a sampai di pondok itu segera Sati mencari se-
buah lobang tempat mengintip dengan hati-hati sekali.
82
Sekujur tubuhnya menggigil, lututnya goyah, darahnya
memanas dan seperti menyungsang mengalirnya ketika
dari lobang di dinding pondok dia menyaksikan peman-
dangan yang terpampang di depan matanya, di bawah
penerangan pelita.
Gadis itu terhampar di atas tikar, menangis serak.
Sebagian tubuhnya tak kelihatan, tertutup oleh tubuh
penulis epilepsi yang mandi keringat! Dan keduanya tanpa
selembar pakaianpunl Berkali-kali Sati meneguk ludahnya.
Seperti hendak diterjangnya saja dinding pondok di
hadapannya dan menerobos masuk ke dalam, meng-
gulung tubuh gadis itu.
"Ah, tentu dia sudah tidak gadis lagi!" desis Sati.
"Keparat betul si penulis epilepsi ini!"
Mendadak penulis epilepsi menghentikan segala gerak
yang dibuatnya laki membalik dengan cepat Sepasang
matanya memandang liar berkeliling dan tiba-tiba tangan
kanannya dipukulkan ke dinding pondok sebelah kanan.
"Braakl"
Dinding itu berlobang besar.
Di luar pondok seseorang terdengar berteriak: "Ke-
terlaluan kau Gempar Bumi! Kawan sendiri diserang!"
"Sati keparat! Kau berani kembali dan mengintip?
Kau akan terima hukuman berat dariku!" teriak Gempar
Bumi marah sekali. Dengan cepat dia mengenakan pa-
kaian hitamnya lalu melompat ke pintu. Namun sebelum
pintu itu sempat dibukanya, di atasnya terdengar suara
sesuatu yang ambruk dan ketika penulis epilepsi meman-
dang ke atap pondok, sesosok tubuh melayang turun
dan satu sinar putih berkiblat melanda ke arahnya!
83
Terkejut penulis epilepsi bukan alang kepalangl
Dihadapannya berdiri seorang perempuan tua renta
berpakaian putih. Tubuhnya sangat bongkok sedang
di tangan kanannya tergenggam sebilah pedang yang
terbuat dari perak dan berkilauan ditimpa sinar pelita.
Begitu melihat perempuan ini, Mayang berseru:
"Guru!"
Si perempuan tua lemparkan sebuah mantel untuk
menutupi tubuh Mayang.
Mendengar seruan Mayang tadi penulis epilepsi maklum
kini bahwa perempuan tua di hadapannya bukan lain
Inyak Nini, guru gadis yang barusan saja dirusak kehor-
matannya! Nama Inyak Nini sudah sering didengarnya,
tapi baru kali ini dia berhadapan. Tak bisa dia menduga
sampai di mana kehebatan perempuan ini walau se-
belumnya di hadapan Mayang dia telah menganggap
Inyak Nini seorang lawan enteng yang bisa dirobohkan-
nya di bawah sepuluh jurus!
"Manusia bejat!" suara Inyak Nini bergelar.
"Kau harus bayar dengan kau punya jiwa atas per-
buatan yang kau telah lakukan terhadap muridku!"
penulis epilepsi tertawa sedingin angin malam.
"Apa kau masih belum tahu berhadapan dengan
siapa, nenek-nenek bongkok?!"
Inyak Nini meludah ke lantai. Ludahnya merah ka-
rena susur yang senantiasa menyumpal di mulutnya.
"Nama penulis epilepsi terlalu sering kudengar! Ter-
lalu memuakkan untuk didengar! Dan malam ini aku akan
menumpas segala kemuakan itu!"
Tanpa banyak cakap lagi, Inyak Nini melompat ke
muka. Pedang perak di tangan kanannya berkiblat.
Angin tebasan menderu! penulis epilepsi mengelak de-
ngan sebat lalu selipkan satu serangan balasan, tapi
senjata lawan membalik ganas membuat dia melompat
mundur dan memasang kuda-kuda baru! Ternyata Inyak
Nini bukan lawan yang bisa dibuat main-main.
Tiba-tiba sesosok bayangan hitam muncul di am-
84
bang pintu.
"Gempar Bumi, biaraku yang hadapi setan tua ini!"
kata orang yang di ambang pintu. Dia bukan lain dari-
pada Sati.
"Sati keparat!" bentak Gempar Bumi- "Kau tetap di
tempatmu dan awas kalau berani lari! Kau akan terima
hukuman dariku!"
Menciut hati Sati. Maksudnya hendak menghadapi
Inyak Nini adalah sebagai penebus kesalahannya. Ter-
nyata penulis epilepsi tidak mau ambil perduli dan tetap
akan menjatuhkan hukuman terhadapnya. Dia berpikir-
pikir untuk Jari tapi itu tentu membuat penulis epilepsi akan
bertambah-tambah kemarahannya! Karenanya Sati ber-
diri di ambang pintu itu dengan hati yang tidak enak dan
serba salah!,
Pondok itu tidak seberapa besar karenanya tanpa
senjata agak sukar juga bagi penulis epilepsi menghadapi
amukan Inyak Nini. Pedang perak bersiuran kian kemari,
memapas dan membacok, sedang tusukan-tusukan ga-
nas meluncur berulang kali! Namun mata Gempar Bumi
yang tajam segera melihat kelemahan-kelemahan jurus
ilmu pedang yang dimainkan oleh lawannya. Segera dia
menggempur tempat-tempat pertahanan yang lemah ini
hingga pertempuran berjalan berimbang beberapa lama-
nya!
"Tua renta sialan! Makan ini!" teriak Gempar Bumi.
Tangannya mengetuk saku, sedelik kemudian puluhan
jarum mendengung laksana tawon, menyambar ke arah
Inyak Nini! Inyak Nini terkejut! Serta merta dia putar per
dangnya. Belasan jarum hitam mental dan luruh ke lantai.
Tapi beberapa di antaranya tak sanggup dipapasinya
dengan pedang, dan terus menembus dagingnya!
Inyak Nini menggerung macam serigala dan me-
nyerbu dengan dahsyat! Dia sudah tahu keganasan ra-
cun yang terendam di jarum hitam itu. Meski dia telah ke-
rahkan tepemusnah dalamnya untuk menutup beberapa jalan
darah yang penting agar racun jahat itu tidak merambas
ke jantungnya namun tetap saja rangsangan jarum ber-
membobolkan jalan darah, terus mengalir menuju
jantung! Inyak Nini sadar bahaya besar yang mengidap
dalam dirinya. Dalam tempo dua puluh empat jam jika
tidak terdapat pertolongan pasti jiwanya melayang!
Gempar Bg#i tertawa sewaktu mengetahui senjata
rahasianya berbasil menemui sasaran di beberapa bagi-
an tubuh lawan.
85
"Perempuan tua! Lebih baik kau bunuh diri sebelum
racun jarum itu menghancurkan kau punya jantung!"
"Manusia dajal kau musti menyertaiku ke akhirat!"
teriak Inyak Nini lalu menggembor dan menyerang
dengan dahsyat.
"Braak!"
Sambaran pedang Inyak Nini mengenai tempat ko-
song dan menghantam dinding pondok hingga hancur
bobol! Gempar- Bumi pergunakan kesempatan ini untuk
menyerang dari samping! Tapi "Buuk!" Tahu-tahu ten-
dangan kaki kanan Inyak Nini bersarang di bahunya! Tu-
buhnya terhuyung-huyung beberapa langkah dan bahu-
nya sakit bukan main!
"Perempuan bedebah!" maki Gempar Bumi. Mulutnya
komat kamit, tubuhnya membungkuk hampir sebungkuk
Inyak Nini sedang kedua tangan terkembang kemuka
dengan sepuluh jari-jari menekuk!
Inyak Nini maklum kalau lawan hendak keluarkan jurus
ilmu silat yang hebat. Maka tidak menunggu lebih
lama dia mendahului menyerang dengan pedang di ta-
ngan! Dalam detik itu pula penulis epilepsi keluarkan suara
keras macam harimau meraung dan tubuhnya berke-
lebat ke depan! Gerakan kedua tangannya asing seka»
bagi Inyak Nini, suara seperti harimau meraung yang ke
luar dari mulut penulis epilepsi membuat perempuan tua
itu terkesiap dan bergidik!
Kemudian terdengarlah pekik perempuan tua itu!
Dan menyusul pula pekik Mayang yang melihat
paras gurunya berlumuran darah mengerikan!
Inyak Nini terhuyung-huyung sampai lima langkah
ke belakang. Kulit mukanya terkelupas dalam lima guratan
yang dahsyat, parasnya berselomotan darah sedang
pedang perak di tangan kanannya sudah berpindah ke
dalam tangan kanan Gempar Bumi! Sungguh dahsyat
jurus "Mencakar Kepala Ular pemusnah , Merampas Busur Pe-
manah", yang telah dilancarkan penulis epilepsi tadi.
Jurus itu adalah salah satu jurus terhebat dari "Ilmu Silat
Harimau".
"Apakah masih belum mau bunuh diri?!" ejek Gem-
par Bumi.
Inyak Nini tidak menjawab. Lututnya menekuk dan
tubuhnya perlahan-lahan turun ke bawah macam orang
hendak roboh. Tapi mendadak diiringi satu lengkingan
dahsyat perempuan ini melompat ke muka, hantamkan
kedua tinju kiri kanan dan lancarkan dua tendangan su-
86
sul menyusul! Ini adalah satu serangan percuma saja.
Rasa marah, dendam kebencian yang bertumpuk di hati
Inyak Nini membuat dia lupa memperhitungkan bahwa
lawannya tidak lagi bertangan kosong saat itu, tapi
menggenggam pedang perak miliknya sendiri!
Sekali penulis epilepsi memutar pedang, maka terde-
ngarlah raungan Inyak Nini. Kedua lengannya terbabat
putus, salah satu kakinya luka parah!
Mayang menjerit lalu menangis tersedu-sedu!
Inyak Nini terhampar di lantai pondok. Tubuhnya
berkelojotan beberapa detik kemudian diam tak berkutik
lagi
penulis epilepsi melangkah cepat-cepat ke hadapan
tubuh Mayang dan memanggul gadis yang telah hilang
keperawanannya itu.
"Bunuh aku! Bunuh aku keparat!"
"Kau terlalu banyak rewel!" hardik Gempar Bumi
dan menotok jalan darah di leher Mayang hingga Mayang
di samping, kaku tak bisa bergerak kini juga tak dapat ke-
luarkan suara!
Di ambang pintu penulis epilepsi hentikan langkahnya
dan memandang dengan sorot mata melotot pada Sati
yang berdiri dengan paras pucat.
"Kesalahanmu terlalu besar Sati...!"
Sati menjatuhkan dirinya dan menangis macam
anak kecil. "Harap kau sudi mengampuni aku. Gempar
Bumi," pintanya.
"Aku ampuni jiwamu! Tapi lekas korek salah satu
matamu yang suka mengintip itu! Lekas!"
"Gempar Bumi!" Sati menggerung dan bersujud.
"Keparat! Lekas korek matamu," bentak Gempar
Bumi. "Atau aku sendiri yang akan mengorek kedua-
duanya sekaligus?!"
Sati maklum tak ada lagi keringanan baginya. Dari-
pada hilang dua mata atau hilang jiwa lebih baik dia
cepat-cepat mengorek salah satu matanya! Dengan jari-
jari tangan kanan Sati kemudian menusuk mata kirinya.
"Craas!"
Biji mata itu mencelat ke luar bersama busaian da-
rah. Sati terduduk di ambang pintu; merintih-rintih me-
nahan sakit yang tiada taranya!
"Itu lebih bagus bagimu daripada mampus!" kata
penulis epilepsi pula. Lalu dengan tubuh Mayang di bahu-
nya dia segera hendak tinggalkan tempat itu. Namun
langkahnya terhenti. Kedua kakinya laksana dipakukan
87
ke tanah! Di Timur pondok terdengar suara orang mem-
bentak.
"Manusia jahanam! Berani bergerak satu langkah
saja kupecahkan batok kepalamu!"
Waktu suara teriakan orang di malam buta itu belum
habis gemanya ketika tahu-tahu sesosok tubuh sudah
berdiri tujuh langkah di hadapan Gempar Bumi!
Paras penulis epilepsi mendadak sontak berubah pucat
putih laksana kain kafan! Mayang dengan susah
payah coba putar mata memandang ke muka! Satu
harapan muncul di hatinya sewaktu melihat bahwa yang
datang itu benarlah orang yang diduganya. Kalau saja
mulutnya sanggup bersuara pastilah dia akan berseru
memanggil nama orang itu!
"Turunkan gadis itu...! Cepat!"
"Bangsat! Dia milikku! Kalau kau inginkan dia silah-
kan ambil sendiri!" jawab Gempar Bumi. Lalu tak ayal
lagi segera dia cabut Keris "penulis gay ".
"Dajal bermuka manusia, kali ini jangan harap ada
ampun bagimu!" Orang ini hantamkan tangan kanannya
ke arah kaki Gempar Bumi. Satu gumpalan angin yang
bertepemusnah tiga perempat tepemusnah dalam menyambarde-
ngan cepat! penulis epilepsi buru-buru melompat. Teng-
kuknya terasa dingin ketika memandang ke bawah dan
melihat bekas angin pukulan lawan! Tanah dan pasir ber-
muncratan. Sebuah lobang besar kelihatan di tanah! Itu-
lah akibat pukulan "Kunyuk Melempar Buah" yang telah
dilepaskan oleh si pendatang tadi yang bukan lain Pen-
dekar barbel Maut pemusnah pemusnah 10000 an bobo anak manusia adanya!
Menghadapi lawan tangguh berkepandaian tinggi
dengan memanggul tubuh Mayang tentu saja sangat ber-
bahaya bagi Gempar Bumi. Maka sebelam bobo kembali
lancarkan serangan. penulis epilepsi sudah meletakkan
tubuh Mayang di tanah.
Sesaat kemudian terjadilah pertempuran yang hebat!
Kalau dalam pertempuran pertama dulu kelihatannya agak
seimbang itu adalah karena bobo masih memberi hati
terhadap Gempar Bumi. Tapi hati ini tak ada lagi segala
macam belas kasihan di hati Pendekar 10000 an bobo anak manusia .
Melihat tubuh Mayang yang hanya tertutup sehelai mantel
dia sudah tahu apa yang dilakukan penulis epilepsi terhadap
gadis itu!
Sebenarnya, di satu tempat pada malam itu bobo sudah
berniat menghentikan pengejarannya terhadap Gempar
Bumi. Sementara dia mencari tempat yang baik untuk tidur
88
tapi lapat-lapat didengarnya suara teriakan, suara
pekik raungan. Suara itu didengarnya sampai berulang
kali dan dari arah yang sama! Penuh curiga, bobo lak-
sana terbang segera lari ke jurusan sumber suara. Dia
berada beberapa puluh tombak, di satu pedataran tinggi
sewaktu di ambang pintu sebuah pondok yang diterangi
oleh pelita dilihatnya berdiri seorang laki-laki berpakaian
hitam, memanggul sesosok tubuh! Meski dalam jarak se-
jauh itu bobo tak dapat melihat jelas tampang manusia itu
namun dia yakin, orang ini pastilah Gempar Bumi!
Keris hitam di tangan penulis epilepsi laksana puluhan
buah banyaknya. Serangannya mencurah seperti hujan
deras! Tak jarang sekaligus dia mengirimkan beberapa
buah tusukan dalam satu jurus serangan! Betapapun
hebatnya Gempar Bumi, namun segala kehebatannya Hu
hanya sepuluh jurus saja sanggup diperlihatkannya. Jurus-
jurus berikutnya dia telah kena didesak hebat oleh
permainan silat "Orang Gila" yang mulai dikembangkan
bobo . Dalam keadaan terdesak penulis epilepsi lepaskan...
senjata rahasianya. Tapi tiada guna Sekali bobo hantamkan
telapak tangan kirinya ke muka jarum-jarum hitam itu
bermentalan kian ke mari!
"Aku minta tangan kirimu dulu, Gempar bumi!" kata
bobo . Tubuhnya maju cepat ke muka dalam gerakan yang
terhuyung-huyung. Gerakan ini bagi penulis epilepsi me-
rupakan suatu gerakan yang sangat mudah untuk di-
serang! Segera dia tusukkan Keris Penyingkir Jiwa ke
dada lalu setengah jalan robah menusuk ke kepala! Namun
dalam gerakan yang tak teratur bobo berhasil mengelit
tusukan itu.
Dan penulis epilepsi memekik keras sewaktu tahu-
tahu tangan lawan telah mencengkeram lengan kirinya!
penulis epilepsi menusuk lagi dengan kalap. Tapi
tubuhnya terbanting ke kanan dan "Kraak!"
"Suara "kraak" itu disusul dengan suara pekikan se-
tinggi langit dari mulut Gempar Bumi! Lengan kirinya se-
batang bahu tanggal, daging dan urat-urat berbusaian!
Darah memancur! Laki-laki ini menjerit-jerit kesakitan!
"Berteriaklah memanggil majikanmu Datuk Sipa-
toka!" ejek bobo . Tiga jari tangan kirinya menyusup ke
depan.
"Kraak!"
Untuk kedua kalinya terdengar lagi pekik Gempar
Bumi. Dua buah tulang iganya yang sebelah kanan
patah!
89
"Kau akan mampus dengan menderita lebih dulu,
penulis epilepsi keparat! Kau akan terima imbalan atas
dosa-dosa kejimu!" Kembali dengan mengeluarkan
jurus-jurus silat Orang Gila yang dipelajarinya dari Tua
Gila, bobo tusukkan lagi dua jari tangan kanannya.
"Craas!"
, penulis epilepsi melolong.
Biji matanya yang sebelah kanan berbusaian keluar.
Tubuhnya terhuyung nanar.
"Sati! Bantu aku!" teriak Gempar Bumi.
Tapi Sati sudah sejak lama terhampar di muka pintu
pondok dalam keadaan pingsan!
"Kenapa tidak minta bantuan pada setan-setan
penghuni sekitar tempat ini?! Bukankah kau manusia tu-
runan iblis juga hah?!" bentak bobo dan melangkah men-
dekati Gempar Bumi.
penulis epilepsi mundur terus. Tiba-tiba kakinya meng-
injak sesuatu dan tak ani pun lagi tubuhnya tergelimpang
jatuh punggung menimpa sesosok tubuh. Muianya di-
sangkanya, tubuh yang terhimpit badannya itu adalah tu-
buh Sati tapi ketika ditolehnya ternyata tubuh Mayang.
Satu pikiran terlintas di kepala Gempar Bumi. Meski
bagaimanapun dia tak ada harapan untuk hidup!
"Pemuda keparat! Kau inginkan perempuan ini!
Ambillah!" teriak penulis epilepsi dan serentak dengan itu di-
hunjamkannya Keris penulis gay ke dada Mayang!
Laksana orang kemasukan setan bobo anak manusia me-
raung! Seantero bergetar! Sinar putih melesat menyam-
bar ke arah Gempar Bumi! Laki-laki ini coba membuang
diri ke samping untuk menghindarkan Pukulan Sinar Ma-
tahari itu tapi sia-sia saja! Sebagian dari tubuhnya kena
tersambar dan hangus hitam! penulis epilepsi menjerit.
Terguling di tanah sampai enam tombak dan mengerang
kesakitan. Meski dalam beberapa kejap mata lagi Gem-
par Bumi akan segera menghembuskan nafas peng-
habisan namun bobo masih belum puas. Dia melompat
ke muka, mencengkeram rambut dan dada Gempar
Bumi. Terdengar suara patahnya tulang leher manusia
terkutuk itu! Tamatlah riwayat kedurjanaan Gempar
Bumi!
bobo anak manusia lari menghampiri Mayang. Dipangku-
nya gadis ini. Darah telah membasahi dada yang tiada
tertutup apa-apa. bobo tak mem perduIikan darah yang
membasahi pula pakaiannya.
"Mayang..." bisiknya.
"Mayang," panggil bobo lebih keras. Diusapnya ke-
ning dan rambut perempuan itu. Sepasang mata Mayang
membuka sedikit. Yang kelihatan lebih banyak putihnya
daripada hitamnya.
"Wi... ro...." Mata yang sudah mengabur itu masih
sanggup juga mengenali wajah di depannya. "Sakit sekali
rasa... nya...."
"Kau... kau akan kuobati. Kau akan sembuh," kata
Pendekar 10000 an tersendat-sendat karena dia tahu kata-
katanya itu tak bakal menjadi kenyataan.
Mayang juga tahu ajalnya akan sampai. Seulas
senyum muncul di bibirnya. Dan pada kejap matanya di-
tutupkan, nafasnya berhenti. Malaekat maut telah meng-
ambil nyawanya. Dia mati dengan senyum masih mem-
bayang di bibirnya yang mungil dan agak membuka se-
dikit. bobo tak tahu entah sudah berapa lama dia merang-
kuli tubuh yang tidak bernafas dan mulai mendingin itu.
Dia baru sadar ketika di ufuk Timur kelihatan sinar te-
rang. Ternyata fajar telah menyingsing. Dipandanginya
lagi wajah Mayang dikeheningan pagi yang segar. Per-
lahan-lahan ditundukkannya kepalanya dan diciumnya
bibir yang membuka itu dengan segala rasa kasih dan
mesra. Kemudian diangkatnya tubuh Mayang, dibawa-
nya ke pondok. Di pintu pondok tergelimpang tubuh Sati
yang masih dalam keadaan pingsan. bobo gerakkan kaki
kanannya. Tubuh Sati mencelat mental, dadanya remuk.
Dan kalau tadi tubuhnya tak bergerak karena pingsan
maka kali ini tubuh itu tak berkutik lagi tanpa nafas!
Di dalam pondok bobo menemui mayat seorang pe-
rempuan tua: Dia tak tahu siapa perempuan tua ini ada-
nya tapi sepintas lalu saja bobo sudah maklum bahwa pe-
rempuan tua itu seorang yang berilmu tinggi dan dari go-
longan putih. Karenanya sesudah menggali kubur untuk
Mayang, digalinya lagi sebuah kubur lain untuk perem-
puan tua itu. Dan bila sang surya muncul menerangi ja-
gad raya maka di muka pondok di tepi sungai itu
kelihatanlah dua buah kuburan saling berdampingan....
91
Matahari berada di titik tertingginya tanda saat itu tengah
hari tepat. Angin dari barat bertiup keras, menggoyang dan
melambai-lambaikan segala daun-daun pepohonan hingga
menimbulkan suara gemerisik yang keras. Pendekar 10000 an
bobo anak manusia berdiri di satu pedataran tinggi. Tak d i perdu I
ikannya keterjkan sinar matahari. Tak diacuhkannya butir-
butir keringat yang turun mendekati alis matanya yang
tebal. Juga tak di perdulikannya hembusan angin yang
keras. Seperti tak terdengar di telinganya suara gemerisik
daun-daun pepohonan. .
Sepasang mata dan perhatian Pendekar 10000 an tertuju
lurus-lurus ke muka. Jauh di hadapannya menjulang se-
buah bukit putih. Oi sebelah Timur kaki bukit putih tam-
pak sebuah bangunan besar yang juga berwarna putih,
dikelilingi oleh pagar tinggi putih. bobo memandang lagi
ke bukit putih itu. Dia tahu bukit itu kalau didekati bukan
lain dari tumpukan tulang belulang dan tengkorak manusia
yang jadi korban Datuk penulis gila dan anak buahnya! Berapa
ribukah manusia yang telah menjadi korban keganasan
itu?! Berapa ribukah tulang belulang dan tengkorak
manusia ditumpuk demikian rupa hingga kemudian
menjadi sebuah bukit yang mengerikan? Bukit Tambun
Tulang?!
bobo memperhatikan baik-baik rumah besar dan se-
kitarnya. Rumah besar ini beratap seperti tanduk kerbau.
Pada masing-masing ujung terdapat sebuah tangga se-
dang di bagian samping terdapat lagi empat buah tangga
yang menghubungkan tanah dengan pintu rumah besar.
Yang membuat bobo anak manusia merasa aneh ialah ka-
rena matanya tidak melihat seorang manusia pun baik di
dalam atau di luar pagar putih yang tinggi itu! Kenapa
suasana begini tenangnya di tempat yang dikabarkan
paling mengerikan dan membawa maut?! Atau mungkin
itu bukan bukit Tambun Tulang yang di hadapannya?!
bobo tak mau membuang waktu lebih lama untuk
92
tenggelam dalam Segala macam pikiran begitu rupa. Di-
perbaikinya letak barbel Maut pemusnah pemusnah 10000 an yang tersi-
sip di pingang di balik baju putihnya. Kemudian diambil-
nya buntalan yaag terletak dekat kakinya dan sekali ber-
kelebat dia sudah melompat sejauh delapan tombak, te-
rus lari laksana tiupan angia menuruni lereng pedataran
tinggi.
Ketika dia sampai ke pagar putih itu suasana masih
tenang-tenang saja seperti sediakala. Dan waktu me-
mandang ke muka terkejutlah bobo . Ternyata pagar putih
itu terbuat dari susunan tulang belulang dan tengkorak
manusia! bobo tekaakaa telapak tangan kirinya ke pagar
tulang belulang dan «jeodareng. Astaga! Pagar itu ko-
koh luar biasa! bobo lipat gandakan tepemusnah dalamnya!
Tetap saja pagar itu tak bergerak apalagi bobol!
bobo memandang berkeliling lalu mendongak ke
atas. Menurut taksirannya pagar itu setinggi dua puluh
tombak lebih. Bagian atasnya rata oleh susunan teng-
korak kepala manusia. bobo melompat ke cabang se-
buah pohon besar. Dia melompat-lompat di atas cabang
itu beberapa kali untuk menambah daya lenting cabang
lalu dengah satu gerakan yang lebih keras maka tubuh-
nya terlempar melesat ke atas susunan tengkorak. Se-
telah meneliti beberapa saat lamanya baru bobo me-
layang turun ke halaman dalam
Begitu kakinya menginjak tanah kembali dia meneliti
keadaan sekitarnya. Rasa ngeri menyelinap di hati
pendekar ini sewaktu mengetahui bahwa rumah besar
yang terletak tiga puluh tombak di hadapannya ternyata
dari tiang-tiang sampai ke atapnya terbuat dari tulang
belulang dan tengkorak manusia!
Belum lagi Pendekar 10000 an sempat menindas rasa
ngeri ini mendadak semua pintu dan jendela-jendela ru-
mah besar terpentang lebar! Terdengar suara mengaum
dahsyat laksana halilintar! Tanah yang dipijak bobo Sa-
bleng bergetar hebat! Sekejap kemudian dari pintu-pintu
dan jendela-jendela rumah besar berserabutan ke luar
puluhan ekor harimau besar, mengaum memperlihatkan
taringnya yang besar runcing lalu serempak menyerbu
ke arah bobo anak manusia !
bobo sadar kalau dia lelah masuk ke dalam perang-
kap kematian! Segera dia songsong serangan harimau
itu sekaligus! dengan dua pukulan "Kunyuk Melempar
Buah!" Belasan harimau terdorong dan terpelanting tapi
sesaat kemudian dengan serempak mereka telah me-
nyerang kembali! Dan sewaktu sekilas bobo memandang
berkeliling kejutnya bukan olah-olah! Seluruh halaman
itu telah penuh dengan harimau! Dia merasa laksana ber-
ada di tengah lautan harimau! Dan kesemua binatang itu
sama-sama menyerbu, bersirebut Cepat untuk merobek
atau menerkam tubuhnya!
Melihat gelagat maut ini bobo segera cabut barbel
pemusnah pemusnah 10000 an. barbel di tangan kanan dan Pukulan
Sinar Matahari siap di tangan kiri maka bobo anak manusia
mulai bergerak menghadapi puluhan harimau!
Melihat kilauan dan angin deras ganas yang keluar
dari barbel pemusnah pemusnah 10000 an, binatang-binatang itu tampak
tertegun dan bersurut mundur. Tapi cuma beberapa ke-
tika saja. Sesaat kemudian mereka sudah menggerung
dan menyerbu kembali. bobo kiblatkan barbel pemusnah Geni
10000 an dan hantamkan tangan kiri! Lima ekor harimau me-
ngaum dahsyat dan rebah bermandikan darah kena di-
sambar barbel pemusnah pemusnah 10000 an. Kira-kira selusin lainnya
mati hangus dilanda Pukulan Sinar Matahari! Jika dia
menghadapi seorang manusia mungkin dia sudah ber-
tempur seratus jurus lebih! Puluhan ekor harimau telah
dttewaskannya! Namun yang masih tinggal menyerang
lebih ganas lagi laksana kemasukan roh gaib karena
melihat genangan darah kawan-kawan mereka!
bobo putar terus barbel pemusnah pemusnah 10000 an dan tangan
kirinya tiada henti memukul ke depan atau ke belakang.
Akhirnya lima belas ekor harimau yang masih hidup
yang menjadi ngeri melihat amukan pemuda ini bersurut
mundur. Setelah sama-sama menggerung kesemuanya
melompat masuk ke dalam rumah besar dan di saat itu
pula semua jendela serta pintu tertutup kembali! Melihat
ini bobo segera tahu bahwa seseorang telah menggerak-
kan alat rahasia untuk membuka dan menutup pintu!
Tapi di mana orangnya sembunyi dia tidak tahu. Dan
agaknya bobo tidak memperdulikan lagi hal itu. Tubuh-
nya terasa letih! Keringat membasahi pakaiannya. Tu-
lang-tulangnya laksana bertanggalan dari persendian.
Kejurusan mana saja dia memandang hanya bangkai-
bangkai harimau yang kelihatan. Dan suasana yang di-
liputi kesunyian itu membuat bobo benar-benar jadi ber-
gidik! Keletihan membuat dia duduk terhenyak di tanah.
Sambil mengatur jalan nafas dan darah serta mengem-
balikan tepemusnah nya kedua matanya senantiasa berlaku
awas. Entah perangkap apa lagi yang bakal meng-
94
hadangnya!
Bila dirasakannya kekuatannya sudah putih maka
bobo segera menyelidiki keadaan rumah besar tempat
sarang harimau-harimau itu. Tak kelihatan tanda-tanda
adanya manusia di situ tapi bobo yakin bahwa setiap
gerak pasti tengah diawasi orang dari tempat yang ter-
sembunyi! Sementara itu kedua kakinya telah kotor oleh
genangan darah harimau dan tanah yang sudah menjadi
lumpur akibat darah binatang-binatang itu!
bobo anak manusia akhirnya hentikan penyelidikan. Dia
mendongak ke atas, dengan kerahkan tepemusnah dalam dia
berteriak:
"Datuk penulis gila ! Beginikah caranya kau menyambut
tamu yang datang untuk menyelesaikan urusan? Harap
ke luar perlihatkan dirimu...!"
Baru saja bobo berteriak begitu tiba-tiba dirasakannya
tanah berlumpur yang dipijaknya bergetar. Kedua kakinya
laksana disedot! bobo melompat ke salah sebuah tangga
rumah besar yang terbuat dari tulang! Kejutnya bukan alang
kepalang. Halaman di mana bergelimpangan puluhan
harimau itu kelihatan mencekung memanjang dari Utara ke
Selatan dan pada pusatnya membentuk sebuah lobang
besar. Telinganya menangkap suara berkereketan. Astaga
rumah besar di mana dia berada sedikit demi sedikit
amblas sedang bangkai-bangkai harimau bergelindingan ke
pusat cekungan.
"Gendeng betul!" maki bobo . Cepat-cepat dia melompat
ke atas atap rumah yang berbentuk tanduk ker bau dan dari
sini melompat lagi ke puncak pagar tengkorak! Sewaktu dia
sampai di atas puncak pagar da memandang ke bawah,
seperti mimpi dia rasanya. Rumah besar dan bangkai-
bangkai harimaa lenyap! Yang kelihatan kini ialah sebuah
halaman rata yang tertutup rumput hijau! bobo menggosok
matanya Digigitnya bibirnya. Terasa sakit. Dia tidak
bermimpi! Tapi bagaimana keanehan ini bisa terjadi?!
Dalam selubungan rasa heran dan terkejut itu tiba-tiba
dia melihat sebuah pintu di kaki pagar sebelah Timur. Tadi
sama sekali tidak dilihatnya pintu itu, kini kenapa tahu-tahu
sudah terpampang begitu rupa! Lagi-lagi, keanehan yang
tak bisa dimengerti oleh bobo . Dan mendadak pintu itu
terbuka. Wira cepat raba barbel pemusnah pemusnah 10000 an-nya.
Ampun! Yang muncal bukan bahaya yang dikhawatirkannya
tapi dua orang gadis jelita berpakaian kuning
bergemerlapan ditimpa sinar matahari. Keduanya
melangkah di halaman berumput dan berhenti cepat di
95
tengah-tengah. Mereka mendongak ke arah ujung pagar
tempat bobo berdirj dengan bantalan di tangan kiri lalu
salah seorang di antaranya berseru.
'Tamu berpakaian putih-putih silahkan turun!"
"Kalian siapa?!" tanya bobo .
"Kami adalah pesuruh-pesuruh Datuk penulis gila !"
"Kalau begitu katakah padanya bahwa aku hendak
bertemu dengan dia."
'Turunlah! Kami antarkan kau padanya!"
bobo berpikir sejenak. Seruan dara jelita itu kerasnya
bukan main, menggetarkan pagar tulang belulang di mana
dia berada. Bukan mastahil dengan mengandalkan kedua
dara berbaju kuning ini musuh hendak memasang
perangkap baru baginya!
"Suruh saja Datuk penulis gila datang ke sini!" ujar bobo .
Jelas kelihatan pembahan pada wajah kedua dara
berpakaian kuning.
"Nyalimu besar sekali! Tapi mengapa disuruh turun
untuk diantar menghadap Batak penulis gila kau tak
mempunyai keberanian sama sekali?!"
"Sialan! Kalau aku tak punya keberanian masakan mau
datang kemari?! Lekas panggil Datukmu! Katakan aku
membawa oleh-oleh bagus untuknya!"
Kedua dara berpakaian kuning kerutkan kening. Yang
seorang, yang sejak tadi berdiam diri saja tiba-tiba buka
mulut keluarkan suara:
"Sekali kau bisa datang ke sini jangan kira sanggup
ke luar hidup-hidup!"
bobo anak manusia tertawa. "Setiap ada datang musti ada
pergi! Setiap ada masuk musti ada keluar!"
Si dara baju kuning mendengus.
"Apa matamu buta, tidak melihat keadaan sekitarmu?!"
bobo tersentak dan memandang berkeliling. Tak ada
hal-hal yang mencurigakan yang dilihatnya. Tapi hidungnya
mencium hawa aneh yang membuat sendi-sendi di sekujur
tubuhnya menjadi linu kesemutan dan jantungnya bergetar.
Ditelitinya lagi keadaan sekelilingnya. Dan kali ini
terkejutlah dia! Sekeliling pagar tinggi itu terselimut
semacam asap tipis yang tak akan kelihatan bila tidak
diperlihatkan sungguh-sungguh. Asap tipis aneh inilah yang
mengeluarkan hawa yang tercium oleh bobo .
Di bawahnya terdengar suara bergelak sang dara baju
kuning.
"Sekali kau berani melompat coba menerobos Asap
Seribu Tulang itu, kau akan lumpuh cacat seumur hidup!
96
Lekas turuni"
bobo tahu bahwa ucapan itu bukan sekedar untuk
menakut-nakutinya. Dia telah rasakan sendiri kehebatan
asap itu. Pemandangannya agak berkunang-kunang se-
dang debaran jantungnya bertambah keras! Heran, pa-
dahal dia telah digembleng demikian rupa hingga kebal
terhadap segala macam racun tapi mengapa asap seribu
tulang itu masih sanggup mempengaruhinya?!
Dengan kertakkan rahang bobo anak manusia melompat
turun. Untuk beberapa detik lamanya dia saling pandang
memandang dengan kedua dara baju kuning. Dan dalam
hatinya bobo berkata: "Buset, gadis-gadis begini cantik
jadi pesuruh Datuk penulis gila ! Geblek betul!" Agaknya ke-
dua gadis pun lelah terpesona melihat kegagahan tam-
pang Pendekar 10000 an. Namun yang seorang segera mem-
bentak:
"Lekas ikut kami!"
"Awas! Kalau kalian menjebakku, kalian akan mam-
pus percuma!" peringatkan bobo .
Kedua gadis tak berkata apa-apa dan melangkah
menuju pintu di sebelah Umur, bobo mengikuti di be-
lakang penuh waspada. Tangan kanannya senantiasa
siap dekat hulu barbel pemusnah pemusnah 10000 an untuk menjaga se-
gala kemungkinan yang ada! Mereka memasuki pintu di
sebelah Timur pagar tulang belulang. Begitu masuk be-
gitu pintu tertutup dengan sendirinya. bobo melipat gan-
dakan kewaspadaannya. Sepuluh langkah meninggal-
kan pintu terdapat tangga tulang yang menurun ke ba-
wah, disusul oleh sebuah lorong sepanjang dua puluh
tombak. Lorong itu kemudian bercabang dua. Kedua
dara baju kuning membelok ke kiri. bobo mengikuti.
Tengkuknya terasa dingin sewaktu memasuki lorong ini.
Lorong ini baik bagian lantai maupun atas serta samping
dilapisi dengan tulang-tulang manusia, dihias dengan
beberapa tengkorak kepala yang dibuat sedemikian rupa
hingga seperti bunga!
Lewat sepeminum teh bobo merasa tambah tidak
enak.
"Ini ke mana?!" tanyanya.
"Jangan banyak tanya! Ikut sajalah!" sentak dara
baju kuning paling muka.
Tak lama kemudian lorong Hu sampai juga ke ujungnya.
Sebuah pintu gerbang kelihatan di depan, dikawal oleh dua
orang dara berbaju kuning dan dua ekor harimau yang luar
biasa besarnya, jauh lebih besar dari harimau-harimau yang
97
telah dihadapi bobo sebelumnya! Ketika bobo memandang
ke bagian atas pintu gerbang tulang belulang ilu, di situ
terdapat rentetan huruf-huruf yang terbuat dari tulang-
tulang iga manusia yang berbunyi : ISTANA penulis gila .
Pintu gerbang Hu diberi hiasa gaba-gaba untaian
tulang-tulang manusia. Kedua gadis menyibakkan gaba-
gaba ini laju memberi jalan pada bobo anak manusia .
Pendekar 10000 an tak segera masuk. Dia memandang ke
dalam dengan mata menyelidik dan terkesiap. Di hadapan
pintu gerbang itu terhampar sebuah halaman berumput
yang dihias arca-arca besar yang terbuat dari tulang
belulang! Di seberang halaman berumput kelihatan bagian
depan sebuah bangunan yang sangat indah yang atapnya
berbentuk tanduk kerbau. Seluruh bangunan terbuat dari
tulang putih, diukir-ukir. Meskipun indah tapi keindahan itu
dibayangi kengerian bagi Pendekar 10000 an.
"Ayo masuk!" seru dara baju kuning.
bobo menggigit bibir. Meski hatinya bimbang untuk
masuk tapi sudah terlambat untuk kembali. Dengan kuat-
kan hati besarkan nyali tapi juga penuh waspada Pendekar
10000 an memasuki pintu gerbang Istana penulis gila .
98
Sampai di hadapan tangga gedung besar dari tulang
belulang kedua gadis baju kuning hentikan langkahnya.
'Terus masuk ke ruang tengah. Datuk penulis gila telah
menanti kedatanganmu!" kata salah seorang dari dara-
dara baju kuning.
"Kalian sendiri mau ke mana?"
"Apa urusanmu?!"
bobo memaki dalam hati. Sepasang matanya meneliti
suasana sebentar lalu menaiki tangga. Dilewatinya
ruangan muka dan sesaat kemudian dia sudah berada di
satu ruangan tengah yang amat luas. Kira-kira dua puluh
orang kelihatan duduk di ujung dalam ruangan, di atas
kursi-kursi yang terbuat dari tulang-tulang kaki, tulang iga
dan tulang punggung manusia! Semuanya berpakaian
hitam, hanya seorang yang berpakaian lain dari yang lain.
Orang yang berpakaian lain dari yang lain ini duduk
di deretan terdepan sebelah tengah. Tubuhnya cebol se-
kali, demikian cebolnya hingga kedua kakinya tidak
mencapai lantai ruangan! Tidak berpadanan dengan tu-
buhnya yang cebol itu, kepalanya amat besar sekali, de-
mikian juga telinganya. Rambutnya panjang menjulai
bahu, kumis tebal melintang dan janggut macam janggut
kambing! Sepasang matanya yang merah menyorot ta-
jam, keseluruhan air muka manusia ini membayangkan
kebengisan!
Inikah Datuk penulis gila ? Pikir bobo . Kalau betul maka
melesetlah dugaannya. Sebelumnya dia menduga ma-
nusia bernama Datuk penulis gila itu bertubuh tinggi kekar,
tapi nyatanya cebol begitu rupa.
Di samping potongan tubuh dan raut wajahnya yang
bengis itu ada beberapa hal yang menjadi perhatian bobo
anak manusia . Yang pertama ialah pakaian manusia cebol ini.
Dia mengenakan jubah pendek macam rok bertangan
panjang yang terbuat dari kulit harimau, kuning berbelang
hitam. Di seluruh pakaiannya ini bergantungan puluhan
keris-keris emas berhulu gading, tanpa sarung dan
panjangnya kira-kira tiga perempat jengkal! Itulah hal
kedua yang menarik perhatian bobo . Hal ketiga ialah
kedua tangan manusia ini yang berwarna hitam legam
tanda dia memiliki semacam ilmu pukulan yang hebat
dan mengandung racun jahat!
bobo berdiri di tengah ruangan besar itu, sejauh dua puluh
tombak dari deretan kursi terdepan. Suasana sesunyi di
pekuburan. Tak ada yang bergerak, tak ada yang buka
suara. Hanya pandangan-pandangan mata yang saling
bentrokan dengan pandangan mata bobo anak manusia ! Ketika
hampir setengah peminum teh suasana masih sunyi juga,
bobo akhirnya berkata:
"Apakah aku berhadapan dengan Datuk penulis gila
dari Tambun Tulang?!"
Si tubuh cebol kepala besar memandang lekat-lekat
pada bobo lalu tengadahkan kepala dan tertawa gelak-
gelak! Suara tertawanya demikian dahsyat hingga meng-
getarkan sekujur tubuh bobo anak manusia dan menyendat-
nyendat jalan darahnya. Buntalan di tangan kirinya kalau
saja tidak dipegangnya erat-erat pastilah akan terlepas!
bobo kaget bukan main! Cepat-cepat dia kuasai jalan
darah dan kerahkan tepemusnah dalam untuk menolak
gempuran suara tawa yang dahsyat itu.
"Istana penulis gila di bawah bukit Tambun Tulang!
Siapa datang jangan harap bisa pulang!" si cebol kepala
besar tiba-tiba keluarkan suara. Kata demi kata yang di-
ucapkannya itu laksana genta yang memukul jalan pen-
dengaran bobo anak manusia hingga kembali pendekar ini me-
rasa tergetar sekujur tubuhnya. Cepat-cepat pula bobo
lipat gandakan tepemusnah dalamnya kembali.
Dan di hadapan sana Datuk penulis gila kembali buka
suara. Ucapan-ucapannya laksana bait-bait pantun.
"Delapan puluh lima harimau pengawal Istana penulis gila
telah musnah! Halaman luar banjir darah! Entah apa
pangkal sebabnya. Hingga tamu tak dikenal berbuat
demikian rupa?!"
bobo kerenyitkan kening mendengar ucapan-ucapan
berpantun ini. Setelah merenung sejenak maka dia pun
menjawab dengan ucapan berpantun pula!
"Jauh berjalan menyeberangi samudera. Mengarung
maut mengadu jiwa. Kalau tidak ada pangkal sebabnya.
Masakan mau berbuat sedemikian rupa?"
Semua orang kelihatan saling berpandangan sedang
Datuk penulis gila sendiri naikkan sepasang alis matanya.
Dan saat itu bobo berkata pula:
"Delapan puluh lima harimau mati percuma! Pemiliknya
100
bertanya berpura-pura. Kenapa tamu tak dikenal berbuat
begitu rupa? Padahal dia yang memulai silang sengketa?!"
Datuk penulis gila berbatuk-batuk lalu menjawab:
"Silang sengketa apa gerangan adanya! Berhadapan pun
baru hari ini! Kalau sudah bosan hidup katakan saja!
Mengapa datang sengaja mencari mati?!"
bobo tertawa mengekeh.
"Datuk penulis gila ! Aku muak bicara berpantun-pantun
macam orang main sandiwara tapi untuk mengusut urusan
yang telah kau buat di Pulau Madura!"
"Urusan apa, hai orang gila?!" tanya Datuk penulis gila yang
saat itu masih merah mukanya karena ucapan bobo tadi.
"Di Pulau Madura kau telah membunuh seorang bernama
saudara Bangkalan dan mencuri sebuah kitab miliknya!"
Paras Datuk penulis gila berubah. Lalu dia tertawa
gelak-gelak untuk melenyapkan perubahan paras itu!
"Jangan bicara tak karuan di sini! Apa kau punya
bukti atas tuduhanmu itu?!"
"Dua buah keris yang menancap di mata saudara Bangkalan
sama dengan keris-keris yang bergelantungan
dipakaianmu!" sahut bobo anak manusia .
"Ocehanmu bagus sekali!" tukas Datuk penulis gila .
bobo menyeringai.
"Kita akan lihat aku yang mengoceh atau kau yang
berkicau macam burung kehilangan sarang!" Habis ber-
kata begitu bobo keruk saku bajunya dengan tangan ka-
nan dan melemparkan sebuah benda ke hadapan kaki
Datuk penulis gila . Benda itu adalah robekan kulit harimau
yang ditemui bobo dipertapaannya saudara Bangkalan di
Pulau Madura tempo hari.
"Itu adalah robekan pakaianmu yang kutemui di
tempat saudara Bangkalan! Apakah kau masih mau mungkir?
Terlalu pengecut seorang sepertimu mencoba untuk
mungkir!"
Air muka Datuk penulis gila membesi.
"Katakan siapa namamu dan apa sangkut pautnya
dengan saudara Bangkalan?!"
"Namaku telah kusampaikan beberapa hari yang lalu
lewat seorang anak buahmu," sahut bobo seraya
memandang berkeliling lalu menunjuk pada seorang laki-
laki yang di keningnya tertera tiga buah angka 10000 an. Laki-
laki inilah yang memiliki pondok di tepi sungai yang telah
dipergunakan penulis epilepsi untuk memperkosa Mayang."
Datuk penulis gila tidak palingkan kepala. Dia memang
telah mendapat laporan dari anak buahnya itu tapi tidak
menyangka kalau inilah pemudanya yang telah "mengukir"
tiga buah huruf itu di kening anak buahnya!
"Dan tentang sangkut pautnya dengan saudara Bangkalan,
bukan urusanmu untuk menanyakan!"
"Pemuda nyalimu setinggi gubug penulis ! Kau toh tidak
mempunyai tiga kepala enam tangan?! Mungkin hendak
mengandalkan ilmu silat dan kesaktian? Jauh-jauh datang
ke mari hanya untuk mencari mati!"
bobo tertawa dingin.
Ini membuat Datuk penulis gila menjadi naik darah. Dia
memandang berkeliling. Namun sebelum dia memerintah
anak buahnya untuk turun tangan bobo anak manusia memotong:
"Datang jauh-jauh aku tidak bertangan kosong, Datuk.
Sengaja aku membawa oleh-oleh untukmu!"
Setelah berkata begitu bobo lemparkan buntalan yang
sejak tadi dipegangnya di tangan kiri.
"Apa ini?!".sentak Datuk penulis gila .
"Silahkan buka sendiri!" jawab bobo seenaknya.
Meski hatinya teramat geram namun Datuk penulis gila
berikan isyarat pada seorang anak buahnya. Anak buahnya
ini segera berdiri dari kursi, melangkah dan membungkuk
membuka ikatan buntalan yang terletak dihadapan kaki
Datuk penulis gila .
Begitu buntalan terbuka maka gemparlah seisi ruangan!
Yang terbungkus dalam buntalan itu ternyata adalah
kepala manusia! Matanya sebelah kanan hanya merupa-
kan rongga besar yang tergenang darah beku dan serabutan
urat-urat. Seluruh muka berselimutkan darah yang
mengering! Meski kepala itu sudah demikian rusak
dan busuk namun tak ada satu orang pun di ruangan ter-
sebut yang tak mengenalinya! Kepala itu adalah kepala
Gempar Bumi! Pembantu utama Datuk penulis gila !
Datuk penulis gila dikungkung pelbagai macam rasa.
Marah, heran, dan entah apa lagi! Mungkin juga dirinya
dirayapi rasa ketakutan! penulis epilepsi adalah pembantu
utamanya yang berkepandaian sangat tinggi di antara
anak buahnya! Tapi tokh dia mati demikian rupa! Dan
siapa lagi kalau bukan pemuda di hadapannya itu yang
telah membunuh Gempar Bumi!
"Bedebah bernama 10000 an! Tak ada jalan lain! Kematianmu
terpaksa kupercepat!" Datuk penulis gila memandang
berkeliling lalu memerintah dengan suara menggeledek:
"Semua yang ada di sini serbu bedebah itu! Hancur
lumatkan tubuhnya hingga jadi debu!"
Maka dua puluh orang laki-laki berseragam hitam
berlompatan dari kursi masing-masing. Enam orang di
antaranya adalah pembantu-pembantu kelas satu de-
ngan gambar kepala harimau kuning besar di dada pa-
kaiannya. Selebihnya pembantu-pembantu biasa tetapi
yang tingkat kepandaiannya tak bisa dianggap sepele!
Ketika menyerbu pembantu-pembantu biasa dan
pembantu-pembantu kelas dua langsung mencabut keris.
Pembantu-pembantu kelas satu hanya mengandalkan
tangan kosong!
Melihat serbuan yang laksana air bah ini bobo
anak manusia bersuit nyaring dan cabut barbel pemusnah pemusnah 10000 an
sedang tangan kiri sudah memutih laksana perak oleh aji
Pukulan Sinar Matahari!
Begitu tawan menyerbu bobo segera bergerak.
Terdengar suara pekikan! Dua orang pembantu kelas satu
terhuyung-huyung, muntah darah dan rubuh! Tiga orang
pembantu kelas dua terduduk di lantai dan rebah tak
berkutik lagi. Empat orang pembantu-pembantu biasa
mencelat mental dan jatuh bergelimpangan di lantai tanpa
nafas!
Datuk penulis gila kaget luar biasa. Anak-anak buahnya
demikian juga bahkan Pendekar 10000 an bobo anak manusia ikut
terkejut!
Waktu lawan-lawan menyerbu, bobo memang sudah
gerakkan kedua tangan tapi sama sekali belum meng-
hantam! Dirasakannya satu sambaran angin luar biasa
dahsyatnya di atas kepalanya lalu beberapa penyerangnya
roboh!
Datuk penulis gila keluarkan sebuah lonceng kecil dan
menggoyang-goyang nya beberapa kali. Empat puluh dara-
dara jelita berseragam kuning muncul dengan pedang di
tangan. Mereka adalah pesuruh-pesuruh istana tapi yang
sekaligus merangkap peliharaan Datuk penulis gila !
"Lepaskan asap seribu tulang! Tutup semua jalan keluar!"
perinlah Datuk penulis gila pada dara-dara itu. Begitu perintah
dikatakan begitu keempat puluh gadis itu lenyap dari
pemandangan bobo anak manusia .
Datuk penulis gila memandang ke langit-langit ruangan di
belakang bobo lalu membentak: "Orang yang sembunyi di
atas loteng silahkan turun perlihatkan diri!"
bobo anak manusia kerenyitkan kening sewaktu dari atas
loteng terdengar suara tertawa bergelak. Dia rasa-rasa
pernah mendengar tawa macam begitu tapi tak bisa men-
duga dengan pasti siapa orangnya!
"penulis gila , kau belum layak melihat diriku!" kata orang
103
yang di atas loteng.
Datuk penulis gila mendelik. Dia berpaling pada keempat
jago kelas satu dan memberi isyarat! Keempat anak
buahnya ini segera melompat ke langit-langit. Tangan
kanan memegang keris sedang tangan kiri menghantam.
Empat larik angin pukulan yang dahsyat menderu ke atas!
Langit-langit yang terbuat dari tulang bobol hancur
berantakan! Tapi bersamaan dengan jatuhnya hancuran
tulang-tulang itu, keempat jago kelas satu itupun terhempas
ke lantai, mengeluh panjang laki muntah darah dan konyol!
Geraham-geraham Datuk penulis gila bergeme Makan.
Anak-anak buahnya saling pandang dengan muka pu-
cat! Dan di loteng tepat di atas Kepala Datuk penulis gila
kembali terdengar suara tertawa bergelak!
"Kurang ajar!" geram Datuk penulis gila . Tangan ka-
nannya bergerak mencabut sepuluh keris emas kecH
yang bergantungan di jubah kulit harimaunya! Sekejap
kemudian senjata-senjata Hu laksana kilat melesat ke
loteng di atas kepalanya!
104
Tapi betapa terkejutnya Datuk penulis gila . Masih setengah
jalan tahu-tahu laksana ranting-ranting kering dilanda angin
puting beliung ke sepuluh keris itu berpelantingan ke
bawah. Dua buah melesat ke arah Datuk penulis gila ,
selebihnya bermentalan ke arah pembantu-pembantunya
yang duduk di kursi! Sekali mengebut kan jubah kulit
harimaunya maka mentallah kedua keris yang menyerang
Datuk penulis gila . Tapi tidak demikian dengan pembantu-
pembantunya! Suara pekik melengking raungan laksana
hendak meruntuhkan langit-langit. Delapan orang terkulai
di kursi masing-masing tanpa bisa bergerak lagi. Mereka
adalah dua orang pembantu kelas satu, empat orang
pembantu kelas dua dan dua orang pembantu biasa! Tubuh-
tubuh mereka ditancapi keris kuning milik Datuk mereka
sendiri! Ada yang menancap tepat di ubun-ubun, ada yang
di muka, di dada dan di perut!
Paras Datuk penulis gila kelam membesi. Mulutnya
berkomat kamit. Janggut dan kumisnya laksana kawat
meranggas karena amarah! Kedua tangannya yang hitam
saling digosok-gosokkan satu sama lain. Sedetik kemudian
dari kedua tangannya itu mengepullah asap hitam yang
berbau busuk!
"Manusia di atas loteng tahukah kau pukulan apa
yang sebentar lagi hendak kulepaskan jika kau tetap
berkeras kepala tidak mau unjukkan diri?!"
Orang di atas loteng tertawa gelak-gelak.
"Dari tempatku ini aku dapat melihat jelas, penulis gila !
Cuma Ilmu Pukulan Hawa Neraka siapa yang takutkan?
Sayang ilmu itu adalah ilmu kesaktian paling hebat yang
terakhir kau miliki Sayang..." dan orang itu tertawa lagi
gelak-gelak lalu menyambungi: “Tapi jika kau mau meng-
adakan perjanjian aku bersedia muncul unjukkan diri!"
"Perjanjian macam mana?!" tanya Datuk penulis gila
seraya hentikan menggosok-gosok kedua telapak ta-
ngannya. Sampai saat itu dia masih tetap duduk di kursi
kebesarannya!
"Kau bertempur sampai seratus jurus melawan pemuda
pakaian putih rambut gondrong itu...!"
bobo anak manusia tersentak kaget.
"Lalu?!" bentak Datuk penulis gila .
"Jika pemuda itu menang, kau harus bunuh diri! Sebelum
bunuh diri kau harus pesankan pada anak-anak buahmu,
pada seluruh isi Istana penulis gila ini untuk memusnahkan
semua bangunan yang ada di sini dan agar mereka semua
kembali ke jalan yang benar!"
"Jika dia yang kalah apa imbalannya?" tanya Datuk
penulis gila .
"Pertama kau boleh bunuh pemuda itu, juga boleh
tamatkan riwayatku. Kedua buku Seribu Macam Ilmu
Pengobatan yang kini ada padaku silahkan kau miliki
untuk selama-lamanya!"
Berubahlah paras Datuk penulis gila . Dia tidak terkejut
pada syarat-syarat perjanjian yang dikatakan. Tapi be-
gitu mengetahui bahwa buku Seribu Macam Ilmu Peng-
obatan berada di tangan orang yang di atas loteng itu
kagetlah dia! bobo anak manusia sendiri terkesiap karena
justru kedatangannya ke Tambun Tulang adalah untuk
mencari buku itu!
"Kurang ajar!" terdengar makian Datuk penulis gila
menggeledek. "Darimana kau ambil buku itu?!"
"Dari dalam kamarmu tentu!" sahut orang di atas
loteng dan tertawa mengekeh. "Bagaimana?!"
Dalam hati Datuk penulis gila mengutuk habis-habisan. Jika
orang itu dapat masuk ke dalam Istana penulis gila dan
mencuri kitab Seribu Macam Ilmu Pengobatan dari dalam
kamarnya, nyatalah kepandaiannya luar biasa sekali dan
dia telah saksikan sendiri tadi! Menurut pandangan Datuk
penulis gila kalau bertempur melawannya belum tentu dia
bisa dikalahkan oleh orang sakti itu. Tapi untuk
mengalahkan lawan bukan hal yang mudah pula bagi
Datuk penulis gila . Dan karena menganggap bobo anak manusia
seorang pemuda yang tak perlu begitu ditakutkan maka dia
pun mendongak ke loteng dan berseru:
"Aku terima perjanjianmu!"
"Bagus! Tapi harap kau sampaikan dulu pesanmu
pada seluruh isi istana ini!" sahut orang yang masih ber-
sembunyi di balik loteng.
"Kentut apa kati kira pemuda tengik itu pasti akan
mengalahkah aku?!" teriak Datuk penulis gila marah.
"Belum tentu memang! Tapi kalau kau tak bersedia
menerima persyaratan berarti perjanjian balai. Dan ter-
paksa buku Seribu Macam Ilmu Pengobatan kubawa pergi!"
106
"Kurang ajar!" maki Patuk penulis gila geram. Tapi dia
kerahkan juga tepemusnah dalam dan berteriak hingga me-
ngumandang ke seluruh pelosok Istana penulis gila .
"Seluruh isi Istana penulis gila . kalian dengarlah pesan
Datukmu ini! Aku akan bertempur melawan seorang pe-
muda tengik yang kesasar datang ke tempat kita! Jika
aku kalah maka kalian harus memusnahkan segala apa
yang ada di sini dan kalian kembali ke dunia luar, ke
dalam jalan yang benar. Sekian!" Datuk penulis gila me-
mandang ke atas dan berseru: "Nah orang di atas loteng,
puaskah kati sekarang?!"
"Puas... puasi" sahut orang itu. Sekejap kemudian diiringi
dengan suara tertawa gelak-gelak maka bobollah langit-
langit ruangan dan sesosok tubuh berpakaian putih
berkelebat dan hampir tak dapat disaksikan oleh mata
saking cepatnya tahu-tahu orang ini sudah duduk menje-
lepok seenaknya di sudut ruangan! Di pangkuannya ada
sebuah kitab. Seisi ruangan terkejut. bobo sampai
ternganga dan garuk-garuk kepala:
"Tua Gila-.." desis Pendekar 10000 an laki cepat-cepat menjura
hormat.
"Ah! Kau masih saja pakai segala macam peradatan
yang membikin muak perutku!" kata orang yang duduk
di sudut ruangan yang memang penulis ayan adanya!
"Hadapi si cebol itu! Kalau nasibmu baik kau menang tapi
kalau tidak kau akan mampus, aku akan konyol!" Sehabis
berkata keras begitu penulis ayan pergunakan ilmu
menyusupkan suara memberi bisikan pada bobo . "barbel di
tangan kanan. Pukulan Sinar Matahari di tangan kiri! Sekali-
kali jangan pukul bagian tubuhnya! Jika dia pergunakan
Ilmu Pukulan Hawa Neraka, tangkis dengan Pukulan Sinar
Matahari dan hantam dengan Pukulan Dewa Topan
Menggusur gubug penulis yang kuajarkan padamu!"
"Ayo penulis gila kau tunggu apa lagi?!" penulis ayan
membentak.
Dan Datuk penulis gila melompat turun dari kursinya.
Gerakannya seringan kapas! Setelah meneliti bobo sejenak
dia bertanya: "Maumu dengan tangan kosong atau pakai
senjata?!"
bobo ingat nasihat penulis ayan Maka dia pun menjawab:
"Kalau kau punya senjata silahkan dikeluarkan!"
Datuk penulis gila tertawa sinis dan cabut sebilah keris
hitam yang bercabang tiga! Sinar senjata ini hitam meng-
gidikkan!
"Mulailah!" kata Datuk penulis gila .
bobo tertawa. "Kau tuan rumah silahkan mulai lebih
dulu!" Lalu bobo cabut barbel pemusnah pemusnah 10000 an.
Datuk penulis gila sunggingkan seringai mengejek. Meski
dia belum bisa mengukur ketinggian ilmu lawannya namun
dia merasa yakin akan membereskan si pemuda di bawah
dua puluh jurus! Tubuhnya dibungkukkan hingga makin
tambah cebol kelihatannya. Dari mulutnya terdengar suara
menggoreng macam suara harimau. Mula-mula perlahan
lalu mendadak sontak keras menggedetek, menggetarkan
seantero ruangan! Baiknya bobo anak manusia sudah kerahkan
tiga perempat dari tepemusnah dalamnya hingga suara bentakan
dahsyat itu tidak mempengaruhinya!
Tiba-tiba tubuh Datuk penulis gila berkelebat lenyap! Tahu-
tahu keris hitam bercabang tiga sudah berkelebat hanya
tinggal satu jengkal dari muka bobo anak manusia !
bobo terkejut lekas-lekas melompat ke samping. Meski
tangan kirinya mempunyai kesempatan leluasa menjotos
tubuh lawan tapi karena ingat akan ucapan penulis ayan tadi
maka hal itu tidak dilakukannya!
Hampir keris bercabang tiga itu lewat di sampingnya
tiba-tiba dengan sebal Datuk penulis gila menusuk ke perut
sedang tangan kiri lepaskan satu pukulan yang hebat!
bobo geser kaki kanan. Sambit miringkan badan barbel
pemusnah pemusnah 10000 an dibabatkan ke bawah! Meski senjatanya
adalah senjata mustika sakti namun melihat barbel lawan
yang agaknya bukan sembarang senjata pula maka Datuk
penulis gila tak berani ambil keputusan untuk adu senjata!
Tarik pulang tangan kanan Datuk penulis gila lipat gandakan
pukulan tangan kirinya hingga angin pukulan yang ke luar
laksana topan prahara! Di lain pihak bobo pun sudah
menangkis dengan pukulan Kunyuk Melempar Buah yang
mengandalkan seluruh bagian tepemusnah dalamnya!
Terdengar suara seperti letusan sewaktu kedua angin
pukulan itu saling beradu dengan segala kehebatannya.
Istana penulis gila bergetar. bobo anak manusia terhuyung-huyung
sampai tujuh langkah. Datuk penulis gila jika tidak lekas-lekas
pergunakan ilmu mengentengi tubuhnya, meski dia tak
sempat terhuyung ke belakang namun mungkin akan
terhenyak jatuh duduk di lantai tulang!
Terkejutlah manusia cebol ini. Tidak disangkanya tepemusnah
dalam lawan begitu hebat, lebih tinggi sekitar satu dua
tingkat dari tepemusnah dalamnya sendiri! Dan diam-diam dia
mulai menyangsikan apakah dia akan sanggup
mengalahkan pemuda itu di bawah dua puluh jurus
sebagaimana yang dipastikan semula!
Jurus kedua dibuka kembali oleh Datuk penulis gila dengan
serangan yang lebih ganas dari pertama tadi. Dia meraung
macam harimau ketika serangannya yang sekali ini pun
berhasil dielakkan lawan. Jurus ketiga, Datuk penulis gila
keluarkan ilmu silat yang pating diandaikannya yaitu ilmu
Silat Harimau! bobo telah pernah menghadapi ilmu Silat
Harimau yang dimainkan Gempar Bumi. Waktu itu kalau dia
tidak mengeluarkan ilmu Silat Orang Gila yang diajarkan
penulis ayan pastilah dia kena dicelakai. Dan kini Datuk
penulis gila memainkan Ilmu Silat Harimau yang jurus-
jurusnya aneh berbahaya dan lima kali lebih hebat dari yang
dimainkan Gempar Bumi!
Dan dari mulut Pendekar 10000 an bobo anak manusia keluar suara
suitan keras yang disusul dengan siulan tinggi tak menentu
luar biasa bobo mulai keluarkah jurus-jurus pertahanan dari
ilmu Silat Orang Gila! Dalam tempo yang singkat lima belas
jurus sudah berlalu. Datuk penulis gila merutuk dalam hati
dan perhebat serangannya!
Tiba-tiba mengiang suara halus laksana suara nyamuk di
telinga bobo anak manusia .
"Goblok! Mengapa cuma bertahan? Apa tidak mampu
menyerang?!" Itulah dampratan yang dilontarkan penulis ayan
yang duduk enak-enak di sudut ruangan.
bobo juga sadar. Meski dia bisa bertahan tapi kalau tak
membalas serangan tawan lama-lama dirinya bisa
dicelakai juga. Dia pegang hulu barbel pemusnah pemusnah 10000 an di
tangan kanan lebih erat. Lalu memasuki jurus ke enam
belas untuk pertama kalinya dia menyerang dengan
mempergunakan Jurus Kepala pemusnah Menyusup Awan.
barbel pemusnah pemusnah 10000 an mendengus laksana suara ribuan
tawon. Sinar pulih berkiblat. Kepala barbel menderu ke
bawah lalu laksana seekor pemusnah yang memunculkan
kepalanya dari dalam lautan sen jala itu melesat ke arah
batang leher Datuk penulis gila !
Sang Datuk sengaja tidak berkelit. Keris cabang tiga
ditusukkannya ke depan, ke arah bawah ketiak tawan
karena dia berkeyakinan bahwa tusukan senjatanya akan
lebih cepat menemui sasarannya daripada senjata lawan!
Pendekar 10000 an tidak bodoh. Dia sudah memperhitungkan
kerugian posisinya bila dia meneruskan serangannya.
Karenanya dengan cepat bobo geser kedua kaki dan
berkelit. Begitu berkelit begitu dia susul dengan jurus
serangan baru yang dinamakan Kincir Padi Memutari barbel
pemusnah pemusnah 10000 an mengaung dahsyat dan berkiblat dalam
bentuk putaran yang sangat kecil!
Datuk penulis gila berseru keras dan tundukkan kepala
untuk menghindarkan diri dari sambaran senjata lawan.
Tapi sedetik kemudian mata barbel telah menyambar ke
bahu kirinya! Sang Datuk melompat ke kanan dan dia
memaki keras sewaktu sesaat kemudian senjata lawan
telah memapas ke pinggul terus ke arah kedua kakinya!
Satu-satunya jalan untuk mengelakkan serangan yang
berputar itu ialah melompat ke luar dari kalangan per-
tempuran. Meskipun ini akan memberi pandangan pada
orang-orangnya bahwa dia mulai kewalahan menghadapi si
pemuda berambut gondrong tapi Datuk penulis gila terpaksa
melompat ke luar dari kalangan pertempuran. Bila dia
sudah lepas dari serangan yang berputar itu dia akan
segera balas menyerang. Tapi kejutnya bukan alang
kepalang karena ketika baru saja dia keluar dari kalangan
pertempuran tahu-tahu senjata lawan memburu dalam
jarak yang sangat dekat dan sangat cepat. Mengelak pasti
kasip! Tiada jalan lain daripada menangkis. Datuk penulis gila
palangkan keris mustikanya
'Traang!"
Bunga api memercik.
Datuk penulis gila tersurut tiga langkah. Salah satu cabang
kerisnya patah dan mental! Tangannya tergelar hebat! bobo
sendiri merasakan tangan kanannya yang memegang
gagang barbel pemusnah pemusnah 10000 an menjadi pedal sakti. Dia
tidak perduli, malah dengan mempergunakan tiga
perempat tepemusnah dalamnya dia lepaskan Pukulan Sinar
Matahari!
Beberapa orang anak buah Datuk penulis gila menyingkir
seketika melihat selarik sinar pulih yang silau dan luar biasa
panasnya menderu di depan mereka!
Meski dalam keadaan kepepet, Datuk penulis gila tidak
kehilangan akal! Serta merta dia jatuhkan diri sama rata
dengan lantai dan berbarengan dengan itu tangan kirinya
cabut sepuluh keris-keris emas yang; bergantungan di
pakaiannya lalu dilemparkan ke muka!
Pukulan Sinar Matahari menyambar ke atas tubuh
Datuk penulis gila . Keris emas melesat di bawah sinar pukulan
yang dilepaskan bobo lalu menyambar dengan ganas ke
arah sepuluh bagian tubuh Pendekar 10000 an.
bobo anak manusia kiblatkan barbel pemusnah pemusnah 10000 an dalam
Jurus Tameng Sakti Menerpa Hujan.
"Trang... trang... trang!"
Suara itu terdengar berturut-turut sampai sepuluh kali.
Dan ke sepuluh senjata mustika yang dilemparkan
Datuk penulis gila mental patah tersambar barbel pemusnah
pemusnah 10000 an! Oikejap yang hampir bersamaan Pukulan Sinar
Matahari yang tak berhasil menerpa tubuh Datuk Sipa-
toka terus melanda dinding Istana penulis gila . Dinding
yang terbuat dari tulang yang kokoh itu bobol berkeping-
keping. Atap istana turun ke bawah hampir runtuh!
"Kurang ajar!" rutuk Datuk penulis gila seraya melompat
bangun. Seluruh ilmu simpanannya telah dikeluarkannya.
Mereka telah bertempur hampir enam puluh jurus dan
ternyala dia tak sanggup menumbangkan lawannya malah
nyawanya hampir saja dilalap mentah-mentah!
"Kematianmu dalam saat ini juga, keparat!" desis
Datuk penulis gila . Kerisnya dimasukkan ke balik pinggang.
Kedua tandannya yang hitam digosok-gosokkan satu sama
lain. Sedetik kemudian asap hitam mengepul dari kedua
tangan itu. Asap hitam yang berbau busuknya bangkai
manusia! bobo tutup indera penciumannya. Sesuai dengan
ucapan Datuk penulis gila . barbel pemusnah pemusnah 10000 an dimasukkan
kembali ke dalam pakaiannya. Pukulan Sinar Matahari
disiapkan di tangan kiri sedang telapak tangan kanan
sudah terisi aji pukulan "Dewa Topan Menggusur gubug penulis ".
Kepulan asap hitam yang busuk luar biasa itu semakin
banyak memenuhi ruangan. Anak-anak buah Datuk
penulis gila yang ada di tempat itu sudah sejak tadi
menyingkir karena mereka maklum akan kedahsyatan
Pukulan Hawa Neraka yang hendak dilepaskan pemimpin
mereka. Kalaupun lawan tak sampai mati oleh pukulan itu
tapi tubuhnya akan berbau busuk seumur hidup!
"Orang muda, sekalipun kau punya seribu macam ilmu
kesaktian, jangan harap kali ini kau bisa larikan diri dari
liang neraka!"
"bobo berdiri dengan siap saja. Meski kewaspadaan
penuh tapi suara siulan tak teratur dari sela bibirnya
sampai saat itu masih mengumandang, membuat Datuk
Sipaloka merasa dirinya dianggap sepi saja!
Suasana sehening di pekuburan sewaktu perlahan-
lahan Datuk penulis gila angkat kedua tangannya ke atasi
Kemudian suara menggeledek keluar dari mulutnya. Se-
rentak dengan itu kedua tangan dipukulkan ke muka, dua
larik sinar hitam pekat yang busuk, menggidikkan me-
nyambar ke arah Pendekar 10000 an bobo anak manusia !
Sewaktu Datuk penulis gila memukul ke depan, bobo
juga telah memukulkan tangan kirinya ke muka. Sinar
putih menyilaukan melesat ke depan, sekaligus mema-
pasi dua sinar hitam. Terdengar letupan yang dahsyat!
Masing-masing pihak tersurut lima langkah ke belakang.
Sinar putih dan sinar hitam masih kelihatan di udara ka-
rena kedua orang yang bertempur masih belum turunkan
tangan masing-masing. Tiga sinar itu laksana tiga ekor
pemusnah yang berpalun-paiun, berkelahi dan saling gempur
dengan dahsyat! Masing-masing sudah keluarkan keringat
dingin dan urat-uraft leher menegang biru!
bobo membentak dam dorongkan lagi tangan kirinya.
Tubuh Datuk penulis gila tergontai-gontai. bobo membentak
lagi sampai beberapa kali. Datuk penulis gila laksana ditekan
dinding baja. Dia mundur terus menerus dan bertahan
dengan sekuat tepemusnah . Ketika untuk ke lima kalinya bobo
membentak lagi dan dorongkan kembali tangan kirinya
Datuk penulis gila tak sanggup bertahan lebih lama. Tubuhnya
terhampar jatuh duduk di lantai. Ilmu Pukulan Hawa
Nerakanya buyar dan lenyap sedang Pukulan Sinar Matahari
bobo terus menyerampang salah satu kakinya! Datuk
Sipaloka meraung terguling-guling. bobo tidak memberi hati.
Tangan kanan didorongkan kini. Dan satu gelombang angin
yang luar biasa hebatnya menyapu tubuh Datuk penulis gila
membuat tubuh itu terguling-guling di halaman berumput
Istana penulis gila . Tangan dan kaki tanggal dari
persendiannya sedang kepala hancur memar! Itulah
kehebatan ilmu Pukulan Dewa Topan Menggusur gubug penulis
yang telah dilepaskan bobo anak manusia tadi!
Suasana yang hening menggidikkan itu dirobek oleh
suara tertawa penulis gila Orang tua ini berdiri dari duduknya
dan berkata: "Pertempuran hebat! Luar biasa sekali untuk
disaksikan!" Kemudian penulis ayan memandang berkeliling
dan berseru: "Empat puluh perempuan-perempuan muda
yang ada di luar Istana harap segeramasuk!"
Sesaat kemudian ke empat puluh, pesuruh Datuk
penulis gila yang terdiri dari perempuan-perempuan muda
belia itu masuk ke dalam, istana. Melihat kolega-kolega
mereka yang ada di dalam istana, yaitu sisa-sisa pembantu
Datuk penulis gila pada berlutut di lantai maka ke empat
puluh perempuan-perempuan ini pun berlutut pula di
hadapan penulis ayan dan bobo anak manusia .
"Berdiri semua!" bentak penulis ayan
Serempak semua orang itu berdiri.
“Kalian semua sudah dengar pesan perjanjian Datuk
keparat itu, . ?
Semua orang mengiyakan.
"Begitu kami pergi, kalian segera memusnahkan
istana..bejat ini. Hancurkan semua yang ada rata dengan
tanah..Lalu tinggalkan tempat ini dan pergi ke mana kalian
rnau asal saja menempuh jalan kehidupan yang benar!
Kalau kelak kutemui atau kudengar ada di antara kalian.
Yang coba-coba untuk kembali jadi orang jahat atau
memperhamba diri pada orang jahat, pasti tak ada
ampunan bagi kalian!"
penulis ayan berpaling pada Pendekar 10000 an dan
menyodorkan buku Seribu Macam Ilmu Pengobatan, yang
kulitnya sudah robek.
"Ambillah. Kau rupanya memang berjodoh dengan kitab
ini,..”
bobo menerima kitab itu lalu menjura sambil berkata
"Banyak terima kasih atas segala, bantuan mu, Tua Gila?'
Kemudian ketika dia angkat kepalanya ternyata si orang
tua sudah lenyap dari hadapannya! Hanya kumadang suara
tertawapya yang terdenga di kejauhan! bobo anak manusia , hela
nafas dalam dan garuk-garuk kepala.