Selasa, 11 Februari 2025

bobo gentayangan 4



a sampai di pondok itu segera Sati mencari se-

buah  lobang tempat mengintip dengan hati-hati sekali.

 82

Sekujur tubuhnya menggigil, lututnya goyah, darahnya

memanas dan seperti menyungsang mengalirnya ketika

dari lobang di dinding pondok dia menyaksikan peman-

dangan yang terpampang di depan matanya, di bawah

penerangan pelita.

    Gadis itu terhampar di atas tikar, menangis serak.

Sebagian tubuhnya tak kelihatan, tertutup oleh tubuh

penulis epilepsi yang mandi keringat! Dan keduanya tanpa

selembar pakaianpunl Berkali-kali Sati meneguk ludahnya. 

Seperti hendak diterjangnya saja dinding pondok di

hadapannya dan menerobos masuk ke dalam, meng-

gulung tubuh gadis itu.

    "Ah, tentu dia sudah tidak gadis lagi!" desis Sati.

"Keparat betul si penulis epilepsi ini!"

    Mendadak penulis epilepsi menghentikan segala gerak

yang dibuatnya laki membalik dengan cepat Sepasang

matanya memandang liar berkeliling dan tiba-tiba tangan

kanannya dipukulkan ke dinding pondok sebelah kanan.

    "Braakl"

    Dinding itu berlobang besar.

    Di luar pondok seseorang terdengar berteriak: "Ke-

terlaluan kau Gempar Bumi! Kawan sendiri diserang!"

    "Sati keparat! Kau berani kembali dan mengintip?

Kau akan terima hukuman berat dariku!" teriak Gempar

Bumi  marah sekali. Dengan cepat dia mengenakan pa-

kaian hitamnya lalu melompat ke pintu. Namun sebelum

pintu itu sempat dibukanya, di atasnya terdengar suara

sesuatu yang ambruk dan ketika penulis epilepsi meman-

dang ke atap pondok, sesosok tubuh  melayang turun

dan satu sinar putih berkiblat melanda ke arahnya!

 83

     Terkejut penulis epilepsi bukan alang kepalangl 

Dihadapannya berdiri seorang perempuan tua renta

berpakaian putih. Tubuhnya sangat bongkok sedang

di tangan kanannya tergenggam sebilah pedang yang

terbuat dari perak dan berkilauan ditimpa sinar pelita.

    Begitu melihat perempuan ini, Mayang berseru:

    "Guru!"

    Si perempuan tua lemparkan sebuah mantel untuk

menutupi tubuh Mayang.

    Mendengar seruan Mayang tadi penulis epilepsi maklum 

kini bahwa perempuan tua di hadapannya bukan lain

Inyak Nini, guru gadis yang barusan saja dirusak kehor-

matannya! Nama Inyak Nini sudah sering didengarnya,

tapi baru kali ini dia berhadapan. Tak bisa dia menduga

sampai di mana kehebatan perempuan  ini walau se-

belumnya di hadapan Mayang dia telah menganggap

Inyak Nini seorang lawan enteng yang bisa dirobohkan-

nya di bawah sepuluh jurus!

    "Manusia bejat!" suara Inyak Nini bergelar.

    "Kau harus bayar dengan kau punya jiwa atas per-

buatan yang kau telah lakukan terhadap muridku!"

    penulis epilepsi tertawa sedingin angin malam.

    "Apa kau masih belum tahu berhadapan dengan

siapa, nenek-nenek bongkok?!"

    Inyak Nini meludah ke lantai. Ludahnya merah ka-

rena susur yang senantiasa menyumpal di mulutnya.

    "Nama penulis epilepsi terlalu sering kudengar! Ter-

lalu memuakkan untuk didengar! Dan malam ini aku akan

menumpas segala kemuakan itu!"

    Tanpa banyak cakap lagi,  Inyak Nini melompat ke

muka. Pedang perak di tangan kanannya berkiblat.

Angin tebasan menderu! penulis epilepsi mengelak de-

ngan sebat lalu selipkan satu serangan balasan, tapi

senjata lawan membalik ganas membuat dia melompat

mundur dan memasang kuda-kuda baru! Ternyata Inyak

Nini bukan lawan yang bisa dibuat main-main.

    Tiba-tiba sesosok bayangan hitam muncul di am-

 84

bang pintu.

    "Gempar Bumi, biaraku yang hadapi setan tua ini!"

kata orang yang di ambang pintu.  Dia bukan lain dari-

pada Sati.

    "Sati keparat!" bentak Gempar Bumi- "Kau tetap di

tempatmu dan awas kalau berani lari! Kau akan terima

hukuman dariku!"

    Menciut hati Sati. Maksudnya  hendak menghadapi

Inyak Nini adalah sebagai  penebus kesalahannya. Ter-

nyata penulis epilepsi tidak  mau ambil perduli dan  tetap

akan menjatuhkan hukuman terhadapnya. Dia berpikir-

pikir untuk Jari tapi itu tentu membuat penulis epilepsi akan

bertambah-tambah kemarahannya! Karenanya Sati ber-

diri di ambang pintu itu dengan hati yang tidak enak dan

serba salah!, 

    Pondok  itu tidak seberapa besar karenanya tanpa

senjata agak sukar juga bagi penulis epilepsi menghadapi

amukan Inyak Nini. Pedang perak bersiuran kian kemari,

memapas dan membacok,  sedang tusukan-tusukan ga-

nas meluncur berulang kali! Namun mata Gempar Bumi

yang tajam segera melihat kelemahan-kelemahan jurus

ilmu pedang yang dimainkan oleh lawannya. Segera dia

menggempur tempat-tempat pertahanan yang lemah ini

hingga pertempuran berjalan berimbang beberapa lama-

nya!

    "Tua renta sialan! Makan ini!" teriak Gempar Bumi.

Tangannya mengetuk  saku, sedelik kemudian puluhan

jarum mendengung laksana tawon, menyambar ke arah

Inyak Nini! Inyak Nini terkejut! Serta merta dia putar per

dangnya. Belasan jarum hitam mental dan luruh ke lantai. 

Tapi beberapa di antaranya tak sanggup dipapasinya

dengan pedang, dan terus  menembus dagingnya!

    Inyak Nini menggerung  macam  serigala dan me-

nyerbu dengan dahsyat! Dia sudah tahu keganasan ra-

cun yang terendam di jarum hitam itu. Meski dia telah ke-

rahkan tepemusnah  dalamnya untuk menutup beberapa jalan

darah yang penting agar racun jahat itu tidak merambas

ke jantungnya namun tetap saja rangsangan jarum ber-

membobolkan jalan darah, terus mengalir menuju

jantung! Inyak Nini sadar bahaya besar yang mengidap

dalam dirinya. Dalam tempo dua puluh empat jam jika

tidak terdapat pertolongan pasti jiwanya melayang!

    Gempar Bg#i tertawa sewaktu mengetahui senjata

rahasianya berbasil menemui sasaran di beberapa bagi-

an tubuh lawan.

 85

    "Perempuan tua! Lebih baik kau bunuh diri sebelum

racun jarum itu menghancurkan kau punya jantung!"

    "Manusia dajal kau musti menyertaiku ke akhirat!"

teriak Inyak  Nini  lalu  menggembor dan menyerang

dengan dahsyat.

    "Braak!"

    Sambaran pedang Inyak Nini mengenai tempat ko-

song dan menghantam dinding pondok hingga hancur

bobol! Gempar- Bumi pergunakan kesempatan ini untuk

menyerang dari samping! Tapi "Buuk!" Tahu-tahu ten-

dangan kaki kanan  Inyak Nini bersarang di bahunya! Tu-

buhnya terhuyung-huyung beberapa langkah dan bahu-

nya sakit bukan main!

    "Perempuan bedebah!" maki Gempar Bumi. Mulutnya 

komat kamit, tubuhnya membungkuk hampir sebungkuk 

Inyak Nini sedang kedua tangan terkembang kemuka 

dengan sepuluh jari-jari menekuk!

    Inyak Nini maklum kalau lawan hendak keluarkan jurus 

ilmu silat yang hebat. Maka tidak menunggu lebih

lama dia mendahului menyerang dengan pedang di ta-

ngan! Dalam detik itu pula penulis epilepsi keluarkan suara

keras macam harimau  meraung dan tubuhnya berke-

lebat ke depan! Gerakan kedua tangannya asing seka»

bagi Inyak Nini, suara seperti harimau meraung yang ke

luar dari mulut penulis epilepsi membuat perempuan tua

itu terkesiap dan bergidik!

    Kemudian terdengarlah pekik perempuan tua itu!

    Dan menyusul pula pekik  Mayang yang  melihat

paras gurunya berlumuran darah mengerikan!

    Inyak Nini terhuyung-huyung sampai lima langkah

ke belakang. Kulit mukanya terkelupas dalam lima guratan 

yang dahsyat, parasnya berselomotan darah sedang

pedang perak di tangan kanannya sudah berpindah ke

dalam tangan kanan Gempar Bumi! Sungguh dahsyat

jurus "Mencakar Kepala Ular pemusnah , Merampas Busur Pe-

manah", yang  telah dilancarkan penulis epilepsi tadi.

Jurus itu adalah salah satu jurus terhebat dari "Ilmu Silat

Harimau".

    "Apakah masih belum mau bunuh diri?!" ejek Gem-

par Bumi.

    Inyak Nini tidak menjawab. Lututnya menekuk dan

tubuhnya perlahan-lahan turun ke bawah macam orang

hendak roboh. Tapi mendadak diiringi satu lengkingan

dahsyat perempuan ini melompat ke muka, hantamkan

kedua tinju kiri kanan dan lancarkan dua tendangan su-

 86

sul menyusul! Ini adalah satu serangan percuma saja.

Rasa marah, dendam kebencian yang bertumpuk di hati

Inyak Nini membuat dia lupa memperhitungkan bahwa

lawannya tidak lagi  bertangan  kosong saat itu, tapi

menggenggam pedang perak miliknya sendiri!

    Sekali penulis epilepsi memutar pedang, maka terde-

ngarlah raungan Inyak Nini. Kedua lengannya terbabat

putus, salah satu kakinya luka parah!

    Mayang menjerit lalu menangis tersedu-sedu!

    Inyak Nini terhampar di lantai pondok. Tubuhnya

berkelojotan beberapa detik kemudian diam tak berkutik

lagi

    penulis epilepsi melangkah cepat-cepat ke hadapan

tubuh Mayang dan memanggul gadis yang telah hilang

keperawanannya itu.

    "Bunuh aku! Bunuh aku keparat!"

    "Kau terlalu banyak rewel!" hardik Gempar Bumi

dan menotok jalan darah di leher Mayang hingga Mayang

di samping, kaku tak bisa bergerak kini juga tak dapat ke-

luarkan suara!

    Di ambang pintu penulis epilepsi hentikan langkahnya

dan memandang dengan sorot mata  melotot pada Sati

yang berdiri dengan paras pucat.

    "Kesalahanmu terlalu besar Sati...!"

    Sati menjatuhkan dirinya dan  menangis macam

anak kecil. "Harap kau sudi mengampuni aku. Gempar

Bumi," pintanya.

    "Aku ampuni jiwamu! Tapi lekas korek salah satu

matamu yang suka mengintip itu! Lekas!"

    "Gempar Bumi!" Sati menggerung dan bersujud.

    "Keparat! Lekas  korek matamu," bentak Gempar

Bumi. "Atau aku sendiri yang akan mengorek kedua-

duanya sekaligus?!"

    Sati maklum tak ada lagi keringanan baginya. Dari-

pada hilang dua mata atau  hilang jiwa lebih baik  dia

cepat-cepat mengorek salah satu matanya! Dengan jari-

jari tangan kanan Sati kemudian menusuk mata kirinya.

    "Craas!"

    Biji mata itu mencelat ke luar bersama busaian  da-

rah. Sati terduduk di ambang pintu; merintih-rintih me-

nahan sakit yang tiada taranya!

    "Itu lebih bagus  bagimu daripada mampus!" kata

penulis epilepsi pula. Lalu dengan tubuh Mayang di bahu-

nya dia segera hendak tinggalkan tempat itu. Namun

langkahnya terhenti. Kedua kakinya laksana dipakukan

 87

ke tanah! Di Timur pondok terdengar suara orang mem-

bentak.

    "Manusia jahanam! Berani bergerak satu langkah

saja kupecahkan batok kepalamu!"

    Waktu suara teriakan orang di malam buta itu belum

habis gemanya ketika tahu-tahu sesosok tubuh sudah

berdiri tujuh langkah di hadapan Gempar Bumi!

    Paras penulis epilepsi mendadak sontak berubah pucat 

putih laksana kain kafan! Mayang dengan susah

payah coba  putar mata  memandang ke muka! Satu

harapan muncul di hatinya sewaktu melihat bahwa yang

datang itu benarlah orang yang diduganya. Kalau saja

mulutnya sanggup bersuara pastilah dia akan berseru

memanggil nama orang itu!

     "Turunkan gadis itu...! Cepat!"

     "Bangsat! Dia milikku! Kalau kau inginkan dia silah-

kan ambil sendiri!" jawab Gempar Bumi. Lalu tak ayal

lagi segera dia cabut Keris "penulis gay ".

     "Dajal bermuka manusia, kali ini jangan harap  ada

ampun bagimu!" Orang ini hantamkan tangan kanannya

 ke arah kaki Gempar Bumi. Satu gumpalan angin yang

 bertepemusnah  tiga perempat tepemusnah  dalam menyambarde-

 ngan cepat! penulis epilepsi buru-buru melompat. Teng-

 kuknya terasa dingin ketika memandang ke bawah dan

 melihat bekas angin pukulan lawan! Tanah dan pasir ber-

 muncratan. Sebuah lobang besar kelihatan di tanah! Itu-

 lah akibat pukulan "Kunyuk Melempar Buah" yang telah

 dilepaskan oleh si pendatang tadi yang bukan lain Pen-

 dekar barbel  Maut pemusnah  pemusnah 10000 an bobo  anak manusia  adanya!

    Menghadapi lawan tangguh berkepandaian tinggi

 dengan memanggul tubuh Mayang tentu saja sangat ber-

 bahaya bagi Gempar Bumi. Maka sebelam bobo  kembali

 lancarkan serangan. penulis epilepsi sudah meletakkan

 tubuh Mayang di tanah.

    Sesaat kemudian terjadilah pertempuran yang  hebat! 

Kalau dalam pertempuran pertama dulu kelihatannya agak 

seimbang itu adalah karena bobo  masih memberi hati 

terhadap Gempar Bumi. Tapi hati ini tak ada lagi segala 

macam belas kasihan di hati Pendekar 10000 an bobo  anak manusia . 

Melihat tubuh Mayang yang hanya tertutup sehelai mantel 

dia sudah tahu apa yang dilakukan penulis epilepsi terhadap 

gadis itu!

    Sebenarnya, di satu tempat pada malam itu bobo  sudah 

berniat menghentikan pengejarannya terhadap Gempar 

Bumi. Sementara dia mencari tempat yang baik untuk tidur 

 88

tapi lapat-lapat didengarnya suara teriakan, suara

 pekik raungan. Suara itu didengarnya sampai berulang

kali dan dari arah yang sama!  Penuh curiga, bobo  lak-

 sana terbang segera lari ke jurusan sumber suara. Dia

berada beberapa puluh tombak, di satu pedataran tinggi

sewaktu di ambang pintu sebuah pondok yang diterangi

oleh pelita dilihatnya berdiri seorang laki-laki berpakaian

hitam, memanggul sesosok tubuh! Meski dalam jarak se-

jauh itu bobo  tak dapat melihat jelas tampang manusia itu

namun dia yakin, orang ini pastilah Gempar Bumi!

    Keris hitam di tangan penulis epilepsi laksana puluhan 

buah banyaknya. Serangannya mencurah seperti hujan 

deras! Tak jarang  sekaligus dia mengirimkan beberapa 

buah  tusukan dalam satu jurus serangan! Betapapun 

hebatnya Gempar Bumi, namun segala kehebatannya Hu 

hanya sepuluh jurus saja sanggup diperlihatkannya. Jurus-

jurus berikutnya dia telah kena didesak hebat oleh 

permainan silat "Orang Gila" yang mulai dikembangkan 

bobo . Dalam keadaan terdesak penulis epilepsi  lepaskan... 

senjata rahasianya. Tapi tiada guna Sekali bobo  hantamkan 

telapak tangan kirinya ke muka jarum-jarum hitam itu 

bermentalan kian ke mari!

    "Aku minta tangan kirimu dulu, Gempar bumi!" kata

bobo . Tubuhnya maju cepat ke muka dalam gerakan yang

terhuyung-huyung. Gerakan ini bagi penulis epilepsi me-

rupakan suatu gerakan yang sangat mudah untuk di-

serang! Segera dia tusukkan Keris Penyingkir Jiwa ke

dada lalu setengah jalan robah menusuk ke kepala! Namun

dalam gerakan yang tak teratur bobo  berhasil mengelit

tusukan itu.

    Dan penulis epilepsi memekik keras sewaktu tahu-

tahu tangan lawan telah mencengkeram lengan kirinya!

    penulis epilepsi menusuk lagi dengan kalap. Tapi

tubuhnya terbanting ke kanan dan "Kraak!"

    "Suara "kraak" itu disusul dengan suara pekikan se-

tinggi langit dari mulut Gempar Bumi! Lengan kirinya se-

batang bahu tanggal, daging dan urat-urat berbusaian!

Darah memancur! Laki-laki ini menjerit-jerit kesakitan!

    "Berteriaklah memanggil majikanmu Datuk Sipa-

toka!" ejek bobo . Tiga jari tangan kirinya  menyusup ke

depan.

    "Kraak!"

    Untuk  kedua kalinya terdengar lagi pekik Gempar

Bumi. Dua buah tulang iganya yang sebelah  kanan

patah!

 89

    "Kau akan mampus dengan menderita lebih dulu,

penulis epilepsi keparat! Kau akan terima imbalan atas

dosa-dosa kejimu!" Kembali dengan mengeluarkan

jurus-jurus silat Orang Gila yang dipelajarinya dari Tua

Gila, bobo  tusukkan lagi dua jari tangan kanannya.

    "Craas!"

   , penulis epilepsi melolong.

    Biji matanya yang sebelah kanan berbusaian  keluar.

Tubuhnya terhuyung nanar.

    "Sati! Bantu aku!" teriak Gempar Bumi.

    Tapi Sati sudah sejak lama terhampar di muka pintu

pondok dalam keadaan pingsan!

    "Kenapa tidak minta bantuan pada  setan-setan

penghuni sekitar tempat ini?! Bukankah kau manusia tu-

runan iblis juga hah?!" bentak bobo  dan melangkah men-

dekati Gempar Bumi.

    penulis epilepsi mundur terus. Tiba-tiba kakinya meng-

injak sesuatu dan tak ani pun lagi tubuhnya tergelimpang

jatuh punggung menimpa sesosok  tubuh. Muianya di-

sangkanya, tubuh yang terhimpit badannya itu adalah tu-

buh Sati tapi ketika ditolehnya ternyata tubuh Mayang.

Satu pikiran terlintas di  kepala Gempar Bumi. Meski

bagaimanapun dia tak ada harapan untuk hidup!

    "Pemuda  keparat! Kau  inginkan  perempuan  ini!

Ambillah!" teriak penulis epilepsi dan serentak dengan itu di-

hunjamkannya Keris penulis gay  ke dada Mayang!

    Laksana orang kemasukan setan bobo  anak manusia  me-

raung! Seantero bergetar! Sinar putih melesat menyam-

bar ke arah  Gempar Bumi! Laki-laki ini coba membuang

diri ke samping untuk menghindarkan Pukulan Sinar Ma-

tahari itu tapi sia-sia saja! Sebagian  dari tubuhnya kena

tersambar dan  hangus hitam! penulis epilepsi  menjerit.

Terguling di tanah sampai enam tombak dan mengerang

kesakitan. Meski dalam beberapa kejap mata lagi Gem-

par Bumi akan segera menghembuskan  nafas peng-

habisan namun bobo  masih belum puas. Dia melompat

ke muka, mencengkeram rambut  dan dada Gempar

Bumi. Terdengar suara patahnya tulang leher manusia

terkutuk itu! Tamatlah riwayat kedurjanaan Gempar

Bumi!

    bobo  anak manusia   lari menghampiri  Mayang. Dipangku-

nya gadis ini. Darah telah membasahi dada yang tiada

tertutup apa-apa. bobo  tak mem perduIikan darah yang

membasahi pula pakaiannya.

    "Mayang..." bisiknya.

    "Mayang," panggil bobo  lebih keras. Diusapnya ke-

ning dan rambut perempuan itu. Sepasang mata Mayang

membuka sedikit. Yang kelihatan lebih banyak putihnya

daripada hitamnya.

    "Wi... ro...." Mata yang sudah mengabur itu masih

sanggup juga mengenali wajah di depannya. "Sakit sekali

rasa... nya...."

    "Kau... kau akan kuobati. Kau akan sembuh," kata

Pendekar 10000 an tersendat-sendat karena dia tahu kata-

katanya itu tak bakal menjadi kenyataan.

    Mayang  juga tahu ajalnya akan  sampai. Seulas

senyum muncul di bibirnya. Dan pada kejap matanya di-

tutupkan, nafasnya berhenti. Malaekat maut telah meng-

ambil nyawanya. Dia mati dengan senyum masih mem-

bayang di bibirnya yang mungil dan agak membuka se-

dikit. bobo  tak tahu entah sudah berapa lama dia merang-

kuli tubuh yang tidak bernafas dan mulai mendingin itu.

Dia baru sadar ketika di ufuk Timur kelihatan sinar te-

rang. Ternyata fajar telah menyingsing. Dipandanginya

lagi wajah Mayang dikeheningan pagi yang segar. Per-

lahan-lahan ditundukkannya kepalanya dan diciumnya

bibir yang membuka itu dengan segala rasa kasih dan

mesra. Kemudian diangkatnya tubuh Mayang, dibawa-

nya ke pondok. Di pintu pondok tergelimpang tubuh Sati

yang masih dalam keadaan pingsan. bobo  gerakkan kaki

kanannya. Tubuh Sati mencelat mental, dadanya remuk.

Dan kalau tadi tubuhnya tak bergerak karena pingsan

maka kali ini tubuh itu tak berkutik lagi tanpa nafas!

    Di dalam pondok bobo  menemui mayat seorang pe-

rempuan tua: Dia tak tahu siapa perempuan tua ini ada-

nya tapi sepintas lalu saja bobo  sudah maklum bahwa pe-

rempuan tua itu seorang yang berilmu tinggi dan dari go-

longan putih. Karenanya sesudah menggali kubur untuk

Mayang, digalinya lagi sebuah kubur lain untuk perem-

puan tua itu. Dan bila sang surya muncul menerangi ja-

gad raya maka di muka  pondok di tepi sungai itu

kelihatanlah  dua buah kuburan saling berdampingan....

 91

   Matahari berada di titik tertingginya tanda saat itu tengah 

hari tepat. Angin dari barat bertiup keras, menggoyang dan 

melambai-lambaikan segala daun-daun pepohonan hingga 

menimbulkan suara gemerisik yang keras. Pendekar 10000 an 

bobo  anak manusia  berdiri di satu pedataran tinggi. Tak d i perdu I 

ikannya keterjkan sinar matahari. Tak  diacuhkannya butir-

butir keringat yang turun mendekati alis matanya yang 

tebal. Juga tak di perdulikannya hembusan angin yang 

keras. Seperti tak terdengar di telinganya suara gemerisik 

daun-daun pepohonan.                                     .

    Sepasang  mata dan perhatian Pendekar 10000 an tertuju

 lurus-lurus ke muka. Jauh di hadapannya menjulang se-

 buah bukit putih. Oi sebelah Timur kaki bukit putih tam-

 pak sebuah bangunan besar yang juga berwarna putih,

 dikelilingi oleh  pagar tinggi putih. bobo  memandang lagi

 ke bukit putih itu. Dia tahu bukit itu kalau didekati bukan

 lain dari tumpukan tulang belulang dan tengkorak manusia 

yang jadi korban Datuk penulis gila  dan anak buahnya! Berapa 

ribukah manusia yang telah menjadi korban keganasan 

itu?! Berapa ribukah tulang belulang  dan tengkorak 

manusia ditumpuk demikian rupa hingga kemudian 

menjadi sebuah bukit yang mengerikan? Bukit Tambun 

Tulang?!

    bobo  memperhatikan baik-baik rumah besar dan se-

kitarnya. Rumah besar ini beratap seperti tanduk kerbau.

Pada masing-masing ujung terdapat sebuah tangga se-

dang di bagian samping terdapat lagi empat buah tangga

yang menghubungkan tanah dengan pintu rumah besar.

    Yang membuat bobo  anak manusia  merasa aneh ialah ka-

rena matanya tidak melihat seorang manusia pun baik di

dalam atau di luar pagar putih yang tinggi itu!  Kenapa

suasana begini tenangnya  di tempat yang dikabarkan

paling mengerikan dan membawa maut?! Atau mungkin

itu bukan bukit Tambun Tulang yang di hadapannya?!

    bobo  tak mau  membuang waktu lebih lama untuk

 92

tenggelam dalam Segala macam pikiran begitu rupa. Di-

perbaikinya letak barbel  Maut pemusnah  pemusnah 10000 an yang tersi-

sip di pingang di balik baju putihnya. Kemudian diambil-

nya buntalan yaag terletak dekat kakinya dan sekali ber-

kelebat dia sudah melompat sejauh delapan tombak, te-

rus lari laksana tiupan angia menuruni lereng pedataran

tinggi.

    Ketika dia sampai ke pagar putih itu suasana masih

tenang-tenang saja seperti sediakala.  Dan waktu me-

mandang ke muka terkejutlah bobo . Ternyata pagar putih

itu terbuat dari susunan tulang belulang dan tengkorak

manusia! bobo  tekaakaa telapak tangan  kirinya ke pagar

tulang belulang dan «jeodareng. Astaga! Pagar itu ko-

koh luar biasa! bobo  lipat gandakan tepemusnah  dalamnya!

Tetap saja pagar itu tak bergerak apalagi bobol!

    bobo  memandang  berkeliling  lalu  mendongak ke

atas. Menurut taksirannya pagar itu setinggi dua puluh

tombak lebih. Bagian atasnya rata oleh susunan teng-

korak kepala manusia. bobo  melompat ke cabang se-

buah pohon besar. Dia melompat-lompat di atas cabang

itu beberapa kali untuk menambah daya lenting cabang

lalu dengah satu gerakan  yang lebih keras maka tubuh-

nya terlempar melesat ke atas susunan tengkorak. Se-

telah meneliti beberapa saat  lamanya  baru bobo  me-

layang turun ke halaman dalam

    Begitu kakinya menginjak tanah kembali dia meneliti 

keadaan sekitarnya.  Rasa ngeri menyelinap di hati

pendekar ini sewaktu mengetahui bahwa rumah besar

yang terletak tiga puluh tombak di hadapannya ternyata

dari tiang-tiang sampai ke atapnya terbuat dari tulang

belulang dan tengkorak manusia!

    Belum lagi  Pendekar 10000 an sempat  menindas rasa

ngeri ini mendadak semua pintu dan jendela-jendela ru-

mah besar terpentang lebar! Terdengar suara mengaum

dahsyat laksana halilintar! Tanah yang dipijak bobo  Sa-

bleng bergetar hebat! Sekejap kemudian dari pintu-pintu

dan jendela-jendela rumah besar berserabutan ke luar

puluhan ekor harimau besar, mengaum memperlihatkan

taringnya yang besar runcing  lalu serempak menyerbu

ke arah bobo  anak manusia !

    bobo  sadar kalau dia lelah masuk ke dalam perang-

kap kematian! Segera dia songsong serangan harimau

itu sekaligus! dengan dua pukulan "Kunyuk Melempar

Buah!" Belasan harimau terdorong dan terpelanting tapi

sesaat kemudian dengan  serempak mereka telah me-

nyerang kembali! Dan sewaktu sekilas bobo  memandang

berkeliling kejutnya bukan olah-olah! Seluruh halaman

itu telah penuh dengan harimau! Dia merasa laksana ber-

ada di tengah lautan harimau! Dan kesemua binatang itu

sama-sama menyerbu, bersirebut Cepat untuk merobek

atau menerkam tubuhnya!

    Melihat gelagat maut ini bobo  segera cabut barbel 

pemusnah  pemusnah  10000 an. barbel   di tangan kanan dan Pukulan

Sinar Matahari siap di tangan  kiri maka bobo  anak manusia 

mulai bergerak menghadapi puluhan harimau!

    Melihat kilauan dan angin deras ganas yang keluar

dari barbel  pemusnah  pemusnah 10000 an, binatang-binatang itu tampak

tertegun dan bersurut mundur. Tapi cuma beberapa ke-

tika saja. Sesaat kemudian mereka sudah menggerung

dan menyerbu kembali. bobo  kiblatkan barbel  pemusnah  Geni

10000 an dan hantamkan tangan kiri! Lima ekor harimau me-

ngaum dahsyat dan rebah bermandikan darah kena di-

sambar barbel  pemusnah  pemusnah 10000 an.  Kira-kira selusin lainnya

mati hangus dilanda Pukulan  Sinar Matahari! Jika dia

menghadapi seorang manusia mungkin dia sudah ber-

tempur seratus jurus lebih! Puluhan ekor harimau telah

dttewaskannya! Namun  yang masih tinggal menyerang

lebih ganas lagi laksana  kemasukan roh gaib  karena

melihat genangan darah kawan-kawan mereka!

     bobo  putar terus barbel  pemusnah  pemusnah 10000 an dan tangan

kirinya tiada henti memukul ke depan atau ke belakang.

Akhirnya lima  belas ekor harimau yang masih hidup

yang menjadi ngeri melihat amukan pemuda ini bersurut

mundur. Setelah sama-sama menggerung kesemuanya

melompat masuk ke dalam rumah besar dan di saat itu

pula semua jendela serta pintu tertutup kembali! Melihat

ini bobo  segera tahu bahwa seseorang telah menggerak-

kan alat rahasia untuk  membuka dan menutup pintu!

    Tapi di mana orangnya sembunyi dia tidak tahu. Dan

agaknya bobo  tidak memperdulikan lagi hal itu. Tubuh-

nya terasa letih! Keringat membasahi pakaiannya. Tu-

lang-tulangnya laksana bertanggalan dari persendian.

Kejurusan mana saja dia memandang hanya bangkai-

bangkai harimau yang kelihatan. Dan suasana yang di-

liputi kesunyian itu membuat bobo  benar-benar jadi ber-

gidik! Keletihan membuat dia duduk terhenyak di tanah.

Sambil mengatur jalan nafas dan darah serta mengem-

balikan tepemusnah nya kedua matanya senantiasa berlaku

awas.  Entah perangkap apa  lagi yang bakal meng-

 94

hadangnya!

    Bila dirasakannya kekuatannya sudah putih maka

bobo  segera  menyelidiki keadaan rumah besar tempat

sarang harimau-harimau itu. Tak kelihatan tanda-tanda

adanya manusia di situ tapi bobo  yakin bahwa setiap

gerak pasti tengah diawasi orang dari tempat yang ter-

sembunyi! Sementara itu kedua kakinya telah kotor oleh

genangan darah harimau dan tanah yang sudah menjadi

lumpur akibat darah binatang-binatang itu!

    bobo  anak manusia  akhirnya hentikan penyelidikan. Dia

mendongak ke atas, dengan kerahkan tepemusnah  dalam dia

berteriak:

    "Datuk penulis gila ! Beginikah caranya kau menyambut

tamu yang datang untuk menyelesaikan urusan? Harap

ke luar perlihatkan dirimu...!"

    Baru saja bobo  berteriak begitu tiba-tiba dirasakannya 

tanah berlumpur yang dipijaknya bergetar. Kedua kakinya 

laksana disedot! bobo  melompat ke salah sebuah tangga  

rumah besar yang terbuat dari tulang! Kejutnya bukan alang 

kepalang.  Halaman di mana bergelimpangan puluhan 

harimau itu kelihatan mencekung memanjang dari Utara ke  

Selatan dan pada pusatnya membentuk sebuah lobang 

besar. Telinganya menangkap suara berkereketan. Astaga 

rumah besar di mana dia berada sedikit demi  sedikit 

amblas sedang bangkai-bangkai harimau bergelindingan ke 

pusat cekungan.

    "Gendeng  betul!" maki bobo . Cepat-cepat dia melompat 

ke atas atap rumah yang berbentuk tanduk ker bau dan dari 

sini melompat lagi ke puncak pagar tengkorak! Sewaktu dia 

sampai di atas puncak pagar da memandang ke bawah, 

seperti mimpi dia rasanya. Rumah besar dan bangkai-

bangkai harimaa lenyap!  Yang kelihatan kini ialah sebuah

halaman rata yang tertutup rumput hijau! bobo  menggosok 

matanya Digigitnya bibirnya. Terasa sakit.  Dia tidak 

bermimpi! Tapi bagaimana keanehan ini bisa terjadi?!

     Dalam selubungan rasa heran dan terkejut itu tiba-tiba 

dia melihat  sebuah pintu di kaki pagar sebelah Timur. Tadi 

sama sekali tidak dilihatnya pintu itu, kini kenapa tahu-tahu 

sudah terpampang begitu rupa! Lagi-lagi, keanehan yang 

tak bisa dimengerti oleh bobo . Dan mendadak pintu itu  

terbuka.  Wira cepat raba  barbel  pemusnah  pemusnah 10000 an-nya. 

Ampun! Yang muncal bukan bahaya yang dikhawatirkannya 

tapi dua orang gadis jelita berpakaian kuning 

bergemerlapan ditimpa sinar matahari. Keduanya 

melangkah di halaman berumput dan berhenti cepat di 

 95

tengah-tengah. Mereka mendongak ke arah ujung pagar 

tempat bobo  berdirj dengan bantalan di tangan kiri lalu 

salah seorang di antaranya berseru.

     'Tamu berpakaian putih-putih silahkan turun!"

     "Kalian siapa?!" tanya bobo .

     "Kami adalah pesuruh-pesuruh Datuk  penulis gila !"

     "Kalau begitu katakah padanya bahwa aku hendak

 bertemu dengan dia."

     'Turunlah! Kami antarkan kau padanya!"

     bobo  berpikir sejenak. Seruan dara jelita itu kerasnya 

bukan main, menggetarkan pagar tulang belulang di mana 

dia berada. Bukan mastahil dengan mengandalkan kedua 

dara berbaju kuning ini musuh hendak memasang 

perangkap baru baginya!

     "Suruh saja Datuk penulis gila  datang ke sini!" ujar bobo .

     Jelas kelihatan pembahan pada wajah kedua dara

 berpakaian kuning.

     "Nyalimu besar sekali! Tapi mengapa disuruh turun

 untuk diantar menghadap Batak penulis gila  kau tak 

mempunyai keberanian sama  sekali?!"

    "Sialan! Kalau aku tak punya keberanian masakan mau 

datang kemari?! Lekas panggil Datukmu! Katakan aku 

membawa oleh-oleh bagus untuknya!"

    Kedua dara berpakaian kuning  kerutkan kening. Yang 

seorang, yang sejak tadi berdiam diri saja tiba-tiba buka 

mulut keluarkan suara:

    "Sekali kau bisa datang ke sini jangan kira sanggup

ke luar hidup-hidup!"

    bobo  anak manusia  tertawa. "Setiap ada datang musti ada

pergi! Setiap ada masuk musti ada keluar!"

    Si dara baju kuning mendengus.

    "Apa matamu buta, tidak melihat keadaan sekitarmu?!"

    bobo  tersentak dan memandang berkeliling. Tak ada

hal-hal yang mencurigakan yang dilihatnya. Tapi hidungnya 

mencium hawa aneh yang membuat sendi-sendi di sekujur 

tubuhnya menjadi linu kesemutan dan jantungnya bergetar. 

Ditelitinya lagi keadaan sekelilingnya. Dan kali ini 

terkejutlah dia! Sekeliling pagar tinggi itu terselimut

semacam asap tipis yang tak akan kelihatan bila tidak 

diperlihatkan sungguh-sungguh. Asap tipis aneh inilah yang 

mengeluarkan hawa yang tercium oleh bobo .

    Di bawahnya terdengar suara bergelak sang dara baju 

kuning.

    "Sekali kau berani melompat coba menerobos Asap

Seribu Tulang itu, kau akan lumpuh cacat seumur hidup!

 96

Lekas turuni"

    bobo  tahu bahwa  ucapan itu bukan sekedar untuk

menakut-nakutinya. Dia telah rasakan sendiri kehebatan

asap itu. Pemandangannya agak berkunang-kunang se-

dang debaran jantungnya bertambah keras! Heran, pa-

dahal dia telah digembleng demikian rupa hingga kebal

terhadap segala macam racun tapi mengapa asap seribu

tulang itu masih sanggup mempengaruhinya?!

    Dengan kertakkan rahang bobo  anak manusia  melompat

turun. Untuk beberapa detik lamanya dia saling pandang

memandang dengan kedua dara baju kuning. Dan dalam

hatinya bobo  berkata:  "Buset, gadis-gadis begini cantik

jadi pesuruh Datuk penulis gila ! Geblek betul!" Agaknya ke-

dua gadis pun lelah terpesona melihat kegagahan tam-

pang Pendekar 10000 an. Namun yang seorang segera mem-

bentak:

    "Lekas ikut kami!"

    "Awas! Kalau kalian menjebakku, kalian akan mam-

pus percuma!" peringatkan bobo .

    Kedua gadis tak berkata apa-apa dan melangkah

menuju pintu di sebelah Umur, bobo  mengikuti di be-

lakang penuh waspada. Tangan kanannya senantiasa

siap dekat hulu barbel  pemusnah  pemusnah 10000 an untuk menjaga se-

gala kemungkinan yang ada! Mereka memasuki pintu di

sebelah Timur pagar tulang belulang. Begitu masuk be-

gitu pintu tertutup dengan sendirinya. bobo  melipat gan-

dakan  kewaspadaannya. Sepuluh langkah meninggal-

kan pintu terdapat tangga tulang yang menurun ke ba-

wah, disusul oleh sebuah lorong sepanjang dua puluh

tombak. Lorong itu kemudian bercabang dua. Kedua

dara baju kuning membelok ke kiri. bobo  mengikuti.

Tengkuknya terasa dingin sewaktu memasuki lorong ini.

Lorong ini baik bagian lantai maupun atas serta samping

dilapisi dengan tulang-tulang manusia, dihias dengan

beberapa tengkorak kepala yang dibuat sedemikian rupa

hingga seperti bunga!

    Lewat sepeminum teh bobo   merasa tambah tidak

enak.  

    "Ini ke mana?!" tanyanya.

    "Jangan banyak tanya! Ikut sajalah!" sentak  dara

baju kuning paling muka.

    Tak lama kemudian lorong Hu sampai juga ke ujungnya. 

Sebuah pintu gerbang kelihatan di depan, dikawal oleh dua 

orang dara berbaju kuning dan dua ekor harimau yang luar 

biasa besarnya, jauh lebih besar dari harimau-harimau yang 

 97

telah dihadapi bobo  sebelumnya! Ketika bobo  memandang 

ke bagian atas pintu gerbang tulang belulang ilu, di situ 

terdapat rentetan huruf-huruf yang terbuat dari tulang-

tulang iga manusia yang berbunyi : ISTANA penulis gila .

    Pintu gerbang Hu diberi hiasa  gaba-gaba  untaian

tulang-tulang manusia. Kedua gadis  menyibakkan gaba-

gaba ini laju memberi jalan pada bobo  anak manusia .

    Pendekar 10000 an tak segera masuk. Dia memandang ke

dalam dengan mata menyelidik dan terkesiap. Di hadapan 

pintu gerbang itu terhampar sebuah halaman berumput 

yang dihias arca-arca besar yang terbuat dari tulang

belulang! Di seberang halaman berumput kelihatan bagian 

depan sebuah bangunan yang  sangat indah yang atapnya 

berbentuk tanduk  kerbau. Seluruh bangunan terbuat dari 

tulang putih, diukir-ukir. Meskipun indah tapi keindahan itu 

dibayangi kengerian bagi Pendekar 10000 an.

    "Ayo masuk!" seru dara baju kuning.

    bobo  menggigit bibir. Meski hatinya bimbang untuk

masuk tapi sudah terlambat untuk kembali. Dengan kuat-

kan hati besarkan nyali tapi juga penuh waspada Pendekar 

10000 an memasuki pintu gerbang Istana penulis gila .

 98

    Sampai di hadapan tangga gedung besar dari tulang

belulang kedua gadis baju kuning hentikan langkahnya.

    'Terus masuk ke ruang tengah. Datuk penulis gila  telah 

menanti  kedatanganmu!" kata  salah seorang dari dara-

dara baju kuning.

    "Kalian sendiri mau ke mana?"

    "Apa urusanmu?!"

    bobo  memaki dalam hati. Sepasang  matanya meneliti 

suasana sebentar lalu menaiki tangga. Dilewatinya

ruangan muka dan sesaat kemudian dia sudah berada di

satu ruangan tengah yang amat luas. Kira-kira dua puluh

orang kelihatan duduk di ujung dalam ruangan, di atas

kursi-kursi yang terbuat dari tulang-tulang kaki, tulang iga 

dan tulang punggung manusia! Semuanya berpakaian 

hitam, hanya seorang yang berpakaian lain dari yang lain.

    Orang yang berpakaian lain dari yang lain ini duduk

di deretan terdepan sebelah tengah. Tubuhnya cebol se-

kali, demikian cebolnya hingga kedua kakinya tidak

mencapai lantai ruangan! Tidak berpadanan dengan tu-

buhnya yang cebol itu, kepalanya amat besar sekali, de-

mikian juga  telinganya. Rambutnya panjang menjulai

bahu, kumis tebal melintang dan janggut macam janggut

kambing! Sepasang matanya yang merah menyorot ta-

jam, keseluruhan air muka manusia ini membayangkan

kebengisan!

    Inikah Datuk penulis gila ? Pikir bobo . Kalau betul maka

melesetlah dugaannya. Sebelumnya dia menduga ma-

nusia bernama Datuk penulis gila  itu bertubuh tinggi kekar,

tapi nyatanya cebol begitu rupa.

    Di samping potongan tubuh dan raut wajahnya yang

bengis itu ada beberapa hal yang menjadi perhatian bobo 

anak manusia . Yang pertama ialah pakaian manusia cebol ini.

Dia mengenakan  jubah pendek macam rok bertangan

panjang yang terbuat dari kulit harimau, kuning berbelang 

hitam. Di seluruh pakaiannya ini bergantungan puluhan 

keris-keris emas berhulu gading, tanpa sarung dan 

panjangnya kira-kira tiga perempat jengkal!  Itulah hal

kedua yang menarik perhatian bobo . Hal ketiga ialah

kedua tangan manusia ini yang berwarna hitam legam

tanda dia memiliki semacam ilmu pukulan yang  hebat

dan mengandung racun jahat!

    bobo  berdiri di tengah ruangan besar itu, sejauh dua puluh 

tombak dari deretan kursi terdepan. Suasana sesunyi di 

pekuburan. Tak ada yang bergerak, tak ada yang buka 

suara. Hanya  pandangan-pandangan mata yang saling  

bentrokan dengan pandangan mata bobo   anak manusia !  Ketika 

hampir setengah peminum teh suasana masih sunyi juga, 

bobo  akhirnya berkata:

    "Apakah aku berhadapan dengan Datuk penulis gila 

dari Tambun Tulang?!"

    Si tubuh cebol kepala besar memandang lekat-lekat

pada bobo  lalu tengadahkan kepala dan tertawa  gelak-

gelak! Suara tertawanya demikian dahsyat hingga meng-

getarkan sekujur tubuh bobo  anak manusia  dan menyendat-

nyendat jalan darahnya. Buntalan di tangan kirinya kalau

saja tidak dipegangnya erat-erat pastilah akan terlepas!

    bobo  kaget bukan main! Cepat-cepat dia kuasai jalan

darah  dan kerahkan tepemusnah  dalam untuk menolak

gempuran suara tawa yang dahsyat itu.

    "Istana penulis gila  di bawah bukit Tambun Tulang!

Siapa datang jangan harap bisa pulang!" si cebol kepala

besar tiba-tiba keluarkan suara. Kata demi kata yang di-

ucapkannya itu laksana genta yang memukul jalan pen-

dengaran bobo  anak manusia  hingga kembali pendekar ini me-

rasa tergetar sekujur tubuhnya. Cepat-cepat pula bobo 

lipat gandakan tepemusnah  dalamnya kembali.

    Dan di hadapan sana Datuk penulis gila  kembali buka

suara. Ucapan-ucapannya laksana bait-bait pantun.

    "Delapan puluh lima harimau pengawal Istana penulis gila  

telah musnah! Halaman luar banjir darah! Entah apa

pangkal sebabnya. Hingga tamu tak dikenal berbuat

demikian rupa?!"

    bobo  kerenyitkan kening mendengar ucapan-ucapan 

berpantun ini. Setelah merenung sejenak maka dia pun 

menjawab dengan ucapan berpantun pula!

    "Jauh berjalan menyeberangi samudera.  Mengarung 

maut mengadu jiwa. Kalau tidak ada pangkal sebabnya. 

Masakan mau berbuat sedemikian rupa?"

    Semua orang kelihatan saling berpandangan sedang  

Datuk penulis gila  sendiri naikkan  sepasang alis matanya. 

Dan saat itu bobo  berkata pula:

    "Delapan puluh lima harimau mati percuma! Pemiliknya 

 100

bertanya berpura-pura. Kenapa tamu tak dikenal  berbuat 

begitu rupa? Padahal dia yang memulai silang sengketa?!"

    Datuk penulis gila  berbatuk-batuk lalu menjawab:

    "Silang sengketa apa gerangan adanya! Berhadapan pun 

baru hari ini! Kalau sudah bosan hidup katakan saja! 

Mengapa datang sengaja mencari mati?!"

    bobo  tertawa mengekeh.

    "Datuk penulis gila ! Aku muak bicara berpantun-pantun

macam orang main sandiwara tapi untuk mengusut urusan 

yang telah kau buat di Pulau Madura!"

    "Urusan apa, hai orang gila?!" tanya Datuk penulis gila  yang 

saat itu masih merah mukanya karena ucapan bobo  tadi.

    "Di Pulau Madura kau telah membunuh seorang bernama  

saudara  Bangkalan dan mencuri sebuah kitab miliknya!"

    Paras Datuk penulis gila   berubah. Lalu dia tertawa

gelak-gelak untuk melenyapkan perubahan paras itu!

    "Jangan bicara tak karuan di  sini! Apa kau punya

bukti atas tuduhanmu itu?!"

    "Dua buah keris yang menancap di mata saudara  Bangkalan  

sama dengan keris-keris yang bergelantungan 

dipakaianmu!" sahut bobo  anak manusia .

    "Ocehanmu bagus sekali!" tukas Datuk penulis gila .

    bobo  menyeringai.

    "Kita akan lihat aku yang mengoceh atau kau yang

berkicau macam burung kehilangan sarang!" Habis ber-

kata begitu bobo  keruk saku bajunya dengan tangan ka-

nan dan melemparkan sebuah benda ke hadapan kaki

Datuk penulis gila . Benda itu adalah robekan kulit harimau

yang ditemui bobo  dipertapaannya saudara  Bangkalan di

Pulau Madura tempo hari.

    "Itu adalah  robekan  pakaianmu  yang kutemui di

tempat saudara  Bangkalan! Apakah kau masih mau mungkir? 

Terlalu pengecut seorang sepertimu mencoba untuk

mungkir!"

    Air muka Datuk penulis gila  membesi.

    "Katakan siapa namamu dan apa sangkut pautnya

dengan saudara  Bangkalan?!"

    "Namaku telah kusampaikan beberapa hari yang lalu 

lewat seorang anak buahmu," sahut bobo  seraya 

memandang berkeliling lalu menunjuk pada seorang laki-

laki yang di keningnya tertera tiga buah angka 10000 an. Laki-

laki inilah yang memiliki pondok di  tepi sungai yang telah 

dipergunakan penulis epilepsi untuk memperkosa Mayang."

    Datuk penulis gila  tidak palingkan kepala. Dia memang

telah mendapat laporan dari anak buahnya itu tapi tidak

menyangka kalau inilah pemudanya yang telah "mengukir" 

tiga buah huruf itu di kening anak buahnya!

    "Dan tentang sangkut pautnya dengan saudara  Bangkalan, 

bukan urusanmu untuk menanyakan!"

    "Pemuda nyalimu setinggi gubug penulis ! Kau toh tidak

mempunyai tiga kepala enam tangan?! Mungkin hendak

mengandalkan ilmu silat dan kesaktian? Jauh-jauh datang 

ke mari hanya untuk mencari mati!"

    bobo  tertawa dingin.

    Ini membuat Datuk penulis gila  menjadi naik darah. Dia

memandang berkeliling. Namun sebelum dia memerintah 

anak buahnya untuk turun tangan bobo  anak manusia  memotong:

    "Datang jauh-jauh aku  tidak bertangan kosong, Datuk. 

Sengaja aku membawa oleh-oleh untukmu!"

    Setelah berkata  begitu bobo  lemparkan buntalan yang 

sejak tadi dipegangnya di tangan kiri.

    "Apa ini?!".sentak Datuk penulis gila .

    "Silahkan buka sendiri!" jawab bobo  seenaknya.

    Meski hatinya teramat geram namun Datuk penulis gila 

berikan isyarat pada seorang anak buahnya. Anak buahnya 

ini segera berdiri dari kursi, melangkah dan membungkuk 

membuka  ikatan buntalan yang terletak dihadapan kaki 

Datuk penulis gila .

    Begitu buntalan terbuka maka gemparlah seisi ruangan!

    Yang terbungkus dalam buntalan itu ternyata adalah

kepala manusia! Matanya sebelah kanan hanya merupa-

kan rongga besar yang tergenang darah beku dan serabutan 

urat-urat. Seluruh muka berselimutkan darah yang 

mengering! Meski kepala itu sudah demikian rusak

dan busuk namun tak ada satu orang pun di ruangan ter-

sebut yang tak mengenalinya! Kepala itu adalah kepala

Gempar Bumi! Pembantu utama Datuk penulis gila !

    Datuk penulis gila  dikungkung pelbagai macam rasa.

Marah, heran, dan entah apa lagi! Mungkin juga dirinya

dirayapi rasa ketakutan! penulis epilepsi adalah pembantu

utamanya yang  berkepandaian sangat tinggi  di antara

anak buahnya! Tapi  tokh dia mati demikian rupa! Dan

siapa lagi kalau bukan pemuda di hadapannya itu yang

telah membunuh Gempar Bumi!

    "Bedebah bernama 10000 an! Tak ada jalan  lain! Kematianmu 

terpaksa  kupercepat!" Datuk penulis gila  memandang  

berkeliling lalu memerintah dengan suara menggeledek: 

"Semua yang ada di sini serbu bedebah itu! Hancur 

lumatkan tubuhnya hingga jadi debu!"

    Maka  dua puluh orang laki-laki  berseragam hitam


berlompatan dari kursi masing-masing. Enam orang di

antaranya adalah  pembantu-pembantu kelas satu de-

ngan gambar kepala harimau kuning besar di dada pa-

kaiannya. Selebihnya pembantu-pembantu biasa tetapi

yang tingkat kepandaiannya tak bisa dianggap sepele!

    Ketika menyerbu  pembantu-pembantu biasa dan

pembantu-pembantu kelas dua langsung mencabut keris. 

Pembantu-pembantu kelas satu  hanya mengandalkan 

tangan kosong!

    Melihat  serbuan yang  laksana air bah  ini bobo 

anak manusia  bersuit nyaring dan cabut barbel  pemusnah  pemusnah 10000 an

sedang tangan kiri sudah memutih laksana perak oleh aji

Pukulan Sinar Matahari!

    Begitu tawan menyerbu bobo  segera bergerak.

    Terdengar suara pekikan! Dua orang pembantu kelas satu 

terhuyung-huyung, muntah darah dan rubuh! Tiga orang 

pembantu kelas dua terduduk di lantai dan rebah tak 

berkutik lagi. Empat orang pembantu-pembantu biasa 

mencelat mental dan jatuh bergelimpangan di lantai tanpa 

nafas!

    Datuk penulis gila  kaget luar biasa. Anak-anak buahnya 

demikian juga bahkan Pendekar 10000 an bobo  anak manusia  ikut 

terkejut!

    Waktu lawan-lawan menyerbu, bobo  memang sudah

gerakkan kedua tangan tapi sama sekali belum meng-

hantam! Dirasakannya satu sambaran angin luar biasa

dahsyatnya di atas kepalanya lalu beberapa penyerangnya 

roboh!

    Datuk penulis gila  keluarkan sebuah lonceng kecil dan

menggoyang-goyang nya beberapa kali. Empat puluh dara-

dara jelita berseragam kuning muncul dengan pedang di

tangan. Mereka adalah pesuruh-pesuruh istana tapi yang

sekaligus merangkap peliharaan Datuk penulis gila !

    "Lepaskan asap seribu tulang! Tutup semua jalan keluar!" 

perinlah Datuk penulis gila  pada dara-dara itu. Begitu perintah  

dikatakan begitu  keempat  puluh gadis itu lenyap dari 

pemandangan bobo  anak manusia .

    Datuk penulis gila  memandang ke langit-langit ruangan di 

belakang bobo  lalu membentak: "Orang yang sembunyi di 

atas loteng silahkan turun perlihatkan diri!"

    bobo  anak manusia  kerenyitkan kening sewaktu dari atas

loteng terdengar suara tertawa bergelak. Dia  rasa-rasa

pernah mendengar tawa macam begitu tapi tak bisa men-

duga dengan pasti siapa orangnya!

    "penulis gila , kau belum layak melihat diriku!" kata orang  

 103

yang di atas loteng.

    Datuk penulis gila  mendelik. Dia berpaling  pada keempat 

jago  kelas satu dan memberi isyarat! Keempat anak 

buahnya ini segera melompat ke langit-langit. Tangan 

kanan memegang keris sedang tangan kiri menghantam. 

Empat larik angin pukulan yang dahsyat menderu ke atas! 

Langit-langit yang terbuat dari tulang bobol hancur 

berantakan! Tapi bersamaan dengan jatuhnya hancuran 

tulang-tulang itu, keempat jago kelas satu itupun terhempas 

ke lantai, mengeluh panjang laki muntah darah dan konyol!

    Geraham-geraham Datuk penulis gila  bergeme Makan.

Anak-anak buahnya saling pandang dengan muka pu-

cat! Dan di loteng tepat di atas Kepala Datuk penulis gila 

kembali terdengar suara tertawa bergelak!

    "Kurang ajar!" geram Datuk penulis gila . Tangan ka-

nannya bergerak mencabut  sepuluh keris emas kecH

yang bergantungan di jubah  kulit harimaunya! Sekejap

kemudian senjata-senjata Hu laksana kilat melesat ke

loteng di atas kepalanya!

 104

   Tapi betapa terkejutnya Datuk penulis gila . Masih setengah 

jalan tahu-tahu laksana ranting-ranting kering dilanda angin 

puting beliung ke sepuluh keris itu berpelantingan ke 

bawah. Dua buah melesat ke arah Datuk penulis gila , 

selebihnya bermentalan ke arah pembantu-pembantunya

yang duduk di kursi! Sekali mengebut kan jubah kulit 

harimaunya maka mentallah kedua keris yang menyerang 

Datuk penulis gila . Tapi tidak demikian dengan  pembantu-

pembantunya! Suara pekik melengking raungan laksana 

hendak meruntuhkan langit-langit.  Delapan orang terkulai 

di kursi  masing-masing tanpa bisa bergerak lagi. Mereka 

adalah dua orang pembantu kelas satu, empat orang 

pembantu kelas dua dan dua orang pembantu biasa! Tubuh-

tubuh mereka ditancapi  keris kuning milik Datuk mereka 

sendiri! Ada yang menancap tepat di ubun-ubun, ada yang

di muka, di dada dan di perut!

    Paras Datuk  penulis gila  kelam  membesi. Mulutnya

berkomat kamit. Janggut dan kumisnya laksana kawat

meranggas karena amarah! Kedua tangannya  yang  hitam 

saling digosok-gosokkan satu sama lain. Sedetik kemudian 

dari kedua tangannya itu  mengepullah asap hitam yang 

berbau busuk!

    "Manusia di atas loteng tahukah kau pukulan apa

yang sebentar lagi hendak kulepaskan jika kau tetap 

berkeras kepala tidak mau unjukkan diri?!"

    Orang di atas loteng tertawa gelak-gelak.

    "Dari tempatku ini aku dapat melihat jelas, penulis gila !

Cuma Ilmu Pukulan Hawa Neraka siapa yang takutkan? 

Sayang ilmu itu  adalah ilmu kesaktian paling hebat yang

terakhir kau miliki Sayang..." dan orang itu tertawa lagi

gelak-gelak lalu menyambungi: “Tapi jika kau mau meng-

adakan perjanjian aku bersedia muncul unjukkan diri!"

    "Perjanjian macam mana?!" tanya  Datuk penulis gila 

seraya hentikan menggosok-gosok kedua telapak  ta-

ngannya. Sampai saat itu dia masih tetap duduk di kursi

kebesarannya!

    "Kau bertempur sampai seratus jurus melawan pemuda 

pakaian putih rambut gondrong itu...!"

    bobo  anak manusia  tersentak kaget.

    "Lalu?!" bentak Datuk penulis gila .

    "Jika pemuda itu menang, kau harus bunuh diri! Sebelum 

bunuh diri kau harus pesankan pada anak-anak buahmu, 

pada seluruh isi Istana penulis gila  ini untuk memusnahkan 

semua bangunan yang ada di sini dan agar mereka semua 

kembali ke jalan yang benar!"

    "Jika dia yang kalah apa imbalannya?" tanya Datuk

penulis gila .

    "Pertama kau boleh bunuh pemuda itu, juga boleh

tamatkan riwayatku. Kedua buku Seribu Macam  Ilmu

Pengobatan yang kini ada padaku silahkan kau miliki

untuk selama-lamanya!"

    Berubahlah paras Datuk penulis gila . Dia tidak terkejut

pada syarat-syarat perjanjian yang  dikatakan. Tapi be-

gitu mengetahui bahwa buku Seribu Macam Ilmu Peng-

obatan berada di tangan orang yang  di atas loteng itu

kagetlah dia! bobo  anak manusia  sendiri  terkesiap  karena

justru kedatangannya ke Tambun Tulang adalah untuk

mencari buku itu!

    "Kurang ajar!" terdengar makian Datuk penulis gila 

menggeledek. "Darimana kau ambil buku itu?!"

    "Dari dalam kamarmu tentu!" sahut orang di atas

loteng dan tertawa mengekeh. "Bagaimana?!"

    Dalam hati  Datuk penulis gila  mengutuk habis-habisan. Jika 

orang itu dapat masuk ke dalam Istana penulis gila  dan 

mencuri kitab Seribu Macam Ilmu Pengobatan dari dalam 

kamarnya, nyatalah kepandaiannya luar biasa sekali dan 

dia telah saksikan sendiri tadi! Menurut  pandangan Datuk 

penulis gila  kalau bertempur melawannya belum tentu dia 

bisa dikalahkan oleh orang sakti itu. Tapi untuk 

mengalahkan lawan bukan hal  yang mudah pula bagi 

Datuk  penulis gila . Dan karena menganggap bobo  anak manusia  

seorang pemuda yang tak perlu begitu ditakutkan maka dia 

pun mendongak ke loteng dan berseru:

    "Aku terima perjanjianmu!"

    "Bagus! Tapi harap kau sampaikan dulu pesanmu

pada seluruh isi istana ini!" sahut orang yang masih ber-

sembunyi di balik loteng.

    "Kentut apa kati kira pemuda tengik itu pasti akan

mengalahkah aku?!" teriak Datuk penulis gila  marah.

    "Belum tentu memang! Tapi kalau kau tak bersedia

menerima persyaratan berarti perjanjian balai. Dan ter-

paksa buku Seribu Macam Ilmu Pengobatan kubawa pergi!"

 106

    "Kurang ajar!" maki Patuk penulis gila  geram. Tapi dia

kerahkan juga tepemusnah  dalam dan berteriak hingga me-

ngumandang ke seluruh pelosok Istana penulis gila .

    "Seluruh isi Istana penulis gila . kalian dengarlah pesan

Datukmu ini! Aku akan bertempur melawan seorang pe-

muda tengik yang kesasar datang ke tempat kita! Jika

aku kalah maka kalian harus memusnahkan segala apa

yang ada di sini dan kalian  kembali ke dunia luar, ke

dalam jalan yang benar. Sekian!" Datuk penulis gila  me-

mandang ke atas dan berseru: "Nah orang di atas loteng,

puaskah kati sekarang?!"

    "Puas... puasi" sahut orang itu. Sekejap kemudian diiringi 

dengan suara tertawa gelak-gelak maka bobollah langit-

langit ruangan dan sesosok tubuh berpakaian putih 

berkelebat dan hampir tak dapat disaksikan oleh mata

saking cepatnya tahu-tahu orang ini sudah duduk menje-

lepok seenaknya di sudut ruangan! Di pangkuannya ada

sebuah kitab. Seisi ruangan terkejut. bobo  sampai 

ternganga dan garuk-garuk kepala:

    "Tua Gila-.." desis Pendekar 10000 an laki cepat-cepat menjura 

hormat.

    "Ah! Kau masih saja pakai segala macam peradatan

yang membikin muak perutku!" kata orang yang duduk

di sudut ruangan yang  memang penulis ayan adanya!

    "Hadapi si cebol itu! Kalau nasibmu baik kau menang tapi 

kalau tidak kau akan mampus, aku akan konyol!" Sehabis 

berkata keras begitu penulis ayan pergunakan ilmu 

menyusupkan suara memberi bisikan pada bobo . "barbel  di 

tangan kanan. Pukulan Sinar Matahari di tangan kiri! Sekali-

kali jangan  pukul bagian tubuhnya! Jika dia pergunakan 

Ilmu Pukulan Hawa Neraka, tangkis dengan Pukulan Sinar 

Matahari dan hantam dengan Pukulan Dewa Topan 

Menggusur gubug penulis  yang kuajarkan padamu!"

    "Ayo penulis gila  kau tunggu apa lagi?!" penulis ayan 

membentak.

    Dan Datuk penulis gila  melompat turun dari kursinya.

 Gerakannya seringan kapas! Setelah meneliti bobo  sejenak 

dia bertanya: "Maumu dengan tangan kosong atau pakai 

senjata?!"

    bobo  ingat  nasihat penulis ayan  Maka dia pun menjawab: 

"Kalau kau punya senjata silahkan dikeluarkan!"

    Datuk penulis gila  tertawa sinis dan cabut sebilah keris

 hitam yang bercabang tiga! Sinar senjata ini hitam meng-

 gidikkan!

    "Mulailah!" kata Datuk penulis gila .

    bobo  tertawa. "Kau tuan rumah silahkan mulai lebih

 dulu!" Lalu bobo  cabut barbel  pemusnah  pemusnah 10000 an.

    Datuk penulis gila  sunggingkan seringai mengejek. Meski 

dia belum bisa mengukur ketinggian ilmu lawannya namun 

dia merasa yakin akan membereskan si pemuda di bawah 

dua puluh jurus! Tubuhnya dibungkukkan hingga makin 

tambah cebol kelihatannya. Dari mulutnya terdengar suara 

menggoreng macam suara harimau. Mula-mula perlahan 

lalu mendadak sontak keras menggedetek, menggetarkan 

seantero ruangan! Baiknya bobo  anak manusia  sudah kerahkan 

tiga perempat dari tepemusnah  dalamnya hingga suara bentakan 

dahsyat itu tidak mempengaruhinya!

    Tiba-tiba tubuh Datuk penulis gila  berkelebat lenyap! Tahu-

tahu keris hitam bercabang tiga sudah berkelebat hanya 

tinggal satu jengkal dari muka bobo  anak manusia !

    bobo  terkejut lekas-lekas melompat ke samping. Meski 

tangan kirinya mempunyai kesempatan leluasa menjotos 

tubuh lawan tapi karena ingat akan ucapan penulis ayan tadi 

maka hal itu tidak dilakukannya!

    Hampir keris bercabang tiga itu lewat di sampingnya

tiba-tiba dengan sebal Datuk penulis gila  menusuk ke perut 

sedang tangan kiri lepaskan satu pukulan yang hebat!

bobo  geser kaki kanan. Sambit miringkan badan barbel 

pemusnah  pemusnah 10000 an dibabatkan ke bawah! Meski senjatanya

adalah senjata mustika sakti namun melihat barbel  lawan 

yang agaknya bukan sembarang senjata pula maka Datuk 

penulis gila  tak berani ambil keputusan untuk adu senjata! 

Tarik pulang tangan kanan Datuk penulis gila  lipat gandakan 

pukulan tangan kirinya hingga angin pukulan yang ke luar 

laksana topan prahara! Di lain pihak bobo pun sudah 

menangkis dengan pukulan Kunyuk Melempar Buah yang 

mengandalkan seluruh bagian tepemusnah  dalamnya!

    Terdengar suara seperti letusan  sewaktu kedua angin 

pukulan itu saling beradu dengan segala kehebatannya. 

Istana penulis gila  bergetar. bobo  anak manusia  terhuyung-huyung 

sampai tujuh langkah. Datuk penulis gila  jika tidak lekas-lekas 

pergunakan ilmu mengentengi tubuhnya, meski dia tak 

sempat terhuyung ke belakang namun mungkin akan 

terhenyak jatuh duduk di lantai tulang!

    Terkejutlah manusia cebol ini.  Tidak disangkanya tepemusnah  

dalam lawan begitu hebat,  lebih tinggi sekitar satu dua 

tingkat dari tepemusnah  dalamnya sendiri! Dan diam-diam dia 

mulai menyangsikan apakah dia akan sanggup

mengalahkan pemuda  itu di  bawah dua puluh jurus

sebagaimana yang dipastikan semula!

    Jurus kedua dibuka kembali oleh Datuk penulis gila  dengan 

serangan yang lebih ganas dari pertama tadi. Dia meraung 

macam harimau ketika serangannya yang sekali ini pun 

berhasil dielakkan lawan. Jurus ketiga, Datuk penulis gila  

keluarkan ilmu silat yang pating diandaikannya yaitu ilmu 

Silat Harimau! bobo  telah pernah menghadapi ilmu Silat 

Harimau yang dimainkan Gempar Bumi. Waktu itu kalau dia 

tidak mengeluarkan ilmu Silat Orang Gila yang diajarkan 

penulis ayan pastilah dia kena dicelakai. Dan kini Datuk 

penulis gila  memainkan Ilmu Silat Harimau yang jurus-

jurusnya aneh berbahaya dan lima kali lebih hebat dari yang 

dimainkan Gempar Bumi!

    Dan dari mulut Pendekar 10000 an bobo  anak manusia  keluar suara 

suitan keras yang disusul dengan siulan tinggi tak menentu 

luar biasa bobo  mulai keluarkah jurus-jurus pertahanan dari 

ilmu Silat Orang Gila! Dalam tempo yang singkat lima belas 

jurus sudah berlalu. Datuk penulis gila  merutuk dalam hati 

dan perhebat serangannya!

    Tiba-tiba mengiang suara halus laksana suara nyamuk di 

telinga bobo  anak manusia .

    "Goblok! Mengapa cuma bertahan? Apa tidak mampu 

menyerang?!" Itulah dampratan yang dilontarkan penulis ayan 

yang duduk enak-enak di sudut ruangan.

    bobo  juga sadar. Meski dia bisa bertahan tapi kalau tak 

membalas serangan tawan lama-lama dirinya bisa

dicelakai juga. Dia pegang hulu barbel  pemusnah  pemusnah 10000 an di

tangan kanan lebih erat. Lalu memasuki jurus ke enam

belas untuk pertama kalinya dia menyerang  dengan

mempergunakan Jurus Kepala pemusnah  Menyusup Awan.

    barbel  pemusnah  pemusnah 10000 an mendengus laksana suara ribuan 

tawon. Sinar pulih  berkiblat. Kepala barbel  menderu ke 

bawah lalu laksana seekor pemusnah  yang memunculkan 

kepalanya dari dalam lautan sen jala itu  melesat ke arah 

batang leher Datuk penulis gila !

    Sang Datuk sengaja tidak berkelit. Keris cabang tiga

ditusukkannya ke depan, ke arah bawah ketiak tawan 

karena dia berkeyakinan bahwa tusukan senjatanya akan

lebih  cepat menemui sasarannya daripada senjata lawan!

    Pendekar 10000 an tidak bodoh. Dia sudah memperhitungkan 

kerugian posisinya bila dia meneruskan serangannya. 

Karenanya dengan cepat bobo  geser kedua kaki dan 

berkelit. Begitu berkelit begitu dia susul dengan jurus 

serangan baru yang dinamakan Kincir Padi Memutari barbel  

pemusnah  pemusnah 10000 an mengaung dahsyat dan berkiblat dalam 

bentuk putaran yang sangat kecil!

    Datuk penulis gila  berseru keras dan tundukkan kepala

untuk menghindarkan diri dari sambaran senjata lawan.

Tapi sedetik kemudian mata barbel  telah menyambar ke

bahu kirinya! Sang Datuk melompat ke kanan dan dia

memaki keras sewaktu sesaat kemudian senjata lawan

telah memapas ke pinggul terus ke arah kedua kakinya!

Satu-satunya jalan untuk mengelakkan serangan yang

berputar itu ialah melompat ke luar dari kalangan per-

tempuran. Meskipun ini akan memberi pandangan pada

orang-orangnya bahwa  dia mulai kewalahan menghadapi si 

pemuda berambut gondrong tapi Datuk penulis gila  terpaksa 

melompat  ke luar dari kalangan pertempuran. Bila dia 

sudah lepas dari serangan yang berputar itu dia akan 

segera balas menyerang. Tapi kejutnya bukan alang 

kepalang karena ketika baru saja dia keluar dari kalangan 

pertempuran tahu-tahu senjata lawan memburu dalam 

jarak yang sangat dekat dan sangat cepat. Mengelak pasti 

kasip! Tiada jalan lain daripada menangkis. Datuk penulis gila  

palangkan keris mustikanya

    'Traang!"

    Bunga api memercik.

    Datuk penulis gila  tersurut tiga langkah. Salah satu cabang 

kerisnya patah dan mental! Tangannya tergelar hebat! bobo  

sendiri merasakan tangan kanannya yang memegang 

gagang barbel  pemusnah  pemusnah 10000 an menjadi pedal sakti. Dia 

tidak perduli, malah dengan mempergunakan tiga 

perempat tepemusnah  dalamnya dia lepaskan Pukulan Sinar 

Matahari!

    Beberapa orang  anak buah Datuk penulis gila   menyingkir 

seketika melihat selarik sinar pulih yang silau dan luar biasa 

panasnya menderu di depan mereka!

    Meski dalam keadaan kepepet, Datuk penulis gila  tidak

kehilangan akal! Serta merta dia jatuhkan diri sama rata

dengan lantai dan berbarengan dengan itu tangan kirinya 

cabut sepuluh keris-keris emas yang; bergantungan di 

pakaiannya lalu dilemparkan ke muka!

   Pukulan Sinar Matahari menyambar ke atas tubuh

Datuk penulis gila . Keris emas melesat di bawah sinar pukulan 

yang dilepaskan bobo  lalu  menyambar dengan ganas ke 

arah sepuluh bagian tubuh Pendekar 10000 an.

    bobo  anak manusia  kiblatkan barbel  pemusnah  pemusnah 10000 an dalam

Jurus Tameng Sakti Menerpa Hujan.

    "Trang... trang... trang!"

    Suara itu terdengar berturut-turut sampai sepuluh kali. 

Dan ke sepuluh senjata mustika yang dilemparkan

Datuk penulis gila  mental  patah tersambar barbel   pemusnah 

pemusnah 10000 an! Oikejap yang hampir bersamaan Pukulan Sinar

 Matahari yang tak berhasil menerpa tubuh Datuk Sipa-

 toka terus melanda dinding Istana penulis gila . Dinding

 yang terbuat dari tulang yang kokoh itu bobol berkeping-

 keping. Atap istana turun ke bawah hampir runtuh!

    "Kurang ajar!" rutuk Datuk penulis gila  seraya melompat 

bangun. Seluruh ilmu simpanannya telah dikeluarkannya. 

Mereka telah bertempur hampir enam puluh jurus dan 

ternyala dia tak sanggup menumbangkan  lawannya malah 

nyawanya hampir saja dilalap mentah-mentah!

    "Kematianmu dalam saat ini juga,  keparat!" desis

 Datuk  penulis gila .  Kerisnya  dimasukkan ke balik pinggang. 

Kedua tandannya yang hitam digosok-gosokkan satu sama 

lain. Sedetik kemudian asap hitam mengepul dari kedua 

tangan itu. Asap hitam yang berbau busuknya bangkai

manusia! bobo  tutup indera penciumannya. Sesuai dengan 

ucapan Datuk penulis gila . barbel  pemusnah  pemusnah 10000 an dimasukkan 

kembali ke dalam pakaiannya. Pukulan Sinar Matahari 

disiapkan di tangan kiri  sedang telapak tangan kanan  

sudah terisi aji pukulan "Dewa  Topan Menggusur gubug penulis ".

    Kepulan asap hitam yang busuk luar biasa itu semakin 

banyak memenuhi ruangan. Anak-anak buah Datuk 

penulis gila  yang ada di tempat itu sudah sejak tadi 

menyingkir  karena  mereka maklum  akan kedahsyatan

Pukulan Hawa Neraka yang hendak dilepaskan pemimpin 

mereka. Kalaupun lawan tak sampai mati oleh pukulan itu 

tapi tubuhnya akan berbau busuk  seumur hidup!

    "Orang muda, sekalipun kau punya seribu macam ilmu 

kesaktian, jangan harap kali ini kau bisa larikan diri dari 

liang neraka!"

    "bobo  berdiri dengan siap saja. Meski kewaspadaan

penuh tapi suara siulan tak teratur dari sela bibirnya

sampai saat itu masih mengumandang, membuat  Datuk

Sipaloka merasa dirinya dianggap sepi saja!

    Suasana sehening di pekuburan sewaktu perlahan-

lahan Datuk penulis gila  angkat kedua tangannya ke atasi

Kemudian suara menggeledek keluar dari mulutnya. Se-

rentak dengan itu kedua tangan dipukulkan ke muka, dua

larik sinar hitam pekat yang busuk, menggidikkan me-

nyambar ke arah Pendekar 10000 an bobo  anak manusia !

    Sewaktu Datuk penulis gila  memukul ke depan, bobo 

juga telah memukulkan tangan kirinya ke muka. Sinar

putih menyilaukan melesat ke depan, sekaligus mema-

pasi dua sinar hitam. Terdengar letupan yang dahsyat!


Masing-masing pihak tersurut lima langkah ke belakang.

Sinar putih dan sinar hitam masih kelihatan di udara ka-

rena kedua orang yang bertempur masih belum turunkan

tangan masing-masing. Tiga sinar itu laksana tiga ekor

pemusnah  yang berpalun-paiun, berkelahi dan saling gempur

dengan dahsyat! Masing-masing sudah keluarkan keringat 

dingin dan urat-uraft leher menegang biru!

    bobo  membentak dam dorongkan lagi tangan kirinya.

Tubuh Datuk penulis gila  tergontai-gontai. bobo  membentak 

lagi sampai beberapa kali. Datuk penulis gila  laksana ditekan 

dinding baja. Dia mundur terus  menerus dan bertahan 

dengan sekuat tepemusnah . Ketika untuk ke lima kalinya bobo  

membentak lagi dan dorongkan kembali tangan kirinya 

Datuk penulis gila  tak sanggup bertahan lebih lama. Tubuhnya 

terhampar jatuh duduk di lantai. Ilmu Pukulan Hawa  

Nerakanya buyar dan lenyap sedang Pukulan Sinar Matahari 

bobo  terus menyerampang salah satu kakinya! Datuk 

Sipaloka meraung terguling-guling. bobo  tidak memberi hati. 

Tangan kanan didorongkan kini. Dan satu gelombang angin 

yang luar biasa hebatnya menyapu tubuh Datuk penulis gila  

membuat tubuh itu terguling-guling di halaman berumput 

Istana penulis gila . Tangan dan kaki tanggal dari 

persendiannya sedang kepala hancur memar! Itulah 

kehebatan ilmu Pukulan Dewa Topan Menggusur gubug penulis  

yang telah dilepaskan bobo  anak manusia  tadi!

    Suasana yang hening  menggidikkan itu dirobek oleh 

suara tertawa penulis gila Orang tua ini berdiri dari duduknya 

dan  berkata:  "Pertempuran hebat!  Luar biasa sekali untuk 

disaksikan!" Kemudian  penulis ayan memandang berkeliling 

dan berseru: "Empat puluh perempuan-perempuan muda 

yang ada  di luar Istana harap segeramasuk!"

     Sesaat kemudian ke empat puluh, pesuruh Datuk

 penulis gila  yang terdiri dari perempuan-perempuan muda

 belia itu masuk ke dalam, istana. Melihat kolega-kolega

 mereka yang ada di dalam istana, yaitu sisa-sisa pembantu 

Datuk penulis gila  pada berlutut di lantai maka ke empat

puluh perempuan-perempuan ini pun berlutut pula di

hadapan penulis ayan dan bobo  anak manusia .

     "Berdiri semua!" bentak penulis ayan 

     Serempak semua orang itu berdiri.

     “Kalian semua sudah dengar pesan perjanjian Datuk 

keparat itu, . ?

     Semua orang mengiyakan.

     "Begitu kami pergi, kalian segera memusnahkan

 istana..bejat ini. Hancurkan semua yang ada rata dengan

tanah..Lalu tinggalkan tempat ini dan pergi ke mana kalian

rnau asal saja menempuh jalan kehidupan yang benar! 

Kalau kelak kutemui atau kudengar ada di antara kalian. 

Yang coba-coba untuk kembali jadi orang jahat atau 

memperhamba diri pada orang jahat, pasti tak ada 

ampunan bagi kalian!"

     penulis ayan berpaling pada  Pendekar  10000 an dan 

menyodorkan buku Seribu Macam Ilmu Pengobatan, yang

kulitnya sudah robek.

    "Ambillah. Kau rupanya memang berjodoh dengan kitab

ini,..”

     bobo  menerima kitab itu lalu menjura sambil berkata 

"Banyak terima kasih atas segala, bantuan mu, Tua Gila?'

Kemudian ketika dia angkat kepalanya ternyata si orang 

tua sudah lenyap dari hadapannya! Hanya kumadang suara 

tertawapya yang terdenga di kejauhan! bobo  anak manusia , hela 

nafas dalam dan  garuk-garuk kepala.