Selasa, 11 Februari 2025

penggulingan sukarno 2


 di semua 

benua. Cita-cita sosialisme berkembang-biak di dunia. Penguasa Amerika 

Serikat di bawah pimpinan Presiden Harry Truman menilai perkembangan 

situasi ini sebagai bahaya perkembangan komunisme yang mengancam 

kemerdekaan Amerika. Amerika dilanda hantu histeria anti-komunisme.

Demikian mengerikan bahaya ancaman komunisme itu dalam pikiran 

penguasa Amerika Serikat, hingga telah dibayangkan akan segera terjadi 

pendaratan pasukan Uni Sovyet di teritori Amerika.

Dalam Perang Dunia kedua, di bawah pimpinan Presiden Roosevelt dan 

Josef Stalin, terdapat kerja sama antara Amerika Serikat dan URSS sampai 

berlangsung Konferensi Yalta. Konferensi Yalta, kadangkala disebut 

Konferensi Krim dan memiliki nama sandi Konferensi Argonaut Conference, 

adalah sebuah konferensi menjelang usainya Perang Dunia II yang diadakan 

antara tanggal 4 sampai 11 Februari 1945. Konferensi ini dihadiri oleh 

pemimpin-pemimpin pemerintah Amerika Serikat, Uni Sovyet, dan Inggris. 

Mereka adalah Franklin Delano Roosevelt, Winston Churchill, dan Josef 

Stalin. Saat-saat menjelang wafatnya, Roosevelt tetap mempertahankan 

prinsip-prinsip putusan Konferensi Yalta.

"Selama perang, Roosevelt berusaha menempatkan Amerika Serikat 

dalam kedudukan netral, dalam posisi penengah dan wasit antara dua besarsekutu. Inggris dan Rusia. Dia berpendapat bahwa tak akan ada perdamaian 

dunia seusai perang, jika tidak berlanjut persekutuan yang kuat, tak ada 

saling pengertian yang mendalam dan saling percaya antara ketiga mitra 

besar yang sudah menempa kemenangan perang—dan terutama antara dua 

yang paling perkasa dari ketiga sekutu, yaitu Amerika Serikat dan Russia." 

[Fred J.Cook: The War-Fare State, hal.72 — 73, with a foreword hy Bertrand 

Russel, The Macmillan Company, New York, London, Third printing, 1962].

Stalin menilai baik sikap dan usaha-usaha Roosevelt, dan berterima kasih 

kepadanya atas bantuan yang diberikan kepada Tentara Merah Sovyet. 

Kekaguman dan penghargaannya pada Roosevelt dan Amerika dia 

tunjukkan dalam sikapnya yang bersedia menerima baik pasukan Amerika 

bertempur di front Rusia "di bawah komando jenderal-jenderal Amerika". 

[Robert E. Sherwood, Roosevelt and Hopkins, Harper, New York, 1948].

Dalam melawan fasisme Hitler, sejak awal Perang Dunia kedua, 

berlangsung kerja sama antara Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Dalam 

pesannya 18 Februari 1942 kepada Roosevelt, Stalin menyatakan: "Saya 

sudah menerima pesan mengenai penyerahan senjata-senjata bulan Januari 

dan Februari. Saya menggarisbawahi, bahwa sekarang ini, ketika rakyat Uni 

Sovyet dan tentaranya sedang menumpahkan tenaga untuk memukul 

m undur pasukan-pasukan Hitler dengan ofensif yang gigih, maka 

penyerahan tank-tank dan pesawat terbang dari Amerika Serikat adalah 

masalah sangat penting demi usaha bersama kita dan untuk sukses-sukses 

kita selanjutnya." [Correspondence Between the Chairman of the Council of

Ministers of the U.S.S.R. and the Presidents of the U.S.A. and the Prime Ministers

of Great Britain During the Great Patriotic War of 1941 — 1945, volume two, 

Foreign Languages Publishing House, Moscow, 1957, hal.20].

Roosevelt menilai tinggi semangat rakyat Sovyet melawan fasisme Hitler. 

Hubungan baik dan kerja sama antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet 

semenjak awal perang ditunjukkan oleh telegram-telegram pribadi sangat 

rahasia dari Roosevelt kepada Stalin, 16 Maret 1942: "Tuan Harriman sudah 

menyerahkan pada saya catatan bertanggal 3 Oktober 1941. Saya sangat 

menghargai berita dari Tuan. Sudah dikirim sebuah telegram kepada Tuan 

menasihatkan Tuan bahwa kami bisa memasukkan Uni Sovyet ke dalam 

pengaturan ketentuan-ketentuan pengaturan pinjam sewa. Saya ingin 

menggunakan kesempatan ini untuk menjamin Tuan sekali lagi, bahwa kami 

akan berbuat semua yang mungkin untuk mengirimkan suplai ini ke garis 

pertempuran Tuan. Keteguhan pasukan dan rakyat Tuan untuk 

mengalahkan Hitlerisme adalah suatu inspirasi bagi rakyat seluruh dunia." 

(Idem, hal.22).


Dan selanjutnya, dalam telegram paling akhir: Roosevelt menyatakan: 

'Terim a kasih atas keterangan Tuan yang terus terang mengenai pandangan 

Sovyet tentang insiden Berne, yang sekarang rasanya sudah melenyap jadi 

masa lampau tanpa berbuat tujuan yang berguna. Dalam setiap peristiwa,

tidaklah seharusnya terjadi saling tak percaya; dan kesalah-pahaman kecil-kecilan

semacam itu tidaklah seharusnya terjadi di masa depan. Saya merasa yakin, bahwa

di kala pasukan-pasukan kita bersama-sama bertempur di Jerman dan dengan ofensif

yang terkoordinasi sepenuhnya, pasukan-pasukan Nazi akan berantakan" (Idem, 

hal.214).

12 April 1945, Roosevelt wafat. Besoknya, dengan menilai tinggi jasa 

Roosevelt, Stalin berkirim telegram kepada Presiden Truman menyatakan: 

"Saya menyatakan kepada pemerintah Amerika Serikat perasaan sedih yang 

sangat dalam atas wafatnya dengan tiba-tiba Presiden Roosevelt. Rakyat 

Amerika telah kehilangan seorang tokoh, Franklin Delano Roosevelt, 

seorang negarawan besar terkenal di dunia dan juara perdamaian dan 

keamanan sehabis perang. Pemerintah Uni Sovyet menyatakan simpati yang 

sedalam-dalamnya kepada rakyat Amerika yang berada dalam kesedihan 

karena kehilangan ini, dan pada kepercayaan mereka bahwa politik kerja 

sama antara negara-negara besar yang sudah lahir dan memikul pukulan 

peperangan melawan musuh bersama akan tetap dikembangkan di masa 

depan" (Idem, hal.214).

Perang Dunia kedua sudah di ambang kehancuran fasisme. Roosevelt 

digantikan oleh Harry Truman. Lain Roosevelt, lain lagi Truman.

Admiral Wiliam Daniel Leahy, Kepala Staf Kepresidenan Roosevelt 

membimbing Truman semenjak hari-hari pertamanya bertugas sebagai 

Presiden. Leahy adalah pembantu Roosevelt dalam waktu panjang 

mengenai masalah-masalah Uni Sovyet. Leahy terkenal sebagai penggagas 

berbagai kebijaksanaan yang keras terhadap Uni Sovyet. Leahy adalah 

pendukung kuat kebijaksanaan "senjata dan uang"-nya Truman terhadap 

Yunani.

Sebelas hari sesudah wafatnya Roosevelt, mulai berlangsung ketegangan 

mengenai kedatangan Molotov dalam rangka persiapan Konferensi San 

Fransisco untuk pembentukan PBB. Truman mengira, bahwa Uni Sovyet 

tidak akan mengirim delegasi tingkat tinggi. Ternyata, Stalin memutuskan 

untuk mengirim Menteri Luar Negeri, Molotov. Menghadapi kedatangan 

Molotov, Truman mengadakan rapat untuk meminta pendapat mengenai 

cara menghadapinya. Yang hadir adalah: Menlu Edward Stettinus Jr., 

Menteri Peperangan Henry L. Stimson, Menteri Angkatan Laut Forrestal, 

Admiral Ernest, Charles Bohlen, Harriman, dan Jenderal Mayor John

R. Deane, Kepala Misi Militer AS di Moskow. Dari antara mereka hanyalah 

Stimson yang mempunyai sikap kenegarawanan, dan hanya dia yang 

menunjukkan pandangan yang mempunyai pengertian yang dapat 

mencegah Perang Dingin.

Admiral Leahy yang hadir dalam Konferensi Yalta mendampingi 

Roosevelt berpendapat bahwa "dia meninggalkan Yalta dengan kesan 

bahwa pemerintah Sovyet tidak mempunyai niat untuk adanya pemerintah 

Polandia yang bebas, dan bahwa dia akan merasa heran jika pemerintah 

Sovyet bersikap lain dari itu. Tapi dia mengharapkan agar masalahnya 

diajukan kepada Rusia dengan sedemikian rupa bahwa pintu pemberian 

bantuan tidak akan tertutup."

Forrestal mengemukakan pendapat dengan garis keras yang tanpa 

kompromi terhadap Russia. Dia berpendapat: "Kita harus membikin

perhitungan dengan mereka sekarang juga."

Forrestal, bersama dengan Menteri Peperangan Henry Stimson dan 

Wakil Menlu Joseph Grew pada awal tahun 1945, dengan kuat membela 

politik lebih lembut terhadap Jepang yang bisa mengizinkan perundingan 

perletakan senjata, suatu penyerahan yang "menyelamatkan muka". Yang 

menjadi perhatian utama bagi Forrestal bukanlah kebangkitan kembali 

militerisme Jepang, tapi adalah "bahaya ancaman komunisme Rusia serta

usahanya untuk memecah-belah, mendestabilisasi masyarakat Asia dan Eropa, dan 

oleh karena itu, harus mengusahakan agar Uni Sovyet jangan terlibat perang

melawan Jepang."

Pandangan-pandangan Forrestal merangsang Truman. Truman 

menyatakan bahwa dia merasa "persetujuan-persetujuan dengan Uni Sovyet 

selama ini hanyalah bersifat satu arah," dan ini tak dapat diteruskan. Dia 

menyatakan bermaksud "jalan terus dengan rencana Konferensi San Fransisco,

dan jika Rusia tidak mau ikut, mereka bisa pergi ke neraka." [Fred J.Cook, The

War-Fare State, hal.83].

Leahy dan Bohlen adalah saksi-saksi dalam penyambutan terhadap 

Molotov. Pada kesempatan itu Truman tak kenal ampun mendamprat 

Molotov. Mengenai ini, kemudian Leahy menulis, bahwa bahasa Truman 

yang "blak-blakan tanpa pupur dengan sopan-santun kata-kata diplomasi" 

adalah "tidak menyenangkanku." [Admiral William Daniel Leahy, I Was

There, New York and London, Whittlesey House, 1950, Autobiography].

Sikap Uni Sovyet yang menampilkan goodwill dibalas dengan tampikan 

kasar. Ini sulit menjadi dasar persahabatan selanjutnya. "Jika suatu tanggal

ditetapkan menjadi awal Perang Dingin, maka tanggal inilah yang dipakai—23

April 1945, sebelas hari sesudah wafatnya Roosevelt." [Fred Cook, Idem, hal.84].

TAHUN 1948, Presiden Harry Truman menyetujui anggaran belanja militer 

miliaran dolar lebih rendah di bawah permintaan angkatan bersangkutan. 

Ini menempatkan Forrestal dalam kedudukan bagaikan "tarik-tambang"

antara presiden dan gabungan kepala staf. Forrestal juga menjadi bertambah 

khawatir mengenai ancaman Sovyet. Masa 18 tahun menduduki jabatan 

Menteri Pertahanan adalah saat-saat sulit bagi lembaga militer Amerika 

Serikat: Pemerintah Komunis naik panggung di Cekoslowakia dan Tiongkok, 

Uni Sovyet melakukan blokade terhadap Berlin Barat yang menyebabkan 

Amerika mengerahkan Berlin Airlift (jembatan udara) untuk memberi suplai 

bagi kota tersebut, perang antara negara-negara Arab dan Israel sesudah 

berdirinya negara Israel, dan perundingan-perundingan tengah berlangsung 

mengenai pembentukan NATO.

Perebutan kekuasaan begitu banyak di Eropa Timur yang diilhami oleh 

komunis Sovyet, kampanye militer dan politik yang didukung oleh Sovyet 

melawan pemerintah Yunani, Itali, dan Perancis, kemenangan komunis yang 

akan datang di Tiongkok, invasi atas Korea Selatan oleh komunis Korea 

Utara menunjukkan tepatnya pandangan-pandangan Forrestal. Dwight 

D. Eisenhower mencatat bahwa dia sependapat dengan teori-teori Forrestal 

mengenai bahaya ekspansi Sovyet dan komunis internasional. Eisenhower 

mengingatkan, bahwa Forrestal adalah "seorang yang di tengah-tengah 

berlangsungnya perang, selalu mengedepankan kewaspadaan terhadap Uni 

Sovyet. Eisenhower ingat akan berbagai kesempatan, ketika dia menjabatPanglima Tertinggi Pasukan Sekutu, dia dikunjungi oleh Forrestal, yang 

dengan hati-hati menjelaskan tesis-tesisnya, bahwa kaum komunis tidak akan

pernah berhenti mencoba menghancurkan semua negara yang representatif.

Eisenhower mencatat dalam buku hariannya tanggal 11 Juni 1949, "'Saya 

tidak pernah merasa sangsi akan ketepatan kesimpulannya mengenai hal 

ini." [Immerman, James, The CIA in Guatemala, Univ. of Texas Press, 1982].

Dalam pembentukan the policy of containment Amerika Serikat, dalam 

bulan Februari 1946 dari Kedutaan Besar AS di Moskow, Duta Besar George 

Kennan, mengirim telegram panjang yang kemudian dipublikasi sebagai 

Artikel X bulan Juli 1947. Telegram ini memaparkan hal berikut: "Dalam

membangun pemulihan ekonomi dan menegakkan kepercayaan politik rakyat Eropa

Barat dan Jepang demi mereka bisa mempunyai daya tahan terhadap tekanan￾tekanan komunis setempat-dan untuk menunjukkan kepada mereka yang di Kremlin

dengan cara begini supaya mereka tidak berhasil memperluas kekuasaan dengan

intrik-intrik politik dan intimidasi, hingga mereka tak dapat berbuat demi

kepentingannya tanpa berhadapan dengan kita, dan seterusnya, di kala

keseimbangan politik sudah diciptakan, lanjutkan bisa berunding dengan Moskow

mengenai penyelesaian politik secara umum."

isi telegram ini menunjukkan perlawanan terhadap penguasa Kremlin, 

menunjukkan supaya dilakukan containment, pembendungan terhadap 

perluasan kekuasaan komunis. Teori containment yang semula ditujukan 

untuk Eropa dan Jepang, segera berkembang meluas ke daerah-daerah 

lainnya termasuk Indonesia￾Tanggal 17 Desember 1948, Kennan, yang ketika itu adalah direktur dari 

Policy Planning Staff dari Kementerian Luar Negeri menyatakan kepada 

Menteri Luar negeri AS, George C.Marshall, bahwa "masalah yang paling

gawat pada waktu itu dalam perjuangan kita menghadapi Kremlin adalah mungkin

problem Indonesia." Bagi Kennan, masalahnya diringkaskan menjadi soal 

kedaulatan republik, atau kekacau-balauan." Dan dia mengingatkan Menteri 

Luar Negeri Marshall, kekacau-balauan berfungsi sebagai "pintu terbuka buat

komunisme." [Ibid, 25].

Jadi dengan motivasi ketakutan akan perluasan daerah komunis dan adanya 

hingar-bingar pendapat umum orang Amerika, yang bersimpati pada 

kekuatan nasionalisme dan anti-kolonialisme, maka Amerika Serikat 

mengambil peranan mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia.

Pada 7 Februari 1949, Amerika mengancam untuk menarik bantuan Plan 

Marshall bagi Belanda jika tidak menghentikan kegiatan militer melawan 

Indonesia. Republik Indonesia berada di bawah pimpinan Presiden 

Soekarno.

Ada yang berpendapat, bahwa malangnya, pada waktu itu, sekali lagi 

Amerika dibingungkan oleh Kremlin dan medan pertempuran Perang 

Dingin di bagian bumi lainnya, hingga gagal mengembangkan politik luar 

negeri yang menyeluruh untuk menggunakan keunggulan dan merebut 

kesempatan yang ditunjukkan oleh negeri demokrasi yang baru muncul itu, 

yang kaya sumber alam, berkedudukan strategis, berkebudayaan aneka 

ragam, beragama yang moderat. Dalam kenyataannya, politik luar negeri 

Amerika selama lebih enam puluh tahun terhadap Indonesia tidaklah tegas, 

dan sering saling bertentangan. Maka akibatnya, Indonesia bukanlah sekutu 

yang kuat, Indonesia dewasa ini memandang Amerika dengan mata yang 

berpurbasangka. Sesudah Soeharto turun panggung dari 32 tahun kekuasan 

militer, Amerika kini menghadapi pemusnahan kaum Islam fundamentalis, 

menggantikan penghancuran "gerombolan komunis". [Eddie R.Howard, 

Lt.Col. USAF, US Relations With Indonesia : A Second Chance To Get It Right, 29 

Januari 2008].

Mantan pejabat CIA, Ralph McGhee, penulis buku Deadly Deceits-My 25

Years in the CIA menulis sejumlah artikel dalam tahun 1980 sampai awal 1990, 

di mana dipaparkannya bahwa CIA dan pejabat Kementerian Luar Negeri 

AS terlibat dalam menyusun nama-nama orang PKI yang diserahkan kepada 

tentara untuk kemudian dipergunakan dalam pembasmian mereka. 

W alaupun ada dari kalangan CIA yang membantah, tapi sangat sedikit 

kesangsian, bahwa CL4 benar-benar ambil bagian aktif dalam penggulingan

Soekarno.

Truman telah memaparkan sederetan prinsip politik Amerika Serikat 

yang dikenal kemudian sebagai Doktrin Truman. Truman menyatakan bahwa 

Amerika Serikat, sebagai pemimpin dari dunia bebas, haruslah mendukung

kapitalisme di seluruh dunia dan berjuang melawan komunisme. Sikap ini 

didukung oleh George Marshall dan Dean Acheson, yang menggeneralisasi 

harapan buat Yunani dan Turki menjadi satu doktrin yang dapat dilaksanakan

di seluruh dunia. Jelas-jemelas, Uni Sovyet adalah inti dari pikiran Truman, 

tapi tak dinyatakan terang-terangan dalam pidatonya ini. Truman berusaha 

memecahkan masalah ketidakstabilan Eropa Timur sambil memastikan 

bahwa komunisme tak akan menyebar masuk negeri-negeri Yunani dan 

Turki. Pandangan Truman ini didasarkan pada isi telegram George Kennan, 

Duta Besar Amerika di Moskow waktu itu. Dari isi telegram itu sebagai inti, 

lahirlah Doktrin Truman, yang isinya dipaparkan dalam pidato Truman 

berikut ini.

12 Maret 1947, Presiden Truman berpidato di depan sidang gabungan 

Senat dan Congress Amerika. Antara lain Truman mengemukakan: "Ini

menyangkut politik luar negeri dan keamanan nasional. Pemerintah 

Amerika sudah menerima seruan mendesak dari pemerintah Yunani untuk 

mendapatkan bantuan keuangan dan ekonomi. Keadaan sesungguhnya 

yang dihadapi pemerintah Yunani sekarang adalah masalah ancaman dari 

kegiatan teroris beberapa ribu orang bersenjata di bawah pimpinan komunis, 

yang merongrong kekuasaan pemerintah di berbagai daerah terutama 

sepanjang perbatasan utaranya. Saya sepenuhnya memaklumi bahwa jika 

Amerika Serikat memberikan bantuan kepada Yunani dan Turki akan ada 

pengaruhnya yang luas. Salah satu tujuan utama dari politik luar negeri 

Amerika adalah menciptakan syarat-syarat agar kita dan bangsa-bangsa 

lainnya dapat menempuh cara hidup bebas dari tekanan-tekanan. Ini adalah 

masalah pokok dalam perang dengan Jerman dan Jepang. Kemenangan kita 

adalah kemenangan atas negeri-negeri yang memaksakan kemauannya, 

memaksakan cara hidup mereka atas negeri dan bangsa-bangsa lain. Untuk 

menjamin perkembangan damai bangsa-bangsa di dunia, bebas dari 

tekanan-tekanan, Amerika Serikat telah ambil bagian penting dan 

memimpin pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Rakyat di sejumlah 

negeri akhir-akhir ini mengalami tekanan dari rezim-rezim totaliter yang 

memaksakan kemauan atas mereka. Pemerintah Amerika Serikat sudah 

melakukan berbagai protes menentang kekerasan-kekerasan dan intimidasi 

yang melanggar Persetujuan Yalta mengenai Polandia, Rumania, dan 

Bulgaria. Saya harus menyatakan bahwa perkembangan hal yang sama juga 

terjadi di negeri-negeri lainnya.

Dewasa ini dalam sejarah dunia hampir setiap bangsa harus memilih 

cara hidup mereka sendiri. Pilihan ini sering tidaklah bebas. Suatu cara 

hidup adalah didasarkan pada kemauan mayoritas, dan diwujudkan dalam 

lembaga-lembaga yang bebas, pemerintahan yang representatif, pemilihan 

umum yang bebas, jaminan bagi kebebasan pribadi, kebebasan berpendapat 

dan beragama, bebas dari penindasan politik. Cara hidup yang lain adalah 

didasarkan pada kemauan minoritas yang memaksakan kehendaknya atas 

mayoritas. Ia bersandar pada teror dan penindasan, pers dan radio yang 

diawasi, pemilihan yang ditetapkan, dan penindasan atas kebebasan pribadi. 

Saya percaya bahwa politik Amerika Serikat adalah mendukung rakyat￾rakyat yang bebas, yang berjuang melawan usaha-usaha penundukan oleh 

minoritas bersenjata atau tekanan-tekanan dari luar. Saya percaya bahwa 

kita harus membantu rakyat-rakyat yang bebas, mencapai tujuan mereka 

dengan cara mereka sendiri. Dunia tidak statis, dan status quo tidaklah abadi. 

Tetapi kita tidak bisa membiarkan perubahan status quo dengan melanggarPiagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan menggunakan cara kekerasan 

atau dengan cara main dalih atau infiltrasi politik.

Dalam membantu bangsa-bangsa bebas dan merdeka mempertahankan 

kebebasan mereka, Amerika Serikat akan berpegang pada prinsip-prinsip 

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Jika Yunani jatuh ke bawah kontrol 

minoritas bersenjata, maka akan memberi pengaruh pada tetangganya, 

Turki, dan bisa segera dan serius. Kebingungan dan kekacauan akan 

menyebar ke seluruh Timur Tengah. Lebih-lebih lagi, lenyapnya Yunani 

sebagai satu negara merdeka akan memberi pengaruh mendalam bagi 

negeri-negeri Eropa yang rakyatnya tengah berjuang melawan kesulitan 

besar mempertahankan kemerdekaan mereka dan usaha pemulihan negeri 

mereka dari korban peperangan. Jika kita gagal membantu Yunani dan 

Turki, akibatnya akan mencapai jauh ke Barat bahkan ke Timur.

Hakikat sesungguhnya dari masalah Yunani dewasa ini adalah ancaman 

dari kegiatan teroris beberapa ribu orang bersenjata yang dipimpin oleh 

orang-orang komunis, yang merongrong kekuasaan pemerintah, terutama di 

perbatasan utaranya."

Yang dimaksud Truman dengan ancaman terhadap Yunani dan Turki 

adalah datangnya kekuatan komunis.

POLITIK rollback muncul sebagai perlawanan Partai Republik atas 

containment gagasan Partai Demokrat. Di balik strategi yang baru ini 

terdapat ide melakukan ofensif untuk mendorong m undur komunisme, 

ketimbang hanya defensif menahan (membendungnya). Pengambil inisiatif 

dari politik rollback ini adalah John Foster Dulles. Kemudian politik rollback

Dulles ini dilaksanakan oleh pemerintahan Ronald Reagan selama tahun 

1980-an dan bermuara pada menghasilkan rontoknya daerah kekuasaan 

Sovyet, berantakannya kubu komunis di Eropa Timur, dan hancurnya Uni 

Sovyet itu sendiri.

Dalam bahasa strategi Amerika, rollback adalah politik untuk membasmi 

seluruh pasukan m usuh dan menduduki negerinya, seperti yang pernah 

berlangsung dalam Perang Dalam Negeri Amerika hingga membentuk 

Konfederasi, dan dalam Perang Dunia kedua seperti menghadapi Jerman 

dan Jepang yang sampai ditaklukkan.

Ungkapan rollback militer terhadap Uni Sovyet diusulkan oleh James 

Burnham dan para ahli strategi lainnya pada akhir tahun 40-an, dan oleh 

pemerintahan Truman dilaksanakan dalam melawan Korea Utara dengan 

melangsungkan Perang Korea. Banyak perdebatan waktu itu mengenai 

masalah apakah Amerika akan menjalankan strategi rollback melawankomunisme di Eropa Timur dalam tahun 1953 —1956, putusannya adalah 

tidak.

Sebagai penggantinya, AS memulai pelaksanaan program jangka panjang

dengan perang psikologi untuk merontokkan pemerintah komunis dan pro￾komunis serta dengan membantu pemberontakan-pemberontakan. Usaha￾usaha ini sudah dimulai semenjak tahun 1945 di Eropa Timur, termasuk 

memberi bantuan senjata bagi pejuang-pejuang untuk kemerdekaan di 

negara-negara Baltik dan Ukraina. Usaha lainnya juga berlangsung di 

Albania semenjak tahun 1949, menyusul kehancuran kekuatan bersenjata 

komunis dalam perang dalam negeri Yunani tahun itu. Dalam hal ini, agen￾agen yang didaratkan, diselundupkan oleh Inggris dan Amerika Serikat 

untuk memicu perang gerilya, tetapi gagal. Operasi ini sudah dikhianati oleh 

agen ganda Inggris, Kim Philby, yang menyebabkan tertangkap dan 

dibunuhnya agen-agen tersebut. Proses yang ternyata berhasil meruntuhkan 

pendudukan Sovyet di Afghanistan tahun 1980-an.

Dalam Perang Korea, Amerika Serikat dan PBB secara resmi menjalankan 

politik rollback - menghancurkan pemerintah Republik Rakyat Demokrasi 

Korea, mengirim pasukan PBB melewati garis lintang 38 derajat untuk 

menduduki Korea Utara.

Strategi rollback Amerika menyebabkan Tiongkok mengirim pasukan 

sukarela memasuki Korea, memukul kembali pasukan PBB sampai ke garis 

lintang 38 derajat. Kegagalan strategi rollback, menyebabkan Amerika, 

Jenderal Douglas Mac Arthur kembali menempuh pelaksanaan the policy of

containment tanpa rollback.

Dalam bulan November 1950 berlangsung Operation Paper, termasuk 

mempersenjatai dan menyuplai senjata bagi sisa-sisa pasukan Kuomintang 

Divisi 93 di bawah komando Jenderal Li Mi di Timur Birma, untuk 

menduduki provinsi Yunnan, mengalahkan pemerintah komunis setempat. 

Semua pasukan Li Mi terbasmi, dan sesudah kegagalan ini, Amerika 

menarik bantuannya lebih lanjut.

Eisenhower dan Dulles

JURUBICARA Partai Republik, John Foster Dulles, memelopori dalam 

memajukan politik rollback. Dalam tahun 1949 dia menulis: "'Kita harus 

menjelaskan kepada jutaan rakyat di Eropa Timur dan Asia bahwa kita tidak 

menerima status quo yang ditetapkan Uni Sovyet dengan melakukan agresi 

dengan komunisme yang agresif yang dipaksakan pada mereka, oleh karena itu

masalah pembebasan adalah suatunya yang esensial dan bagian jangka 

panjang dari politik luar negeri kita/'

Dalam tahun 1952, pimpinan nasional Partai Republik menegaskan 

posisi ini ketika Dwight D. Eisenhower terpilih menjadi presiden, Dulles 

diangkat menjadi Menteri Luar Negeri. Penasihat Eisenhower, Charles 

Douglas Jackson, untuk mengoordinasi perang psikologi melawan 

komunisme.

Radio Free Europe, sebuah lembaga swasta yang dibiayai Congress 

beroperasi dengan diarahkan ke Eropa Timur untuk menyerang komunisme. 

Suatu strategi alternatif dari rollback adalah containment, pemerintah 

Eisenhower menerima politik containment melalui putusan NSC dengan 

dokumen NSC 162/2 dalam bulan Oktober 1953, ini berarti meninggalkan 

pelaksanaan rollback di Eropa.

Tanggal 30 Oktober 1953, Presiden Eisenhower menyetujui dokumen 

NSC 162/2, dokumen sangat rahasia yang menegaskan bahwa gudang 

persenjataan nuklir Amerika tetap dipertahankan dan diperluas untuk 

menghadapi ancaman komunis. Dokumen itu memperingatkan bahwa Uni 

Sovyet sudah mempunyai cukup senjata nuklir yang mampu 

"'melumpuhkan dasar industri Amerika". W alaupun tampaknya dalam 

waktu dekat Sovyet tidak akan menggunakannya, tidaklah berarti bahwa 

Amerika bisa mengurangi usahanya untuk menimbun "senjata nuklir 

secukupnya".

Amerika Serikat harus membikin jelas kepada Uni Sovyet dan Tiongkok 

komunis, bahwa Amerika mempunyai maksud untuk memberi reaksi 

dengan kekuatan militer terhadap setiap agresi yang dilakukan kekuatan 

bersenjata kubu Sovyet. "Senjata nuklir tersedia untuk dipergunakan 

sebagaimana senjata lainnya". NSC 162/2 menunjukkan ketergantungan 

Amerika Serikat untuk menangkal agresi komunis selama tahun-tahun 

kekuasaan Eisenhower. Eisenhower juga melancarkan politik luar negerinya 

yang disebut "New Look", yang berarti lebih tergantung pada senjata nuklir 

berjuang dalam Perang Dingin.

Eisenhower bersandar pada aksi-aksi rahasia CIA untuk meruntuhkan 

pemerintah-pemerintah kecil yang tak bersahabat dengan Amerika, dan 

menggunakan bantuan ekonomi serta militer untuk memperkuat 

pemerintah-pemerintah yang mendukung posisi Amerika dalam Perang 

Dingin. Dalam pelaksanaan politik rollback dalam bulan Agustus 1953 

berlangsung operasi Ayax dengan kerja sama dengan Inggris, dibantu militer 

Iran dalam merestorasi kekuasaan Syah Iran.Pelaksanaan politik rollback mendapat ujian ketika pemerintah Hongaria 

di bawah Imre Nagy dalam tahun 1956 menentang kekuasaan Uni Sovyet di 

Hongaria dengan menyatakan menarik diri dari Pakta Warsawa, dan 

menyerukan pada pemerintah Barat untuk membantu melawan invasi Uni 

Sovyet. Ini adalah satu pemberontakan terhadap kekuasaan Uni Sovyet. 

Waktu itu Eisenhower membayangkan bahwa pelaksanaan politik rollback

dengan memberi bantuan, akan mendatangkan bahaya terpicunya perang 

nuklir dengan Sovyet. Dan Menteri Luar Negeri Dulles mengira Imre Nagy 

adalah memihak Uni Sovyet. Ternyata Nagy digulingkan oleh Janos Kadar, 

Hongaria kembali ke dalam Pakta Warsawa dan tak terjadi penggulingan 

kekuasaan negara sosialis di Hongaria. Tanpa menjalankan politik rollback;

Amerika tetap menjalankan the policy of containment terhadap Hongaria.

D o k tr in R e a g a n

DALAM pemerintahan Ronald Reagan, di tahun 1980-an, gerakan rollback

mendapat kebangkitan berkat desakan dari Heritage Foundation dan lembaga￾lembaga berpengaruh yang konservatif, mulai menyalurkan pengiriman 

senjata membantu kekuatan dan gerakan anti-komunis di Afganistan, 

Angola, Kamboja, Nikaragua, dan negeri-negeri lainnya, dan melancarkan 

invasi yang sukses dalam tahun 1983 di Nicaragua yang berhasil 

menggulingkan pemerintah yang menamakan dirinya Marxis. Ini adalah 

contoh gemilang melaksanakan politik rollback, menggulingkan pemerintah 

beraliran Marxis.

Intervensi pemerintah Reagan terhadap negeri-negeri Dunia Ketiga 

dikenal sebagai Doktrin Reagan. Dalam berbagai medan pertempuran rollback;

Uni Sovyet memberikan banyak konsesi, bahkan m undur dari Afganistan 

yang dikuasainya.

Arus kegoncangan nasionalistis melanda negeri-negeri Uni Sovyet pada 

tahun 1989. Lima belas negara anggota URSS menyatakan undang-undang 

mereka tidak tunduk pada Uni Sovyet, menyatakan diri sebagai negara 

merdeka dan berdaulat.

Tanggal 25 Desember 1991, Uni Sovyet resmi membubarkan diri. Inilah 

penggulungan komunisme di Eropa, pelaksanaan politik rollback yang 

dilaksanakan Ronald Reagan di Eropa.

Doktrin-Doktrin anti komunis Truman - the policy of containment, Doktrin 

Dulles-Eisenhower politik rollback, yang dianut dan dilaksanakan oleh semua 

Presiden Amerika menyusul Eisenhower: Richard Nixon, Lindon Bayne

Johnson, J.F. Kennedy, Ronald Reagan, George W. Bush, dan seterusnya; 

diikuti oleh indoktrinasi histeria anti-komunis yang intensif. Histeria anti￾komunis yang dikobarkan sejak tahun 20-an, disusul dengan kampanye anti 

komunis McCarthyisme, pandangan-pandangan Barry Goldwater.

Demikian intensifnya indoktrinasi anti-komunis itu hingga, William 

Blum dalam, bukunya Killing Hope - US Military and CIA Interventions Since

World War II, Zed Book .... menulis: "Selama empat tahun seusai Perang 

Dunia kedua, banyak orang Amerika, termasuk pejabat-pejabat tingginya 

menyimpan pandangan bahwa Perang Dunia kedua adalah 'perang yang 

salah, melawan musuh yang salah'. Sesungguhnya, musuh sejati Amerika

adalah komunisme. Membasmi komunisme adalah tugas sejarah Amerika. 

Mestinya, Nazi Hitler dibantu untuk mengarahkan serangan ke Timur, 

membasmi habis komunisme di muka bumi." [Baca, William Blum, Killing

Hope - US Military and CIA Interventions Since World War II, Zed Books, 

London, 1986]

Terhadap Indonesia, sejak masa revolusi Agustus 1945, Republik 

Indonesia yang dipimpin Presiden Soekarno tetap berada dalam perhatian 

Amerika Serikat. Ketakutan akan Indonesia dilanda kekuasaan komunisme 

sudah menggelisahkan Amerika. Tampilnya Amir Sjarifuddin sebagai 

perdana menteri, menyebabkan Amerika menggalakkan usaha untuk 

menggusurnya. Dengan "Red Drive Proposal"-nya, Indonesia jadi dilanda 

Peristiwa Madiun yang berdarah. Inilah realisasi the policy of containment,

Doktrin Truman, di Indonesia menyusul sukses pelaksanaannya di Yunani 

dan Itali. Dalam Peristiwa Madiun ini, generasi pertama pimpinan tertinggi 

PKI, Musso, Amir Sjarifuddin, dapat dibasmi.

Tapi PKI tidaklah punah. Seiring dengan perkembangan gerakan kiri 

sedunia, di bawah generasi kedua pimpinan tertinggi PKI dengan D.N.Aidit, 

MH Lukman, dan Njoto, serta Sudisman sebagai tokoh-tokoh terkemukanya, 

PKI berkembang pesat dan tampil jadi partai besar keempat memenangkan 

Pemilihan Umum 1955 untuk parlemen; dan jadi partai pertama dalam 

pemilihan umum 1957 untuk Dewan-Dewan Perwakilan Daerah.

Gagasan Bung Karno persatuan nasional berporos nasakom, adalah sesuai 

dengan haluan strategi PKI, memenangkan sosialisme lewat jalan damai. 

Perkembangan PKI yang diiringi oleh politik luar negeri Bung Karno dengan 

gagasan nasakom dalam arena internasional sungguh mengkhawatirkan 

Amerika Serikat. Dan kalau jadi berlangsung pemilihan umum menurut 

rencana semula, kawan dan lawan meramalkan, bahwa PKI akan mendapat 

kemenangan besar. Ini sungguh mengkhawatirkan Amerika Serikat. Atas 

usaha Nasution, Angkatan Darat pun bertindak menolak berlangsungnyapemilihan umum tersebut, hingga jadi ditunda.

PKI maju terus dengan aksi-aksi politik yang merugikan Amerika. Mulai 

dari mengumandangkan semboyan imperialisme Amerika adalah musuh utama

rakyat Indonesia, sampai diikuti oleh aksi-aksi mengambil alih perusahaan 

kapital Belanda dan akhirnya kapital raksasa Amerika: Stanvac, Good Year, 

Caltex, Shell, dan lain-lain. Sebelum itu. Bung Karno menunjukkan 

perlawanan terhadap Amerika dengan mengumandangkan seruan "Go to

hell with your aidsl" Tak ayal lagi, vonis pembasmian komunis Indonesia dan

penggulingan Bung Karno pun dilaksanakan.

Amerika tak berhasil membasmi komunisme di Korea dengan tiga tahun 

Perang Korea. Amerika babak belur dalam Perang Vietnam tahun enam 

puluhan, walaupun mengerahkan seperempat juta pasukan, juga tak 

berhasil membasmi komunis Vietnam. Inilah puncak-puncak Perang Dingin 

di Asia. Indonesia tak boleh dibiarkan jatuh ke tangan kekuatan komunis. Inilah

akar pembasmian komunis dan penggulingan Bung Karno di Indonesia.

Dengan dikerekturunnya bendera merah berpalu-arit dari puncak istana 

Kremlin, Uni Republik-Republik Sovyet Sosialis (URSS) buyar, lenyap dari 

peta politik dunia. Awal tahun 1992 dalam pedato kenegaraannya. Presiden 

George Bush memproklamirkan: "Perang Dingin sudah usai, Komunisme sudah

mampus, dan kita menang!" [Suar Suroso, Bung Karno Korban Perang Dingin,

Hasta Mitra, Jakarta 2007, hal.l].

Kenyataannya, gerakan komunisme tidaklah punah. Maka arwah 

penganut Perang Dingin masih gentayangan di dunia. The policy of

containment - politik membendung komunisme masih tetap melanda dan 

menghantui dunia. Termasuk menghantui Indonesia. Inilah akar dari

pembasmian kaum kiri, pembasmian kaum komunis, pelarangan Partai 

Komunis Indonesia dan Marxisme-Leninisme di Indonesia. Dan inilah akar

penggulingan Bung Karno yang berideologi kiri.

SIKAP Truman yang sangat tangguh anti komunisme dipaparkan lagi lebih 

jelas dalam pidato inauguralnya, 20 Januari 1949, saat mau menjabat 

Presiden Amerika Serikat, untuk masa jabatan kedua.

Truman menyatakan, "Rakyat-rakyat di dunia menghadapi masa depan 

dengan ketidak-pastian yang gawat, yang terdiri dari menghadapi harapan 

besar yang sama juga dengan ketakutan besar. Dalam kebimbangan itu, 

melebihi dari masa lalu, mereka memandang Amerika Serikat dengan 

kemauan baik, harapan, kekuatan dan pimpinan yang bijaksana. ... Kita 

percaya, bahwa semua orang mempunyai hak untuk keadilan yang sama di 

depan hukum dan kesempatan yang sama untuk kebaikan. Kita percaya 

bahwa semua orang mempunyai hak kebebasan untuk berpikir dan 

menyatakan pendapat. Kita percaya bahwa manusia diciptakan sama, 

karena mereka adalah ciptaan Tuhan. Kita tidak akan bergeser dari 

keyakinan ini."

"Rakyat Amerika menginginkan, dan bertekad bulat bekerja untuk satu 

dunia yang di dalamnya semua bangsa dan semua rakyat adalah bebas 

untuk memerintah dirinya sendiri sesuai dengan keinginan sendiri, dan 

ingin mencapai penghidupan yang layak dan memuaskan. Di atas segala￾galanya, rakyat kita menginginkan dan bertekad untuk berbuat demi 

perdamaian di dunia - satu perdamaian yang adil - berdasarkan persetujuan 

sejati yang dicapai dengan kesamaan."

"Untuk mencapai tujuan ini, Amerika Serikat sebagaimana bangsa￾bangsa lainnya menempatkan dirinya secara langsung bertentangan dengan 

rezim yang mempunyai tujuan sebaliknya dan secara keseluruhan berbedadalam gagasan hidup. Negara tersebut menganut filsafat palsu yang 

mengaku memberikan kebebasan, keamanan, dan kesempatan yang lebih 

besar bagi kemanusiaan. Disesatkan oleh filsafat ini, banyak rakyat sudah 

mengorbankan kebebasan mereka yang hanya diimbali dengan kesedihan, 

kebohongan, kemiskinan, dan tirani.,/

"Filsafat palsu tersebut adalah komunisme.

Komunisme didasarkan pada kepercayaan bahwa manusia adalah lemah, tidak

sempurna dan tidak mampu mengatur diri sendiri, oleh karena itu diperlukan

pengaturan penguasa-penguasa yang kuat.

Komunisme membolehkan seseorang ditangkap ditahan tanpa hukuman yang

memenuhi hukum, tanpa pengadilan, dan kerja paksa dipakai sebagai alat kekuasaan

negara. Negaralah yang menetapkan informasi apa yang bisa diterima, karya seni

apa yang boleh dihasilkan, pemimpin mana yang harus diikuti, dan pandangan apa

yang harus dipikirkan.

Komunisme berpendapat bahwa dunia sudah terbagi demikian dalam menjadi

kelas-kelas yang bertentangan hingga peperangan adalah tak dapat dihindarkan."

Saya memaparkan ini bukanlah hanya untuk sekedar mempercayainya, 

tetapi karena tindakan-tindakan akibat dari filsafat komunis adalah satu ancaman

terhadap usaha bangsa-bangsa merdeka untuk mewujudkan pemulihan dunia dan

perdamaian yang abadi." [Harry S. Truman, Inaugural Address, Thursday,

January 20, 1949].

Truman tidak ragu-ragu memalsu bahkan memfitnah tentang pengertian 

akan komunisme. Tanpa menggubris filsafat Marxis Materialisme Dialektis

dan Materialisme Historis yang ilmiah dan Ekonomi Politik Marxis yang bertujuan

melenyapkan penindasan manusia oleh manusia, melenyapkan l'exploitation de

Vhomme par Vhomme, Truman m enuduh filsafah Marxis itu menyesatkan.

Yang menyesatkan bukanlah filsafat komunisme, tapi pemahaman 

Truman tentang komunisme. The policy of containment-Doktrin Truman￾dimaksudkan bukan hanya untuk membendung tapi malah untuk 

membasmi komunisme sejagat. Di mana saja muncul komunisme haruslah

dibasmi. Inilah akar Perang Dingin. Itulah yang terjadi, yang melanda dunia, 

termasuk Indonesia.

Pandangan anti-komunisme bukan hanya dikumandangkan Truman. 

John Foster Dulles juga tampil sebagai tokoh anti komunis yang tangguh. 

Semua Presiden Amerika menyusul Truman: Dwight Eisenhower, Richard 

Nixon, J.F. Kennedy, Lyndon B. Johnson, Ronald Reagan, dan seterusnya, 

adalah anti-komunis. Di samping itu terdapat Joseph McCarthy, Allen 

W. Dulles, Barry Goldwater, James Burnham, ... tokoh-tokoh tangguh anti 

komunisme.

Dalam tahun 1956 di Hongaria terjadi perubahan politik yang dianut 

pimpinan Partai Komunis Hongaria, Imre Nagy. Imre Nagy ingin 

membebaskan diri dari ikatan Pakta Warsawa. Berbeda dengan Eisenhower, 

Barry Goldwater berpendapat menghadapi peristiwa Hongaria itu, Amerika 

seharusnya terjun mengintervensi, kalau perlu siap dengan menggunakan 

senjata nuklir. Dia mengkritik Eisenhower, karena ingin dan bersedia 

bertemu dan berunding dengan Khrusycyov. Dia menentang pemilikan 

umum atas alat-alat produksi, karena itu dianggapnya adalah sistem sosialis.

Pembantu Goldwater, melukiskan Goldwater dalam buku-bukunya 

sebagai konservatif yang sadar, Goldwater dinilai sebagai pembawa panji politik

anti-komunis yang tak kenal kompromi. Dia menganggap, kaum komunis 

mempunyai kemauan dan kemampuan untuk menguasai setiap jengkal 

bumi raya. Menurut dia "ancaman komunis tumbuh setiap hari", dia m enuduh 

sementara pimpinan Amerika "secara sia-sia mencari cara untuk berbaik￾baik dengan Uni Sovyet dengan mengorbankan nilai kebanggaan nasional."

Goldwater mengumumkan, bahwa Amerika sedang berperang melawan 

"musuh yang tak pernah menyembunyikan tujuannya untuk 

menghancurkan kita dan semua rakyat yang cinta damai."

Dinyatakannya, bahwa "kemenangan adalah kunci untuk semua 

problem," dan, "pilihan lainnya adalah kekalahan."

Ditambahkannya lagi: "Strategi kita haruslah pertama-tama berwatak 

ofensif. Kita harus menyatakan, bahwa gerakan komunis dunia adalah di 

luar hukum dalam masyarakat bangsa-bangsa berbudaya. Oleh karena itu, 

kita harus mencabut pengakuan diplomatik terhadap semua negara 

komunis, termasuk Uni Sovyet.

Dan ditulisnya: "Kita harus,—kita sendiri —siap melancarkan operasi 

militer melawan rezim komunis yang mudah diserang." [Macrohistory and

World Report].

Menurut buku Francis P. Sempa, The Firfst Cold-Warrior, John Foster 

Dulles dan George Kennan mempercayai strategi James Burnham (1905 — 

1987) pada awal Perang Dingin. James Burnham adalah salah seorang tokoh 

anti-komunis yang tangguh, yang semula pengikut aliran Trotskis Amerika. 

James Burnham banyak menulis buku dan artikel anti komunis yang analitis 

dan bersifat teori. Tulisan-tulisannya diikuti oleh Dulles dan Kennan.

Sesudah diperkenalkan the policy of containment—Doktrin Truman, 

sebelum dan sesudah masa kekuasaan Eisenhower, Dulles menampilkan 

politik rollback terhadap kekuasaan Sovyet. Kennan secara rahasia 

mengusulkan kepada pemerintah Truman suatu program ambisius untuk 

melangsungkan perang politik terorganisasi melawan Uni Sovyet, termasukmelakukan operasi-operasi sabotase, subversif, propaganda, dan membantu 

kekuatan perlawanan di seluruh negeri yang dikuasai Uni Sovyet.

Dulles meninggalkan operasi rollback sesudah kebangkitan 

pemberontakan di Jerman Timur, Polandia, dan Hongaria tidak mendapat 

sambutan dari Amerika. Tapi Kennan dan Dulles mengenal baik tulisan￾tulisan James Burnham. Para anti-komunis yang liberal seperti Arthur 

Schlesinger menerima analisa Burham mengenai adanya ancaman Sovyet, 

tapi tidak menerima seruannya untuk menjalankan politik ofensif. Bagi para 

anti-komunis yang konservatif, karya-karya James Burnham, trilogi Perang

Dingin dinilai sangat tinggi. Seperti George Nash menunjukkan bahwa 

"Burnham adalah satu-satunya yang menyuplai gerakan intelektual 

konservatif dengan rumusan-rumusan teoretis untuk mencapai kemenangan 

dalam Perang Dingin."

Tulisan-tulisan Burnham yang sangat anti-komunis mendapat kritikan 

dari berbagai kalangan. Misalnya Charles Clayton Morrison menilai The

Struggle for the World adalah suatu "blueprint untuk penghancuran". Harry 

Elmerf Barnes menyebutnya, satu "buku anti-Amerika yang paling berbahaya".

George Orwell menuding Burnham seorang yang memuja kekuasaan.

Karyanya The Coming Defeat of Communism mendapat tentangan dari 

James Reston, David Spitz, R.H.S. Crossman, dan Louis Fisher. Burnham 

mengutamakan perhatiannya pada perkembangan komunisme di Amerika. 

Dia adalah penganut "McCarthyism". Dia menyerukan untuk pelarangan

Partai Komunis di Amerika.

Di samping menulis buku-buku dan artikel mengenai Perang Dingin, 

Burnham memberi kuliah pada National War College, the Naval War 

College, the School for Advanced International Studies, dan the Air War 

College. Dia adalah konsultan pada lembaga CIA dan mempunyai peranan 

dalam merencanakan penggulingan Mohammad Mossadegh yang sukses 

serta memulihkan kekuasaan Shah di Iran pada awal tahun 1950-an.

Burnham mempunyai kemampuan menunjukkan perkembangan situasi 

dunia dari segi pandangan komunis Sovyet. Di sini, dia bisa memanfaatkan 

masa lampaunya sebagai seorang penganut aliran Trotskis. Burnham adalah 

salah satu contoh bagaimana seorang eks-komunis mengajukan pandangan 

anti-komunis yang paling intelijen dan realistik.

Yang paling penting adalah pandangan strategis Burnham untuk 

memenangkan Perang Dingin. Inti dari strategi itu adalah melancarkan 

perang politik, psikologi, dan ekonomi terhadap Uni Sovyet dengan tujuan 

memperlemah bahkan memecah pengawasannya atas Eropa Timur dan 

Tengah.

Unsur-unsur pokoknya adalah sebagai berikut:

1. Ofensif ideologi dan propaganda melawan kekuasaan Sovyet.

2. Membantu para pembangkang dan grup-grup perlawanan di dalam 

daerah kekuasaan Sovyet.

3. Menggunakan kekuatan ekonomi dan teknologi untuk menimbulkan 

ketegangan dalam ekonomi Sovyet yang lemah.

4. Menggunakan perang psiko-politik untuk mendorong ketakutan dan 

perpecahan di antara para tokoh-tokoh pimpinan Sovyet.

5. Menggunakan perdagangan dan senjata-senjata ekonomi lainnya 

untuk memperlemah perekonomian Sovyet dan

6. Memaksa Sovyet untuk terjerumus ke dalam defensif geopolitik.

Ofensif Pemerintah Reagan di tahun 80-an adalah sehaluan persis 

dengan strategi Burnham, yaitu melancarkan ofensif ideologi dan 

propaganda yang seru melawan Sovyet, menyatakan pemimpin-pemimpin 

Sovyet pembohong dan penipu, meramalkan kehancuran Sovyet dalam 

waktu dekat, dan menantang pemimpin Sovyet untuk merobohkan Tembok

Berlin. Reagan memberikan bantuan dan mendorong gerakan Solidaritas 

Polandia dan pemberontak Afganistan. Reagan membangun kekuatan 

militer Amerika Serikat, sedia menggunakan peluru kendali berkepala 

nuklir di Eropa, dan mengumumkan plan Strategic Defense Initiative (SDI), 

jadi memberikan tekanan tambahan pada ekonomi Sovyet yang sudah 

keropos. Dengan demikian berusaha meyakinkan Sovyet, bahwa mereka tak 

akan menang dalam perlombaan senjata dengan Amerika Serikat.

John Foster Dulles yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam 

Pemerintahan Eisenhower menganggap the policy of containment itu adalah 

defensif. Dia berpendapat, menghadapi perkembangan komunisme haruslah 

aktif dan ofensif. Tidak hanya dibendung, tapi harus dibasmi. Dia tampil dengan 

gagasan rollback.PERISTIWA pembunuhan tahun 1965, pembasmian komunis dan kaum kiri 

di Indonesia, bukanlah kejadian pembantaian manusia satu-satunya dalam 

sejarah.

Tahun 1950, gerilya anti Jepang yang seusai Perang Dunia kedua 

berkembang jadi gerilya bersenjata di bawah pimpinan Huk Balahap di 

Filipina dibasmi lewat pembantaian, kekerasan bersenjata di bawah 

pimpinan CIA. Dari penyimpulan pengalamannya membasmi gerilya di 

Filipina, CIA merumuskan gagasan Operasi Phoenix. Operasi ini dijalankan di 

Vietnam untuk membasmi gerilya di bawah pimpinan Partai Komunis 

Vietnam lewat pembunuhan besar-besaran.

Cara-cara pembasmian komunis dan kaum kiri ini menjadi bahan 

pendidikan di akademi militer Fort Leavenworth yang mendidik perwira￾perwira Vietnam Selatan dan Indonesia. Dari Indonesia terdapat antara lain: 

Jenderal Ahmad Yani, Brigjen. Soewarto, Sarwo Edhie, dll. Pada tahun 1965 

di Indonesia sudah terdapat dua ribu perwira hasil didikan akademi￾akademi militer Amerika.

William Colby, mantan Direktur CIA menyatakan, bahwa program

pembunuhan besar-besaran di Indonesia adalah sama dengan Program Phoenix.

Para pembunuh, teroris-teroris ini dididik dan dilatih di sekolah-sekolah 

Western Hemisphere Institute For Security Cooperation, yang dulunya The Schoolof The Americas, Ft. Benning, Georgia dan The Counter-Insurgency Training

Center, Ft. Bragg, Fayetteville, N.C. [Baca 77ze Real Phoenix Program, Posted By:

tenavision Date; Triday, 6-Jan-2006 12:38:49]

Program Phoenix diramu oleh Kepala Divisi Timur Jauh Cl A, William 

Colby, dilaksanakan oleh Kepala Kantor CIA, William Casey. Tom Ridge, 

Oliver North, dan Bob Kerry adalah di antara mata-mata pelaksana Program

Phoenix. Di sekitar tahun enam puluhan, beberapa orang pengajar masalah 

kontra-pemberontakan datang di Indonesia memberi latihan. Latihan militer 

Amerika Serikat ini dilakukan dengan rahasia karena Washington 

menganggap pemimpin negeri ini yang netralis, Soekarno, adalah dicurigai 

secara politik. Latihan hanya diperbolehkan agar Amerika Serikat mendapat 

pengaruh dalam militer Indonesia yang dianggap dapat disandari.

Bantuan dan latihan yang diberikan Amerika secara rahasia, yang bagian 

terbesarnya diberi nama yang tidak menakutkan "civic action", yang 

umumnya diperkirakan berarti untuk membangun jalan, memberi tenaga 

untuk klinik-klinik kesehatan dan bentuk-bentuk kegiatan lainnya dengan 

pekerja sipil berupa kegiatan-kegiatan saling-bantu. Tetapi "civic action" juga 

memberi syarat untuk kerja rahasia di Indonesia, demikian pula di Filipina 

dan Vietnam, yaitu untuk perang syaraf.

Untuk menangkal Partai Komunis Indonesia yang kuat. Beret Merah 

Angkatan Darat melancarkan pembunuhan ratusan ribu manusia, pria dan 

wanita, serta kanak-kanak. Begitu banyak mayat dilemparkan masuk 

sungai-sungai di Jawa Timur hingga airnya menjadi merah oleh darah. 

Dalam taktik perang syaraf klasik, mayat-mayat yang telanjang juga 

mengabdi untuk peringatan bagi para penduduk di desa-desa di hilir sungai.

"Supaya tidak tenggelam, mayat-mayat itu secara sembarangan 

diikatkan pada pancang-pancang bambu," tulis saksi mata Pipit Rochijat.

"Dan hanyutnya mayat-mayat itu dari daerah Kediri ke daerah hilir Kali 

Brantas mencapai tujuan pentingnya dengan mayat-mayat itu ditumpuk di 

atas rakit berhiaskan panji-panji PKI berkibar dengan bangga." [Baca: 

Rochijat, Am I PKI or Non-PKI?, Indonesia, Oktober 1985].

Sementara penulis sejarah, menghubungkan kekerasan yang luar biasa 

ini dengan sikap tentara yang keterlaluan kegila-gilaan yang bertindak 

dengan "kekejaman yang tak direncanakan" atau "histeria massa" yang 

menyebabkan berlangsungnya pembunuhan sampai hampir setengah juta 

orang Indonesia, banyak di antaranya adalah turunan Tionghoa.

Tetapi taktik yang berulang-kali menempatkan mayat secara 

menakutkan itu adalah cocok dengan doktrin perang syaraf militer, yang

menurut seorang perwira pimpinan para pembunuh, itu adalah satu bentuk 

isyarat tuntutan untuk pembasmian PKL

Sarwo Edhie, komandan para komando yang terkenal dengan pasukan 

Beret Merah, memberi peringatan, bahwa perlawanan komunis "jangan 

diberi kesempatan untuk berkonsentrasi atau mengonsolidasi diri. Secara 

sistematik harus dipukul m undur dengan segala cara, termasuk perang 

syaraf." [Baca: The Revolt of the G30S/PKI and Its Suppression, diterjemahkan 

oleh Robert Cribb dalam The Indonesian Killings].

Sarwo Edhie sudah dikenal sebagai seorang penghubung CIA, ketika dia 

bertugas di Kedutaan Indonesia di Australia. [Baca: Pacific, May-June 1968].

Dalam The Very Dark Side of U. S. History, Consortium News / By Peter Dale

Scott and Robert Parry, Oct. 8, 2010, dipaparkan bahwa dalam memoarnya, 

Lansdale membual mengenai salah satu trik perang syaraf yang legendaris, 

yang dipergunakan melawan gerilya Huk, melawan mereka yang dianggap 

percaya akan takhayul dan takut pada makhluk seperti vampir penghisap 

darah, yang disebut dalam bahasa penduduk setempat asuang.

"Pasukan psy-war melakukan penghadangan di jalan yang biasanya 

ditempuh oleh rombongan gerilya Huk," tulis Lansdale. "Ketika rombongan 

patroli Huk itu lewat di tempat penghadangan, pasukan psy-war dengan 

diam-diam menangkap orang yang paling belakang dari rombongan patroli 

Huk itu. Karena malam gelap, peristiwa ini tak diketahui oleh rombongan 

patroli itu. Orang yang ditangkap itu dibunuh, dengan diberi dua lubang di 

lehernya, sepertinya bekas gigitan vampir penghisap darah, ditegakkan 

mayat itu diatas tumitnya, dikeringkan darahnya, dan dibawa kembali 

mayat itu ke jalan semula.

Ketika rombongan gerilya Huk itu kembali mencari temannya yang 

hilang, menemukan mayat kawan mereka tanpa darah, maka setiap anggota 

patroli Huk itu akan percaya, bahwa asuang sudah menghisap darahnya." 

[Baca: Lansdale, In the Midst of Wars].

Inilah operasi perang syaraf untuk menakut-nakuti gerilya Huk.

"Taktik khusus dari pasukan adalah mengepung suatu daerah, semua 

yang ada dalam daerah kepungan itu dianggap sebagai musuh," kata 

seorang kolonel Filipina yang pro Amerika. "Hampir setiap hari didapati 

mayat mengapung di sungai, banyak di antara mereka adalah korban dari 

kesatuan Nenita dari pasukan mayor Napoleon Valeriano. [Baca: Benedict

J. Kerkvliet, The Huk Rebellion: A Study of Peasant Revolt in the Philippines].

Kurt Nimmo menulis dalam CL4 Assassination Program Revealed: Nothing

New Under the Sun, bahwa program pembunuhan besar-besaran di Indonesia 

adalah didasarkan pada pengalaman-pengalaman CIA di Filipina. Parapenasihat militer Amerika dari Joint US Military Advisory Group (JUSMAG) 

dan Kantor CIA di Manila merencanakan dan memimpin penindasan 

berdarah terhadap kekuatan nasionalis Hukbong Mapagpalaya ng Bayan 

[Catatan Roland G Simbulan, Operasi Rahasia dan CIA, Hidden History in the

Philipines].

Sebuah petunjuk perintah CIA mengenai pembunuhan menyatakan 

bahwa adalah perlu membunuh seorang pemimpin politik yang kariernya 

jelas menunjukkan bahaya bagi usaha kemerdekaan. CIA tidak memilih￾milih ketika melakukan pembunuhan sejumlah besar orang di Indonesia. 

Sesudah membasmi komunis di tahun 1965, perwira-perwira militer 

Indonesia memimpin pasukan mereka melikuidasi Partai Komunis 

Indonesia dan akhirnya menggulingkan Presiden Soekarno.

Peter Dale Scott menulis, bahwa tugas terbesar membasmi PKI dan 

pendukungnya yang berlumuran darah yang sekarang diakui oleh para 

sahabat Soeharto sudah mengorbankan lebih dari setengah juta jiwa. Untuk 

pertama kalinya pejabat-pejabat Amerika mengakui bahwa tahun 1965 

secara sistematik mereka telah menghimpun daftar nama pimpinan komunis 

dari pimpinan atasan sampai kader-kader desa. Sebanyak 5.000 nama 

diserahkan kepada tentara Indonesia, dan kemudian diperiksa oleh pejabat 

Amerika nama-nama mereka yang ditangkap dan dibunuh, menurut 

pejabat-pejabat Amerika. [Kathy Kadane menulis untuk South Carolina's

Herald Journal on May, 1990].

Semua program CIA semenjak Perang Vietnam, sesungguhnya adalah 

kelanjutan dari Program Phoenix. Ke dalamnya termasuk operasi 

penyeludupan senjata dan narkotik di Iran; operasi di Nicaragua yang 

dikendalikan oleh William Casey dan Oliver North; serangan atas Panama 

yang mengakibatkan 20.000 orang mati. Masih dapat disebutkan tentang 

kejadian-kejadian di Amerika Selatan dan Tengah, Irlandia, Kroatia, Serbia, 

Kosovo, Makedonia, Montenegro, Afganistan, Indonesia yang selama empat 

bulan dengan 500.000 terbunuh, nama-nama orang yang akan dibasmi 

dikumpulkan pejabat Kedutaan Besar AS dan diserahkan pada Soeharto 

yang naik berkuasa lewat kup CIA, pasukan Soeharto mendapat bimbingan 

dan diberi bantuan jeep, senjata, radio-radio lapangan. Sinyal siaran pesan￾pesan radio single side band KWM-2s dapat dimonitor National Security

Agency.

Para penasihat militer dari Joint US Military Advisory Group (JUSMAG) 

dan kantor CIA di Manila merencanakan dan memimpin penindasan 

berdarah terhadap gerakan nasionalis Hukbong Mapagpalaya ng Bayan 

(HMB) yang seusai Perang Dunia kedua menentang dengan keras

amendemen Parity Rights dan persetujuan militer yang berat sebelah dengan 

Amerika Serikat. Berhasilnya Cl A mematahkan pemberontakan Huk yang 

berlandaskan kaum tani di tahun 1950, menjadikan operasi ini satu model 

untuk operasi-operasi kontra pemberontakan di masa depan di Vietnam dan 

Amerika Latin. Kolonel Lansdale dan koleganya. Kolonel Napoleon 

Valeriano, kemudian menggunakan pengalaman kontra-gerilyanya di 

Filipina ini untuk mendidik mata-mata para pekerja rahasia di Vietnam dan 

di sekolah yang diselenggarakan Amerika, yang melatih pembunuh￾pembunuh kontra-gerilya di Amerika Latin. Jadi, Filipina sudah menjadi 

prototipe contoh operasi-operasi rahasia yang sukses dan perang syaraf. 

[Baca: Covert Operations and the CIA's Hidden History in the Philippines, hy

Roland G. Simbulan, Convenor/Coordinator, Manila Studies Program University

of the Philippines, Lecture at the University of the Philippines-Manila, Rizal Hall, 

Padre Faura, Manila, August 18, 2000.]

Pad a akhir tahun lima puluhan, CIA juga aktif menggunakan daerah 

Filipina, terutama pangkalan udara Clark Air Base, untuk latihan dan 

melancarkan operasi mata-mata dan logistik, di mana Amerika Serikat secara

rahasia mendukung para kolonel yang memberontak di Indonesia (PRRI-Permesta),

tapi gagal menggulingkan Presiden Soekarno. Waktu itu Cl A memberi bantuan 

suplai, latihan, dan pangkalan logistik di beberapa pulau Filipina, termasuk 

landasan udara di pulau Tiwi-Tiwi, Sanga-Sanga. Sebuah maskapai milik 

Cl A, the Civil Air Transport, secara aktif dipergunakan oleh Cl A dari daerah 

Filipina untuk memberikan bantuan langsung bagi grup pemberontakan 

militer yang berusaha menggulingkan Presiden Soekarno di ujung tahun 

lima puluhan. [Ibid]

Sekali lagi, dalam hubungan dengan ini, keunggulan-keunggulan dari 

model Indonesia menunjukkan dengan jelas, bahwa di masa selanjutnya, 

Amerika akan mencari kesempatan-kesempatan untuk sasaran-sasaran 

pembunuhan besar-besaran dan bila terjadi bisa direkayasa secara rahasia 

dengan lebih baik. Ini bisa berarti menggunakan mereka sebanyak mungkin 

untuk berjuang membasmi musuh atas dasar apa pun.

"Mantan Direktur Cl A, William Colby, dalam satu wawancara, 

menyatakan bahwa kegiatan Kedutaan Besar AS di Indonesia menyiapkan 

daftar nama pemimpin-pemimpin PKI adalah sama dengan pelaksanaan 

Program Phoenix CIA di Vietnam. Tahun 1965, Colby adalah Direktur Divisi 

Timur Jauh dari Cl A yang bertanggung jawab untuk memimpin strategi 

rahasia Amerika di Asia." [San Fancisco Examiner, 20/5/90].

Ketika dia mengambil jabatan ini di tahun 1962, Colby mengatakan dia

mendapati bahwa Amerika tidak mempunyai daftar lengkap para aktivis PKI di

Indonesia, dan dia berpendapat bahwa ini adalah satu celah dalam sistem

intelijen" [Ibid].

Maka tak pelak lagi dia pun mengambil langkah untuk mengatasi 

keadaan ini.

Operasi Phoenix pada dasarnya adalah proyek pembunuhan yang dikelola 

Amerika dengan menggunakan Pasukan Khusus, dan ditujukan pada kader￾kader Front Pembebasan Nasional Vietnam. Perang Vietnam yang 

berkembang sampai sedemikian jauh, walaupun lewat saringan politik dan 

media pers, terhitung juga bahwa Operasi Phoenix telah menyebabkan 41.000 

rakyat Vietnam mati. [William Blum, The CIA: A Forgotten History, London: 

Zed Books Ltd., 1986, p.145].

Dengan Operasi Phoenix yang tak berperikemanusiaan, diiringi dengan 

pemboman besar-besaran hingga bom-bom yang dijatuhkan di Vietnam 

melebihi jumlah bom dalam Perang Dunia kedua, walaupun menggunakan 

semua senjata termodern pada waktu itu, Amerika tidak berhasil membasmi

komunis Vietnam dan menundukkan Republik Demokrasi Vietnam.

CIA tidak hanya melakukan pembasmian komunis dengan 

pembunuhan-pembunuhan yang tak berperikemanusiaan. Di samping 

operasi pembasmian secara fisik , CIA menggalakkan operasi-operasi psikis. 

Operasi di bidang propaganda anti-komunis juga merupakan kegiatan 

sangat penting dari CIA. Untuk itu, dibangun dan digalakkan siaran Radio

Svoboda, Radio Free Europe dengan berbagai bahasa yang ditujukan ke daerah 

Uni Sovyet dan negara-negara sosialis Eropa Timur. Di Asia digalakkan 

Radio Free Asia, yang terutama ditujukan ke daerah Republik Rakyat 

Tiongkok. Isi siarannya adalah berpropaganda anti-komunis, 

mendiskreditkan sistem sosialis. Seiring dengan propaganda anti-komunis 

CIA dengan siaran radio ini, terdapat kegiatan internet yang menggunakan 

berbagai website, terutama website World Socialist Web Site (WSWS), jaringan 

Internasionale IV Trotskis. Tidak kalah dengan kampanye CIA, website ini 

sangat tangguh dalam berpropaganda anti Partai Komunis Tiongkok, anti 

sistem sosialis yang dibangun di Tiongkok.

Dengan dananya yang melimpah ruah, Ford Foundation sangat intensif 

bergerak di bidang penerbitan mengabdi propaganda anti-komunis. Para 

penulis yang kehausan dana akan mendapat fasilitas dari Ford Foundation

untuk menerbitkan karya-karya yang anti komunis.

Praeger Publishers, yang dibangun Frederick A. Praeger tahun 1949, 

adalah salah satu Badan Penerbit penting yang memenuhi pesanan CIA 

telah menerbitkan banyak karya tentang komunisme, yang sebenarnya 

mengabdi pada propaganda anti komunisme. Church Committee SenatAmerika tahun 1976 menyatakan, bahwa selama tiga puluh tahun atas 

permintaan dan subsidi CIA telah diterbitkan lebih dari seribu judul buku 

proganda anti komunisme.

Dengan dukungan CIA, Penerbit Praeger sudah menerbitkan buku-buku 

anti-komunisme, antara lain: The Dynamic of Soviet Society oleh Walt Rostow; 

The New Class oleh Milovan Djilas; Concise History of the Communist Party oleh 

Robert A.Burton; The Foreign Aid Programs of the Soviet Bloc and Communist

China oleh Kust Muller; In Pursuit of World Order oleh Richard N. Gardner; 

Peking and People's Wars oleh Jenderal Mayor Sam Griffith; The Yenan Way

oleh Eudocio Ravines; Life and Death in Soviet Russia oleh Valentin Gonzales; 

The Anthill oleh Suzanne Labin; The Politics of Struggle: The Communist Front

and Political Warfare oleh James D. Atkinson; From Colonialism to Communism

oleh Hoang Van Chi; Why Vietnam oleh Frank Trager; dan Terror in Vietnam

oleh Jay Malin.

Bekerja sama dengan berbagai penerbit, memberi dana bagi penerbitan 

karya-karya tulis yang anti komunis, yang menyesatkan pembaca mengenai 

komunisme adalah salah satu kegiatan CIA lewat Ford Foundation. Kegiatan 

ini sudah memainkan peranan penting dalam melaksanakan the policy of

containment di semua benua, termasuk Indonesia. Buku Negara Madiun? yang 

terbit dengan dana Ford Foundation, bermanfaat menyalahkan PKI dalam 

Peristiwa Madiun adalah sejenis buku yang dideretkan di atas.

Kenapa di Vietnam Operasi Phoenix membunuh, memenjarakan, 

menyiksa jutaan rakyat, gagal membasmi Partai Komunis Vietnam dan 

gagal mengalahkan Republik Demokrasi Vietnam, tapi di Indonesia berhasil 

menghancurkan PKI dan menggulingkan pemerintah Bung Karno?

Sebabnya adalah: di Indonesia, semenjak tahun 1949 di bawah rekayasa 

CIA, Ford Foundation dengan program dua puluh tahunnya berkolaborasi 

dengan RAND Corporation, Rockefeller Foundation, menggunakan berbagai 

akademi militer AS Fort Feavenworth, Fort Benning, Fort