengambil resolusi, antara lain: menentang keputusan pemerintah 

mengenai pajak dan sistem kuli kontrak, dan menyatakan bermaksud 

membela kepentingan kaum tani. Untuk bisa efektif menyelesaikan masalah￾masalah tani, diputuskan untuk membentuk Komite Tani pada setiap 

cabang Sarekat Rakyat.

Sarekat Rakyat berkembang pesat, terutama di Jawa Tengah dan Timur. 

Aktivis-aktivis yang bekerja dalam Sarekat Rakyat umumnya adalah para 

pimpinan gerakan buruh yang bergabung dalam VSTP.Pertengahan tahun 1924, PKI dan Sarekat Rakyat menjadi sasaran utama 

serangan pemerintah. Banyak orang non-komunis menjadi korban serangan 

pemerintah. Korban ini mendapat penghargaan di mata rakyat. Ini menjadi 

sebab meningkatnya keanggotaan Sarekat Rakyat. Serangan pemerintah 

terhadap kegiatan PKI dan Sarekat Rakyat mengkhawatirkan pimpinan PKI, 

yang membayangkan akan munculnya larangan melakukan kegiatan.

Jawaban terhadap serangan-serangan pemerintah itu adalah, PKI 

mengurangi jumlah rapat-rapat terbuka Sarekat Rakyat, memusatkan pada 

rapat-rapat kecil. Pada waktu itu, semua rapat dihadiri oleh petugas 

pemerintah dengan mencatat yang hadir dan isi rapat, mengontrol kartu 

anggota para hadirin. Pengunjung rapat kian mengecil, tapi propaganda 

berjalan lebih intensif.

Tanggal 27 dan 28 September 1924, pimpinan PKI menyelenggarakan 

rapat yang memutuskan untuk mengintensifkan pekerjaan di kalangan 

kaum buruh terutama perkebunan, kereta api, perhubungan, pelabuhan, 

pertambangan, dan mengurangi gerakan yang bersifat massal.

Terjadi pergeseran dalam pimpinan PKI dengan tampilnya grup Ali 

Archam. Menurut Ruth McVey, "Ali Archam, menginginkan seharusnya 

partai memimpin aksi-aksi proletariat yang murni untuk tujuan 

mempersiapkan revolusi." [Idem, hal.262].

Maka dipertimbangkan untuk mengubah seksi-seksi Sarekat Rakyat 

menjadi cabang PKI. Tanggal 11 s/d 15 Desember berlangsung konferensi 

khusus di Kutagede untuk membicarakan masalah ini. Hadir 96 utusan dari 

38 Seksi PKI mewakili 1.140 anggota, dan wakil dari 46 cabang Sarekat 

Rakyat mewakili 31.000 anggota. Dalam konferensi ini, Ali Archam 

mempertahankan rencana yang diajukan oleh pimpinan PKI mengenai 

pembubaran Sarekat Rakyat. Dalam kongres ini diajukan tesis Ali Archam 

mengenai "membangun satu partai kelas buruh yang bebas, barisan depan 

yang paling konsekuen."

"Tetapi mempunyai kekeliruan dalam membubarkan organisasi massa 

Sarekat Rakyat yang menampung kaum tani, sesuatu yang seharusnya 

dilakukan adalah memperbesar organisasi Sarekat Rakyat. Sebagai akibat 

selanjutnya, organisasi PKI menjadi kurang meluas dan keanggotaannya 

menjadi terbatas. Gelombang besar kaum tani yang ingin masuk PKI 

menjadi terhalang." [Lembaga Sejarah PKI, Manuskrip 45 Tahun PKI, Bab II].

Pembubaran Sarekat Rakyat mendapat perhatian dari Komintern. 

Sesudah mendengar laporan Semaoen, sidang Komite Eksekutif VI yang 

diperluas Komintern, di Moskow 21 Maret sampai 6 April 1925, mengkritik 

pembubaran Sarekat Rakyat. Tindakan ini menunjukkan bahwa "PKI

belumlah menjadi partai yang benar-benar bersifat proletar/' [Ir. S. Rutgers, 

1947, hal.159].

Pemerintah menindak Sarekat Rakyat dengan melakukan larangan 

terhadap sekolah-sekolah yang didirikannya. Larangan ini mendapat 

perlawanan keras. Maka terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata. Sejumlah 

pimpinan Sarekat Rakyat dan PKI ditangkap dan dipenjarakan. Tahun itu 

juga PKI dan Sarekat Rakyat dinyatakan terlarang, dan kegiatan-kegiatannya 

dinyatakan ilegal.

3. Lahirnya PKI

PADA tanggal 9 Mei 1914, berlangsung rapat pertama penganut paham 

sosialisme, kaum sosial demokrat Indonesia, yang melahirkan Indische Sociaal

Democratische Vereniging (ISDV)—Perhimpunan Sosial Demokrat H india— 

dengan dipimpin oleh Henk Sneevliet.

Dari delapan pasal program ISDV terdapat antara lain rumusan-rumusan 

berdasarkan paham sosialisme: memperjuangkan kemerdekaan atas

kehancuran kapitalisme; kaum buruh dan tani karena senasib harus bersatu 

berlawan; mendidik rakyat dengan pengetahuan sosialisme; dan 

menyebarkan buku-buku sosialisme. Inilah gerakan kiri yang anti-kolonialisme

dan diilhami cita-cita sosialisme.

Dengan program delapan pasal itu, ISDV berusaha mengadakan 

persatuan dengan Sarekat Islam, Budi Utomo, dan Indische Partij. Mulailah 

terdapat kecambah tiga aliran besar dalam masyarakat Indonesia. Sarekat 

Islam mewakili kalangan Islam, Budi Utomo dan Indische Partij kalangan 

nasionalis, dan ISDV kalangan Marxis.

Kemenangan Revolusi Oktober tahun 1917, memberi inspirasi bagi 

gerakan sosialisme dunia. Salah satu pelajaran yang diberikannya adalah: 

keharusan membangun partai tipe baru, yaitu partai yang berdasarkan 

prinsip organisasi sentralisme demokratis. Marxisme dan ajaran tentang partai 

tipe baru menjalar ke Indonesia. ISDV adalah kekuatan kiri yang bercita-citakan

sosialisme, melawan sistem kolonialisme, tapi belum merupakan partai tipe baru.

Gerakan sosialisme internasional berpengaruh pada ISDV. Ketika 

Internasionale II telah merosot menjadi Internasionale kuning, yaitu 

memihak pada borjuasi dalam perang-perang imperialis Perang Dunia 

pertama, kaum sosialis revolusioner dipimpin Lenin mencampakkan 

Internasionale II, dan tahun 1919 mendirikan Internasionale III, yaitu 

Komintern (Internasionale Komunis).

Di Indonesia, dalam ISDV terjadi perpecahan antara kaum sosial￾demokrat yang diwakili J.E. Stokvis dengan kaum sosialis revolusioner 

diwakili Henk Sneevliet. Jadi, perjuangan melawan pandangan sosial 

demokrat (sosialis kanan) sudah berlangsung semenjak dari ISDV.

J.E. Stokvis mengikuti pandangan Internasionale kedua, tidak setuju 

jalan revolusioner yang ditempuh di Russia. J.E. Stokvis takut, kalau jalan ini 

ditempuh di Indonesia, akan membahayakan kedudukan Belanda.

Maka J.E. Stokvis dan kawan-kawannya meninggalkan ISDV, 

membentuk Indische Sociaal Democratische Partij (ISDP)—Partai Sosial 

Demokrat India—dan menjadi cabang Sociaal Democratische Arbeiders Partij

(SDAP)—Partai Buruh Sosial Demokrat—Belanda. SDAP adalah anggota 

Internasionale II. Sedangkan Henk Sneevliet bertahan dalam ISDV.

Sesuai dengan keputusan Komintern agar semua partai sosial demokrat 

mengubah namanya menjadi Partai Komunis, timbul tuntutan dalam ISDV, 

terutama dari cabang Semarang, dengan Semaoen sebagai tokohnya, agar 

ISDV diubah menjadi Partai Komunis. Tapi tuntutan ini ditentang oleh 

C.Hartoch yang ketika itu menjadi Ketua Tahunan ISDV.

Tanggal 23 Mei 1920 berlangsung Konferensi Tahunan VII ISDV. Terjadi 

perdebatan sengit dalam konferensi, antara Semaoen dan Bergsma di satu 

pihak, lawan C. Hartoch di pihak lain. Perbedaan adalah mengenai ikut 

Internasonale II atau Internasionale III. Isinya adalah menyangkut sikap 

terhadap diktator proletariat ajaran Marx, menerima atau menolak diktator 

proletariat, masalah jalan menuju sosialisme; jalan revolusi menggulingkan 

kapitalisme atau jalan mengubah kapitalisme jadi sosialisme; jalan

revolusioner atau jalan reformisme.

Konferensi memutuskan untuk mengubah nama ISDV menjadi 

Perserikatan Komunist di India atau Partij der Komunisten in Indie (PKI) dengan 

hanya mendapat tentangan dari C. Hartogh. Yang terpilih jadi ketua adalah 

Semaoen dan wakil ketua Darsono. Putusan ini direferendumkan lagi 

dengan mengikut-sertakan semua cabang. Hasilnya adalah: 33 setuju, 1 

blanko, dan 2 tidak setuju.

Sesudah terpilih sebagai ketua partai, awal Oktober Semaoen meninggalkan

Indonesia ke Uni Sovyet untuk menghadiri Kongres Rakyat Negeri-Negeri Timur

dan Kongres Kaum Buruh Timur Jauh.

Juni dan Juli 1921, Darsono menghadiri Kongres III Komintern di 

Moskow. [Ruth Thomas McVey, The Rise of Indonesian Communism, Southeast

Asia studies, Yale University, by arrangement with HRAP Press, 1963, hal.129].

Kepergian Semaoen ke Uni Sovyet, menyebabkan pimpinan PKI berada 

di tangan Bergsma dan Tan Malaka—yang baru beberapa bulan masukPKI—sedangkan Darsono sudah berada di Eropa, bekerja untuk Komintern 

dan menghadiri Kongres III Komintern di Moskow. [Idem, hal. 128].

Dalam bulan Desember 1921, berlangsung Kongres Luar Biasa PKI. 

Dalam kongres ini diputuskan secara resmi, PKI bergabung ke dalam 

Internasionale III atau Komintern. Tan Malaka terpilih menggantikan 

Semaoen sebagai ketua partai.

Februari 1922, Tan Malaka ditangkap, dan Maret dibuang ke Belanda.

Tanggal 4 Juni 1922, sekitar sepuluh hari sekembali dari Uni Sovyet, 

Semaoen berpidato dalam rapat yang dihadiri 3000 orang, menyampaikan 

kesannya dari kunjungan ke Uni Sovyet. Dia menyatakan bahwa Lenin 

berpesan: "bagi partai-partai komunis di Asia, janganlah menjiplak taktik 

yang ditempuh oleh Partai Bolsyewik, karena kondisi Rusia tidak sama 

dengan negeri-negeri Asia; haruslah menempuh jalan yang sesuai dengan 

kondisi negerinya sendiri." [Idem, hal.133 —134].

Dalam tahun 1923, perlawanan kaum buruh terhadap penindasan kapital 

meningkat. Aksi-aksi buruh, termasuk berbagai pemogokan yang merugikan 

kapital Belanda. Berlangsung pemogokan besar buruh kereta api dipimpin 

VSTP. Semaoen yang jadi pemimpin pemogokan ditangkap. Dikirim ke 

pembuangan.

Di samping pemogokan, terjadi aksi-aksi melempar granat ke rumah 

pembesar-pembesar Belanda. Termasuk rumah Gubernur Jenderal Fock. 

Aksi-aksi ini mengkhawatirkan kekuasaan kolonial. Para pemimpin PKI 

ditangkap, di antaranya Haji Misbach. 20 Oktober 1923 ditangkap pula Ali 

Archam. 28 Maret 1924 diadili di Pengadilan Negeri Semarang, dijatuhi 

hukum penjara 4 bulan karena tuduhan menghina pegawai negeri. Ali 

Archam naik banding, pengadilan tinggi memutuskan hukuman 6 bulan.

Juni 1924 berlangsung Kongres II PKI di gedung Alhambra Jakarta. 

Kongres mengambil keputusan-keputusan antara lain:

1. Mengubah nama Perserikatan Komunis di India menjadi Partai 

Komunis Indonesia (PKI).

2. Mengesahkan Anggaran Dasar Partai yang baru.

3. Hoofdbestuur disingkat H.B. (CC) dipindahkan dari Semarang ke 

Jakarta.

4. Mengesahkan terjemahan Manifes Partai Komunis dalam bahasa 

Indonesia oleh Partondo.

5. Mengesahkan "Thesis" tentang Masyarakat Indonesia yang disusun 

oleh Sukandar, Kepala Agitprop.

6. Memilih pimpinan sentral PKL Alibasah Winata sebagai ketua, 

Boedisoetjitro sebagai sekretaris, dan Ali Archam, Alimin, serta 

Moesso sebagai komisaris.

Program Partai dirumuskan lebih luas dari program delapan pasal ISDV. 

Program PKI sudah mengandung watak nasional dan menyangkut massa 

yang luas, meliputi program untuk kaum buruh, kaum tani, wanita, pemuda, 

intelektual, dsb. Juga ada program umumnya yang bertujuan membentuk 

pemerintah Sovyet Indonesia. Tujuan perjuangan ialah menciptakan 

masyarakat sosialis, dan sifat perjuangan adalah internasional. [Lembaga 

Sejarah PKI, Manuskrip 45 Tahun PKI, Jakarta, 1965].

Pada tanggal 24 November, lima bulan sesudah berlangsungnya Kongres 

II, Winata ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa orang pimpinan 

sentral lainnya dan pimpinan daerah.

Situasi mendorong untuk diadakannya Kongres III yang berlangsung 

dalam bulan Desember 1924 di Jogjakarta.

Kongres memilih Sardjono sebagai Ketua menggantikan Winata. 

Anggota Komisaris ditambah dengan Mardjohan untuk Semarang, Prawiro 

Sardjono untuk Surabaya, Kusno untuk Bandung, Suwarno untuk Solo, A.B. 

Assor untuk Ternate, Abdul Xarim M.S. untuk Sumatera Timur/Aceh dan 

Sutan Said Ali untuk Sumatera Barat. Kongres ke-III dijiwai oleh fikiran Ali 

Archam mengenai pemberontakan untuk merebut kekuasaan politik.

4. Pemberontakan Nasional 1926,

Sangkakala Revolusi Indonesia

UNTUK menghancurkan PKI, pemerintah kolonial Belanda menyatakan 

pemimpin-pemimpin PKI, Ali Archam, Natar Zainoeddin, Haji Misbach, 

Haji Datoek Batoeah, Mardjohan, dll., sebagai orang-orang yang 

membahayakan ketertiban umum dan harus diasingkan. Penangkapan Ali 

Archam disusul pula dengan penangkapan-penangkapan atas Boedisoetjitro, 

Partondo, Ambijah, Soeradi, Samsi, Soemantri, Soendoro, Rabijah, Ngadino, 

Brotosewojo, dll. Banyak yang dipenjarakan dan ada yang dibuang ke 

pengasingan. Haji Misbach diajukan ke pengadilan. Tahun 1925 dibuang ke 

Manokwari.

Tanggal 25 Desember 1925, PKI melangsungkan konferensi di Candi 

Prambanan. Hadir dalam konferensi ini Sardjono, Boedisoetjitro, Soegono, 

Koesnogoenoko, Najoan, Heroejoewono, Winanta, Gondojoewono, Said Ali, 

Abdoel Moentalip, dan Marco. Sardjono menganjurkan agar diadakan aksibersama, dimulai dengan pemogokan-pemogokan dan disambung aksi 

bersenjata. Kaum tani supaya dipersenjatai dan serdadu-serdadu pun harus 

ditarik dalam pemberontakan. Sesudah konferensi, oleh Hoofdbestuur PKI 

dibentuk Comite Pemberontakan (CP) yang terdiri dari Dahlan sebagai 

ketua, Sukrawinata sebagai sekretaris, Heroejoewono, Samoedro, 

Baharoedin Saleh, sebagai anggota, CP berpusat di Bandung.

Untuk mendapatkan pertimbangan dari Komintern, oleh Hoofdbestuur 

diutus Alimin menemui wakil Komite Eksekutif Komintern di Timur Jauh, 

kemudian disusul lagi oleh Musso. Karena agak lama belum ada berita dari 

utusan itu, dikirim lagi Sardjono dan Boedisoetjitro ke Singapura untuk 

menemui Tan Malaka yang pada waktu itu menjadi salah seorang anggota 

sekretariat Komite Eksekutif Komintern untuk Timur Jauh.

Tan Malaka yang sedang berada di Filipina menyatakan menentang 

putusan Konferensi Prambanan. Tan Malaka meninggalkan PKI. Dan 

selanjutnya, bersama Soebakat dan Djamaloeddin Tamin di ibukota Thailand, 

22 Juni 1927 memproklamasikan berdirinya Partai Republik Indonesia 

(PARI), menjauhkan diri dari Komintern. Tahun 1948 mendirikan Partai 

Murba di Jogjakarta.

Tindak-tanduk Tan Malaka menentang putusan Konferensi Prambanan 

mengenai rencana pemberontakan nasional, sikapnya mencampakkan PKI 

dan mendirikan partai sendiri Partai Republik Indonesia (PARI) tahun 1927; 

tahun 1928 menghadiri Kongres VI Komintern, Tan Malaka mengkritik 

pimpinan Komintern yang tidak menyimpulkan pengalaman gerakan dan 

pemberontakan-pemberontakan di Tiongkok yang gagal, hingga Bukharin 

menyatakan Tan Malaka adalah Trotskis. Tan Malaka menjauhi Komintern 

dan berkolaborasi dengan fasisme Jepang, yang berarti menentang putusan 

Komintern untuk melawan fasisme; berhubungan erat dengan Partai 

Revolutionnaire Communistische Partij Nederlandsch, seksi dari Internationale 

IV (Internasionale Trotskis).

Dalam kenyataannya, Tan Malaka berhubungan erat dengan 

Internasionale IV, Internasionale Trotskis. Anggota Internasionale IV di 

Belanda, De Revolutionnaire Communistische Partij Nederlandsche Sectie van de

Vierde Internationale, menerbitkan tulisan Tan Malaka dalam publikasinya De

Tribune. [Tan Malaka-archief, Nederlandstalig Marxistisch Internet-Archief].

Dan tahun 1948, Tan Malaka mendirikan Partai Murba, yang dalam 

perkembangannya menempuh jalan anti-PKI, menentang politik nasakom 

Bung Karno. Akhirnya tahun 1965 dinyatakan bubar oleh Bung Karno.

Penangkapan-penangkapan yang dilakukan terhadap kurang lebih dari 

50 orang kader PKI sebagai akibat pemogokan buruh kereta api tahun 1923

tidak melemahkan PKI, bahkan semakin memperkuat dan memperbanyak 

anggota PKL [Baca: Lembaga Sejarah PKI, Manuskrip 45 Tahun PKI, Jakarta, 

1965].

PKI dinyatakan terlarang. Semenjak awal perjuangan melawan 

kolonalisme, kekuatan kiri telah jadi pelopor.

Puncak perlawanan terhadap kolonial Belanda pecah pada 12 November 

1926. Di bawah pimpinan PKI meletus pemberontakan nasional bersenjata 

pertama. Pemberontakan ditumpas Belanda dengan kekerasan senjata. 

Berguguran pahlawan anti kolonial, ditembak mati atau dihukum gantung 

seperti yang dialami Si Patai, Si Manggulung di Minangkabau, dan Egom, 

Hasan, serta Dirdja dihukum gantung di penjara Tjiamis, 9 September 1927. 

Haji Sukri dan lima kawannya digantung di penjara Pandeglang, Haji Hasan 

di Tjimareumeuh, Garut; Kartawirya dan Aman di Padalarang, Ojod di 

Ngagrek di Jawa Barat. Si Patai gugur tertembak dalam perlawanan di 

Gunung Bukit Pauh Sembilan, Sumatera Barat. Kepala Si Patai dipotong dan 

ditancapkan pada sepotong bambu dan dengan kejam diarak keliling kota. 

Si Manggulung, M. Joesoef Sampono Kajo, Badaroeddin gelar Said dihukum 

gantung di penjara Sawah Lunto bulan Maret 1927. Tujuh pahlawan putra 

Priangan, lima pahlawan Banten, empat pahlawan putra Minang telah 

dihukum gantung dan banyak lagi putra terbaik Indonesia telah gugur. 

Ribuan ditangkap, dipenjarakan, dan dibuang ke pembuangan Digul.

Egom sewaktu mendapat kunjungan keluarganya sehari sebelum 

dilaksanakan hukuman gantung dengan tenang berpesan agar sanak 

keluarganya jangan gusar atas celaan-celaan musuh. Ia meyakinkan itu 

untuk membela rakyat yang tertindas dan untuk kemerdekaan tanah airnya. 

Ia yakin bahwa cita-cita perjuangannya yaitu komunisme pasti menang. 

Demikian pula waktu Manggulung dan kawan-kawannya menjalani 

hukuman gantung

M enurut J.Th. Petrus Bloemberger, sejumlah 1.308 orang, umumnya 

kader-kader partai, dibuang ke Boven Digul. Tercatat tokoh-tokoh PKI 

dikirim ke pembuangan: Ali Archam, Haji Datoek Batoeah, Kiai Haji 

Achmad Dasoeki Siradj, Kiai Ki Anom Dardiri Soeromidjojo (Ramidjo) 

bersama istri dan tiga anak, Darsono, Darsini, serta Trikojo yang masih bayi, 

Natar Zainoeddin, Xarim M.S., dan lain-lain. Perlakuan yang kejam di luar 

perikemanusiaan bukan hanya terjadi selama penangkapan dan 

pemeriksaaan, tetapi juga selama di dalam penjara.

Dalam pembuangan, Ali Archam diserang malaria hitam. Untuk 

pengobatannya diusahakan pemindahan ke tempat yang ada rumah sakit. 

Tapi di perjalanan, Ali Archam meninggal dunia. Diadakan upacarapemakaman yang dihadiri oleh banyak kawan seperjuangan dan 

sepembuangan. Di bagian kepala jenazah tertulis sajak dalam bahasa 

Belanda yang terjemahannya adalah sebagai berikut:

Bagi kami, kau tak hilang. Tidak!

Masa-kini kami, tumbuh dari masa-lampau mu.

Tangan kami yang meneruskan. Kerja agung juang hidupmu.

Kami tancapkan kata mulia hidupmu.

Dengan penuh harapan. Obor yang dinyalakan dalam malam gelapmu

Kami serahkan kepada angkatan kemudian.

W alaupun pemberontakan ini dipadamkan oleh pemerintah kolonial 

Belanda dengan kekerasan senjata, pemberontakan nasional bersenjata ini 

telah memainkan peranan penting bagi kebangkitan bangsa Indonesia. Ia 

menunjukkan bahwa kolonialisme Belanda bisa dilawan. Pemberontakan ini 

menggoyahkan kekuasaan koionial Belanda. Ia merupakan sangkakala 

revolusi nasional Indonesia. Kekuatan kiri di bawah pimpinan PKI 

merupakan kekuatan pokok dan pelopor dalam perjuangan ini.

Banten adalah suatu daerah di mana pemberontakan berlangsung 

dengan seru dan agak lama dibanding dengan daerah lainnya di Jawa. 

Banten yang terkenal sebagai daerah pengaruh Islam, ternyata gigih 

melakukan pemberontakan di bawah pimpinan PKI. Pemberontakan 

dipadamkan Belanda dengan serangan bersenjata. Kekuasaan kolonial 

Belanda tak kenal ampun menindas PKI. PKI jadi partai terlarang.

5. Krisis Kapitalisme, Indonesia di Bawah Fasisme

DUNIA dilanda krisis kapitalisme. Menghadapi krisis ini, di Jerman, Itali, 

dan Jepang, muncul fasisme, perkembangan lebih tinggi dari imperialisme. 

Menghadapi bahaya fasisme yang siap mengobarkan Perang Dunia kedua, 

Komintern dalam Kongresnya yang ke-7 tahun 1935, menyimpulkan bahwa 

fasisme berarti bahaya peperangan, menyerukan agar Partai-Partai Komunis 

semua negeri melakukan pembentukan Front Anti Fasis.

Sebagai anggota Komintern, PKI mengikuti garis Komintern, bergerak 

melawan bahaya fasisme Jepang. Tahun 1935, Musso dapat menyelundup 

masuk Indonesia, membawa garis Komintern. Menghimpun kader-kader 

PKI yang tersisa, mendirikan CC PKI ilegal. Kader-kader PKI bergerak, 

berhasil membangun organisasi Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). 

Gerindo dipimpin oleh Dr. A. Kapau Gani, Mr. Amir Sjarifoeddin.Secara rahasia, di bawah pimpinan PKI ilegal, kaum komunis tetap aktif, 

berorganisasi menggerakkan rakyat. Terbentuk dan bergeraklah organisasi 

Gerindo di bawah pimpinan Amir Sjarifoeddin. Tahun 1939, di Jakarta 

terbentuk organisasi Gerakan Rakyat Anti Fasis (Geraf) dipimpin kader￾kader PKI ilegal. Pembentukannya dihadiri antara lain: Dr. Tjipto 

Mangoenkoesoemo, Widarta, Armunanto, Dr. Liem Koen Hien.

Di Jakarta, kader-kader PKI seperti Wikana, D.N. Aidit, Hoetabarat, 

Soemarto, Ronosoedarmo, Sojas, dan lain-lainnya, aktif ambil bagian dalam 

memimpin berbagai organisasi legal, semi-ilegal, dan ilegal. Mereka 

menghimpun massa dan menggunakan organisasi-organisasi itu untuk 

mendidik dan melatih massa melawan fasisme Jepang.

Wikana menggunakan kesempatan politik Kaigun (Angkatan Laut 

Jepang) untuk menarik pemuda-pemuda dengan mendirikan "Asrama 

Indonesia Merdeka", dalam kegiatan pendidikan dimasukkan pikiran￾pikiran anti-fasis.

D. N. Aidit juga menggunakan "Asrama Menteng 31" untuk 

mempropagandakan ide-ide anti-fasis. Pada akhir tahun 1944, D.N. Aidit 

bersama dengan M.H. Lukman, Sidik Kertapati, dll., mendirikan satu 

organisasi yang lebih tegas coraknya anti-fasis dan yang bertujuan untuk 

mencapai Indonesia Merdeka, yaitu Gerakan Indonesia Merdeka 

(Gerindom).

Di samping itu, Wikana, D.N. Aidit, dll., juga mempunyai hubungan 

dengan berbagai grup dan kelompok anti-fasis di Jakarta. Kekuasaan fasis 

Jepang mencium kegiatan orang-orang komunis, dan melakukan 

penangkapan-penangkapan. Jepang menangkap Koesnandar, Soebijanto 

Koesoemo, Hardjo Soepingi. Juga Sudisman, Tjoegito, Sjaifoellah, Fatah Jasin. 

Di Semarang ditangkap Kasim dan Broto, di Nganjuk ditangkap Tarmoedji, 

di Tulung Agung ditangkap Soeparto, di Blitar ditangkap Noto. Tak lama 

kemudian ditangkap Azis di Sidoardjo. Pamoedji, Ketua CC PKI juga 

ditangkap di Purworejo. Menyusul ditangkap di Jakarta, Mr. Amir 

Sjarifuddin. Selanjutnya bukan hanya kader-kader PKI, tokoh-tokoh lainnya 

Dr. Kajadoe, Mr. Soemanang, Ki Mangoensarkoro, Dr. A. Kapau Gani juga 

ditangkap. Akibat siksaan, banyak di antara mereka yang meninggal dunia 

seperti Pamoedji, Sjaifoellah. Soekajat dan Azis serta Abdoerrahim dijatuhi 

hukuman mati dengan dipenggal kepalanya di Kantor Kenpeitai di Jalan 

Alun-Alun Tjontong Surabaya. Mr. Amir Sjarifoeddin dijatuhi hukuman 

mati, tapi berkat perjuangan kekuatan progresif, terutama berkat jaminan 

yang diberikan Bung Karno, hukuman itu diubah menjadi hukuman seumurhidup. Prof.Dr. Moechtar dan Dr. Kajadoe dibunuh dengan dipenggal 

lehernya di Jakarta.

6. Revolusi Agustus 1945

AGUSTUS 1945, Jepang bertekuk-lutut pada Sekutu. Kader-kader PKI yang 

ilegal aktif ambil bagian mempersiapkan Indonesia Merdeka. Adalah sangat 

menonjol kegiatan mereka yang aktif dalam pendidikan Asrama Menteng 31. 

Setelah proklamasi kemerdekaan diumumkan, Amir Sjarifoeddin yang 

dipenjarakan Jepang di penjara Lowokwaru Malang, dibebaskan pemuda, di 

bawah pimpinan Roedhito, pimpinan Pesindo. Dalam kabinet pertama RI, 

Amir Sjarifuddin menjadi menteri penerangan.

Pada tahun-tahun revolusi ini buku-buku teori Marxisme-Leninisme 

telah mulai masuk ke Indonesia yang dibawa oleh kaum komunis Indonesia 

yang kembali dari Australia dan Negeri Belanda. Tetapi buku-buku teori ini 

dalam bahasa asing, terutama Inggris dan Belanda. Kader-kader yang dapat 

mempelajarinya sangat terbatas jumlahnya, sehingga pengetahuan teori 

belum merata menjadi milik kader-kader partai, tetapi hal ini telah 

memungkinkan lahirnya tulang punggung partai yang mempelajari teori 

Marxisme-Leninisme.

Januari 1947, berlangsung Kongres Nasional PKI ke-4 di Solo. Dalam 

Kongres ini diputuskan antara lain mengenai program "terwujudnya

masyarakat sosialis di Indonesia" pada waktu itu juga. Di samping itu, disetujui 

politik "Persetujuan Linggarjati", yang bersifat kapitulasi terhadap kaum 

imperialis Belanda. Mengenai organisasi, kongres pada pokoknya masih 

memakai ketentuan-ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah 

Tangga tahun 1924.

Kongres IV memilih CC baru yang terdiri dari kawan-kawan: Sardjono, 

Winanta, Ngadiman Hardjosoebroto, Maroeto Daroesman, Soetrisno, 

Soeripno, dll. Dalam kongres itu juga atas usul CS Surakarta, terpilih kawan 

Aidit sebagai anggota CC. Sesudah Kongres IV ini, CC PKI pindah dari Solo 

ke Jogjakarta. [Lembaga Sejarah PKI, Manuskrip 45 Tahun PKI, Bab IV, Jakarta, 

1965].

Pulangnya Moesso bersama Soeripno, Mei 1948, membawa gagasan baru 

bagi PKI dan Revolusi Indonesia. Atas desakan keras dari Musso dan 

kesediaan sebagian besar kader-kader partai, maka bulan Agustus 1948 itu 

juga diadakan konferensi partai, yang melahirkan satu resolusi Jalan Baru

untuk Republik Indonesia. Pekerjaan Musso mengoreksi kesalahan-kesalahan

pimpinan partai dipermudah berhubung dengan sudah adanya sayap 

Leninis di dalam CC Partai.

Resolusi Jalan Baru ini adalah hasil diskusi yang serius dan diambil oleh 

konferensi tersebut secara bulat. Konferensi Nasional Partai Luar Biasa ini 

telah mengumumkan CC yang baru, yang terdiri antara lain kawan-kawan: 

Moesso, Tan Ling Djie, Maroeto Daroesman, Ngadiman Hardjosoebroto, 

Amir Sjarifoeddin Alimin, Sardjono, Achmad Soemadi, Djoko Soedjono, 

Wikana, Soeripno, Aidit, Loekman, Njoto, Sudisman, Soetrisno, Roeskak, dll.

Resolusi Jalan Baru bagi Republik Indonesia. Ini adalah self-kritik pimpinan 

PKI atas kesalahan-kesalahannya di masa lampau. Resolusi ini mengoreksi 

kesalahan-kesalahan PKI, di bidang organisasi, politik, dan ideologi. Yang 

paling penting di bidang organisasi adalah harus membangun satu partai 

kelas buruh yang mampu memimpin revolusi Indonesia. Untuk itu harus 

disatukan partai-partai kelas buruh yang ada, hingga menjadi satu-satunya 

partai kelas buruh, dengan menggunakan nama PKI yang sudah punya 

tradisi dalam sejarah Indonesia.

Maka direncanakan untuk menyelenggarakan kongres untuk 

melangsungkan fusi antara partai-partai yang berdasarkan Marxisme￾Leninisme, yaitu penyatuan PKI, Partai Buruh Indonesia, dan Partai Sosialis 

serta mengesahkan konstitusi baru partai. Kebangkitan PKI merupakan duri 

dalam daging di mata penguasa Amerika Serikat. Maka pelaksanaan 

Doktrin Truman, The Policy of Containment, bermuara pada Peristiwa Madiun, 

tahun 1948.

7. Provokasi Madiun

DALAM sidang Badan Pekerja Komite Nasional Pusat tanggal 20 September 

1948, Perdana Menteri Hatta menyatakan: "Seperti diketahui PKI - Muso 

telah mengadakan coup, perampasan kekuasaan di Madiun, dan mendirikan di 

sana suatu pemerintahan baru sebagai permulaan untuk merobohkan 

pemerintah Indonesia.

Sudah tersiar ucapan dari Soemarsono, yang bunyinya dari 'M adiun 

mulai kemenangan'. Dan nyatalah bahwa pemberontakan ini bermaksud 

untuk merobohkan pemerintah dan menguasai seluruh republik.

Tersiar pula berita - entah benar entah tidak - bahwa Musso akan 

menjadi presiden republik rampasan itu dan Mr. Amir Sjarifuddin perdana 

menterinya/' [Kementerian Penerangan Republik Indonesia, Mendajung

Antara Dua Karang, keterangan pemerintah diutjapkan oleh Drs. Mohammad 

Hatta di muka Sidang B.P.K.N.P. di Djokja pada tahun 1948, hal.87].

Penggulingan kabinet Amir Sjarifuddin, yang terjadi sebelum 

kembalinya Musso ke Indonesia, adalah permulaan langkah penting yang 

berkembang menjadi aksi pukulan terhadap PKL Dalam peristiwa ini, 

kekuatan kiri berhasil disingkirkan dari Angkatan Bersenjata Republik 

Indonesia. W alaupun ada Panglima Besar Soedirman, kekuatan bersenjata RI 

jadi berada di bawah pimpinan A.H. Nasution dan Tahi Bonar Simatupang, 

dua tokoh perwira yang sadar anti-komunis.

Pimpinan tertinggi PKI, Musso, tertembak mati dalam satu pertempuran. 

Dan sejumlah kader tinggi PKI, termasuk Amir Sjarifuddin, Maroeto 

Daroesman, Setiadjit, Suripno, Oey Gee Hwat, Sardjono, Harjono, Sukarno, 

Djokosoejono, Katamhadi, dan D. Mangku, ditembak mati di Ngaliyan.

Peristiwa Madiun adalah teror putih kedua yang melanda PKI dalam 

sejarahnya. Ini adalah realisasi Doktrin Truman, adalah salah satu puncak 

realisasi the policy of containment, politik pembendungan dan pembasmian 

komunisme sejagat yang digalakkan Amerika Serikat di Asia. Inilah 

permulaan Perang Dingin yang melanda Asia. [Baca: Suar Suroso, Peristiwa

Madiun, Realisasi Doktrin Truman di Asia, Hasta Mitra, Jakarta, 2010].

Tapi PKI dan gerakan kiri tidak punah.

Tahun 1950, dalam proses perlawanan menuntut pembatalan 

Persetujuan KMB, organisasi-organisasi revolusioner bermunculan.

Tanggal 17 Agustus 1950, terbentuk Lembaga Kebudayaan Rakyat yang 

didirikan oleh kira-kira 15 orang, antara lain: D.N. Aidit, Njoto, Joebaar 

Ajoeb, Henk Ngantung, Soedjojono, dll. Mukadimah Lekra dengan jelas 

memaparkan perjuangannya melawan kebudayaan imperialisme dan 

feodalisme yang dekaden, yang direstorasi lewat persetujuan KMB.

Tanggal 4 Juni 1950, terbentuk Gerakan Wanita Sedar (Gerwis), yang 

dipimpin oleh Umi Sardjono, Nj. Moedigdo, Suwarti, S.K.Trimurti. Dalam 

Kongres ke-2, Maret 1954, Gerwis berubah nama menjadi Gerakan Wanita

Indonesia (Gerwani).

Pada November 1950, dalam Kongres ke-3, Pesindo mengubah namanya 

menjadi Pemuda Rakyat, dipimpin oleh Ir. Setiadi Reksoprodjo, Baharoeddin,

Francisca Fanggidey, Asmoedji, Soekatno, Iskandar Soehekti, Soerjono Hamzah. Ini 

sesuai dengan tuntutan Resolusi Jalan Baru yang menuntut adanya hanyasatu partai pelopor, dan Pesindo yang dulunya memainkan peranan partai 

serta gerakan pemuda dikonsekuenkan menjadi organisasi massa pemuda.

Bulan September 1950 atas inisiatif Comite Seksi Surakarta dengan 

dorongan anggota Politbiro CC yang berada di Jakarta, telah dilakukan 

pemakaman kembali jenazah 11 pemimpin dan kader partai yang ditembak 

mati oleh pemerintah Hatta di Ngalian pada tanggal 19 Desember 1948. 

Meskipun usaha melakukan pemakaman kembali itu mengalami rintangan￾rintangan yang luar biasa dari pemerintah, namun akhirnya mencapai 

sukses. Puluhan ribu anggota, pencinta PKI dan massa rakyat dari daerah 

Surakarta dan daerah lainnya hadir dalam upacara pemakaman itu, di mana 

panji-panji PKI dikibarkan dengan megahnya. CC PKI mengirimkan 

wakilnya untuk menghadiri upacara penting ini. Peristiwa yang 

mengharukan ini telah menghapuskan suasana panik di kalangan massa 

anggota partai, dan lebih lanjut telah membuka tabir kejahatan pemerintah 

Hatta, dan ini merupakan pendorong kebangkitan kembali PKI sesudah luka 

parah akibat teror putih Madiun.

8. Kebangkitan Kembali PKI

JANUARI 1951, terbentuk Politbiro CC PKI yang baru yang terdiri dari D.N. 

Aidit, M.H. Lukman, Njoto, Alimin. Di bawah pimpinan Politbiro ini, PKI 

dibangun kembali. Dengan garis politik melaksanakan Resolusi Jalan Baru, 

berlangsung penyatuan pikiran, menyatukan ideologi, politik, dan 

organisasi.

Di bidang organisasi, politbiro atas nama CC bekerja dengan 

mengadakan Komisaris-Komisaris CC (KCC) di provinsi-provinsi. Sebagai 

sambungan dan petugas dari CC, KCC membangun partai di daerah-daerah. 

Para anggota KCC adalah: Sumatera Timur, Joesoef Adjitorop; Sumatera 

Tengah, Bachtaroeddin; Sumatera Selatan, M. Zaelani; Jawa Barat, Lagiono; 

Jawa Tengah, Pak Karto; Jawa Timur, B. Oloan Hutapea; Indonesia Timur, 

Karel Supit. Para KCC berfungsi mendaftar kembali dan menghimpun 

anggota, melakukan penyaringan bekas anggota-anggota Partai Buruh 

Indonesia dan Partai Sosialis yang akan masuk ke dalam partai; melakukan 

persiapan-persiapan untuk pembentukan Comite-Comite Partai menurut 

konstitusi baru (SC, OSC, dan RC —Seksi Comite, Onderseksi Comite, dan 

Resort Comite).

Tanggal 28 Maret 1951, diumumkan Program PKI untuk Pemerintah

Nasional Koalisi. Dalam Program ini diajukan tuntutan PKI untukpembentukan pemerintah kerja sama berbagai partai. Pembangunan kembali 

PKI diikuti dengan aktifnya kader-kader PKI membangun kembali serikat￾serikat buruh. Kaum reaksi segera mengobarkan kegiatan anti-komunis, 

dengan menimbulkan perpecahan-perpecahan dalam gerakan buruh. 

Kegiatan ini didalangi oleh PSI, dengan jalan pembentukan Serikat Buruh 

Perkebunan menyaingi Sarbupri terjadi di Jember. Dan pembakaran gudang 

tembakau di Besuki, dituduhkan bahwa itu dilakukan oleh PKI. Menyusul 

kegiatan-kegiatan provokatif terhadap PKI ini, SOBSI yang sudah 

merupakan kekuatan besar mempersatukan serikat-serikat buruh yang ada 

mendapat saingan dengan terbentuknya SOBRI (Sentral Organisasi Buruh

Revolusioner Indonesia) oleh Partai Murba.

Tanggal 16 Agustus 1951, berlangsung Razia Agustus, yaitu penangkapan 

besar-besaran yang dilancarkan pemerintah Sukiman terhadap kader-kader 

PKI. Provokasi serangan terhadap pos polisi Tandjung Priok, dinyatakan 

pemerintah Sukiman sebagai serangan komunis terhadap pemerintah. 

Dengan alasan ini, penangkapan terjadi di seluruh negeri. Lebih dari 2000 

kader PKI ditangkap dan ditahan polisi. CC PKI melakukan perlawanan 

dengan protes keras. Yang terjadi adalah waktu itu meningkatnya aksi-aksi 

menentang politik pemerintah Sukiman yang membikin persetujuan kerja 

sama militer dengan Amerika Serikat, yaitu persetujuan tentang keamanan 

Mutual Security Act (MSA) yang secara rahasia ditandatangani Menteri Luar 

Negeri Achmad Soebardjo. Persetujuan ini adalah dalam rangka usaha 

Amerika menarik Indonesia masuk pakta militer SEATO.

Atas dukungan PKI, perlawanan yang terus-menerus meningkat 

terhadap kabinet Sukiman, menyebabkan kejatuhannya dan digantikan oleh 

kabinet Wilopo, mewakili PNI. Untuk pertama kali, PNI menduduki 

pimpinan kabinet RI. Dalam kabinet terdapat wakil-wakil Masyumi dan PSI. 

PKI menyambut dan mendukung kabinet Wilopo, dengan politik: 

mendukung politiknya yang maju, dan menentang politiknya yang 

reaksioner.

Dalam usaha menyatukan barisan, berlangsung diskusi mengenai tulisan 

D.N. Aidit, Mengatasi Kelemahan Kita, segera sesudah terjadinya Razia

Agustus Sukiman. Artikel yang ditulis atas nama Alamputra, mempunyai arti 

dan peranan penting dalam pendidikan ideologi anggota-anggota partai. 

Isinya menganalisa situasi, yang menyimpulkan adanya bahaya fasisme 

yang melancarkan aksi anti komunis Dan menganalisa keadaan partai 

menghadapi pukulan reaksi ini. Dipaparkan terdapatnya dua 

kecenderungan kanan dan "kiri", yaitu kelemahan-kelemahan dalam partai, 

kelemahan dalam sikap-sikap anggota partai menghadapi pukulan reaksi.

Dan ditunjukkan jalan keluar mengatasi kelemahan-kelemahan ini. 

Pokoknya, dilakukan penjernihan ideologi, yang mempunyai peranan 

mempersatukan partai.

Tulisan ini mengutip Lenin mengenai arti penting self-kritik: "Sikap suatu

partai politik terhadap kesalahannya sendiri adalah salah satu cara yang paling

penting dan terpercaya untuk mengukur kesungguhan partai itu dan bagaimana ia

dalam praktik menunaikan kewajiban-kewajibannya terhadap kelasnya dan massa

pekerja. Terus terang mengakui suatu kesalahan, menyelidiki sebab-sebabnya,

menganalisa keadaan-keadaan yang telah menimbulkannya - itulah tandanya partai

yang sungguh-sungguh, itulah caranya ia harus menunaikan kewajiban￾kewajibannya, itulah caranya ia harus mendidik dan melatih kelas, dan kemudian

massa." [D.N. Aidit, Mengatasi Kelemahan Kita, Pilihan Tulisan, Jilid I, cetakan 

kedua. Panitia Penerbitan Karya-Karya D.N. Aidit, 1965, hal.14—46].

Di samping mendiskusikan tulisan Aidit, Mengatasi Kelemahan