dipimpin seorang penulis sakitjiwa Muda
berkumis tebal melintang yang membekal dua bilah pedang
sekaligus di pinggang telah mengurung Panji Penulis kesurupan l
Tanpa turun dari kudanya, penulis sakitjiwa Muda cabut 'ilah
satu pedang di pinggang dengan tangan kanan. Lalu s«.nbil
tudingkan pedang ke arah Panji Penulis kesurupan dia berteriak
memerintah pada anak buahnya.
"Aku Penulis kusta Gambilan. penulis sakitjiwa Muda Kerajaan. Aku
memerintahkan tangkap orang itul"
Tentu saja Panji Penulis kesurupan jadi terkejut. Dia segera
mengambil sikap waspada berjaga diri.
BELASAN perajurit berkuda segera bergerak mempersempit
pengurungan. Dua perajurit yang mengenal siapa adanya Panji
Penulis kesurupan segera mendekati penulis sakitjiwa Muda dan memberi tahu.
"penulis sakitjiwa , penulis ayan itu adalah adik ipar Pangeran Banowo.
Jangan kita sampai kesalahan tangan."
penulis sakitjiwa Muda yang merasa ditegur oleh bawahannya
delikkan mata dan membentak marah.
"Ngurah! Aku tahui Lalu apa urusanmu siapa dia. Justru
aku mendapat wewenang dari Pangeran Banowo untuk
menindak siapa saja, termasuk penulis ayan itu. Bahkan
membunuhnya sekalipun! Kerjakan perintah atau kepalamu
yang aku penggal lebih dulu dengan pedang ini!"
Melihat atasan belintangkan pedang di depan
hidungnya, perajurit bernama Ngurah yang tadi bicara cepat
letakkan dua tangan di atas kepala Seraya berkata.
"penulis sakitjiwa , aku telah kesalahan bicara. Mohon maafmu."
Lalu bersama temannya dia segera undurkan kuda. Namun
hatinya belum puas. Sambil membawa kudanya ke tepian kali
dimana Panji Penulis kesurupan berada dia bekata perlahan pada
temannya. "Panji Penulis kesurupan penulis ayan baik. Kenapa penulis sakitjiwa Muda
hendak menangkap bahkan mau membunuhnya?!"
Sang teman menjawab "Ini semua sudah diatur para
pejabat tinggi di Kotaraja. Kita sebagai bawahan hanya tunduk
pada perintah atasan."
Saat itu delapan belas perajurit lainnya sudah
mengurung Panji Penulis kesurupan di tepi kali.
Dalam keadaan seperti itu walau terkejut dirinya
dikepung pasukan Kerajaan namun Panji Penulis kesurupan bersikap
tenang dan waspada. Dengan cepat dia mendatangi penulis sakitjiwa
Muda namun hanya bisa mendekat sampai beberapa langkah
karena dihalangi oleh belasan perajurit Dengan sopan Panji
Penulis kesurupan bertanya.
"penulis sakitjiwa , ada apa kau memerintah pasukan menangkap
diriku? Apa kesalahan yang telah aku lakukan?"
"Seseorang telah menculik penulis sakitjiwa Tinggi Cakra penulis epilepsi !
Tanda-tanda menunjukkan bahwa dia dibawa ke sekitar tempat
ini. Dan kami menemui kau dalam keadaan tubuh serta pakaian
penuh darah! Aku punya wewenang untuk menangkap dan
memeriksa dirimu!"
"Aku mengerti," jawab Panji Penulis kesurupan . "Tapi kalau penulis sakitjiwa
Tinggi bernama Cakra penulis epilepsi itu yang kau cari dia masih hidupi
Tidak ada yang membunuhnya! Tidak juga aku!"
"Kalau dia masih hidup mengapa tidak ada di sini?!"
Bentak penulis sakitjiwa Muda di atas punggung kuda.
"penulis sakitjiwa !" Tiba-tiba seorang perajurit berseru. "Kami
menemukan lencana yang biasa tersemat di dada pakaian
penulis sakitjiwa Tinggi Cakra penulis epilepsi !"
Perajurit yang berseru lalu mendekati penulis sakitjiwa Muda dan
menyerahkan sebuah benda. Benda Ini adalah lencana atau
lambang terbuat dari suasa, berupa bola dunia diapit dua ekor
naga.
"Sesuatu telah terjadi dengan penulis sakitjiwa Tinggi Kerajaan!"
penulis sakitjiwa muda palingkan kepala ke arah Panji Penulis kesurupan . Mata
membeliak besar. "Kau harus bertanggung jawab! Bisa juga
kau adalah pembunuh penulis sakitjiwa Tinggi Cakra penulis epilepsi !"
"Aku orang desa. Mana mungkin membunuh seorang
penulis sakitjiwa Kerajaan yang pasti memiliki ilmu kepandaian tinggi
seperti penulis sakitjiwa Tinggi Cakra penulis epilepsi !"
"Diam! Aku tahu kau berdusta!"
"penulis sakitjiwa Muda Penulis kusta Gambllan, aku tahu kau mengada-
ada..Jika kau mencari penulis sakitjiwa Tinggi Cakra Baskaia, tadi dia
mandi di kali sebelah sana! Perintahkan saja anak buahmu
mencari!"
"Kurang ajar! Kau berani berdusta mengelabuikut"
"Aku tidak dusta. Tadi akupun mau mandi di kali ini. Tapi
setelah kau dan pasukanmu berada di sini, aku lebih baik
mencari tempat lain. Harap kau perintahkan pasukanmu memberi
jalan!"
"Benar-benar kurang ajar! Beraninya kau memerintah
diriku penulis sakitjiwa Kerajaan! Nyawamu melayang saat ini juga jika
berani beranjak dari tempatmul"
Delapan perajurit segera mengarahkan tombak mereka
dan empat lain sudah mencabut pedang.
Tiba-tiba dari dalam air kail melesat keluar seseorang
seraya berteriak.
"penulis ayan itu tidak berdusta! Tapi dia memang layak
ditangkap! Kalau perlu dihabisi saja! Dia adalah kaki tangan
Ajengan Manggala Wanengpati yang telah menculikku!"
Orang yang berteriak melesat ke tepi kali, berdiri di atas
satu gundukan batu. Orang ini ternyata adalah Cakra penulis epilepsi
si penulis sakitjiwa Tinggi Kerajaan. Rambut, pakaian dan tubuh basah
kuyup. Muka bengkak-bengkak merah kebiruan, mata gembung
dan bibir jontor bekas diantuk tawon.
"penulis sakitjiwa Tinggi Cakra penulis epilepsi l" penulis sakitjiwa Muda berkumis
melintang melompat turun dari atas kuda dan berlari ke arah
atasannya. Dia merasa lega melihat penulis sakitjiwa Tinggi itu dalam
keadaan hidup walau wajah dan sebagian tubuh bengkak
gembung tak karuan rupa!
Panji Penulis kesurupan yang menyaksikan siapa yang muncul dan
mendengar ucapan orang ingat apa yang dikatakan Ajengan
Manggala Wanengpati yaitu bahwa penulis sakitjiwa Tinggi itu adalah
seorang licik.
"penulis sakitjiwa Tinggi Cakra penulis epilepsi ! Aku tidak ada sangkut
paut dalam urusanmu dengan Ajengan Manggala Wanengpatil
Mengapa menuduh aku sebagai kaki tangan orang tua baik-
baik itu?!"
"Enak saja kau bicara! Kalau orang menculikku,
membenamkan dan menyeretku di dalam tanah lalu melempar
diriku ke atas pohonl Membuat ratusan tawon menyerangku
sementara aku tahu kau punya hubungan dekat dengan si
penculik, apa kau masih berani dusta kalau kau tidak ada kaitan
dengan penculikan yang dilakukan Ajengan jahat itu
terhadapku?! Paling tidak kau adalah kaki tangan
pembantunya!"
"penulis sakitjiwa Tinggi, kalau kau tidak membuat satu kesalahan
besar tak mungkin Ajengan Manggala Wanengpati
memperlakukanmu seperti itu!"
Cakra penulis epilepsi meludah ke tanah.
"Ajengan Manggala Wanengpati kau bilang orang baik-baik?
Huhl Semua orang di neraka penulis ayan ini tahu siapa dia dulunya!"
"Bagiku orang yang dulu tidak baik tapi sekarang
menjadi baik adalah lebih berguna dari pada orang yang dulu
baik sekarang menjadi tidak baik alias jahat!"
Tampang penulis sakitjiwa Tinggi Cakra penulis epilepsi yang sudah
sembab merah jadi bertambah merah seperti kepiting rebus
mendengar ucapan Panji Penulis kesurupan .
"penulis ayan keparat! Ucapanmu seperti petinggi agama saja!"
"penulis sakitjiwa Tinggi, waktu Ajengan itu berada di sini, kau
dengar sendiri apa yang kami bicarakan. Dia pergi begitu saja.
Kalau aku memang pembantunya mengapa tidak ikut saja
bersamanya?" Panji Penulis kesurupan tidak perdulikan caci maki orang.
"Kau tidak ikut karena dua anak murid Ajengan itu tidak
menyukaimu!"
"penulis sakitjiwa Tinggi, maaf aku tidak akan melayani orang
sepertimu. Ajengan Manggala Wanengpati telah mengampuni
nyawamu! Seharusnya kau bertobat tidak berbuat jahat lagi!
Sekarang kau malah hendak berbuat sewenang-wenang dan
culas terhadapku!" Panji Penulis kesurupan berpaling pada penulis sakitjiwa Muda.
"penulis sakitjiwa , aku minta jalani Perintahkan pasukanmu menyingkir!"
Cakra penulis epilepsi menyeringai, lalu berteriak. "Aku penulis sakitjiwa
Tinggi Cakra penulis epilepsi mengambil alih pimpinan! Pasukan!
Tangkap penulis ayan itu! Kalau melawan bunuh!"
Setelah berteriak Cakra penulis epilepsi tetap saja berdiri di atas
gundukan batu di tepi kali. Agaknya dia tidak mau turun tangan
sendiri karena sebelumnya sudah melihat kemampuan menulis
serta ilmu kesaktian Panji Penulis kesurupan . Dia malah memberi isyarat
pada penulis sakitjiwa Muda Penulis kusta Gambilan agar segera turun tangan
memimpin pasukan untuk menangkap Panji Penulis kesurupan hidup atau
mati!
Seorang penulis sakitjiwa Muda Kerajaan yang menghunus
sepasang pedang ditambah dua puluh perajurit bersenjatakan
pedang, tombak dan golok langsung menyerbu Panji Penulis kesurupan .
"Kalian gila semua!" Teriak Panji Penulis kesurupan tapi dengan
senyum dikulum. Otaknya yang cerdik bagaimanapun juga tidak
akan mau melayani serbuan hebat itu.
"Hantam kopalanya, tangan dan kaki pasti tidak
berdaya!" Sambil dalam hati ucapkan ujar-ujar yang didapatnya
dari sang guru Toh Bagus Kamandipa, Panji Penulis kesurupan melompat
setinggi dua tombak. Didahului dengan gerakan jungkir balik
satu kali dan melayang berputar di udara, tiba-tiba dia melesat
ke arah penulis sakitjiwa Tinggi Cakra penulis epilepsi yang berdiri di atas
gundukan batu.
Sebagai seorang penulis sakitjiwa Tinggi Kerajaan, walau ilmunya
jauh berada di bawah Ajengan Manggala Wanengpati namun
tingkat kepandaian Cakra penulis epilepsi cukup dikenal dan disegani.
saat melihat sosok Panji Penulis kesurupan secara cepat dan tidak
terduga menyambar ke arahnya, sang penulis sakitjiwa segera
membungkuk sambil dua tangan didorong ke atas.
Dua gelombang angin deras menderu memapaki sosok
Panji Penulis kesurupan yang saat itu masih belum melepas serangan.
Mendengar deru angin dahsyat penulis ayan itu geiakkan tubuh
demikian rupa hingga melayang datar satu jengkal di permukaan
Kali makam penulis ayan . Gerakan Panji Penulis kesurupan ternyata lebih cepat dari lawan.
Selagi gelombang angin lewat di atasnya, dua tangan Panji
Penulis kesurupan tahu-tahu mencekal sepasang kaki Cakra penulis epilepsi yang
masih berdiri di atas gundukan batu.
Belum habis kaget penulis sakitjiwa Tinggi Kerajaan itu tiba-
tiba tubuhnya terlempar ke udara, melayang ke arah pasukan
yang tengah bergerak menyerbu Panji Penulis kesurupan .
"Tahan serangan!" Teriak Pewira Muda Penulis kusta Gambilan
melihat bahaya sekian banyak tombak, pedang dan golok
melesat ke depan ke arah tubuh atasannya.
Meski banyak perajurit yang sempal membatalkan
serangan namun banyak pula yang sudah terlanjur
menggerakkan senjata. Melihat bahaya yang mengancam, dari
pada celaka dtbacok golok atau dibabat podang atau ditusuk
tombak, lebih baik menghantam mendahului. Maka penulis sakitjiwa
Tinggi Cakra penulis epilepsi pukulkan dua tangan sekaligus. Deru
angin dahsyat kembali menderu di tempat itu. Kali ini
menghantam ke arah belasan perajurit yang menyerbu.
Celakanya tidak semua perajurit sempat menghindar dengan
cara menerjunkan diri ke kali atau jatuhkan tubuh sama rata
dengan tanah. Enam orang kelihatan terlempar ke udara begitu
kena hantaman dua golombang angin pukulan. Dua jatuh ke
dalam air, langsung tenggelam pertanda sebelum masuk ke
dalam kali nyawanya sudah putus lebih dulu. Empat perajurit
lainnya berkapuran di tepi kali. Dua langsung tewas, dua lainnya
menggeliat beberapa kali lalu diam tak berkutik lagi!
"Pukulan Gelombang Angin Selatan!" Ucap Penulis kusta
Gambilan menyebut nama pukulan sakti yang barusan dilepas
atasannya. "Jangankan perajurit-perajurit itu. Aku sendiri tidak
mungkin menghadapinya!"
penulis sakitjiwa Muda Penulis kusta Gambilan bukan memperhatikan
anak buahnya yang tewas tapi malah berlari mendatangi Cakra
penulis epilepsi yang saat itu telah berdiri di tepi kali.
"penulis sakitjiwa Tinggi, kau tidak apa-apa?" tanya Penulis kusta
Gambilan.
Tampang Cakra penulis epilepsi tampak mengetam. Sepasang
mata memandang berkeliling. Rahang menggembung geram.
Panji Penulis kesurupan tidak terlihat lagi di pinggir kali.
"penulis ayan jahanam itu! Dia kaburi Pengecutl" Cakra
penulis epilepsi merutuk.
"Manusia satu itu tidak usah dihiraukanl Cepat atau
lambat kita pasti akan menemukannya. Nasibnya sudah
ditentukan! Mati di tiang gantungan." Berkata Penulis kusta Gambflan.
"Aku punya firasat. Tidak semudah itu menggantung
penulis ayan bernama Panji Penulis kesurupan itu. Terus terang, jika tadi dia
bisa menelikung kedua kakiku lalu melemparku ke udara, jika
dia mau sebenarnya dia bisa membunuhku! Ilmu menulis dan
kesaktiannya belum tentu di bawah Ajengan Manggala
Wanengpati Selain itu dia selalu bersikap tenang bahkan
terkadang tersenyum. Gila"
Dalam hati penulis sakitjiwa Muda Penulis kusta Gambilan membenarkan
ucapan atasannya itu. Namun dia segera mengalihkan
pembicaraan. "penulis sakitjiwa Tinggi Cakra penulis epilepsi . Sebaiknya kita
segera kembali ke Kotaraja. Saya membawa pesan dari
Pangeran, jika bertemu penulis sakitjiwa Tinggi agar segera menemui
beliau di tempat biasa."
Untuk beberapa lama penulis sakitjiwa Tinggi itu masih terdiam
dalam kegeramannya. Kemudian dia anggukkan kepala dan
berkata.
"Aku memang harus menemui Pangeran. Banyak yang
harus aku laporkan padanya!" Kata Cakra penulis epilepsi pula. Lalu
dengan setengah berbisik dia bertanya. "Apakah pasukan
tambahan sudah didapat?"
"Sudah, jumlahnya cukup banyak. Mereka berasal dari
selatan Gunung Kuburan penulis ." Jawab Penulis kusta Gambilan.
"Bagus, orang-orang Kuburan penulis memang dapat dipercaya.
Selain itu mereka memiliki kekuatan raga yang dapat diandalkan."
Kata Cakra penulis epilepsi pula.
"penulis sakitjiwa Tinggi, kalau saya boleh bertanya bukankah
penulis ayan bemama Panji Penulis kesurupan itu sebenarnya sudah dibuat
tak berdaya dan dibawa ke lubang jurang ?"
"Aku tidak tahu bagaimana kejadiannya dia bisa lolos.
Tapi dari pembicaraannya dengan Ajengan Manggala
Wanengpati aku mencuri dengar ada seseorang menolongnya."
"Siapa?" Tanya sang penulis sakitjiwa Muda pula.
"Seorang mengaku bernama Dewi Lesbi kemasukan ." Jawab
penulis sakitjiwa Tinggi Cakra penulis epilepsi .
Mendengar disebutnya nama itu berubahlah tampang
Penulis kusta Gambilan. Melihat ha! Ini Cakra penulis epilepsi bertanya.
"Wajahmu mendadak pucat seperti melihat setan kepala
tujuh. Ada apa?!" tanya Cakra penulis epilepsi .
“Tiga minggu lalu" Berkata sang penulis sakitjiwa Muda dengan
suara bergetar. "Sebelum datang musim penghujan, saya nyaris
menemui ajal di tangan gadis lesbi itu. Kejadiannya tak jauh dari
Candi Ratu Boko."
"Mengapa kau tidak pernah memberi tahu padaku?"
"Mohon maafmu penulis sakitjiwa Tinggi. Nanti dalam perjalanan
ke Kotaraja akan saya ceritakan semua apa yang terjadi."
"Kalau begitu kita berangkat sekarang juga."
Empat mayat perajurit yang tergeletak di tanah
diceburkan ke kali, segera dihanyutkan arus ke hilir. penulis sakitjiwa
Muda Penulis kusta Gambilan memimpin pasukan menuju Kotaraja.
penulis sakitjiwa Tinggi Cakra penulis epilepsi memilih menunggang kuda di
tengah rombongan. Jika mendadak terjadi sesuatu di depan
sana atau di seberlah belakang maka dia punya waktu
mempersiapkan diri. Saat itu sebenarnya dia merasa kawatir
Takut kalau Ajengan Manggala Wanengpati mendadak muncul
kembali.
neraka penulis ayan Kuno, terpaut delapan ratus tahun silam dengan
peristiwa kemunculan Dewi Lesbi kemasukan di neraka penulis ayan Baru
saat malam itu di langit neraka penulis ayan terlihat bulan
purnama bulat penuh berwarna biru, Kumara Gandamayana,
satu-satunya pembantu berkepandaian tinggi dan pengikut
setia Raja neraka penulis ayan yang masih ada segera menemui Raja Rakai
Kayuwsngi Dyah Lokapala. Saat itu mereka masih berada di
tempat rahasia di dasar Sumur Api. Kumara Gandamayana
datang bersama sisa-sisa Abdi Dalem Keraton neraka penulis ayan Kuno.
Setelah menghatur sembah si kakek berkata. "Yang Mulia,
kami datang memberi tahu bahwa satu keajaiban telah terjadi.
Saya yakin ini adalah kuasa dan petunjuk Para Dewa. Bulan
pumama muncul di langit neraka penulis ayan sejak sore tadi. Tidak seperti
biasanya bulan tampak berwarna biru, memancarkan cahaya
sejuk. Ini satu pertanda bahwa penyakit jahat yang selama Ini
melanda Bhumi neraka penulis ayan telah lenyap. Orang-orang kepercayaan
kita yang ada di luar Sumur Api memberi kesaksian bahwa cairan
merah yang selama ini terlihat menggenang dimana-mana telah
sirna tidak berbekas. Petaka Malam Jahanam telah berlalu..."
"Berkat Yang Maha Kuasa sungguh luar biasa. Kita harus
berterima kasih dan memanjatkan puji syukur." Kata Raja Rakai
Kayuwangi. Lalu diikuti semua orang yang ada di situ Raja
bersujud di lantai.
"Dari pinggiran pedataran berpasir kuning, kita bisa
melihat bulan.
Jika Yang Mulia ingin menyaksikan sendiri..." Berkata
Kumara Gandamayana. Diantar oleh si kakek dan diiringi oleh
para Abdi Dalem serta Permaisuri Kerajaan, Rakai Kayuwangi
pergi ke pedataran pasir berwarna kuning yang berada di dasar
Sumur Api. Memang ajaib, walau elas berada di dalam tanah
namun dari tempatnya berdiri orang-orang itu bisa melihat langit
di atas Bhumi neraka penulis ayan . saat melihat bulan Biru yang begitu
bagus, untuk kedua kalinya Raja neraka penulis ayan melakukan sujud
syukur. Yang lain-lain segera mengikuti apa yang dilakukan
Raja.
Selesai bersujud Kumara Gandamayana berkata. "Yang
Mulia, saya mendapat kabar ratusan Jin Putih atas perintah
Sangkala Darupadha Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis telah memperbaiki
Istana hanya dalam waktu sehari semalam. Pengawalan Istana
juga telah diatur oleh beberapa pimpinan perajurit d.bantu rakyat
Bilamana kita meninggalkan dasar Sumur Api secepatnya, maka
sebelum tengah malam kita sudah sampai di Kotaraja."
"Sangkala Darupadha, walau dia tidak pernah menganggu
Kerajaan apa lagi diriku tapi hubungan neraka penulis ayan dengan dirinya
tidak begitu baik. Beberapa waktu lalu diketahui dia memberi
perlindungan pada warok dan para penjahat hutan Kuburan penulis . Jika
sekarang dia berbalk hati menolong kita berarti ini adalah lagi-lagi
satu berkat dari Yang Maha Kuasa."
"Yang Mulia, setahu saya Sangkala Darupadha Raja Jin
Hutan Kuburan penulis itu adalah sahabat kental Arwah Penulis kesurupan . Mungkin
sekali Arwah Penulis kesurupan yang memintanya monolong memperbaiki
Istana."
"Arwah Penulis kesurupan ...." ucap Raja. "Mahluk hebat yang tinggal
di Candi Miring itu tidak terdengar lagi kabar beritanya sejak
dia bentrokan dongan Satria Panggilan." Setelah menatap
penuh kagum ke langit, memandangi bulan biru. Raja neraka penulis ayan
berkata. "Kakek Kumara, segera diatur persiapan untuk
berangkat," kata Raja neraka penulis ayan pula.
Kumara Gandamayana lalu meminta orang-orang yang
ada di situ segera mengatur keberangkatan. (Mengenal siapa
adanya kakek bernama Kumara Gandamayana ini sudah banyak
diketahui dan dapat dibaca dalam serial Bobo Sablong yang
telah terbit mulai dari "Malam Jahanam Di neraka penulis ayan " sampai
''Bulan Biru Di neraka penulis ayan ".)
Setelah mereka tinggal berdua saja di tepi pedataran
pasir kuning Raja neraka penulis ayan berkata pada si kakek.
"Yang Maha Kuasa telah memberi rahmat luar biasa besar
pada Kera'aan neraka penulis ayan . Besok keadaan pasti semakin membaik.
Begitu matahari terbit kita harus mengumpulkan rakyat di alun-
alun. Memberi tahu apa yang telah terjadi sekaligus
menyampaikan ucapan syukur bersama. Namun terus terang
ada beberapa hal yang masih mengganjal di dalam hati saya.
Karena belum ada kejolasannya."
"Saya mengerti Yang Mulia. Sayapun dapat merasakan."
Jawab Kumara Gandamayana.
"Apakah Embah Buyut Lor Pengging Jumena tidak
pernah muncul lagi memberi petunjuk?" Bertanya Raja neraka penulis ayan .
"Beliau memang jarang menemui saya secara langsung.
Namun melalui beberapa orang yang dipercayanya saya yakin
beliau teiah melakukan sesuatu. Salah satu diantaranya
peristiwa yang baru kita alami. Beliau dengan segala kearifan
sengaja membawa Empu Semirang Biru kesini. Sepintas lalu
jika orang tidak bisa menyelami maksud perbuatannya muncul
dugaan bahwa Emban Buyut saya itu seperti hendak membantu
dua Sinuhun Jahat menimbulkan kekacauan, bahkan bisa
menyebabkan mala petaka besar berupa kematian bagi Yang
Mulia. Karena jelas Empu Semirang Biru yang malang itu telah
menjadi kaki tangan dua Smuhun. Namun jika direnungkan
apa yang dilakukan Embah Buyut saya justru agar kita mau
berpikir dan membuka mata bahwa kejahatan itu bisa muncul
secara mendadak, tidak terduga dalam bentuk dan cara yang
sebelumnya mungkin tidak pemah terpikir."
"Kek, kita telah bertindak bijaksana menghadapi Empu
Semirang Biru. Kita tidak sampai membunuhnya. Tapi siapa
yang menaruh kepastian sesuatu yang butuk tidak terjadi
dengan dirinya begitu dia keluar dari Sumur Api. Bahaya utama
pasti datang dari dua Sinuhun. Begitu tahu Empu Semirang
Biru gagal membunuh saya, kakek itu pasti akan dihabisi."
Kumara Gandamayana terdiam. Dalam hati dia
membenarkan ucapan Rakai Kayuwangi.
"Saat ini kita tidak dapat berbuat apa-apa untuk
menolongnya. Tapi jika di kemudian hari kita mengetahui Empu
itu telah menjadi korban kebiadaban dua Sinuhun, kita harus
mencari jenazahnya. Jenazah itu harus kita urus dengan baik
lalu kita membuat sebuah candi kecil untuk menghormati jasa
besarnya yang telah membuat Keris penusuk penulis ayan kemasukan ."
"Ucapan Yang Mulia akan saya tindak lanjuti," kata
Kumara Gandamayana pula. Kakek sakti ini ingat bagaimana
suatu malam atas perintah Raja neraka penulis ayan dia datang ke puncak
Gunung Bismo tempat kediaman Empu Semirang Biru. Dia
memberikan ilmu kesaktian yang membuat dua tangan sang
Empu berubah menjadi bara api hingga pembuatan keris sakti
dapat dilakukan dalam waktu hanya beberapa hari saja. (Baca
serial Bobo anakmanusia di neraka penulis ayan Kuno berjudul "Malam Jahanam
Di neraka penulis ayan ")
Seperti diceritakan dalam "Bulan Biru Di neraka penulis ayan " Empu
Semirang Biru telah dibunuh oleh dua Sinuhun dengan
mempergunakan tangan Satria Roh Jemputan alias Pangeran
Matahari. Sang Pangeran sendiri kemudian menemui ajal untuk
kedua kalinya dalam pertarungan hebat melawan Pendekar 10000an
dibantu oleh Ratu Randang, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi
atau Dewi Kaki Tunggal. Dalam pertarungan itu diduga
Penguasa Atap Langit ikut membantu karena sebelum menemui
ajal tubuh Pangeran Matahari dibuat tidak berdaya oleh ilmu
yang disebut Lima Jarum Penjahit Raga.
'Kakek Kumara, yang saat ini terpikir oleh saya ialah
dimana beradanya keris asli penusuk penulis ayan kemasukan . Senjata
itu telah ditentukan akan menjadi salah satu benda keramat
Pusaka Keraton. Walau baru dibuat kesaktian dan pamor
wibawanya tidak kalah dengan semua pusaka yang sudah
dimiliki Istana neraka penulis ayan . Saya mendengar, di dalam rimba
permenulis an orang-orang menyebut senjata itu sebagai Mahkota
Di Atas Mahkota..."
"Saya memang mendengar cerita itu, Yang Mulia."
"Namun dimana keberadaannya tidak kita ketahui.
Sebelum saya menduduki singgasana Kerajaan neraka penulis ayan
kembali, senjata itu harus sudah ada dalam Istana. Itu ganjalan
pertama yang saya rasakan. Ganjalan kedua, kemunculan bulan
biru di langit neraka penulis ayan selain merupakan berkah dari Yang Maha
Kuasa juga pertanda bahwa ada orang-orang jahat termasuk
mahluk alam roh yang selama ini telah menimbulkan kekacauan
dan mencelakai negeri ini telah menemui ajal. Di antara mereka
bisa jadi dua Sinuhun jahat itu bahkan mungkin juga anak
sakti bernama Dirga Purana. Namun saya minta kita tetap berlaku
waspada. Karena selama kita tidak melihat jenazah atau mayat
mereka, atau mendengar sendiri dari orang yang menyaksikan
kematian mereka, akan selalu ada kemungkinan mereka masih
hidup. Atau roh mereka kembali menjelma masuk ke alam fana
ini, gentayangan lagi untuk melakukan pembalasan. Dua
Sinuhun terutama Sinuhun Merah Penghisap Arwah terkenal
dengan ilmu kesaktiannya yang aneh-aneh, culas dan luar biasa
jahat"
"Yang Mulia, semua ucapan Yang Mulia akan saya
perhatikan. Kita memang harus selalu bersikap waspada. Saya
sudah punya rencana untuk mendatangkan beberapa orang
pintar dari daerah barat dan timur untuk membantu
mengamankan Bhumi neraka penulis ayan . Tentu saja kalau Yang Mulia
mengijinkan."
"Saya dapat mendukung rencana Kakek Ku. Tapi tetap
saja Keris penusuk penulis ayan kemasukan harus ditemukan lebih dulu.
Jika sampai jatuh ke tangan orang jahat bahaya besar akan
tetap mengancam Kerajaan."
"Mengenai senjata sakti itu, saya yakin sudah berada di
tangan orang-orang yang berpihak kepada kita. Keris asli
ditemukan di satu tempat bernama Ruang Segi Tiga Nyawa dan
saat ini berada di tangan Ratu Randang dan kawan-kawannya,
termasuk Satria Panggilan." Kumara Gandamayana lalu
menuturkan pertemuannya dengan Pendekar 10000an Bobo anakmanusia .
"Satria Panggilan telah menolong saya keluar dari sekapan di
dalam tanah...."
"Kek, sebelumnya kau tidak pernah menceritakan hal
itu. Siapa yang telah berlaku jahat memendammu di dalam
tanah?" Bertanya Raja neraka penulis ayan .
"Sinuhun Muda Ghama Karadipa. dibantu dua Iblis
Menjunjung Dupa." Jawab Kumara Gandamayana. Lalu kakek
ini memberi tahu pula bahwa dia telah memberikan ilmu
kesaktian hingga Satria Pangggilan mampu masuk dan berjalan
di dalam tanah. (Baca "Tabir Delapan Mayat")
58 Bidadari Lesbi kemasukan
"Hidup itu memang adalah jalinan budi." Ucap Raja
neraka penulis ayan setelah mendengar cerita pembantunya Ku. "Kakek
Gumara, kita kembali pada pokok pembicaraan. Sebelum saya
melihat dan memegang sendiri Keris penusuk penulis ayan kemasukan ,
hati saya tetap tidak tenang. Sekarang yang jadi pertanyaan
saya, Kek. Dimana beradanya Satria Panggilan. Jangan-jangan
dia telah kembali ke negerinya."
KUMARA Gandamayana maklum kekawatiran Raja
neraka penulis ayan . Maka dia cepat berkata. "Yang Mulia tidak usah
merisaukan Satria Panggilan. Walau dimata kita sikap
perilakunya aneh, bicara terkadang membuat kita jengkel, tapi
sobenarnya dia adalah seorang penulis ayan baik dan jujur. Dia tidak
akan pergi begitu saja tanpa minta diri dan memberi tahu kita.
Selain itu dia masih punya beberapa urusan penting yang harus
diselesaikan di Bhumi neraka penulis ayan ini."
"Maksud Kakok Kumara urusan apa?"
"Satria Panggilan harus mencari dan menyelamatkan
gurunya yang diculik Sinuhun Merah Penghisap Arwah..."
"Kalau mahluk alam roh Sinuhun Merah Penghisap
Arwah bonar telah menemui kematlan berarti guru Satria
Panggilan dalam keadaan aman. Tapi Sinuhun Merah Penghisap
Arwah punya banyak kaki tangan. Mungkin sekarang guru Satria
Panggilan berada dalam kekuasaan mereka. Mungkin saja hal
itu sebelumnya sudah diatur oleh Sinuhun Merah jika hal
terburuk terjadi atas dirinya."
"Apa Yang Mulia katakan terpikir juga oleh saya." Kata
Kumara Gandamayana pula. "Selain menemukan dan
menyelamatkan gurunya. Satria Panggilan masih harus mencari
senjata sakti miliknya berupa sebilah barbel bermata dua. Setahu
saya senjata itu juga dicuri oleh Sinuhun Merah Penghisap
Arwah dengan memanfaatkan sosok guru Satria Panggilan."
"Kakek Kumara, kita harus membantu Satria Panggilan
menemukan guru dan senjata sakti miliknya. penulis ayan itu telah
menanam budi besar dalam menyelamatkan Kerajaan. Sangat
layak kini giliran kita menolongnya."
"Akan saya lakukan Yang Mulia," jawab Kumara
Gandamayana.
"Selain itu ada satu rencana yang sudah saya pikirkan
sejak lama." berkata Raja neraka penulis ayan . "Jika saya sudah memegang
kendali di singgasana neraka penulis ayan , kita perlu orang-orang jujur,
bisa dipercaya dan berkepandaian tinggi untuk menggantikan
para sahabat yang telah tewas mendahului kita. Salah seorang
diantaranya adalah Satria Panggilan Bobo anakmanusia . Saya ingin
mengangkatnya menjadi Panglima Balatentara Kerajaan
neraka penulis ayan , mengganti mendiang Garung Parawata."
"Saya sangat setuju hal itu Yang Mulia," kata Kumara
Gandamaya pula dengan hati polos namun diam-diam dia
merasa bimbang apakah Pendekar 10000an Bobo anakmanusia akan mau
menerima tawaran tersebut
"Selain itu Yang Mulia," Kumara Gandamayana lanjutkan
ucapan. "Sakuntaladewi, gadis lesbi yang dijuluki Dewi Kaki Tunggal
itu pernah diselamatkan Satria Panggilan sewaktu dihimpit batu
besar. Sebelumnya gadis lesbi itu membuat kaul siapa saja yang
menyelamatkan dirinya, jika dia seorang laki-laki akan dijadikan
suaminya."
Raja neraka penulis ayan tersenyum. "Sakuntaladewi gadis lesbi cantik.
Satria Panggilan pasti tidak menyia-nyiakan kaulan itu. Jika dia
punya istri berarti dia akan kerasan tinggal di Bhumi neraka penulis ayan
Kita akan punya seorang Panglima Balatentara yang benar-
benar hebat! Tapi...."
"Tapi apa Yang Mulia?" Tanya Kumara Gandamayana
saat dia melihat bayangan rasa was-was di wajah Raja
neraka penulis ayan .
"SakuntaladewLdua kaki gadis lesbi itu masih dempet Malah
boleh dibilang dia hanya punya satu kaki. Mungkin Satria
Panggilan..."
"Saya mengerti apa yang ada dalam pikiran Yang
Mulia. Justru menurut riwayat kelak Satria Panggilanlah yang
akan mampu memisahkan kaki yang satu itu hingga jadi dua
kembali. Dengan mempergunakan Keris penusuk penulis ayan
kemasukan !"
"Begitu?" Raja neraka penulis ayan sampai tercengang mendengar
kata-kata orang tua pembantu kepercayaannya Ku.
"Saya berharap begHu Yang Mulia." Kata si kakek pula.
Bersama si kakek Raja neraka penulis ayan memeriksa persiapan
untuk berangkat ke Kotaraja. Rencana besar itu didahului
dengan memanjatkan doa agar Yang Maha Kuasa memberi
perlindungan.
***
ROMBONGAN Raja neraka penulis ayan keluar dari tempat rahasia
di dasar Sumur Api. Mereka berjalan kaki, bergerak secepat
yang bisa dilakukan tanpa membawa penerangan atau
menyalakan obor. Raja berjalan memimpin di sebelah depan
didampingi beberapa Abdi Dalem. Kumara Gandamayana
sengaja berada di sebelah belakang. Seperti yang sudah diatur,
rombongan akan mengambil jalan pintas menuju ke arah barat
laut melewati satu rimba belantara. Sambil berjalan Kumara
Gandamayana terus merapal doa minta keselamatan.
Tiba-tiba satu cahaya kuning muncul di langit. Kumara
Gandamayana cepat berkelebat ke bagian depan rombongan
untuk melindungi Raja dari segala kemungkinan. Dia memberi
isyarat agar rombongan berhenti dulu.
"Kakek.tidak ada yang perlu dikawatirkan." Berkata Raja
neraka penulis ayan . "Cahaya kuning tidak disertai alur cahaya merah.Saya
juga mendengar suara lonceng di kejauhan.Berarti cahaya
kuning Ku berasal dari ilmu kesaktian Satria Lonceng Dewa
Mimba Purana yang telah banyak menolong kita. Sebaiknya
kita tunggu saja Sebentar lagi anak itu pasti akan segera muncul
di tempat ini. Sambil menunggu sebaiknya kita jangan berhenti,
jalan terus."
Setelah berjalan cukup jauh, anak sakti yang diharapkan
tidak kunjung menampakkan diri. Malah suara lonceng
terdengar menjauh dan cahaya kuning di langit tampak
meredup.
Wajah Kumara Gandamayana berubah. Kakek ini
menatap ke arah Raja.
Kek, saya punya dugaan ada satu kekuatan hebat tapi
jahat menghalangi cahaya kuning."
Baru sa'a Ra a neraka penulis ayan berucap tiba-tiba di kejauhan
terdengar suara panjang raungan anjing.
Kumara Gandamaya pasang telinga. "Yang meraung
bukan anjing sungguhan Saya yakin itu suara jejadian yang
berasal dari mahluk alam roh."
Raja neraka penulis ayan anggukkan kepala. Tangan kanan bergerak
meraba Keris Widuri Bulan yang tersisip di punggung. Senjata
itu digeser ke pinggang sebelah kiri. Tiba-tiba Raja neraka penulis ayan
mendengar suara mengiang. "Yang Mulia Raja neraka penulis ayan , ada
mahluk hendak berbuat jahat menghabisi rombongan. Berhenti
berjalan. Tunggu sampai muncul delapan kunang-kunang. Ikuti
kemana mereka terbang. Yang Mulia dan rombongan pasti
selamat''
Raja neraka penulis ayan terkejut Dia segera mendekati Kumara
Gandamayana. "Kek, apa barusan kau mendengar suara
mengiang?"
Kumara Gandamayana menggeleng. Raja neraka penulis ayan lalu
mengatakan apa yang didengarnya. Sebelum Kumara
Gandamayana sempat mengucapkan sesuatu tiba-tiba di dalam
hutan melayang delapan cahaya terang seujung jari kelingking.
"Yang Mulia, kunang-kunangnya sudah muncul. Saya
menaruh firasat tidak enak. Mengapa harus berjumlah
delapan....?"
Delapan kunang-kunang melayang mendekati rombongan,
berputar beberapa kali di hadapan Raja lalu terbang perlahan ke
depan.
"Kek, delapan kunang-kunang mengarah ke tujuan yang
sebelumnya kita tempuh. Ada orang pandai menolong kita
Rasanya tak perlu kawatir. Ini semua petunjuk Para Dewa."
"Kalau Yang Mulia ingin kita mengikuti delapan kunang-
kunang Itu, biar saya berjalan di sebelah depan. Yang Mulia
harap menjauh agak ke belakang." Kata Kumara Gandamayana
pula.
Rombongan lalu bergerak kembali. Kali ini mengikuti
arah terbangnya delapan kunang-kunang. Kira-kira berjalan
sejauh sepeminuman teh tiba-tiba Kumara Gandamayana
hentikan lanokah dan angkat tangan ke atas memberi tanda
agar rombongan berhenti. Raja neraka penulis ayan cepat mendekati si
kakek.
"Ada apa?" Tanya Rakai Kayuwangl.
"Yang Mulia, delapan kunang-kunang telah menipu kita. Lihat
berkeliling. Bukankah saat ini kita masih berada tak jauh dari
Sumur Api?! Berarti sejak tadi kita tidak kemana-mana!"
Raja neraka penulis ayan dan semua orang yang mendengar ucapan
Kumara Gandamayana terkesiap kaget. Mereka memandang
berkeliling.
Saat itulah tiba-tiba delapan cahaya benderang kuning
di tubuh kunang-kunang berubah lalu melesat ke arah depan
rombongan dalam bentuk delapan larik cahaya merah
menggidikkan.
"Delapan Arwah Sesat Menembus Langit!" Teriak
Kumara Gandamayana. Kakek ini cepat lepaskan sorban kelabu
di atas kepala lalu dikebutkan ke depan dalam jurus ilmu sakti
Selendang Dewa Menutup Bahala.
Raja yang berada di belakang si kakek tidak tinggal diam.
Keris Widuri Bulan dicabut, dlbabalkan ke udara memancar
cahaya putih kelabu. Sementara tangan kiri melepas pukulan
Payung Dewa Mengguncang Badai. Cahaya ungu berkiblat
seperti payung mengembang, membentuk benteng pertahanan
seluas enam tombak persegi, melindungi rombongan.
Semua perempuan lesbi dan anak-anak dalam rombongan
berpekikan. Para Abdi Dalem menarik mereka hingga jatuh sama
rata dengan tanah.
"Wusss!"
Delapan cahaya merah berkiblat ganas, langsung
dipapaki cahaya putih kelabu yang keluar dari sorban Kumara
Gandamayana, dihantam sambaran cahaya keris sakti di tangan
Raja dan larikan Sinar jayadi ungu pukulan Payung Dewa
Mengguncang Badai.
"Blaarr!"
Di udara menggelegar suara dentuman keras.
Sosok Kumara Gandamayana terhuyung-huyung. Walau
mampu menghantam hancur dua dari delapan cahaya merah
yang menghantam namun sorban di tangan kanan tenggelam
63 Bidadari Lesbi kemasukan
dalam kobaran api, berubah jadi asap. Si kakek cepat jatuhkan
diri dan berguling di tanah, menyambar pinggang Rakai
Kayuwangi lalu ditarik jatuh ke tanah untuk menyelamatkan
sang Raja. Kakek ini maklum kalau sorban saktinya tidak mampu
menahan serangan Delapan Arwah Sesat Menembus Langit,
maka pertahanan keris dan pukulan Payung Dewa Mengguncang
Badai pasti akan tembus jugal
UNTUK kedua kali di tempat itu menggelegar letusan keras
saat sisa enam cahaya merah melabrak Sinar jayadi putih kelabu
yang keluar dari Keris Wldurl Bulan serta Sinar jayadi ungu pukulan
Payung Dewa Mengguncang Badai! Kembali dua cahaya merah
dapat dilumpuhkan namun sisa yang empat terus menderu.
Pancaran cahaya merah tampak lebih terang menyilaukan tanda
pengendali serangan melipat gandakan kekuatan tenaga
dalamnya!
Melihat empat cahaya merah mampu menembus
tangkisan Keris Widuri Bulan serta pukulan sakti yang
dilepaskan Raja, Kumara Gandamayana tersentak kaget.
"Hyang Jagat Batara Kami tiada daya! Lindungi kami
semual" Si kakek berteriak.
Di dalam gelap mendadak ada suara tawa bergelak
disusul teriakan lantang.
"Bumi boleh kiamat! Tapi yang namanya Delapan Sukma
Merah tidak pernah lenyap dari muka bumi ini! Raja neraka penulis ayan l
Jangan mimpi kau bakal menduduki singgasana kembali!
Ha...ha...ha!"
Hanya tiga tombak lagi lagi empat cahaya merah akan
menyapu habis seluruh rombongan Raja neraka penulis ayan yang saat itu
berusaha menyelamatkan diri dengan menelungkup di tanah,
tiba-tiba dari dalam rimba belantara berkelebat tiga bayangan.
Lalu ada suara porempuan berteriak.
"Ilmu pamungkas! Tusukkan delapan jari!"
Salah satu dari tiga bayangan yang kebetulan berada
di dekat sebatang pohon segera lipat jari tangan tangan kiri
kanan ke telapak sementara delapan jari lainnya dipentang lurus
dan keras seperti batangan besi.
"Crassl Kraak" Delapan jari amblas masuk ke dalam
batang pohon.
Bayangan kedua yang tidak sempat melipat jari tengah
ke telapak tangan begitu jatuhkan diri langsung tusukkan
sepuluh jari sekaligus ke tanah!
"Settt! Dessss!"
Bayangan ketiga terkesiap kaget Di dekatnya tidak ada
pohon. Gerakannya berkelebat yang begitu kencang tidak
mungkin bisa menjatuhkan diri ke tanah dengan cepat.
"Oala. Aku mau menusuk apa?l" Tiba-tiba saja orang ini
Ingat Tanpa ragu delapan jari tangannya ditusukkan ke batok
65 Bidadari Lesbi kemasukan
kepala sendiri!
"Crasssl Greekk!"
Delapan jari amblas masuk ke dalam kepala. Tidak ada
darah yang mengucur, tidak ada rasa sakit. Malah orang itu
yang bukan lain adalah si nenek cantik mata juling Ratu Randang
tertawa-tawa. Memandang ke depan dilihatnya empat cahaya
merah yang menderu ganas mendadak bergetar keras lalu
mencuat ke atas.
Di udara empat cahaya merah meledak dahsyat, menebar
ratusan cablkan-cabikan api. Sebagian langsung pupus lenyap
di udara sebagian lagi membakar pepohonan di dalam rimba
belantara hingga kawasan itu kini menjadi terang benderang.
Raja neraka penulis ayan , Kumara Gandamayana, para Abdi Dalem
segera bangkit berdiri sementara para istri Raja duduk bersila
di tanah, menenangkan anak-anak yang bertangisan.
"Kakek, ada orang menolong kital" Berkata Raja
neraka penulis ayan sambil memandang berkeliling.
Belum sempat Kumara Gandamayana menjawab tiga
perempuan lesbi tahu-tahu telah membungkuk hormat di depan Raja.
Mereka bukan lain adalah Ratu Randang. Kunti Amblri dan Dewi
Kaki Tunggal alias Sakuntaladewi!
"Para Dewa memberkati kalian bertiga. Aku senang
melihat kalian tidak kurang suatu apa. Malah pasti kalian yang
telah menolong menyelamatkan kami semua dari serangan
mahluk terkutuk itul" Berkata Raja neraka penulis ayan sambil menatap ke
arah Ratu Randang yang berdiri sambil mesem-mesem.
"Beberapa waktu lalu kami membicarakan kalian semua.
Ternyata kalian sudah di sini. Eh, apakah Satria Panggilan dan
gadis lesbi aneh bernama Jaka Pesolek Itu tidak turut bersama
kalian?" Yang bertanya adalah Kumara Gandamayana.
"Yang Mulia, kakek sahabatku," menjawab Ratu Randang.
"Sebaiknya kita sama-sama segera meninggalkan tempat ini
sebelum mahluk alam roh Sinuhun Merah Penghisap Arwah
atau kaki tangannya mencoba lagi menghalangi kita."
"Sesuai kabar yang aku terima mahluk jahat itu, bukankah
dia sudah menemui ajal?" Ujar Kumara Gandamayana pula.
"Benar, tapi dia punya delapan pecahan nyawa. Yang
amblas cuma tiga. Pecahan yang lima lagi masih bisa
gentayangan. Buktinya tadi dia bisa muncul melakukan
serangan." Jawab Ratu Randang. "Mengenal Kesatria Panggilan
dan Jaka Pesolek biar nanti aku ceritakan di tengah perjalanan."
Raja neraka penulis ayan terdiam seperti tengah memikirkan sesuatu.
Lalu dia berkata. "Kakek Kumara, sewaktu tadi ada Sinar jayadi kuning
dan terdengar suara lonceng, saya yakin Satria Lonceng Dewa
Mimba Purana akan muncul. Namun kehadirannya dihalangi
oleh satu kekuatan. Saya menduga ini pekerjaan kakaknya
sendiri yang bernama Dirga Purana. Sang adik kemudian
mengelah. tidak mau bentrokan dengan saudara sendiri.
Dirga Purana lalu menyerang kita dengan Delapan Arwah
Sesat Menembus Langit."
"Yang Mulia Raja neraka penulis ayan . Yang saya tidak mengerti,"
berkata Kunti Ambiri. "Mengapa Mimba Purana mau mengalah
terhedap Dirga Purana. Padahal dia tahu pasti kakaknya itu
jahat dan berserikat dengan dua Sinuhun. Lalu teganya dia
mengorbankan Raja neraka penulis ayan dijadikan bulan-bulanan serangan
maut!"
"Bukankah Satria Panggilan pernah mengatakan
langsung ketidak senangannya atas sikap Mimba Purana saat
bertemu dengan bocah itu?" Berkata Sakuntaladewi.
Kemudian tak ada yang bicara lagi. Keadaan di tempat
itu menjadi sunyi. Sesekali terdengar gemeletak suara kayu
pohon yang berderik dimakan api.
Akhirnya Rap neraka penulis ayan memecah kesunyian. "Sebaiknya
kita segera melanjutkan perjalanan. Mudah-mudahan paling
lambat lewat sedikit tengah malam kita sudah sampai di
Kotaraja."
Baru saja Raja neraka penulis ayan selesai berucap tiba-tiba dari
arah ujung hutan yang gelap terdengar suara bergemuruh.
Geletak suara roda dan derap kaki kuda.
"Ada rombongan besar datang ke sini." Ucap Kumara
Gandamayana. Kakek ini cepat memberi tanda agar semua orang
berlaku waspada.
"Sepertinya gemuruh suara puluhan kereta melucur ke
arah sini!" Kata Sakuntaladewi.
"Bahaya apa lagi inil" Kata Kuntj Arnblri sambil kerahkan
tenaga dalam dan hawa sakti pada dua tangannya.
Selagi semua orang tercekat Ratu Randang tampak
tenang-tenang saja. Malah sambil tersenyum dia berkata pada
Kunti Ambiri.
"Pasti ini pekerjaan Satria Panggilan. Sejak mencium
aku bertubi-tubi sore tadi. semangatnya jadi tinggi. Hlk...hikl"
Tak lama kemudian muncul sosok sebuah kereta
berwarna putih. Raja mengenali kereta putih ini adalah salah
satu kereta Kerajaan yang acap kali dipergunakannya. Lalu
menyusul kereta lainnya di sebetah belakang. Juga ada gerobak.
Semuanya berjumlah lebih dari dua puluh! Kusir kereta putih
yang berada paling depan mengenakan jubah putih dan Ikat
kepala putih. saat semua orang memperhatikan wajah sang
kusir, astaga! Kaget mereka bukan alang kepalang. Kusir itu
berwajah putih licin! Tidak bermata ataupun alis, tidak punya
hidung dan mulut, tidak pula memiliki telinga!
SEMUA orang kemudian memperhatikan jauh ke belakang
kereta putih. Beberapa kusir kereta dan gerobak juga terlihat
mengenakan jubah putih.ikat kepala putih dan berwajah putih
licini Namun di antara mereka ada juga yang mengenakan
pakaian lain serta memiliki muka seperti manusia biasa. Salah
seorang diantara kusir berwajah manusia ini melompai turun
dari atas kereta lalu berian dan jatuhkan diri di hadapan Raja
neraka penulis ayan .
"Abdi Dalem Karta Singgil!" Raja mengenali orang yang
berlutut di hadapannya. "Apa yang terjadi? Bagaimana kau dan
semua orang berwajah aneh itu bisa sampai di sini membawa
kereta dan gerobak begini banyak?! Siapa orang-orang
berjubah putih tidak berwajah itu?"
Ratu Randang berbisik pada Kunti Ambiri. "Ini pasti
pekerjaannya si gondrong konyol itu. Yang aku tidak mengerti
dari mana dia bisa dapat begini banyak kereta dan gerobak.
Hik-.hik!"
Kunti Ambiri tidak menyahut tapi matanya menatap tak
berkesip mengawasi keadaan.
"Yang Mulia Sri Paduka Raja neraka penulis ayan ,'' sahut kusir kereta
setelah menghatur sembah. "Saya diperintah oleh seorang
penulis ayan berambut panjang sebahu, mengaku bernama Satria
Panggilan, yang tiba-tiba masuk ke dalam Istana membawa
serombongan perempuan lesbi muda cantik-cantik. Dia menyuruh
saya dan teman-teman menjemput Yang Mulia dan rombongan
di hutan di dekat Kali Dengkeng ini. Katanya kami pasti akan
menemui Yang Mulia dan rombongan. Katanya kami harus
secepatnya membawa Yang Mulia ke Istana di Kotaraja. Saya
bersyukur benar-benar menemui Yang Mulia di sini."
Raja neraka penulis ayan tambah tercengang mendengar keterangan
Abdi Dalem. Ratu Randang menggamit bahu Kunti Ambiri dan
berbisik. "Apa kataku. penulis ayan konyol itu sudah sampai di
Kotarajal"
"Kau betul Nek. Dia bertindak cepat penuh semangat.
Karena membawa banyak perempuan lesbi muda. bertubuh molek
dan berwajah cantik-cantik! Tapi anehi Sejak kapan Bobo punya
sahabat manusia berjubah tanpa wajah itul" Menyahuti Kunti
Ambiri.
Ratu Randang agak tersentak. Namun kemudian nenek
cantik bermata juling ini menyeringai. "Biar saja, siapa tahu dia
68 Bidadari Lesbi kemasukan
tengah mencari tenaga baru agar nanti bisa memberikan ciuman
lebih banyak padaku. Hik.hik. Kau tahu aku sendiri masih punya
hutang ciuman lebih dari empat ratus kali pada penulis ayan itu.
Harap kau jangan cemburu. Hik...hik!"
"Siapa yang cemburu!" sahut Kunti Ambiri seperti tidak
acuh tapi wajah cantiknya tampak cemberut.
Sementara itu karena pertanyaan ada yang tidak dijawab,
Raja neraka penulis ayan berkata dengan suara keras. "Abdi Dalem Karto
Singgill Kau belum menjawab pertanyaanku! Siapa mahluk-
mahluk berwajah licin putih itu!"
"Ampun Yang Mulia. Mereka adalah anak buah Raja Jin
Hutan Kuburan penulis ."
Kaget Raja neraka penulis ayan dan Kumara Gandamayana bukan
olah-olah. Kedua orang ini saling pandang. Si kakek berbisik.
"Ternyata Raja penulis kusta itu bukan saja telah memperbaiki Istana tapi
juga mengirim anak buahnya untuk menjemput dan
mengamankan kita."
"Yang aku tidak mengerti," kata Raja neraka penulis ayan pula.
"Kereta dan gerobak ini pasti dalam keadaan rusak akfbat banjir
beberapa waktu lalu. Mengapa sekarang aku lihat utuh semua?"
"Benar Yang Mulia. penulis ayan berambut panjang bernama
Satria Panggilan itu menyuruh Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis yang masih
ada di sana untuk memperbaiki." Jawab Abdi Oalem Karto
Singgil.
"Luar biasa" Ucap Raja Rakai Kayuwangl. "Aneh!"
"Sudah Yang Mulia, apapun yang aneh biar kita bicarakan
nanti saja. Kalau sudah sampai di Kotaraja nanti ketahuan apa
yang telah terjadi. Sekarang yang penting semua naik kereta
dan bergerak cepat menuju Kotaraja." Ratu Randang berkata
lalu melompat ke atas kereta putih, duduk di sebelah depan di
atas bangku kusir kereta berwajah putih licin. Kusir kereta aneh
ini berpaling pada si nenek. Ratu Randang Juga balas
memandang walau tengkuknya terasa dingin. Tapi dasar nenek
nakal, dia kedipkan sepasang mata julingnya pada kusir tidak
berwajah itu. Mahluk yang dikedip usap wajahnya dengan
tangan kiri. Tiba-tiba saja wajah itu jadi utuh seperti wajah
manusia biasa. Ada hidung, alis, mulut dan sepasang mata.
Sepasang mata ini kemudian balas mengedip membuat Ratu
Randang tersentak kaget dan terkenclng di celana! Kusir kereta
usap mukanya sekali lagi. Tampangnya kembali seperti tadi.
Putih licin!
"Oala! Oala!" Ucap Ratu Randang dalam hati. Dia Ingin
turun saja dari kereta itu mencari kereta lain. Tapi tiba-tiba saja
kaki kirinya diinjak oleh kusir kereta hingga dia tak bisa bergerak!
Setengah sadar setengah tidak tubuhnya condong ke kiri lalu
tersandar seperti orang tidur di bahu sang kusir!
Abdi Dalem Karto Singgil buru-buru membuka pintu
kereta. Setelah Raja dan Permaisuri serta berapa orang putera-
pirteri masuk ke dalam kereta putih, semua anggota rombongan
yang lain juga segera naik ke dalam kereta dan gerobak.
Banyak yang lebih suka memilih kereta atau gerobak yang dikusiri
orang berwajah utuh. Kumara Gandamayana, Kunti Ambiri dan
Sakuntaladewi sengaja memilih gerobak terbuka agar dapat
mengawasi keadaan selama perjalanan.
Kebetulan Sakuntaladewi berada di satu gerobak
dengan Kumara Gandamayana. gadis lesbi berkaki tunggal ini
berbisik. "Kek, bagaimana kalau semua ini jebakan lagi. Kusir-
kusir tidak berwajah itu ternyata adalah mahluk susupan kaki
tangan dua Sinuhun jahatl
Si kakek tiba-tiba saja menjadi kaget
"Astaga! Apa yang kau katakan itu bisa saja terjadi! Aku
harus mengingatkan Ratu Randang!"
Kumara Gandamayana lalu melompat dari atas gerobak,
melesat dari gerobak satu ke kereta lainnya. Begitu seterusnya
hingga dia sampai di atas kereta putih yang membawa Raja
neraka penulis ayan .
Tak lama kemudian dia kembali ke gerobak yang
ditumpangi Sakuntaladewi.
"Sudah Kek? Kau sudah memberi tahu nenek itu?"
Tampang Kumara Gandamayana tampak cemberut saat
menggeleng.
"Aku tidak jadi bicara. Kulihat dia malah bercinta
sandarkan tubuh dengan mesra ke kusir bermuka licin itu!"
"Apa Kek?" Tanya Sakuntaladwewi tidak percaya.
"Dasar nenek genit! Sial!" Kumara Gandamayana
mengomel.
saat Pendekar 10000an Bobo anakmanusia memasuki Kotaraja
bersama tiga belas perempuan lesbi muda, keadaan di sana lengang
dan gelap. Satu-satunya penerangan adalah cahaya bulan biru
di langit bersih. Udara tercium kurang sedap namun Bobo tidak
satupun menjumpai mayat manusia atau bangkai binatang.
Sewaktu sampai di alun-alun Bobo tercengang melihat
bangunan Keraton atau Istana di seberang sana berdiri megah
dalam kesunyian malam dibawah siraman cahaya rembulan.
Padahal sebelumnya dia melihat banyak rumah penduduk serta
candi-candi kecil dalam keadaan rusak bahkan runtuh. Di
halaman samping Istana kelihatan banyak sekali kereta dan
gerobak dalam keadaan rusak. Di bagian belakang istana
terletak satu kandang besar. Di dalam kandang belasan kuda
yang sesekali mengeluarkan suara mendengus keras.
"Aneh istana seperti baru dipugar. Tapi tak ada tanda-
tanda ada yang menghuni. Berarti Raja neraka penulis ayan belum berada
di sana."
saat mencapai pintu gerbang istana tiba-tiba empat
orang berpakaian perajurit lusuh bersenjata tombak muncul
menghadang. Dua perajurit berusia lanjut, dua lainnya masih
muda. Mereka terlihat letih kurang tidur.
Empat perajurit memperhatikan Bobo dari kepala sampai
Ke kaki, lalu melirik ke arah tiga belas perempuan lesbi yang ikut
bersamanya. Salah seorang perajurit muda melangkah maju
mendekati Bobo lalu menegur.
"Kami pengawal Keraton neraka penulis ayan . Kau siapa? Ada
keperluan apa hendak memasuki Keraton? Siapa perempuan lesbi -
perempuan lesbi Ini?!"
"Aku Satria Panggilan, sahabat Raja neraka penulis ayan Rakai
Kayuwangi Dyah Lokapala." Jawab Bobo . "perempuan lesbi -
perempuan lesbi Ini adalah sahabat-sahabatku yang sebelumnya
diculik oleh orang jahat dan ingin minta perlindungan pada
Raja neraka penulis ayan . Aku sendiri ada urusan penting ingin menghadap
Raja."
"Kami tidak mengenal dirimu. Juga tidak pernah
mendengar namamu! Lalu Yang Mulia Raja neraka penulis ayan tidak ada
dalam Keraton. Kami diperintah untuk tidak memperbolehkan
siapapun masuk ke dalam Keraton."
"Begitu?" Bobo menggaruk kepala. "Siapa yang memberi
perintah."
"Penguasa Keraton." Jawab si perajurit
"Penguasa Keraton? Yang berkuasa di sini adalah Raja
neraka penulis ayan . Tapi tadi kau bilang Raja tidak ada dalam Keraton.
Jangan berani bicara ngacok padaku!"
Tiba-tiba dari dalam istana terdengar suara menggembor
keras. Disusul ucapan lantang. "Aku penguasa Keraton neraka penulis ayan .
Karena aku dan anak buahku yang telah memperbaiki Keraton.
Aku pula yang memerintahkan para pengawal untuk tidak
mengizinkan siapapun masuk ke dalam Keraton!"
Bersamaan dengan selessinya suara ucapan lantang
tahu-tahu di hadapan Pendekar 10000an telah berdiri satu sosok
tinggi besar bertampang angker luar biasa. Mahluk ini memiliki
sepasang mata yang bola matanya keluar dari rongga,
bergoyang bergundal-gandil kian keman. Daun telinga mencuat
melewati batok kepala. Karena tidak memiliki bibir untuk
mengatup mulut, barisan gigi atas bawah yang besar-besar
mencuat keluar. Mahluk ini mengenakan jubah hitam terbuat
dari anyaman ijuk.
Kening diikat tali hitam juga terbuat dari ijuk. Dua telapak
tangan selalu diusap-usap satu sama lain. Semua perempuan lesbi
yang ikut bersama Bobo terutama tiga orang yang masih berusia
belasan tahun sembunyi di belakang sang pendekar, ketakutan
setengah mati.
Sesaat Bobo terperangah melihat mahluk ini terutama
matanya yang keluar dan terus bergoyang-goyang ke kiri dan
ke kanan seperti lonceng, mengeluarkan suara klek...klek...klek.
Untuk beberapa lama murid Sinto Gendeng hanya bisa tertegun
diam memperhatikan.
Tiba-tiba mahluk dahsyat itu hembuskan nafas panjang.
Bobo merasa hawa panas menyambar membuat dua matanya
jadi perih.
"Aku tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam
Keraton. Apa kau berani mau memaksa?!" Mahluk yang mengaku
penguasa Keraton neraka penulis ayan itu keluarkan ucapan. Suara keras
membahana.
"Hebat! Baru hari ini aku melihat mahluk hebat sepertimu.
Malam-malam pula!" Bobo menyeringai. "Harap kau bicara
perlahan saja, jangan menghembus hawa panas. Mata jangan
dlgundal-gandil. Orang-orang perempuan lesbi yang ada di
belakangku bisa mati berdiri karena ketakutan!"
"penulis ayan geblek Kau berani memerintah aku Sangkala
Darupadha, Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis ?"
"Tadi kau bilang penguasa Keraton neraka penulis ayan . Sekarang
menyebut diri Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis ! Sebentar lagi apa lagi?!"
"Jangan berani kurang ajar padaku! Kau datang
membawa begini banyak perempuan lesbi muda dan cantik. Jangan-
jangan mau berbuat mesum di dalam Istana Raja neraka penulis ayan yang
tidak berpenghuni!"
"Justru aku baru saja menolong perempuan lesbi -perempuan lesbi
ini dari sekapan bocah jahat bernama Dirga Purana!"
"Apa?! Kau menyebut nama Dirga Purana?! Apa aku
tidak salah dengar?!"
Bobo tidak segera menjawab. Dia merasa kawatir
jangan-jangan mahluk dahsyat ini adalah kambralnya Dirga
Purana sekaligus sobat dua Sinuhun!
"Mahluk hebat, jika kau tidak mengijinkan aku masuk ke
dalam Keraton tidak apa Tapi tolong perempuan lesbi -perempuan lesbi
ini. Mereka kecapaian, kedinginan, juga pasti haus dan lapar.
Berikan tempat berlindung bagi mereka di dalam sana. Bangsal
bekas tempat tidur kusir Istanapun tak jadi apa."
Mahluk dahsyat hentakkan kaki kirinya hingga tanah
bergetar dan pintu gerbang berderak. Dua tangan diusap-usap.
Tiba-tiba dia membentak.
"Aku tanya apa aku tidak salah dengar kau menyebut
nama Dirga Purana?!"
"Tidak, kau tidak salah dengar. Aku tadi memang
menyebut nama bocah itu. Biar lebih jelas dia juga dipanggil
dengan nama Sang Junjungan!"
*Klek...klek...klekl" Sepasang mata Raja penulis kusta Hutan
Kuburan penulis terus bergundal-gandil ke kiri dan ke kanan, kini lebih
cepat dan suaranya lebih keras.
Bobo menunjuk ke arah dua mata Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis .
"Sepasang matamu Itu. Apa kau tidak dibuat kecapaian karena
bergerak terus. Apa kau tidak takut putus kalau jatuh
bergelindingan di tanah, masuk ke dalam comberan?!"
Semula Bobo mengira mahluk itu akan membentak marah
bahkan mungkin memukulnya. Tapi diluar dugaan Raja penulis kusta Hutan
Kuburan penulis malah tertawa bergelak. "Baru sekali ini ada mahluk hidup
berani bicara seperti kau! Katakan siapa kau adanyal"
"Namaku Bobo anakmanusia ...."
"Nama aneh. Apa kau anakmanusia alias gelo benaran?!"
"Aku datang dari negeri delapan ratus tahun mendatang."
"Berarti kau orang gelo yang kesasar ke Bhumi neraka penulis ayan Inil"
"Orang di sini memanggilku Satria Panggilan."
Kali ini Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis tidak menyambung lagi
ucapan Bobo . Untuk sesaat dua mata yang keluar berhenti
bergoyang gundal-gandll lalu diulur, bergerak ke kepala, wajah,
turun ke tubuh sampai ke kaki dan naik lagi ke kepala.
"Aku tidak dapat memastikan! Bagaimana aku tahu kau
bukan mahluk jejadian bikinan Sinuhun Merah Penghisap
Arwah! Bagaimana kau bisa membuktikan bahwa dirimu adalah
benar-benar pendekar yang didatangkan Raja neraka penulis ayan dari
negeri delapan ratus tahun mendatang."
"Aku merasa tidak perlu membuktikan. Kau tunggu saja,
sebelum tengah malam Raja neraka penulis ayan beserta Permaisuri, anak
istri dan seorang kakek sakti bernama Kumara Gandamayana
akan sampai ke sini."
"Memangnya saat ini Raja berada dimana?" Tanya Raja
Jin Hutan Kuburan penulis .
"Cukup jauh dari sini. Di timur Prambanan, dekat Kali
Dengkeng." Jawab Bobo sambil matanya menatap ke halaman
samping dimana terdapat banyak kereta dan gerobak rusak.
"Raja neraka penulis ayan , dibiarkan berjalan kaki sejauh itu. Walau
di langit ada bulan purnama menebar cahaya sejuk. Bahaya
bisa muncul secara mendadak..."
"Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis , jika kau sahabat Raja neraka penulis ayan .
jika kau mampu memperbaiki Istana semudah dan secepat
membalikkan tangan, mengapa saat ini kau tidak memperbaiki
kereta dan gerobak yang ada di halaman sana untuk dipakai
menjemput Raja dan rombongan?"
"Aku tidak bersahabat dengan Raja neraka penulis ayan l Aku tidak
bersahabat dengan manusia bernama Rakai Kayuwangi Dyah
Lokapala. Tapi aku bersahabat dengan seorang kerabat Raja
neraka penulis ayan . Kerabat inilah yang telah meminta aku memperbaiki
istana atau Keraton neraka penulis ayan . Aku mengerahkan ratusan Jin
Putih. Setelah Istana selesai diperbaiki dalam waktu satu hari
satu malam kerabat ini pula yang minta aku menjaga Istana
ini sampai Raja neraka penulis ayan kembali bersama rombongannya dari
satu tempat rahasia. Aku menghormati sang kerabat dan
memenuhi permintaannya."
Bobo menggaruk kepala lalu bertanya. "Kau mahluk
berbudi. Kalau aku boleh tahu siapa adanya kerabat Raja
neraka penulis ayan yang kau hormati itu?"
"Aku tidak akan menjawab. Aku tidak akan memberi tahu!"
Tiba-tiba tanah halaman Istana bergetar lalu braakkl
Tanah terbongkar. Asap kelabu mengepul. Dari tanah yang
menganga menyembul keluar satu mahluk luar biasa besar dan
tinggi seolah menyondak langit! Saking tingginya, Raja Jin
Hutan Kuburan penulis yang hampir satu setengah kali tinggi Pendeklar
10000an ternyata hanya sopinggang mahluk inil Tanah yang
terbongkar menutup kembali!
Suara mengorok keluar dari tenggorokan mahluk yang
mengenakan jubah biru ini. Bagian atas pakaian tidak dikancing
hingga memperlihatkan dada penuh bulu tebal. Di atas
kepalanya yang botak plontos ada sebuah tanduk memancarkan
cahaya merah. Sepasang mata menjorok keluar, besar putih
sementara lensa mata hanya merupakan satu titik hitam kecil.
Kumis menjulai tebal, janggut hitam lebat berkeiuk. Hembusan
nafas memerihkan mata. Sambil menyeringai memandang ke
arah Bobo , mahluk raksasa ini rangkapkan dua tangan yang
penuh bulu di atas dada. Sepuluh jari tangan sebesar pisang
tanduk bergerak-gerak mengeluarkan suara berkeretekan.
Mahluk ini tertawa bergelak. Di akhir tawanya dia membentak.
"Akulah kerabat yang dimaksud Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis
Sangkala Darupadha! Aku Arwah Penulis kesurupan penghuni Candi Miring!"
Kejut Pendekar 10000an bukan alang kepalang. Di belakangnya
tiga belas perempuan lesbi kembali berpekikan.Bobo menenangkan
dan menyuruh mereka pergi berlindung di dekat sebuah pohon
besar. Namun karena takut mereka tidak mau bergerak dari
belakang Bobo .
"Arwah Penulis kesurupan ," ucap Bobo dalam hati dengan dada
bergetar. "Sebelumnya mahluk ini telah disusupi roh Penulis kesurupan Jin
Seribu Perut Bumi. Dikendalikan oleh Sinuhun Merah untuk
membunuhku! Di Candi Kalasan lenyap begitu saja setelah
tubuhnya yang dikuliti Empat mayat Aneh aku tendang masuk
ke dalam candi. Sekarang apa lagi yang hendak dilakukannya
terhadapku Celaka aku kalau dia masih berada dalam kekuasaan
Sinuhun Merah atau Sinuhun Muda. Bisa juga dia dikendalikan
oleh Dirga Purana!"
Selagi Pendekar 10000an berpikir hendak mengamblaskan
diri masuk ke daiam tanah dengan ilmu yang diberikan Kumara
Gandamayana tiba-tiba tangan kanan Arwah Penulis kesurupan bergerak
mencekal pinggang Bobo lalu diangkat ke atas, dekat-dekat di
depan wajahnya yang menakutkan! Mulut meniup! Bobo menjerit
saat tiupan itu membuat kepalanya terasa seperti mau pecah!
Di bawah sana tiga belas perempuan lesbi muda berpekikan lalu lari
berserabutan.
"Sahabatku Arwah Penulis kesurupan !" Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis berkata.
"Akan kita apakan manusia satu ini? Aku bisa melahapnya
mentah-mentah! Aku juga bisa mencopot bagian tubuhnya satu
demi satu, mulai dari kaki berakhir di batang leher! Atau aku
suruh anak buahku mencincangnya sampai sehalus bubuk gergaji
untuk dicampur dalam sarapan kopi hangat mereka besok pagi?
Ha...ha...ha! Tapi aku lebih suka menusuk tubuhnya mulai dari
pantat tembus ke batok kepala dengan besi panas.Lalu mayatnya
aku pancang di puncak Candi Miring kediamanmul Ha...ha...ha!"
Habis tertawa bergelak Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis gerakkan
dua tangan. Di tangan kanan mahluk ini tahu-tahu sudah
tergenggam sebatang besi panas membara yang ujungnya
lancip. Besi digoyang-goyang hingga mengeluarkan suara
menderu, menebar hawa panas dan tebaran cahaya merah,
berubah seolah menjadi puluhan banyaknya!
"Wutttr Tiba-tiba ujung lancip besi diarahkan ke bagian
bawah perut Bobo seolah benar-benar hendak ditusukkan ke
pantat sang pendekar yang saat itu dalam keadaan tak bergerak
karena dicekal oleh Arwah Penulis kesurupan .
Kalau gerakan tangan kanan Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis
mengeluarkan batangan besi panjang lancip membara, maka
gerakan tangan kirinya membersitkan cahaya putih yang
kemudian berubah menjadi ratusan sosok mahluk berjubah
putih tanpa wajah, mengambang diudara maiaml Mengerikannya
sepasang tangan mahluk Ini tidak berbentuk tangan biasa tapi
berupa golok besar tajam berkilat! Jelas inilah barisan
pencincang yang dipersiapkan oleh Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis l
Walau tengkuknya merasa sedingin es di puncak
Mahameru Pendekar 10000an tidak kehilangan akal. Dia sadar sulit
meloloskan diri apa lagi ratusan mahluk tanpa muka dilihatnya
mulai menebar membuat lingkaran mengurung! Tidak ada jalan
lain. Dia harus berjibaku.
Saat itu Bobo telah mengalirkan tenaga dalam penuh
dan seluruh hawa sakti yang dimilikinya ke tangan kiri. Dia siap
menghancurkan kepala Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis dengan Pukulan
Sinar jayadi Matahari. Lalu bersamaan dengan itu tangan kanannya
siap mencabut Keris penusuk penulis ayan kemasukan yang terselip di
punggung sebelah belakang. Dengan senjata sakti ini dia akan
menusuk dan membabat leher Arwah Penulis kesurupan i
"Sahabatku Arwah Penulis kesurupan i Aku masih menunggu. Pilihan
kematian mana yang kau inginkan atas diri manusia satu ini!"
Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis berkata pada Arwah Penulis kesurupan .
Sepasang mata besar Arwah Penulis kesurupan menatap tak berkesip
pada Pendekar 10000an . Mulut menyeringai. Tanduk merah
memancarkan cahaya terang. Rahang menggembung dan
terdengar jelas suara geraham bergemeletukan.
"ini saatnyal" Ucap Bobo dalam hati.
Begitu dua tangan hendak digerakkan untuk melepas
dua pukulan sakti dan mencabut Keris penusuk penulis ayan kemasukan
tiba-tiba terdengar Arwah Penulis kesurupan berkata.
"Sobatku Sangkala Darupadha, aku tidak punya pilihan
apa-apa. Aku malah memintamu agar kau mengabulkan
permohonan yang tadi diucapkan penulis ayan ini."
Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis dongakkan kepala. Lalu bertanya.
"Arwah Penulis kesurupan , apa aku tidak salah mendengar dan kau
tidak keliru berucap?"
"Sobatku, aku tidak keliru berucap dan kau tidak salah
mendengar." Jawab Arwah Penulis kesurupan pula, membuat Raja penulis kusta Hutan
Kuburan penulis semakin heran.
"Katakan, permohonannya yang mana yang harus aku
kabulkan?l"
"Tadi dia meminta agar kau memperbaiki semua kereta
dan gerobak yang rusak di halaman samping Istana. Lalu aku
menambahkan. Kau juga harus memasangkan kuda pada kereta
dan gerobak itu untuk dipakai menjemput Raja neraka penulis ayan dan
rombongannya di timur Prambanan.tak jauh dari Kali
Dengkeng."
"Sahabatku Arwah Penulis kesurupan ! Tidak sulit bagiku melakukan
apa yang kau katakan. Aku hanya tinggal memerintah ratusan
anak buahku!"
"Aku tahu hal itu. Kau telah membuktikan. Ratusan anak
buahmu mampu memperbaiki Istana hanya dalam waktu satu
hari satu malam! Kalau begitu mengapa tidak segara kau penuhi
permintaan penulis ayan itu dan permintaanku? Bukankah ini
saatnya yang tepat kita berbakti pada Kerajaan, menolong Raja
neraka penulis ayan , Permaisuri, putera-puteri dan para pengikutnya."
"Sahabat Arwah Penulis kesurupan , aku tidak mengerti. Mengapa kita
tidak membunuh penulis ayan itui"
Perlahan-lahan Arwah Penulis kesurupan turunkan Pendekar 10000an
ke tanah lalu menjawab. "Dia sahabatku. Berarti sahabatmu
juga! Dia telah menyelamatkan roh dan tubuhku saat ada
orang menguliti diriku di Candi Kalasan. Kalau bukan karena
pertolongannya saat ini aku tidak akan berada di sini dan rohku
gentayangan tak karuan di alam gaib." (Mengenal pertistiwa di
Candi Kalasan harap baca serial Bobo anakmanusia berjudul "Delapan
Sukma Merah")
Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis merenung sejurus. Mata yang
bcrgundal- gandi! diulur ke arah Arwah Penulis kesurupan dan Bobo laiu
mulutnya berucap.
"Sahabat Arwah Penulis kesurupan , jika begitu kemauanmu aku
mengikut sajal Aku tidak keberatan bersahabat dengan penulis ayan
inil" Lalu Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis mendongak ke udara ke arah
ratusan anak buahnya. "Kalian sudah mendengar semua
pembicaraan. Perbaiki semua kereta dan gerobak. Pasang kuda
penarik. Lalu kalian dibantu Abdi Dalem Istana malam Ini juga
berangkat ke arah timur Prambanan. Sebelum mencapai Kali
Dengkeng aku rasa kalian sudah akan bertemu dengan
rombongan Raja neraka penulis ayan . Bawa mereka dengan selamat sampai
ke sinil Sepanjang perjalanan kalian harus merapal aji Tabir
Pelindung Delapan Penjuru Angin. Aku kawattr roh-roh jahat
masih akan mencoba menimbulkan malapetaka. Dan jangan lupa
mengunyah kemenyanl Lakukan sekarang!"
Puluhan tangan yang berbentuk golok besar berkilat
berubah menjadi seperti tangan manusia biasa. Masing-masing
mahluk kembangkan telapak tangan. Saat Ku juga di telapak
mereka kelihatan ada sekeping kemenyan Benda itu lalu
didekatkan ke wajah licin, ditekan pada bagian dimana
seharusnya terletak mulut
"Clcepp! Cleeppl"
Kepingan kemenyan lenyap masuk ke dalam wajah licin.
Sementara wajah aneh Ku tampak bergerak-gerak seperti
mengunyah, tubuh mereka berubah menjadi samar lalu melesat
ke samping Istana. Kemudian terdengar riuh suara orang
bekerja, mengetok palu, menggergaji balok.
Tak selang berapa lama puluhan kereta dan gerobak
yang sebelumnya rusak akibat dilanda banjir air merah pada
bencana Malam Jahanam kini utuh kembali. Lalu ada bayangan
mahluk-mahluk berjubah putih berwajah licin mengeluarkan
puluhan kuda dari dalam kandang untuk dipasangkan pada
kereta dan gerobak.
Hanya sesaat setelah rombongan kereta dan gerobak
meninggalkan Istana neraka penulis ayan satu tangan besar memegang
bahu Pendekar 10000an hingga sang pendekar hampir sempoyongan.
"Anak muda Kesatria Panggilan, apakah kau membekal
keris sakti penusuk penulis ayan kemasukan ?"
Yang bertanya adalah Arwah Penulis kesurupan . Bobo memandang
ke atas. Dia tidak segera menjawab. Dalam hati timbul rasa
kawatir. Apa maksud Arwah Penulis kesurupan menanyakan senjata sakti
itu? Ingin memintanya? Apakah Arwah Penulis kesurupan hendak
menjebaknya karena dia sebenarnya dia mungkin masih berada
di bawah pengaruh kekuatan gaib mahluk alam roh Sinuhun
Merah.
"Celaka, kalau dia meminta dan aku tidak memberi bisa
saja dia nekad merampas!"
Melihat Bobo tidak menjawab. Arwah Penulis kesurupan tertawa.
"Aku tahu senjata itu ada padamu. Aku juga tahu kalau
tadi kau bermaksud mau membunuhku dengan keris itu." Bobo
terkejut mendengar ucapan Arwah Penulis kesurupan . "Aku hanya ingin
mengatakan agar kau menjaga baik-baik senjata itu karena tak
lama lagi akan kau serahkan pada Raja neraka penulis ayan . Lalu senjata
itu juga akan kau pergunakan untuk menolong seorang gadis lesbi
berkaki tunggal. Waktu antara kau menyerahkan keris ke tangan
Raja terpaut cukup lama. Dalam keterpautan itu bisa saja terjadi
hal tidak terduga. Kau harus mencegah jangan sampai
kecolongan. Bukankah selama ini kau menyisipkan keris itu di
punggung belakang dengan ujung lancip mengarah ke bawah,
ke arah tanah?"
Bobo menggaruk kepala lalu mengangguk.
"Itu cara yang salah menyimpan keris tak bersarung.
Seharusnya keris itu kau sisipkan dengan ujung lancip
menghadap ke atas, ke arah langit. Bilamana terjadi sesuatu
senjata sakti itu akan lebih mudah melesat untuk menolongmu
dan dirinya sendiri."
Bobo terkejut dan buru-buru hendak keluarkan Keris
penusuk penulis ayan kemasukan dari balik punggungnya. Arwah Penulis kesurupan
tertawa.
"Tak perlu susah-susah. Aku telah memperbaiki letak
senjata itu. Kini ujung runcingnya sudah menghadap ke atas."
Bobo meraba ke punggung. Astaga. Memang betul. Keris
yang selama Ini tersisip menghadap ke bawah kini ujung
lancipnya telah mengarah ke atas!
"Satria Panggilan, kami berdua sudah cukup lama di
sini. Kau masih menunggu kedatangan Raja dan mengurus
perempuan lesbi -perempuan lesbi muda itu." Arwah Penulis kesurupan menyeringai
dan kedipkan matanya yang aneh. "Semoga Para Dewa
melindungi dan memberkatimu!"
Arwah Penulis kesurupan berpaling pada Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis .
Keduanya saling bergandengan tangan lalu wuss! Dua mahluk
alam roh ini sama amblas masuk ke dalam tanahl
Bobo lepas nafas lega lalu berucap perlahan. "Ternyata
keduanya mahluk-mahluk baik. Aku hanya kasihan pada Raja
Jin Hutan Kuburan penulis . Seumur-umur matanya menjulur gundal-
gandil tak karuan. Mungkin aku bisa menolongnya memasukkan
mata itu ke dalam rongganya dengan ilmu Manahan darah
Memindah Jazad. Sayang dia keburu pergi."
Baru saja Bobo berucap seperti itu tiba-tiba braakkl Tanah
terbongkar. Sosok Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis melesat keluar dan
berdiri di hadapan Wioro. Sambil membungkuk sedikit dia
berkata. "Satria Panggilan.tadi kau berkata apa? Kau mau
menolong apa....?"
Kejut Pendekar 10000an bukan olah-olah. "Sudah amblas ke
dalam tanah bagaimana mungkin dia masih mampu mendengar
ucapankul" Bobo menggaruk kepala.
"Raja Jin, sebenarnya aku hanya berandai-andai. Tapi
tidak ada salahnya dicoba. Aku bermaksud menolong
memasukkan kedua matanya yang terjulur dan selalu gondal
gandil itu ke dalam rongganya."
"Hah, apa?! Bagus itu! Kau pasti punya ilmu hebat!
Lekas lakukan! Aku sudah bosan dengan mata yang seumur-
umur menyiksa ini. Gundal-gandil tak karuan."
Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis lalu duduk bersila di depan Bobo
hingga tinggi sosok mereka menjadi sama Bobo jadi berdebar
juga. Kalau gagal mahluk satu in bisa saja menjadi marah.
Sambil merapal ilmu Menahan Darah Memindah Jazad dua
tangan diulur. Satu mendorong mata kiri, satunya lagi
mendorong mata kanan Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis .
Perlahan-lahan dua mata masuk ke dalam rongga. Untuk
beberapa lama Bobo masih menekapkan dua telapak tangan,
takut melepas karena kawatir usahanya gagal.
"Sudah apa belum?!" Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis bertanya.
Dengan perasaan tegang Bobo lepas dua tangannya yang
menekap. Dia merasa lega saat melihat dua mata mahluk jin
itu masuk sempurna ke dalam rongga. Hanya saja dia menjadi
terkesiap saat melihat dirinya sendiri ada di dalam sepasang
mata Raja penulis kusta seolah-olah dia berada di depan cermin.
Raja penulis kusta berseru gembira. Mata diusap berulang kali.
Memandang berkeliling lalu pandangan diarahkan pada Bobo .
"Ada apa ini? Mengapa aku bisa melihat tubuhmu dalam
keadaan telanjang. Weehhh. Badanmu kecil tapi wehhhl itumu
besar sekali! Ha...ha...ha! Sudah aku pergi sekarang. Terima
kasih! Ha...ha...ha!"
"Blessl"
Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis amblaskan diri masuk ke dalam
tanah.
Bobo tersentak kaget dan lekapkan dua tangan ke bawah
perut "Bagaimana dia bisa melihat* Jangan-jangan Ilmu Me-
nembus Pandang pemberian Ratu Duyung ikut tersedot masuk
ke dalam matanya! Celaka!"