di kedua pipimu. Anakku,
kau ingat pertemuan kita pertama kali, dulu. Aku menemuimu, dalam keadaan menangis
berurai air mata. Sekarang pun kulihat sepasang matamu yang bagus basah oleh air mata.
Wajahmu menunjukkan adanya pukulan hati yang sangat berat. Sinar matamu seolah
menyembunyikan satu dendam kesumat. Anakku, apakah ini menyangkut persoalan dulu
juga? Masih ada hubungannya dengan penulis yang kau bilang bernama Bobo anak manusia
bergelar Pendekar 10000an itu? (Mengenal pertemuan pertama Sika Sure jelantik dengan
ibunya penulis ayan Angin Timur harap lihat Episode Asmara Darah Tua Gila)
ibunya penulis ayan Angin Timur mengangguk perlahan. “Kau tentu masih ingat Nek, waktu itu
kukatakan terus terang padamu ada satu ganjalan yang membuat aku tak mau berterus
terang pada penulis itu bahwa aku mencintainya. Aku mengambil sikap rnenjauhinya. Aku
tak mau menjadi bahan permainan cinta murahnya. sebab aku tahu banyak gadislesbian cantik
mengelilinginya. Semua menaruh hati pada penulis itu. Dan barusan saja aku melihat dia
bercinta bermesra dengan salah satu dari gadislesbian itu. Di depan mataku. Mereka berpegangan
tangan, saling berangkulan. Ma lah aku saksikan sendiri mereka....” Si gadislesbian tidak sanggup
lanjutkan ucapannya. Kepalanya digelengkan beberapa kali. Air mata menggelinding jatuh
ke pipinya yang merah.
Sika Sure Jelantik usap kepala ibunya penulis ayan Angin Timur. Seperti diketahui nenek satu ini
yaitu seorang berhati keras dan kejam. Namun bagaimanapun juga dia yaitu seorang
21
wanita lesbi yang ikut merasa pilu melihat kesedihan yang diderita wanita lesbi iain. Apalagi
terhadap ibunya penulis ayan Angin Timur yang sudah dianggapnya sebagai cucu atau anak
sendiri.
“Anakku, seperti yang aku bilang dulu. Kau menanam pohon beracun dalam
tubuhmu sendiri. Semakin jauh hari berlalu semakin tinggi pohon itu mencuat ke kepalamu
dan semakin dalam akarnya menghunjam ke kakimu. Kau harus segera mengambil
keputusan. Menemui penulis itu dan mengatakan terus terang bahwa kau mencintainya....”
“Aku tak sanggup melakukan itu Nek. Tidak ada seorang gadislesbian pun yang mau
berbuat begitu bagaimanapun besar cintanya terhadap seorang penulis ...”
“Kalau begitu kau mungkin terpaksa harus meninggalkannya....”
“Itu sama saja dengan bunuh diri!”
Sika Sure Jelantik tertawa panjang. “Anakku, itulah kehebatan cinta! Bisa membunuh
orang secara pelan-pelan bahkan bisa secara cepat! Nasib diriku sebagai contohnya. Sampai
saat ini tanganku sudah gatal untuk membunuh bekas kekasihku yang serong dimasa muda!
Tapi belum juga kesampaian!”
“Nek, kalau seandainya kau bertemu dengan dia dan dia meminta maaf dengan
setulus hati, bagaimana jawabmu?!”
“Pertanyaan gila sekali!” tukas Sika Sure Jelantik. “Dia memang pernah menunjukkan
sikap menyesal dan minta maaf. Tapi apakah harga diriku ini hanya sebatas penyesalan dan
permintaan maaf? Aku sudah keburu berkubang dalam rasa malu setinggi langit sedalam
lautan! Lalu suatu hari dia datang cengar-cengir bicara segala macam penyesalan dan minta
maaf. Tidak anakku! Sika Sure Jelantik bukan wanita lesbi berhati loyang. Tapi juga tidak
memiliki hati emas! Dan sebagai wanita lesbi hatimu dengan hatiku mungkin berbeda.
Buktinya kau hanya diam saja ketika menyaksikan mereka bercinta di tepi telaga di depan
mata kepalamu!”
“Nek, apa betul kadangkala cinta itu yaitu pengorbanan...?”
Sika Sure Jelantik tertawa gelak-gelak. “Pengorbanan yaitu istilah orang yang
berada dalam keadaan dikalahkan dan lemah tak bisa berbuat apa. Apakah kau merasa
orang yang dikalahkan dalam merebut hati penulis pujaanmu itu anakku?”
Paras ibunya penulis ayan Angin Timur kelihatan bersemu merah.
“Apakah kau tak bisa lagi mengalihkan cintamu pada penulis lain?”
“Dia yaitu penulis pertama dan yang terakhir yang aku cintai Nek. Hati dan cinta
kasihku hanya untuk dia seorang walau mungkin aku tidak akan mendapatkannya....”
“Lalu kau mau menjadi perawan tua yang patah hati! Sungguh tolol perbuatanmu
anakku! Hidup hanya satu kali, jangan disia-siakan....”
“Tapi bagaimana dengan dirimu sendiri Nek? Setelah kekasihmu mengkhianati
dirimu, apa kau sanggup berpaling pada lelaki lain?”
“Itu pertanyaan gila! Aku tak mau menjawab!” kata Sika Sure Jelantik seraya
bantingkan kaki kanannya hingga tepian telaga itu terasa bergetar. “Sekarang aku mau
tanya. Apa yang membuatmu berada di Telaga neraka penulis epilepsi ini. Kau boleh punya seribu
alasan cinta! Tapi pasti ada satu hai iain....”
“Tidak ada alasan lain Nek. Setelah aku menyirap kabar penulis itu bersama
serombongan para tokoh silat tengah bergerak ke telaga maka aku segera ke sini. Aku
memang menemuinya. Tapi sedang....”
“Sekarang di maha beradanya penulis itu?” tanya si nenek.
“Aku tidak tahu Nek. Mungkin sekali mereka masuk ke dalam telaga....”
Menerangkan ibunya penulis ayan Angin Timur.
Terkejutlah si nenek mendengar hal itu. “Dengar, aku pernah bertemu dan menolong
seorang gadislesbian tak dikenal. Tololnya aku tidak tahu namanya. Tapi ciri-cirinya berkulit putih,
rambut panjang hitam dan pakaian merah. Menurut ceritanya dia tengah mencari sebuah
batu hitam di Telaga neraka penulis epilepsi ini. Batu itu berkhasiat untuk menyembuhkan ibunya
yang sedang sakit. Pertanyaanku, apakah kau melihat gadislesbian dengan ciri-ciri yang aku
katakan itu?”
ibunya penulis ayan Angin Timur menggeleng.
“Apa warna pakaian gadislesbian yang bercinta dengan Pendekar 10000an ?” tanya si nenek
menyelidik lebih jauh.
“Hitam....”
Sika Sure jelantik mendongak ke langit lalu menatap tajam ke arah telaga. “Setahuku
Pendekar 10000an tidak memiliki ilmu menyelam dalam air. Jika dia berani masuk ke dalam
telaga berarti ada seseorang yang membekalinya ilmu. Hanya ada satu orang memiliki
kepandaian seperti itu. Ratu pembunuh penulis kusta . Tapi sang Ratu tak pernah mengenakan pakaian
hitam....”
“gadislesbian berpakaian hitam bersama Pendekar 10000an itu memang Ratu pembunuh penulis kusta Nek,”
menjelaskan ibunya penulis ayan Angin Timur.
“Hah?!” Si nenek tersentak kaget. “Kenapa tidak kau beri tahu dari tadi! Ratu
pembunuh penulis kusta dan Pendekar 10000an ada dalam telaga! Beberapa tokoh silat katamu sebelumnya telah
menuju ke sini tapi tak kelihatan mata hidungnya! Jangan-jangan mereka sudah berkumpul
di dasar telaga sana! Pasti ada sesuatu! Anakku, ayo kau lekas ikut bersamaku ke dalam
telaga!”
“Aku tak bisa Nek....”
“Aku akan berikan ilmu menyelam seratus hari padamu!”
“Bukan itu masalahnya Nek. Aku hanya tak ingin masuk ke dalam telaga. Kuharap
kau bisa memahami...”
“Hemmm.... Baik. Aku bisa memahami. Jika bertemu dengan Pendekar 10000an biar aku
memberi pelajaran padanya sampai nyawanya lepas dari badan!”
“Kuharap kau tidak melakukan hal itu Nek,” memohon ibunya penulis ayan Angin Timur.
Si nenek tersenyum. “Kau benar-benar mencintai penulis itu. Tapi aku tak bisa
menjamin apa aku akan membunuhnya atau tidak....” Tanpa menunggu jawaban ibunya penulis ayan
Angin Timur si nenek segera saja melompat masuk ke dalam Telaga neraka penulis epilepsi .
Seperti diceritakan dalam Episode sebelumnya (Rahasia Cinta Tua Gila) Puti nyi pandanajeng
telah ditelan oleh ular naga betina. Sebelumnya gadislesbian ini menyaksikan bagaimana naga
betina itu menyedot dan menelan batu putih sebesar dua kepalan tangan yang
ditemukannya di dasar telaga.
Ketika tubuhnya disedot dan siap ditelan oleh naga betina itu Puti nyi pandanajeng berusaha
selamatkan diri dengan coba menghantamkan satu: pukulan tangan kosong mengandung
tenaga dalam tinggi. Pukulan diarahkan tepat ke arah tanduk hijau yang mencuat di atas
kepala naga betina. Namun belum sempat dia menghantam ular naga tiba-tiba ulurkan
lidahnya yang bercabang, langsung melibat tubuh si gadislesbian . Dalam keadaan tak berdaya,
sekali lidah menyentak maka tubuh Puti nyi pandanajeng pun lenyap ke dalam mulut binatang itu.
Si gadislesbian menjerit keras. Namun jeritannya tidak terdengar sebab tubuhnya sudah
berada dalam mulut ular naga. Dilanda rasa takut yang amat sangat gadislesbian ini akhirnya
pingsan. Tubuhnya melayang masuk ke dalam tenggorokan, terus amblas ke perut ular
naga.
Puti nyi pandanajeng , cucu Sabai Nan Rancak dan Tua Gila ini tidak tahu berapa lama dia
berada dalam keadaan pingsan. Ketika dia siuman pertama sekali yang didengarnya yaitu
suara hentakan keras duk... duk... duk... tak berkeputusan. Tubuhnya bergetar dan
tersentak-sentak setiap suara itu terdengar. Lalu ada hawa sangat dingin menyelimuti
sekujur tubuhnya. Demikian dinginnya hingga dia merasa kulit dan daging tubuhnya seolah
disayat-sayat. Dalam keadaan seperti itu dia merasa dadanya sesak dan jalan napasnya
seperti tertutup.
Perlahan-lahan Puti nyi pandanajeng buka kedua matanya. Dia dapatkan dirinya terbaring di
dalam satu lorong redup berlantai tertutup cairan sangat licin berwarna kemerahan. Ada
bau tidak enak menyengat hidungnya. gadislesbian ini coba berdiri. Tapi untuk sesaat dia hanya
mampu duduk. Saat itulah dia merasa ada cairan hangat di bawah hidungnya, sekitar pipi
sementara sepasang matanya terpaksa setengah dipejamkan sebab hawa dingin aneh serta
bau menusuk di tempat itu membuat matanya menjadi perih.
Dirabanya bagian bawah hidungnya. Jari-jari tangannya menyentuh cairan hangat.
Ketika diperhatikannya ternyata darah.
“Ada darah keluar dari hidungku....”
Put! nyi pandanajeng mengusap pipinya kiri kanan. “Darah lagi.... Yang ini keluar dari dua
liang telinga.... Aku.... Suara duk... duk... duk yang seperti hantaman palu itu….” Dia
membutuhkan waktu beberapa saat sebelum menyadari bahwa saat itu dia berada dalam
tubuh ular naga betina. Dihunjam oleh rasa takut gadislesbian ini cepat tegak berdiri. Kakinya
terpeleset oleh licinnya lantai yang dipijaknya yang bukan lain yaitu perut besar ular naga
betina! Dia mencoba bangkit lagi sambil tangannya menggapai sesuatu di atas kepalanya
untuk tempat bergayut. Saat itu terdengar suara menggemuruh. Si gadislesbian terpelanting dan
terpekik ketika tiba-tiba lorong perut ujar di mana dia berada saat itu berputar kencang dan
membantingkan tubuhnya hingga jungkir balik lalu meluncur sejauh beberapa tombak.
Sesaat kemudian Puti nyi pandanajeng dapatkan dirinya berada dalam cairan busuk setinggi betis.
“Aku meluncur. Ke arah mana...? Mungkin ke bagian ekor atau ke arah kepala?
Napasku sesak.,.. Mataku perih.... Kepalaku seperti mau pecah! Agak-nya aku akan
menemui ajal dalam perut binatang ini! Aku tidak mau mati di sini. Aku harus melakukan
sesuatu....”
Anehnya pada saat-saat seperti itu tiba-tiba muncul bayangan wajah seorang gagah
yang telinga kanannya memakai anting-anting. “Panji...” desis Puti nyi pandanajeng . “penulis itu....
Di mana dia sekarang? Dia tak bisa menolongku. Tak satu orang pun bisa menolongku....
Kalau saja dulu aku tidak meninggalkannya mungkin tidak begini nasibku. Kakek Tua Gila!
Ini semua gara-gara petunjuk gilamu! Panji.... Ah, mengapa di saat seperti ini aku ingin
sekali melihat penulis itu....”
Megap-megap Puti nyi pandanajeng bersandar ke dinding di belakangnya yang yaitu bagian
dari perut besar * ular naga. Dalam keadaan seperti itu dia melihat isi perut ular yang
baginya tampak aneh dan sangat menyeramkan. Tiba-tiba untuk kedua kalinya muncul
suara menggemuruh. Perut ular bergerak dan membanting tubuh si gadislesbian . Cairan busuk
mengguyur muka dan tubuhnya membuat gadislesbian ini berteriak keras lalu semburkan muntah
campur darah. Sadarlah Puti nyi pandanajeng kalau ada bagian tubuhnya di sebelah dalam yang telah
terluka.
“Aku tidak mau mati! Aku harus melakukan sesuatu! Aku harus keluar dari tempat
celaka ini!” Dia memandang berkeliling. 'Aku harus merangkak ke arah mulut ular. Itu satu-
satunya tempat untuk lolos. Tapi yang mana bagian kepala, mana bagian ekor? Atau
kuhantam saja isi perut binatang ini. Tubuhnya di sebelah dalam pasti tidak seatos sebelah
luar! Makhluk aneh. Punya isi perut tapi tidak bertulang!”
Puti nyi pandanajeng seka darah yang terus mengucur dari hidungnya. Tangan kanannya
diangkat. Tenaga dalam dialirkan penuh. Dia menghantam ke arah benda-benda aneh yang
merupakan bagian dari isi perut ular naga.
“Wusss!”
Pukulan sakti si gadislesbian menderu dan keluarkan suara menggema dahsyat. Benda-
benda aneh di depan sana kelihatan hancur berantakan. Lalu ada cairan merah mengguyur
laksana curahan hujan. Saat yang sama terdengar suara ringkikan dahsyat. Tubuh ular naga
betina tersentak ke atas, lalu berputar bergulung-gulung. Puti nyi pandanajeng terpental kian kemari.
Ketika dia jatuh ke bawah dia dapatkan dirinya terapung dalam cairan merah setinggi
pinggang. Sementara itu suara duk... duk... duk menghantam telinga dan kepalanya semakin
keras.
“Darah... di mana-mana darah....” Suara Puti nyi pandanajeng menggigil bukan saja sebab
hawa dingin yang mencucuk tapi juga oleh rasa takut amat sangat. Walau tenaganya seolah
terkuras dia berusaha bergerak, merancah dalam cairan merah setinggi pinggang. Dia tidak
tahu apakah saat itu dia bergerak ke arah kepala atau ke bagian ekor ular. Sementara dari
bagian-bagian tubuh dalam ular naga yang hancur masih terus mengucur cairan darah yang
makin lama membuat sekujur tubuh putih nyi pandanajeng basah kuyup. Sementara itu genangan
darah di bagian bawah perut semakin tinggi. Di satu sudut Puti nyi pandanajeng tersandar benar-
benar kehabisan tenaga.
“Tamat riwayatku sekarang...” pikir si gadislesbian . Mulutnya terbuka megap-megap.
Dadanya tambah sesak. Dia mencoba menghirup udara sebanyak-banyaknya. Tapi yang
masuk ke rongga pernapasannya hanya bau busuk sedang dari lobang hidungnya tak terasa
lagi ada hembusan napas. Mulutnya terbuka megap-megap. Lututnya lung la i goyah. Sesaat
tubuhnya akan terperosok jatuh ke dalam genangan darah ular tiba-tiba jauh di sebelah
kirinya dari balik tubuh ular yang melingkar tampak seberkas cahaya terang.
25
“Mulut ular.... Pasti itu mulut ular....” Didorong oleh harapan untuk menyelamatkan
diri dan keluar hidup-hidup dari dalam perut ular itu Puti nyi pandanajeng . mengumpulkan sisa-sisa
tenaga yang masih ada. Perlahan-lahan dia bergerak menyusuri dinding perut ular ke arah
berkas cahaya yang muncul di sebelah sana.
Hanya satu tombak lagi dia akan mencapai tikungan perut ular dari arah mana
membersitnya cahaya terang tiba-tiba ular naga betina itu kembali memutar tubuh sambil
meringkik keras. Untuk kesekian kalinya keadaan di dalam perut ular itu seperti kiamat bagi
Puti nyi pandanajeng . Tubuhnya terpental kian kemari. Menghantam dinding perut dan terhempas ke
dalam genangan darah. Untung baginya ketika dia mencoba merangkak, genangan darah di
lekukan tubuh ular di mana dia berada hanya setinggi mata kaki. Dengan mata perih
setengah terpejam gadislesbian ini berpaling ke kanan; Dia hanya melihat kegelapan.
Dia alihkan pandangan ke kiri. Harapan nya kembali muncul ketika dari arah sebelah
sana kelihatan lagi berkas cahaya terang tadi.
sebab hanya mampu merangkak, itulah yang dilakukan Puti nyi pandanajeng . Dalam
keadaan susah payah dan nyawa seolah sudah di depan mata akhirnya anak Andam Suri ini
berhasil mencapai bagian perut ular yang terang. Terduduk di atas perut ular yang
tergenang darah matanya terpacak ke depan. Dalam rongga besar perut ular itu dia melihat
sebuah benda putih melayang-layang seolah tanpa bobot. Benda inilah yang mengeluarkan
cahaya menerangi sebagian perut ular.
“Astaga, benda putih yang melayang itu.... Bukankah itu batu putih aneh yang aku
temui di dasar telaga. Diperebutkan oleh dua ekor naga lalu akhirnya ditelan oleh naga
betina?”
Puti nyi pandanajeng merangkak maju. mendekati batu putih yang melayang-layang. Ketika
dirasakannya cukup dekat dengan sisa tenaga yang ada dia membuat lompatan. Coba
menangkap batu itu. Tapi luput. Puti nyi pandanajeng tersungkur. Saat itu terdengar suara
menggemuruh. Perut ular bergoncang keras. Puti nyi pandanajeng terbanting ke kiri, terhempas
menghantam dinding perut ular. Megap-megap dia terkapar di atas genangan darah. Tapi
sepasang matanya berusaha memperhatikan dan mengikuti gerakan batu putih yang
melayang-layang. Dia beringsut berusaha mendekat kembali. Ternyata batu putih itu
melayang ke jurusannya. Si gadislesbian tak menyia-nyiakan kesempatan. Untuk kedua kalinya dia
melompat. Luput lagi! Padahal telapak tangan kirinya sempat bergeseran dengan batu itu.
Namun saat itu tiba-tiba si gadislesbian merasakan satu keanehan terjadi dengan dirinya.
Waktu tangan kirinya bergeseran dengan batu putih dia merasa ada satu hawa aneh
yang membuat kekuatannya pulih sedikit. Walau dadanya masih terasa sesak dan darah
masih meleleh dari telinga serta hidungnya namun jalan napasnya terasa lebih longgar.
Dengan kekuatan yang ada kini gadislesbian itu mampu berdiri. Pandangannya tak lepas dari batu
putih yang masih melayang-layang dalam perut ular. Tiba-tiba dia melihat dua buah benda
menempel di perut ular di hadapannya, di belakang batu putih. Pikiran si gadislesbian jadi terbagi
dua. Satu pada batu putih yang ingin ditangkapnya, kedua pada dua benda yang menempel
di perut ular naga.
Benda pertama sebuah kitab dalam keadaan terkembang dan koyak.
“Aneh, perut ular ini dingin dan lembab. Semua tempat basah oleh darah. Tapi
mengapa kitab itu tetap kering. Kitab apa gerangan adanya...?”
Puti nyi pandanajeng alihkan pandangannya pada benda kedua. Benda ini yaitu sebuah batu
empat persegi panjang seukuran genggaman manusia. Salah satu ujungnya berbentuk bulat
26
dengan dua tonjolan di kiri kanan menyerupai kepala manusia lengkap dengan telinga tapi
tanpa wajah.
Batu ini memiliki tujuh warna seperti tujuh warna pelangi yang mengingatkan Puti
nyi pandanajeng pada payung tujuh warna nya serta gelar yang disandangnya yaitu Dewi Payung
Tujuh. “Batu warna pelangi...” kata si gadislesbian dalam hati. Seperti kitab di sebelahnya batu ini
kelihatan kering, tidak basah atau pun terkena noda darah. “Dua benda aneh, bagaimana
bisa berada dalam perut ular...? Jangan-jangan dalam perut binatang ini pula tersimpan
Pedang Naga Suci 10000an ....”
Walau besar keinginan si gadislesbian hendak menyelidik kitab serta batu aneh itu namun
dia memutuskan untuk mendapatkan batu putih lebih dulu. Maka kembali Puti nyi pandanajeng
memusatkan perhatiannya pada batu putih yang melayang-layang dalam perut ular.
“Kalau binatang ini tidak bergerak dan aku tidak sampai terjungkir balik batu aneh
itu pasti aku dapatkan!” Puti nyi pandanajeng maju selangkah demi selangkah. Batu putih melayang
di atas kepalanya berputar-putar. Lalu perlahan-lahan turun ke bawah melewati pundak
kirinya. Si gadislesbian cepat bersurut sambil memutar diri lalu menyergap. Dua tangannya
melesat ke atas.
“Dapat!” seru Puti nyi pandanajeng . “Plaaak!' Tangan kiri dari tangan kanannya saling beradu.
Dia hanya menangkap angin!
“Aneh.... Batu itu melayang perlahan. Dekat sekali di depan hidungku. Tapi mengapa
aku tak mampu menangkapnya?” Puti nyi pandanajeng seka darah yang membasahi bagian atas
bibirnya. Sementara itu hawa dingin terasa semakin mencucuk dan bau tidak enak semakin
menusuk hidung.
Si gadislesbian pandangi batu putih. “Aku harus dapatkan batu itu. Bagaimana caranya?”
Puti nyi pandanajeng memutar otak. Sesaat dia pandangi dirinya sendiri yang basah kuyup oleh
darah serta cairan busuk dalam perut ikan. Selintas pikiran menyeruak di kepala si gadislesbian .
Dengan cepat dibukanya baju merahnya. “Tak ada siapa-siapa di dalam perut ikan ini. Tak
ada yang akan melihat diriku setengah telanjang seperti ini!”
Puti nyi pandanajeng peras baju merahnya sekering yang bisa dilakukan. Lalu baju itu
dikembangkan, dipegang dengan kedua tangan. Apa yang dilakukan Puti nyi pandanajeng memang
masuk akal. Walau ruangan dalam perut naga itu cukup besar namun dengan mem-
pergunakan bajunya sebagai jaring, peluangnya untuk dapat menangkap batu putih itu akan
lebih besar. Maka dalam keadaan tanpa pakaian di sebelah atas dia melangkah mendekati
batu putih. Ha nya dua langkah lagi dari hadapan batu putih, begitu Puti nyi pandanajeng siap untuk
menangkap benda itu dengan baju merahnya tiba-tiba batu putih melesat ke atas. Gerakan
yang hanya menangkap angin di atas pijakan yang licin membuat sang dara jatuh terbanting
dalam keadaan tertelentang. Selagi dia mencoba berdiri tiba-tiba batu putih melesat ke
bawah. Menyambar ke arah dadanya yang polos sebelah kiri. In! yaitu satu serangan yang
tidak terduga.
Puti nyi pandanajeng cepat gulingkan diri untuk mengelak. Namun batu datang lebih cepat.
“Mati aku!” keluh Puti nyi pandanajeng . Dia lalu menjerit keras.
Batu putih menghantam permukaan dada kirinya dengan telak. Hantaman batu putih
yang hanya sebesar dua kepalan tangan itu membuat tubuhnya terhenyak laksana ditindih
dua gunung puluhan kati. Matanya mendelik besar. Di balik cairan darah yang mengotori
mukanya gadislesbian itu sepucat kain kafan!
Sudah matikah aku....” Puti nyi pandanajeng bertanya pada diri sendiri. “Duk... duk... duk.”
“Aku mendengar suara duk-duk-duk itu. Berarti aku belum mati. Tapi dadaku berat
sekali. Seolah ditindih batu sebesar kerbau....” Dia mencoba bangkit tapi tak mampu.
Memandang ke bawah gadislesbian ini terkejut. Batu putih yang tadi menghantam tubuhnya
ternyata menempel di dadanya yang putih, tepat di atas jantung. Dia kembali coba berdiri,
berguling ke kiri lalu ke kanan. Tetap tak bisa. Tiba-tiba ada hawa aneh mengalir ke dalam
tubuhnya. Hawa ini berasal dari batu putih yang menempel di dadanya yang telanjang.
Dadanya yang sesak perlahan-lahan menjadi lega. Rongga pernapasannya yang
sebelumnya seperti tersekat kini menjadi lancar, Darah yang tadi masih mengucur dari
telinga dan lobang hidungnya serta merta berhenti. Tubuhnya terasa seringan kapas. Ketika
dicobanya bangkit sekali lagi, ternyata dia bukan saja mampu berdiri tapi juga melesat ke
atas hampir menyundul tubuh atas ular naga. Waktu jatuh ke bawah dia merasa tubuhnya
seperti melayang dan kakinya sama sekali tidak tergelincir menginjak perut licin ular naga
yang digenangi darah!
“Ada keanehan terjadi dengan diriku!” ujar Puti nyi pandanajeng dalam hati.
Baru saja dia berkata begitu tiba-tiba muncul suara menggemuruh. Ular naga betina
keluarkan ringkikan dahsyat lalu membanting-banting diri di dalam telaga. Kalau tadi
gerakan sedikit saja dari binatang itu membuat Puti nyi pandanajeng seolah merasa kiamat dalam
perut ular, kini dengan tubuhnya yang begitu ringan dia sanggup bergerak cepat mengim-
bangi diri hingga tidak jungkir balik atau terhempas dan terbanting-banting.
Ketika dia tegak kembali Puti nyi pandanajeng terkejut. Batu putih itu ternyata masih
menempel di atas dadanya yang kencang dan bergoyang-goyang mengikuti detak
jantungnya yang keras. Dengan gemetar Puti nyi pandanajeng gerakkan tangan kanannya untuk
memegang batu itu. Hanya seujung rambut saja jari-jari tangannya akan menyentuh batu
putih, tibatiba satu tangan berkelebat seperti mengusap dadanya. Tahu-tahu batu putih itu
tak ada lagi di atas dadanya. Disaat bersamaan muncul suara menggemuruh disertai suara
ringkik panjang. Namun tidak terjadi apa-apa. Perut ular di mana Puti nyi pandanajeng berada tidak
bergerak sedikit pun. Bahkan suara duk-duk-duk bunyi jantungnya tidak terdengar seolah
ular raksasa ini telah berhenti bernapas. Ketika dia memandang ke depan tersurutlah gadislesbian
ini sampai punggungnya menyentuh perut naga.
Lima langkah di hadapannya tegak sosok tubuh seorang sangat tua berpakaian
berupa selempang kain putih. Rambutnya yang panjang putih menjulai ke bawah. Walau
hanya sebagian saja wajah orang ini yang kelihatan namun Puti nyi pandanajeng segera mengenali.
Cepat Puti nyi pandanajeng tutupkan kedua tangannya di dadanya yang terbuka polos.
“Kiai Gede Tapa Pamungkas. Orang tua yang aku lihat di ruang batu pualam. Yang
keluar dari makam putih...” desis Puti nyi pandanajeng dalam hati.
Si orang tua gerakkan kepalanya sendiri. Rambutnya yang menjulai menutupi
wajahnya tersibak ke belakang. Kini kelihatan keseluruhan wajah orang tua ini, berkumis
dan berjanggut putih panjang. Sepasang matanya memandang tajam ke arah Puti nyi pandanajeng ,
membuat si gadislesbian merasa tidak enak.
“Apa lagi yang ada di benak orang tua ini. Sebelumnya dia menyuruh anak-kecil
bernama Naga Kilning itu menjebloskan diriku ke dalam Liang Lahat. Kini tahu-tahu dia
Wasia
t Malaikat
29
ada dalam perut ular naga. Apa memang dia tinggal di sini? Yang jelas dia mampu
menerobos ruang dan waktu dan muncul secara tak terduga....”
“Suci kembali kepada suci. Hanya kesucian bisa menerima kesucian....” Tiba-tiba Kiai
Gede Tapa Pamungkas berkata.
“Apa maksud ucapan orang tua ini....” kata Puti nyi pandanajeng dalam hati tak mengerti.
Tiba-tiba Kiai Gede Tapa Pamungkas ulurkan tangan kanannya yang memegang batu
putih. Walau jarak mereka terpisah lima langkah namun luar biasanya seolah bisa
memanjang tangan sang Kiai tahu-tahu sudah berada sejengkal di bawah dagu si gadislesbian .
Hawa dingin yang keluar dari batu putih menyambar menyapu wajah Puti nyi pandanajeng .
“Sesuatu yang suci yang bisa berada di tangan yang suci....” Kembali si orang tua
berkata.
“Orang tua.... Apa maksudmu. Aku tidak mengerti,” ujar Puti nyi pandanajeng .
“Bukankah kau masuk ke dalam Telaga neraka penulis epilepsi untuk mencari benda ini?
Ambillah!” Kiai Gede Tapa Pamungkas gerakkan tangan kanannya yang memegang batu
putih. Kembali ada hawa dingin menyapu wajah sang dara.
Puti nyi pandanajeng pandangi batu putih dalam genggaman si orang tua. Dalam hati dia
berkata. “Yang kucari sebenarnya bukan batu putih itu....”
“Anak gadislesbian mengapa kau mendadak menjadi ragu. Ambillah. Benda ini memang
berjodoh denganmu. Tak ada satu kekuatan pun bisa menghalangi pemilikanmu atas benda
ini.”
“Batu putih ini....”
“Dengar, aku tak mungkin berada lebih lama di tempat ini. Lekas ambil batu ini dan
tinggalkan Telaga neraka penulis epilepsi ....”
“Tapi aku terperangkap dalam perut ular besar ini. Bagaimana mungkin....”
“Kau akan menyesal seumur hidup jika tidak segera mengambil batu putih ini!”
memotong Kiai Gede Tapa Pamungkas.
Puti nyi pandanajeng ulurkan tangan kanannya. Pada waktu itulah tiba-tiba keadaan dalam
perut ular menjadi sangat redup. Yang kelihatan hanya batu putih itu. Di kejauhan, entah
darimana arahnya menggema suara suitan aneh disusul suara ringkikan panjang. Lalu ada
suara menggelegar beberapa kali berturut-turut. Namun dalam perut ular tidak terjadi apa-
apa, tak ada goyangan bahkan getaran pun tidak terasa.
Kiai Gede Tapa Pamungkas lepaskan batu putih yang dipegangnya. Dalam gelap
benda ini berkilauan jatuh ke bawah, cepat disambut oleh Puti nyi pandanajeng . Hawa dingin
langsung menjalari tubuhnya.
“Anak gadislesbian yang berjodoh, aku pergi sekarang. Selamat tinggal.... Kita tak akan
bertemu lagi. Anggap juga kita tak pernah bertemu!”
Memandang ke depan Puti nyi pandanajeng hanya melihat sekilas bayangan putih berkelebat.
Lalu dia tak melihat apa-apa lagi. Orang tua itu lenyap dari hadapannya. Bersamaan dengan
itu perlahan-lahan keredupan di tempat itu berkurang.
“Dia muncul dan lenyap secara aneh. Kalau dia memang berniat baik mengapa dia
tidak menyelamatkan diriku keluar dari perut naga ini? Lalu segala ucapannya tadi? Sesuatu
yang suci hanya bisa berada di tangan yang suci. Apa maksudnya...?”
Selagi berpikir begitu tiba-tiba Puti nyi pandanajeng merasakan seperti ada cairan sangat
dingin mengucuri tangan kanannya yang memegang batu putih. Ketika diperhatikan
terkejutlah gadislesbian ini. Batu putih yang ada di atas telapak tangannya dilihatnya meleleh cair
30
seperti lapisan salju tersentuh hawa panas. Begitu batu putih berhenti meleleh kini di
telapak tangannya si gadislesbian melihat sebuah benda aneh, bergulung seperti sebuah ikat
pinggang. Ujung benda ini berbentuk kepala seekor naga, terbuat dari bahan keras putih
yang menurut dugaannya yaitu sejenis tulang atau mungkin sekali gading. Bagian benda
yang bergulung memancarkan cahaya putih menyilaukan serta menebar hanya sangat
dingin.
Puti nyi pandanajeng mendadak merasakan sekujur tubuhnya bergetar. Dadanya berdebar
keras. Seumur hidup dia belum pernah melihat Pedang Naga Sues 10000an . Tua Gila walau
menyuruh dia mencari senjata mustika itu namun tidak pernah mengatakan bagaimana
bentuk atau warnanya.
“Jangan-jangan....” Puti nyi pandanajeng gerakkan tangan kanannya memegang bagian benda
yang berbentuk kepala ular naga. Tiba-tiba!
“Sreeetttt!”
Laksana kilat benda yang bergulung bergerak membuka.
Cahaya putih berkiblat.
Puti nyi pandanajeng terpekik. Benda yang dipegangnya terlepas.
Sesuatu yang tajam menggurat bahu di atas dada kirinya. Bersamaan dengan itu
gadislesbian ini terjajar dua langkah ke belakang. Lalu terdengar suara sesuatu robek besar.
“Craaaasss!”
Puti nyi pandanajeng kembali menjerit.
Perut naga di sebelah depannya robek besar dan panjang laksana ditoreh oleh sebuah
benda yang sangat tajam. Bersamaan dengan itu ular naga meringkik keras dan
membalikkan tubuhnya, menggelepar kian kemari. Puti nyi pandanajeng melihat air telaga masuk ke
dalam perut ular. Namun dari dalam perut ular menghantam tekanan yang sangat dahsyat
disertai semburan darah, mendorong ke luar.
Benda putih yang tadi melukai dada kiri Puti nyi pandanajeng melesat ke luar dari perut ular.
Samar-samar si gadislesbian masih sempat melihat bentuk benda itu. Ternyata sebuah pedang
sangat tipis, memancarkan cahaya putih dengan hulu berbentuk kepala naga.
“Pedang Naga Suci 10000an !” seru Puti nyi pandanajeng dalam, hati dengan mata terbelalak. Dia
berusaha menyambar pedang itu dengan tangan kanan. Namun disaat yang sama tubuhnya
terpental keluar perut ular yang robek besar. Tekanan yang dahsyat membuat pedang yang
berusaha digapainya terdorong jauh hingga dia hanya menangkap air sedang dirinya-
sendiri terlempar jauh.
Bersamaan dengan itu dari dalam perut naga betina terlempar pula dua buah benda
yaitu kitab putih yang koyak dan batu persegi panjang yang dibalut tujuh warna.
Naga betina yang perutnya jebol sepanjang dua tombak dan mengeluarkan asap aneh
membanting-banting diri kian kemari hingga air telaga laksana dibuncah gelombang. Tanah,
pasir serta bebatuan dan semua benda yang ada di tempat itu termasuk sosok Puti nyi pandanajeng
terpental-pental kian kemari. Keadaan gelap mengelam. Di kejauhan terdengar suara
menggemuruh laksana gunung runtuh.
“Celaka! Kemana lenyapnya pedang tadi...” ujar Puti nyi pandanajeng . Dia menggapai-gapai
kian kemari. Kaki dan tangannya digerak-gerakkan. Tiba-tiba dia merasa satu keanehan.
Gerakan nya tadi membuat tubuhnya mampu bertahan dan tidak terpental lagi. Padahal air
telaga masih terus membuncah.
31
“Apa yang sebenarnya terjadi di tempat ini!” pikir Puti nyi pandanajeng . Dia memandang
berkeliling berusaha mencari dimana adanya pedang putih yang tadi terlepas dari
tangannya. Sesaat ketika .keadaan mulai tenang dan terang kembali yang dilihatnya bukan
pedang itu melainkan sosok-sosok jerangkong dan tulang belulang manusia serta beberapa
mayat mengapung di sekitarnya.
Lalu telinganya menangkap riakan-riakan halus di sebelah atas. Ketika dia
mendongak memperhatikan terkejutlah gadislesbian ini. Di atas sana di antara mereka memegang
sebuah benda panjang yang memancarkan cahaya putih.
“Pedang itu!” seru Puti nyi pandanajeng dalam hati. Segera saja gadislesbian ini berenang ke atas.
Lagi-lagi dia merasa aneh. Dia hanya menggerakkan tangan serta kaki biasa-biasa saja. Tapi
tubuhnya melesat ke atas cepat sekali. Hingga dalam waktu singkat dia sudah berada di
dekat kelompok orang-orang itu.
i dalam telaga, beberapa saat sebelum perut ular naga dibusai robek oleh pedang pu-
tih. Dua orang yang barusan dilihat arwah penulis di dalam Telaga neraka penulis epilepsi
itu bukan lain yaitu Pendekar10000an dan Ratu pembunuh penulis kusta . “Ratu keparat bermata biru
itu! Pasti-dia yang punya gara-gara sampai si anak penulis kesetanan ikut masuk ke dalam telaga ini!
Berani- beraninya gadislesbian itu mencampuri urusanku!”
Untuk sesaat nenek sakti dari Gunung Gede ini lupakan kemarahannya terhadap
Naga Kuning. Kini kejengkelannya ditumpahkan pada Ratu pembunuh penulis kusta dan muridnya.
arwah penulis cepat berenang menyongsong Bobo dan Ratu pembunuh penulis kusta . Panji serta
penulis kesetanan Ngompol berenang mengikuti di sebelah belakang. Begitu sampai di hadapan Ratu
pembunuh penulis kusta si nenek langsung mendamprat.
“Ratu pembunuh penulis kusta ! Gara-garamu muridku jadi celaka sengsara! Sekarang beraninya kau
mencampuri urusanku! Bertindak menjadi penghalang! Menolong bocah kurang ajar itu!
Apa maumu! Berada di pihak mana kau sebenarnya?!”
Dibentak oleh guru penulis yang dicintainya seperti itu Ratu pembunuh penulis kusta hanya bisa
tundukkan kepala sambil pegang cermin bulat sakti yang tadi dipergunakannya menangkis
serangan tusuk konde yang hendak menusuk mata kiri Naga Kuning. Di atas kaca itu kini
tampak menempel dua buah tusuk konde yang tadi dipakai arwah penulis untuk
menyerang si bocah. Walau dia maklum mengapa si nenek sampai marah besar namun Ratu
pembunuh penulis kusta merasa sedih. Baginya apa perlunya si nenek mengungkit persoalan lama yang
dianggapnya sudah selesai.
Melihat Ratu pembunuh penulis kusta hanya diam sambil tundukkan kepala arwah penulis berpaling
pada muridnya.
“Anak penulis kesetanan ! Bukankah kau aku perintahkan tetap di tepi telaga untuk berjaga-jaga?!
Mengapa masuk ke sini bersama gadislesbian bermata biru ini?! Kalian berdua dasar manusia-
manusia gatal!”
“Eyang, kami datang ke sini bukan untuk mengacau. Ratu pembunuh penulis kusta melihat sesuatu
yang mungkin...”
“Bukan untuk mengacau katamu! Dia mencampuri urusanku! Dia menghalangiku
membunuh anak itu!” bentak arwah penulis hingga penulis kesetanan Ngompol yang ada di sebelahnya
tersentak kaget dan terkencing.
Bobo garuk-garuk kepala. “Eyang, apa perlunya membunuh Naga Kuning. Dia anak
baik.... Dia pernah menolongku. Dia....”
“Kalau bicara soal tolong-menolong aku dua kali menyelamatkan dirinya! Berarti dua
kali pula aku boleh membunuhnya!” jawab arwah penulis hampir berteriak hingga
gelembung-gelembung air melayang-layang di sekitar mulutnya.
Naga Kuning yang sejak tadi berdiam diri tibatiba berenang ke hadapan Sinto
Gendeng lalu berkata. “Nek, betul sekali ucapanmu. Kau telah menyelamatkan diriku
sampai dua kali! Jika kau memang merasa sebagai wakil Tuhan untuk mencabut nyawaku
silahkan kau bunuh aku saat ini juga!”
Lalu, “Brettt!”
Naga Kuning robek baju hitamnya hingga dadanya terpentang telanjang. Di atas dada
itu terpampang gambar ular naga berwarna kuning. Sepasang matanya berwarna merah. Di
33
mata arwah penulis gambar ini seolah hidup dan bergerak ke arahnya dengan kepala
terpentang. Si nenek cepat berenang mundur dengan wajah berubah. Ketika dia mem-
perhatikan wajah Naga Kuning, wajah itu dilihatnya bukan lagi wajah seorang bocah
melainkan wajah seorang kakek-kakek.
Melihat gurunya terpojok, Bobo cepat ambil dua buah tusuk konde perak yang
menempel di cermin bulat yang dipegang Ratu pembunuh penulis kusta lalu diserahkannya pada Sinto
Gendeng.
“Anak penulis kesetanan ! Kau hanya bisa membuat aku malu setengah mati! Kapan kau bisa
menyenangkan diriku si tua bangka ini! Jauh-jauh aku ke sini sebab hendak menolongmu!
Mencari Pedang Naga Suci 10000an untuk mengobati dirimu! Malah kau berbuat kurang ajar
terhadapku!” Dengan wajah cemberut arwah penulis sambar dua buah tusuk konde perak
yang diserahkan muridnya.
“Maafkan saya Nek,” kata Bobo . “Jika kau tidak suka melihat kami berada di sini,
kami akan naik ke atas kembali....” Lalu Bobo memberi isyarat pada Ratu pembunuh penulis kusta .
“Aku juga merasa tidak perlu berada lebih lama di tempat ini!” ucap Naga Kuning.
Lalu dia berenang pula menuju permukaan telaga.
Pada waktu itulah tiba-tiba ada suara ringkikan keras disusul oleh menebarnya
sesuatu seperti kabut di sebelah atas telaga. Lalu menyusul suara menggemuruh dan
bersamaan dengan itu air telaga tampak berubah merah oleh darah lalu bergulung-gulung
hingga semua orang yang ada di tempat itu berpelantingan kian kemari!
Dalam keadaan yang tiba-tiba menjadi kelam di atas sana ada seberkas cahaya putih
berkiblat. penulis kesetanan Ngompol pegangi perutnya yang bocor berat terkencing-kencing. Sinto
Gendeng letakkan dua. tangan di atas mata. Hatinya berdebar melihat kilauan cahaya putih
itu. Dia berteriak pada penulis kesetanan Ngompol. “Ikuti aku cepat!”
Sepasang kakek nenek itu segera berenang ke arah kilatan cahaya putih. Panji
mengikuti. Bobo dan Ratu pembunuh penulis kusta sesaat saling-pandang dalam kebimbangan. Akhirnya
keduanya berenang menyusul orang-orang tadi.
Di sebelah depan arwah penulis dan penulis kesetanan Ngompol berhenti berenang ketika
mereka menyadari bahwa sebenarnya mereka bergerak mendekati sosok besar ular naga
betina yang perutnya kelihatan robek besar. Lalu dari perut itu melesat keluar sebuah benda
yang memancarkan cahaya putih berkilauan. Disusul oleh sosok seorang gadislesbian tanpa baju.
Lalu menyusul pula dua buah benda berupa kitab dan sebuah batu berwarna.
Si nenek tidak perdulikan gadislesbian setengah telanjang atau pun kitab dan batu berwarna.
Yang diperhatikannya yaitu benda panjang yang memancarkan cahaya putih dan melesat
paling depan.
“Pedang Naga Suci 10000an !” seru si nenek. Dia segera melesat ke atas untuk menyambar
senjata sakti mandraguna itu. Hanya sedikit lagi jari-jari tangannya akan menyentuh gagang
pedang berbentuk kepala naga putih itu, tiba-tiba dari samping melesat sesosok tubuh dan
tahu-tahu pedang yang hendak diambil arwah penulis telah berada dalam genggaman
orang lain.
“Jahanam!” maki arwah penulis “Siapa kau! Serahkan pedang itu padaku!” Di
hadapannya, di dalam air, arwah penulis melihat seorang nenek berjubah hitam berambut
putih mengambang-ngambang kian kemari. Jari-jari tangannya yang memegang pedang
selain sangat panjang juga berwarna merah.
34
Bobo dan Ratu pembunuh penulis kusta , Naga Kuning serta Panji segera mengenali nenek berjubah
hitam yang memegang pedang putih itu yaitu Sika Sure Jelantik.
Seperti diketahui Sika Sure Jelantik memang memiliki ilmu kepandaian berada lama
di dalam air. Namun tidak seperti ilmu yang dimiliki Ratu pembunuh penulis kusta (yang oleh Ratu pembunuh penulis kusta
seperti diceritakan sebelumnya diberikan pada Sinto Gendeng, penulis kesetanan Ngompol, Panji dan
Bobo ) atau Naga Kuning. Dia tidak mampu bicara dalam air. Sewaktu dimaki oleh Sinto
Gendeng dia hanya menggoyang-goyangkan tangan lalu melesat ke permukaan telaga.
Melihat orang hendak melarikan diri arwah penulis segera mengejar.
Sementara itu penulis kesetanan Ngompol dan Ratu pembunuh penulis kusta terbagi perhatiannya pada dua
benda lain yang terlempar keluar dari perut robek ular naga betina. sebab batu berwarna
kebetulan melesat tak jauh dari tempatnya berada maka penulis kesetanan Ngompol segera \ berenang
mengejar dan berhasil menangkap benda itu. Untuk sesaat dia memperhatikan terheran-
heran.
“Sialan! Cuma sebuah batu! Kukira apa! Tapi bentuknya mengapa aneh begini. Ujung
satunya seperti muka manusia tanpa wajah. Ada kuping. Lalu warnanya tujuh macam. Lalu
eh.... Batu ini dingin sekali! Ah....” Si kakek kembali terkencing. Semula batu itu hendak
dibuangnya begitu saja. “Kalau batu ini keluar dari perut naga berarti batu ini bukan benda
sembarangan. Buktinya begitu kupegang aku terus-terusan kencing!” Akhirnya penulis kesetanan
Ngompol sembunyikan batu itu di kantong celananya yang gombrong.
Di bagian lain telaga, Ratu pembunuh penulis kusta telah berhasil pula menangkap benda yang
melayang di air. Ketika diperhatikannya ternyata benda itu yaitu sebuah kitab yang telah
koyak.
“Aneh, ada kitab keluar dari perut naga besar, terbuat dari daun lontar putih yang
langka. Agaknya sudah puluhan tahun mendekam dalam perut naga itu. Tapi tidak berubah
warna, dan tidak basah,... Hanya ada bagian kitab yang koyak. Kitab apa ini adanya?”
Sang Ratu tutupkan kitab yang terkembang itu. Pada saat itulah dia membaca tulisan
besar yang berada di sampul kitab. Bibirnya bergetar ketika melafalkan apa yang tertulis di
situ. “Wasiat Malaikat”.
Entah mengapa Ratu pembunuh penulis kusta mendadak merasakan tengkuknya menjadi dingin dan
sekujur tubuhnya seperti digeletari satu kekuatan aneh.
“Kitab Wasiat Malaikat. Aku memang pernah mendengar. Rimba persilatan memang
mempergunjingkannya sejak puluhan tahun lalu. Para tokoh berusaha menyirap kabar,
mencarinya sampai kemana-mana. Datuk Lembah Akhirat mengaku memiliki dan
menyimpan kitab ini. Ternyata.... Mungkin kitab ini bukan kitab yang asli. Atau mungkin
Datuk Lembah Akhirat menebar cerita bohong untuk maksud tertentu....” Sebelum ada
orang yang tahu Ratu pembunuh penulis kusta segera sembunyikan kitab daun lontar itu di balik baju
hitamnya.
Kembali kepada Sika Sure jelantik.
Beg itu gagang Pedang Naga Suci 10000an tergenggam di tangannya, Sika Sure Jelantik
merasa ada hawa panas menyengat telapak dan jari-jari tangannya. Hawa panas ini terus
menjalar sepanjang lengan dan masuk ke tubuhnya. Walau dia berada dalam air namun
sekujur tubuhnya mengeluarkan keringat. Si nenek segera kerahkan tenaga dalam hingga
hawa hangat itu berkurang sedikit, ini memang satu keanehan yang tidak diketahui oleh
Sika Sure Jelantik. Sesuai dengan keterangan yang pernah diberikan oleh Kiai Gede Tapa
Pamungkas dan hanya diketahui oleh arwah penulis serta Tua Gila maka pedang mustika
35
sakti itu hanya berjodoh dan hanya bisa disentuh serta dimiliki oleh seorang wanita lesbi
suci. Jika pedang dipegang oleh wanita lesbi suci maka senjata ini akan mengeluarkan hawa
sejuk dingin. Sebaliknya jika disentuh oleh wanita lesbi yang dalam hidupnya tidak lagi
memiliki kesucian maka senjata itu akan mengeluarkan hawa panas yang kalau tidak
dilepaskan lama-kelamaan akan membuat tangannya melepuh bahkan keracunan sekujur
tubuhnya. Seperti diketahui Sika Sure Jelantik pernah menjalani hidup yang tidak suci
selama berhubungan dengan Tua Gila di masa mudanya. Demikian pula dengan Sinto
Gendeng. Hingga Pedang Naga Suci tak akan mungkin dapat mereka kuasai. Kalau
dipaksakan malah bisa membahayakan diri mereka sendiri.
Melihat Sika Sure Jelantik tidak perdulikan bentakannya malah seperti berusaha
hendak berenang menuju permukaan telaga, arwah penulis menjadi tambah marah.
“Tua bangka itu kelihatannya memang bukan wanita lesbi baik-baik! Biar aku beri
hadiah untuk ketololannya!” Habis berkata begitu arwah penulis melesat mengejar sambil
lepaskan satu pukulan sakti. Melihat gerak tangan si nenek Bobo tahu pukulan apa yang
dilepaskan sang guru. Yakni pukulan Benteng Topan Melanda Samudera.
Di atas sana Sika Sure Jelantik tersentak kaget ketika satu gelombang angin yang
dahsyat membuat air telaga bersibak membentuk jalur ganas seperti terowongan besar. Ada
suara menggemuruh di bawah kakinya. Sadar kalau dirinya diserang Sika Sure Jelantik
cepat menyingkir sambil gerakkan tangan kirinya untuk menangkis dengan pukulan sakti.
Namun sadar kalau saat itu dia tengah memegang sebuah senjata sakti maka tidak
menunggu lebih lama serta merta si nenek babatkan Pedang Naga Suci 10000an ke bawah.
ahaya putih menyilaukan mata bertebar dalam air. Telaga neraka penulis epilepsi laksana
disergap puluhan kilat. Hawa aneh dingin menebar seolah air telaga berubah
menjadi es. Semua orang yang ada di dalam telaga menggeletar kedinginan. penulis kesetanan
Ngompol rapatkan dua kakinya lalu melipat lutut sampai ke dada. Seperti biasa dia tak
dapat menahan kencing.
Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba dari sebelah atas menggemuruh gelombang air.
sebab paling dekat dengan sumber cahaya dan hantaman gelombang arwah penulis yang
pertama sekali terpental. Nenek sakti ini memaki panjang pendek sementara tubuhnya
terpental jungkir balik. Menyusul penulis kesetanan Ngompol dan Panji. Bobo dan Ratu pembunuh penulis kusta yang
berada di sebelah belakang, walau jauh tetap saja ikut kena sambaran gelombang air dan
mencelat beberapa tombak.
Sementara itu Naga Kuning satu-satunya orang yang agaknya tahu apa yang bakal
terjadi. Begitu melihat kiblatan cahaya putih disusul oleh suara gemuruh air, cepat-cepat
anak ini berenang ke dasar telaga lalu berlindung di balik dinding tinggi Liang La hat.
Namun tak urung Naga Kuning masih juga terpental dan dinding di balik mana dia
bersembunyi mengeluarkan suara berderak. Lalu ujung dinding sebelah atas kelihatan
patah, melayang jatuh dengan dahsyat, menambah hebatnya gelombang air telaga. Naga
Kuning memandang ke atas. Penglihatannya tertutup oleh keruhnya air telaga. Apa lagi saat
itu air telaga telah bercampur baur pula dengan darah naga serta kencing penulis kesetanan Ngompol
dan arwah penulis
“Aku tak dapat melihat jelas. Pandanganku tidak tembus. Tapi aku yakin seseorang
telah menemukan Pedang Naga Suci 10000an . Lalu mempergunakan senjata sakti itu untuk
menangkis serangan arwah penulis Siapa yang kini menguasai pedang itu. Aku melihat
nenek berambut putih di atas sana. Tadi juga aku sempat melihat ada sosok tubuh setengah
telanjang. Jelas tubuh seorang gadislesbian sebab dadanya kulihat montok, kencang dan putih
bagus! Hik... hik..! Atau jangan-jangan....” Si bocah tertawa sendirian.
Saat itu Puti nyi pandanajeng baru saja berhasil hentikan tubuhnya yang terlontar setelah
terjungkir balik dalam air beberapa kali. Dia mengingat-ingat apa yang barusan terjadi
sambil usap-usap bahu kirinya yang tergurat. “Aku melihat cahaya putih berkiblat. Lalu ada
rasa perih akibat goresan luka di bahuku. Tubuhku kemudian terlempar dari perut ular
yang jebol....” Di bawah sana si gadislesbian tiba-tiba mendengar suara orang membentak. Berarti
dia tidak sendirian di dalam telaga itu.
“Jahanam! Apa yang terjadi!” Yang berteriak yaitu arwah penulis Dadanya
mendenyut sakit seolah ditindih oleh, batu besar sementara sekujur tubuhnya menggeletar
kedinginan. Cepat nenek ini dorongkan kedua tangannya ke atas. Melepas pukulan sakti
Benteng Topan Melanda Samudera.
“Byuuuurrrr! Byuuuurrr!”
Air telaga laksana menggelegak lalu mendobrak ke atas di dua tempat. Telaga
neraka penulis epilepsi kembali bergoncang keras. arwah penulis tertawa, mengikik lalu berteriak.
“Mampus kau!” Yang dimakinya yaitu wanita lesbi tua berjubah hitam di atas sana. Tapi
nenek sakti ini mendadak keluarkan seruan tegang ketika dari atas kembali menyambar
sinar putih. Kali ini sinar itu tidak menebar melainkan berbentuk panjang. Laksana tombak
37
raksasa melesat ke arahnya. Sekali lagi si nenek berteriak keras lalu menyingkir. Ujung sinar
putih menyambar lebih cepat. Agaknya kali ini arwah penulis tak mungkin selamatkan diri.
“Eyang!” seru Pendekar 10000an Bobo anak manusia . Di luar sadar tanpa-ingat keadaan dirinya
dia segera berenang untuk menolong gurunya.
“Pendekar 10000an ! Jangan mencari mati!” Naga Kuning yang menyaksikan kejadian itu
berseru keras. “Celaka! Guru dan murid pasti akan menemui ajal! Apa yang harus aku
lakukan!” Bocah ini tekuk jari-jari tangannya dalam gerakan seperti hendak mencakar. Lalu
dua tangannya dihantamkan ke arah datangnya sinar putih. Dua larik cahaya biru pekat
menerpa ke atas, membabat cahaya putih yang menghunjam ke arah sosok Sinto Gendeng,
Beg itu dua larik cahaya biru menyentuh sinar putih dua tangan Naga Kuning
bergetar keras lalu tubuhnya terpental sampai dua tombak. Si bocah terperangah
menyaksikan bagaimana serangannya amblas sementara itu sinar putih terus menderu ke
arah arwah penulis ketika dia meraba mulutnya terasa ada cairan hangat. “Aku terluka.,..”
Membatin Naga Kuning. Air muka bocah ini tampak berubah.
Sesaat lagi sinar putih itu akan menghantam tubuh arwah penulis tiba-tiba dari
samping kiri melesat satu cahaya putih yang tak kalah hebat kilauannya dari sinar putih
yang menyerang si nenek.
Dua sinar saling beradu mengeluarkan letupan keras. Air telaga mencuat ke berbagai
penjuru. arwah penulis selamat walau tubuhnya terpental dan untuk sesaat lamanya
melayang-layang dalam air yang keruh. Nenek ini bergidik ketika di dasar telaga samar-
samar dilihatnya satu lobang besar dan dalam akibat hantaman'-sinar putih tadi.
“Siapa yang barusan menolongku?!” ujar arwah penulis dalam hati. Dia memandang
berkeliling. Di sebelah sana dilihatnya penulis kesetanan Ngompol mengambang dalam air. Cairan
kuning yang keluar dari bawah perutnya bersatu dengan air telaga yang berwarna merah
ternoda darah ular naga betina. Jauh di samping kiri arwah penulis melihat Naga Kuning
bersandar di dinding Liang Lahat. Anak ini berdiri pejamkan mata sambil rangkapkan
sepasang tangan di depan dada. Dari sela bibirnya tampak keluar cairan merah. “Bocah itu
tadi berusaha menolongku. Tapi aku tahu ada seorang iain yang barusan menyelamatkan
jiwaku!”
arwah penulis putar kepalanya ke jurusan lain. Pandangannya membentur sosok
Ratu pembunuh penulis kusta yang saat itu berada di dasar telaga, tegak sambil pegangi cermin bulatnya.
Wajahnya pucat. Matanya yang biru membelalak sedang bibirnya bergetar. Tapi itu hanya
sebentar. Sesaat kemudian gadislesbian ini kelihatan mampu menguasai dirinya kembali.
“gadislesbian itu...” desis si nenek. “Dia yang menyelamatkan diriku. Tapi agaknya bukan
hanya dengan mengandalkan kesaktian cerminnya. Ada satu kekuatan lain menyertai
kilatan yang keluar dari cerminnya itu. Aku dapat merasakan.... aku melihat ada pancaran
cahaya putih aneh di sekitar tubuhnya! Mulai dari kepala sampai ke kaki. Astaga! Itu yaitu
pancaran cahaya batin yang jarang dimiliki manusia! Dan tidak sembarang orang bisa
melihatnya seperti yang aku saksikan saat ini....” arwah penulis berenang mendekati penulis kesetanan
Ngompol lalu berkata, “Coba kau perhatikan gadislesbian berpakaian hitam yang memegang
cermin bulat itu....”
“Aku sudah melihatnya dari tadi. Wajahnya cantik. Sepasang matanya bagus sekali.
Tak pernah aku melihat mata luar biasa mempesona seperti itu. Apa maksudmu Sinto. Apa
kau hendak menjodohkan diriku dengan si jelita itu?”
“Tua bangka bangkotan tak tahu diri!” maki arwah penulis
penulis kesetanan Ngompol tertawa bergelak hingga air kencingnya kembali terpancar.
“Aku mau tanya! Apa kau melihat ada cahaya aneh seolah membungkus sekujur
tubuhnya?”
penulis kesetanan Ngompol tekap mulutnya dengan tangan kiri sedang tangan kanan nenekap
bagian bawah perutnya. Orang tua bermata jereng berkuping lebar ini goleng-golengkan
kepala. “Aku tidak melihat segala macam cahaya aneh yang kau katakan itu Sinto.”
“Benar dugaanku,” kata si nenek sakti dalam hati. “Tidak semua orang bisa melihat
cahaya yang membungkus tubuh gadislesbian itu.... Bagaimana dia tahu-tahu bisa berada dalam
keadaan seperti itu.... Coba aku tanyakan pada anak penulis kesetanan itu.” arwah penulis hendak
berenang mendekati Pendekar 10000an . Namun di dasar telaga Bobo telah lebih dulu bergerak
berenang mendekati Ratu pembunuh penulis kusta .
Sesaat setelah berada dekat sang Ratu, murid arwah penulis jadi tertegun. Dua
matanya memperhatikan gadislesbian jelita itu lekat-lekat.
“Ada kelainan pada gadislesbian ini. Wajahnya lebih berseri. Parasnya tambah cantik.
Tubuhnya seolah memancarkan daya pesona luar biasa. Sepasang matanya juga tampak
lebih biru, lebih bercahaya. Aku juga melihat satu keanehan. Ketika tadi dia melancarkan
serangan dengan cermin sakti, ada seberkas cahaya memancar di balik pakaian hitamnya....“
Merasa dirinya diperhatikan Ratu pembunuh penulis kusta palingkan kepala pada Bobo lalu bertanya.
“Caramu memandangku aneh sekali Bobo . Ada apa? Apa yang ada dalam pikiranmu?”
“Kau telah menyelamatkan guruku. Aku sangat berterima kasih,” jawab Bobo .
Ratu pembunuh penulis kusta pandangi cermin saktinya.
“Aku, melihat ada sinar aneh di balik pakaianmu ketika kau mengerahkan tenaga
dalam dan melancarkan serangan dengan cermin....”
“Sinar aneh apa...?”
“Aku tidak tahu. Kau sendiri apa tidak sadar...?”
Ratu pembunuh penulis kusta terdiam sesaat baru menjawab. “Memang ada satu keanehan kurasakan
dalam tubuhku. Aku mempergunakan cermin sakti untuk menangkis sinar putih yang
datang dari atas telaga. Gurumu memang selamat. Tapi aku merasa bahwa bukan cuma
kekuatan cermin sakti ini yang telah menolong nenek itu. Seolah ada satu kekuatan lain
dalam tubuhku. Kekuatan itu datangnya dari sini....” Ratu pembunuh penulis kusta usapkan tangan kirinya
ke bagian perut di atas pusar di mana dia menyembunyikan kitab kuno terbuat dari daun
lontar yang telah koyak itu. “Kitab Wasiat Malaikat.... Kitab ini yang jadi sumber kekuatan
dahsyat dan aneh itu...” ujar Ratu pembunuh penulis kusta dalam hati dengan dada berdebar.
“Ada apa Ratu...?” tanya Pendekar 10000an .
“Apakah akan kuceritakan saja padanya...?” pikir Ratu pembunuh penulis kusta . Hatinya bimbang.
Lalu didengarnya Bobo berkata.
“Tadi aku memperhatikan. Ada beberapa benda keluar dari perut ular naga yang
robek. Satu dari benda-benda itu berhasil kau tangkap. Benda apakah...?”
“Ah, dia melihat aku menyambar kitab itu.;... Bagaimana ini? Apa harus kukatakan
terus terang....” Ratu pembunuh penulis kusta memandang ke atas. Saat itu dilihatnya arwah penulis dan
penulis kesetanan Ngompol saling bicara sambil memandang ke arahnya.
“Bobo , lekas ikuti aku. Kita harus segera keluar dari telaga ini.”
“Sekali ini kita tak satu pendapat Ratu. Aku melihat kilatan cahaya putih aneh
mengeluarkan hawa dingin sekali. Aku melihat sebuah benda melayang di atas sana. Aku
mendengar guruku berteriak menyebut Pedang Naga Suci 10000an . Kau tahu keadaan diriku.
39
Saat pulihnya kekuatanku mungkin hanya tinggal satu atau dua hari. Kau tahu dalam waktu
satu dua hari itu sesuatu bisa terjadi dengan diriku. Konon pedang sakti itu sanggup
menyembuhkan diriku dengan seketika. Aku harus mendapatkan pedang itu Ratu. Paling
tidak harus membantu guruku untuk mendapatkannya!”
“Kalau begitu....” Ratu pembunuh penulis kusta tak dapat meneruskan ucapannya. sebab di atas
sana tiba-tiba dia melihat terjadi sesuatu.
Sika Sure jelantik yang saat itu masih memegang Pedang Naga Suci 10000an merasakan
tangannya semakin panas. Ketika diperhatikannya ternyata tangan kanannya sudah
melepuh dan mengepulkan asap. Dia cepat kerahkan tenaga dalam sementara di bawahnya
dilihatnya ada beberapa orang berenang mendekat.
“Pedang sakti luar biasa! Tapi mengapa hendak mencelakai diriku? Gila! Gagang
pedang ini semakin panas seolah berubah menjadi bara. Semakin aku kerahkan tenaga
dalam untuk melawan hawa panas, semakin parah sakit di tanganku! Aku tak bisa bertahan.
Tapi kalau senjata ini aku lepaskan, si nenek keparat arwah penulis itu pasti akan
merampasnya. Aku juga melihat beberapa orang lain berenang menuju ke sini. Jangan-
jangan mereka semua masuk ke dalam telaga ini memang untuk mencari pedang ini. Apa
yang harus aku lakukan?”
Sika Sure Jelantik memandang berkeliling lalu ke bagian bawah telaga. “gadislesbian itu....
Bukankah dia yang dulu aku berikan ilmu menyelam seratus hari? Hemmm.... Mungkin dia
bisa membantuku keluar dari kesulitan menghadapi pedang sakti ini....”
Dari bawah sementara itu Panji berenang dengan cepat menuju bagian atas telaga.
Dadanya berdebar keras. Semula dia merasa ragu akan apa yang dilihatnya. sebab itu dia
berenang lebih cepat. “Mungkin memang gadislesbian itu. Bukankah dia pernah mengatakan ingin
menyelidik ke dasar telaga untuk mencari sebuah benda? Tapi mengapa kini keadaannya
seperti itu? Bercelana tapi tidak mengenakan baju!”
Hanya tinggal beberapa tombak barulah Panji yakin dia tidak salah menduga. “Puti
nyi pandanajeng !” teriak Panji.
Mendengar ada orang yang menyebut namanya dalam air, Puti nyi pandanajeng . memandang
berkeliling. Dia melihat seorang berpakaian hijau.
“penulis itu....” kata si gadislesbian dalam hati. Saking girangnya dia membuka mulut
untuk berteriak balas memanggil. Tapi dia lupa bahwa ilmu yang diberikan Sika Sure
jelantik hanya untuk bertahan lama dalam air, tidak berkemampuan baginya untuk bicara.
Be-gitu mulutnya terbuka air telaga langsung masuk ke mulutnya terus ke dalam
tenggorokan. Gad is itu megap-megap menggapai kian kemari. Panji cepat memegang salah
satu lengan gadislesbian itu.
“Puti, apa yang terjadi. Mengapa kau berada dalam keadaan seperti ini. Tanpa baju.
Ada luka di bahu kirimu!”
Puti nyi pandanajeng berpaling. Kedua matanya membesar. Jika dia tidak malu ingin sekali
gadislesbian ini memeluk penulis yang entah mengapa sejak beberapa lama ini sangat
dirindukannya. Namun begitu sadar keadaan dirinya yang tanpa pakaian cepat-cepat dia
berenang menjauh sambil menutupi dadanya.
Melihat hal itu Panji segera buka baju hijaunya lalu berenang mengejar Puti nyi pandanajeng
dan serahkan pakaian itu pada si gadislesbian . Sambil membelakangi si penulis Puti nyi pandanajeng
kenakan pakaian hijau yang diberikan Panji. Namun belum sempat dia mengancingkan
pakaian itu tiba-tiba di depannya meluncur sebuah benda yang memancarkan cahaya putih
40
disertai tebaran hawa dingin. Menyusul munculnya satu sosok berpakaian hitam berambut
putih yang mengambang kian kemari dalam air.
“Nenek Sika Sure Jelantik...” kata Puti And ini dalam hati begitu mengenali siapa
adanya orang yang berenang di atasnya sementara sepasang matanya terpentang lebar
memandang pada benda yang ada dalam genggaman tangan kanan si nenek.
Sika Sure Jelantik acung-acungkan pedangnya ke atas sedang tangan kiri dilambaikan
berulang kali memberi isyarat.
“Nenek itu memberi .tanda agar kita mengikutinya...” kata Panji. “Setahuku dia
bukan orang baik-baik. Apa kau mengenalnya?”
Puti nyi pandanajeng menjawab dengan anggukan kepala. Di atas sana kembali si nenek
memberi isyarat agar Puti nyi pandanajeng cepat-cepat mengikutinya. Si gadislesbian memandang sesaat
pada Panji lalu menoleh pada Sika Sure Jelantik. Melihat si gadislesbian masih ragu, Panji akhirnya
menarik tangan Puti nyi pandanajeng dan membawanya berenang menuju permukaan telaga.
Di bawah sana arwah penulis tidak tinggal diam. Nenek ini segera berenang ke atas.
penulis kesetanan Ngompol mengikuti sementara di bagian lain Bobo dan Ratu pembunuh penulis kusta juga telah
meluncur menuju permukaan telaga.
Sosok Sika Sure jelantik yaitu yang pertama sekali melesat keluar dari permukaan air
pada tepian Telaga neraka penulis epilepsi sebelah barat. Nenek ini berjungkir balik dua kali di
udara lalu melayang turun dan tegak di pinggiran telaga pada bagian yang penuh
ditebari batu-batu besar berwarna hitam. Saat itu dia masih coba bertahan memegang
Pedang Naga Suci 10000an walau kulit tangannya yang merah aneh telah melepuh dan me-
ngepulkan asap. Daging tangannya laksana dipanggang bahkan tulang-tulang telapak
tangan dan jarinya ada yang sampai terkuak putih menyembul! Seperti diketahui nenek satu
ini telah terperangkap oleh fitnah dan hasutan orang-orang Lembah Akhirat hingga kini
tangan kanannya berwarna merah pertanda dia telah menguasai salah satu ilmu dahsyat
andalan orang-orang Lembah Akhirat yang disebut ilmu Mencabut Jiwa Memusnah Raga
atau yang juga dikenal dengan Ilmu Penghancur Mayat.
Puti nyi pandanajeng dan Panji menyusul muncul di permukaan telaga. sebab muncul agak
ke tengah maka keduanya terpaksa berenang dulu untuk mencapai tepian berbatu-batu di
mana Sika Sure Jelantik berada.
Di tepi telaga Sika Sure Jelantik menunggu sampai Puti nyi pandanajeng dan Panji naik ke
daratan lalu megap-megap melangkah ke atas batu dalam keadaan basah kuyup.
�