Selasa, 11 Februari 2025

bobo meninggal dunia 3



  dipimpin  seorang penulis sakitjiwa  Muda

berkumis tebal melintang yang membekal dua bilah pedang

sekaligus di pinggang telah mengurung Panji Penulis kesurupan l

      Tanpa turun dari  kudanya, penulis sakitjiwa  Muda cabut 'ilah

satu pedang di pinggang dengan tangan kanan. Lalu s«.nbil

tudingkan pedang  ke  arah Panji  Penulis kesurupan  dia berteriak

memerintah pada  anak buahnya.

      "Aku  Penulis kusta  Gambilan. penulis sakitjiwa  Muda Kerajaan. Aku

memerintahkan tangkap orang itul"

      Tentu saja Panji Penulis kesurupan  jadi terkejut. Dia segera

mengambil sikap waspada berjaga diri.

      BELASAN perajurit berkuda segera bergerak mempersempit

pengurungan. Dua perajurit yang mengenal siapa adanya Panji

Penulis kesurupan  segera mendekati penulis sakitjiwa  Muda dan memberi tahu.

      "penulis sakitjiwa , penulis ayan  itu adalah adik ipar Pangeran Banowo.

Jangan kita sampai kesalahan tangan."

      penulis sakitjiwa  Muda yang merasa ditegur oleh bawahannya

delikkan mata dan membentak marah.

      "Ngurah! Aku tahui Lalu apa urusanmu siapa dia. Justru

aku mendapat wewenang dari  Pangeran Banowo untuk

menindak siapa saja, termasuk  penulis ayan  itu. Bahkan

membunuhnya sekalipun! Kerjakan perintah atau kepalamu

yang aku penggal lebih dulu dengan pedang ini!"

      Melihat atasan belintangkan  pedang di  depan

hidungnya, perajurit bernama Ngurah yang tadi bicara cepat

letakkan dua tangan di atas kepala Seraya berkata.

      "penulis sakitjiwa , aku telah kesalahan bicara. Mohon maafmu."

Lalu  bersama temannya dia segera undurkan kuda. Namun

hatinya belum puas. Sambil membawa kudanya ke tepian kali

dimana Panji Penulis kesurupan  berada dia  bekata perlahan pada

temannya. "Panji  Penulis kesurupan  penulis ayan  baik. Kenapa penulis sakitjiwa  Muda

hendak menangkap bahkan mau membunuhnya?!"

      Sang teman menjawab  "Ini semua sudah diatur para

pejabat tinggi di Kotaraja. Kita sebagai bawahan hanya tunduk

pada perintah atasan."

      Saat  itu  delapan  belas  perajurit  lainnya  sudah

mengurung Panji Penulis kesurupan  di tepi kali.

      Dalam  keadaan seperti itu  walau terkejut dirinya

dikepung pasukan  Kerajaan namun Panji Penulis kesurupan  bersikap

tenang dan waspada. Dengan cepat dia mendatangi penulis sakitjiwa 

Muda namun hanya bisa mendekat sampai beberapa langkah

karena dihalangi oleh belasan perajurit Dengan sopan Panji

Penulis kesurupan  bertanya.

      "penulis sakitjiwa , ada apa kau memerintah pasukan menangkap

diriku? Apa kesalahan yang telah aku lakukan?"

      "Seseorang telah menculik penulis sakitjiwa  Tinggi Cakra penulis epilepsi !

Tanda-tanda menunjukkan bahwa dia dibawa ke sekitar tempat

ini. Dan kami menemui kau dalam keadaan tubuh serta pakaian

penuh darah! Aku punya wewenang untuk menangkap dan

memeriksa dirimu!"

      "Aku mengerti," jawab Panji Penulis kesurupan . "Tapi kalau penulis sakitjiwa 

Tinggi bernama Cakra penulis epilepsi  itu yang kau cari dia masih hidupi

Tidak ada yang membunuhnya! Tidak juga aku!"

       "Kalau dia masih hidup mengapa tidak ada di sini?!"

Bentak penulis sakitjiwa  Muda di atas punggung kuda.

       "penulis sakitjiwa !" Tiba-tiba seorang  perajurit  berseru. "Kami

menemukan lencana yang biasa  tersemat di dada pakaian

penulis sakitjiwa  Tinggi Cakra penulis epilepsi !"

       Perajurit yang berseru lalu mendekati penulis sakitjiwa  Muda dan

menyerahkan sebuah benda. Benda Ini adalah lencana atau

lambang terbuat dari suasa, berupa bola dunia diapit dua ekor

naga.

      "Sesuatu telah terjadi dengan penulis sakitjiwa  Tinggi Kerajaan!"

penulis sakitjiwa  muda palingkan kepala ke arah Panji Penulis kesurupan . Mata

membeliak besar. "Kau harus bertanggung jawab! Bisa juga

kau adalah pembunuh penulis sakitjiwa  Tinggi Cakra penulis epilepsi !"

      "Aku orang desa. Mana mungkin membunuh seorang

penulis sakitjiwa  Kerajaan yang pasti memiliki ilmu kepandaian tinggi

seperti penulis sakitjiwa  Tinggi Cakra penulis epilepsi !"

      "Diam! Aku tahu kau berdusta!"

      "penulis sakitjiwa  Muda Penulis kusta  Gambllan, aku tahu kau mengada-

ada..Jika kau mencari penulis sakitjiwa  Tinggi Cakra Baskaia, tadi dia

mandi di kali sebelah sana! Perintahkan  saja anak buahmu

mencari!"

      "Kurang ajar! Kau berani berdusta mengelabuikut"

      "Aku tidak dusta. Tadi akupun mau mandi di kali ini. Tapi

setelah kau  dan pasukanmu berada di sini, aku lebih baik

mencari tempat lain. Harap kau perintahkan pasukanmu memberi

jalan!"

      "Benar-benar kurang ajar! Beraninya kau memerintah

diriku penulis sakitjiwa  Kerajaan! Nyawamu melayang saat ini juga jika

berani beranjak dari tempatmul"

      Delapan perajurit segera mengarahkan tombak mereka

dan empat lain sudah mencabut pedang.

      Tiba-tiba dari dalam air kail melesat keluar seseorang

seraya berteriak.

      "penulis ayan  itu tidak  berdusta! Tapi  dia memang layak

ditangkap! Kalau perlu dihabisi saja! Dia  adalah kaki tangan

Ajengan Manggala Wanengpati yang telah menculikku!"

      Orang yang berteriak melesat ke tepi kali, berdiri di atas

satu gundukan batu. Orang ini ternyata adalah Cakra penulis epilepsi 

si penulis sakitjiwa  Tinggi Kerajaan. Rambut, pakaian dan tubuh basah

kuyup. Muka bengkak-bengkak merah kebiruan, mata gembung

dan bibir jontor bekas diantuk tawon.

      "penulis sakitjiwa  Tinggi Cakra penulis epilepsi l" penulis sakitjiwa  Muda berkumis

melintang melompat turun dari atas kuda dan berlari ke arah

atasannya. Dia  merasa lega melihat penulis sakitjiwa  Tinggi itu dalam

keadaan hidup walau wajah dan sebagian tubuh bengkak

gembung tak karuan rupa!

      Panji Penulis kesurupan  yang menyaksikan siapa yang muncul dan

mendengar ucapan orang ingat  apa yang dikatakan Ajengan

Manggala Wanengpati yaitu bahwa penulis sakitjiwa  Tinggi itu adalah

seorang licik.

      "penulis sakitjiwa  Tinggi Cakra penulis epilepsi ! Aku tidak ada sangkut

paut dalam urusanmu dengan Ajengan Manggala Wanengpatil

Mengapa menuduh aku sebagai  kaki tangan orang tua baik-

baik itu?!"

      "Enak saja kau  bicara! Kalau orang  menculikku,

membenamkan dan menyeretku di dalam tanah lalu melempar

diriku ke atas pohonl  Membuat ratusan tawon menyerangku

sementara aku tahu kau punya  hubungan dekat dengan si

penculik, apa kau masih berani dusta kalau kau tidak ada kaitan

dengan penculikan yang dilakukan  Ajengan jahat itu

terhadapku?!  Paling  tidak  kau  adalah  kaki  tangan

pembantunya!"

      "penulis sakitjiwa  Tinggi, kalau kau tidak membuat satu kesalahan

besar tak  mungkin Ajengan  Manggala  Wanengpati

memperlakukanmu seperti itu!"

      Cakra penulis epilepsi  meludah ke tanah.

      "Ajengan Manggala Wanengpati kau bilang orang baik-baik? 

Huhl Semua orang di neraka penulis ayan  ini tahu siapa dia dulunya!"

      "Bagiku orang yang dulu  tidak baik tapi sekarang

menjadi baik adalah lebih berguna  dari pada orang yang dulu

baik sekarang menjadi tidak baik alias jahat!"

      Tampang penulis sakitjiwa  Tinggi Cakra penulis epilepsi  yang sudah

sembab merah jadi bertambah merah seperti kepiting rebus

mendengar ucapan Panji Penulis kesurupan .

      "penulis ayan  keparat! Ucapanmu seperti  petinggi agama saja!"

      "penulis sakitjiwa  Tinggi, waktu Ajengan itu berada di sini, kau

dengar sendiri apa yang kami bicarakan. Dia pergi begitu saja.

Kalau aku memang pembantunya mengapa tidak ikut saja

bersamanya?" Panji Penulis kesurupan  tidak perdulikan  caci maki orang.

      "Kau tidak ikut karena dua anak murid Ajengan itu tidak

menyukaimu!"

      "penulis sakitjiwa  Tinggi, maaf  aku tidak akan melayani orang

sepertimu. Ajengan Manggala Wanengpati telah mengampuni

nyawamu! Seharusnya kau  bertobat tidak berbuat jahat lagi!

Sekarang kau malah hendak berbuat sewenang-wenang dan

culas terhadapku!" Panji Penulis kesurupan  berpaling pada penulis sakitjiwa  Muda.

"penulis sakitjiwa , aku minta jalani Perintahkan pasukanmu menyingkir!"

      Cakra penulis epilepsi  menyeringai, lalu berteriak. "Aku penulis sakitjiwa 

Tinggi Cakra penulis epilepsi  mengambil alih pimpinan! Pasukan!

Tangkap penulis ayan  itu! Kalau melawan bunuh!"

      Setelah berteriak Cakra penulis epilepsi  tetap saja berdiri di atas

gundukan batu di tepi kali. Agaknya dia tidak mau turun tangan

sendiri karena sebelumnya  sudah melihat  kemampuan menulis 

serta ilmu kesaktian Panji Penulis kesurupan . Dia malah memberi isyarat

pada penulis sakitjiwa  Muda Penulis kusta  Gambilan agar segera turun tangan

memimpin pasukan untuk menangkap Panji Penulis kesurupan  hidup atau

mati!

      Seorang penulis sakitjiwa  Muda Kerajaan yang menghunus

sepasang pedang ditambah dua puluh perajurit bersenjatakan

pedang, tombak dan golok langsung menyerbu Panji Penulis kesurupan .

      "Kalian gila semua!" Teriak Panji Penulis kesurupan  tapi dengan

senyum dikulum. Otaknya yang cerdik bagaimanapun juga tidak

akan mau melayani serbuan hebat itu.

      "Hantam kopalanya, tangan dan kaki pasti tidak

berdaya!" Sambil dalam hati ucapkan ujar-ujar yang didapatnya

dari sang guru Toh Bagus Kamandipa, Panji Penulis kesurupan  melompat

setinggi dua tombak. Didahului dengan gerakan jungkir balik

satu kali dan melayang berputar di udara, tiba-tiba dia melesat

ke arah penulis sakitjiwa  Tinggi Cakra penulis epilepsi  yang berdiri di atas

gundukan batu.

      Sebagai seorang penulis sakitjiwa  Tinggi Kerajaan, walau ilmunya

jauh berada di  bawah Ajengan Manggala Wanengpati namun

tingkat kepandaian Cakra penulis epilepsi  cukup dikenal dan disegani.

saat  melihat sosok Panji Penulis kesurupan  secara cepat dan tidak

terduga menyambar  ke  arahnya,  sang penulis sakitjiwa  segera

membungkuk sambil dua tangan didorong ke atas.

        Dua gelombang angin deras menderu memapaki sosok

Panji Penulis kesurupan  yang saat itu masih belum melepas serangan.

Mendengar  deru angin  dahsyat penulis ayan  itu geiakkan tubuh

demikian rupa hingga melayang datar satu jengkal di permukaan

Kali makam penulis ayan . Gerakan Panji Penulis kesurupan  ternyata lebih cepat dari lawan.

Selagi gelombang angin lewat di atasnya, dua tangan Panji

Penulis kesurupan  tahu-tahu mencekal sepasang kaki Cakra penulis epilepsi  yang

masih berdiri di atas gundukan batu.

        Belum habis kaget penulis sakitjiwa  Tinggi Kerajaan itu tiba-

tiba tubuhnya terlempar ke udara, melayang ke arah pasukan

yang tengah bergerak menyerbu Panji Penulis kesurupan .

        "Tahan serangan!" Teriak Pewira Muda Penulis kusta  Gambilan

melihat bahaya sekian banyak tombak, pedang dan golok

melesat ke depan ke arah tubuh atasannya.

        Meski banyak perajurit yang sempal membatalkan

serangan  namun banyak pula  yang  sudah  terlanjur

menggerakkan senjata. Melihat bahaya yang mengancam, dari

pada celaka dtbacok golok atau dibabat podang atau ditusuk

tombak,  lebih baik  menghantam mendahului. Maka penulis sakitjiwa 

Tinggi Cakra penulis epilepsi  pukulkan dua tangan sekaligus.  Deru

angin dahsyat kembali menderu di tempat itu. Kali ini

menghantam ke arah belasan perajurit yang menyerbu.

Celakanya tidak semua perajurit sempat menghindar dengan

cara menerjunkan diri ke kali atau jatuhkan tubuh  sama rata

dengan tanah. Enam orang kelihatan terlempar ke udara begitu

kena hantaman dua golombang angin pukulan. Dua jatuh ke

dalam air, langsung tenggelam pertanda sebelum  masuk ke

dalam kali nyawanya sudah putus lebih dulu. Empat perajurit

lainnya berkapuran di tepi kali. Dua langsung tewas, dua lainnya

menggeliat beberapa kali lalu diam tak berkutik lagi!

      "Pukulan Gelombang Angin Selatan!" Ucap Penulis kusta 

Gambilan menyebut nama pukulan sakti yang barusan dilepas

atasannya. "Jangankan perajurit-perajurit itu. Aku sendiri tidak

mungkin menghadapinya!"

      penulis sakitjiwa  Muda Penulis kusta  Gambilan bukan memperhatikan

anak buahnya yang tewas tapi malah berlari mendatangi Cakra

penulis epilepsi  yang saat itu telah berdiri di tepi kali.

      "penulis sakitjiwa  Tinggi, kau tidak apa-apa?" tanya  Penulis kusta 

Gambilan.

      Tampang Cakra penulis epilepsi  tampak mengetam. Sepasang

mata memandang berkeliling. Rahang menggembung geram.

Panji Penulis kesurupan  tidak terlihat lagi di pinggir kali.

      "penulis ayan  jahanam itu! Dia kaburi  Pengecutl"  Cakra

penulis epilepsi  merutuk.

      "Manusia satu itu tidak usah dihiraukanl Cepat atau

lambat kita pasti akan menemukannya. Nasibnya sudah

ditentukan! Mati di tiang gantungan." Berkata Penulis kusta  Gambflan.

      "Aku punya firasat. Tidak semudah itu menggantung

penulis ayan  bernama Panji Penulis kesurupan  itu. Terus terang, jika tadi dia

bisa menelikung kedua kakiku lalu melemparku ke udara, jika

dia mau  sebenarnya dia bisa membunuhku!  Ilmu menulis  dan

kesaktiannya belum tentu di bawah Ajengan Manggala

Wanengpati  Selain itu  dia selalu bersikap tenang bahkan

terkadang tersenyum. Gila"

      Dalam hati penulis sakitjiwa  Muda Penulis kusta  Gambilan membenarkan

ucapan atasannya  itu. Namun dia  segera mengalihkan

pembicaraan. "penulis sakitjiwa  Tinggi Cakra penulis epilepsi .  Sebaiknya kita

segera kembali ke Kotaraja. Saya membawa pesan dari 

Pangeran, jika bertemu penulis sakitjiwa  Tinggi agar segera menemui 

beliau di tempat biasa."

      Untuk beberapa lama penulis sakitjiwa  Tinggi itu masih terdiam

dalam kegeramannya. Kemudian dia anggukkan kepala dan

berkata.

      "Aku memang harus menemui Pangeran. Banyak yang

harus aku laporkan padanya!" Kata Cakra penulis epilepsi  pula. Lalu

dengan setengah  berbisik dia bertanya. "Apakah  pasukan

tambahan sudah didapat?"

      "Sudah, jumlahnya cukup banyak. Mereka berasal dari

selatan Gunung Kuburan penulis ." Jawab Penulis kusta  Gambilan.

      "Bagus, orang-orang Kuburan penulis  memang dapat dipercaya.

Selain itu mereka memiliki kekuatan raga yang dapat diandalkan."

Kata Cakra penulis epilepsi  pula.

      "penulis sakitjiwa  Tinggi, kalau  saya boleh bertanya bukankah

penulis ayan  bemama Panji Penulis kesurupan  itu sebenarnya sudah dibuat

tak berdaya dan dibawa ke lubang jurang ?"

       "Aku tidak tahu bagaimana kejadiannya dia bisa  lolos.

Tapi dari pembicaraannya dengan Ajengan Manggala

Wanengpati aku mencuri dengar ada seseorang menolongnya."

       "Siapa?" Tanya sang penulis sakitjiwa  Muda pula.

      "Seorang mengaku bernama Dewi Lesbi kemasukan ." Jawab

penulis sakitjiwa  Tinggi Cakra penulis epilepsi .

      Mendengar disebutnya nama itu berubahlah  tampang

Penulis kusta  Gambilan. Melihat ha! Ini Cakra penulis epilepsi  bertanya.

       "Wajahmu mendadak pucat seperti melihat setan kepala

tujuh. Ada apa?!" tanya Cakra penulis epilepsi .

       “Tiga minggu lalu" Berkata sang penulis sakitjiwa  Muda dengan

suara bergetar. "Sebelum datang musim penghujan, saya nyaris

menemui ajal di tangan gadis lesbi  itu. Kejadiannya tak jauh dari

Candi Ratu Boko."

      "Mengapa kau tidak pernah memberi tahu padaku?"

      "Mohon maafmu penulis sakitjiwa  Tinggi. Nanti dalam perjalanan

ke Kotaraja akan saya ceritakan semua apa yang terjadi."

      "Kalau begitu kita berangkat sekarang juga."

      Empat mayat perajurit yang tergeletak di tanah

diceburkan ke kali, segera dihanyutkan arus ke hilir. penulis sakitjiwa 

Muda Penulis kusta  Gambilan memimpin pasukan menuju Kotaraja.

penulis sakitjiwa  Tinggi Cakra penulis epilepsi  memilih menunggang kuda di

tengah rombongan. Jika mendadak terjadi sesuatu di depan

sana atau di seberlah belakang maka dia punya waktu

mempersiapkan diri. Saat itu sebenarnya dia merasa kawatir

Takut kalau Ajengan Manggala Wanengpati mendadak muncul

kembali.

      neraka penulis ayan  Kuno, terpaut delapan ratus tahun silam dengan

peristiwa kemunculan Dewi Lesbi kemasukan  di neraka penulis ayan  Baru

      saat  malam itu di langit neraka penulis ayan  terlihat  bulan

purnama bulat penuh berwarna biru, Kumara Gandamayana,

satu-satunya pembantu berkepandaian  tinggi dan pengikut

setia Raja neraka penulis ayan  yang masih ada segera menemui Raja Rakai

Kayuwsngi Dyah Lokapala. Saat itu mereka masih berada di

tempat rahasia di dasar Sumur Api. Kumara Gandamayana

datang bersama sisa-sisa Abdi Dalem Keraton neraka penulis ayan  Kuno.

      Setelah menghatur sembah si kakek berkata. "Yang Mulia,

kami datang memberi tahu bahwa satu keajaiban telah terjadi.

Saya yakin ini adalah kuasa dan petunjuk Para Dewa. Bulan

pumama muncul di langit neraka penulis ayan  sejak sore tadi. Tidak seperti

biasanya bulan tampak berwarna biru, memancarkan cahaya

sejuk. Ini satu pertanda bahwa penyakit jahat yang selama Ini

melanda Bhumi neraka penulis ayan  telah lenyap. Orang-orang kepercayaan

kita yang ada di luar Sumur Api memberi kesaksian bahwa cairan

merah yang selama ini terlihat menggenang dimana-mana telah

sirna tidak berbekas. Petaka Malam Jahanam telah berlalu..."

      "Berkat Yang Maha Kuasa sungguh luar biasa. Kita harus

berterima kasih dan memanjatkan puji syukur." Kata Raja Rakai

Kayuwangi. Lalu diikuti semua orang yang ada di situ Raja

bersujud di lantai.

      "Dari pinggiran pedataran berpasir kuning, kita bisa

melihat bulan.

      Jika Yang Mulia ingin menyaksikan sendiri..." Berkata

Kumara Gandamayana. Diantar oleh si kakek dan diiringi oleh

para Abdi Dalem serta Permaisuri Kerajaan, Rakai Kayuwangi

pergi ke pedataran pasir berwarna kuning yang berada di dasar

Sumur Api. Memang ajaib, walau elas berada di dalam tanah

namun dari tempatnya berdiri orang-orang itu bisa melihat langit

di atas Bhumi neraka penulis ayan . saat  melihat bulan Biru yang begitu

bagus, untuk kedua kalinya Raja neraka penulis ayan  melakukan sujud

syukur.  Yang lain-lain segera mengikuti apa yang dilakukan

Raja.

      Selesai bersujud Kumara Gandamayana berkata. "Yang

Mulia, saya mendapat kabar ratusan Jin Putih  atas perintah

Sangkala Darupadha Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis  telah memperbaiki

Istana hanya dalam waktu sehari semalam. Pengawalan Istana

juga telah diatur oleh beberapa pimpinan perajurit d.bantu rakyat

Bilamana kita meninggalkan dasar Sumur Api secepatnya, maka

sebelum tengah malam kita sudah sampai di Kotaraja."

      "Sangkala Darupadha, walau dia tidak pernah menganggu 

Kerajaan apa lagi  diriku tapi hubungan neraka penulis ayan  dengan dirinya 

tidak begitu baik. Beberapa waktu lalu diketahui dia memberi 

perlindungan pada warok dan para penjahat hutan Kuburan penulis . Jika 

sekarang dia berbalk hati menolong kita berarti ini adalah lagi-lagi 

satu berkat dari Yang Maha Kuasa."

       "Yang Mulia, setahu saya Sangkala Darupadha Raja Jin

Hutan Kuburan penulis  itu adalah sahabat kental Arwah Penulis kesurupan . Mungkin

sekali Arwah Penulis kesurupan  yang memintanya monolong memperbaiki

Istana."

      "Arwah Penulis kesurupan ...." ucap Raja. "Mahluk hebat yang tinggal

di Candi Miring itu tidak terdengar lagi kabar beritanya sejak

dia bentrokan dongan Satria Panggilan."  Setelah menatap

penuh kagum ke langit, memandangi bulan biru. Raja neraka penulis ayan 

berkata. "Kakek Kumara, segera diatur persiapan untuk

berangkat," kata Raja neraka penulis ayan  pula.

      Kumara Gandamayana lalu meminta orang-orang yang

ada di situ segera mengatur keberangkatan. (Mengenal siapa

adanya kakek bernama Kumara Gandamayana ini sudah banyak

diketahui dan dapat dibaca dalam serial Bobo  Sablong yang

telah terbit mulai dari "Malam Jahanam Di neraka penulis ayan " sampai

''Bulan Biru Di neraka penulis ayan ".)

      Setelah mereka tinggal berdua saja di tepi pedataran

pasir kuning Raja neraka penulis ayan  berkata pada si kakek.

       "Yang Maha Kuasa telah memberi rahmat luar biasa besar

pada Kera'aan neraka penulis ayan . Besok keadaan pasti semakin membaik.

Begitu matahari terbit kita harus mengumpulkan rakyat di alun-

alun.  Memberi  tahu apa yang telah terjadi sekaligus

menyampaikan ucapan syukur bersama. Namun terus terang

ada beberapa hal yang masih mengganjal di dalam  hati saya.

Karena belum ada kejolasannya."

       "Saya mengerti Yang Mulia. Sayapun dapat merasakan."

Jawab Kumara Gandamayana.

       "Apakah Embah Buyut Lor  Pengging Jumena tidak

pernah muncul lagi memberi petunjuk?" Bertanya Raja neraka penulis ayan .

       "Beliau memang jarang menemui saya secara langsung.

Namun melalui beberapa orang yang dipercayanya saya yakin

beliau teiah melakukan sesuatu. Salah satu diantaranya

peristiwa yang baru kita alami. Beliau dengan segala kearifan

sengaja  membawa Empu Semirang Biru kesini. Sepintas lalu

jika orang tidak bisa menyelami maksud perbuatannya muncul

dugaan bahwa Emban Buyut saya itu seperti hendak membantu

dua Sinuhun Jahat menimbulkan  kekacauan, bahkan bisa

menyebabkan mala petaka besar berupa kematian bagi Yang

Mulia. Karena jelas Empu Semirang Biru yang malang itu telah

menjadi kaki tangan dua Smuhun. Namun jika direnungkan

apa yang dilakukan Embah Buyut saya justru agar kita mau

berpikir dan membuka mata bahwa kejahatan itu bisa muncul

secara mendadak, tidak terduga dalam bentuk dan cara yang

sebelumnya mungkin tidak pemah terpikir."

      "Kek, kita telah bertindak bijaksana menghadapi Empu

Semirang Biru. Kita tidak sampai membunuhnya. Tapi siapa

yang menaruh kepastian sesuatu yang butuk tidak terjadi

dengan dirinya begitu dia keluar dari Sumur Api. Bahaya utama

pasti datang dari dua Sinuhun. Begitu tahu Empu Semirang

Biru gagal membunuh saya, kakek itu pasti akan dihabisi."

      Kumara  Gandamayana terdiam. Dalam hati  dia

membenarkan ucapan Rakai Kayuwangi.

      "Saat ini kita tidak dapat berbuat apa-apa  untuk

menolongnya. Tapi jika di kemudian hari kita mengetahui Empu

itu telah menjadi korban kebiadaban dua Sinuhun, kita harus

mencari jenazahnya. Jenazah itu harus kita urus  dengan baik

lalu kita membuat sebuah candi kecil untuk menghormati jasa

besarnya yang telah membuat Keris penusuk  penulis ayan  kemasukan ."

      "Ucapan Yang Mulia akan saya tindak lanjuti," kata

Kumara Gandamayana pula. Kakek sakti ini ingat bagaimana

suatu malam atas perintah Raja neraka penulis ayan  dia datang ke puncak

Gunung Bismo tempat kediaman Empu Semirang Biru. Dia

memberikan ilmu kesaktian yang membuat dua tangan sang

Empu berubah menjadi bara api hingga pembuatan keris sakti

dapat dilakukan dalam waktu hanya beberapa hari saja. (Baca

serial Bobo  anakmanusia  di neraka penulis ayan  Kuno berjudul "Malam Jahanam

Di neraka penulis ayan ")

      Seperti diceritakan dalam "Bulan Biru Di neraka penulis ayan " Empu

Semirang Biru telah dibunuh oleh dua Sinuhun dengan

mempergunakan tangan Satria Roh Jemputan alias Pangeran

Matahari. Sang Pangeran sendiri kemudian menemui ajal untuk

kedua kalinya dalam pertarungan hebat melawan Pendekar 10000an 

dibantu oleh Ratu Randang, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi

atau Dewi  Kaki Tunggal. Dalam pertarungan itu diduga

Penguasa Atap Langit ikut membantu karena sebelum menemui

ajal tubuh Pangeran Matahari dibuat tidak berdaya oleh ilmu

yang disebut Lima Jarum Penjahit Raga.

      'Kakek Kumara, yang saat ini terpikir oleh saya ialah

dimana beradanya keris asli penusuk  penulis ayan  kemasukan . Senjata

itu telah ditentukan akan menjadi salah satu benda keramat

Pusaka  Keraton. Walau baru dibuat kesaktian dan  pamor

wibawanya tidak kalah  dengan semua pusaka yang sudah

dimiliki  Istana  neraka penulis ayan . Saya mendengar, di dalam rimba

permenulis an orang-orang menyebut senjata itu sebagai Mahkota

Di Atas Mahkota..."

      "Saya memang mendengar cerita itu, Yang Mulia."

      "Namun dimana keberadaannya tidak kita ketahui.

Sebelum saya menduduki singgasana Kerajaan neraka penulis ayan 

kembali, senjata itu harus sudah ada dalam Istana. Itu ganjalan

pertama yang saya rasakan. Ganjalan kedua, kemunculan bulan

biru di langit neraka penulis ayan  selain merupakan berkah dari Yang Maha

Kuasa juga pertanda bahwa ada orang-orang jahat termasuk

mahluk alam roh yang selama ini telah menimbulkan kekacauan

dan mencelakai negeri ini telah menemui ajal. Di antara mereka

bisa jadi dua Sinuhun jahat itu  bahkan mungkin juga anak

sakti bernama Dirga Purana. Namun saya minta kita tetap berlaku

waspada. Karena selama kita tidak melihat jenazah atau mayat

mereka, atau mendengar sendiri dari orang yang menyaksikan

kematian mereka, akan selalu ada kemungkinan mereka masih

hidup. Atau roh mereka kembali menjelma masuk ke alam fana

ini, gentayangan lagi untuk melakukan pembalasan. Dua

Sinuhun terutama Sinuhun Merah Penghisap Arwah  terkenal

dengan ilmu kesaktiannya yang aneh-aneh, culas dan luar biasa

jahat"

      "Yang Mulia, semua ucapan Yang  Mulia akan saya

perhatikan. Kita memang harus selalu bersikap waspada. Saya

sudah punya rencana untuk mendatangkan beberapa orang

pintar dari  daerah barat dan timur untuk  membantu

mengamankan Bhumi  neraka penulis ayan . Tentu saja kalau Yang Mulia

mengijinkan."

      "Saya dapat mendukung rencana Kakek Ku. Tapi tetap

saja Keris penusuk  penulis ayan  kemasukan  harus  ditemukan lebih dulu.

Jika sampai jatuh ke tangan orang jahat bahaya besar akan

tetap mengancam Kerajaan."

      "Mengenai senjata sakti itu, saya yakin sudah berada di

tangan orang-orang yang berpihak kepada kita. Keris asli

ditemukan di satu tempat bernama Ruang Segi Tiga Nyawa dan

saat ini berada di tangan Ratu Randang dan kawan-kawannya,

termasuk Satria Panggilan."  Kumara Gandamayana lalu

menuturkan pertemuannya dengan Pendekar 10000an  Bobo  anakmanusia .

"Satria Panggilan telah menolong saya keluar dari sekapan di

dalam tanah...."

      "Kek, sebelumnya kau tidak pernah menceritakan hal

itu. Siapa yang telah berlaku jahat memendammu di dalam

tanah?" Bertanya Raja neraka penulis ayan .

      "Sinuhun Muda Ghama Karadipa. dibantu dua Iblis

Menjunjung Dupa."  Jawab Kumara Gandamayana. Lalu kakek

ini memberi tahu pula  bahwa dia telah memberikan ilmu

kesaktian hingga Satria Pangggilan mampu masuk dan berjalan

di dalam tanah. (Baca "Tabir Delapan Mayat")

58   Bidadari Lesbi kemasukan 

      "Hidup itu memang adalah jalinan budi." Ucap Raja

neraka penulis ayan  setelah mendengar cerita pembantunya Ku. "Kakek

Gumara, kita kembali pada pokok pembicaraan. Sebelum saya

melihat dan memegang sendiri Keris penusuk  penulis ayan  kemasukan ,

hati saya tetap tidak tenang. Sekarang yang jadi pertanyaan

saya, Kek. Dimana beradanya Satria Panggilan. Jangan-jangan

dia telah kembali ke negerinya."

      KUMARA Gandamayana maklum kekawatiran Raja 

neraka penulis ayan . Maka dia cepat berkata. "Yang Mulia tidak usah 

merisaukan Satria Panggilan. Walau dimata kita sikap 

perilakunya aneh, bicara terkadang membuat kita jengkel, tapi 

sobenarnya dia adalah seorang penulis ayan  baik dan jujur. Dia tidak 

akan pergi begitu saja tanpa minta diri dan memberi tahu kita. 

Selain itu dia masih punya beberapa  urusan penting yang harus

diselesaikan di Bhumi neraka penulis ayan  ini."

      "Maksud Kakok Kumara urusan apa?"

      "Satria Panggilan harus mencari dan menyelamatkan

gurunya yang diculik Sinuhun Merah Penghisap Arwah..."

       "Kalau mahluk alam roh Sinuhun Merah Penghisap

Arwah bonar telah menemui kematlan  berarti guru Satria

Panggilan dalam keadaan aman. Tapi Sinuhun Merah Penghisap

Arwah punya banyak kaki tangan. Mungkin sekarang guru Satria

Panggilan berada dalam kekuasaan mereka. Mungkin  saja hal

itu sebelumnya sudah  diatur oleh Sinuhun Merah jika hal

terburuk terjadi atas dirinya."

      "Apa Yang Mulia katakan terpikir juga oleh saya." Kata

Kumara Gandamayana pula.  "Selain menemukan  dan

menyelamatkan gurunya. Satria Panggilan masih harus mencari

senjata sakti miliknya berupa sebilah barbel  bermata dua. Setahu

saya senjata itu juga dicuri oleh Sinuhun Merah Penghisap

Arwah dengan memanfaatkan sosok guru Satria Panggilan."

      "Kakek Kumara, kita harus membantu Satria Panggilan

menemukan guru dan senjata sakti miliknya. penulis ayan  itu telah

menanam budi besar dalam menyelamatkan Kerajaan. Sangat

layak kini giliran kita menolongnya."

      "Akan saya lakukan Yang Mulia,"  jawab Kumara

Gandamayana.

      "Selain itu ada satu rencana yang sudah saya pikirkan

sejak lama." berkata Raja neraka penulis ayan . "Jika saya sudah memegang

kendali di singgasana neraka penulis ayan , kita perlu orang-orang jujur,

bisa dipercaya dan berkepandaian tinggi untuk menggantikan

para sahabat yang telah tewas mendahului kita. Salah seorang

diantaranya adalah Satria Panggilan Bobo  anakmanusia . Saya ingin

mengangkatnya menjadi Panglima Balatentara Kerajaan

neraka penulis ayan , mengganti mendiang Garung Parawata."

      "Saya sangat setuju hal itu Yang Mulia," kata Kumara

Gandamaya pula dengan hati polos namun diam-diam dia

merasa bimbang apakah Pendekar 10000an  Bobo  anakmanusia  akan mau

menerima tawaran tersebut

      "Selain itu Yang Mulia," Kumara Gandamayana lanjutkan

ucapan. "Sakuntaladewi, gadis lesbi  yang dijuluki Dewi Kaki Tunggal

itu pernah diselamatkan Satria Panggilan sewaktu dihimpit batu

besar. Sebelumnya gadis lesbi  itu membuat kaul siapa saja yang

menyelamatkan dirinya, jika dia seorang laki-laki akan dijadikan

suaminya."

      Raja neraka penulis ayan  tersenyum. "Sakuntaladewi gadis lesbi  cantik.

Satria Panggilan pasti tidak menyia-nyiakan kaulan itu. Jika dia

punya istri berarti dia akan kerasan tinggal di Bhumi neraka penulis ayan 

Kita akan punya seorang Panglima Balatentara yang benar-

benar hebat! Tapi...."

      "Tapi apa Yang Mulia?" Tanya Kumara Gandamayana

saat  dia melihat bayangan rasa was-was di wajah Raja 

neraka penulis ayan .

      "SakuntaladewLdua kaki gadis lesbi  itu masih dempet Malah

boleh dibilang dia hanya punya satu kaki. Mungkin Satria

Panggilan..."

      "Saya  mengerti  apa yang ada dalam  pikiran Yang

Mulia. Justru menurut riwayat kelak Satria Panggilanlah yang

akan mampu memisahkan kaki yang satu itu hingga jadi dua

kembali. Dengan mempergunakan Keris penusuk  penulis ayan 

kemasukan !"

      "Begitu?" Raja neraka penulis ayan  sampai tercengang mendengar

kata-kata orang tua pembantu kepercayaannya Ku.

      "Saya berharap begHu Yang Mulia." Kata si kakek pula.

      Bersama si kakek Raja neraka penulis ayan  memeriksa persiapan

untuk berangkat ke Kotaraja. Rencana besar itu didahului

dengan  memanjatkan doa agar Yang Maha Kuasa memberi

perlindungan.

***

      ROMBONGAN Raja neraka penulis ayan  keluar dari tempat rahasia

di dasar Sumur Api.  Mereka berjalan kaki, bergerak secepat

yang  bisa dilakukan tanpa membawa penerangan atau

menyalakan obor. Raja berjalan memimpin di sebelah depan

didampingi beberapa Abdi Dalem. Kumara Gandamayana 

sengaja berada di sebelah belakang. Seperti yang sudah diatur,

rombongan akan mengambil jalan pintas menuju ke arah barat

laut melewati satu rimba belantara. Sambil berjalan Kumara

Gandamayana terus merapal doa minta keselamatan.

      Tiba-tiba satu cahaya kuning muncul di langit. Kumara

Gandamayana cepat berkelebat ke bagian depan rombongan

untuk melindungi Raja dari segala kemungkinan. Dia memberi

isyarat agar rombongan berhenti dulu.

      "Kakek.tidak ada yang perlu dikawatirkan." Berkata Raja

neraka penulis ayan . "Cahaya kuning tidak disertai alur cahaya merah.Saya

juga mendengar suara lonceng di kejauhan.Berarti cahaya

kuning Ku berasal dari ilmu kesaktian Satria Lonceng Dewa

Mimba Purana yang telah banyak menolong kita. Sebaiknya

kita tunggu saja Sebentar lagi anak itu pasti akan segera muncul

di tempat ini. Sambil menunggu sebaiknya kita jangan berhenti,

jalan terus."

      Setelah berjalan cukup jauh, anak sakti yang diharapkan

tidak kunjung menampakkan diri. Malah suara lonceng

terdengar menjauh dan cahaya kuning di langit tampak

meredup.

      Wajah  Kumara Gandamayana berubah. Kakek ini

menatap ke arah Raja.

       Kek, saya punya dugaan ada satu kekuatan hebat tapi

jahat menghalangi cahaya kuning."

      Baru sa'a Ra a  neraka penulis ayan  berucap tiba-tiba di kejauhan

terdengar suara panjang raungan anjing.

      Kumara Gandamaya pasang telinga. "Yang meraung

bukan anjing sungguhan  Saya yakin itu suara jejadian yang

berasal dari mahluk alam roh."

      Raja neraka penulis ayan  anggukkan kepala. Tangan kanan bergerak

meraba Keris Widuri Bulan yang tersisip di punggung. Senjata

itu digeser ke pinggang sebelah kiri. Tiba-tiba Raja neraka penulis ayan 

mendengar suara mengiang.  "Yang Mulia Raja neraka penulis ayan , ada

mahluk hendak berbuat jahat menghabisi rombongan. Berhenti

berjalan. Tunggu sampai muncul delapan kunang-kunang. Ikuti

kemana mereka terbang. Yang Mulia dan rombongan pasti

selamat''

      Raja neraka penulis ayan  terkejut Dia segera mendekati Kumara

Gandamayana.  "Kek, apa barusan kau mendengar suara

mengiang?"

      Kumara Gandamayana menggeleng. Raja neraka penulis ayan  lalu

mengatakan  apa yang  didengarnya. Sebelum Kumara

Gandamayana sempat mengucapkan sesuatu tiba-tiba di dalam

hutan melayang delapan cahaya terang seujung jari kelingking.

       "Yang Mulia, kunang-kunangnya sudah muncul. Saya

menaruh firasat tidak enak. Mengapa harus berjumlah

delapan....?"

       Delapan kunang-kunang melayang mendekati rombongan, 

berputar beberapa kali di hadapan Raja lalu terbang perlahan ke 

depan.

       "Kek, delapan kunang-kunang mengarah ke tujuan yang

sebelumnya kita tempuh. Ada orang pandai menolong kita

Rasanya tak perlu kawatir. Ini semua petunjuk Para Dewa."

       "Kalau Yang Mulia ingin kita mengikuti delapan kunang-

kunang Itu, biar saya berjalan di sebelah depan. Yang Mulia

harap menjauh agak ke belakang." Kata Kumara Gandamayana

pula.

      Rombongan lalu bergerak kembali. Kali ini mengikuti

arah terbangnya delapan kunang-kunang. Kira-kira berjalan

sejauh  sepeminuman teh tiba-tiba Kumara Gandamayana

hentikan lanokah dan angkat tangan ke atas memberi tanda

agar rombongan berhenti. Raja neraka penulis ayan  cepat mendekati si

kakek.

      "Ada apa?" Tanya Rakai Kayuwangl.

      "Yang Mulia,  delapan kunang-kunang telah menipu kita. Lihat 

berkeliling. Bukankah saat ini kita masih berada tak jauh dari 

Sumur Api?! Berarti sejak tadi kita tidak kemana-mana!"

      Raja neraka penulis ayan  dan semua orang yang mendengar ucapan

Kumara Gandamayana terkesiap kaget. Mereka memandang

berkeliling.

      Saat itulah tiba-tiba delapan cahaya benderang kuning

di tubuh kunang-kunang berubah lalu melesat ke arah depan

rombongan dalam bentuk  delapan larik cahaya merah

menggidikkan.

      "Delapan Arwah Sesat Menembus  Langit!" Teriak

Kumara Gandamayana. Kakek ini cepat lepaskan sorban kelabu

di atas kepala lalu dikebutkan ke depan dalam jurus ilmu sakti

Selendang Dewa Menutup Bahala.

      Raja yang berada di belakang si kakek tidak tinggal diam.

Keris  Widuri Bulan dicabut, dlbabalkan ke udara memancar

cahaya putih kelabu. Sementara tangan kiri melepas pukulan

Payung Dewa Mengguncang Badai. Cahaya ungu berkiblat

seperti payung mengembang, membentuk benteng pertahanan

seluas enam tombak persegi, melindungi rombongan.

      Semua perempuan lesbi  dan anak-anak dalam rombongan

berpekikan. Para Abdi Dalem menarik mereka hingga jatuh sama

rata dengan tanah.

      "Wusss!"

      Delapan cahaya merah  berkiblat ganas, langsung

dipapaki cahaya putih kelabu yang keluar dari sorban Kumara

Gandamayana, dihantam sambaran cahaya keris sakti di tangan

Raja  dan larikan  Sinar jayadi  ungu pukulan  Payung  Dewa

Mengguncang Badai.

      "Blaarr!"

      Di udara menggelegar suara dentuman keras.

      Sosok Kumara Gandamayana terhuyung-huyung. Walau

mampu menghantam hancur dua dari delapan cahaya  merah

yang menghantam namun sorban di tangan kanan tenggelam

63   Bidadari Lesbi kemasukan 

dalam kobaran api, berubah jadi asap. Si kakek cepat jatuhkan

diri dan berguling di tanah, menyambar pinggang  Rakai

Kayuwangi lalu ditarik jatuh ke tanah untuk  menyelamatkan

sang Raja. Kakek ini maklum kalau sorban saktinya tidak mampu

menahan serangan Delapan Arwah Sesat Menembus Langit,

maka pertahanan keris dan pukulan Payung Dewa Mengguncang

Badai pasti akan tembus jugal

      UNTUK kedua kali di tempat itu menggelegar letusan keras

saat  sisa enam cahaya merah melabrak Sinar jayadi  putih kelabu

yang keluar dari Keris Wldurl Bulan serta Sinar jayadi  ungu pukulan

Payung Dewa Mengguncang Badai! Kembali dua cahaya merah

dapat dilumpuhkan namun sisa yang empat terus menderu.

Pancaran cahaya merah tampak lebih terang menyilaukan tanda

pengendali  serangan melipat gandakan kekuatan tenaga

dalamnya!

      Melihat  empat cahaya  merah mampu menembus

tangkisan Keris Widuri Bulan serta pukulan sakti yang

dilepaskan Raja, Kumara Gandamayana tersentak kaget.

      "Hyang Jagat Batara Kami tiada daya! Lindungi kami

semual" Si kakek berteriak.

      Di dalam gelap mendadak ada suara tawa bergelak

disusul teriakan lantang.

      "Bumi boleh kiamat! Tapi yang namanya Delapan Sukma

Merah tidak pernah lenyap dari muka bumi ini! Raja neraka penulis ayan l

Jangan mimpi kau bakal menduduki singgasana kembali!

Ha...ha...ha!"

      Hanya tiga tombak lagi lagi empat cahaya merah akan

menyapu habis seluruh rombongan Raja neraka penulis ayan  yang saat itu

berusaha menyelamatkan diri dengan menelungkup di tanah,

tiba-tiba dari dalam rimba belantara berkelebat tiga bayangan.

Lalu ada suara porempuan berteriak.

      "Ilmu pamungkas! Tusukkan delapan jari!"

      Salah satu dari tiga bayangan yang kebetulan berada

di dekat sebatang pohon segera lipat jari tangan tangan kiri

kanan ke telapak sementara delapan jari lainnya dipentang lurus

dan keras seperti batangan besi.

      "Crassl Kraak" Delapan jari amblas masuk ke dalam

batang pohon.

      Bayangan kedua yang tidak sempat melipat jari tengah

ke telapak tangan begitu jatuhkan  diri langsung  tusukkan

sepuluh jari sekaligus ke tanah!

      "Settt! Dessss!"

      Bayangan ketiga terkesiap kaget Di dekatnya tidak ada

pohon. Gerakannya berkelebat yang begitu kencang tidak

mungkin bisa menjatuhkan diri ke tanah dengan cepat.

      "Oala. Aku mau menusuk apa?l" Tiba-tiba saja orang ini

Ingat Tanpa ragu delapan jari tangannya ditusukkan ke batok

65   Bidadari Lesbi kemasukan 

kepala sendiri!

      "Crasssl Greekk!"

      Delapan jari amblas masuk ke dalam kepala. Tidak ada

darah yang mengucur, tidak ada  rasa sakit. Malah orang itu

yang bukan lain adalah si nenek cantik mata juling Ratu Randang

tertawa-tawa. Memandang ke depan dilihatnya empat cahaya

merah yang menderu ganas mendadak bergetar keras lalu

mencuat ke atas.

      Di udara empat cahaya merah meledak dahsyat, menebar

ratusan cablkan-cabikan api. Sebagian langsung pupus lenyap

di udara sebagian lagi membakar pepohonan di dalam rimba

belantara hingga kawasan itu kini menjadi terang benderang.

      Raja neraka penulis ayan , Kumara Gandamayana, para Abdi Dalem

segera bangkit berdiri sementara para istri Raja duduk bersila

di tanah, menenangkan anak-anak yang bertangisan.

      "Kakek,  ada orang  menolong  kital"  Berkata Raja

neraka penulis ayan  sambil memandang berkeliling.

      Belum sempat  Kumara Gandamayana menjawab tiga

perempuan lesbi  tahu-tahu telah membungkuk hormat di depan Raja.

Mereka bukan lain adalah Ratu Randang. Kunti Amblri dan Dewi

Kaki Tunggal alias Sakuntaladewi!

      "Para Dewa memberkati kalian bertiga. Aku senang

melihat kalian tidak kurang suatu apa. Malah pasti kalian yang

telah menolong menyelamatkan kami semua  dari serangan

mahluk terkutuk itul" Berkata Raja neraka penulis ayan  sambil menatap ke

arah Ratu Randang yang berdiri sambil mesem-mesem.

      "Beberapa waktu lalu kami membicarakan kalian semua.

Ternyata kalian sudah di sini. Eh, apakah Satria Panggilan dan

gadis lesbi  aneh bernama Jaka Pesolek Itu tidak turut bersama

kalian?" Yang bertanya adalah Kumara Gandamayana.

      "Yang Mulia, kakek sahabatku," menjawab Ratu Randang.

"Sebaiknya kita sama-sama segera meninggalkan tempat ini

sebelum mahluk alam roh Sinuhun  Merah  Penghisap Arwah

atau kaki tangannya mencoba lagi menghalangi kita."

      "Sesuai  kabar  yang  aku terima  mahluk  jahat itu, bukankah 

dia sudah menemui ajal?"  Ujar Kumara Gandamayana pula.

      "Benar, tapi dia punya delapan pecahan nyawa. Yang

amblas cuma tiga. Pecahan yang lima lagi masih bisa

gentayangan. Buktinya tadi dia bisa muncul melakukan

serangan." Jawab Ratu Randang. "Mengenal Kesatria Panggilan

dan Jaka Pesolek biar nanti aku ceritakan di tengah perjalanan."

      Raja neraka penulis ayan  terdiam seperti tengah memikirkan sesuatu.

Lalu dia berkata. "Kakek Kumara, sewaktu tadi ada Sinar jayadi  kuning

dan terdengar suara lonceng, saya yakin Satria Lonceng Dewa

Mimba Purana akan muncul.  Namun kehadirannya dihalangi

oleh  satu kekuatan. Saya  menduga ini pekerjaan kakaknya

sendiri yang bernama Dirga Purana. Sang  adik kemudian

mengelah. tidak mau bentrokan dengan saudara sendiri.

      Dirga Purana lalu menyerang kita dengan Delapan Arwah

Sesat Menembus Langit."

      "Yang Mulia Raja neraka penulis ayan . Yang saya tidak mengerti,"

berkata Kunti Ambiri. "Mengapa Mimba Purana mau mengalah

terhedap Dirga Purana. Padahal dia tahu pasti kakaknya itu

jahat dan berserikat dengan dua Sinuhun. Lalu teganya dia

mengorbankan Raja neraka penulis ayan  dijadikan bulan-bulanan serangan

maut!"

      "Bukankah Satria Panggilan pernah  mengatakan

langsung ketidak senangannya atas sikap Mimba Purana saat 

bertemu dengan bocah itu?" Berkata Sakuntaladewi.

      Kemudian tak ada yang bicara lagi. Keadaan di tempat

itu menjadi sunyi.  Sesekali terdengar gemeletak suara kayu

pohon yang berderik dimakan api.

      Akhirnya Rap neraka penulis ayan  memecah kesunyian. "Sebaiknya

kita segera melanjutkan perjalanan. Mudah-mudahan paling

lambat  lewat sedikit tengah malam  kita sudah sampai di

Kotaraja."

      Baru saja Raja neraka penulis ayan  selesai berucap tiba-tiba dari

arah ujung hutan yang gelap terdengar suara bergemuruh.

Geletak suara roda dan derap kaki kuda.

      "Ada rombongan besar datang ke sini." Ucap Kumara

Gandamayana. Kakek ini cepat memberi tanda agar semua orang 

berlaku waspada.

      "Sepertinya gemuruh suara puluhan kereta melucur ke

arah sini!" Kata Sakuntaladewi.

      "Bahaya apa lagi inil" Kata Kuntj Arnblri sambil kerahkan

tenaga dalam dan hawa sakti pada dua tangannya.

      Selagi semua orang tercekat Ratu Randang tampak

tenang-tenang saja. Malah sambil tersenyum dia berkata pada

Kunti Ambiri.

      "Pasti ini pekerjaan Satria Panggilan. Sejak mencium

aku bertubi-tubi sore tadi. semangatnya jadi tinggi. Hlk...hikl"

      Tak lama kemudian muncul  sosok  sebuah kereta

berwarna putih. Raja mengenali kereta putih ini adalah salah

satu kereta Kerajaan yang acap kali dipergunakannya. Lalu

menyusul kereta lainnya di sebetah belakang. Juga ada gerobak.

Semuanya berjumlah lebih dari dua puluh! Kusir  kereta  putih

yang berada paling depan mengenakan jubah putih dan Ikat

kepala putih. saat  semua orang memperhatikan wajah sang

kusir, astaga! Kaget mereka bukan alang kepalang. Kusir itu

berwajah putih licin! Tidak bermata ataupun alis, tidak punya

hidung dan mulut, tidak pula memiliki telinga!

       SEMUA orang kemudian memperhatikan jauh ke belakang

kereta putih. Beberapa kusir kereta dan gerobak juga terlihat

mengenakan jubah putih.ikat kepala putih dan berwajah putih

licini Namun di antara mereka ada juga yang mengenakan

pakaian lain serta memiliki muka seperti manusia biasa. Salah

seorang diantara kusir berwajah manusia ini melompai turun

dari atas kereta lalu berian dan jatuhkan diri di hadapan Raja

neraka penulis ayan .

      "Abdi Dalem Karta Singgil!" Raja mengenali orang yang

berlutut di hadapannya. "Apa yang terjadi? Bagaimana kau dan

semua orang berwajah aneh itu bisa sampai di sini membawa

kereta dan gerobak begini banyak?! Siapa orang-orang

berjubah putih tidak berwajah itu?"

      Ratu Randang berbisik pada Kunti Ambiri. "Ini pasti

pekerjaannya si gondrong konyol itu. Yang aku tidak mengerti

dari mana dia bisa dapat begini banyak kereta dan gerobak.

Hik-.hik!"

      Kunti Ambiri tidak menyahut tapi matanya menatap tak

berkesip mengawasi keadaan.

      "Yang Mulia Sri Paduka Raja neraka penulis ayan ,'' sahut kusir kereta

setelah menghatur sembah. "Saya diperintah oleh seorang

penulis ayan  berambut panjang sebahu, mengaku bernama Satria

Panggilan, yang tiba-tiba masuk ke dalam Istana membawa

serombongan perempuan lesbi  muda cantik-cantik. Dia menyuruh

saya dan teman-teman menjemput Yang Mulia dan rombongan

di hutan di dekat Kali Dengkeng ini. Katanya kami pasti akan

menemui Yang Mulia dan rombongan. Katanya kami harus

secepatnya membawa Yang Mulia ke Istana di Kotaraja. Saya

bersyukur benar-benar menemui Yang Mulia di sini."

      Raja neraka penulis ayan  tambah tercengang mendengar keterangan

Abdi Dalem. Ratu Randang menggamit bahu Kunti Ambiri dan

berbisik. "Apa kataku. penulis ayan  konyol itu sudah sampai di

Kotarajal"

      "Kau betul Nek. Dia bertindak cepat penuh semangat.

Karena membawa banyak perempuan lesbi  muda. bertubuh molek

dan berwajah cantik-cantik! Tapi anehi Sejak kapan Bobo  punya

sahabat manusia berjubah tanpa wajah itul" Menyahuti Kunti

Ambiri.

      Ratu Randang agak tersentak. Namun kemudian nenek

cantik bermata juling ini menyeringai. "Biar saja, siapa tahu dia

68   Bidadari Lesbi kemasukan 

tengah mencari tenaga baru agar nanti bisa memberikan ciuman

lebih banyak padaku. Hik.hik. Kau tahu aku sendiri masih punya

hutang ciuman lebih dari empat ratus kali pada penulis ayan  itu.

Harap kau jangan cemburu. Hik...hik!"

      "Siapa yang cemburu!" sahut Kunti Ambiri seperti tidak

acuh tapi wajah cantiknya tampak cemberut.

      Sementara itu karena pertanyaan ada yang tidak dijawab,

Raja neraka penulis ayan  berkata dengan suara keras. "Abdi Dalem Karto

Singgill  Kau belum menjawab pertanyaanku! Siapa mahluk-

mahluk berwajah licin putih itu!"

      "Ampun Yang Mulia. Mereka adalah anak buah Raja Jin

Hutan Kuburan penulis ."

      Kaget Raja neraka penulis ayan  dan Kumara Gandamayana bukan

olah-olah. Kedua orang ini saling pandang. Si kakek berbisik.

"Ternyata Raja penulis kusta itu bukan saja telah memperbaiki Istana tapi

juga  mengirim anak  buahnya untuk  menjemput dan

mengamankan kita."

      "Yang  aku tidak  mengerti,"  kata Raja neraka penulis ayan  pula.

"Kereta dan gerobak ini pasti dalam keadaan rusak akfbat banjir

beberapa waktu lalu. Mengapa sekarang aku lihat utuh semua?"

      "Benar Yang Mulia. penulis ayan  berambut panjang bernama

Satria Panggilan itu menyuruh Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis  yang masih

ada di sana untuk  memperbaiki." Jawab Abdi Oalem Karto

Singgil.

      "Luar biasa" Ucap Raja Rakai Kayuwangl. "Aneh!"

      "Sudah Yang Mulia, apapun yang aneh biar kita bicarakan

nanti saja. Kalau sudah sampai di Kotaraja nanti ketahuan apa

yang telah terjadi. Sekarang yang penting semua naik kereta

dan bergerak cepat menuju Kotaraja."  Ratu Randang berkata

lalu melompat ke atas kereta putih, duduk di sebelah depan di

atas bangku kusir kereta berwajah putih licin. Kusir kereta aneh

ini berpaling pada si nenek. Ratu  Randang Juga  balas

memandang walau tengkuknya terasa dingin. Tapi dasar nenek

nakal, dia kedipkan sepasang mata julingnya pada kusir tidak

berwajah itu. Mahluk yang  dikedip usap wajahnya dengan

tangan kiri. Tiba-tiba saja wajah itu jadi utuh seperti wajah

manusia biasa. Ada hidung, alis, mulut dan sepasang mata.

Sepasang mata ini kemudian balas mengedip membuat Ratu

Randang tersentak kaget dan terkenclng di celana! Kusir kereta

usap mukanya sekali lagi. Tampangnya kembali seperti tadi.

Putih licin!

      "Oala! Oala!" Ucap Ratu Randang dalam hati. Dia Ingin

turun saja dari kereta itu mencari kereta lain. Tapi tiba-tiba saja

kaki kirinya diinjak oleh kusir kereta hingga dia tak bisa bergerak!

Setengah sadar setengah tidak tubuhnya condong ke kiri lalu

tersandar seperti orang tidur di bahu sang kusir!

      Abdi Dalem  Karto Singgil buru-buru membuka pintu

kereta. Setelah Raja dan Permaisuri serta berapa orang putera-

pirteri masuk ke dalam kereta putih, semua anggota rombongan

yang lain juga segera naik ke dalam kereta dan gerobak.

Banyak yang lebih suka memilih kereta atau gerobak yang dikusiri

orang berwajah utuh. Kumara Gandamayana, Kunti Ambiri dan

Sakuntaladewi sengaja memilih gerobak terbuka agar dapat

mengawasi keadaan selama perjalanan.

      Kebetulan Sakuntaladewi berada di satu gerobak

dengan Kumara Gandamayana. gadis lesbi  berkaki tunggal ini

berbisik. "Kek, bagaimana kalau semua ini jebakan lagi. Kusir-

kusir tidak berwajah itu ternyata adalah  mahluk susupan kaki

tangan dua Sinuhun jahatl

      Si kakek tiba-tiba saja menjadi kaget

      "Astaga! Apa yang kau katakan itu bisa saja terjadi! Aku

harus mengingatkan Ratu Randang!"

      Kumara Gandamayana lalu melompat dari atas gerobak,

melesat dari gerobak satu ke kereta lainnya. Begitu seterusnya

hingga dia sampai  di atas kereta putih  yang membawa Raja

neraka penulis ayan .

      Tak lama kemudian dia kembali ke gerobak yang

ditumpangi Sakuntaladewi.

      "Sudah Kek? Kau sudah memberi tahu nenek itu?"

      Tampang Kumara Gandamayana tampak cemberut saat 

menggeleng.

      "Aku tidak jadi bicara. Kulihat dia malah bercinta

sandarkan tubuh dengan mesra ke kusir bermuka licin itu!"

      "Apa Kek?" Tanya Sakuntaladwewi tidak percaya.

      "Dasar nenek genit! Sial!"  Kumara Gandamayana

mengomel.

       saat  Pendekar 10000an  Bobo  anakmanusia  memasuki Kotaraja

bersama tiga belas perempuan lesbi  muda, keadaan di sana lengang

dan gelap. Satu-satunya penerangan adalah cahaya bulan biru

di langit bersih. Udara tercium kurang sedap namun Bobo  tidak

satupun menjumpai  mayat manusia atau bangkai binatang.

      Sewaktu sampai di alun-alun Bobo  tercengang melihat

bangunan Keraton atau Istana di seberang sana berdiri megah

dalam kesunyian malam dibawah siraman  cahaya rembulan.

Padahal sebelumnya dia melihat banyak rumah penduduk serta

candi-candi kecil dalam keadaan rusak bahkan runtuh. Di

halaman samping Istana kelihatan banyak sekali kereta dan

gerobak dalam keadaan rusak. Di bagian belakang istana

terletak satu kandang besar. Di dalam kandang belasan kuda

yang sesekali mengeluarkan suara mendengus keras.

      "Aneh istana seperti baru dipugar. Tapi tak ada tanda-

tanda ada yang menghuni. Berarti Raja neraka penulis ayan  belum berada

di sana."

      saat  mencapai pintu gerbang istana tiba-tiba empat

orang berpakaian perajurit lusuh bersenjata tombak muncul

menghadang. Dua perajurit berusia lanjut, dua lainnya masih

muda. Mereka terlihat letih kurang tidur.

      Empat perajurit memperhatikan Bobo  dari kepala sampai

Ke kaki, lalu melirik ke arah tiga belas perempuan lesbi  yang ikut

bersamanya.  Salah seorang perajurit muda melangkah maju

mendekati Bobo  lalu menegur.

      "Kami  pengawal Keraton neraka penulis ayan . Kau siapa? Ada

keperluan apa hendak memasuki Keraton? Siapa perempuan lesbi -

perempuan lesbi  Ini?!"

      "Aku Satria Panggilan, sahabat Raja neraka penulis ayan  Rakai

Kayuwangi Dyah Lokapala." Jawab Bobo . "perempuan lesbi -

perempuan lesbi  Ini adalah sahabat-sahabatku yang sebelumnya

diculik oleh orang jahat dan ingin minta perlindungan pada

Raja neraka penulis ayan . Aku sendiri ada urusan penting ingin menghadap

Raja."

      "Kami tidak mengenal dirimu. Juga tidak pernah

mendengar namamu! Lalu Yang Mulia Raja neraka penulis ayan  tidak ada

dalam Keraton. Kami diperintah untuk tidak memperbolehkan

siapapun masuk ke dalam Keraton."      

      "Begitu?" Bobo  menggaruk kepala. "Siapa yang memberi


perintah."

      "Penguasa Keraton." Jawab si perajurit

      "Penguasa Keraton? Yang berkuasa di sini adalah Raja

neraka penulis ayan . Tapi tadi kau bilang Raja tidak ada dalam Keraton.

Jangan berani bicara ngacok padaku!"

      Tiba-tiba dari dalam istana terdengar suara menggembor

keras. Disusul ucapan lantang. "Aku penguasa Keraton neraka penulis ayan .

Karena aku dan anak buahku yang telah memperbaiki Keraton.

Aku pula yang memerintahkan para pengawal untuk tidak

mengizinkan siapapun masuk ke dalam Keraton!"

      Bersamaan dengan selessinya suara ucapan lantang

tahu-tahu di hadapan Pendekar 10000an  telah berdiri satu sosok

tinggi besar bertampang angker luar biasa. Mahluk ini memiliki

sepasang mata yang bola matanya keluar dari rongga,

bergoyang bergundal-gandil kian keman. Daun telinga mencuat

melewati batok kepala. Karena tidak memiliki bibir untuk

mengatup mulut, barisan gigi atas bawah yang besar-besar

mencuat keluar. Mahluk ini mengenakan jubah hitam terbuat

dari anyaman ijuk.

      Kening diikat tali hitam juga terbuat dari ijuk. Dua telapak

tangan selalu diusap-usap satu sama lain. Semua perempuan lesbi 

yang ikut bersama Bobo  terutama tiga orang yang masih berusia

belasan tahun sembunyi di belakang sang pendekar, ketakutan

setengah mati.

      Sesaat Bobo  terperangah melihat mahluk ini terutama

matanya yang keluar dan terus bergoyang-goyang ke kiri dan

ke kanan seperti lonceng, mengeluarkan suara klek...klek...klek.

Untuk beberapa lama murid Sinto Gendeng hanya bisa tertegun

diam memperhatikan.

      Tiba-tiba mahluk dahsyat itu hembuskan nafas panjang.

Bobo  merasa hawa panas menyambar membuat dua matanya

jadi perih.

       "Aku tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam

Keraton. Apa kau berani mau memaksa?!" Mahluk yang mengaku

penguasa Keraton neraka penulis ayan  itu keluarkan ucapan. Suara keras

membahana.

       "Hebat! Baru hari ini aku melihat mahluk hebat sepertimu.

Malam-malam pula!" Bobo  menyeringai. "Harap kau bicara

perlahan saja, jangan menghembus hawa panas. Mata jangan

dlgundal-gandil. Orang-orang perempuan lesbi  yang  ada  di

belakangku bisa mati berdiri karena ketakutan!"

      "penulis ayan  geblek Kau berani memerintah aku Sangkala

Darupadha, Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis ?"

      "Tadi kau bilang penguasa Keraton neraka penulis ayan . Sekarang

menyebut diri Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis ! Sebentar lagi apa lagi?!"

      "Jangan berani kurang ajar padaku! Kau datang

membawa begini banyak perempuan lesbi  muda dan cantik. Jangan-

jangan mau berbuat mesum di dalam Istana Raja neraka penulis ayan  yang

tidak berpenghuni!"

      "Justru aku baru saja menolong perempuan lesbi -perempuan lesbi 

ini dari sekapan bocah jahat bernama Dirga Purana!"

      "Apa?! Kau menyebut nama Dirga Purana?! Apa aku

tidak salah dengar?!"

      Bobo   tidak segera menjawab.  Dia merasa kawatir

jangan-jangan mahluk dahsyat ini adalah  kambralnya Dirga

Purana sekaligus sobat dua  Sinuhun!

      "Mahluk hebat, jika kau tidak mengijinkan aku masuk ke

dalam Keraton tidak  apa  Tapi tolong perempuan lesbi -perempuan lesbi 

ini. Mereka kecapaian, kedinginan, juga pasti haus dan lapar.

Berikan tempat berlindung bagi mereka di dalam sana. Bangsal

bekas tempat tidur kusir Istanapun tak jadi  apa."

      Mahluk dahsyat hentakkan kaki kirinya hingga tanah

bergetar dan pintu gerbang berderak. Dua tangan diusap-usap.

Tiba-tiba dia membentak.

      "Aku tanya apa aku tidak salah dengar kau menyebut

nama Dirga Purana?!"

      "Tidak, kau tidak  salah dengar. Aku tadi memang

menyebut nama bocah itu. Biar lebih jelas dia juga dipanggil

dengan nama Sang Junjungan!"

      *Klek...klek...klekl" Sepasang mata Raja penulis kusta Hutan

Kuburan penulis  terus bergundal-gandil ke kiri dan ke kanan, kini lebih

cepat dan suaranya lebih keras.

      Bobo  menunjuk ke arah dua mata Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis .

"Sepasang matamu Itu. Apa kau tidak dibuat kecapaian karena

bergerak terus. Apa kau tidak takut putus kalau jatuh

bergelindingan di tanah, masuk ke dalam comberan?!"

      Semula Bobo  mengira mahluk itu akan membentak marah

bahkan mungkin memukulnya. Tapi diluar dugaan Raja penulis kusta Hutan

Kuburan penulis  malah tertawa bergelak. "Baru sekali ini ada mahluk hidup

berani bicara seperti kau! Katakan siapa kau adanyal"

      "Namaku Bobo  anakmanusia ...."

      "Nama aneh. Apa kau anakmanusia  alias gelo benaran?!"

      "Aku datang dari  negeri delapan ratus  tahun mendatang."

      "Berarti kau orang gelo yang kesasar ke Bhumi neraka penulis ayan  Inil"

      "Orang di sini memanggilku Satria Panggilan."

      Kali ini Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis  tidak menyambung lagi

ucapan Bobo . Untuk sesaat dua mata yang keluar berhenti

bergoyang gundal-gandll lalu  diulur, bergerak ke kepala, wajah,

turun ke tubuh sampai ke kaki dan naik lagi ke  kepala.

      "Aku tidak dapat memastikan! Bagaimana aku tahu kau

bukan mahluk jejadian bikinan Sinuhun  Merah Penghisap

Arwah! Bagaimana kau bisa membuktikan bahwa dirimu adalah

benar-benar  pendekar yang didatangkan Raja neraka penulis ayan  dari

negeri delapan ratus tahun mendatang."

      "Aku merasa tidak perlu membuktikan. Kau tunggu saja,

sebelum tengah malam Raja neraka penulis ayan  beserta Permaisuri, anak

istri dan seorang kakek sakti bernama Kumara Gandamayana

akan sampai ke sini."

      "Memangnya saat ini Raja berada dimana?" Tanya Raja

Jin Hutan Kuburan penulis .

      "Cukup jauh dari sini. Di timur Prambanan, dekat Kali

Dengkeng." Jawab Bobo  sambil  matanya menatap ke halaman

samping dimana terdapat banyak kereta dan gerobak rusak.

      "Raja neraka penulis ayan , dibiarkan berjalan kaki sejauh itu. Walau

di langit ada bulan purnama menebar cahaya sejuk. Bahaya

bisa muncul secara mendadak..."

      "Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis , jika kau sahabat Raja neraka penulis ayan .

jika kau mampu memperbaiki Istana semudah dan secepat

membalikkan tangan, mengapa saat ini kau tidak memperbaiki

kereta dan gerobak yang ada di halaman sana untuk dipakai

menjemput Raja dan rombongan?"

      "Aku tidak bersahabat dengan Raja neraka penulis ayan l Aku tidak

bersahabat dengan manusia bernama Rakai Kayuwangi Dyah

Lokapala. Tapi aku bersahabat  dengan seorang kerabat Raja

neraka penulis ayan . Kerabat inilah yang telah meminta aku memperbaiki

istana atau Keraton neraka penulis ayan .  Aku mengerahkan ratusan Jin

Putih. Setelah Istana selesai diperbaiki dalam waktu satu hari

satu malam kerabat ini pula yang  minta aku  menjaga Istana

ini sampai Raja neraka penulis ayan  kembali bersama rombongannya dari

satu tempat rahasia. Aku menghormati sang kerabat dan

memenuhi permintaannya."

      Bobo  menggaruk kepala lalu  bertanya. "Kau mahluk

berbudi. Kalau aku boleh tahu siapa adanya kerabat Raja

neraka penulis ayan  yang kau hormati itu?"

      "Aku tidak akan menjawab. Aku tidak akan memberi tahu!"

      Tiba-tiba tanah halaman Istana bergetar lalu braakkl

Tanah terbongkar. Asap kelabu mengepul. Dari tanah yang

menganga menyembul keluar satu mahluk luar biasa besar dan

tinggi seolah menyondak langit! Saking tingginya, Raja Jin

Hutan Kuburan penulis  yang hampir satu setengah kali tinggi Pendeklar

10000an  ternyata hanya sopinggang  mahluk inil Tanah  yang

terbongkar menutup kembali!

      Suara mengorok keluar dari tenggorokan mahluk yang

mengenakan jubah biru ini. Bagian atas pakaian tidak dikancing

hingga memperlihatkan dada penuh bulu tebal. Di atas

kepalanya yang botak plontos ada sebuah tanduk memancarkan

cahaya merah.  Sepasang mata menjorok keluar, besar putih

sementara lensa mata hanya merupakan satu titik hitam kecil.

Kumis menjulai tebal, janggut hitam lebat berkeiuk. Hembusan

nafas memerihkan mata. Sambil menyeringai memandang ke

arah Bobo , mahluk raksasa ini  rangkapkan dua tangan yang

penuh bulu di atas dada. Sepuluh jari tangan sebesar pisang

tanduk bergerak-gerak mengeluarkan suara berkeretekan.

Mahluk ini tertawa bergelak. Di akhir tawanya dia membentak.

      "Akulah kerabat yang dimaksud Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis 

Sangkala Darupadha! Aku Arwah Penulis kesurupan  penghuni Candi Miring!"

      Kejut Pendekar 10000an  bukan alang kepalang. Di belakangnya 

tiga  belas perempuan lesbi  kembali berpekikan.Bobo  menenangkan 

dan menyuruh mereka pergi berlindung di dekat sebuah pohon 

besar. Namun karena takut mereka tidak mau bergerak dari

belakang Bobo .

      "Arwah Penulis kesurupan ," ucap Bobo  dalam hati dengan dada

bergetar. "Sebelumnya mahluk ini telah disusupi roh Penulis kesurupan  Jin

Seribu Perut Bumi. Dikendalikan oleh Sinuhun Merah untuk

membunuhku! Di Candi Kalasan  lenyap begitu saja setelah

tubuhnya yang dikuliti Empat mayat Aneh aku tendang masuk

ke dalam  candi. Sekarang apa lagi yang hendak dilakukannya

terhadapku Celaka aku kalau dia masih berada dalam kekuasaan

Sinuhun Merah atau Sinuhun Muda. Bisa juga dia dikendalikan

oleh Dirga Purana!"

      Selagi Pendekar 10000an  berpikir hendak mengamblaskan

diri masuk ke daiam tanah dengan ilmu yang diberikan Kumara

Gandamayana tiba-tiba tangan kanan Arwah  Penulis kesurupan  bergerak

mencekal pinggang Bobo  lalu diangkat  ke atas, dekat-dekat di

depan wajahnya yang menakutkan! Mulut meniup! Bobo  menjerit

saat  tiupan itu membuat kepalanya terasa seperti mau pecah!

Di bawah  sana tiga belas perempuan lesbi  muda berpekikan lalu lari

berserabutan.

      "Sahabatku Arwah Penulis kesurupan !" Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis  berkata.  

"Akan kita apakan manusia satu ini? Aku bisa melahapnya 

mentah-mentah! Aku juga bisa mencopot bagian tubuhnya satu 

demi satu, mulai dari kaki berakhir di batang leher! Atau aku  

suruh anak buahku mencincangnya sampai sehalus bubuk gergaji 

untuk dicampur dalam sarapan kopi hangat mereka besok pagi? 

Ha...ha...ha! Tapi aku lebih suka menusuk tubuhnya mulai dari 

pantat tembus ke batok kepala dengan besi panas.Lalu mayatnya 

aku pancang di puncak Candi Miring kediamanmul Ha...ha...ha!"

      Habis tertawa bergelak Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis  gerakkan

dua tangan. Di tangan kanan mahluk ini tahu-tahu sudah

tergenggam sebatang besi panas membara yang ujungnya

lancip. Besi digoyang-goyang hingga mengeluarkan suara

menderu, menebar hawa panas dan tebaran cahaya merah,

berubah seolah menjadi puluhan banyaknya!

      "Wutttr Tiba-tiba  ujung  lancip besi  diarahkan  ke bagian  

bawah  perut  Bobo  seolah benar-benar hendak ditusukkan ke 

pantat sang pendekar yang saat itu dalam keadaan tak bergerak 

karena dicekal oleh Arwah Penulis kesurupan .

      Kalau gerakan tangan kanan Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis 

mengeluarkan batangan besi panjang lancip membara, maka

gerakan tangan kirinya membersitkan cahaya putih yang

kemudian berubah menjadi ratusan  sosok mahluk berjubah

putih tanpa wajah, mengambang diudara maiaml Mengerikannya

sepasang tangan mahluk Ini tidak berbentuk tangan biasa tapi

berupa  golok besar tajam berkilat! Jelas inilah barisan

pencincang yang dipersiapkan oleh Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis l

      Walau tengkuknya merasa sedingin es di puncak

Mahameru Pendekar 10000an  tidak kehilangan akal. Dia sadar sulit

meloloskan diri apa lagi ratusan mahluk tanpa muka dilihatnya

mulai menebar membuat lingkaran mengurung! Tidak ada jalan

lain. Dia harus berjibaku.

      Saat  itu Bobo  telah mengalirkan tenaga dalam penuh

dan seluruh hawa sakti yang dimilikinya ke tangan kiri. Dia siap

menghancurkan kepala Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis  dengan Pukulan

Sinar jayadi  Matahari. Lalu bersamaan dengan itu tangan kanannya

siap mencabut Keris penusuk  penulis ayan  kemasukan  yang terselip di

punggung sebelah belakang. Dengan senjata sakti ini dia akan

menusuk dan membabat leher Arwah Penulis kesurupan i

      "Sahabatku Arwah Penulis kesurupan i Aku masih menunggu. Pilihan

kematian mana yang kau inginkan atas diri manusia satu ini!"

Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis  berkata pada Arwah Penulis kesurupan .

      Sepasang mata besar Arwah Penulis kesurupan  menatap tak berkesip

pada  Pendekar 10000an . Mulut menyeringai. Tanduk merah

memancarkan cahaya terang. Rahang menggembung dan

terdengar jelas suara geraham bergemeletukan.

      "ini saatnyal" Ucap Bobo  dalam hati.

      Begitu dua tangan hendak digerakkan untuk melepas

dua pukulan sakti dan mencabut Keris penusuk  penulis ayan  kemasukan 

tiba-tiba terdengar Arwah Penulis kesurupan  berkata.

      "Sobatku Sangkala Darupadha, aku tidak punya pilihan

apa-apa. Aku malah memintamu agar kau mengabulkan

permohonan yang tadi diucapkan penulis ayan  ini."

      Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis  dongakkan kepala. Lalu bertanya.

      "Arwah Penulis kesurupan , apa aku tidak salah mendengar dan kau

tidak keliru berucap?"

      "Sobatku, aku tidak keliru berucap dan kau tidak salah

mendengar." Jawab Arwah Penulis kesurupan  pula, membuat Raja penulis kusta Hutan

Kuburan penulis  semakin heran.

      "Katakan, permohonannya yang mana yang harus aku

kabulkan?l"

      "Tadi dia meminta agar kau memperbaiki semua kereta

dan gerobak yang rusak di halaman samping Istana. Lalu aku

menambahkan. Kau juga harus memasangkan kuda pada kereta

dan gerobak itu untuk dipakai menjemput Raja neraka penulis ayan  dan

rombongannya di timur Prambanan.tak jauh dari Kali

Dengkeng."

      "Sahabatku Arwah Penulis kesurupan ! Tidak sulit bagiku melakukan

apa yang kau katakan. Aku hanya tinggal memerintah ratusan

anak buahku!"

      "Aku tahu hal itu. Kau telah membuktikan. Ratusan anak

buahmu mampu memperbaiki Istana hanya dalam waktu satu

hari satu malam! Kalau begitu mengapa tidak segara kau penuhi

permintaan penulis ayan  itu dan permintaanku? Bukankah ini

saatnya yang tepat kita berbakti pada Kerajaan, menolong Raja

neraka penulis ayan , Permaisuri, putera-puteri dan para pengikutnya."

      "Sahabat Arwah Penulis kesurupan , aku tidak mengerti. Mengapa kita

tidak membunuh penulis ayan  itui"

      Perlahan-lahan Arwah Penulis kesurupan   turunkan Pendekar 10000an 

ke tanah lalu  menjawab. "Dia sahabatku. Berarti sahabatmu

juga! Dia telah menyelamatkan roh dan tubuhku saat  ada

orang menguliti diriku di Candi Kalasan. Kalau bukan karena

pertolongannya saat ini aku tidak akan berada di sini dan rohku

gentayangan tak karuan di alam gaib." (Mengenal pertistiwa di

Candi Kalasan harap baca serial Bobo  anakmanusia  berjudul "Delapan

Sukma Merah")

      Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis  merenung sejurus. Mata yang

bcrgundal- gandi!  diulur ke arah Arwah Penulis kesurupan  dan Bobo  laiu

mulutnya berucap.

      "Sahabat Arwah  Penulis kesurupan , jika begitu kemauanmu aku

mengikut sajal Aku tidak keberatan bersahabat dengan penulis ayan 

inil" Lalu Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis  mendongak ke udara ke arah

ratusan anak buahnya. "Kalian sudah  mendengar semua

pembicaraan. Perbaiki semua kereta dan gerobak. Pasang kuda

penarik. Lalu kalian dibantu Abdi Dalem Istana malam Ini juga

berangkat ke arah timur Prambanan. Sebelum mencapai Kali

Dengkeng aku rasa kalian sudah akan bertemu dengan

rombongan Raja neraka penulis ayan . Bawa mereka dengan selamat sampai

ke sinil Sepanjang perjalanan kalian harus merapal aji Tabir

Pelindung Delapan Penjuru Angin. Aku kawattr roh-roh jahat

masih akan mencoba menimbulkan malapetaka. Dan jangan lupa

mengunyah kemenyanl Lakukan sekarang!"

      Puluhan tangan yang berbentuk golok besar berkilat

berubah menjadi seperti tangan manusia biasa. Masing-masing

mahluk kembangkan telapak tangan. Saat Ku juga di telapak

mereka kelihatan ada sekeping kemenyan Benda itu lalu

didekatkan ke wajah licin, ditekan pada  bagian dimana

seharusnya terletak mulut

       "Clcepp! Cleeppl"

      Kepingan kemenyan lenyap masuk ke dalam wajah licin.

Sementara wajah aneh Ku tampak bergerak-gerak seperti

mengunyah, tubuh mereka berubah menjadi samar lalu melesat

ke samping Istana. Kemudian terdengar riuh suara  orang

bekerja, mengetok palu, menggergaji balok.

      Tak selang berapa lama puluhan kereta dan gerobak

yang sebelumnya rusak akibat dilanda banjir air merah pada

bencana Malam Jahanam kini utuh kembali. Lalu ada bayangan

mahluk-mahluk berjubah putih berwajah licin mengeluarkan

puluhan kuda dari dalam kandang untuk dipasangkan pada

kereta dan gerobak.

      Hanya sesaat setelah rombongan kereta dan gerobak

meninggalkan Istana neraka penulis ayan  satu tangan besar memegang

bahu Pendekar 10000an  hingga sang pendekar hampir sempoyongan.

      "Anak muda Kesatria Panggilan, apakah kau membekal

keris sakti penusuk  penulis ayan  kemasukan ?"

      Yang bertanya adalah Arwah Penulis kesurupan . Bobo  memandang

ke atas. Dia tidak segera menjawab. Dalam hati timbul rasa

kawatir. Apa maksud Arwah Penulis kesurupan  menanyakan senjata sakti

itu? Ingin memintanya? Apakah  Arwah Penulis kesurupan  hendak

menjebaknya karena dia sebenarnya dia mungkin masih berada

di bawah pengaruh kekuatan gaib mahluk alam roh Sinuhun

Merah.

      "Celaka, kalau dia meminta dan aku tidak memberi bisa

saja dia nekad merampas!"

      Melihat Bobo  tidak menjawab. Arwah Penulis kesurupan  tertawa.

      "Aku tahu senjata itu ada padamu. Aku juga tahu kalau

tadi kau bermaksud mau membunuhku dengan keris itu." Bobo 

terkejut mendengar ucapan Arwah Penulis kesurupan . "Aku hanya ingin

mengatakan agar kau menjaga baik-baik senjata itu karena tak

lama lagi akan kau serahkan pada Raja neraka penulis ayan . Lalu senjata

itu juga akan kau pergunakan untuk menolong seorang gadis lesbi 

berkaki tunggal. Waktu antara kau menyerahkan keris ke tangan

Raja terpaut cukup lama. Dalam keterpautan itu bisa saja terjadi

hal tidak terduga. Kau harus mencegah jangan sampai

kecolongan. Bukankah selama ini kau menyisipkan keris itu di

punggung belakang dengan ujung lancip mengarah ke bawah,

ke arah tanah?"

      Bobo  menggaruk kepala lalu mengangguk.

      "Itu cara yang salah menyimpan keris tak bersarung.

Seharusnya keris itu kau sisipkan dengan ujung lancip

menghadap ke atas, ke arah langit. Bilamana terjadi sesuatu

senjata sakti itu akan lebih mudah melesat untuk menolongmu

dan dirinya sendiri."

      Bobo  terkejut dan buru-buru hendak keluarkan Keris

penusuk  penulis ayan  kemasukan  dari balik punggungnya. Arwah Penulis kesurupan 

tertawa.

      "Tak perlu susah-susah. Aku telah memperbaiki letak

senjata itu. Kini ujung runcingnya sudah menghadap ke atas."

      Bobo  meraba ke punggung. Astaga. Memang betul. Keris

yang selama Ini tersisip menghadap ke bawah kini ujung

lancipnya telah mengarah ke atas!

      "Satria Panggilan, kami berdua sudah cukup lama di

sini. Kau masih menunggu kedatangan Raja dan mengurus

perempuan lesbi -perempuan lesbi  muda itu."  Arwah Penulis kesurupan  menyeringai

dan kedipkan matanya yang aneh. "Semoga Para Dewa

melindungi dan memberkatimu!"

      Arwah Penulis kesurupan  berpaling pada Raja penulis kusta Hutan  Kuburan penulis .

Keduanya saling bergandengan tangan lalu wuss! Dua mahluk

alam roh ini sama amblas masuk ke dalam tanahl

      Bobo  lepas nafas lega lalu berucap perlahan. "Ternyata

keduanya mahluk-mahluk baik. Aku hanya kasihan pada Raja

Jin Hutan Kuburan penulis . Seumur-umur matanya menjulur gundal-

gandil tak karuan. Mungkin aku bisa menolongnya memasukkan

mata itu ke dalam rongganya dengan ilmu Manahan darah

Memindah Jazad. Sayang dia keburu pergi."

      Baru saja Bobo  berucap seperti itu tiba-tiba braakkl Tanah

terbongkar. Sosok Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis  melesat keluar dan

berdiri di hadapan Wioro. Sambil membungkuk sedikit dia

berkata. "Satria Panggilan.tadi kau berkata apa?  Kau mau

menolong apa....?"

       Kejut Pendekar 10000an  bukan olah-olah. "Sudah amblas ke

dalam tanah bagaimana mungkin dia masih mampu mendengar

ucapankul" Bobo  menggaruk kepala.

       "Raja Jin, sebenarnya aku hanya berandai-andai. Tapi

tidak ada salahnya dicoba. Aku bermaksud menolong

memasukkan kedua matanya yang terjulur dan selalu gondal

gandil itu ke dalam rongganya."

       "Hah, apa?!  Bagus itu! Kau pasti punya ilmu hebat!

Lekas lakukan! Aku sudah bosan dengan mata yang seumur-

umur menyiksa ini. Gundal-gandil tak karuan."

       Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis  lalu duduk bersila di depan Bobo 

hingga tinggi sosok mereka menjadi sama Bobo  jadi berdebar

juga. Kalau gagal mahluk satu in  bisa saja menjadi marah.

Sambil merapal ilmu Menahan Darah Memindah Jazad dua

tangan diulur.  Satu mendorong mata  kiri, satunya lagi

mendorong mata kanan Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis .

       Perlahan-lahan dua mata masuk ke dalam rongga. Untuk

beberapa lama Bobo  masih menekapkan dua telapak tangan,

takut melepas karena kawatir usahanya gagal.

       "Sudah apa belum?!" Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis   bertanya.

       Dengan perasaan tegang Bobo  lepas dua tangannya yang

menekap. Dia merasa lega saat  melihat dua mata mahluk jin

itu masuk sempurna ke dalam rongga. Hanya saja dia menjadi

terkesiap saat  melihat dirinya sendiri ada di dalam sepasang

mata Raja penulis kusta seolah-olah dia berada di depan cermin.

     Raja penulis kusta berseru gembira. Mata diusap berulang kali.

Memandang berkeliling lalu pandangan diarahkan pada Bobo .

     "Ada apa ini? Mengapa aku bisa melihat tubuhmu dalam

keadaan telanjang. Weehhh. Badanmu kecil tapi wehhhl itumu

besar sekali! Ha...ha...ha! Sudah aku pergi sekarang. Terima

kasih! Ha...ha...ha!"

     "Blessl"

     Raja penulis kusta Hutan Kuburan penulis  amblaskan diri masuk ke dalam

tanah.

     Bobo  tersentak kaget dan lekapkan dua tangan ke bawah

perut "Bagaimana dia bisa melihat* Jangan-jangan Ilmu Me-

nembus Pandang pemberian Ratu Duyung ikut tersedot masuk

ke dalam matanya! Celaka!"