"celaka!" kata luhsantlnl setengah
berseru.
"jangan-jamgan klta datang terlambat!
percepat larimu arwah penulis ayan !"
luhclnta dan luhsantlnl sampal dl puncak
buklt batu kawin. arwah penulis ayan serta merta
hendak menghambur ke hadapan orang-
orang yang berada dl dekat ranjang
batu. tapi luhsantinl cepat memegang
erat lengannya dan menarlk gadls ini ke
ballk sebuah batu besar yang tertutup
semak belukar lebat.
"kita memang terlambat arwah penulis ayan .
upacara pernikahan sudah
dilaksanakan. mereka telah
berpegangan tangan ...."
"mereka siapa?" tanya arwah penulis ayan dengan
suara gemetar. gadis lesbi ini sibakkan semak
belukar lalu memandang ke depan. saat
itu terdengar suara lantang sang juru
nikah lamahila.
"bobo anakmanusia dan luhrembulah! kalian
berdua telah aku nlkahkan disaksikan
langit dan bumi. apa yang kalian ucapkan
dldengar oleh para dewa dan semua roh
yang tergantung antara langlt dan
bumi. semoga kalian mendapat berkah.
saat ini kalian telah resml menjadi suami
istri!"
KUDA raksasa berkaki enam itu berlari kencang di
bawah siraman sang surya yang tengah
menggelincir menuju ufuk tenggelamnya. Bulunya
yang hitam pekat seolah menebar pantulan
kepink -pink an. Di atas punggungnya dua sosok
manusia tergantung dalam dua buah jala. ltulah
sosok penulis gay dan arwah penulis sedeng yang terjebak tak
berdava di dalam jaring api biru akibat perbuatan
jahat Hantu Bara Kaliatus. Orang ke tiga di atas
kuda raksasa itu adalah seorang kakek yang berdiri
di punggung kuda dengan dua tangan di sebelah
bawah dan dua kaki di sebelah atas. Rambut,
janggut dan kumis putihnya melambai-lambai disapu
angin. Walau kuda hitam bernama Laekakienam
berlari secepat setan menyambar namun di atas
punggungnyasi kakek tampak tegak tenang tanpa
bergeming sedikitpun. Sudah dapat diduga kakek ini
bukan lain adalah Lasedayu alias Hantu Langit
Terjungkir.
"Huuii ... !" Kakek di atas kuda berseru panjang.
"Kuda hitam gagah perkasa, kita berhenti dulu di
sini! Aku perlu bicara dengan dua insan di dalam
jaring!"
Habis berkata begitu sosok si kakek melesat ke
udara. Dua tangannya menyambar cabang satu
pohon besar. Sesaat tubuhnya berputar sebat dua
kali dicabang pohon itu lalu melayang turun,
menjejakkan dua tangannya yang dijadikan kaki di
tanah tanpa keluarkan suara sedikitpun.
Kuda hitam yang memiliki dua tanduk di atas kepala-
nya meringkik keras lalu hentikan larinya. Debu be-
terbangan di belakangnya. Setelah meringkik sekali
lagi binatang ini lalu melangkah mendekati si kakek
dan menjilat-jilat kaki orang tua itu dengan ujung
lidahnya.
"Kuda hebat! Aku berterima kasih padamu! Seumur
hidup baru kali ini aku menunggang kuda. Aku
serasa mau kencing menahan gamang. Tapi nikmat!
Ha ... ha,.. ha...!"
Si kakek tepuk-tepuk pinggul Laekakienam lalu dia
bergerak mendekati penulis gay dan arwah penulis sedeng yang
berada di dalam dua jaring terpisah. Kakek ini
pergunakan dua kakinya untuk mengait jaring. Lalu
perlahan-lahan, enak saja dia turunkan dua jaring itu
ke tanah. Di dalam jaring penulis gay dan arwah penulis sedeng
cepat bangkit lalu bersila di tanah.
"Kakek Hantu Langit. Terjungkir! Kami berdua
menghaturkan terima kasih. Kau telah membawa
kami keluar dari tempat penuh bencana itu!"
arwah penulis sedeng pertama sekali keluarkan ucapan.
Hantu Langit Terjungkir alias Lasedayu sibakkan
rambut putih menjulai yang menutupi mukanya lalu
tatap wajah arwah penulis sedeng beberapa lamanya. Sesaat
kemudian dia palingkan kepala memandang pada
penulis gay . Dipandang seperti itu penulis gay merasa
jangan-jangan orang tua ini masih membekal
amarah karena tindakannya yang lalai tempo hari
sehingga sendok emas sakti yang bisa menjadi
penyembuh bagi si kakek lenyap dirampas orang.
Maka sebelum ditegur penulis gay berkata duluan.
"Kek, apakah kau masih marah padaku karena
kesalahanku menghilangkan Sendok Pemasung
Nasib itu...? Aku sekali lagi mohon maafmu. Janjiku
tetap akan kupenuhi. Aku akan mencari benda itu
sampai dapat walau harus menebus dengan
nyawaku sendiri."
Lasedayu menghela nafas dalam lalu menyeringai.
"Wahai, bagaimana kau bisa mencari sendok sakti.
Sementara dirimu berada dalam jaring iblis api biru
itu!"
penulis gay terdiam mendengar kata-kata si kakek. Dia
memandang pada arwah penulis sedeng seperti meminta
pendapat perempuan lesbi ini segera membuka mulut
"Supaya kami bisa menebus kesalahan itu harap kau
mau menolong kami keluar dari jaring ini."
"Betul, Kek," menyambung penulis gay .
"Kami bukan cuma memikirkan keselamatan diri
sendiri. Tapi begitu bebas kami akan segera kembali
ke lembah untuk menolong kawan-kawan kami.
Mereka berada dalam bahaya besar...."
Lasedayu gelengkan kepala. "Tak ada hal lain yang
bisa kuperbuat Aku hanya berkemampuan merubah
jaring ini dari jaring api menjadi jaring tali biasa.
Lebih dari itu aku tak bisa. Seperti penjelasanku
dulu, hanya ada beberapa orang saja di Negeri
Latanahsilam ini yang mampu memutus jaring api
biru ini ...” (Kisah bagaimana penulis gay dan
arwah penulis sedeng terjebak dalam jaring api biru baca
Episode Hantu Santet Laknat)
"Berarti kita bisa seumur-umur mendekam di dalam
jaring celaka ini! Mungkin ajal lebih dulu datang
menjemput sebelum ada yang membebaskan kita!"
kata arwah penulis sedeng .
"Kek, kalau aku tidak salah mengingat, kau pernah
mengatakan siapa-siapa saja orang yang mampu
menjebol jaring ini. Siapa tahu ada orang yang bisa
menemui mereka untuk dimintai bantuannya ...."
"Aku tidak yakin. Orang-orang itu seperti setan. Ada
bernama tapi sulit dicari bahkan entah masih hidup
atau sudah menjadi satu dengan tanah. Seorang di
antara mereka adalah Hantu Seribu Obat. Tapi
manusia satu ini aneh angin-anginan. Kalau hatinya
sedang senang apapun yang diminta orang akan
diberikannya sekalipun orang meminta telinga atau
matanya! Tapi kalau syarafnya terganggu, sedang
tidak karuan hati dan pikirannya, salah sedikit saja
dalam bicara isi perut kita bisa dibedolnya untuk
dijadikan ramuan obat!"
"Tunggu dulu!" ucap penulis gay setengah berseru.
"Aku pernah bertemu dengan Hantu Seribu Obat.
Dialah yang menolong dua saudara angkatku hingga
sosoknya menjadi sebesar sosok orang-orang di
negeri ini ..." berkata penulis gay .
"mungkin waktu itu hatinya sedang senang. Tapi jika
bertemu sekali lagi aku tidak dapat menjamin dia
akan bersikap sama," kata Lasedayu pula.
"Siapa orang lainnya yang menurutmu mampu
menolong kami Kek?" bertanya arwah penulis sedeng .
"Seorang nenek berjuluk Hantu Lembah Laekatak
hijau. Nenek satu ini lebih kacau. Di tempat
kediamannya yang sulit diketahui dimana letaknya,
dia memelihara ribuan kodok. Bahkan konon
kabarnya sekujur tubuhnya diselimuti binatang itu.
Kalau dia ingin sesuatu yang menyenangkan, si
nenek bisa saja menyuruh kodok-kodok
peliharaannya untuk mempesiangi orang hingga
dalam waktu sesaat saja orang itu bisa hanya tinggai
tulang memutik!"
penulis gay menatap ke arah arwah penulis sedeng dan berkata
perlahan.
"Agaknya tidak ada yang bisa kita lakukan.Tidak ada
orang yang dapat menolong kita. Kalau saja nenek
tukang kentut berjuluk Hantu Selaksa Angin itu mau
menolong kita. ..."
"Dia punya kemampuan," menyahuti arwah penulis sedeng .
"Tapi apakah dia harus menghantami kita dengan
pukulan sakti agar semua tali-tali ini bisa putus?
Jangan-jangan kita lebih dulu remuk jadi bangkai
sebelum dia bisa mengeluarkan kita dari dalam
jaring celaka ini! Jika aku bisa lolos, aku bersumpah
akan menguliti Hantu Bara Kaliatus makhluk keji
biadab itu!"
Hantu Langit Terjungkir mendehem beberapa kali
lalu berkata. "Sebenarnya aku melarikan kalian
bukan cuma karena ingin menyelamatkan kalian,
tapi lebih dari itu ada satu perkara besar yang ingin
aku bicarakan. ini menyangkut dirimu dan diriku,
penulis gay ...."
"Maksudmu sendok emas itu Kek?" tanya penulis gay .
"Lupakan sendok celaka itu!" jawab si kakek. Lalu
dia melangkah ke belakang penulis gay yang sampai
saat itu masih duduk bersila di tanah. Sepasang
mata si kakek memandang tak berkesip ke arah
lengan kanan sebelah belakang penulis gay . Seperti
diketahui di situ terdapat tanda berbentuk sekuntum
bunga dalam lingkaran berwarna kebiru-biruan.
"Hal yang hendak aku bicarakan ini jauh lebih
penting dan lebih berharga dari sendok emas itu!
Aku malah menganggap jauh lebih penting dari
nyawa ataupun masa depanku ...." Lasedayu
kembali berdiri di hadapan penulis gay . Dari balik
juntaian rambut putihnya dia pandangi wajah lelaki
itu dengan perasaan yang sulit untuk dikatakan. Saat
itu dia seolah ingin menghamburkan sejuta kata
sejuta cerita. Bahkan lebih dari itu ingin memeluk
merangkul penulis gay .
"penulis gay , di belakang lengan kananmu sebelah
atas,dekat ketiak, ada satu tanda kecil. Seperti
jarahan. Berbentuk bunga dalam lingkaran ...."
"Apa Kek?!" ujar penulis gay . Wajahnya menyatakan
rasa heran. "Tanda bunga dalam lingkaran ... ?
Dekat ketiak kananku sebelah belakang?" penulis gay
angkat tangan kanannya, mencari-cari. Dia berhasil
melihat tanda kecil seperti yang dikatakan si kakek.
Bunga dalam lingkaran. "Aku tak-pernah tahu kalau
ada tanda seperti ini di lenganku. Juga tak ada orang
yang mengatakan kalau aku punya tanda seperti ini."
penulis gay menatap wajah si kakek lalu bertanya.
"Kek, apa pentingnya tanda di balik lenganku ini
bagimu? Apa mengandung satu arti?" ,
"Tanda itu sangat penting bagiku wahai penulis gay .
Lebih penting dari nyawaku sendiri ...."
"Aku tidak mengerti. Tunggu .... Aku coba
mengingat-ingat. Rasanya aku pernah melihat tanda
seperti yang kau katakan itu di lengan belakang
seseorang ...."
"Ucapanmu membuat aku berdebar penulis gay !" kata
Hantu Langit Terjungkir.
"Pusatkan pikiranmu, pusatkan ingatanmu! Siapa
orang yang punya tanda seperti tanda di dekat ketiak
kananmu itu?!" penulis gay memijit-mijit keningnya
berulang-ulang. Berusaha untuk mengingat Tiba-tiba
ditepuknya keningnya.
"Aku ingat Kek!" katanya dengan suara keras.
"Siapa?!" tanya Hantu Langit Terjungkir tak kalah
kerasnya.
"Latandai alias Hantu Bara Kaliatus!"
Si kakek tersurut satu langkah mendengar ucapan
penulis gay itu. Sementara arwah penulis sedeng keluarkan
seruan tertahan karena tidak menyangka nama
bekas suaminya itu yang bakal diucapkan penulis gay .
"Aku sudah menduga ..." kata Hantu Langit
Terjungkir dengan suara bergetar. Sepasang
matanya sekilas tampak berkaca-kaca. Ada satu
perasaan besar yang seperti coba ditekannya.
"Aku sendiri memang pernah melihat tanda itu di
lengan kanan sebelah belakang Hantu Bara Kaliatus
...." Orang tua ini kemudian berpaling pada
arwah penulis sedeng . "Kau adalah istri Hantu Bara Kaliatus ...."
"Saat ini aku tidak lagi jadi istri manusia keji jahat
itu!" menukas arwah penulis sedeng .
"Aku tahu perasaanmu wahai arwah penulis sedeng . Tapi
bagaimanapun kau pernah menjadi istrinya. Yang
aku ingin tanyakan, apakah kau pernah tahu, melihat
atau menyadari bahwa Hantu Bara Kaliatus memang
memiliki tanda seperti yang ada di lengan kanan
penulis gay ?"
"Aku .... Hemm . ... rasanya ku memang pernah
melihat. Tapi aku tidak begitu memperhatikan. Aku
tidak pernah menanyakan atau memberitahu
padanya. Mungkin dia sendiri tidak tahu. Kek, apa
arti semua pembicaraan ini?" bertanya arwah penulis sedeng .
Dada Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir
bergemuruh. Sepasang matanya tampak semakin
berkaca-kaca dan sekujur tubuhnya kelihatan
bergetar.
"Kek, ada apa dengan dirimu. Apakah kau sakit?"
tanya penulis gay .
"Kek, apapun yang terjadi dengan dirimu harap kau
menjawab pertanyaanku tadi!" ujar arwah penulis sedeng .
"Apa artinya semua pembicaraanmu itu! Kau,
matamu basah. Bibirmu bergetar. Kau hendak
mengatakan sesuatu Kek?"
"Aku ...." Si kakek tampak agak sempoyongan. Dia
sandarkan punggungnya ke tubuh Laekakienam. Dia
menarik nafas panjang sampai dua kali baru
membuka mulut.
"Dengar baik-baik apa yang akan aku ucapkan
penulis gay . Kalian berdua adalah ...."
"Kalian berdua siapa maksudmu Kek," tanya
penulis gay ketika si kakek hentikan ucapannya seolah
lidahnya mendadak menjadi kelu.
"Maksudku ... kau ... kau dan Latandai adalah ...."
Gelora jiwa dan gejolak hati yang seolah membadai
membuat orang tua itu sulit untuk berucap. Dalam
hati dia berdoa.
"Wahai para Dewa, beri aku kekuatan untuk
menyampaikan kebenaran ini. Aku harus
mengatakan sekarang juga! karena mugkin hidupku
ini hanya tinggal beberapa hitungan jengkal saja.
Aku ...."
Hantu Langit Terjungkir usap lelehan air mata yang
menggelinding jatuh ke pipinya yang keriput.
"penulis gay , dengar baik-baik. Kau dan Latandai
adalah dua ...."
Belum sempat si kakekmenyelesaikan ucapannya
tiba-tiba di udara menggema suara seperti petir
menyambar. Lalu ada hawa panas menyungkup.
Ketika semua orang memandang ke atas kagetlah
mereka. Di udara melayang turun cepat sekali
sebuah jaring besar berwarna biru seolah terbuat
dari kobaran api!
"Api lblis Penjaring Roh!" teriak penulis gay lalu
jatuhkan diri dan berguling sejauh yang bisa
dilakukannya. Hal yang sama segera pula diiakukan
arwah penulis sedeng . Hantu Langit Terjungkir hantamkan
kakinya kiri kanan ke atas dua kali berturut-turut.
Dua gelombang angin berwarna kebiruan
menggebubu.
"Bummm!"
"Buuum!"
Dua ledakan dahsyat menggoncang seantero
tempat!
Laekakienam meringkik keras! Debu dan pasir
beterbangan ke udara. Sebaliknya dari atas
berjatuhan puluhan daun-daun pepohonan yang
tumbuh di sekitar tempat itu. Ranting berderak patah
lalu ikut melayang jatuh ke tanah.
LAEKAKIENAM, kuda hitam berkaki enam milik
penulis gay bergulingan bergemuruh kian kemari
sambil melejang-lejangkan kaki. Debu dan pasir
semakin banyak beterbangan ke udara. Dua pohon
patah dan sebuah batu besar terbelah berkeping-
keping dihantam tendangan binatang raksasa itu.
Bau sangit daging terbakar memenuhi udara. Kuda
bertanduk dua itu meringkik sekali lagi lalu
"brakk!"
Tubuhnya menghantam sebatang pohon besar.
Pohon ini berderak keras lalu tumbang dengan suara
menggemuruh. Di bawah pohon Laekakienam
terkapar melejang-lejang. Sekujur tubuhnya yang
penuh guratan luka sangat dalam, berselemak
darah, mengepulkan asap, berada dalam jiratan
jaring api biru.
"Lae! Lae! Kudaku .... Kudaku!" teriak penulis gay
melihat apa yang terjadi dengan binatang
tunggangannya itu. Lalu seperti orang kalap dia
hendak mengamuk. Kakinya diangkat untuk bisa
menginjak putus jaring di bagian bawah tapi tidak
berhasil. Tangannya lalu digerakkan untuk melepas
pukulan Lima Kutuk Dari Langit. Kaget penulis gay
bukan kepalang. Apa yang terjadi dengan dirinya.
Dia tak mampu mengerahkan tenaga dalam dan
mengalirkan hawa sakti ke tangan kanannya! Sekian
lama berada dalam jaring api biru kekuatannya
seolah tersedot!
penulis gay meraung keras lalu bersujud di tanah,
menangis panjang. arwah penulis sedeng yang ada di tempat
itu, setelah terpental beberapa kali kini terduduk
dengan muka pucat lalu tutupkan dua tangan di
depan wajahnya karena tidak sanggup melihat
kengerian yang terjadi atas Laekakienam.
Hantu Langit Terjungkir sendiri saat itu tegak dengan
tubuh bergoncang keras dan wajah kaku membesi.
Sewaktu jala yang disebut Api lblis Penjaring Roh itu
menebar turun laksana kilat menyambar, si kakek
masih mampu berusaha menangkis dengan dua
tendangan yang mengeluarkan gelombang angin
sakti.
Bersamaan dengan itu dengan kecepatan luar biasa
dia segera menyingkir karena maklum serangan
yang datang dari Kuburan penulis ayan itu bukan olah-olah
dahsyat berbahayanya!
Dia berhasil menyelamatkan diri. Tapi kuda hitam
besar Laekakienam yang tadi disandarinya tertimpa
jaring, langsung dibuntal dicabik-cabik hangus
sekujur tubuhnya!
Untuk beberapa lamanya tempat itu dilanda
kesunyian mencekam. Lalu dirobek oleh suara
raungan penulis gay . Namun suara raungan ini lenyap
begitu ada suara tawa mengekeh mengumandang di
tempat itu!
penulis gay angkat sosoknya yang bersujud. arwah penulis sedeng
turunkan dua tangannya yang menutupi wajah.
Hantu Langit Terjungkir sibakkan rambut yang
menutupi mukanya. Semua mata ditujukan ke arah
datangnya suara tawa mengekeh.
Di depan sana berdiri seorang berjubah hitam. Tidak
dapat dipastikan apakah dia seorang manusia atau
penjelmaan roh yang gentayangan. Kepala dan
mukanya berbentuk tengkorak. Anehnya di batok
kepalanya bertumbuhan rambut-rambut warna putih.
Matanya yang hanya berupa rongga besar
memancarkan cahaya merah angker. Dua tangan-
nya yang tersembul keluar dari ujung lengan jubah
hitam merupakan tulang-tulang putih. Tiba-tiba
rambut-rambut putih itu berjingkrak kaku ke atas
seperti kawat. Dari rongga matanya cahaya merah
memancar keluar laksana lidah api. Lalu dari
mulutnya yang penuh susunan gigI-gigi besar
mengerikan kembali keluar suara tawa mengekeh.
"Makhluk jerangkong ..." desis Hantu Langit
Terjungkir.
"Kalau aku tidak salah menduga dia adalah jahanam
yang dipanggil dengan sebutan Junjungan.Yang
konon kabarnya adalah guru Hantu Santet Laknat.
Pasti tadi dia yang melancarkan serangan Api lblis
Penjaring Roh! Astaga, lihat siapa yang berdiri di
sampingnya!"
Hantu Langit Terjungkir buka matanya lebar-lebar.
Yang saat itu tegak disebelah makhluk jerangkong
sang Junjungan bukan lain adalah Hantu Bara
Kaliatus, murid Hantu Santet Laknat. Bekas suami
Luhsentini!
"Cucu muridku Hantu Bara Kaliatus! Orang-orang
yang kita cari sudah ditemukan! Kematian sudah
menjadi bagian mereka Kau tunggu apalagi?!" Sang
Junjungan keuarkan ucapan. Lalu tangan kirinya
yang hanya merupakan tulang-tulang putih itu
diusapnya ke punggung Hantu Bara Kaliatus.
Usapan ini bukan usapan biasa karena bersamaan
dengan itu makhluk jerangkong susupkan sebagian
hawa sakti ke dalam tubuh Hantu Bara Kaliatus.
Saat itu juga Hantu Bara Kaliatus merasa tubuhnya
lebih ringan namun sekaligus darahnya menggejolak
aneh, membawa amarah luar biasa. Ketika dia
menyeringai dan mulutnya terbuka kelihatan ada
kobaran api di dalam mulut itu.
Seperti diketahui sampai saat itu di dalam perut
Hantu Bara Kaliatus masih mendekam putuhan bara
api yang sebelumnya berada di kepala, dada dan
perutnya.
"Tunggu dulu!" tiba-tiba Hantu Langit Terjungkir
berseru ketika dilihatnya Hantu Bara Kaliatus
melangkah mendekati penulis gay dengan tangan kiri
yang disambung besi warna biru dipentang di atas
kepala, siap 'untuk dipukulkan.
"Hantu Bara Kaliatus! Pasal lantaran apa kau
hendak membunuh penulis gay ?!"
"Cucu muridku Hantu Bara Kaliatus, kau tak usah
menjawab pertanyaan tua bangka gila itu! Lekas
bunuh penulis gay ! Biar aku yang menghadapi monyet
tua itu!" Berkata sang Junjungan.
"Terima kasih kau mau membantuku sang
Junjungan. Tapi jika kau tidak keberatan wahai
Junjungan biar aku beritahu padanya pasal lantaran
apa aku ingin menghabisi keparat bebama penulis gay
ini!"
Sang Junjungan kelihatan tidak begitu senang
dengan ucapan Latandai alias Hantu Bara Kaliatus
itu. Tapi dia akhirnya anggukkan kepala. Hantu Bara
Kaliatus lalu berpaling pada Hantu Langit Terjungkir.
"Agar kau tahu!" kata Hantu Bara Kaliatus pula.
"Makhluk bernama penulis gay yang sepasang kakinya
ditancapi Bola-Bola lblis itu sudah sejak lama
menjadi musuh besarku. Belum sempat aku
membalaskan sakit hati dendam kesumat, tahu-tahu
dia main gila bergendak-gendak dengan istriku. Dia
merampas arwah penulis sedeng dari tanganku!"
"Mulutmu kotor! Tuduhanmu keji!" teriak penulis gay
dari dalam jaring.
"Aku tidak pernah merampas arwah penulis sedeng ! perempuan lesbi
itu meninggalkan dirimu karena kau berniat hendak
membunuhnya! Otakmu sudah jadi gila karena dicuci
oleh dukun jahat Hantu Santet Laknat! Kau bahkan
tega hendak membunuh anak kandungmu sendiri!"
"Makhluk culas bermulut keji!" arwah penulis sedeng ganti
mendamprat dari dalam jaring api biru.
"Aku bukan istrimu dan aku tidak pernah berbuat
mesum dengan lelaki itu! Kau makhluk bejat
pencelaka pembunuh anak sendiri!"
"Ha ... ha ... ha!" Makhluk muka tengkorak tertawa
bergelak.
"Kau mendapat sanggahan serta caci maki yang
menyakitkan hati wahai cucu muridku! Apa
jawabmu? Apa tindakanmu?!"
Rahang Hantu Bara Kaliatus menggembung.
"perempuan lesbi jalang! Tunggulah! Kau bakal menerima
bagian setelah kekasih gelapmu ini kuhabisi!"
"Manusia rendah pengecut busuk! penulis gay di dalam
jaring tidak berdaya! Jika kau memang jantan
keluarkan dia lebih dulu dari dalam jaring baru kau
menghadapinya! Aku mau lihat apa kau punya
keberanian!”
Hantu Bara Kaliatus menyeringai. "Buat apa mencari
susah kalau aku bisa membunuhnya semudah
membalikkan tangan!" Lalu sambil semburkan dua
bara api dari mulutnya Hantu Bara Kaliatus
menerjang ke arah penulis gay yang saat itu sudah
tegak berdiri tapi masih terbungkus di dalam jaring
api biru.
Begitu melihat dua bara api melesat ke arahnya
penulis gay cepat jatuhkan diri. Dia berguling menjauh.
Namun dia tidak mampu bergerakcepat. Lawan
segera mengejar mendatangi. Baru saja dia
berusaha bangkit, Hantu Bara Kaliatus telah
menghantamkan tangan kirinya yang disambung
dengan logam biru serta dipenuhi tonjolan-tonjolan
lancip!
Dari dalam jala dimana dirinya terkurung arwah penulis sedeng
berusaha menyerang Hantu Bara Kaliatus dengan
serangan tangan kosong jarak jauh. Tapi
gerakannya tertahan. Lebih dari itu anehnya dia juga
tidak mampu menghimpun tenaga dalamnya. Dia
mengalami hal yang sama seperti yang terjadi
dengan penulis gay . Kekuatannya tak mampu
dikerahkan seolah telah disedot sirna oleh jaring api
biru!
"Celaka! Kalau tidak ada yang menolong, penulis gay
pasti akan menemui ajal di tangan makhluk durjana
itu!"
arwah penulis sedeng meratap tegang dalam hatinya. Saat itu
Hantu Langit Terjungkir yang telah melihat bahaya
yang mengancam penulis gay dengan satu gerakan
kilat melesat ke arah Hantu Bara Kaliatus sambil
tendangkan kaki kanannya. Selarik gelombang angin
yang memancarkan hawa dingin serta sinar kebiruan
menyambar. Semula Hantu Bara Kaliatus mengang -
gap enteng dan tetap teruskan pukulannya sambil
menggeser kedudukannya sedikit Tapi ketika
dirasakannya tubuhnya disengat hawa dingin luar
biasa dan lututnya menjadi goyah kagetlah dia.
Dengan cepat Hantu Bara Kaliatus buka mulutnya
lalu menyambar Lidah api menggebubu. Tiga bara
menyala melesat ke arah kepala, dada dan perut
Hantu Langit Terjungkir. Kakek yang berdiri kaki ke
atas tangan ke bawah ini melompat ke udara. Sambil
meniup, tubuhnya membuat gerakan jungkir balik
demikian rupa hingga dua serangan bara api
sanggup dikelitnya.
"Cesss!"
Bara api ke tiga dipukul mental dengan tangan kiri.
Tapi akibatnya tangan kiri Hantu Langit Terjungkir
luka hangus, kulitnya terkelupas. Kobaran api yang
menggebubu keluar dari mulut Hantu Bara Kaliatus
dihadang oleh angin biru yang melesat dari mulut
Hantu Langit Terjungkir. Bentrokan hebat tidak
terhindar lagi. Hantu Bara Kaliatus menjerit dan
terhuyung ke belakang sampai tiga langkah. Dari
mulutnya membusa darah. Hantu Langit Terjungkir
sendiri cidera tak katah parahnya. Kumis dan
janggutnya terbakar hangus sedang daging sekitar
mulutnya tampak menggembung merah. Didahului
oleh bentakan marah Hantu Langit Terjungkir
menerjang ke arah Hantu Bara Kaliatus.
"Hebat juga makhluk celaka itu!" membatin sang
Junjungan.
"Aku sengaja menambah hawa sakti kedalam tubuh
Hantu Bara Kaliatus, ternyata dia masih bisa
menciderai cucu muridku itu!"
Sekali berkelebat makhluk jerangkong itu telah
memotong gerakan Hantu Langit Terjungkir. Entah
dari mana dia mengambilnya tahu-tahu sebuah
tongkat terbuat dari tulang putih telah tergenggam di
tangan kanannya. Ujung tongkat itu dimasukkannya
ke salah satu matanya yang hanya merupakan
rongga yang memancarkan sinar merah. Tiba-tiba
menyembur kobaran api menjilat ujung tongkat.
"Wusss!"
Di ujung tongkat kini kelihatan ada api menyala!
Barisan gigi-gigi sang Junjungan sunggingkan
seringai aneh. Dia hantamkan tongkatnya ke depan.
”wuuuttttt”
Satu lingkaran api luar biasa panasnya membuntal
ke arah Hantu Langit Terjungkir. Yang diserang tidak
tinggal diam. Dua kaki digerakkan melancarkan
serangan balasan. Sementara tangan kanan
menyelinap melancarkan pukulan ke arah badan
tongkat tulang.
Lingkaran api yang hendak menggulung Hantu
Langit Terjungkir serta merta buyar begitu terkena
sapuan angin dingin biru yang melesat keluar dari
dua kaki Hantu Langit Terjungkir. Melihat dia mampu
menghancurkan serangan lawan Hantu Langit
Terjungkir jadi bersemangat. Tenaga dalamnya
dilipat gandakan ke arah tangan yang tengah
berusaha memukul tongkat tulang.
Sang Junjungan putar tangan kanannya. Tongkat
tulang yang ujungnya ada apinya berputar secara
aneh.
"Kraaakk!"
Hantu Langit Terjungkir berhasil memukul tongkat
tulang itu lalu terdengar suara benda patah.
Bersamaan dengan itu terdengar pula jeritan keras
dari mulut Hantu Langit Terjungkir. Ternyata tulang
lengan kanan kakek ini telah remuk terkena sabetan
tongkat lawan!
Karena tangannya itu juga dipergunakan sebagai
kaki maka cidera yang dialami Hantu Langit
Terjungkir tentu saja sangat membahayakan dirinya.
Menyadari hal ini Hantu Langit Terjungkir segera
lesatkan diri menjauhi lawan.
Sang Junjungan tertawa mengekeh. Tangan
kanannya yang memegang tongkat tulang putih
digerakkan.
Api di ujung tongkat menjilat panjang. Bergulung
membuntal ke arah Hantu Langit Terjungkir. Kakek
yang sedang dilanda kesakitan irii dan kini hanya
mampu berdiri dengan tangan kiri menjadi
kelabakan.
Dia bergerak cepat kian kemari untuk hindari diri dari
sundutan api. Sambil menghindar dia kerahkan
hawa sakti yang memancarkan hawa dingin biru.
Namun sambaran gulungan api demikian hebatnya
hingga dia terkurung rapat. Kemanapun dia
berusaha menyingkir kobaran api datang
membuntal. Sebagian rambut dan pakaiannya sudah
ada yang kena disulut api!
arwah penulis sedeng yang melihat kejadian ini jadi serba
bingung. Dia tidak mampu menolong. Lagi pula
kalaupun dia bisa memberikan bantuan,siapa yang
harus ditolongnya dan apa yang bisa dilakukannya.
Karena saat itu penulis gay juga sedang terancam
nyawanya.
Kepalanya siap menjadi sasaran tangan kiri Hantu
Bara Kaliatus yang terbuat dari logam keras penuh
tonjolan-tonjolan runcing! Akhirnya dari dalam jala
arwah penulis sedeng hanya bisa berteriak memohon.
"Hantu Bara Kaliatus! Jangan bunuh penulis gay ! Aku
mohon! Jangan bunuh dia!"
"Ha ... ha...!" Hantu Bara Kaliatus tertawa bergelak
"Kau takut kehilangan gendakmu ini! Lihat! Buka
matamu lebar-lebar arwah penulis sedeng ! Lihat bagaimana
kekasih gelapmu ini menemui kematian!"
Tangan kiri Hantu Bara Kaliatus laksana pentungan
besi menghantam ke batok kepala penulis gay
Sementara itu dalam keadaan terdesak hebat,
pakaian dan tubuhnya dikobari api yang disulut
tongkat sang Junjungan, Hantu Langit Terjungkir
tidak perdulikan lagi keselamatan dirinya. Melihat
bagaimana penulis gay sesaat lagi akan menemui ajal
secara mengerikan di tangan Hantu Bara Kaliatus
maka kakek ini cepat berteriak keras.
"Latandai! Jangan bunuh penulis gay ! Dia saudara
kandungmu!"
SEANDAINYA ada petir menyambar di depan
hidungnya saat itu mungkin tidak demikian hebat kejut
Latandai alias Hantu Bara Kaliatus.
Gerakan tangan kirinya hendak menghabisi penulis gay
serta merta tertahan. Dua matanya mendelik besar
memandangi Hantu Bara Kaliatus lalu berpaling pada
Hantu Langit Terjungkir.
Yang terkejut bukan cuma Hantu Bara Kaliatus.
penulis gay yang sebelumnya sudah pasrah menghadapi
kemalian tersentak kaget, memandang pada Hantu
Bara Kaliatus lalu menoleh pada Hantu Langit
Terjungkir.
Di dalam jaring arwah penulis sedeng tekapkan salah satu
tangannya ke mulut, menahan seruan kaget yang
hampir meluncur dari mulutnya.
"Hantu Bara Kaliatus saudara kandung penulis gay ?
Bagaimana mungkin?!"
arwah penulis sedeng melihat Hantu Langit Terjungkir dongakkan
kepala ke langit Dua matanya terpejam. Mulutnya
berkomat kamit. Orang tua itu seperti tengah berdoa.
"Jangan-jangan orang tua itu benar-benar miring
otaknya!" pikir arwah penulis sedeng .
Sang Junjungan termasuk orang yang ikut terkejut.
Walau keterkejutan itu tidak terlihat pada muka
tengkoraknya, gerakan tertahan dari tangan kanannya
yang memegang tongkat tulang berapi jelas mem
perlihatkan hal itu. Namun makhluk ini cepat kuasai diri.
Dia berteriak keras.
"Hantu Bara Kaliatus! Jangan dengar ucapan tua
bangka gila yang sebentar lagi akan gosong dimakan
api tongkatku! Bunuh penulis gay ! Cepat! Dia bukan
saudaramu! Jangan kau kena ditipu! Bunuh penulis gay !"
"Jangan! Latandai! Jangan bunuh penulis gay ! Demi para
Dewa! Aku bersumpah! penulis gay benar-benar saudara
kandungmu!" teriak Hantu Langit Terjungkir.
"Hantu Bara Kaliatus! Jangan dengarkan tua bangka
gila ini!" sang Junjungan kembali berteriak lalu
"bukkk!"
kaki kanannya ditendangkan ke perut Hantu Langit
Terjungkir. Kakek yang pakaiannya telah dimangsa api
ini terpental satu tombak, terguling-guling di tanah.
Makhluk muka tengkorak cepat mengejar. Pada saat
tubuh Hantu Langit Terjungkir berhenti berguling dia
tusukkan ujung tongkat berapinya ke leher si kakek!
Sementara itu untuk sesaat Hantu Bara Kaliatus masih
tertegun dalan keterkejutannya. Namun di lain kejap
begitu dendam kesumat kembali melanda dirinya,
apalagi mendengar teriakan sang Junjungan berulang
kali, tanpa ragu dia teruskan hantaman tangan kirinya
yang terbuat dari besi biru ke kepala penulis gay .
Hanya tinggal sejengkal lagi tangan besi itu akan
merengkahkan kepala penulis gay tiba-tiba ada sebuah
benda biru melesat dari atas. Cepat sekali benda ini
menggulung jala api biru lalu menariknya ke udara.
Akibatnya hantaman Hantu Bara Kaliatus hanya
mengenai tempat kosong. Marah sekali Hantu Bara
Kaliatus mendongak ke atas untuk melihat siapa
kiranya yang telah meyelamatkan penulis gay . Tangan
kanannya siap melepaskan pukulan Selusin Bianglala
Hitam. Begitu dia melihat siapa di atas sana
menggelegarlah bentakan Hantu Bara Kaliatus.
"Peri penulis colera ! Peri jahanam! Lagi-lagi kau
mencampuri urusanku! Aku tahu kau menaruh hati
pada manusia satu ini! Jangan harap kau bakal
mendapatkannya hidup-hidup!" Habis berteriak
penuh marah begitu Hantu Bara Kaliatus pukulkan
tangan kanannya.Masih kurang puas dia barengi
serangan tangan itu dengan semburan dua buah
bara api! Selusin sinar hitam berkiblat menyambar
ke arah sosok penulis gay yang berada dalam jaring
api biru, tergantung-gantung di udara. lnilah pukulan
ganas bernama Selusin Bianglala Hitam. Dengan
pukulan inilah puluhan tahun lalu Hantu Bara
Kaliatus mencelakai anaknya yang saat itu masih
seorang bayi. (Baca Episode berjudul Hantu Bara
Kaliatus)
Namun pukulan sakti serta semburan dua bara api
tidak mampu mengenai penulis gay karena jala api biru
di dalam mana penulis gay berada dan tergantung
telah lebih dulu ditarik tinggi ke udara.
Di atas sana, Peri penulis colera yang duduk di atas
penulis colera melayang berputar dua kali lalu
turunkan penulis gay dl satu tempat yang dianggapnya
aman.
Tidak berhasil menyerang Peri penulis colera , Hantu
Bara Kaliatus tumpahkan amarahnya pada
arwah penulis sedeng . Sekali menyergap dia langsung
hamburkan lima bara api ke arah bekas istrinya itu.
arwah penulis sedeng keluarkan jeritan keras. Jeritannya ini bukan
sepenuhnya jerit ketakutan tapi lebih banyak
merupakan jerit penyesalan karena belum sempat
membalaskan sakit hati dendam kesumat terhadap
lelaki itu, kini justru dia sendiri yang bakal menemui
kematian secara mengenaskan!
Sambil menjerit arwah penulis sedeng cepat jatuhkan diri. Dia
berhasil menghindarkan dua sambaran bara api,
namun tiga bara api lainnya yang melesat ke arah dada
dan perutnya, tak sanggup dikelit apalagi ditangkis!
Sebelum ajal berpantang mati. ltulah yang terjadi
dengan arwah penulis sedeng . Sesaat lagi tiga Bara Setan
Penghancur Jagat yang disemburkan Hantu Bara
Kaliatus akan menembus tubuh perempuan lesbi itu, tiba-
tiba serangkum sambaran angin melanda sosok Hantu
Bara Kaliatus. Demikian hebatnya sambaran ini hingga
membuat Hantu Bara Kaliatus terpental dua tombak
lalu terjengkang di tanah. Ketika dia memperhatikan
keadaan sekelilingnya, terkejutlah dia. Tanah di tempat
mana dia barusan jatuh terbanting melesak sampai
setengah jengkal. Tapi dia sendiri tidak merasa sakit.
Tidak ada bagian tubuhnya yang cidera. Hantu Bara
Kaliatus cepat bangkit berdiri. Memandang ke depan
kemudian dia melihat seorang gadis lesbi tinggi semampai,
berparas cantik jelita tegak sambil tersenyum dingin
padanya. Di keningnya melekat sekuntum bunga
tanjung pink . Jelas si baju biru bukan lain adalah
arwah penulis ayan .
"Aku rasa-rasa pernah melihat dia di mana. Jika tadi
dia berniat jahat aku pasti sudah cidera berat,"
membatin Hantu Bara Kaliatus.
"Kerabat berpakaian biru, apa hubunganmu dengan
perempuan lesbi laknat bernama arwah penulis sedeng itu hingga mau-
mauan menolongnya? Lekas terangkan siapa dirimu
adanya!"
arwah penulis ayan kembali tersenyum. "Semua insan di dunia ini
dilahirkan dari dan di dalam kasih sayang. Mengapa
kau berpikiran dangkal membunuh seorang perempuan lesbi
yang sesungguhnya adalah bagian dari kasih sayang
itu sendiri?"
Sesaat Hantu Bara Kaliatus jadi terkesima mendengar
kata-kata gadis lesbi cantik berpakaian biru itu. Namun
kemudian amarahnya timbul kembali.
"Aku tidak mengerti maksud ucapanmu! Tapi ingin
kukatakan, kau tidak tahu siapa adanya perempuan lesbi
yang barusan kau tolong itu! Dia adalah seorang istri
sesat, pengkhianat suami! Kabur dan menjadi gendak
lelaki bernama penulis gay yang barusan ditolong oleh
Peri celaka itu!" Hantu Bara Kaliatus menunjuk ke arah
kejauhan di mana Peri penulis colera menurunkan sosok
penulis gay .
"Kemarahan bisa membuat seseorang sesat bicara.
Dendam kesumat bisa membuat insan melupakan
kasih. Hasutan bisa menimbulkan bencana. Kalau
benar perempuan lesbi itu adalah seorang istri sesat, dan
kalau aku boleh bertanya, siapa gerangan suaminya
sebelumnya?"
Air muka Hantu Bara Kaliatus berubah, tegang
membesi. Rahangnya menggembung dan gerahamnya
mengeluarkan suara bergemeletak. Untuk beberapa
saat lamanya dia tak bisa membuka mulut dan hanya
memandang pada gadis lesbi baju biru dengan mendelik
besar.
"Wahai, kau tidak menjawab, berarti mungkin kaulah
bekas suaminya. Benar begitu?"
Hantu Bara Kaliatus masih membungkam. Lalu dia
maju satu langkah. Sanbil menuding tepat-tepat pada
gadis lesbi baju biru dia bekata.
"Lekas kau menyingkir dari tempat ini! Jangan mengira
aku tidak tega membuatmu celaka!"
"Hawa amarah masih menguasai dirimu. Padahal aku
yakin di lubuk hatimu masih ada rasa kasihan. Baik,
aku akan pergi dari sini. Tapi aku akan membawa serta
perempuan lesbi dalam jala itu!"
"Kalau begitu biar kau sekalian kupasung dalam jala
api biru!" Hantu Bara Kaliatus lalu pukulkan tangan
kirinya. Maka dari tonjolan-tonjolan yang ada di tangan
besinya melesat keluar larikan-larikan sinar biru
menyala. Larikan-larikan sinar yang panas luar biasa ini
bergerakmembentuk jaring lalu menebar kearah gadis lesbi
berpakaian biru!
"Wahai, jaringmu sungguh hebat Tak pernah kulihat
ilmu langka ini sebelumnya. Sayang kau miliki dan kau
pergunakan untuk perbuatan sesat!"
Habis berkata begitu gadis lesbi baju biru ini angkat dua
tangannya ke atas lalu didorongkan. Dorongannya
perlahan saja. Sambil mendorong dua tumitnya
berjingkat.
Gerakannya lemah gemulai seperti seorang penari.
Namun kekuatan yang ketuar dari dorongan tangan itu
sungguh luar biasa. Jaring Api lblis Penjaring Roh yang
hendak melibas dirinya terangkat ke atas. Si gadis lesbi
gerakkan lagi dua tangannya. Seperti mengikuti
gerakan dua tangan si gadis lesbi jaring itu melayang ke kiri
lalu di satu tempat diturunkan ke tanah.
Kejut Hantu Bara Kaliatus bukan alang kepalang. Jika
gadis lesbi itu mampu mengendalikan jala Api lblis Penjaring
Roh, dan jika dia mau, bukan mustahil dia bisa
menjebloskan dirinya ke dalam jala miliknya sendiri!
Walau bisa berpikir seperti itu namun Hantu Bara
Kaliatus masih jauh dari rasa sadar.
"Kau punya ilmu! Aku mau lihat apakah kau bisa
menerima ini!" Didahului bentakan keras Hantu Bara
Kaliatus semburkan lima bara menyala. Dua tangannya
ikut bekerja. Melepas serangan Selusin Bianglala
Hitam.
Dua puluh empat larik sinar hitam dengan dahsyatnya
menghantam ke arah gadis lesbi berpakaian biru. Melihat
serangan luar biasa begitu rupa, arwah penulis ayan tak mau
berlaku ayal. Dia membuat gerakan aneh. Tubuhnya
melesat miring ke atas. Lima bara menyala lewat di sisi
kiri kanan. Bersamaan dengan itu dua tangannya
dipukulkan ke depan. Tak ada terdengar deru angin,
takada kelihatan cahaya berwarna. Namun dua
serangan tangan kiri kanan Hantu Bara Kaliatus yang
memancarkan dua puluh empat larikan kelihatan
tertahan di udara. Si gadis lesbi tukikkan dua tangannya ke
bawah ke arah tanah. Dua puluh empat larikan sinar
hitam ikut luruh kearah bawah dan menghujam amblas
di tanah. Meninggalkan kepulan asap hitam setinggi
dua tombak!
Hantu Bara Kaliatus berteriak marah. Dia kerahkan
seluruh tenaga dalam yang dimilikinya lalu tumit
kirinya dihentakkan ke tanah hingga kakinya
melesak sampai satu jengkal. Akibat hentakan ini
secara aneh dua dari dua puluh empat larikan hitam
Selusin Bianglala Hitam yang telah dilumpuhkan dan
luruh ke tanah, tiba-tiba melesat ke atas lalu
menderu kearah arwah penulis ayan .
Tidakmenyangka akan kejadian seperti itu si gadis lesbi
terlambat menghindar.
"Wusss!"
"Wusss!"
Dua larik sinar hitam menyambar tubuh arwah penulis ayan di
bagian pinggul dan bahu sebelah kanan. Si gadis lesbi
terpekik kaget Mukanya langsung pucat Pakaiannya
terbakar pada dua tempat yang barusan dilanda
serangan. Dia cepat menepuk-nepuk memadamkan
api. Begitu api padam, dari robekan hangus
pakaiannya di dua tempat tersembul kulitnya yang
seharusnya putih mulus itu kini kelihatan berbercak
kehitam-hitaman.
Masih untung kulitnya tidak terluka sampai ke dalam.
Walau orang sudah menciderai dirinya namun si
gadis lesbi masih bisa berucap. "Sayang .... Sungguh
sayang. Lagi-lagi kepandaian dan limu tinggi
dipergunakan dalam kesesatan. Hantu Bara
Kaliatus, kau perlu istirahat Kau perlu memicingkan
mata barang beberapa jenak agar otak dan hatimu
bersih."
Selesai mengeluarkan ucapan itu si gadis lesbi mengusap
mukanya sendiri lalu meniup ke arah Hantu Bara
Kaliatus.
GADlS baju biru, Aku ingat! Kau bernama arwah penulis ayan !"
tiba-tiba Hantu Bara Kaliatus berteriak.
"llmu kepandaianmu boleh tinggi tapi jangan harap kau
bisa menenung diriku!"
Habis berkata begiti Hantu Bara Kaliatus siap hendak
menghantam kembali. Tapi tiba-tiba dia merasakan
matanya menjadi berat. Kantuk yang amat sangat
menyerangnya tak tertahankan. Terhuyung-huyung dia
melangkah mendekati sebatang pohon. Sebelum
sampai ke pohon itu tubuhnya sudah limbung lalu
perlahan-lahan jatuh ke tanah.
"gadis lesbi kurang ajar! Apa yang kau lakukan terhadap
cucu muridku?!"
Satu suara membentak. Satu bayangan hitam
berkelebat. ltulah sosok sang Junjungan yang saat itu
sebenarnya sudah siap untuk kabur dari tempat itu.
Tapi melihat Hantu Sara Kaliatus jatuh tergeletak di
tanah dan tak bergerak lagi dia menyempatkan diri
untuk menyelidiki. gadis lesbi yang dibentak tidak segera
menjawab karena keburu tergagau ketika melihat siapa
dan bagaimana keadaan orang yang barusan
membentaknya.
"Kau! Waktu Api lbiis Penjaring Roh menyerangmu,
kau menangkis dan mematahkannya dengan llmu
Tangan Dewa Merajam Bumi! Lalu waktu dua puluh
empat sinar hitam pukulan Selusin BiancJala Hitam
menggempurmu kau menangkis dengan jurus pukulan
bernama Kasih Mendorong Bumi! Lekas katakan apa
hubunganmu dengan seorang nenek sakti berjuluk
Hantu Lembah Laekatakhijau?!"
Walau rasa terkejut mendengar si muka tengkorak
menyebut nama gurunya bahkan mengetahui jurus
jurus ilmu serangan sakti yang tadi dilancarkannya
menghadapi serangan Hantu Bara Kaliatus, namun
arwah penulis ayan layangkan senyum. Dengan demikian dia
berhasil menutupi perubahan di wajahnya yang jelita.
"Makhluk bermuka tengkorak, matamu sungguh tajam
pertanda pengalamanmu sangat luas. Sayang aku
tidak kenal siapa kau adanya. Tadi kau berniat hendak
pergi dari sini. Mengapa tidak diteruskan?"
Sang Junjungan merasa jengkel karena pertanyaannya
tidak dijawab. Namun dia tak mau menghabiskan waktu
bicara berpanjang-panjang. Dia berpaling pada Hantu
Bara Kaliatus. Makhluk Jerangkong berjubah hitam itu
merasa heran karena dia melihat cucu muridnya itu
mati tidak, pingsan juga tidak. Tapi tertidur lelap!
"Aku menghadapi orang-orang berkepandaian tinggi.
Walau sakit hati, hari ini sebaiknya aku mengalah!"
membatin sang Junjungan. Lalu dengan tongkat tulang
putih yang tak kelihatan lagi nyala api di ujungnya
makhluk jerangkong ini menuding kearah arwah penulis ayan .
"Hari ini untuk pertama kali aku melihatmu. Jika kita
bertemu lagi di kali ke dua mungkin urusan tidak
semudah ini bagimu! Kecantikan dan kebagusan
tubuhmu tidak meluruhkan hatiku untuk tidak
membakarmu hidup- hidup!"
Habis berkata begitu makhluk jerangkong sorongkan
ujung tongkat tulangnya ke kuduk pakaian Hantu
Bara Kaliatus. Sekali dia gerakkan tangannya maka
sosok besar Hantu Bara Kaliatus jatuh tertelungkup
di atas bahu kirinya. Saat itu juga ada orang
berteriak.
"Mahkluk jerangkong! Jangan kau berani membawa
orang itu. Tinggalkan dia di tempat ini!"
Yang berteriak ternyata adalah Hantu Langit
Terjungkir. Saat itu dia terduduk di tanah sambil
pegangi lengannya yang patah. Luka-luka bakar
memenuhi sebagian tubuhnya. Ketika arwah penulis ayan
memandang ke arah si kakek kagetlah gadis lesbi ini.
Karena disamping Hantu Bara Kaliatus saat itu
berdiri seorang berjubah hitam yang mukanya
tertutup oleh tanah liat dan diberi jelaga hitam.
"Orang itu. Dia muncul kembali ..." kata arwah penulis ayan
dalam hati.
"Mungkin sekali ini aku terpaksa bicara keras
terhadapnya. Tapi apakah kasih memang mengajar
kan aku harus berlaku seperti itu?!"
Sang Junjungan tidak perdulikan teriakan Hantu
Bara Kaliatus. Dengan cepat dia berkelebat hendak
tinggalkan tempat itu. Tapi arwah penulis ayan cepat meng
hadangnya.
"Menyingkirlah atau kugebuk mukamu yang cantik
sampai cacat!"
Mahkluk jerangkong mengancam dan angkat tongkat
tulang di tangan kirinya ke atas, siap dipukulkan ke
wajah arwah penulis ayan . Si gadis lesbi tetap tenang. Malah
berkata.
"Kau dengar orang meminta. Mengapa sosok yang
kau panggul itu tidak segera kau turunkan saja?
Perlu apa berjalan dengan beban seberat itu?"
Makhluk jerangkong menyeringai. Dia melirik ke arah
orang bermuka hitam di sebelah si gadis lesbi . Agaknya
bukan ucapan arwah penulis ayan tadi yang jadi bahan
pertimbangannya.
"Ucapanmu yang terakhir mungkin benar. Kau
inginkan orang ini silahkan ambil!" Sang Junjungan
gerakkan bahu kirinya. Sosok Hantu Bara Kaliatus
terlempar ke arah arwah penulis ayan . Selagi gadis lesbi ini
kebingungan apakah akan menanggapi sosok Hantu
Bara Kaliatus atau membiarkannya saja jatuh
bergedebuk di tanah, makhluk jerangkong secepat
kilat menggebukkan tongkat putihnya ke wajah si
gadis lesbi !
Mendapat serangan seperti itu arwah penulis ayan segera
gerakkan dua tangannya kedepan. Bersamaan
dengan itu dia sambut sosok Hantu Bara Kaliatus
dengan bahu kirinya. Begitu bahunya digoyangkan
maka tubuh Hantu Bara Kaliatus terjatuh ke depan.
Dengan kaki kanannya arwah penulis ayan sambut tubuh itu
lalu sambil meneruskan gerakan dua tangannya,
tubuh Hantu Bara Kaliatus diletakkannya di tanah!
Makhluk jerangkong berseru kaget ketika tahu-tahu
dapatkan tongkat tulang putihnya tidak ada lagi di
tangannya. Memandang ke depan dilihatnya benda
itu sudah berada dalam genggaman gadis lesbi berbaju
biru!
"Dia mampu meiakukan dua gerakan sekaligus!
Menanggapi sosok yang kulemparkan dan meram-
pas tongkat tulangku!" Si muka tengkorak berjubah
hitam membatin lalu lagi-lagi dia melirik ke arah
orang bermuka hitam.
"Lebih baik aku cari selamat! Perduli amat dengan
Latandai!" Tanpa banyak bicara lagi sang Junjungan
segera berkelebat tinggalkan tempat itu. Untuk
meminta tongkatnya kembalipun dia tidak ingat.
Sebaliknya arwah penulis ayan yang memang tidak
memerlukan tongkat tersebut segera melemparkan
nya ke arah makhluk jerangkong.
"Wuuuttt.. sett!"
Tongkat tulang itu menyusup di sisi kiri jubah hitam
sang Junjungan, terus menembus sampai ke bagian
kanan. Akibatnya gerakan larinya itu terjegal
terserimpung. Tak ampun lagi dia tersungkur tung-
gang langgang. Muka tengkoraknya berkelukuran di
tanah. Sambil menyumpah panjang pendek orang ini
bangkit berdiri lalu tinggalkan tempat itu diiringi
suara tawa cekikikan arwah penulis ayan .
"arwah penulis ayan , aku perlu bicara dengan Hantu Bara
Kaliatus. Harap kau buat dia bangun dari tidurnya!"
Ucapan Hantu Langit Terjungkir itu membuat
arwah penulis ayan hentikan tawanya. gadis lesbi ini menatap ke
arah Hantu Bara Kaliatus lalu usap mukanya dua kali
dan meniup. Saat itu juga sosok Hantu Bara Kaliatus
tampak bergerak Dia bangkit berdiri sambil
memandang berkeliling, berpikir-pikir dan berusaha
mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya. Dia
dapatkan sang Junjungan tak ada lagi di tempat itu.
Malah di samping arwah penulis ayan kini berdiri orang yang
mukanya dilapisi tanah liat hitam, dikenal dengan
julukan Si Penolong Budiman. Jauh di sebelah sana
Peri penulis colera kelihatan tegak di samping
penulis gay . Terpincang-pincang karena kini hanya
pergunakan satu tangan sebagai kaki, Hantu Langit
Terjungkir mendekati Hantu Bara Kaliatus.
"Latandai, ikuti aku ke tempat penulis gay berada. Kita
bertiga perlu bicara," berkata Hantu Langit
Terjungkir. Dia memandang pada arwah penulis sedeng dan
arwah penulis ayan lalu juga pada si muka tanah liat
"Tidak ada salahnya kalian turut mendengar apa
yang hendak kami bicarakan. Kelak kalian semua
bisa menjadi saksi dari satu kenyataan hidup yang
gelap dan selama ini tersembunyi seolah terpuruk di
kerak bumi."
"Tua bangka buruk! Aku tidak ada urusan
denganmu!" Hantu Bara Kaliatus menjawab. Tanpa
banyak bicara dia segera hendak berkelebat pergi.
Hantu Langit Terjungkir cepat menghalangi.
"Latandai, ini bukan urusan main-main ...."
"Kau menyebut begitu! Kau tua bangka gila! Kalian
di sini gila semua!" Saking marahnya karena merasa
dihalangi Hantu Bara Kaliatus lalu tendangkan kaki
kanannya ke bawah. Karena orang tua ini tegak
dengan kaki ke atas kepala ke bawah maka dengan
sendirinya tendangan itu mengarah ke kepalanya.
Dalam keadaan tangan kanan patah dan tubuh
penuh luka, Hantu Langit Terjungkir tidak mampu
berbuat banyak. Gerakannya menghindar terlalu
lambat Kaki kanan Hantu Bara Kaliatusmeluncur
deras dan ganas ke kepalanya.
Orang berjubah hitam yang wajahnya dilapisi tanah
liat hitam cepat hendak bergerak berikan perto
longan. Tapi arwah penulis ayan mendahului dengan satu
teriakan. .
"Latandai! Jangan berlaku bodoh! Mungkin orang tua
yang hendak kau bunuh itu adalah ayah kandungmu
sendiri!" Kaget Hantu Bara Kaliatus bukan alang
kepalang. Gerakannya menendang jadi tertahan. Dia
membeliak besar ke arah arwah penulis ayan .
"Jangan kau berani mengada-ada! Apa maksud
ucapanmu tadi?!" bentak Hantu Bara Kaliatus.
"Kalau kau ingin tahu jawabnya, penuhi permintaan
orang tua itu. Dia mengajakmu bicara dengan
penulis gay . Antara kalian agaknya ada pertalian darah
yang bukan main-main ...."
"Apapun yang ada di balik semua kegilaan ini aku
tidak akan pernah mengakui bangsat tua ini adalah
ayahku! Juga tidak akan pernah mengakui penulis gay
adalah saudaraku!"
Habis berkata begitu Hantu Bara Kaliatus meludah
ke tanah lalu berkelebat tinggalkan tempat itu.
"Latandai!" seru Hantu Langit Terjungkir
memanggil.Terpincang-pincang jatuh bangun dia
berusaha mengejar Hantu Bara Kaliatus namun
arwah penulis ayan cepat mencegahnya.
"Kek, sia-sia saat ini kau memaksa bicara dengan
Hantu Bara Kaliatus. Hati dan pikirannya dibungkus
oleh perasaan sombong serta hawa amarah yang
membuat dia tidak mau mengerti perasaan orang
lain...."
"Aku ...." Hantu Langit Terjungkir gulingkan badan
nya ke bawah. Dia tak kuasa melanjutkan
ucapannya karena tenggorokannya keburu diganjal
oleh sesenggukan. Setengah meratap orang tua ini
berucap.
"Aku tidak menyalahkan dirinya. Kenyataan ini sung
guh berat untuk diterima oleh siapapun ...."
"Kek," kata arwah penulis ayan pula.
"Mungkin aku telah mengeluarkan ucapan salah.
Tadi aku mengatakan kau mungkin adalah ayahnya
sendiri. Agaknya itu yang membuat Hantu Bara
Kaliatus marah besar. Aku tidak mengerti mengapa
sampai bicara begitu. Aku mohon maafmu. Tapi
terus terang seperti ada satu alur perasaan dalam
hatiku yang tiba-tiba menyatu dengan alur perasaan
yang ada dalam dirimu ... ;"
"Kau tidak bersalah wahai gadis lesbi bernama arwah penulis ayan .
Latandai, seperti penulis gay adalah anakku. Anak
kandung darah dagingku. Aku yakin benar hal itu.
Tanda yang ada di lengan Latandai, juga yang
terdapat di lengan penulis gay tak dapat dipungkiri ...."
Air mata bercucuran di pipi orang tua itu.
"Kek, untuk sementara biar kau menenangkan diri.
Tanganmu cidera. Sekujur tubuhmu penuh luka
bakar. Aku akan berusaha menolongmu sebisaku ..."
"Terima kasih. Kau