�Bajumu belum kau kancingkan. Lekas kau rapikan....”
Puti nyi pandanajeng terkejut mendengar bisikan Panji. Begitu sadar dia cepat-cepat
mengancingkan baju hijau milik si penulis yang dipakainya.
“Anak gadislesbian !” Tiba-tiba nenek berambut putih basah riap-riapan di atas batu
membuka mulut. “Bukankah kau orangnya yang tempo hari pernah kuberikan ilmu
menyelam seratus hari?!”
“Benar Nek. Aku tidak melupakan budi baikmu itu dan sekali lagi mengucapkan
terima kasih. Mohon maafmu kalau sampai saat ini belum dapat membalas budi baikmu
itu...” jawab Puti nyi pandanajeng sambil melirik bergidik pada tangan kanan si nenek yang berwarna
merah dan berada dalam keadaan mengelupas dan mengepulkan asap panas. “Pedang Naga
Suci 10000an ,” kata Puti nyi pandanajeng . “Senjata ini sebelumnya dalam keadaan tergulung. Pedang ini
yang melukai bahuku dan merobek jebol perut ular naga betina....” Si nenek menyeringai.
“Ini bukan saatnya bicara segala macam budi! Lihat tanganku yang memegang pedang!”
Puti nyi pandanajeng tercekat ngeri. Sedang Panji tak bisa lagi menahan diri langsung
berteriak.
“Nek, tanganmu terluka parah! Mengapa kau masih memegangi senjata itu?!”
“Eh, anak muda banci beranting emas. Kita belum lama bertemu di tepi telaga. Aku
masih ingat namamu. Panji! Apa hubunganmu dengan gadislesbian ini?!” “Dia... dia....” Panji tak
bisa menjawab. Si nenek tertawa cekikikan. “Waktu aku bertemu kau, katamu kau habis
berenang dan menyelam di telaga hanya untuk senang-senang menyegarkan diri. Kini aku
tahu, kau tengah mencari gadislesbian ini! Hik... hik... hik! Berarti kau punya rasa suka padanya!
Hik... hik... hik!”
Baik Panji maupun Puti nyi pandanajeng jadi sama-sama bersemu merah wajah masing-
masing. Si nenek berpaling pada Puti nyi pandanajeng . Wajahnya yang keriputan tampak
mengerenyit menahan sakit yang amat sangat.
42
“Anak gadislesbian ! Waktu pertama bertemu denganku kau bilang kau akan mencari sebuah
batu hitam di dasar Telaga neraka penulis epilepsi . Katamu batu itu punya khasiat untuk
menyembuhkan ibumu yang sakit gara-gara ditinggal kabur oleh bapakmu yang tergila-gila
dengan seorang wanita lesbi penghibur! Apa kau sudah menemukan batu hitam itu?!”
Puti nyi pandanajeng jadi tergagau dan tak bisa menjawab sebab dia memang telah berdusta.
(Baca Episode ke-3 Lembah Akhirat)
“Parasmu berubah! Kau tak bisa menjawab. Berarti kau telah mendustai diriku!”
“Harap maafkan diriku Nek. Perlu waktu banyak untuk menerangkan....”
“Perpenulis kesetanan dengan segala keterangan! Aku tidak punya banyak waktu. Sebentar lagi
orang-orang di dalam telaga itu akan segera muncul. Aku....”
Sika Sure jelantik kembali mengerenyit. Kali ini sambil terbungkuk-bungkuk. Tangan
kanannya tampak bergetar keras dan menebar bau daging terpanggang.
“Pedang celaka...” rutuk si nenek. Dia maju ke hadapan Puti nyi pandanajeng . “Tolong kau
pegangkan dulu pedang ini. Lalu kau dan kekasihmu si penulis banci pakai anting itu lekas
ikut bersamaku!”
Habis berkata begitu Sika Sure Jelantik lalu angsurkan pedang yang dipegangnya
pada Puti nyi pandanajeng . Tanpa ragu-ragu Puti nyi pandanajeng cepat ulurkan tangan untuk menerima
senjata itu. Tapi tiba-tiba satu bayangan hitam berkelebat antara Sika Sure jelantik dan si
gadislesbian . Pedang Naga Suci 10000an terbetot lepas dari tangan si nenek. Bersamaan dengan itu
terdengar suara orang terpekik kesakitan! Lalu menyusul suara benda berdesing dan
berkiblatnya cahaya putih disertai suara menderu-deru ditambah dengan tebaran angin
dingin luar biasa;
Baik Sika Sure Jelantik maupun Puti nyi pandanajeng sama-sama tersurut kaget dan
memandang terbelalak ke depan.
“Kau!” teriakan keras keluar dari mulut Sika Sure Jelantik seraya menunjuk lurus-
lurus ke depan di mana di atas sebuah batu besar tegak berdiri seorang nenek berjubah
hitam. Di kepalanya bertengger sebuah topi berbentuk tanduk kerbau. Saat itu dia tegak
berdiri sambil mengibas-ngibaskan tangan kanannya yang kulitnya kelihatan merah
terkelupas seolah melepuh! Nenek satu ini yaitu Sabai Nan Rancak yang dikenal sebagai
nenek Puti nyi pandanajeng .
Sementara itu Pedang Naga Suci 10000an yang tadi berada di tangan Sika Sure Jelantik
kini tampak menancap di atas sebuah batu sampai sedalam sepertiganya, Bagian atasnya
bergoyang-goyang pulang-balik memancarkan kilauan cahaya putih dan deru angin serta
hawa dingin.
Apa yang barusan telah terjadi?
Ketika Sika Sure Jelantik hendak menyerahkan Pedang Naga Suci 10000an pada Puti
nyi pandanajeng , belum sempat gadislesbian ini menyentuh senjata sakti mandraguna itu tiba-tiba
muncullah Sabai Nak Rancak. Dengan satu kelebatan cepat dan gerakan kilat dia berhasil
merampas pedang dari tangan Sika Sure Jelantik. Namun begitu jari-jari tangannya meme-
gang gagang pedang langsung dia terpekik sebab ternyata gagang senjata itu panas sekali
seolah dia memegang bara api. Sabai Nan Rancak kibas-kibaskan tangan kanannya. Ketika
diperhatikannya ternyata telapak tangannya telah terkelupas melepuh. Pedang sakti yang
dilemparkannya menancap di batu sampai sepertiganya.
“Nenek Sabai!' berseru Puti nyi pandanajeng begitu melihat neneknya berada di tempat itu,
tegak di atas batu sambil mengibas-ngibaskan tangannya yang cidera. Sabai Nan Rancak
43
palingkan kepala. Darahnya langsung naik ke kepala begitu melihat cucunya berada di
tempat itu.
“Kau memang cucu murtad! Sejak dulu aku katakan aku tidak suka kau pergi ke
tanah Jawa ini. Ternyata...;”
Pada saat itu sekonyong-konyong ada orang tertawa mengekeh. Semua kepala
dipalingkan ke arah tebing telaga sebelah kiri di mana terdapat sebuah batu besar berwarna
coklat kehitaman. Di atas batu ini tampak duduk seorang kakek berkepala botak,
mengenakan pakaian putih lusuh.
Tiga orang langsung tercekat. Yang pertama yaitu Sika Sure Jelantik. “Tua bangka
botak di atas batu itu. Kalau aku bisa lebih mendekat dan mencium bau badannya jangan-
jangan....” Si nenek goyangkan kepalanya hingga rambut putihnya yang basah riap-riapan
tersibak ke belakang. Kelihatanlah wajahnya yang angker, menatap tajam pada kakek botak
di atas batu yang saat itu masih saja terus tertawa.
Sabai Nak Rancak yaitu orang ke dua yang ikut terkesiap melihat kehadiran kakek
botak itu, “Aku bertemu pertama kali dengan manusia satu ini di Lembah Merpati. Hatiku
menaruh syak wasangka tapi tampangnya lain, suaranya juga lain!”
Orang ketiga walau tercekat tapi diluar sadar bergerak maju satu langkah seraya
berseru.
“Kek!”
Kakek botak di atas batu menyeringai. Tangan kanannya dilambaikan ke arah Puti
nyi pandanajeng sedang jari tangan kirinya disilangkan di depan bibir. “Ssstttt.... Jangan mengganggu
tawaku. Lagipula tak baik ketawa sebab ada dua nenek sedang kesakitan di tempat ini!
Ha... ha... ha!”
Melihat gelagat si botak terhadap Puti nyi pandanajeng baik Sabai Nan Rancak dan Sika Sure
Jelantik jadi curiga. Sika Sure Jelantik segera hendak membentak tapi Sabai Nan Rancak
keburu mendahului.
“Tua bangka botak! Dua kali dengan ini kita bertemu!”
“Ah, rupanya pertemuan pertama itu sangat berkesan di hatimu. Berarti sejak itu kau
tak pernah melupakan diriku!”
Wajah keriput Sabai Nan Rancak menjadi merah padam sementara kakek botak di
atas batu kembali tertawa gelak-gelak.
“Tua bangka botak, otakmu rupanya kotor dan mulutmu lancang! Perlu apa aku
mengingat-ingat dirimu! Tua bangka edan tak tahu diri!” Memaki Sabai Nan Rancak.
“Ah, pada pertemuan sekali ini kau jadi pemarah dan galak sekali. Padahal pada
pertemuan pertama di lembah itu kau tenggelam dalam rasa sedih yang amat dalam.
Sampai-sampai kau bertanya padaku, apakah aku bisa membantu membunuh dirimu!”
Kembali wajah Sabai Nan Rancak merah mengelam.
“Tua bangka sialan! Lekas katakan siapa kau adanya! Atau kupanggang tubuhmu
dengan pukulan ini!” Sabai Nan Rancak mengancam seraya angkat tangan kanannya. Lang
sung tangan ini menjadi merah. Si nenek rupanya siap menghantamkan pukulan Kipas
Neraka!
Orang tua botak di atas batu angkat kedua tangannya lalu membungkuk dalam-
dalam. “Bukan maksudku hendak bersikap kurang ajar. Bukan maksudku hendak
menyinggung perasaanmu. Aku mohon maafmu. Bolehkah aku mendendangkan lagu yang
pernah aku nyanyikan waktu di Lembah Merpati tempo hari?”
44
“Manusia jahanam! Siapa sudi mendengar nyanyianmu!” bentak Sabai Nan Rancak.
Lalu dia berpaling pada cucunya. “Puti nyi pandanajeng ! Lekas kau katakan siapa adanya tua bangka
berotak miring ini!”
“Guru.... Aku....”
“Puti, aku menaruh firasat kau tahu siapa adanya orang tua botak itu. Siapapun dia
adanya kuharap kau tidak memberi tahu pada gurumu. Aku khawatir keadaan akan tambah
kacau di tempat ini!”
Yang bicara berbisik itu yaitu Panji yang saat itu masih tegak di dekat Puti nyi pandanajeng .
Si gadislesbian yang memang tahu siapa adanya kakek botak itu sebenarnya sudah berniat untuk
tidak membuka rahasia. Namun sebab yang bertanya yaitu guru dan nenek kandungnya
sendiri maka Puti nyi pandanajeng menjadi gugup.
Sabai Nan Rancak jadi curiga. Dia melangkah mendekati cucunya dan berkata dengan
suara mendesis dan air muka beringas.
“Berat dugaanku kau tahu siapa adanya kakek botak itu! Jika kau tidak memberi
tahu, aku tak segan-segan menghajarmu dengan pukulan Kipas Neraka ini!” Sabai Nan
Rancak angkat tangan kanannya yang memancarkan warna merah. Namun gerakannya
tertahan ketika dari pinggiran telaga di samping kirinya melesat keluar tiga sosok tubuh.
Mereka yaitu Pendekar 10000an Bobo anak manusia , Ratu pembunuh penulis kusta dan Naga Kuning.
Melihat munculnya Pendekar 10000an Bobo anak manusia dan Ratu pembunuh penulis kusta , Sabai Nan
Rancak bertambah naik amarahnya. “penulis jahanam satu ini! Beberapa kali aku
ingin membunuhnya. Mungkin sekali ini baru bisa kesampaian. Aku akan
pergunakan pedang sakti yang menancap di batu!”
Sabai Nan Rancak kerahkan tenaga dalam ke tangan kiri untuk melindungi diri. Lalu
sekali berkelebat dia berhasil memegang gagang Pedang Naga Suci 10000an . Ketika senjata itu
hendak ditariknya, kembali nenek sakti dari Pulau Andalas ini terpekik dan tersurut tiga
langkah sambil kibas-kibaskan tangan kirinya. Seperti kejadian dengan tangan kanannya
tadi, kini tangan kirinya ikut melepuh luka. Menyaksikan kejadian itu Sika Sure jelantik
ingat pada apa yang dialaminya lalu perhatikan tangan kanannya yang cidera.
Di atas batu tinggi kakek botak kembali tertawa bergelak. Namun mendadak tawanya
lenyap, berganti dengan seruan kaget. “Oo alah!”
Dari dalam telaga untuk kesekian kalinya melesat keluar sosok-sosok manusia. Yang
sekarang ini yaitu sosok arwah penulis dan si penulis kesetanan Ngompol.
Kakek botak kerenyitkan kening dan goleng-goleng kepala. “Gawat... gawat!
Bagaimana tiga cecunguk ini bisa muncul bersamaan di tempat ini! Kalau aku tidak
bertindak cepat, kalau anak itu tidak berlaku sigap keadaan bisa jadi tambah tak karuan...”
Si botak memandang ke jurusan Puti nyi pandanajeng .
Maksudnya hendak memberi isyarat tapi si gadislesbian saat itu justru tengah memandang
ke arah lain yakni pada Pendekar 10000an dan Ratu pembunuh penulis kusta serta Naga Kuning.
Beg itu muncul di tepi telaga arwah penulis langsung berteriak keras hingga
suaranya menggelegar di seantero tempat.
“Jangan ada yang berani menyentuh pedang!”
Selagi semua orang terkesima si nenek sakti dari puncak Gunung Gede ini berkelebat
menyambar Pedang Naga Suci 10000an yang masih menancap di atas batu.
Beg itu jari-jari tangannya yang kurus menyentuh gagang pedang, Sinto Gendeng
menjerit keras dan terjajar ke belakang sampai dua langkah. Mukanya yang hitam keriput
kelihatah kelabu membesi. Ketika tangan kanannya diperhatikan, tangan itu ternyata telah
terkelupas. Maka disela desis kesakitan si nenek memaki panjang pendek. Lalu dia
bertindak nekad. Walau jelas-jelas tangan kanannya cidera tapi kembali dia mencekal
gagang pedang. Sekali ini dengan mengerahkan tenaga dalam. Ternyata dia sanggup
memegang gagang senjata yang berbentuk kepala naga betina itu. Tapi hanya sesaat sebab
dilain kejap kelihatan tubuhnya bergetar keras. Dari tangannya yang menggenggam pedang
mengepul asap putih disusul lelehan darah. Semakin dia mengerahkan tenaga dalam
semakin parah keadaan tangannya. Bahkan kini dari kepalanya yang ditancapi lima tusuk
konde perak tampak mengepul pula asap putih tipis.
Si nenek menjerit satu kali. Dia masih berusaha bertahan dan nekad hendak menarik
pedang yang menancap di batu. Lalu dia menjerit sekali lagi. Kali ini yang ke tiga jeritannya
disertai dengan terlemparnya tubuhnya sampai empat langkah lalu terjengkang di atas batu,
tepat di bawah batu tinggi di mana kakek botak berada! Dan seperti tadi kakek ini lagi-lagi
keluarkan tawa mengekeh. Namun kali ini tawanya pendek saja sebab dia menyusul
dengan ucapan yang membuat orang-orang yang ada di tepi telaga itu menjadi tertegun.
46
Hanya si penulis kesetanan Ngompol yang tampak serba salah menekapi bagian bawah perutnya yang
ngocor mendengar jeritan-jeritan dan melihat keadaan tangan arwah penulis yang cidera.
“Berlaku nekad hanya akan mendapat kualat! Memaksakan niat hanya akan
mendapat laknat! Pedang Naga Suci 10000an yaitu pedang keramat! Pedang Naga Suci 10000an
yaitu sakti dan suci. Pedang Naga Suci 10000an yaitu pedangnya kaum hawa. sebab nya
hanya wanita lesbi yang suci saja lah yang sanggup menyentuhnya!”
“Botak gila bermulut sedeng!” arwah penulis berteriak. “Apa kau kira aku ini
manusia kotor!. Puluhan tahun silam aku telah menguasai senjata ini dan membawanya ke
mana-mana lalu menyimpannya di satu tempat....”
“Orang sakti bertusuk konde lima,” menjawab kakek botak di atas batu tinggi,
“Mulutku mungkin lancang hingga hati dan perasaanmu tersinggung. Aku tidak
mengatakan dirimu manusia kotor. Tapi keadaan yang menyatakan. Hatimu mungkin baik.
Tapi ada perbedaan antara kebaikan dan kesucian. Seperti kataku Pedang Naga Suci 10000an
hanya mampu disentuh oleh wanita lesbi yang masih suci lahir dan batin.... Kalau kau
merasa dirimu suci harap kau mampu menilai sendiri....”
Merah padam wajah arwah penulis Dia mengerling pada Sabai Nan Rancak dan
melihat tangan kanan nenek itu cidera berat. Dia memandang ke arah Sika Sure jelantik.
Ternyata nenek satu ini pun penuh luka tangan kanannya. Perlahan-lahan, setelah
menyadari arti ucapan kakek botak tadi, wajah tua nenek ini menjadi berubah.
“Kakek botak! Kau tidak mengenal diriku dan aku tidak tahu siapa dirimu!
Bagaimana kau bisa menilai aku ini suci atau tidak!” arwah penulis bertanya setengah
berteriak tanda dia masih belum puas.
“Seperti kataku tadi, aku bukan menilai kau suci atau tidak. Yang mampu
mengetahui kesucian dirimu yaitu engkau sendiri. Usiamu sudah puluhan tahun. Apakah
seluruh hidupmu kau jalani dengan kesucian hati dan batin? Katamu dulu kau pernah
menguasai dan membawa Pedang Naga Suci 10000an kemana-mana. Mungkin sekali dimasa itu
kau masih sebersih udara pagi, seputih kertas dan seharum bunga melati....” Habis berkata
begitu kakek botak lemparkan lirikan pada Sabai Nan Rancak dan Sika Sure Jelantik.
Untuk beberapa saat lamanya keadaan di tepi telaga itu menjadi sunyi sehening di
pekuburan. Tak ada yang bicara. Tak ada yang bergerak. Tiba-tiba Naga Kuning keluarkan
tawa cekikikan.
“Sayang tokoh silat berjuluk Tua Gila tidak ada di tempat ini! Kalau saja dia hadir di
sini tentu dia gembira luar biasa melihat tiga kekasihnya dimasa mudanya berkumpul di
tempat ini! Ha... ha... ha!”
“Bocah penulis kesetanan ! Kau jangan berani bicara sembarangan!” teriak arwah penulis sebab
merasa sangat tersinggung.
Sabai Nan Rancak yang juga merasa tersindir gerak-gerakkan sepuluh jari tangannya
hingga mengeluarkan suara berkeretekan dan memandang mendelik pada Naga Kuning.
Lalu Sika Sure Jelantik terdengar menggereng. Tangan kanannya perlahan-lahan
diangkat ke atas.
“Tunggu! Jangan kalian marah padaku!” teriak Naga Kuning mencibir. “Aku bicara
apa adanya! Kalian muncul di sini sebenarnya mencari apa? Pedang Naga Suci 10000an ? Turut
ucapan kakek botak di atas batu sana jelas kalian tidak bakal bisa mendapatkannya....”
“Siapa bilang aku ke sini mencari pedang!” teriak Sika Sure Jelantik.
“Aku juga!” menimpali Sabai Nan Rancak.
47
“Aku memang ke sini mencari Pedang Naga Suci 10000an !” ujar arwah penulis polos
tanpa malu-malu. Lalu dia berpaling pada Bobo dan berkata. “Anak penulis kesetanan ! Lekas kau ambil
pedang sakti itu!”
“Guru.... Eyang, aku tak bisa melakukah hal itu. Senjata itu bukan milikku...” jawab
Bobo .
“Benar-benar anak penulis kesetanan ! Senjata itu milikku. Aku yang membawanya dan
menyembunyikannya di dasar Telaga neraka penulis epilepsi ! Setelah puluhan tahun pedang itu
akhirnya ditemui. Sekarang pedang itu aku berikan padamu sebagai pasangan barbel Maut
pembasmi 10000an !”
“Saya tak berani mengambilnya, Nek...” kata Bobo .
“Tolol pengecut!” teriak arwah penulis marah. “Apa kau tidak ingat justru senjata itu
yaitu obat mujarab untuk memulihkan kesaktian dan tenaga dalammu!”
Bobo terkesima. Dia bukannya tidak mengetahui hal itu, tapi setelah mendengar kata-
kata kakek botak tadi hatinya menjadi was-was. Pertama pedang itu katanya yaitu pedang
wanita lesbi . Kedua hanya orang suci saja yang mampu menyentuhnya. Dia sendiri
bukankah pernah satu kali ketiduran dengan Ratu pembunuh penulis kusta ? Secara tak sadar murid Sinto
Gendeng itu melirik ke arah Ratu pembunuh penulis kusta . Bagi sang Ratu lirikan itu membuat hatinya jadi
bergoncang. Tiba-tiba Ratu pembunuh penulis kusta melompat ke depan. gadislesbian ini heran sendiri sebab
gerakannya luar biasa cepat. Di sekelilingnya tak satu orang pun yang melihat jelas apa yang
dilakukan gadislesbian ini. Tahu-tahu dia telah tegak sambil memegang gagang Pedang Naga Suci
10000an yang menancap di batu!
Sang Ratu merasakan ada satu hawa dingin sejuk menjalar masuk ke dalam tubuhnya
hingga saat dia merasakan satu ketenangan dan ketentraman luar biasa. Tubuhnya seperti
seringan kapas hingga saat itu dia seolah melayang di atas mega. Tak ada hawa panas, tak
ada sengatan seperti bara api. Kulit tangannya yang halus tidak terkelupas. Dia sama sekali
tidak cidera sedikitpun! Tapi ketika dia coba mencabut senjata itu dari dalam batu, bagai-
manapun dia mengerahkan seluruh tenaga luar dan tenaga dalam, Pedang Naga Suci 10000an
tidak bergeming barang sedikit pun!
“Ratu pembunuh penulis kusta , kau berhasil memegang Pedang Naga Suci 10000an tanpa terluka tanpa
cidera! Berarti kau yaitu seorang gadislesbian yang masih suci lahir dan batin. Tapi kau tidak
mampu mencabut senjata mustika sakti itu dari dalam batu, Itu satu pertanda bahwa kau
tidak berjodoh untuk memilikinya.”
Ratu pembunuh penulis kusta dan semua orang yang ada di tepi telaga memandang ke arah orang
yang bicara yakni si kakek botak di atas batu tinggi.
Bobo garuk-garuk kepala. Dalam hati dia berkata. “Setelah kejadian di Puri tempo
hari, menurut si kakek botak ternyata gadislesbian ini masih suci. Lalu apakah diriku juga bisa
dianggap masih suci?” Bobo pandangi Pedang Naga Suci 10000an yang sampai saat itu masih
menancap di batu.
“Bobo !” Tiba-tiba terdengar teriakan arwah penulis “Lekas kau ambil pedang itu!
Jika Ratu pembunuh penulis kusta masih suci berarti dia masih perawan dan kau masih perjaka! Selain itu
kau memerlukan pedang itu untuk menyembuhkan semua kelemahanmu!”
Murid arwah penulis bergerak melangkah.
“Tunggu dulu!” kakek botak berseru. “Sudah kukatakan bahwa Pedang Naga Suci
10000an yaitu senjatanya wanita lesbi ....”
“Jangan dengarkan ucapannya! Anak penulis kesetanan lekas kau ambil pedang itu lalu
tinggalkan tempat ini! Aku akan menghajar siapa yang berani menghalangi! penulis kesetanan Ngompol
harap kau bantu aku!”
Pendekar 10000an jadi bimbang. Saat itulah Puti nyi pandanajeng memandang ke jurusan si kakek
botak. Orang tua ini tidak menunggu lebih lama. Dia kedipkan matanya lalu tanpa ada lain
orang yang sempat melihat dia tudingkan ibu jari tangan kirinya ke arah Pedang Naga Suci
10000an yang menancap di batu.
Maklum akan arti isyarat kedipan mata dan gerakan ibu jari yang diberikan kakek
botak, maka secepat kilat Puti nyi pandanajeng berkelebat ke arah batu besar tempat Pedang
Naga Suci 10000an menancap.
“Berani pegang pedang berarti mampus!”
arwah penulis berteriak keras. Nenek ini lalu menerjang ke arah Puti nyi pandanajeng dengan
jurus yang disebut Kepala Naga Menyusup Awan. Tubuh si nenek laksana terbang di udara.
Tangan kiri menyambar ke pinggang sedang tangan kanan memukul ke arah kepala Puti
nyi pandanajeng .
Bobo yang menyaksikan gerakan sang guru jadi terperangah. Garukan kepalanya
terhenti di samping kuping kanan. Dia maklum jurus yang dilancarkan Eyang Sinto
Gendeng saat itu sangat cepat dan berbahaya. Puti nyi pandanajeng tak mungkin mengelakkan diri.
Di saat yang sama Sika Sure Jelantik tak tinggal diam. Melihat arwah penulis
menyerang Puti nyi pandanajeng yang sebelumnya dipercayakannya untuk menitipkan Pedang Naga
Suci 10000an , maka sambil berteriak beringas, “Tua bangka edan! Hendak kau apakan cucuku?!”
Sika Sure Jelantik lantas memotong gerakan nenek sakti dari Gunung Gede ini dengan satu
pukulan sakti yang “dilancarkan dengan tangan kiri. Lima larik sinar hitam berkiblat dari
ujung lima kuku tangan kirinya yang hitam.
“Tua bangka penulis kesetanan !” maki arwah penulis dalam hati. “Berani dia menyerangku! Dia
menyebut gadislesbian itu cucunya! Apa-apaan ini! Aku tahu betul siapa dia! Sama sekali tidak
punya hubungan apa-apa dengan si gadislesbian walau sama-sama datang dari seberang!”
Sabai Nan Rancak juga terkejut. Sesaat dia bimbang. Ada yang harus dilakukannya
dalam keadaan seperti itu. Semua berlangsung begitu cepat. Kalau dia ikut turun ke
gelanggang pertempuran siapa yang hendak diserbunya. Sejak dulu sesuai dengan tugas
yang diberikan Sutan Alam Rajo Di Bumi, tokoh silat di Gunung Singgalang, saat itu dia
ingin segera membunuh arwah penulis Apalagi arwah penulis jelas menyerang cucunya
dan berusaha merampas Pedang Naga Suci 10000an . Tapi menduga bahwa ada hubungan
tertentu antara Puti nyi pandanajeng dengan Sika Sure Jelantik yang juga dibencinya maka dia
khawatir Sika Sure Jelantik nantinya akan kembali merampas pedang sakti itu dari tangan si
gadislesbian .
“Tak ada jalan lain! Aku harus mendahului merampas pedang sakti itu!” kata Sabai
Nan Rancak dalam hati. Maka dia segera melepas pukulan K/pas Neraka. Sinar merah
panas bertabur di udara lalu melebar menyapu apa saja yang ada di depannya. Siap
menghantam Sika Sure Jelantik, arwah penulis bahkan Puti nyi pandanajeng .
Melihat bahaya besar mengancam Puti nyi pandanajeng , Panji tak tinggal diam. penulis ini
segera turun tangan membantu. Yang dilakukannya yaitu menyergap arwah penulis yakni
lawan yang paling dekat dengan si gadislesbian . Seperti-diketahui walau memiliki ilmu silat
namun tingkat kepandaian penulis ini jauh dibawah semua orang yang ada di tempat itu.
Sebenarnya Panji sendiri mengetahui hal ini. terjun ke gelanggang pertempuran tokoh-tokoh
silat tingkat tinggi itu sama saja dengan mengantar nyawa. Namun apapun yang terjadi atas
dirinya Panji tidak rela kalau Puti nyi pandanajeng sampai mendapat celaka.
arwah penulis memaki dalam hati begitu tahu ada orang hendak menelikung
pinggangnya. Masih melayang di udara arwah penulis hantamkan kaki kanannya.
“Bukk!”
Panji mengeluh tinggi. Tubuhnya terpental sampai dua tombak. Tergeletak di bawah
batu tinggi di mana kakek botak berada. Dari sela bibirnya kelihatan lelehan darah.
Sementara itu sesaat lagi lima larik sinar hitam pukulan maut Sika Sure Jelantik akan
menghantam Puti nyi pandanajeng dan sinar merah pukulan Kipas Neraka menebar kematian tiba-
tiba di udara berkelebat se-gulungan benda aneh, putih halus berkilauan. , “Jahanam apa
pula ini?!”
arwah penulis memaki sewaktu tangannya yang siap menghantam Puti nyi pandanajeng
terjirat oleh sesuatu yang tak segera bisa dilihat dan dipastikannya.
Disaat yang sama sekonyong-konyong menggemuruh kiblatan cahaya putih disertai
menebarnya hawa yang sangat dingin. Lima larik sinar hitam pukulan yang dilepaskan Sika
Sure Jelantik buyar laksana disapu topan.
Pukulan Kipas Neraka masih mampu menyebar dan menderu namun arahnya
berubah ke atas menghantam udara kosong. Beberapa orang terpental lalu jatuh tergeletak
di sekitar tebing batu. Selagi orang-orang ini berusaha bangkit dengan tubuh bergeletar
kedinginan tiba-tiba dari atas melayang jatuh sebuah benda hitam.
“Taaarrr!”
Sebelum jatuh ke atas batu benda ini meledak. Lalu asap hitam yang memerihkan
mata bertabur menutupi pemandangan.
Kutuk serapah terdengar di mana-mana.
Ketika asap hitam lenyap dan udara di tepi telaga terang kembali maka di tempat itu
yang kelihatan hanya tinggal tiga orang.
Yang pertama yaitu arwah penulis Nenek sakti ini memaki panjang pendek sambil
menggerak-gerakkan kedua tangannya yang dilibat oleh sejenis benang halus berwarna
putih berkilat. Dia segera mengenali benang itu. Membeliaklah sepasang matanya.
“penulis kesetanan alas! Ini pasti pekerjaannya Tua Gila! Jahanam benar! Kakek botak tadi pasti
dia!”
Orang kedua yaitu Sabai Nan Rancak. Nenek satu ini melangkah mundar mandir
sambil keluarkan suara menggerutu. Ketika dia memutar langkah maka pandangannya
saling bentur dengan arwah penulis
“Kalau kau memang membenci manusia satu itu, mengapa kau tidak mengejarnya!
Aku curiga kalian sudah sejak lama berserikat!” Sabai Nan Rancak menyemprot Sinto
Gendeng yang merupakan saingannya dimasa gadislesbian remaja dalam memperebutkan Sukat
Tandika alias Tua Gila.
Mendengar kata-kata Sabai Nan Rancak itu marahlah arwah penulis “Aku tahu
otakmu miring sejak dulu! Aku juga tahu kau mencari Tua Gila bukan untuk membalas
dendam. Tapi hendak berbaik-baik dan ingin menjadi gendaknya kembali! Rupanya kau
mau minta dibikin bunting lagi hah?!”
“Nenek penulis kesetanan bermulut kotor!” teriak Sabai Nan Rancak lalu lepaskan pukulan Kipas
Neraka dengan tenaga dalam penuh. arwah penulis tidak tinggal diam. Dia tahu kehebatan
pukulan lawan. Tapi tahu pula kelemahannya. Pukulan Kipas Neraka seperti diketahui
menebar lebar sama rata dengan tanah. sebab nya begitu sinar merah berkiblat Sinto Gen-
deng segera melesat setinggi tiga tombak. Lalu dari atas dia menghantam dengan Pukulan
Sinar Matahari!
Seperti diketahui Pukulan Sinar Matahari telah menimbulkan kegegeran selama
Pendekar 10000an Bobo anak manusia malang melintang dalam rimba persilatan. Namun sekali ini
yang mengeluarkan pukulan sakti itu yaitu sang dedengkotnya yakni nenek sakti Sinto
Gendeng guru Pendekar 10000an . Maka kedahsyatannya tak bisa dibayangkan.
Tempat itu laksana dilabrak petir raksasa. Udara dilanda kesilauan luar biasa. Hawa
panas membakar seolah matahari hanya satu tombak di atas batok kepala. Air Telaga
neraka penulis epilepsi bergemericik seperti mendidih.
Cahaya putih Pukulan Sinar Matahari saling labrak dengan sinar merah pukulan
Kipas Neraka. sebab arwah penulis menghantam dari atas maka pukulan saktinya
melabrak pukulan sakti lawan di bagian tengah yang merupakan titik lemahnya.
Satu letusan keras menggelegar. Batu dan tanah di tepi telaga bergetar hebat. Air
telaga muncrat sampai dua tombak. Pohon-pohon berderak. Ranting-ranting putus dan
dedaunan luruh ke tanah laksana dilanda topan.
arwah penulis melayang turun. Tubuhnya seolah barusan menembus dinding api.
Ketika dia menjejakkan kaki di tanah jelas nenek ini terhuyung-huyung. Lututnya goyah.
Tiga tombak di depannya Sabai Nan Rancak terjengkang di tanah dengan muka seputih kain
kafan. Tiba-tiba nenek sakti dari Singgalang ini berteriak keras. Dia bangkit berdiri dengan
muka seperti iblis. Dengan gerakan cepat dia menanggalkan Mantel Sakti yang
dikenakannya sambil melangkah cepat mendekati lawan.
arwah penulis yang maklum akan kehebatan Mantel Sakti yang dulunya yaitu
milik Datuk Tinggi Raja Di Langit ini tidak mau berlaku ayal. Dengan tangan kiri dia segera
cabut dua tusuk konde peraknya. Lalu tangan kanannya diangkat ke atas. Ketika tangan kiri
kanan arwah penulis menghantam ke depan maka dua tusuk konde perak menderu di
udara dan pukulan sakti bernama Tameng Sakti Menerpa Hujan berkiblat.
Sabai Nan Rancak belum sempat mengebutkan mantel hitamnya untuk menyerang
arwah penulis Tahu-tahu lengan bajunya sebelah kanan robek besar. Dia masih untung
sebab tusuk konde beracun yang dilemparkan arwah penulis hanya merobek pakaiannya.
Namun selagi dia terhuyung-huyung menahan dahsyatnya hantaman pukulan Tameng
Sakti Menerpa Hujan, tusuk konde kedua menyambar deras ke sisi kirinya. Sabai Nan
Rancak angkat tangan kiri ke atas, pergunakan mantel hitam untuk menangkis.
“Breeeettt!”
Mantel Sakti robek besar. Ujung tusuk konde menekuk bengkok tapi masih terus
menembus mantel lalu bagian kepalanya menoreh lengan kiri Sabai Nan Rancak. Nenek ini
terpekik dan pucat wajahnya begitu melihat dari balik lengan kiri jubah hitamnya yang
robek ada darah meleleh. Saat itu juga dia merasakan tangannya panas. Hawa panas segera
menjalar ke seluruh tubuhnya. Terhuyung-huyung dia sandarkan diri ke pohon besar di tepi
telaga. Memandang ke depan dia tidak melihat lagi sosok arwah penulis Hanya tampak
nenek berambut putih riap-riapan Sika Sure Jelantik tegak sekitar sepuluh langkah darinya,
memandang menyeringai seolah mengejeknya. Lalu nenek itu pun berkelebat pergi.
“Tusuk konde jahanam...” maki Sabai Nan Rancak. Dia jatuhkan mantel hitam ke
tanah. La lu dengan tangan kanannya dirobeknya jubah hitam di bagian mana lengannya
terluka akibat goresan tusuk konde perak. Dengan cepat nenek ini tekan kuat-kuat le-
ngannya yang cidera. Dari luka di lengan itu membersit lelehan darah berwarna kehitaman.
“Racun.... Tusuk konde celaka itu ternyata mengandung racun jahat!” Tidak menunggu
lebih lama Sabai Nan Rancak segera totok urat besar di pangkal lehernya sebelah kiri.
Pada saat itulah tiba-tiba ada seorang tinggi besar berambut tegak kaku berkelebat di
depannya. Di mukanya yang hitam ada dua belas lobang mengerikan. Sepasang alisnya
yang tebal bergabung menjadi satu. Di bahu kanannya sebelah belakang ada satu lobang
luka besar yang tembus sampai ke bagian dada dan menebar bau busuk. Walau peng-
lihatannya saat itu mulai buram namun Sabai Nan Rancak masih bisa mengenali siapa
adanya orang berpakaian serba hitam itu. Hantu Balak Anam!
“Kau muncul lagi! Aku tak suka melihatmu! Lekas menyingkir dari hadapanku!”
Hantu Balak Anam menyeringai.
“ingat dua kali pertemuan kita sebelumnya Sabai?”
“Perpenulis kesetanan dengan pertanyaanmu! Cepat minggat dari hadapanku!” bentak Sabai Nan
Rancak.
Hantu Balak Anam kembali menyeringai. Dia melirik pada Mantel Sakti yang ada di
tanah. Takut mantel itu hendak diambil orang si nenek segera injakkan kaki kanannya di
atas mantel.
“Tak usah khawatir Sabai. Aku tidak akan merampas Mantel Sakti itu. Aku tahu itu
yaitu barang curian. Kau mencari penyakit sendiri sebab dengan mencuri kau menambah
musuh. Apa kau masih belum mengerti kalau kau telah diperalat orang? Dengar baik-baik
Sabai. Terakhir sekali bertemu aku menanyakan padamu apa kau punya hubungan tertentu
dengan Sutan Alam Rajo Di Bumi dari puncak Singgalang...”
“Manusia jahanam! Pergi dari hadapanku!” hardik Sabai Nan Rancak. Tangan
kanannya diangkat.
“Kau berada dalam keadaan terluka Sabai. Lukamu bukan luka biasa. Kurasa saat ini
sekujur tubuhmu sudah dijalari racun. Kalau kau kerahkan tenaga dalam untuk
menghantamku dengan Pukulan Kipas Neraka, sama saja kau mempercepat kematian
sendiri!”
Pucatlah paras si nenek. Tengkuknya dingin sebab dia menyadari apa yang
dikatakan Hantu Balak Anam benar adanya.
“Dengar apa yang akan kukatakan padamu Sabai. Beberapa tokoh silat Pulau
Andalas kembali ditemui tewas akibat pembunuhan keji. Ada berita bahwa kaulah yang
telah membunuh mereka....”
“Fitnah busuk! Mana mungkin aku membunuh para tokoh itu. Selama ini aku berada
di tanah Jawa!” kata Sabai Nan Rancak hampir berteriak. “Katakan siapa yang melancarkan
fitnah keji itu! Mungkin sekali kau!”
Hantu Balak Anam tertawa, “ingat, dulu aku pernah sampai dua kali menanyakan
apa hubunganmu dengan Sutan Alam Rajo Di Bumi. Kau tidak mau memberi tahu. Itu tak
jadi apa. Tapi terus terang aku menaruh curiga padamu Sabai. Kalau terbukti kau memang
berkomplot dengan Sutan keparat itu, aku akan mengadu jiwa denganmu! Lihat tubuhku
yang bolong ini! Kekasih gelapmu itulah yang telah mencelakai diriku!”
“Manusia jahanam! Mulutmu lancang dan kotor!” Sabai Nan Rancak melompat ke
hadapan Hantu Balak Anak dari Sijunjung yang diserang cepat menghindar.
“Tua bangka tolol! Tidak tahu kalau dirimu diperalat orang! Kau tahu Sabai! Aku
mendapat kabar Sutan Alam Rajo Di Bumi lenyap dari puncak Singgalang. Cepat atau
lambat dia akan segera muncul di tanah Jawa ini. Mungkin dia tak dapat menahan rindunya
terhadapmu. Tapi mungkin juga dia datang untuk membunuhmu!”
Habis berkata begitu Hantu Balak Anam putar tubuh lalu dengan langkah tenang dia
tinggalkan tempat itu. Sabai Nan Rancak kembali terduduk di bawah pohon besar.
Tubuhnya terasa semakin panas dan pemandangannya bertambah kabur.
“Celaka! Racun jahat tusuk konde nenek iblis itu. Sanggupkah aku bertahan atau aku
akan menemui ajal di tempat ini?”
Sabai Nan Rancak kerahkan tenaga dalam, atur jalan darah dan pernafasan. Dia
menotok lagi tubuhnya di beberapa bagian. Saat itulah tiba-tiba satu bayangan biru
berkelebat di hadapannya. Bau sangat harum menusuk- penciumannya. Si nenek angkat
kepalanya.
“gadislesbian berbaju biru, pikiranku sedang kacau. Apakah kita pernah bertemu? Apakah
kau datang bermaksud baik atau jahat?”
“Lupakan semua pertanyaanmu itu Nek. Kau terluka cukup parah. Ada racun
mengalir dalam tubuhmu, izinkan aku menolong.”
Sabai Nan Rancak tampak bimbang. “Terima kasih.... Tapi aku tidak percaya padamu.
Aku memilih lebih baik mati saja. Kehidupan dimasa laluku hanya derita sengsara.
Kehidupan dimasa datang hanyalah neraka! Jangan berani menolong! Jangan berani
menyentuh tubuhku!”
“Aku tak pernah melihat racun sejahat ini. Siapa yang telah mencelakaimu Nek?”
“Iblis wanita lesbi bernama Sinto Gendeng! Musuh besarku sejak lama. Sial nasib
diriku! Ternyata kepandaiannya luar biasa dan mampu bergerak mendahuluiku. Apa salah
kalau saat ini aku rasanya kepingin mati saja?!”
Berubahlah paras si gadislesbian berbaju biru mendengar keterangan Sabai Nan Rancak itu.
Dalam hati dia bertanya-tanya silang sengketa apa yang ada antara si nenek dengan guru
penulis yang dikasihinya itu.
“Nek, jangan tolol. Tidak ada yang paling menyedihkan daripada menemui kematian
secara penasaran. Lihat jariku!”
“Eh, kau hendak melakukan apa?!” tanya Sabai Nan Rancak ketika dilihatnya gadislesbian
cantik di hadapannya meluruskan jari telunjuk tangan kanannya. Jawaban yang diterima si
nenek yaitu satu totokan tepat di pertengahan keningnya. Sabai Nan Rancak menjerit
keras. Topi berbentuk tanduk kerbau yang melekat di kepalanya terlempar ke atas. Dari
ubun-ubunnya mengepul asap kehijau-hijauan.
ibunya penulis ayan Angin Timur menghela napas lega. “Terlambat aku menolongnya-nyawa
nenek satu ini tak mungkin diselamatkan lagi....” Lalu dari baiik pakaian birunya dia
mengeluarkan sebutir obat berwarna hijau. Obat ini dimasukkannya ke dalam mulut Sabai
Nan Rancak. Dengan satu totokan pada tenggorokan si nenek, obat itu meluncur masuk ke
dalam perut Sabai Nan Rancak.
“Sebetulnya aku ingin menunggu sampai kau siuman Nek. Banyak yang bisa kita
bicarakan. Sayang waktuku sangat sempit. Mungkin lain waktu kita bisa bertemu lagi....
Semoga lekas sembuh.” Setelah pandangi wajah tua keriput itu sesaat ibunya penulis ayan Angin Timur
segera tinggalkan tempat itu.
Seperti diceritakan sebelumnya, setelah ada letusan yang menebar asap hitam
memerihkan mata menutup pemandangan beberapa orang yang tadi berada di sekitar
tepian Telaga neraka penulis epilepsi lenyap. Yang tinggal hanyalah Sinto Gendeng, Sika Sure
Jelantik dan Sabai Nan Rancak.
Sesudah terjadi bentrokan hebat antara Sabai dan Sinto Gendeng, Sika Sure Jelantik
tinggalkan tempat itu sementara arwah penulis sendiri telah lenyap lebih dulu. Nenek ini
berkelebat pergi ke arah lenyapnya kakek tukang kencing si penulis kesetanan Ngompol.
Lalu kemana perginya orang-orang yang lain?
Di arah timur Telaga neraka penulis epilepsi saat itu tampak kakek berkepala botak berjalan
memanggul sesosok tubuh penulis tanpa baju. Kakek ini tampaknya seperti berjalan biasa
saja. Namun orang yang ada di belakangnya dan berusaha mengejar tetap saja mengalami
kesulitan mendekati si kakek.
penulis yang dipanggul di bahu kiri si kakek ternyata yaitu Panji yang saat itu
berada dalam keadaan setengah sadar akibat tendangan kaki kanan arwah penulis Sekujur
tubuhnya terikat dalam gulungan benang halus berwarna putih berkilauan.
“Kek! Tunggu!” Seseorang di sebelah belakang berseru memanggil kakek botak.
Kakek botak seolah tak acuh. Dia lari terus. Di satu kelokan jalan dia membelok ke
kiri, menyelinap ke balik serumpunan pohon bambu dan mendekam di situ. Ketika orang
yang mengejar sampai di tikungan jalan tentu saja dia jadi kehilangan.
“Kek! Di mana kau! Aku tahu kau bersembunyi! Ini bukan saatnya bergurau!” Orang
yang mengejar ini bukan lain yaitu Puti nyi pandanajeng . Di tangan kanannya gadislesbian ini memegang
Pedang Naga Suci 10000an yang berkilauan terkena siraman matahari.
“Sssttt! Aku di sini.... Lekas kemari!”
Batang-batang bambu terkuak ke samping. Dari celah-celah pohon muncul satu
kepala botak menyeringai. Puti nyi pandanajeng cepat melompat lalu menyelinap ke balik
rerumpunan bambu.
“Cucuku, lekas kau simpan pedang sakti itu!” kata kakek botak begitu melihat Puti
nyi pandanajeng masih memegang pedang telanjang.
Si gadislesbian sesaat jadi bingung. “Bagaimana aku mau menyembunyikan. Pedang ini
tidak bersarung....”
“Anak tolol! Sejak diciptakan senjata itu memang tidak punya sarung!” Dengan cepat
kakek botak mengambil Pedang Naga Suci 10000an dari tangan Puti nyi pandanajeng . Dengan tangan
kanannya dia menekuk ujung pedang lalu enak saja seperti sebuah ikat pinggang senjata itu
digulungnya. Bersamaan dengan tergulungnya pedang, cahaya putih yang menyilaukan
lenyap dengan sendirinya. Puti nyi pandanajeng jadi terheran-heran menyaksikan hal itu. Sedang
kakek botak kepanasan tangannya.
“Lekas kau sembunyikan senjata ini di balik pakaian. Hati- hati. Jangan sampai jatuh.
Jangan sampai ketahuan orang lain!”
Puti nyi pandanajeng cepat mengambil Pedang Naga Suci yang kini berada dalam keadaan
tergulung lalu memasukkannya ke balik baju hijaunya. “Kek, menurutmu Pedang Naga Suci
10000an hanya bisa disentuh oleh wanita lesbi yang masih suci. Barusan kau enak saja memegang
bahkan menggulung senjata itu tanpa cidera seperti yang terjadi dengan nenek Sika Sure
Jelantik dan arwah penulis serta Sabai Nan Rancak....”
Kakek botak tersenyum. “Aku memang bukan wanita lesbi , bukan juga manusia suci.
Tapi aku tidak punya niat jahat untuk merampas atau memiliki senjata ini....”
“Tapi Kek....”
“Sudah! Jangan banyak tanya dulu. Lekas ikut aku. Kita harus sembunyi. Aku
khawatir ada orang mengikuti....” Kakek botak balikkan badan, melangkah cepat memasuki
kerapatan pepohonan.
“Tunggu Kek!”
“Apa lagi? Kenapa kau jadi begini bawel?!”
“Kek, aku tahu kau belakangan ini suka menyamar. Tapi lama-lama aku jadi bingung
sendiri melihat mukamu....”
“Kalau begitu jangan lihat mukaku!” kata si kakek lalu tertawa mengekeh sambil
usap-usap kepalanya yang plontos.
Puti nyi pandanajeng geleng-geleng kepala. Ketika orang tua itu hendak melangkah cepat dia
pegang lengannya dan bertanya. “Kek, sahabatku penulis yang kau panggul ini bagaimana
keadaannya?” Puti nyi pandanajeng merasa cemas melihat noda darah di mulut Panji.
“Tak usah khawatir. Dia cuma pingsan,” jawab si kakek. “Eh, kau suka padanya
bukan...?”
“Kau tahu apa mengenai hubungan kami berdua. Aku mengenalnya belum lama,”
jawab Puti nyi pandanajeng . Kakek botak tertawa. “Cinta kalau ditunggu tak pernah datang. Malah
suka muncul secara tiba-tiba.
“Ha... ha... ha! Aku tahu kau suka padanya. Aku bisa melihat dari sinar matamu dan
nada suaramu waktu bertanya....”
Paras Puti nyi pandanajeng menjadi merah. Terlebih ketika dilihatnya Panji menggerakkan
kepala dan membuka mata. Walau tidak melihat tapi kakek botak tahu kalau penulis yang
dipanggulnya telah sadarkan diri.
“Anak muda, kau sudah siuman. Apa sudah bisa berjalan sendiri? Pinggangku mau
patah sejak tadi memanggulmu!”
“Kakek, aku tidak mengenalmu. Tapi kau telah menolongku. Aku mengucapkan
terima kasih. Jika kau mau melepas lilitan benang aneh ini aku segera akan turun dari
bahumu!”
Kakek botak tertawa lalu gerakkan tangan kanannya yang memegang ujung benang
putih halus. Tubuh Panji tersentak ke udara. Bergulung-gulung beberapa kali lalu jatuh ke
tanah dengan kaki lebih dulu. Sesaat penulis ini tegak terhuyung-huyung. Kakek botak
menunggu sampai Panji sanggup berdiri dengan benar baru menarik benang putih halus
yang masih melilit sebagian tubuhnya.
“Sudah... sudah! Tak usah pakai segala macam peradatan!” kata si kakek botak ketika
Panji hendak menjura memberi penghormatan padanya. “Lekas ikuti aku. Kita harus
sembunyi sampai keadaan aman!”
“Kek, aku harus mencari seseorang. Aku terpaksa tidak bisa ikut bersamamu!”
“Eh, apa-apaan kau ini! Tadi kau mengejarku. Sekarang malah mau pergi!” Kakek
botak pelototkan mata.
“Aku ada urusan sangat penting. Aku harus menemui Bobo anak manusia . Kita sudah
mendapatkan Pedang Naga Suci 10000an . Saatnya kita menolong penulis itu....”
56
Mendengar kata-kata si gadislesbian kakek kepala botak jadi terkesiap. “Astaga! Kau benar
cucuku. Tapi yang lebih penting saat ini yaitu menyelamatkan lebih dulu senjata mustika
itu. Kau tahu mengapa aku sengaja membawamu bersembunyi di tempat ini. Semua orang
yang tadi ada di telaga pasti berusaha mendapatkan Pedang Naga Suci 10000an . Se-karang kalian
berdua ikuti saja aku. Ada satu goa rahasia tak jauh dari tempat ini. Kita sembunyi dulu di
sana sampai keadaan aman.”
Kakek botak lalu putar tubuhnya dan berjalan mendahului di sebelah depan. Panji
memberi kesempatan pada. Puti nyi pandanajeng untuk melangkah di belakang si kakek. Ketika gadislesbian
ini lewat di depannya dia segera berbisik. “Tadi kau bicara menyebut-nyebut Pedang Naga
Suci 10000an . Tapi aku tidak melihat senjata itu. Kau simpan di mana?”
“Aku tak bisa menerangkan sekarang....” jawab Puti nyi pandanajeng .
Panji»masih belum puas. “Kakek botak itu. Apa kau kenal padanya. Apa dia bisa
dipercaya?”
“Dia kakekku sendiri. Aku cucunya. Dia yang memberi petunjuk padaku hingga
mendapatkan Pedang Naga Suci 10000an . Apa atasanku tidak mempercayainya?”
“Aku ingat pada ceritamu tentang batu hitam. Ternyata kau hanya mengelabui
diriku,” ujar Panji agak kecewa. Namun sambil tersenyum dia menunjuk pada kakek botak
yang sudah jauh di depan sana.
“Aku melihat wajahnya aneh. Sepertinya dia....”
“Hemmm....” Puti And ini bergumam. Dalam hati gadislesbian ini berkata. “Jangan-jangan
dia tahu kalau kakekku ini menyamar mengenakan topeng tipis.” Dengan tersenyum si
gadislesbian akhirnya berkata, “Ternyata matamu cukup tajam. Tidak banyak orang punya
kepandaian meneliti sepertimu. Tapi sekali lagi aku bilang, sekarang bukan waktunya mene-
rangkan segala-galanya. Nanti saja....” Habis berkata begitu Puti nyi pandanajeng segera bergerak
cepat menyusul kakek botak. Panji akhirnya mengikuti di belakang. Baru saja ke dua orang
ini berjalan beberapa langkah tiba-tiba dari arah kanan terdengar suara bentakan-bentakan.
Lalu ada sinar merah, kuning dan hitam berkiblat di udara. Serta merta ranting dan daun-
daun pepohonan yang ada di sekitar tempat itu terbakar hangus. Semak belukar dikobari
api.
“Astaga! Apa yang terjadi?!” ujar Panji. Baru saja penulis ini berkata begitu tiba-tiba
kakek botak sudah berada di hadapan mereka.
“Lekas ikuti aku. Sesuatu terjadi di sebelah sana. Mungkin hanya tipuan belaka.
Jangan melakukan sesuatu tanpa izinku!” Lalu kakek botak cepat berkelebat di antara
kerapatan pepohonan. Panji dan Puti nyi pandanajeng mengikuti sambil berpegangan tangan.
Berjalan sejarak lima belas tombak ke. tiga orang itu sampai di «satu tempat yang
ditumbuhi rapat pohon-pohon jati tua yang tidak lagi memiliki daun.
Di depan sebatang pohon jati besar berdiri seorang penulis berwajah tampan. Dia
mengenakan pakaian serba hitam dan rambutnya gondrong sebahu. penulis ini tegak
dengan kaki merenggang, tangan kiri bertolak pinggang sedang tangan kanan diangkat di
atas kepala dengan jari-jari terkepal.
Delapan langkah dari hadapan penulis tadi tegak Ratu pembunuh penulis kusta . Cermin bulat sakti
tergenggam di tangan kanannya. Sepasang matanya yang biru memandang tak berkesip
pada penulis di depannya yang bukan lain yaitu Raden Layang Kemitir yang dalam
rimba persilatan memperkenalkan diri dengan julukan Utusan Dari Akhirat. Seperti
dituturkan dalam Episode Utusan Dart Akhirat penulis yang yaitu putra seorang
bangsawan terhormat di kuburan penulis gila ini telah menemukan sebuah kitab sakti bernama Matahari
Sumber Segala Kesaktian. Kitab ini ditemukannya di balik pakaian Si Muka Bangkai alias Si
Muka Mayat, guru Pangeran Matahari yang menemui aja! sewaktu terjadi bentrokan besar
di Pangandaran. Berbekal ilmu kesaktian yang tersimpan di dalam kitab maka arwah Si
Muka Bangkai yang menampakkan diri secara aneh memerintahkan Layang Kemitir untuk
mencari dan membunuh tiga musuh besarnya yang sekaligus musuh Pangeran Matahari.
Ketiga orang itu yaitu Santiko alias Bujang Gila Tapak Sakti, Tua Gila dan Bobo anak manusia .
Ketika Bobo dan Ratu pembunuh penulis kusta meninggalkan Telaga neraka penulis epilepsi kedua orang ini
segera melakukan pengejaran terhadap Puti nyi pandanajeng yang telah mendapatkan Pedang Naga
Suci 10000an . sebab Bobo tidak mampu berlari secepat yang dilakukannya, maka untuk dapat
mengejar Puti nyi pandanajeng , Ratu pembunuh penulis kusta menempuh jalan pintas. Mereka hampir berhasil
memapasi orang yang dikejar namun justru di tempat itu berselisih jalan dengan Utusan
Dari Akhirat. penulis ini dalam perjalanan menuju Telaga neraka penulis epilepsi . Rupanya dia
juga telah menyirap kabar akan terjadi sesuatu di telaga yang luas itu. Beg itu melihat Bobo ,
Utusan Dari Akhirat segera menghadang.
“Pendekar 10000an ! Kau sudah ditakdirkan mati di tanganku! Apa sekali ini kau masih
mampu kabur?!”
Beg itu membentak Layang Kemitir langsung menghantam dengan pukulan Gerhana
Matahari ke arah Bobo . Langit seolah menjadi redup. Tiga larik sinar aneh menyambar
ganas. Ratu pembunuh penulis kusta yang berada di samping murid arwah penulis cepat mendorong
penulis itu hingga Bobo terpelanting dua tombak dan jatuh di balik sebatang pohon besar.
“Ratu! Lekas menyingkir! penulis itu hendak menyerang dengan pukulan Gerhana
Matahari!” Bobo berteriak memperingatkan sebab dia mengenal sekali pukulan sakti yang
akan dilancarkan Utusan Dari Akhirat.
api saat itu ada satu keberanian luar biasa dalam diri Ratu pembunuh penulis kusta . Tangan kanannya
menyelinap ke balik pakaian mengeluarkan cermin saktinya. Ketika dia mengerahkan
tenaga dalam mendadak dia merasa ada satu kekuatan aneh mendahului aliran
tenaga dalamnya. Begitu dia mengiblatkan cermin saktinya maka menggemuruhlah selarik
sinar putih, panas menyilaukan mata laksana ada puluhan kilat menyambar menjadi satu!
Ratu pembunuh penulis kusta terkesiap sendiri ketika menyaksikan bagaimana cahaya putih yang keluar
dari cerminnya menghantam Pukulan Gerhana Matahari yang mengeluarkan sinar merah,
kuning dan hitam hingga melesat bertaburan ke udara. Menghantam ranting-ranting dan
daun pepohonan hingga terbakar. Ranting-ranting yang dikobari api itu begitu luruh ke
bawah langsung membakar semak belukar kering yang ada di sekitar tempat itu. “Lagi-lagi
cermin ini mengeluarkan kehebatan luar biasa tidak seperti biasanya...” kata sang Ratu
dalam hati.
Layang Kemitir tegak terbelalak. Dadanya berdenyut sakit. Matanya perih dan
sepasang lututnya bergetar. Sejak mewarisi ilmu kesaktian dari kitab Matahari; Sumber
Segala Kesaktian, penulis ini merasa dirinya sebagai yang paling hebat. sebab -nya dia
menjadi kecut ketika serangannya tadi dihantam mental oleh cahaya putih yang keluar dari
cermin bulat di tangan Ratu pembunuh penulis kusta . Sambil menggeram dia angkat tangannya lurus-lurus
ke atas. Jari-jari tangan dikepal.
“Bobo , siapa sebenarnya penulis edan ini?” bertanya Ratu pembunuh penulis kusta .
“Dia mengaku murid Si Muka Bangkai, mengaku sebagai saudara seperguruan
Pangeran Matahari. Awas Ratu! Dia hendak melepas pukulan Merapi Meletus,” bisik Bobo
pada Ratu pembunuh penulis kusta . “Sebaiknya kita lekas menyingkir. Tak usah melayani penulis geblek
itu. Aku khawatir....”
“Kau tetap saja di balik pohon itu. Siapapun yang berani berlaku kurang ajar
terhadap kita perlu diberi pelajaran pahit!” jawab Ratu pembunuh penulis kusta . Saat itu tangan kirinya
mengusap ke dada dimana tersimpan Kitab Wasiat Malaikat. gadislesbian ini tahu sekali bahwa
kekuatan hebat yang mengalir mendahului hawa sakti cermin bulatnya berasal dari kitab
sakti itu. sebab nya penuh percaya diri dia tegak tak bergeming menghadapi Layang
Kemitir.
“gadislesbian cantik bermata biru!” seru Layang Kemitir seraya sunggingkan seringai genit
yang menjijikkan Ratu pembunuh penulis kusta . “Apa gunanya membela penulis anak manusia yang bakalan
menemui ajal menjadi bangkai tak berguna itu! Lebih baik kau ikut padaku. Kita bisa hidup
bersenang-senang sepanjang umur dunia!”
“penulis jahanam! Berani kau bicara kurang ajar!” teriak Pendekar 10000an . Dia
melompat dari balik pohon, siap menyerang Layang Kemitir. Tapi Ratu pembunuh penulis kusta cepat
menahan dadanya dan mendorong Bobo .
“Ho... ooo! Pendekar 10000an Bobo anak manusia ? Ke-kasihmu atau istrimu?! Ha... ha... ha!”
Bobo menggeram marah sampai tubuhnya bergetar keras.
Ratu pembunuh penulis kusta sendiri tetap tenang walau dari hidungnya saat itu dia keluarkan suara
mendengus.
Sepasang matanya yang biru dan wajahnya yang cantik membersitkan hawa
menggidikkan tapi dari mulutnya malah keluar suara tawa memanjang.
“penulis tak tahu diri! Baru memiliki ilmu se-dangkal comberan sudah bicara
takabur setinggi langit! Kau mau melepaskan pukulan Merapi Meletus?! Silahkan! Aku mau
lihat sampai di mana kehebatanmu!”
Ratu pembunuh penulis kusta melintangkan cermin saktinya di depan dada. Pada saat itu juga hawa
sakti mencuat keluar dari perutnya di bagian mana dia menyembunyikan Kitab Wasiat
Malaikat. Hawa aneh ini lalu masuk ke dalam cermin sakti hingga benda itu memancarkan
sinar menyilaukan.
Utusan Dari Akhirat sesaat jadi terkesiap melihat keangkeran cahaya yang keluar dari
cermin bulat. Selain itu diam-diam dia merasa terkejut bagaimana Ratu pembunuh penulis kusta tahu bahwa
dia hendak melepaskan pukulan Merapi Meletus. Otak cerdik dan akal panjang seperti yang
dimiliki Pangeran Matahari, walau kadarnya masih sangat rendah, mulai bekerja.
“gadislesbian cantik bermata biru: Aku kagum akan kecantikan dan keberanianmu.
Mungkin saat ini kau tidak menyukai diriku. Tapi kalau umur sama panjang siapa tahu kita
kelak akan bertemu dalam satu jalinan cinta mesra. Ha... ha... ha!”
“Hemmm.... Begitu?!” ujar Ratu pembunuh penulis kusta menyahut sementara Pendekar 10000an Bobo
anak manusia merasa kupingnya panas dan hatinya geram sekali mendengar ucapan orang.
“Kalau aku boleh tahu sudah berapakah usiamu anak muda?”
“Eh, apa maksudmu gadislesbian cantik?” tanya Layang Kemitir agak heran.
“Apa kau tuli? Orang bertanya berapa usiamu? sebab kemarin kami berdua melihat
kau kencing berdiri. Kencingmu saja masih belum lempang, bagaimana mau bercinta
dengan gadislesbian secantik Ratu pembunuh penulis kusta ...” Yang berkata yaitu Pendekar 10000an Bobo anak manusia .
Habis berkata begitu dia tertawa gelak-gelak.
Merah padam tampang Layang Kemitir mendengar ucapan Bobo itu. Dadanya
laksana disulut api. Dalam keadaan seperti itu Pendekar 10000an kembali menambahkan ejekan.
“Kalau kencing saja belum becus aku curiga jangan-jangan setiap kencing kau tidak pernah
cebok!”
Ratu pembunuh penulis kusta tertawa cekikikan. “Anak muda! Benar-benar memalukan! jangankan
aku, kambing betina pun mungkin tidak suka padamu! Hik... hik... hik!”
“Bangsat keparat!” teriak Utusan Pari Akhirat dengan darah mendidih. Tangan
kanannya diturunkan ke bawah. Ketika tangan itu hendak dihantamkannya ke arah Ratu
pembunuh penulis kusta dia tersirap kaget sebab orang yang hendak diserang tak ada lagi di tempatnya
semula. Yang masih tegak di tempat itu yaitu Pendekar 10000an Bobo anak manusia . “Hemmm.... ini
kesempatan paling baik untuk menamatkan riwayat penulis itu!” Maka Utusan Dari
Akhirat segera menghantam ke arah Bobo .
Namun pada saat itu tiba-tiba dari samping terdengar suara teriakan keras disertai
berkelebatnya satu bayangan hitam, menyusul kiblatan cahaya putih menyilaukan.
Seperti diketahui meski memiliki ilmu kesaktian yang didapatnya dari kitab
Matahari, Sumber Segala Kesaktian, namun pada dasarnya Layang Kemitir alias Utusan
Dari Akhirat tidak memiliki kepandaian silat tinggi dan tenaga dalam inti. Begitu ada orang
berkelebat ke arahnya dia bukannya mengelak malah dengan nekad coba menghantamkan
pukulan Me-rapi Meletus ke arah orang yang menyerangnya. Padahal untuk itu dia harus
memutar tubuh. Dalam ilmu silat setiap gerakan yaitu waktu. Kalau gerakan tidak didasari
kecepatan maka mudah sekali bagi lawan untuk mencuri kesempatan melakukan serangan.
Sebelum Utusan Dari Akhirat sempat berbalik satu tendangan mendarat di bahu kanannya
sebelum dia sempat melepaskan pukulan saktinya.
“Bukkk!
Utusan Dari Akhirat mencelat sampai tiga tombak. penulis ini terkapar di tanah.
Mengerang kesakitan. “Hancur bahuku.... Hancur bahuku...” katanya berulang kali.
Saat itu tiba-tiba terdengar suara orang tertawa mengekeh. “Apa yang terjadi di
tempat ini?!” Ada orang bertanya. Lalu menyusul suara kaleng berkerontangan keras
menusuk pendengaran. “Siapa yang barusan kena gebuk? Ha... ha... ha!”
Sesaat kemudian di tempat itu muncullah seorang kakek bungkuk berpakaian lusuh
penuh tambalan. Dia menyandang sebuah buntalan di bahu kirinya. Tangan kanan
memegang sebuah kaleng rombeng yang diguncang terus-menerus. Di kepalanya ada
caping bambu yang masih baru. Di tangan kirinya orang tua ini memegang sebatang tongkat
kayu.
Orang tua ini yang bukan lain yaitu Kakek Segala Tahu adanya kerontangkan
kalengnya tiga kau lalu berkata. “Hai, aku mau lihat! Siapa saja yang ada di tempat ini!”
Kakek Segala Tahu memandang berkeliling. Tentu saja kakek ini tidak bisa melihat apa-apa
sebab kedua matanya tertutup selaput putih alias buta! Tapi sambil senyum-senyum dia
berkata. “Aku mencium bau pesing sangat santar. Sinto, apakah kau berada di sekitar sini?
Bau pesingmu biasanya tidak sesantar ini. Apa ada orang lain di dekatmu? Kalau benar
dugaanku maka orang itu yaitu sahabat lama si penulis kesetanan Ngompol!”
Di balik serumpun semak belukar arwah penulis dan penulis kesetanan Ngompol saling
pandang. Kalau si nenek memaki dalam hati maka penulis kesetanan Ngompol tak habis pikir
bagaimana orang buta seperti Kakek Segala Tahu itu memiliki kemampuan untuk
mengetahui siapa orang yang ada di dekatnya.
Kakek Segala Tahu mendongak sambil gosok-gosok telinga kirinya dengan ujung
tongkat. “Ada seseorang enak-enakan duduk di atas pohon sebelah sana! Siapa kau adanya?
Harap memberi tahu nama!”
Saat itu di atas cabang sebuah pohon jati terdengar suara orang menjawab. “Kek, aku
si bocah konyol Naga Kuning!”
Kakek Segala Tahu tertawa mengekeh. “Ah, suaramu masih saja ceria. Tanganmu
yang cidera tentu telah sembuh! Aku dengar ada musibah besar terjadi di tempat
kediamanmu di dasar Telaga neraka penulis epilepsi !” Orang tua ini kerontangkan kaleng rom-
bengnya. Dia mendongak ke atas. “Hari telah petang. Udara agak mendung. Tapi telingaku
mencium bau yang sangat harum mewangi di tempat ini. Siapakah kau gerangan...?”
Sepi. Tak ada yang menjawab. Tak ada gerakan.
“Ah, si cantik itu tak mau menjawab. Malu dia rupanya. Atau mungkin juga dia tak
mau kehadirannya diketahui orang?” Kakek Segala Tahu tertawa gelak-gelak.
Di balik pohon keladi hutan berdaun lebar ibunya penulis ayan Angin Timur mendekam tak
bergerak. Dia memang sengaja bersembunyi sebab tidak ingin kehadirannya diketahui
orang.
“Aku tahu masih ada beberapa prang di tempat ini. Jika kalian memang para sahabat
mengapa tidak memberi tahu...?”
“Kek! Aku Bobo anak manusia ! Aku bersama Ratu pembunuh penulis kusta . Dia yang barusan menghajar
seorang penulis berjuluk Utusan Dari Akhirat!”
“Ratu pembunuh penulis kusta ! Apa kabarmu?! Pendekar 10000an ! Aku senang mendengar suaramu.
Syukur kau masih hidup! Ha... ha... ha!” Orang tua ini memandang berkeliling. “Masih ada
beberapa orang lagi di tempat ini. Sembunyi di balik pohon atau semak belukar! Tak jadi
apa! tak jadi apa. Tapi semua kalian yang hadir di tempat ini! ingat malam nanti yaitu
malam bulan purnama empat belas hari! Malam ini yaitu malam perjanjian. Kita
berkumpul di Telaga neraka penulis epilepsi sebelah barat! Nah, aku pergi sekarang! Sampai nanti
malam!” Si kakek kerontangkan kalengnya tiga kali.
Semua orang yang ada di tempat itu menjadi terkesiap sebab baru sadar bahwa
malam nanti yaitu malam bulan purnama empat belas hari. Ketika mereka memandang
lagi ke depan Kakek Segala Tahu tak ada lagi di tempat itu.
Sementara itu di satu tempat yang terlindung Puti nyi pandanajeng memandang pada kakek
botak di sampingnya. Si kakek gelengkan kepala. “Jangan kau berani membuka mulut! Kita
tidak perlu memberi tahu kehadiran kita di sini. Aku punya firasat sesuatu akan terjadi di
tempat ini. Kau dan Panji tetap di sini. Aku coba menyelidik ke balik pohon besar sana. Aku
barusan melihat ada seseorang menyelinap di tempat itu.”
Tak jauh dari situ, di balik pohon keladi hutan berdaun sangat lebar ibunya penulis ayan Angin
Timur merasakan tubuhnya tegang ketika tiba-tiba di belakangnya ada satu suara berkata
perlahan tapi jelas.
“Sahabat berwajah jelita. Waktu kita tidak lama. Ambil senjata ini. Berikan pada
pemiliknya sebelum malam tiba....”
Sebuah benda yang memancarkan cahaya berkilauan tiba-tiba diangsurkan di depan
ibunya penulis ayan Angin Timur hingga gadislesbian ini tersurut kaget.
“barbel pembasmi 10000an yang dikabarkan lenyap!” desis ibunya penulis ayan Angin Timur. Dia
berpaling ke samping. Saat itu tepat di sebelahnya tegak seorang mengenakan pakaian serba
kuning. Wajah dan rambutnya tertutup cadar berwarna kuning pula.
“Siapa kau.... Mengapa senjata ini ada padamu?” tanya ibunya penulis ayan Angin Timur.
“Seperti kataku tadi. Kita tak punya waktu lama. Lekas simpan senjata ini.
Sembunyikan di balik pakaianmu. Lekas ambil!”
Walau hatinya bimbang tapi sebab , mengenali sekali bahwa senjata itu yaitu barbel
pembasmi 10000an milik Bobo maka ibunya penulis ayan Angin Timur segera mengambil dan
menyimpannya di balik pakaiannya.
“Sekarang dengar. Di sekitar tempat ini ada beberapa orang bermaksud jahat. Lihat
ke depan, ke arah semak belukar lebat....”
ibunya penulis ayan Angin Timur menoleh ke arah yang dikatakan. Di jurusan itu dia melihat
beberapa orang berpakaian aneh dan mukanya dicat merah, hijau dan hitam. “Mereka
yaitu orang-orang Lembah Akhirat. Mereka tengah memata-matai kita. Mereka punya
maksud jahat! Mereka mencari Pedang Naga Suci 10000an ! Bermaksud merampasnya!”
“Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya ibunya penulis ayan Angin Timur.
“Aku tahu kau memiliki gerakan laksana angin secepat kilat. Kita harus bertindak
cepat merampas pedang mustika itu. Lalu....”
ibunya penulis ayan Angin Timur terkejut. “Kau berada di pihak mana sebenarnya? Mengapa
kau hendak merampas senjata orang?!”
“Bukankah kau ingin menolong Pendekar 10000an . Bagaimana kalau orang-orang Lembah
Akhirat bergerak lebih cepat. Kita harus mendahului sebelum terlambat. Hanya Pedang
Naga Suci 10000an yang bisa menyembuhkan musibah yang menimpa diri orang yang kau cintai
itu....”
Berubahlah paras ibunya penulis ayan Angin Timur.
“Dengar, selain orang-orang Lembah Akhirat, ada orang lain yang juga punya niat
jahat. Sekarang ikuti apa yang aku katakan. Aku akan melompat ke arah gadislesbian .bernama
Puti nyi pandanajeng itu lalu membelok dan lari ke kanan. Aku tidak melakukan apa-apa. Hanya
mencuri perhatian, Kau mendatangi si gadislesbian dari arah lain. Kau harus mampu mengambil
Pedang Naga Suci 10000an yang disembunyikan di balik kain. Sebelum tengah malam kita
bertemu di barat Telaga neraka penulis epilepsi . Tapi ingat. Jangan dulu bergabung dengan para
tokoh! Kau harus bisa membawa Pendekar 10000an ke satu tempat di mana ada dua pohon yang
batang nya tumbuh saling bersilang. Bagaimana caranya tak perlu kubilang. Terserah
akalmu yang panjang. Kau siap?”
ibunya penulis ayan Angin Timur menatap mata bening orang bercadar kuning itu. “Pedang
Naga Suci 10000an bukan senjata sembarangan. Siapa yang berniat jahat bisa celaka sendiri.
Paling tidak tangannya akan terkelupas sampai kelihatan tulang!”
“Aku tahu kau yaitu seorang perawan suci. Maksud kita mengambil Pedang Naga
Suci 10000an bukan untuk merampas atau mencuri. Kita punya niat baik tersembunyi. Menolong
seorang kekasih. Kekasihmu sendiri. Jangan ada keraguan di dalam hati!”
“Baik, aku siap. Tapi ingat satu hal. Jika kau menipu, lehermu akan kupatahkan lebih
dulu!”
Orang bercadar tersenyum di balik cadarnya. Dengan tangan kanannya dibelainya
pipi ibunya penulis ayan Angin Timur seraya berkata. “Tidak ada yang paling bahagia di dunia ini
selain menolong orang yang kau cintai! Nan, aku bergerak sekarang! Buang rasa bimbang
yang masih mengambang!”