Selasa, 11 Februari 2025

bobo gentayangan 1

 




    saudara  Bangkalan menggeletak di lantai batu dalam Goa

Belerang. Sedikit pun tubuh itu tidak bergerak lagi karena 

nafasnya sudah sejak  lama  meninggalkan

tubuh!

    Orang tua itu menggeletak menelentang. Dua buah

keris kecil yang panjangnya hanya tiga perempat jengkal

berhulu  gading menancap di tubuh saudara   Bangkalan.

Darah bercucuran menutupi seluruh wajahnya.

    Dalam jari-jari tangan kiri Kiat  Bangkalan tergenggam 

secarik kertas tebal empat persegi. Sedang tepat di

ujung jari telunjuk tangan kanannya, yaitu pada lantai

batu tergurat tulisan:

TAMBUN TULANG

    Pendekar 10000 an bobo  anak manusia  yang berdiri di dekat tubuh 

tak bernyawa saudara  Bangkalan tidak mengetahui apa arti dua 

buah kata itu. Apakah nama seseorang yaitu manusia yang 

telah membunuh orang tua itu, ataukah nama sebuah 

tempat. Yang diketahuinya ialah bahwa si orang tua telah 

menuliskan dua buah kata itu pada saat-saat menjelang 

detik kematiannya karena ujung jari tangan yang dipakai 

menulis masih terletak kaku di atas huruf terakhir kata 

yang kedua.

    Diam-diam bobo  anak manusia   memaki dirinya  sendiri.

Seharusnya dia datang lebih cepat ke Goa Belerang itu

sehingga nasib malang begitu tidak terjadi atas diri si orang 

tua. saudara  Bangkalan tempo hari telah menyuruhnya datang 

dan menjanjikan akan memberi pelajaran tentang ilmu 

pengobatan. Kini dia datang terlambat saudara  Bangkalan 

hanya tinggal tubuh kasarnya saja lagi!

    Perlahan-lahan pendekar muda ini berlutut di samping 

tubuh saudara  Bangkalan. Diperhatikannya kertas tebal empat 

persegi yang tergenggam di tangan kiri saudara  Bangkalan. 

Ternyata kertas tebal  ini adalah robekan  kulit sebuah 

buku. Dan pada kertas itu tertulis:

SERIBU MACAM ILMU PENGOBATAN

 3

      bobo  anak manusia  tarik  nafas panjang yang mengandung 

penyesalan. Satu  kesimpulan lagi dapat ditarik oleh 

pendekar ini. Yaitu bahwa saudara  Bangkalan menemui 

kematiannya dalam mempertahankan sebuah buku 

ciptaannya. Buku tentang pengobatan itu tentulah sebuah

buku yang sangat berguna bagi dunia persilatan hingga

seseorang telah mengambilnya dengan jalan kekerasan.

Dan bobo  lalu ingat kembali janji saudara  Bangkalan yang

hendak mengajarkan ilmu pengobatan kepadanya. 

Rupanya orang tua itu telah membukukan seluruh macam

cara pengobatan yang diketahuinya.

      Sepasang mata bobo  anak manusia  kemudian berputar

memperhatikan dua buah keris kecil yang menancap di

tubuh saudara  Bangkalan. Menurutnya kedua keris itu pasti

mengandung racun jahat karena seseorang yang ditusuk 

bahkan  yang dicungkil kedua matanya belum tentu,

menemui kematian. Tak pernah dia sebelumnya melihat

keris semacam itu. saudara  Bangkalan bukan seorang berilmu 

rendah dan melihat pada keanehan bentuk senjata yang 

menancap itu bobo  sudah dapat menduga,  siapapun 

pembunuh  saudara  Bangkalan  adanya, manusianya pastilah 

bukan orang sembarangan! Dan siapakah kira-kira yang 

telah melakukan perbuatan terkutuk ini?

      Untuk beberapa lamanya Pendekar 10000 an masih berlutut 

di situ. Akhirnya dia sadar bahwa dia harus menguburkan 

jenazah saudara  Bangkalan: Didukungnya tubuh tiada bernyawa 

itu dan melangkah menuju ke pintu. Untuk terakhir  kalinya, 

sebelum meninggalkan ruangan itu, bobo  memandang 

berkeliling. Dan saat itulah sepasang matanya membentur 

sebuah benda. Benda itu tadi tidak kelihatan karena 

tertindih oleh tubuh saudara  Bangkalan yang menggeletak di 

lantai. bobo  melangkah mendekatinya. Benda yang mulanya 

disangkanya cabikan pakaian ternyata  adalah kulit 

harimau. Bulunya bagus berkilat, kuning berbelang-belang 

hitam. Apakah saudara  Bangkalan telah bertempur melawan 

harimau? Mana mungkin seekor harimau bisa 

menancapkan dua buah keris aneh di mata orang tua itu? 

Atau mungkin harimau siluman? Kulit Itu kering dan bersih. 

Ini membawa pertanda,bahwa itu bukan kulit harimau 

hidup! Pendekar 10000 an bobo  anak manusia  masukkan robekan kulit 

harimau, itu ke dalam saku pakaian lalu meninggalkan 

ruangan batu tersebut dengan cepat.

      Langit di ufuk timur mulai terang disorot sinar merah

kekuningan  sang matahari yang hendak ke  luar dari

 4

peraduannya Katulistiwa detik demi detik kelihatan dengan 

jelas. Di bawah sorotan sinar matahari air laut laksana 

hamparan permadani yang indah sekali. Kemudian 

mataharipun ke luarlah tersembul di ufuk timur itu

merupakan sebuah bola  raksasa seolah-olah muncul

dari dalam lautan luasi

    Sepasang mata Pendekar 10000 an tiada berkedip me-

mandang ke arah timur itu. Telah lima kali dia melihat ke-

munculan sang surya di lengah lautan. Betapa indahnya.

Sukar dilukiskan dengan kata-kata. Dan setiap dia mem-

perhatikan keindahan alam ciptaan Yang Maha  Kuasa

itu, teringatlah dia pada Si Pelukis Aneh. Dengan keahli-

annya melukis, tentu orang tua itu  akan sanggup me-

nuang segala keindahan yang ada di depan mata itu ke

atas kain lukisannya.

    Perahu besar itu meluncur laju di lautan yang tenang, 

dihembus angin barat. Ke manapun mata memandang 

hanya air laut yang kelihatan.  Itulah  batas kemampuan 

penglihatan manusia yang menandakan bahwa 

sesungguhnya dia hanyalah makhluk lemah belaka

dibandingkan dengan kehebatan alarn!

    Angin dari barat bertiup lagi dengan keras. Layar pe-

rahu besar  menggembung dan perahu meluncur lebih

pesat. Di.kejauhan kelihatan serombongan burung terbang 

di udara. Ini satu pertanda bahwa terdapat daratan di 

sekitar situ. Namun demikian daratan itu agaknya masih 

terlalu jauh hingga pandangan mata tak kuasa 

menangkapnya. Puas memandangi keindahan laut di waktu

pagi itu maka bobo  anak manusia  memutar tubuh. Dia melangkah 

ke buritan. Seorang laki-laki berbaju hitam berdiri di

buritan itu dan memandang tajam-tajam ke arah langit di

sebelah tenggara, bobo  tak tahu apa yang tengah diper-

hatikan laki-laki pemilik perahu ini.

    ''Ada apakah, bapak?" tanya bobo .

    Tanpa alihkan pandangan matanya pemilik perahu

menjawab. "Orang muda, perhatikan baik-baik. Adakah

terlihat olehmu sekumpulan awan kelabu  dr kejauhan

sana...?" 

    "Awan semacam itu biasanya membawa pertanda

tidak baik." 

    "Tidak baik bagaimana?" tanya bobo  yang tak tahu

apa-apa segala soal pelayaran ataupun keadaan di laut.

    "Akan timbul angin ribut," kata pemilik perahu pula.

Latu dia pergi kehaluan  dan menyuruh anak buahnya

 5

merubah arah menjauhi awan kelabu itu.

    bobo  anak manusia  angkat bahu. Awan kelabu itu sangat jauh 

sekali. Udara sekitar mereka bagus dan indah. Perlu apa 

dikhawatirkan awan kelabu  itu? Kalaupun terjadi angin 

ribut,  tentu terjadinya  di sebelah tenggara  itu! . Maka 

karena, segala sesuatunya dianggap tak perlu di-

khawatirkan oleh bobo , diapun duduk di buritan itu sambil 

bersiul-siul. Tapi menjelang tengah hari kecemasan mulai 

membayangi hati pemuda ini.

    Di sebetah tenggara, awan yang tadinya kelabu  kini

kelihatan menjadi hitam  dan bergerak cepat sekali ke arah 

perahu. Dan awan itu bukan hanya satu kelompok saja lagi 

melainkan berkelompok-kelompok dan menyebar di mana-

mana. Pemandangan yang serba indah  kini menjadi 

diselimuti kemendungan. Angin pun bertiup keras dan tak 

tentu arahnya. Kelompok awan hitam semakin banyak dan 

semakin lebaL Cuaca semakin buruk. Air laut bergelombang 

dan berputar-putar tak menentu. Jalannya perahu tersendat-

sendat. Kemudian hujan rintik-rintik mulai turun.

    "Arahkan perahu ke pulau itu!" teriak pemilik perahu

pada pemegang kemudi. 

    Jauh di sebelah barat kelihatan sebuah titik hitam.

Kemudi diputar. Perahu menjurus ke barat, ke arah titik

hitam itu. Didahului oleh sabungan kilat, yang disusul

oleh gelegar guntur maka hujan yang tadinya rintik-rintik

kini berubah menjadi hujan lebat yang mendera seluruh

perahu! Angin seperti suara ribuan seruling yang ditiup

bersama karena derasnya, laut marah menyabung ge-

lombang, menghempaskan perahu kian ke mari semen-

tara udara telah berubah laksana malam hari, gelap pe-

kat! Sekali-sekali kilat menyambar menerangi perahu.

Tapi ini hanya  menambah rasa ketakutan orang-orang

yang ada di dalam perahu itu.

    "Gulung layar besar!" teriak pemimpin perahu.

    Namun baru saja perintahnya itu diucapkan satu

angin dahsyat menerpa,perahu.,

    "Kraak!"       ,

    Tiang layar utama perahu patah. Perahu  condong

tajam mengikuti arah tumbangnya bagian atas tiang layar.

Dalam pada itu dari samping datang pula satu gelombang

yang luar biasa besarnya. Perahu yang tidak berdaya itupun 

ditelan bulat-bulat. Di antara deru angin dan deru hujan, di 

antara sambaran kilat dan di antara menggeledeknya suara 

guntur, di antara semua itu  maka terdengarlah suara jerit 

pekik manusia yang mengerikan. Tapi suara jerit pekik itu 

 6

hanya sebentar saja karena sedetik kemudian perahu itu 

telah amblas digulung gelombang!

    Sewaktu perahu itu muncul kembali maka keadaannya 

hanya merupakan hancuran dan kepingan-kepingan papan 

dan balok-balok belaka yang tersebar kiah ke mari untuk 

kemudian dipermainkan gelombang lagi secara ganas.                                

    Setiap manusia yang ada dalam perahu itu, dengan

segala, daya yang ada berusaha menyelamatkan diri.

Tapi apakah daya manusia dalam  melawan keganasan

alam yang maha dahsyat itu?!

    Pendekar 10000 an bobo  anak manusia  bergulat sekuat tepemusnah 

untuk ke iuar dari bencana maut yang mengerikan itu.

Dia berusaha berenang mencapai kayu pecahan-pecahan 

perahu namun mana mungkin  berenang dalam gelombang 

yang menggila seperti itu. Baru saja kepalanya muncul telah 

disapu kembali oleh air laut!

   bobo  mulai megap-megap kehabisan nafas sewaktu dia 

melihat sebuah papan besar kira-kira dua belas tombak 

dihadapannya. Dengan sisa-sisa tepemusnah  yang terakhir 

pemuda ini berusaha berenang mencapai benda itu. Baru 

saja satu tombak, sebuah gelombang mendera tubuhnya. 

Pendekar itu amblas lagi masuk ke dalam laut.

      Sewaktu kepalanya muncul lagi papan besar tadi telah

lenyap!

      "Celaka! Tamatlah  riwayatku!" kata Pendekar 10000 an

dalam hati. Baru saja dia mengeluh begitu sebuah 

gelombang datang dengan ganas dari muka. Dia menyelam 

dengan cepat  untuk menghindarkan pukulan gelombang.  

Namun tetap saja tubuhnya diterpa sampai puluhan tombak 

membuat pemandangannya menjadi gelap!

       Ketika dia memunculkan kepalanya kembali di 

permukaan air laut dalam keadaan setengah hidup 

setengah mati, sesuatu  melanda  keningnya dengan'keras. 

Kulit keningnya robek dan mengucurkan darah! bobo  tak 

tahu benda apa yang telah menghajar  keningnya itu karena 

dia tak bisa membuka kedua matanya. Namun demikian 

otaknya masih terang untuk berpikir. Apapun benda itu

adanya mungkin bisa dipakai untuk menyelamatkan

jiwanya! Maka dalam mata terpejam dan muka berlumuran 

darah dengan membabi buta bobo  anak manusia  gerakkan

tangannya untuk menangkap benda itu. Pertama kali dia

cuma menangkap angin. Yang kedua kali dia cuma 

menampar air laut di sampingnya. Ketiga kalinya juga tak

berhasil apa-apa namun kali yang keempat baru dia 

berhasil menangkap benda itu dan dipegangnya erat-erat.

 7

      Beberapa saat kemudian ketika kedua matanya sudah

bisa dibuka ternyata benda itu adalah sebuah balok pendek 

yang terpaku pada sepotong papan yang lumayan besarnya.

     bobo  anak manusia  bersyukur. Dengan benda itu dia bisa

mempertahankan diri agar tidak tenggelam untuk 

kemudian berusaha berenang mencari daratan. Belum 

lama pemuda ini berpegang pada papan itu, terombang 

ambing dipermainkan ombak, satu benda meluncur 

dihadapannya, sebentar timbul sebentar tenggelam. Ketika 

diperhatikan ternyata tubuh seorang anak kecil. bobo  tahu 

betul anak kecil itu adalah anak laki-laki yang dibawa oleh 

seorang penumpang perahu, Ditangkapnya tangannya. 

Sewaktu diperiksa ternyata anak itu dalam keadaan 

pingsan, perutnya gembung.

    bobo  anak manusia  menyadari bahwa papan yang di dapatnya 

tidak cukup besar untuk menolong mereka berdua

sekaligus! Berarti kalau dia mau selamat terus, dia musti

meninggalkan anak kecil itu! Pertentangan terjadi di lubuk

hati Pendekar 10000 an. Akhirnya  pemuda itu membuka 

bajunya. Dengan baju itu diikatnya anak yang pingsan pada

papan lalu didorongnya ke tempat yang agak tenang.

    "Mudah-mudahan kau selamat anak," kata bobo  dalam

hati.

    Dia memandang berkeliling. Tak sepotong papan atau 

balokpun yang kelihatan. Laut yang tadi menggila kini mulai 

tenang sedikit. bobo  mengeluh dalam hati. Rupanya sudah 

ditakdirkan bahwa dia harus mati hari itu, di tengah lautan! 

Berdiri bulu kuduknya! Inilah untuk pertama kalinya dia 

merasa ngeri! Ngeri menghadapi kematiannya sendiri! Ingin 

dia memekik, berteriak setinggi langit. Namun siapa yang 

akan mendengar? Siapa yang akan menolongnya? Lagi pula 

mulutnya serasa terkancing. Dicobanya berenang. Namun 

kekuatannya sudah sampai ke batas terakhir. Kaki dan 

tangannya kaku  tak sanggup digerakkan lagi. Sedikit demi 

sedikit, perlahan-lahan tetapi pasti, tubuhnya mulai 

tenggelam. Sebelum kepalanya lenyap ditelan air laut  

pemuda ini merasa seperti melihat sesuatu jauh 

dihadapannya, meluncur di atas air laut menuju ke arahnya. 

Dia tak tahu benda apa itu. Kelihatannya seorang, manusia 

berjubah putih, tapi mungkin juga malaekat maut yang 

hendak mencabut nyawanya! Pada detik dia menyebut 

nama Tuhan dan memanggil nama gurunya pada detik 

itupula tubuh pendekar  10000 an lenyap keseluruhannya dari 

permukaan air laut.

 8

      Ketika dia siuman tubuhnya terasa panas. Kepalanya

berdenyut sakit. Matanya berat sekali untuk dapat dibuka. 

Di manakah aku sekarang, apakah sudah berada di alam 

akhirat, berada di neraka?!

      bobo  anak manusia  membuka kedua matanya dengan 

perlahan, Yang pertama sekali dilihatnya ialah atap rumbia.

Dia berusaha memutar bola matanya dan memandang

berkeliling. Sesungguhnya sudah mati atau masih hidup aku 

ini, pikir bobo . Ingatannya merayap pada saat dia berada di 

atas perahu tengah menyeberangi Selat Sunda,

meninggalkan Pulau Jawa menuju ke Pulau Andalas! 

Kemudian datang angin topan dan hujan lebat. Perahunya

amblas ditelan gelombang. Lalu setelah mengikatkan

seorang anak laki-laki pada sebuah papan, tubuhnya 

tenggelam di dalam laut dan tak tahu apa-apa lagi!

      Tapi kini dilihatnya atap rumbia itu. Dilihatnya dinding 

kayu, dilihatnya isi pondok kecil itu, bermimpikah dia?! 

Digigitnya bibirnya. Terasa sakit. Tidak, dia tidak bermimpi! 

Tapi sukar untuk bisa menerima  kenyataan yang ada 

dihadapannya saat itu. Untuk memastikan dicobanya 

bangun  dan duduk di tepi balai-balai kayu dimana dia 

terbaring. Tapi tubuhnya yang lemah tiada berdaya itu 

terhempas kembali ke atas balai-balai. bobo  mengeluh 

kesakitan: Dan dia pingsan lagi.

      Kedua kali dia sadarkan diri, hawa panas dari demam

yang menyerangnya telah berkurang tapi tubuhnya masih 

lemas, tenggorokannya kering dan sendat. Lapat-lapat 

didengarnya suara anak kecil. Tapi mungkin itu cuma  

desau angin yang meniup telinganya.  Rasa haus 

menyerarig tenggorokannya. Tapi kepada siapa dia minta 

air, sedang untuk  mengeluarkan suarapun dia tiada 

sanggup?

      Didengarnya  suara berkeretekan di belakang 

kepalanya. Dia lak bisa berpaling. Dia tak tahu suara apa 

itu. Namun kemudian seorang laki-laki tua berpakaian putih

tahu-tahu sudah berdiri di samping balai-balai. Rambutnya 

jarang sekali hingga kulit kepalanya kelihatan jelas.

Orang tua ini memelihara kumis dan janggut. Baik rambut 

maupun kumis serta janggutnya, seluruhnya berwarna 

 9

putih. Yang membuat bobo  jadi menahan nafas ialah

sewaktu menyaksikan keangkeran muka orang tua tak

dikenal ini!

    Manusia ini berpipi dan bermata yang sangat lebar dan 

cekung. Mukanya tiada beda dengan tengkorak karena 

tiada berdaging. Hanya selembar kulit pucat saja yang 

menutupi parasnya. Hidungnya kecil, panjang dan bengkok 

seperti paruh burung kakak tua. Dia tersenyum, tapi 

senyumnya ini justru lebih menambah keangkeran pada 

parasnya. Diam-diam bobo  anak manusia  merasa bulu kuduknya 

berdiri. Manusia atau setankah yang berdiri dihadapannya 

itu? Kalau manusia, tak pernah dia menyaksikan yang 

seseram ini tampangnya. Si orang tua mengedipkan 

matanya yang lebar luar biasa dan menyeringai.

    "Sudah sadar hah?!" bentaknya menggeledek. bobo 

terkejut. Dirasakannya balai-balai di mana dia terbaring

bergetar  hebat dan  pondok itu  mengeluarkan suara

berkereketan.

    "Empat hari empat malam mendengkur terus-terusan. 

Enak betul!" orang tua bermuka angker itu berkata lagi.

    bobo  membuka mulut hendak berkata. Tapi tak sedikit 

suarapun yang sanggup dikeluarkannya. Dalam kengerian 

melihat orang tua itu dia masih terus berpikir siapa adanya  

manusia ini.  Dilihatnya timbul kepastian bahwa orang tua 

itu adalah orang yang telah menyelamatkan jiwanya. Tapi

setelah menolong mengapa sikapnya demikian keras serta 

menunjukkan hati jahat?!

     "Apa yang kau pikirkan!" tiba-tiba orang  tua itu

membentak lagi. Balai-balai serta pondok  kembali 

bergetar.                            ,

     Hebat sekali tepemusnah  dalam orang tua ini.

     bobo  buka lagi mulutnya. Kali ini dia bisa bersuara

meskipun perlahan;  "Air..."

     "Apa?!" 

     "Air.:." desis bobo .

     "Air?! Kau minta air?! Kau kira aku ini pelayanmukah?! 

Sialan betul!" Kedua mata si orang kelihatan tambah lebar.

     bobo  terkesiap mendengar jawaban,orang tua 

bertampang angker itu. Diam-diam dia menggerutu dalam

hati. Dicobanya meminta air kembali. Dan kembali si orang 

tua mendampratnya.

    Tiba-tiba seorang anak kecil masuk ke dalam pondok itu.

    "Ah... anakku!" kata si orang tua seraya mendukung anak 

yang baru masuk. bobo  terkejut. Anak yang dalam

dukungan orang tua itu bukan lain daripada anak kecil yang 

 10

tempo hari ditolongnya di tengah laut sewaktu badai 

mengamuk. Semakin  jelas bahwa orang  tua itulah yang 

telah menolongnya dan juga menolong  anak laki-laki  itu. 

Tapi mengapa sikapnya demikian aneh  dan galak?

    "Anakku, apakah kau dengar si tukang tidur ini minta 

air...? Gila betul dia! Disangkanya bapakmu ini budaknya!" 

Habis berkata begitu si orang tua tertawa gelak-gelak. Tiba-

tiba dia hentikan tawanya dan membentak si anak: "Hai! 

Kau dengar apa tidak?!"

    Dibentak keras begitu, si anak berumur dua tahun

menangis dan meluncur turun dari dukungan si orang tua, 

lalu meninggalkan tempat itu. Si orang tua kembali tertawa 

gelak-gelak. "Orang gila," katanya kemudian pada bobo . 

"Kalau kau mau minum, itu di atas meja ada kendi berisi 

air. Ambil sendiri. Aku bukan pelayanmu! Bukan budak, 

bukan kacung!" Lalu dia ke luar dari pondok. !

    "Edan!" desis bobo .

    "Eh, apa?! Kau memakiku edan?! Kau yang edan!"

Tiba-tiba si orang tua bertampang angker masuk kembali. 

Meskipun cuma mendesis tapi ucapan bobo  tadi telah

didengarnya.

    "Braak!" 

    Orang tua aneh itu tendang kaki balai-balai yang ditiduri 

bobo  anak manusia . Tak ampun lagi balai-balai itu roboh dan bobo  

terguling ke lantai, lalu pingsan lagi! Si orang tua tertawa 

gelak-gelak, lalu  mendengus dan  tinggalkan pondok itu.

    Pagi itu bobo  merasakan badannya berangsur baik dan 

segar. Sesudah duduk bersila mengatur jalan nafas serta 

darah dan mengalirkan tepemusnah  dalamnya ke bagian-bagian 

tubuh yang perlu maka dia turun dari balai-balai.  Di atas 

meja reyot di sudut pondok ada sebuah kendi  berisi air 

putih. Diteguknya air ini beberapa kali. Terasa dingin dan 

segar. Dengan air itu juga dicucinya mukanya. Kemudian 

sewaktu.rnelihat sepiring ubi rebus di atas meja, tanpa pikir 

lagi bobo  segera menyambarnya.

    Mendadak di luar didengarnya suara si orang tua.

    "Ah... salah! Salah! Kaki kananmu majukan lagi..: nah.

Eee...  itu tangan kananmu musti begini. Bagus....  Sekarang 

coba memukul ke muka... ah salah! Salah! Dasar bocah 

geblek!"

    Sedang mengapa orang tua itu, pikir bobo  anak manusia .

Dia bergerak ke pintu pondok. Langkahnya berat dan pe-

mandangannya berkunang waktu dibawa berjalan itu. Di

pintu pondok dia berdiri dengan bersandar dan meman-

dang ke halaman. Orang tua berwajah angker itu dilihatnya 

 11

tengah berjongkok di hadapan anak laki-laki yang

berumur dua tahun. Dari gerak gerik dan apa-apa yang

dikatakannya nyatalah bahwa dia tengah mengajarkan

ilmu pukulan tangan kosong pada anak itu. bobo  anak manusia 

tertawa geli. Mana mungkin anak sekecil itu diajar ilmu

silat langsung  disuruh memukul! Dan si anak sendiri

kelihatannya tidak senang  dipaksa-paksa  seperti  itu.

Kelihatan dia menggeleng-gelengkan kepala.

    "Apa?!" bentak si orang tua, "Kau tak mau diajar silat?! 

Bocah geblek! Kalau  besar kau mau jadi apa?! Mau jadi 

laki-laki banci pengecut?!"

    Si anak menangis. Dan bobo  bukan cuma sekali itu

mendengar anak itu menangis. Sebaliknya melihat anak

tersebut menangis si orang tua menjadi marah dan 

memaki-maki. Tapi kemudian dia sendiri ikut-ikutan nangis!

    bobo  anak manusia  garuk-garuk kepalanya. "Aneh sekali

orang tua ini," katanya dalam hati.  "Mungkin otaknya

kurang waras. Tapi agaknya kepandaiannya tinggi sekali. 

Dan bobo  lantas ingat pada gurunya yaitu Eyang Sinto

Gendeng. Sifatnya hampir sama dengan orang tua ini.

    "Bocah tolol! Kalau kau tak mau belajar silat pergilah 

sana main-main! Nanti kalau ada yang mengatakan kau 

laki-laki pengecut jangan salahkan aku!" Habis berkata 

demikian si orang tua pukul-pukul keningnya sendiri sambil 

membalikkan badan dan melangkah ke pondok.

    Mendadak dia  hentikan langkahnya dan memandang 

mendelik ke pintu pondok.

    "Orang edan! Siapa yang suruh kau bangun dan berdiri di 

situ?!" bentak si orang tua begitu melihat  bobo  anak manusia . Dia 

marah sekali dan banting-banting kedua kakinya di tanah. 

Dan bukan main terkejutnya bobo  anak manusia  sewaktu melihat 

bagaimana tanah yang kena bantingan kaki orang tua itu 

amblas sampai setengah jengkal!

    Tiba-tiba bobo  ingat bahwa siapapun adanya orang tua 

bertampang angker itu dia  adalah orang yang telah

menyelamatkan jiwanya. Maka dengan segera Pendekar

10000 an menjura dalam-dalam.

    "Betut-betut  kau sudah gila!"  sentak si orang tua.

    "Apa-apaan menjura segala?!"

    "Orang tua aku berhutang nyawa padamu, juga berhutang 

budi. Aku...."

    "Hutang nyawa?! Hutang budi...?! Kau gila!"

    "Bukankah kau yang telah menolongku sewaktu perahu 

yang kutumpangi tenggelam di tautan? Kemudian 

merawatku di  sini?!"   '

 12

    Orang tua itu urut-urut keningnya. Mimiknya seperti  

seorang  yang tengah berpikir-pikir atau  mengingat-ingat.                                               

    "Tidak!" katanya kemudian dengan keras. "Aku tak

pernah menolong orang gila macam kau!"

    Meski bobo  menjadi gusar karena dimaki orang gila

namun dia bertanya juga: "Lantas bagaimana aku bisa

berada di tempatmu ini?"

    "Maha aku tahu! Tanya dirimu sendiri!" menyahuti

orang tua bertampang angKer.

    "Meski kau tak mau mengakui terus terang tapi aku

yakin bahwa engkaulah yang telah menyelamatkan diriku, 

juga anak kecil tadi. Aku mengucapkan terima kasih.

Di lain waktu kuharap akan bisa membalas hutang jiwa

dan budi kebaikan itu. Sudilah kau  memberitahukan

namamu, orang tua...."

    "Buat apa?!"

    "Agar dapat kuingat selama hidupku," jawab bobo  pula.

    "Hanya sekedar diingat?" tukas orang tua itu.

    bobo  tak tahu harus berkata apa.  Orang tua itu ke-

mudian dilihatnya duduk di bawah sebuah pohon kelapa

dan bernyanyi. bobo  tak tahu apa yang dinyanyikannya,

bahasanya sama sekali tidak dimengerti. Bahkan suara

menyanyinya itu tak ubahnya seperti suara orang mengigau!

    Tiba-tiba orang tua itu hentikan  nyanyiannya dan

pukulkan tangan kanan ke atas pohon kelapa. Terdengar

suara berkeresek lalu suara benda meluncur. Ternyata

pukulan tadi telah menjatuhkan sebuah kelapa muda.

Dua tombak lagi kelapa itu akan jatuh menimpa tubuh si

orang tua, tiba-tiba orang tua ini ambil sebutir kerikil dan

melemparkannya ke arah kelapa yang melayang turun!

Buah kelapa itu  berlubang dan dari lubang itu 

memancurlah airnya. Si orang tua buka mulutnya. Air 

kelapa memancur masuk ke mulut orang tua sampai 

akhirnya habis!

    bobo  sampai ternganga dan, melotot melihat hal ini.

Luar biasa hebatnya apa yang disaksikannya itu. Gurunya 

sendiri belum tentu sanggup berbuat seperti itu. Dan

sementara itu buah kelapa yang airnya sudah habis itu

terkatung-katung di udara seperti ada tangan yang tak

terlihat memegangnya!

    Orang tua itu gerakkan tangan kanannya.

    "Wuuut!"

    Kelapa itu tiba-tiba sekali melesat ke arah pintu pondok 

dalam kecepatan yang luar biasa! bobo  melompat ke

samping. Tubuhnya hampir tersungkur karena masih lemah. 

 13

Dan di dalam pondok didengarnya suara pecah berantakan. 

Buah kelapa telah menghantam kendi air terus

membobolkan dinding pondok!

    bobo  memaki dalam hati habis-habisan.

    Sebaliknya orang tua itu malah tertawa gelak-gelak

sampai  ke luar air mata!

         "Orang gila! Kemari kau!" Orang tua itu memanggil

bobo . Dia melototkan mata sewaktu bobo  dilihatnya tak 

bergerak di tempatnya. Sebaliknya bobo  juga memandang 

tak berkedip pada orang tu.a itu. Maka menggeramlah si 

tampang angker ini. "Bah, kau berani menantangku nah?!" 

Dari balik pakaiannya orang tua ini mengambil sesuatu. 

Saking cepatnya bobo  tak mengetahui benda apa itu dan 

tiba-tiba benda itu sudah dilemparkan ke, arahnya. Untuk 

kedua kalinya Pendekar 10000 an dipaksa melompat dalam 

keadaan tubuh, lemah demikian rupa. Kali ini dia tak 

sanggup lagi mengimbangi dirinya. Meski benda yang 

dilemparkan itu lewat di atas kepalanya namun tubuhnya 

tersungkur di tanah dan keningnya yang baru saja sembuh 

lukanya kini berdarah kembali!

      Pendekar 10000 an  kaget sekali karena sewaktu dia 

berpaling ternyata benda yang dilemparkan orang tua tadi 

adalah senjata miliknya sendiri yaitu barbel  Maut pemusnah  pemusnah 

10000 an! Pantas saja anginnya membuat tubuhnya laksana 

dilanda badai! Senjata itu menancap di tiang pondok 

sebelah kiri.

       Sambil menyeka darah yang mengalir turun ke dekat 

alisnya bobo  berdiri. Dia melangkah untuk mengambil

barbel  pemusnah  Geni, tapi baru saja tangan kanannya diulurkan 

dari samping datang serangkum angin halus. Ketika dia 

berpaling dilihatnya sebuah benang aneh berwarna putih 

dan berkilauan  melayang  ke arah tangannya. bobo  cepat-

cepat tarik tangan kanannya tapi terlambat. Benang putih 

itu telah melibat! lengannya!

    Si orang tua tertawa gelak-gelak. Sekali dia 

menyentakkan benang tersebut maka bobo  tertarik keras 

ke arahnya. bobo  merasakan tangannya seperti mau copot! 

Dia memaki lagi. Kalau saja tidak mengingat bahwa orang

tua itu telah menyelamatkan jiwanya maulah dia 

mengirimkan sebuah serangan biar si orang tua tahu rasa!

     "Ha... ha! Orang, gila macam begini yang hendak

membangkang kepadaku?!" ejek orang tua itu begitu bobo  

sampai dihadapannya. bobo  coba lepaskan lipatan benang 

tapi sukar sekali.

      "Orang gila siapa namamu?!"

 14

    "Orang tua, kuharap kau jangan panggil aku orang gila 

terus-terusan!" kata bobo  dengan kesal.   ,

    "Ah...  kau  memang gila!" tukas si muka angker.

    "Ayo katakan siapa namamu!"

    "bobo ," sahut Pendekar 10000 an meskipun dengan hati agak 

gusar.

    "bobo  apa?!" bertanya lagi si muka angker.

    Pendekar 10000 an katupkan rahang rapat-rapat menahan 

kesal.

    "Hai! Apa kau tuli?! bobo  apa?!"

     "bobo   anak manusia ," menyahuti juga pemuda itu akhirnya.

    "bobo   anak manusia ?! Nah... itu buktinya  kau memang

orang gila. Kalau bukan orang gila mana ada manusia

yang memakai nama anak manusia ! anak manusia  sama saja artinya

dengan edan alias gila!"

    "Tapi itu bukan mauku memakai nama demikian...."

    "Aku tahu, orang tuamu yang memberikan nama itu

padamu...."

    "Bukan, tapi guruku!" potong bobo  anak manusia .

    "Ah...  kalau begitu berarti gurumu  juga anak manusia  alias 

keblinger!"

    Marahlah Pendekar 10000 an. Dia melangkah kehadapan

si muka angker dan menghardik: "Orang tua, jangan hina

guruku!" bobo  kerahkan tepemusnah  dalamnya dan menyentak 

dengan keras. Selain tubuhnya masih lemah, benang aneh 

yang melibat lengannya kuat sekali  hingga tak sanggup 

diputuskan oleh sentakan itu! 

    Si muka angker sebaliknya tertawa mefihat perbuatan 

bobo  dan berkata: "Jangankan kau! Gurumu dan nenek 

gurumu sekalipun belum tentu sanggup memutuskan

benang kayangan ini! Eh orang gila! Aku sudah tahu

namamu, sekarang lekas beri tahu kau punya gelar!"

     “Aku tak punya gelar apa-apa," jawab bobo . Tangannya 

yang  tadi disentakkan untuk melepaskan libatan benang 

kayangan terasa sakit dan pedas.

     "Jangan berani dusta terhadapku orang gila! Sekali

kusentakkan benang  ini dalam Jurus Kilat Menyambar

Puncak gubug penulis  pasti lenganmu akan putus!"

    "Kalau hatimu memang jahat begitu rupa mengapa

tidak segera dilaksanakan?!" tukas bobo  anak manusia  

menantang.

    Orang tua itu mendelikkan matanya sehingga kelo-

paknya  yang  merah membuka lebar dan tampangnya

jadi tambah mengerikan! Tiba-tiba dia tertawa gelak-

 15

gelak.

    "Orang gila! Kau  memang pandai bicara! Pertanyaanku 

tadi anggap saja-tidak ada. Tapi sebagai gantinya lekas kau 

beri tahu nama gurumu!"

    "Aku bukan seorang yang suka agul-agulkan nama guru.,"

    "Jadi kau tidak mau beri tahu?!"

    "Tidak," jawab bobo  anak manusia  tegas.

    Si muka angker mendelik, "Hidup delapan puluh tahun, 

kau adalah orang yang  kedua yang pernah membangkang 

terhadap perintah si penulis ayan ini!"

    Habis berkata begitu si muka angker yang menyebut

dirinya penulis ayan itu goyangkan benang kayangan yang

dipegangnya.  Pendekar  10000 an  menjerit kesakitan dan

tubuhnya mencelat ke atas sampai beberapa tombak!

 16

  penulis ayan tertawa gelak-gelak dah diam-diam perhatikan 

gerakan jungkir balik yang dibuat bobo  anak manusia  sewaktu 

melayang turun dan menjejakkan kedua kakinya di tanah.

   "Ah gerakan kincir padi memutar yang belum sempurna 

hendak dipamerkan di depan hidungku!" ejek penulis ayan lalu 

tertawa lagi gelak-gelak.

   bobo  anak manusia  terkesiap kaget. Baru hari itulah seseorang 

mengenali gerakan  yang dibuatnya. Memang sewaktu dia 

jungkir balik tadi dia telah mengeluarkan gerakan yang 

dinamakan kincir padi memutar yaitu yang dipelajarinya 

dari Eyang Sinto Gendeng sewaktu dia digembleng di 

puncak gubug penulis  Gede. Sebenarnya gerakan tersebut sudah 

dikuasai bobo  dengan sempurna namun karena gugup, 

terkejut dan ditambah dalam keadaan tubuh lemah maka 

gerakannya itu menjadi tidak sempurna. Jika sekiranya Tua 

Gila menyusul dengan satu serangan lagi pastilah Pendekar 

10000 an bobo  anak manusia  akan mendapat celaka. Untung  saja si 

muka angker itu hanya terus duduk dan tertawa gelak-

gelak.

   bobo  berdjri dengan nafas sesak dan muka pucat.

Matanya tiada berkesip memandang si Orang tua. Jika dia 

diperlakukan begitu terus-terusan, dicaci maki, diserang  

dan ditertawakan, sampai berapa lama dia akan sanggup 

menahan kesabarannya? Sampai berapa lama dia akan 

menghormati orang tua itu sebagai tuan penolongnya? 

Kepada siapa dia telah berhutang budi dan nyawa?!                                  

    "Kau masih mau membangkang?!"

    bobo  tak menjawab.

    penulis ayan berkata:  "Mengingat bahwa kau telah me-

nyelamatkan seorang anak laki-laki yang bakal kuambil

jadi muridku maka kuampuni jiwamu, orang gila."

    "Orang tua, aku tak  bisa menerima perlakuanmu yang 

keterlaluan...."

    "Perlakuanku apa yang keterlaluan?!" bentak penulis ayan 

marah sekali. "Manusia tidak tahu diri! Sudah diampuni 

jiwanya malah mengomel! Ayo lekas katakan siapa nama 

gurumu!"

     "Kau buhuhpun aku tak akan memberi tahu!"

 17

     "Apa kau tidak takut mati?!"

     "Kenapa musti takut?!" jawab bobo  pula.

    penulis ayan tertawa pendek dan berkata: "Apa di dunia

 ini betul-betul ada manusia yang tidak takut mati?!"

     "Semua manusia akan mati, orang tua. Juga kau!"

    penulis ayan tersentak oleh ucapan bobo  anak manusia  itu. Selama 

puluhan tahun hidup tak pernah dia ingat tentang kematian 

sekalipun sudah berpuluh kali melihat manusia-manusia 

lain menemui ke matian. Ucapan bobo  tadi menyentakkan 

hati dan  mengingatkan  pikirannya pada hal kematian itu. 

Betapa mengerikannya kematian itu dan tiada terasa dua 

butir air mata menuruni kelopak matanya yang lebar, turun 

menetes pipinya yang cekung! 

    bobo  anak manusia  merasa heran melihaPhal ini! Si orang, tua 

yang begitu keras adat, galak, tertawa tak karuan dan aneh 

itu nyatanya juga  bisa menangis keluarkan air mata.

Suasana menjadi sunyi untuk beberapa lamanya.

    Tiba-tiba penulis ayan acungkan telunjuk tangan kirinya

 ke dada kanan Pendekar 10000 an bobo  anak manusia .

    "Apa arti angka 10000 an di dadamu itu?!"  '

    bobo  baru sadar bahwa waktu itu dia cuma mengenakan 

celana panjang saja sedang tubuhnya bagian atas tiada 

berbaju karena sewaktu peristiwa perahu terbalik dia telah 

mempergunakan bajunya untuk mengikat anak laki-laki 

yang ditolongnya. 

    "Guruku yang menuliskannya," kata bobo .

    "Dasar tolol! Aku tanya apa,arti angka itu! Bukan siapa 

yang  menulisnya. Sekalipun,setan atau jin yang menulisnya 

aku tak perduli!"

    "Tak bisa kuterangkan orang tua," jawab bobo .

    Paras penulis ayan tampak kembali menjadi marah.

    "Pembangkanganmu sudah keterlaluan! Kau betul-betul 

tidak memandang sebelah mata terhadapku! Kau akan 

kubunuh saat ini juga." Lalu penulis ayan tarik benang yang 

dipegangnya, ffiro tersentak ke muka. "Bersiaplah untuk 

mati, orang gila!"

    Dan penulis ayan lalu angkat tangan kirinya. Begitu tangan  

hendak dipukulkan, tiba-tiba djtariknya  kembali. Dia 

menyeringai. "Ah... sebetulnya aku sudah muak melihat 

kematian! Orang gila, jika kau bisa menjawab sebuah 

pertanyaanku aku akan ampunkan jiwamu. Tapi kalau kau 

tak bisa menjawabnya, terpaksa kau  kubunuh juga!"

    bobo  anak manusia  kertakkan rahang.

    Dan Tua Gila-lanfas ajukan pertanyaan"

    "Menurutmu oang tua manakah yang paling celaka

 18

hidupnya di dunia ini?!"

    bobo  terkesiap dan merenung. Pertanyaan  aneh yang 

sukar dijawab kata hati pendekar ini. Ditatapnya wajah 

angker orang tua itu. ,

    "Kalau kau tak bisa menjawab kau akan kubunuh!"

penulis ayan menyeringai. Dia lalu menunjuk ke atas pohon

kelapa dan berkata: "Aku akan jatuhkan sebuah kelapa.

Sebelum buah itu mencapai tanah kau musti sudah bisa

menjawab pertanyaanku tadi!"

     penulis ayan memukul ke atas.

     bobo  kerutkan kening.

     Terdengar suara berkeresekan dan sebuah kelapa

 lepas dari tangkainya lalu melayang turun dengan cepat!

     "Bumm!"

     Buah kelapa jatuh dan pecah di atas tanah!

     penulis ayan menghela nafas panjang dan tertawa rawan. 

"Jiwamu kuampuni, orang gila," katanya. "Jawabanmu 

memang betul." Kemudian dari balik pakaian putihnya Tua  

Gila mengeluarkah sebuah benda dan diacungkannya 

dihadapan bobo . ''Benda ini kutemui di dalam saku 

pakaianmu yang dibuat pengikat anak laki-laki yang kau 

tolong itu. Dari mana kau dapatkan benda ini?!"

      Ketika diperhatikan ternyata  benda itu adalah potongan 

kulit harimau yang tempo hari ditemui bobo  di Goa Belerang 

di mana saudara  Bangkalan menemui ajalnya dibunuh. Saat itu 

ternyatalah di hati bobo  untuk meminta beberapa 

keterangan kepada penulis ayan  Maka diapun menuturkan 

riwayat saudara  Bangkalan sampai peristiwa terbunuhnya orang 

lua itu.

      "Jadi perjalananmu itu adalah untuk mencari buku 

Seribu Macam Pengobatan Ha?"

      bobo  mengangguk.

      "Kalau kau berhasil menemuinya apakah buku itu akan 

kau ambil sebagai milikmu?! Berarti kau maling besar 

karena saudara  Bangkalan tak pernah mengatakan bahwa buku 

itu akan diwariskannya kepadamu!"

      "Aku tidak mengatakan hendak mengambil atau 

memiliki buku itu. Tapi aku merasa punya kewajiban untuk

mencarinya  dan  merampasnya kembali dari manusia yang 

telah mencuri buku itu"

     "Kau tak punya hak melakukan itu, orang gila. Kau

 bukan muridnya saudara  Bangkalan!"

     "Sekalipun demikian buku itu tidak layak berada di

 tangan orang yang bukan pemiliknya."

     "Lalu kalau sudah kau temui kau mau bikin apa dengan 

 19

buku itu?"

     "Aku akan pelajart isinya,...",

     "Berarti kau mencuri ilmu kepandaian orang lain!"

 potong penulis ayan 

     "Mana mungkin! saudara  Bangkalan pernah mengatakan 

bahwa dia akan mengajarkan ilmu pengobatan padaku. Kini 

dia sudah tiada dan kalau aku mempelajari ilmu 

pengobatan itu dari bukunya bukan berarti aku mencuri 

kepandaian orang lain!"

    penulis ayan tertawa.

    "Apapun alasannya, mempelajari ilmu orang lain dari 

buku tulisannya, tanpa izin orang itu sama saja dengan 

mencurisaudara  Bangkalan berkata akan memberikan

pelajaran ilmu pengobatan  padamu. Langsung dari dia

sendiri, bukan  dari bukunya. Jangan mengada-ada,

orang gila!"

    bobo  anak manusia  menjadi penasaran sekali.

    Dalam pada itu penulis ayan berkata lagi: "Karenanya kau lak 

usah teruskan perjalananmu mencari buku itu. Pulang saja. 

Kau akan sia-sia mengerjakan apa-apa yang bukan jadi 

hakmu!"

    "Apakah menjadi hakmu melarang aku?!" tukas bobo .

    penulis ayan usut-usut janggutnya yang putih dan panjang.

    "Perjalananku semata-mata bukan cuma untuk mencari 

buku itu. Tapi juga sekaligus mencari manusia yang telah 

membunuh saudara  Bangkalan!"

    "Kau bukan muridnya. Kau tak  berhak menuntut balas! 

Kau dengar orang gila?!"

    "Tapi aku berhutang budi yang besar padanya. Hutang 

budi itu tak akan lunas sebelum aku berhasil membekuk si 

pencuri dan si pembunuh!"

    "Kau mau membunuh orang yang telah membunuh saudara  

Bangkalan...?" ejek penulis ayan             '

    "Kalau keadaan memaksa," sahut bobo . Tapi di hatinya 

dia yakin bahwa dia kelak betul-betul akan membunuh 

manusia itu.

    "Dasar gila! Apa kau kira nyawa orang lain itu milikmu 

hingga kau bisa main bunuh seenaknya?!"

    bobo  sunggingkan senyum sinis dan. menjawab:

    "Tadi kaupun berniat membunuhku. Apa nyawaku milik-

mu?!"

    penulis ayan tertegun.  Lalu tertawa  membahak.  "Kau

meskipun gila  nyatanya pintar bicara! Sekarang kau

kembalilah masuk ke dalam pondok. Lama-lama aku jadi

muak melihat tampangmu!"

 20

    bobo  mehggerendeng.

    penulis ayan gerakkan tangan kanannya. Dan hebat sekali, 

satu aliran angin aneh menjalar di benang yang mengikat 

lengan bobo  terus memukul tubuhnya dengan hebat! 

Laksana sebuah bola yang diikat dan dilemparkan, tubuh 

Pendekar 10000 an mencelat masuk ke dalam pondok!

 21

    Dari Tua Gila, bobo  berusaha mendapat keterangan di 

mana letaknya bukit Tambun Tulang. Dulu sewaktu 

berangkat meninggalkan Pulau  Jawa, dari seorang  pelaut 

dia mendapat tahu bahwa Tambun Tulang adalah nama 

sebuah bukit yang terletak di Pulau Andalas.

    Namun penulis ayan mengejeknya, malah mendamprat dan 

memaki-makinya.

    "Orang gila! Bagusnya kau tak usah pergi ke situ. 

Kalaupun kau berhasil sampai ke sana, kau cuma datang 

mengantar nyawa...."

    "Setiap bahaya maut adalah tantangan hidup yang harus 

kita hadapi," kata bobo  pula.

    Tua  Gila tertawa sinis.  "Jangan bicara sombong. Orang  

gila, apa kau tahu artinya Tambun Tulang? Kalau aku kasih 

tahu baru bulu kudukmu merinding. Kalau tidak pingsan 

pasti kau terkencing-kencing karena ketakutan.

    "Kalau aku begitu pengecutnya masakan aku berani

 ambil keputusan untuk mengadakan perjalanan," sahut

 bobo  karena merasa dihina sekali.

    penulis ayan membelai janggutnya sebentar lalu berkata:      

"Nyalimu memangbesar, orang gila. Tapi percuma Saja 

keberanian yang luar biasa kalau kau tidak punya ilmu yang 

diandalkanl"

    bobo  anak manusia  tertawa. Untuk kesekian kalinya, meskipun 

penulis ayan marah-marah dan mendampratnya, namun bobo  

mengucapkan terima kasih kepada orang tua aneh 

berwajah  angker itu dan minta diri.

    "Apa?! Kau mau pergi?! Tidak bisa! Kau tetap berada 

dipulau ini sampai kau ada kemampuan untuk membuat 

urusan di Tambun Tulang."

    Dua hal membuat bobo  anak manusia  terkejut.

    Yang pertama ucapan penulis ayan yang mengatakan

bahwa dia tak boleh meninggalkan pulau itu. Selama ber-

hari-hari bersama si orang tua aneh, baru hari itu dia tahu

kalau dia berada di sebuah pulau. Pantas saja seringkali

didengarnya suara menderu seperti ombak sedang angin 

keras sekali. Hal kedua yang mengejutkan Pendekar 10000 an 

ialah bahwa dia musti tinggal di pulau itu sampai dia ada 

 22

kemampuan untuk ini, berarti bahwa penulis ayan si orang aneh 

bertampang angker itu hendak memberinya pelajaran ilmu 

silat? Melihat sikap dan ucapan-ucapannya agaknya Tua 

Gila mengetahui banyak hal tentang Tambun Tulang!

    Tengah Pendekar 10000 an bobo   anak manusia  berpikir-pikir begitu 

rupa tiba-tiba penulis ayan membentaknya: "Coba perlihatkan 

beberapa jurus ilmu silatmu yang kau anggap paling hebat!"

    "Apa maksudmu  sebenarnya, orang tua?"  tanya bobo  

anak manusia  dengan hati meragu.

    “Tak usah banyak tanya! Lekas perlihatkan!" bentak Tua 

Gila.

    bobo  anak manusia  yang saat itu sudah sembuh dan berada 

dalam keadaan normal seperti sedia kala segera maklum 

bahwa orang tua aneh itu mempunyai maksud tertentu 

terhadapnya. Maka dia segera mainkan beberapa jurus ilmu 

silat tangan kosong yang dipelajarinya dari Eyang Sinto 

Gendeng!

    Mula-mula dikeluarkannya jurus yang dinamakan

"Segulung Ombak Menerpa Karang", menyusul "Ular

pemusnah  Menggelung Bukit", lalu bobo  balikkan badan dan

lancarkan jurus "Dibalik gubug penulis  Memukul Halilintar"

dan yang keempat kalinya jurus yang dinamai "Membuka 

Jendela Memanah Rembulan". Semua gerakan itu 

dilakukannya dengan cepat hingga dalam  sesaat saja dia

sudah menyelesaikannya.

    penulis ayan tertawa gelak-gelak. Sambil batuk-batuk

kemudian dia berkata: "Coba kau ulangi lagi keempat jurus 

itu." Lalu dia mematahkan sebatang ranting dan berdiri 

empat langkah dihadapan bobo  anak manusia .

    Tahu kalau dirinya hendak diuji  maka sewaktu bergerak 

kembali bobo  anak manusia  sengaja  lipat gandakan tepemusnah  

dalam dan berkelebat dengan ilmu mengentengi tubuh 

yang sudah mencapai tingkat kesempurnaannya! Tubuh 

Pendekar 10000 an bobo  anak manusia  lenyap ditelan oleh gerakannya 

sendiri yang berkelebat merupakan bayang-bayang!                                   

    Pada waktu bobo  anak manusia  mengeluarkan jurus "Segulung 

Ombak Menerpa Karang" maka kedua tangannya kiri kanan 

memukul sebat sampai mengeluarkan suara angin yang 

deras,, betul-betul laksana ombak dahsyat memukul 

karang. Debu dan pasir serta batu-batu kerikil beterbangan. 

Semak belukar bergoyang-goyang!

    Anehnya Si penulis ayan menyerangnya, bobo  anak manusia 

lipat gandakan daya gerakannya.  Jurus yang dinamai

“Segulung Ombak Menerpa Karang" itu mengeluarkan

angin pukulan yang laksana ganas mencari sasaran di

 23

kepala dan dada penulis ayan 

    penulis ayan mendengus. Ranting di tangan kanannya lenyap 

dan gerakan memutar sedang tubuhnya sendiri jingkrak-

jingkrakkan tak  menentu macam  monyet terbakar ekor! 

Anehnya meski gerakan si orang tua bertampang angker 

jingkrak-jingkrakkan tak karuan dan dilakukan sambil 

cengar-cengir mengejek namun jurus "Segulung Ombak 

Menerpa Karang" secara aneh dapat dielakkannya dengan 

mudah!

    bobo  anak manusia  penasaran sekali. Tak pernah selama ini 

jurus yang dikeluarkannya itu sanggup dielakkan lawan 

demikian mudahnya! Karena dengan satu bentakan keras 

bobo  susul dengan  jurus "Ular pemusnah  Menggelung Bukit". 

Jurus ini didahului oleh satu tendangan dahsyat ke arah 

bawah perut. Namun ini hanyalah gerak tipu belaka. Bila 

lawan menangkis atau  mengelak akan menyusul 

sambaran sepasang lengan ke al-ah leher atau pinggang. 

Sekali leher atau pinggang kena digelung oleh lengan yang 

berisi kekuatan tepemusnah  dalam luar biasa itu, tak ampun lagi  

pasti akan putus dan orangnya akan konyol!

    Dengan gerakan gerabak-gerubuk penulis ayan hindarkan 

tendangan,ke arah bawah perutnya. Juga dengan gerakan 

aneh macam begitu dia berhasil pula mengelakkan

gelungan tangan lawan yang mengincar leher lalu turun

ke arah pinggang!

    "Edan!" maki Pendekar 10000 an. Dalam lain kejap dia sudah

melompat ke muka dan lancarkan jurus "Membuka

Jendela Memanah Rembulan".

    Tapi dia cuma menyerang tempat kosong karena si

orang tua sudah lenyap dihadapannya dan terdengar

suara dengus mengejeknya di belakang!

    bobo  bersuit nyaring. Balikkan badan dengan cepat

sambil lancarkan serangan dalam jurus "Dibalik gubug penulis 

Memukul Halilintar!"

    Tapi lagi-lagi dengan gerakan aneh gerabak-gerubuk 

macam monyet mabuk si orang tua berhasil mengelakkan 

jurus serangan terakhir yang dilancarkan bobo  anak manusia  itu!

    bobo  melompat mundur.

    "Orang tua, aku mengaku kalah!" kata bobo  sejujurnya. 

Dia kagum sekali melihat kelihayan orang tua ini.

    penulis ayan tertawa mengekeh dan sambit membuang

ranting kering yang ditangannya dia berkata: "Aku tidak

memikirkan  soal menang atau  kalah! Hanya tukang-

tukang judilah yang memikirkan kalah menang!"

    Kemudian dia duduk di bawah pohon kelapa dengan

 24

masih tertawa mengekeh. "Dengan ilmu silat picisan itu

kau mau pergi ke Tambun Tulang...? He... he... he... he....

Belum sampai mungkin kau sudah kojor!"

    bobo  anak manusia  panas sekali hatinya. Ilmu silat warisan 

Eyang Sinto Gendeng yang selama ini dianggapnya hebat 

dan lihay kini dikatakan sebagai ilmu silat picisan! Betul-

betul Pendekar 10000 an jadi mengenas hatinya. Namun

demikian adalah satu kenyataan bahwa dia tak sanggup

menghadapi si orang tua dalam keempat jurus tadi! Ini

membuktikan bahwa sepandai-pandainya manusia, masih 

ada manusia lain yang lebih pandai dari dia. Bahwa di luar 

langit ada langit lagi! Diam-diam bobo  menggerendeng 

sambil tundukkan kepala. Tapi ketika kepalanya 

ditundukkan, astaga, membeliaklah matanya karena 

terkejut!

     Betapakah tidak! Baju putih yang dikenakannya ternyata 

robek besar diempat bagian! bobo  angkat kepala dan 

memandang tak berkesip pada si orang  tua! Kalau saja 

benda di tangan penulis ayan tadi adalah sebatang pedang dan 

benar-benar dipakai untuk mencelakai dirinya, pastilah 

sudah sejak tadi nyawanya melayang ke akhirat! Betul-betul 

bahwa di luar langit ada  langit lagi!

     penulis ayan sementara itu tertawa terkekeh-kekeh sambil 

usap-usap janggutnya yang putih panjang.

     "Sia-sia orang gila! Sia-sia kalau dengan ilmu yang kau 

miliki sekarang iri i  kau  hendak pergi ke Tambun Tulang! 

Kau akan mampus percuma!"

     "Kalau begitu aku mohon petunjukmu, orang tua,"

 kata bobo  anak manusia  pula.

     "Apa? Siapa sudi kasih petunjuk pada orang gila macam 

kau!"  damprat penulis ayan membuat bobo  untuk kesekian 

kalinya memaki dalam hati!

     "Aku sudah lihat jurus-jurus silatmu yang tak berguna 

itu!" bicara lagi penulis ayan  "Sekarang coba keluarkan ilmu-

ilmu  pukulan saktimu! Aku mau lihat apakah juga tak ada 

artinya?!"

     Penasaran sekali Wira menyurut mundur delapan

 langkah. Kedua kakinya direnggangkan. Tepemusnah  dalam

 segera dialirkan ke lengan kanan.

     "Orang tua! Berdirilah)" seru bobo  anak manusia  ketika di-

 lihatnya penulis ayan masih duduk di bawah pohon kelapa

 sambil cengar cengir seenaknya.

    "Ah, untuk menerima.pukulanmu yang tak berguna

 kenapa musti berdiri segala?! Silahkan memukul, orang

 gila!"

 25

    bobo  kertakkan rahang dan lipat gandakan tepemusnah 

 dalamnya. "Kalau kau mendapat celaka, jangan salahkan 

aku!"  gerendeng bobo . Tangan kanannya diangkat tinggi-

tinggi ke atas. Begitu tinju dihantamkan ke muka maka 

kelima jari membuka dan satu gumpalan angin keras 

menderu ke arah penulis ayan yang masih saja duduk tertawa-

tawa.

    "Ah! Cuma pukulan  kunyuk melempar buah! Tak ada 

gunanya bagiku!" ejek penulis ayan  Tangan kirinya dilambaikan 

ke arah gumpalan angin yang hendak melabraknya. 

Terdengar suara berdentum, bobo  tersurut. tiga langkah ke 

belakang! Ketika dia memandang ke muka, si orang tua  

dilihatnya tertawa mengekeh dan masih tetap duduk di 

bawah pohon kelapa itu! . 

    bobo  merutuk setengah mati.

    Kedua tangan diangkat ke atas.

    "Tua Gila! Terima pukulanku yang kedua ini!" Kemudian 

tanpa tunggu lebih lama bobo  putar-putarkan kedua 

tangannya di udara. Gelombang angin yang tiada tara 

dahsyatnya menderu. Debu dan pasir beterbangan. Batu-

batu kerikil  mental. Semak belukar luruh, daun-daun pohon 

berguguran bahkan banyak cabang-cabang dan rantingnya 

yang patah! Pakaian, rambut dan janggut penulis ayan kelihatan 

berkibar-kibar! Tapi anehnya dia tetap saja duduk di 

tempatnya, malah berkata' "Ah, sejuknya pukulan angin 

puyuh ini.  Mataku sampai-sampai mengantuk!" Dia 

menguap lalu letakkan kepalanya di atas lutut seperti sikap  

orang yang  hendak tidur  mencangkung!

    "Edan!" maki bobo  anak manusia . Pukulan angin puyuh segera 

diganti dengan pukulan angin es. Udara di atas pulau itu 

mendadak sontak menjadi dingin tiada terperikan. 

Binatang-binatang kecil seperti burung, jatuh menggelepar 

kaku. Sebaliknya si orang tua mendongak ke langit dan 

berkata seakan-akan pada dirinya sendiri; "Ah, panas sekali 

hari ini!.Tubuhku sampai keringatan!" Lalu penulis ayan kibas-

kibaskan pakaian putihnya. Dengan serta merta lenyaplah 

pengaruh pukulan angin es yang telah dilepaskan oleh bobo  

anak manusia !

    "Orang gila!  Apakah kau masih punya ilmu simpanan 

yang lain?!" seru penulis ayan dengan nada mengejek!

    bobo  jambak-jambak rambutnya saking gemas.

    "Ayo! Pukulan sinar matahari belum kau keluarkan!

Sudah lama aku tidak melihat pukulan itu!"

    Sebenarnya susah sejak tadi bobo  anak manusia  terkejut

karena penulis ayan mengetahui setiap jurus pukulan yang

 26

hendak dilepaskannya. Bahkan kini kejutnya itu bertambah 

lagi sewaktu penulis ayan menyuruhnya mengeluarkan

pukulan sinar matahari!1 Siapa sesungguhnya orang tua

aneh ini, pikir bobo  tiada henti!

    "Ayo! Kenapa jadi macam orang pikun?! Keluarkan

pukulan sinar matahari!" berseru lagi penulis ayan 

    Penasaran sekati bobo  alirkan seluruh tenga dalamnya ke 

tangan kanan. Mulutnya komat-kamit. Sekejap kemudian 

tangannya itu mulai dari siku sampai ke ujung-ujung jari 

berubah menjadi putih sekali! Lima kuku-kuku jarinya 

memijar menyilaukan laksana perak ditimpa sinar

matahari!

    penulis ayan untuk pertama kalinya berdiri dengan cepat. 

Matanya yang lebar  memandang ke muka tak berkedip. 

Tubuhnya sedikit dibungkukkan dan pada saat dilihatnya 

bobo  memukulkan tangan kanan ke muka, orang tua ini 

dorongkah telapak tangan kanannya  ke depan!

    Dari tangan bobo  anak manusia  menderu satu larik besar

sinar putih yang tiada terkirakan panasnya! Sebaliknya

dari tangan penulis ayan berkiblat tujuh sinar pelangi yang

menderu ganas-dan memapasi sinar putih berkilau!

    Terdengar suara berdentum yang teramat dahsyat!

    Langit laksana robek!

    Pulau itu laksana tenggelam ke dasar laut!

    Dunia seperti mau kiamat!

    bobo  anak manusia  mencelat sampai tiga tombak. Ketika

dia berdiri mengimbangi badan, dadanya terasa sakit.

Tenggorokannya gatal. Dia terbatuk lapi  darah yang

menyembur! Cepat-cepat bobo  telan sebutir pil! Lalu atur

jalan darah  dan nafasnya! Di  seberangnya dilihat se-

pasang kaki penulis ayan amblas ke dalam tanah sedalam

betis! Sambil batuk-batuk dan tertawa-tawa, orang tua

itu cabut kedua kakinya.

    "Ah... baru pukulanmu yang satu itu yang agak berguna 

dimataku!" kata penulis ayan  Perlahan-lahan dia duduk

kembali di bawah pohon kelapa. Tiba-tiba dia  berpaling

ke kiri dan mendamprat keras: "Bocah sialan! Kau berani

mengintai urusan orang! Pergi!" 

    Ternyata yang dibentak dan diusirnya itu adalah anak 

kecil yang tempo hari ditolong oleh bobo  di tengah

lautan. Si anak dengari takut segera lari meninggalkan

tempat itu.

    penulis ayan mendongak ke langit. Saat itu sang surya telah 

menggelincir ke arah barat.

    "Hem... sudah rembang pelang. Tentu pasang sudah naik”

Dia berpaling pada bobo  dan berdiri. Lalu katanya:

   "Mari ikut aku ke pantai!"

    Mula-mula bobo  merasa bimbang dan tetap berdiri di

tempatnya. Tapi ketika penulis ayan membentaknya dengan

mata melotot marah, maka dengan rasa ingin tahu apa

yang hendak diperbuat orarig tua aneh itu akhirnya bobo 

mengikut juga!

 

      Seperti yang dikatakan penulis ayan tadi ternyata memang 

kini mereka sampai di tepi pantai. Orang tua itu melangkah  

sepanjang tepi pasir  menuju ke sebuah teluk sempit yang 

penuh dengan batu-batu karang serta batu-batu cadas 

hitam. bobo  memperhatikan bagaimana penulis ayan 

melangkah seenaknya di atas pasir yang basah  tanpa 

meninggalkan sedikit jejak pun! Se-baliknya ketika dia 

memandang ke belakang, meski tak begitu kentara namun 

tetap saja matanya bisa melihat bekas-bekas telapak kedua 

kakinya! Bagaimana dia bisa menganggap ilmunya sudah 

tinggi dan sempurna? bobo  garuk-garuk  kepalanya. Dalam 

bati dia- merasa malu sendiri!

     Di teluk  sempit itu terdapat dua buah batu karang yang 

menonjol tinggi. Lebih tinggi dari batu-batu di sekelilingnya. 

Jika pasang naik meskipun kedua batu karang itu tidak 

terendam air laut namun hampir setiap saat ombak yang 

sebesar-besar rumah  menderanya  dengan dahsyat! Setiap 

pasang naik,  setiap hari, entah sudah berapa  ratus  tahun, 

entah sudah berapa juta kali ombak mendera kedua batu 

karang itu! Namun sampai saat itu keduanya masih tetap 

berdiri dengan kukuh dan megah laksana dua raksasa yang 

tiada terkalahkan sepanjang masa!

     Dengan gesit dan sambil menyanyi-menyanyi membawa-

kan lagu tak menentu penulis ayan melompat-lompat di atas 

batu-batu cadas, sampai akhirnya dia berada di puncak 

salah satu batu karang yang tinggi itu. Dia memandang ke 

bawah dan berteriak pada bobo : "Kau melompatlah ke batu 

karang yang di sebelah sana!"

     "Kau gila!" teriak bobo . "Kalau  ombak dalang kau

pasti dihantam dan terpelanting  ke batu-batu karang

yang runcing  menonjol itu. Kira-kira dua puluh tombak!"

     Dan baru saja bobo  habis berteriak begitu  sebuah

ombak sebesar rumah bergulung dan menerpa ke arah

puncak  batu karang!

    bobo  berseru memberi Ingat agar penulis ayan lekas

melompat turun! Tapi gilanya, malah penulis ayan memutar

tubuh menghadapi datangnya ombak. Kedua tangannya

 29

diangkat tinggi-tinggi dan dia  berjingkrak-jingkrak di

atas puncak karang itu seperti seorang anak yang gembira 

sekail di kala ke luar rumah mandi hujan! Begitu ombak 

mendera begitu si orang tua dorongkan kedua tangannya 

menyongsong ke muka!

    "Byuur!"

    Ombak  menerpa, Batu  karang  bergoyang  keras.

Tapi penulis ayan masin berdiri di atas puncak karang itu,

Bajunya basah kuyup. Dan dia berteriak-teriak gembira;

"Ayo ombak! Ayo ombak datanglah lagi! Datanglah lagi

lebih besari"

    "Manusia aneh gili" desis bobo . tapi diam-diam dia

kagum sekali! Sedangkan batu karang itu waktu dilanda

ombak kelihatan jelas bergoyang hebat! Sebaliknya seorang 

manusia yang berada di puncaknya tiada sanggup disapu  

oleh ombak! Benar-benar tak bisa dipercaya kalau dia tak 

menyaksikannya sendiri.

     "Hai! Melompatlah. Kau tunggu apa lagi?!" teriak Tua 

Gila sewaktu dilihatnya bobo  anak manusia  masih berdiri