di semua
benua. Cita-cita sosialisme berkembang-biak di dunia. Penguasa Amerika
Serikat di bawah pimpinan Presiden Harry Truman menilai perkembangan
situasi ini sebagai bahaya perkembangan komunisme yang mengancam
kemerdekaan Amerika. Amerika dilanda hantu histeria anti-komunisme.
Demikian mengerikan bahaya ancaman komunisme itu dalam pikiran
penguasa Amerika Serikat, hingga telah dibayangkan akan segera terjadi
pendaratan pasukan Uni Sovyet di teritori Amerika.
Dalam Perang Dunia kedua, di bawah pimpinan Presiden Roosevelt dan
Josef Stalin, terdapat kerja sama antara Amerika Serikat dan URSS sampai
berlangsung Konferensi Yalta. Konferensi Yalta, kadangkala disebut
Konferensi Krim dan memiliki nama sandi Konferensi Argonaut Conference,
adalah sebuah konferensi menjelang usainya Perang Dunia II yang diadakan
antara tanggal 4 sampai 11 Februari 1945. Konferensi ini dihadiri oleh
pemimpin-pemimpin pemerintah Amerika Serikat, Uni Sovyet, dan Inggris.
Mereka adalah Franklin Delano Roosevelt, Winston Churchill, dan Josef
Stalin. Saat-saat menjelang wafatnya, Roosevelt tetap mempertahankan
prinsip-prinsip putusan Konferensi Yalta.
"Selama perang, Roosevelt berusaha menempatkan Amerika Serikat
dalam kedudukan netral, dalam posisi penengah dan wasit antara dua besarsekutu. Inggris dan Rusia. Dia berpendapat bahwa tak akan ada perdamaian
dunia seusai perang, jika tidak berlanjut persekutuan yang kuat, tak ada
saling pengertian yang mendalam dan saling percaya antara ketiga mitra
besar yang sudah menempa kemenangan perang—dan terutama antara dua
yang paling perkasa dari ketiga sekutu, yaitu Amerika Serikat dan Russia."
[Fred J.Cook: The War-Fare State, hal.72 — 73, with a foreword hy Bertrand
Russel, The Macmillan Company, New York, London, Third printing, 1962].
Stalin menilai baik sikap dan usaha-usaha Roosevelt, dan berterima kasih
kepadanya atas bantuan yang diberikan kepada Tentara Merah Sovyet.
Kekaguman dan penghargaannya pada Roosevelt dan Amerika dia
tunjukkan dalam sikapnya yang bersedia menerima baik pasukan Amerika
bertempur di front Rusia "di bawah komando jenderal-jenderal Amerika".
[Robert E. Sherwood, Roosevelt and Hopkins, Harper, New York, 1948].
Dalam melawan fasisme Hitler, sejak awal Perang Dunia kedua,
berlangsung kerja sama antara Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Dalam
pesannya 18 Februari 1942 kepada Roosevelt, Stalin menyatakan: "Saya
sudah menerima pesan mengenai penyerahan senjata-senjata bulan Januari
dan Februari. Saya menggarisbawahi, bahwa sekarang ini, ketika rakyat Uni
Sovyet dan tentaranya sedang menumpahkan tenaga untuk memukul
m undur pasukan-pasukan Hitler dengan ofensif yang gigih, maka
penyerahan tank-tank dan pesawat terbang dari Amerika Serikat adalah
masalah sangat penting demi usaha bersama kita dan untuk sukses-sukses
kita selanjutnya." [Correspondence Between the Chairman of the Council of
Ministers of the U.S.S.R. and the Presidents of the U.S.A. and the Prime Ministers
of Great Britain During the Great Patriotic War of 1941 — 1945, volume two,
Foreign Languages Publishing House, Moscow, 1957, hal.20].
Roosevelt menilai tinggi semangat rakyat Sovyet melawan fasisme Hitler.
Hubungan baik dan kerja sama antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet
semenjak awal perang ditunjukkan oleh telegram-telegram pribadi sangat
rahasia dari Roosevelt kepada Stalin, 16 Maret 1942: "Tuan Harriman sudah
menyerahkan pada saya catatan bertanggal 3 Oktober 1941. Saya sangat
menghargai berita dari Tuan. Sudah dikirim sebuah telegram kepada Tuan
menasihatkan Tuan bahwa kami bisa memasukkan Uni Sovyet ke dalam
pengaturan ketentuan-ketentuan pengaturan pinjam sewa. Saya ingin
menggunakan kesempatan ini untuk menjamin Tuan sekali lagi, bahwa kami
akan berbuat semua yang mungkin untuk mengirimkan suplai ini ke garis
pertempuran Tuan. Keteguhan pasukan dan rakyat Tuan untuk
mengalahkan Hitlerisme adalah suatu inspirasi bagi rakyat seluruh dunia."
(Idem, hal.22).
Dan selanjutnya, dalam telegram paling akhir: Roosevelt menyatakan:
'Terim a kasih atas keterangan Tuan yang terus terang mengenai pandangan
Sovyet tentang insiden Berne, yang sekarang rasanya sudah melenyap jadi
masa lampau tanpa berbuat tujuan yang berguna. Dalam setiap peristiwa,
tidaklah seharusnya terjadi saling tak percaya; dan kesalah-pahaman kecil-kecilan
semacam itu tidaklah seharusnya terjadi di masa depan. Saya merasa yakin, bahwa
di kala pasukan-pasukan kita bersama-sama bertempur di Jerman dan dengan ofensif
yang terkoordinasi sepenuhnya, pasukan-pasukan Nazi akan berantakan" (Idem,
hal.214).
12 April 1945, Roosevelt wafat. Besoknya, dengan menilai tinggi jasa
Roosevelt, Stalin berkirim telegram kepada Presiden Truman menyatakan:
"Saya menyatakan kepada pemerintah Amerika Serikat perasaan sedih yang
sangat dalam atas wafatnya dengan tiba-tiba Presiden Roosevelt. Rakyat
Amerika telah kehilangan seorang tokoh, Franklin Delano Roosevelt,
seorang negarawan besar terkenal di dunia dan juara perdamaian dan
keamanan sehabis perang. Pemerintah Uni Sovyet menyatakan simpati yang
sedalam-dalamnya kepada rakyat Amerika yang berada dalam kesedihan
karena kehilangan ini, dan pada kepercayaan mereka bahwa politik kerja
sama antara negara-negara besar yang sudah lahir dan memikul pukulan
peperangan melawan musuh bersama akan tetap dikembangkan di masa
depan" (Idem, hal.214).
Perang Dunia kedua sudah di ambang kehancuran fasisme. Roosevelt
digantikan oleh Harry Truman. Lain Roosevelt, lain lagi Truman.
Admiral Wiliam Daniel Leahy, Kepala Staf Kepresidenan Roosevelt
membimbing Truman semenjak hari-hari pertamanya bertugas sebagai
Presiden. Leahy adalah pembantu Roosevelt dalam waktu panjang
mengenai masalah-masalah Uni Sovyet. Leahy terkenal sebagai penggagas
berbagai kebijaksanaan yang keras terhadap Uni Sovyet. Leahy adalah
pendukung kuat kebijaksanaan "senjata dan uang"-nya Truman terhadap
Yunani.
Sebelas hari sesudah wafatnya Roosevelt, mulai berlangsung ketegangan
mengenai kedatangan Molotov dalam rangka persiapan Konferensi San
Fransisco untuk pembentukan PBB. Truman mengira, bahwa Uni Sovyet
tidak akan mengirim delegasi tingkat tinggi. Ternyata, Stalin memutuskan
untuk mengirim Menteri Luar Negeri, Molotov. Menghadapi kedatangan
Molotov, Truman mengadakan rapat untuk meminta pendapat mengenai
cara menghadapinya. Yang hadir adalah: Menlu Edward Stettinus Jr.,
Menteri Peperangan Henry L. Stimson, Menteri Angkatan Laut Forrestal,
Admiral Ernest, Charles Bohlen, Harriman, dan Jenderal Mayor John
R. Deane, Kepala Misi Militer AS di Moskow. Dari antara mereka hanyalah
Stimson yang mempunyai sikap kenegarawanan, dan hanya dia yang
menunjukkan pandangan yang mempunyai pengertian yang dapat
mencegah Perang Dingin.
Admiral Leahy yang hadir dalam Konferensi Yalta mendampingi
Roosevelt berpendapat bahwa "dia meninggalkan Yalta dengan kesan
bahwa pemerintah Sovyet tidak mempunyai niat untuk adanya pemerintah
Polandia yang bebas, dan bahwa dia akan merasa heran jika pemerintah
Sovyet bersikap lain dari itu. Tapi dia mengharapkan agar masalahnya
diajukan kepada Rusia dengan sedemikian rupa bahwa pintu pemberian
bantuan tidak akan tertutup."
Forrestal mengemukakan pendapat dengan garis keras yang tanpa
kompromi terhadap Russia. Dia berpendapat: "Kita harus membikin
perhitungan dengan mereka sekarang juga."
Forrestal, bersama dengan Menteri Peperangan Henry Stimson dan
Wakil Menlu Joseph Grew pada awal tahun 1945, dengan kuat membela
politik lebih lembut terhadap Jepang yang bisa mengizinkan perundingan
perletakan senjata, suatu penyerahan yang "menyelamatkan muka". Yang
menjadi perhatian utama bagi Forrestal bukanlah kebangkitan kembali
militerisme Jepang, tapi adalah "bahaya ancaman komunisme Rusia serta
usahanya untuk memecah-belah, mendestabilisasi masyarakat Asia dan Eropa, dan
oleh karena itu, harus mengusahakan agar Uni Sovyet jangan terlibat perang
melawan Jepang."
Pandangan-pandangan Forrestal merangsang Truman. Truman
menyatakan bahwa dia merasa "persetujuan-persetujuan dengan Uni Sovyet
selama ini hanyalah bersifat satu arah," dan ini tak dapat diteruskan. Dia
menyatakan bermaksud "jalan terus dengan rencana Konferensi San Fransisco,
dan jika Rusia tidak mau ikut, mereka bisa pergi ke neraka." [Fred J.Cook, The
War-Fare State, hal.83].
Leahy dan Bohlen adalah saksi-saksi dalam penyambutan terhadap
Molotov. Pada kesempatan itu Truman tak kenal ampun mendamprat
Molotov. Mengenai ini, kemudian Leahy menulis, bahwa bahasa Truman
yang "blak-blakan tanpa pupur dengan sopan-santun kata-kata diplomasi"
adalah "tidak menyenangkanku." [Admiral William Daniel Leahy, I Was
There, New York and London, Whittlesey House, 1950, Autobiography].
Sikap Uni Sovyet yang menampilkan goodwill dibalas dengan tampikan
kasar. Ini sulit menjadi dasar persahabatan selanjutnya. "Jika suatu tanggal
ditetapkan menjadi awal Perang Dingin, maka tanggal inilah yang dipakai—23
April 1945, sebelas hari sesudah wafatnya Roosevelt." [Fred Cook, Idem, hal.84].
TAHUN 1948, Presiden Harry Truman menyetujui anggaran belanja militer
miliaran dolar lebih rendah di bawah permintaan angkatan bersangkutan.
Ini menempatkan Forrestal dalam kedudukan bagaikan "tarik-tambang"
antara presiden dan gabungan kepala staf. Forrestal juga menjadi bertambah
khawatir mengenai ancaman Sovyet. Masa 18 tahun menduduki jabatan
Menteri Pertahanan adalah saat-saat sulit bagi lembaga militer Amerika
Serikat: Pemerintah Komunis naik panggung di Cekoslowakia dan Tiongkok,
Uni Sovyet melakukan blokade terhadap Berlin Barat yang menyebabkan
Amerika mengerahkan Berlin Airlift (jembatan udara) untuk memberi suplai
bagi kota tersebut, perang antara negara-negara Arab dan Israel sesudah
berdirinya negara Israel, dan perundingan-perundingan tengah berlangsung
mengenai pembentukan NATO.
Perebutan kekuasaan begitu banyak di Eropa Timur yang diilhami oleh
komunis Sovyet, kampanye militer dan politik yang didukung oleh Sovyet
melawan pemerintah Yunani, Itali, dan Perancis, kemenangan komunis yang
akan datang di Tiongkok, invasi atas Korea Selatan oleh komunis Korea
Utara menunjukkan tepatnya pandangan-pandangan Forrestal. Dwight
D. Eisenhower mencatat bahwa dia sependapat dengan teori-teori Forrestal
mengenai bahaya ekspansi Sovyet dan komunis internasional. Eisenhower
mengingatkan, bahwa Forrestal adalah "seorang yang di tengah-tengah
berlangsungnya perang, selalu mengedepankan kewaspadaan terhadap Uni
Sovyet. Eisenhower ingat akan berbagai kesempatan, ketika dia menjabatPanglima Tertinggi Pasukan Sekutu, dia dikunjungi oleh Forrestal, yang
dengan hati-hati menjelaskan tesis-tesisnya, bahwa kaum komunis tidak akan
pernah berhenti mencoba menghancurkan semua negara yang representatif.
Eisenhower mencatat dalam buku hariannya tanggal 11 Juni 1949, "'Saya
tidak pernah merasa sangsi akan ketepatan kesimpulannya mengenai hal
ini." [Immerman, James, The CIA in Guatemala, Univ. of Texas Press, 1982].
Dalam pembentukan the policy of containment Amerika Serikat, dalam
bulan Februari 1946 dari Kedutaan Besar AS di Moskow, Duta Besar George
Kennan, mengirim telegram panjang yang kemudian dipublikasi sebagai
Artikel X bulan Juli 1947. Telegram ini memaparkan hal berikut: "Dalam
membangun pemulihan ekonomi dan menegakkan kepercayaan politik rakyat Eropa
Barat dan Jepang demi mereka bisa mempunyai daya tahan terhadap tekanantekanan komunis setempat-dan untuk menunjukkan kepada mereka yang di Kremlin
dengan cara begini supaya mereka tidak berhasil memperluas kekuasaan dengan
intrik-intrik politik dan intimidasi, hingga mereka tak dapat berbuat demi
kepentingannya tanpa berhadapan dengan kita, dan seterusnya, di kala
keseimbangan politik sudah diciptakan, lanjutkan bisa berunding dengan Moskow
mengenai penyelesaian politik secara umum."
isi telegram ini menunjukkan perlawanan terhadap penguasa Kremlin,
menunjukkan supaya dilakukan containment, pembendungan terhadap
perluasan kekuasaan komunis. Teori containment yang semula ditujukan
untuk Eropa dan Jepang, segera berkembang meluas ke daerah-daerah
lainnya termasuk IndonesiaTanggal 17 Desember 1948, Kennan, yang ketika itu adalah direktur dari
Policy Planning Staff dari Kementerian Luar Negeri menyatakan kepada
Menteri Luar negeri AS, George C.Marshall, bahwa "masalah yang paling
gawat pada waktu itu dalam perjuangan kita menghadapi Kremlin adalah mungkin
problem Indonesia." Bagi Kennan, masalahnya diringkaskan menjadi soal
kedaulatan republik, atau kekacau-balauan." Dan dia mengingatkan Menteri
Luar Negeri Marshall, kekacau-balauan berfungsi sebagai "pintu terbuka buat
komunisme." [Ibid, 25].
Jadi dengan motivasi ketakutan akan perluasan daerah komunis dan adanya
hingar-bingar pendapat umum orang Amerika, yang bersimpati pada
kekuatan nasionalisme dan anti-kolonialisme, maka Amerika Serikat
mengambil peranan mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia.
Pada 7 Februari 1949, Amerika mengancam untuk menarik bantuan Plan
Marshall bagi Belanda jika tidak menghentikan kegiatan militer melawan
Indonesia. Republik Indonesia berada di bawah pimpinan Presiden
Soekarno.
Ada yang berpendapat, bahwa malangnya, pada waktu itu, sekali lagi
Amerika dibingungkan oleh Kremlin dan medan pertempuran Perang
Dingin di bagian bumi lainnya, hingga gagal mengembangkan politik luar
negeri yang menyeluruh untuk menggunakan keunggulan dan merebut
kesempatan yang ditunjukkan oleh negeri demokrasi yang baru muncul itu,
yang kaya sumber alam, berkedudukan strategis, berkebudayaan aneka
ragam, beragama yang moderat. Dalam kenyataannya, politik luar negeri
Amerika selama lebih enam puluh tahun terhadap Indonesia tidaklah tegas,
dan sering saling bertentangan. Maka akibatnya, Indonesia bukanlah sekutu
yang kuat, Indonesia dewasa ini memandang Amerika dengan mata yang
berpurbasangka. Sesudah Soeharto turun panggung dari 32 tahun kekuasan
militer, Amerika kini menghadapi pemusnahan kaum Islam fundamentalis,
menggantikan penghancuran "gerombolan komunis". [Eddie R.Howard,
Lt.Col. USAF, US Relations With Indonesia : A Second Chance To Get It Right, 29
Januari 2008].
Mantan pejabat CIA, Ralph McGhee, penulis buku Deadly Deceits-My 25
Years in the CIA menulis sejumlah artikel dalam tahun 1980 sampai awal 1990,
di mana dipaparkannya bahwa CIA dan pejabat Kementerian Luar Negeri
AS terlibat dalam menyusun nama-nama orang PKI yang diserahkan kepada
tentara untuk kemudian dipergunakan dalam pembasmian mereka.
W alaupun ada dari kalangan CIA yang membantah, tapi sangat sedikit
kesangsian, bahwa CL4 benar-benar ambil bagian aktif dalam penggulingan
Soekarno.
Truman telah memaparkan sederetan prinsip politik Amerika Serikat
yang dikenal kemudian sebagai Doktrin Truman. Truman menyatakan bahwa
Amerika Serikat, sebagai pemimpin dari dunia bebas, haruslah mendukung
kapitalisme di seluruh dunia dan berjuang melawan komunisme. Sikap ini
didukung oleh George Marshall dan Dean Acheson, yang menggeneralisasi
harapan buat Yunani dan Turki menjadi satu doktrin yang dapat dilaksanakan
di seluruh dunia. Jelas-jemelas, Uni Sovyet adalah inti dari pikiran Truman,
tapi tak dinyatakan terang-terangan dalam pidatonya ini. Truman berusaha
memecahkan masalah ketidakstabilan Eropa Timur sambil memastikan
bahwa komunisme tak akan menyebar masuk negeri-negeri Yunani dan
Turki. Pandangan Truman ini didasarkan pada isi telegram George Kennan,
Duta Besar Amerika di Moskow waktu itu. Dari isi telegram itu sebagai inti,
lahirlah Doktrin Truman, yang isinya dipaparkan dalam pidato Truman
berikut ini.
12 Maret 1947, Presiden Truman berpidato di depan sidang gabungan
Senat dan Congress Amerika. Antara lain Truman mengemukakan: "Ini
menyangkut politik luar negeri dan keamanan nasional. Pemerintah
Amerika sudah menerima seruan mendesak dari pemerintah Yunani untuk
mendapatkan bantuan keuangan dan ekonomi. Keadaan sesungguhnya
yang dihadapi pemerintah Yunani sekarang adalah masalah ancaman dari
kegiatan teroris beberapa ribu orang bersenjata di bawah pimpinan komunis,
yang merongrong kekuasaan pemerintah di berbagai daerah terutama
sepanjang perbatasan utaranya. Saya sepenuhnya memaklumi bahwa jika
Amerika Serikat memberikan bantuan kepada Yunani dan Turki akan ada
pengaruhnya yang luas. Salah satu tujuan utama dari politik luar negeri
Amerika adalah menciptakan syarat-syarat agar kita dan bangsa-bangsa
lainnya dapat menempuh cara hidup bebas dari tekanan-tekanan. Ini adalah
masalah pokok dalam perang dengan Jerman dan Jepang. Kemenangan kita
adalah kemenangan atas negeri-negeri yang memaksakan kemauannya,
memaksakan cara hidup mereka atas negeri dan bangsa-bangsa lain. Untuk
menjamin perkembangan damai bangsa-bangsa di dunia, bebas dari
tekanan-tekanan, Amerika Serikat telah ambil bagian penting dan
memimpin pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Rakyat di sejumlah
negeri akhir-akhir ini mengalami tekanan dari rezim-rezim totaliter yang
memaksakan kemauan atas mereka. Pemerintah Amerika Serikat sudah
melakukan berbagai protes menentang kekerasan-kekerasan dan intimidasi
yang melanggar Persetujuan Yalta mengenai Polandia, Rumania, dan
Bulgaria. Saya harus menyatakan bahwa perkembangan hal yang sama juga
terjadi di negeri-negeri lainnya.
Dewasa ini dalam sejarah dunia hampir setiap bangsa harus memilih
cara hidup mereka sendiri. Pilihan ini sering tidaklah bebas. Suatu cara
hidup adalah didasarkan pada kemauan mayoritas, dan diwujudkan dalam
lembaga-lembaga yang bebas, pemerintahan yang representatif, pemilihan
umum yang bebas, jaminan bagi kebebasan pribadi, kebebasan berpendapat
dan beragama, bebas dari penindasan politik. Cara hidup yang lain adalah
didasarkan pada kemauan minoritas yang memaksakan kehendaknya atas
mayoritas. Ia bersandar pada teror dan penindasan, pers dan radio yang
diawasi, pemilihan yang ditetapkan, dan penindasan atas kebebasan pribadi.
Saya percaya bahwa politik Amerika Serikat adalah mendukung rakyatrakyat yang bebas, yang berjuang melawan usaha-usaha penundukan oleh
minoritas bersenjata atau tekanan-tekanan dari luar. Saya percaya bahwa
kita harus membantu rakyat-rakyat yang bebas, mencapai tujuan mereka
dengan cara mereka sendiri. Dunia tidak statis, dan status quo tidaklah abadi.
Tetapi kita tidak bisa membiarkan perubahan status quo dengan melanggarPiagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan menggunakan cara kekerasan
atau dengan cara main dalih atau infiltrasi politik.
Dalam membantu bangsa-bangsa bebas dan merdeka mempertahankan
kebebasan mereka, Amerika Serikat akan berpegang pada prinsip-prinsip
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Jika Yunani jatuh ke bawah kontrol
minoritas bersenjata, maka akan memberi pengaruh pada tetangganya,
Turki, dan bisa segera dan serius. Kebingungan dan kekacauan akan
menyebar ke seluruh Timur Tengah. Lebih-lebih lagi, lenyapnya Yunani
sebagai satu negara merdeka akan memberi pengaruh mendalam bagi
negeri-negeri Eropa yang rakyatnya tengah berjuang melawan kesulitan
besar mempertahankan kemerdekaan mereka dan usaha pemulihan negeri
mereka dari korban peperangan. Jika kita gagal membantu Yunani dan
Turki, akibatnya akan mencapai jauh ke Barat bahkan ke Timur.
Hakikat sesungguhnya dari masalah Yunani dewasa ini adalah ancaman
dari kegiatan teroris beberapa ribu orang bersenjata yang dipimpin oleh
orang-orang komunis, yang merongrong kekuasaan pemerintah, terutama di
perbatasan utaranya."
Yang dimaksud Truman dengan ancaman terhadap Yunani dan Turki
adalah datangnya kekuatan komunis.
POLITIK rollback muncul sebagai perlawanan Partai Republik atas
containment gagasan Partai Demokrat. Di balik strategi yang baru ini
terdapat ide melakukan ofensif untuk mendorong m undur komunisme,
ketimbang hanya defensif menahan (membendungnya). Pengambil inisiatif
dari politik rollback ini adalah John Foster Dulles. Kemudian politik rollback
Dulles ini dilaksanakan oleh pemerintahan Ronald Reagan selama tahun
1980-an dan bermuara pada menghasilkan rontoknya daerah kekuasaan
Sovyet, berantakannya kubu komunis di Eropa Timur, dan hancurnya Uni
Sovyet itu sendiri.
Dalam bahasa strategi Amerika, rollback adalah politik untuk membasmi
seluruh pasukan m usuh dan menduduki negerinya, seperti yang pernah
berlangsung dalam Perang Dalam Negeri Amerika hingga membentuk
Konfederasi, dan dalam Perang Dunia kedua seperti menghadapi Jerman
dan Jepang yang sampai ditaklukkan.
Ungkapan rollback militer terhadap Uni Sovyet diusulkan oleh James
Burnham dan para ahli strategi lainnya pada akhir tahun 40-an, dan oleh
pemerintahan Truman dilaksanakan dalam melawan Korea Utara dengan
melangsungkan Perang Korea. Banyak perdebatan waktu itu mengenai
masalah apakah Amerika akan menjalankan strategi rollback melawankomunisme di Eropa Timur dalam tahun 1953 —1956, putusannya adalah
tidak.
Sebagai penggantinya, AS memulai pelaksanaan program jangka panjang
dengan perang psikologi untuk merontokkan pemerintah komunis dan prokomunis serta dengan membantu pemberontakan-pemberontakan. Usahausaha ini sudah dimulai semenjak tahun 1945 di Eropa Timur, termasuk
memberi bantuan senjata bagi pejuang-pejuang untuk kemerdekaan di
negara-negara Baltik dan Ukraina. Usaha lainnya juga berlangsung di
Albania semenjak tahun 1949, menyusul kehancuran kekuatan bersenjata
komunis dalam perang dalam negeri Yunani tahun itu. Dalam hal ini, agenagen yang didaratkan, diselundupkan oleh Inggris dan Amerika Serikat
untuk memicu perang gerilya, tetapi gagal. Operasi ini sudah dikhianati oleh
agen ganda Inggris, Kim Philby, yang menyebabkan tertangkap dan
dibunuhnya agen-agen tersebut. Proses yang ternyata berhasil meruntuhkan
pendudukan Sovyet di Afghanistan tahun 1980-an.
Dalam Perang Korea, Amerika Serikat dan PBB secara resmi menjalankan
politik rollback - menghancurkan pemerintah Republik Rakyat Demokrasi
Korea, mengirim pasukan PBB melewati garis lintang 38 derajat untuk
menduduki Korea Utara.
Strategi rollback Amerika menyebabkan Tiongkok mengirim pasukan
sukarela memasuki Korea, memukul kembali pasukan PBB sampai ke garis
lintang 38 derajat. Kegagalan strategi rollback, menyebabkan Amerika,
Jenderal Douglas Mac Arthur kembali menempuh pelaksanaan the policy of
containment tanpa rollback.
Dalam bulan November 1950 berlangsung Operation Paper, termasuk
mempersenjatai dan menyuplai senjata bagi sisa-sisa pasukan Kuomintang
Divisi 93 di bawah komando Jenderal Li Mi di Timur Birma, untuk
menduduki provinsi Yunnan, mengalahkan pemerintah komunis setempat.
Semua pasukan Li Mi terbasmi, dan sesudah kegagalan ini, Amerika
menarik bantuannya lebih lanjut.
Eisenhower dan Dulles
JURUBICARA Partai Republik, John Foster Dulles, memelopori dalam
memajukan politik rollback. Dalam tahun 1949 dia menulis: "'Kita harus
menjelaskan kepada jutaan rakyat di Eropa Timur dan Asia bahwa kita tidak
menerima status quo yang ditetapkan Uni Sovyet dengan melakukan agresi
dengan komunisme yang agresif yang dipaksakan pada mereka, oleh karena itu
masalah pembebasan adalah suatunya yang esensial dan bagian jangka
panjang dari politik luar negeri kita/'
Dalam tahun 1952, pimpinan nasional Partai Republik menegaskan
posisi ini ketika Dwight D. Eisenhower terpilih menjadi presiden, Dulles
diangkat menjadi Menteri Luar Negeri. Penasihat Eisenhower, Charles
Douglas Jackson, untuk mengoordinasi perang psikologi melawan
komunisme.
Radio Free Europe, sebuah lembaga swasta yang dibiayai Congress
beroperasi dengan diarahkan ke Eropa Timur untuk menyerang komunisme.
Suatu strategi alternatif dari rollback adalah containment, pemerintah
Eisenhower menerima politik containment melalui putusan NSC dengan
dokumen NSC 162/2 dalam bulan Oktober 1953, ini berarti meninggalkan
pelaksanaan rollback di Eropa.
Tanggal 30 Oktober 1953, Presiden Eisenhower menyetujui dokumen
NSC 162/2, dokumen sangat rahasia yang menegaskan bahwa gudang
persenjataan nuklir Amerika tetap dipertahankan dan diperluas untuk
menghadapi ancaman komunis. Dokumen itu memperingatkan bahwa Uni
Sovyet sudah mempunyai cukup senjata nuklir yang mampu
"'melumpuhkan dasar industri Amerika". W alaupun tampaknya dalam
waktu dekat Sovyet tidak akan menggunakannya, tidaklah berarti bahwa
Amerika bisa mengurangi usahanya untuk menimbun "senjata nuklir
secukupnya".
Amerika Serikat harus membikin jelas kepada Uni Sovyet dan Tiongkok
komunis, bahwa Amerika mempunyai maksud untuk memberi reaksi
dengan kekuatan militer terhadap setiap agresi yang dilakukan kekuatan
bersenjata kubu Sovyet. "Senjata nuklir tersedia untuk dipergunakan
sebagaimana senjata lainnya". NSC 162/2 menunjukkan ketergantungan
Amerika Serikat untuk menangkal agresi komunis selama tahun-tahun
kekuasaan Eisenhower. Eisenhower juga melancarkan politik luar negerinya
yang disebut "New Look", yang berarti lebih tergantung pada senjata nuklir
berjuang dalam Perang Dingin.
Eisenhower bersandar pada aksi-aksi rahasia CIA untuk meruntuhkan
pemerintah-pemerintah kecil yang tak bersahabat dengan Amerika, dan
menggunakan bantuan ekonomi serta militer untuk memperkuat
pemerintah-pemerintah yang mendukung posisi Amerika dalam Perang
Dingin. Dalam pelaksanaan politik rollback dalam bulan Agustus 1953
berlangsung operasi Ayax dengan kerja sama dengan Inggris, dibantu militer
Iran dalam merestorasi kekuasaan Syah Iran.Pelaksanaan politik rollback mendapat ujian ketika pemerintah Hongaria
di bawah Imre Nagy dalam tahun 1956 menentang kekuasaan Uni Sovyet di
Hongaria dengan menyatakan menarik diri dari Pakta Warsawa, dan
menyerukan pada pemerintah Barat untuk membantu melawan invasi Uni
Sovyet. Ini adalah satu pemberontakan terhadap kekuasaan Uni Sovyet.
Waktu itu Eisenhower membayangkan bahwa pelaksanaan politik rollback
dengan memberi bantuan, akan mendatangkan bahaya terpicunya perang
nuklir dengan Sovyet. Dan Menteri Luar Negeri Dulles mengira Imre Nagy
adalah memihak Uni Sovyet. Ternyata Nagy digulingkan oleh Janos Kadar,
Hongaria kembali ke dalam Pakta Warsawa dan tak terjadi penggulingan
kekuasaan negara sosialis di Hongaria. Tanpa menjalankan politik rollback;
Amerika tetap menjalankan the policy of containment terhadap Hongaria.
D o k tr in R e a g a n
DALAM pemerintahan Ronald Reagan, di tahun 1980-an, gerakan rollback
mendapat kebangkitan berkat desakan dari Heritage Foundation dan lembagalembaga berpengaruh yang konservatif, mulai menyalurkan pengiriman
senjata membantu kekuatan dan gerakan anti-komunis di Afganistan,
Angola, Kamboja, Nikaragua, dan negeri-negeri lainnya, dan melancarkan
invasi yang sukses dalam tahun 1983 di Nicaragua yang berhasil
menggulingkan pemerintah yang menamakan dirinya Marxis. Ini adalah
contoh gemilang melaksanakan politik rollback, menggulingkan pemerintah
beraliran Marxis.
Intervensi pemerintah Reagan terhadap negeri-negeri Dunia Ketiga
dikenal sebagai Doktrin Reagan. Dalam berbagai medan pertempuran rollback;
Uni Sovyet memberikan banyak konsesi, bahkan m undur dari Afganistan
yang dikuasainya.
Arus kegoncangan nasionalistis melanda negeri-negeri Uni Sovyet pada
tahun 1989. Lima belas negara anggota URSS menyatakan undang-undang
mereka tidak tunduk pada Uni Sovyet, menyatakan diri sebagai negara
merdeka dan berdaulat.
Tanggal 25 Desember 1991, Uni Sovyet resmi membubarkan diri. Inilah
penggulungan komunisme di Eropa, pelaksanaan politik rollback yang
dilaksanakan Ronald Reagan di Eropa.
Doktrin-Doktrin anti komunis Truman - the policy of containment, Doktrin
Dulles-Eisenhower politik rollback, yang dianut dan dilaksanakan oleh semua
Presiden Amerika menyusul Eisenhower: Richard Nixon, Lindon Bayne
Johnson, J.F. Kennedy, Ronald Reagan, George W. Bush, dan seterusnya;
diikuti oleh indoktrinasi histeria anti-komunis yang intensif. Histeria antikomunis yang dikobarkan sejak tahun 20-an, disusul dengan kampanye anti
komunis McCarthyisme, pandangan-pandangan Barry Goldwater.
Demikian intensifnya indoktrinasi anti-komunis itu hingga, William
Blum dalam, bukunya Killing Hope - US Military and CIA Interventions Since
World War II, Zed Book .... menulis: "Selama empat tahun seusai Perang
Dunia kedua, banyak orang Amerika, termasuk pejabat-pejabat tingginya
menyimpan pandangan bahwa Perang Dunia kedua adalah 'perang yang
salah, melawan musuh yang salah'. Sesungguhnya, musuh sejati Amerika
adalah komunisme. Membasmi komunisme adalah tugas sejarah Amerika.
Mestinya, Nazi Hitler dibantu untuk mengarahkan serangan ke Timur,
membasmi habis komunisme di muka bumi." [Baca, William Blum, Killing
Hope - US Military and CIA Interventions Since World War II, Zed Books,
London, 1986]
Terhadap Indonesia, sejak masa revolusi Agustus 1945, Republik
Indonesia yang dipimpin Presiden Soekarno tetap berada dalam perhatian
Amerika Serikat. Ketakutan akan Indonesia dilanda kekuasaan komunisme
sudah menggelisahkan Amerika. Tampilnya Amir Sjarifuddin sebagai
perdana menteri, menyebabkan Amerika menggalakkan usaha untuk
menggusurnya. Dengan "Red Drive Proposal"-nya, Indonesia jadi dilanda
Peristiwa Madiun yang berdarah. Inilah realisasi the policy of containment,
Doktrin Truman, di Indonesia menyusul sukses pelaksanaannya di Yunani
dan Itali. Dalam Peristiwa Madiun ini, generasi pertama pimpinan tertinggi
PKI, Musso, Amir Sjarifuddin, dapat dibasmi.
Tapi PKI tidaklah punah. Seiring dengan perkembangan gerakan kiri
sedunia, di bawah generasi kedua pimpinan tertinggi PKI dengan D.N.Aidit,
MH Lukman, dan Njoto, serta Sudisman sebagai tokoh-tokoh terkemukanya,
PKI berkembang pesat dan tampil jadi partai besar keempat memenangkan
Pemilihan Umum 1955 untuk parlemen; dan jadi partai pertama dalam
pemilihan umum 1957 untuk Dewan-Dewan Perwakilan Daerah.
Gagasan Bung Karno persatuan nasional berporos nasakom, adalah sesuai
dengan haluan strategi PKI, memenangkan sosialisme lewat jalan damai.
Perkembangan PKI yang diiringi oleh politik luar negeri Bung Karno dengan
gagasan nasakom dalam arena internasional sungguh mengkhawatirkan
Amerika Serikat. Dan kalau jadi berlangsung pemilihan umum menurut
rencana semula, kawan dan lawan meramalkan, bahwa PKI akan mendapat
kemenangan besar. Ini sungguh mengkhawatirkan Amerika Serikat. Atas
usaha Nasution, Angkatan Darat pun bertindak menolak berlangsungnyapemilihan umum tersebut, hingga jadi ditunda.
PKI maju terus dengan aksi-aksi politik yang merugikan Amerika. Mulai
dari mengumandangkan semboyan imperialisme Amerika adalah musuh utama
rakyat Indonesia, sampai diikuti oleh aksi-aksi mengambil alih perusahaan
kapital Belanda dan akhirnya kapital raksasa Amerika: Stanvac, Good Year,
Caltex, Shell, dan lain-lain. Sebelum itu. Bung Karno menunjukkan
perlawanan terhadap Amerika dengan mengumandangkan seruan "Go to
hell with your aidsl" Tak ayal lagi, vonis pembasmian komunis Indonesia dan
penggulingan Bung Karno pun dilaksanakan.
Amerika tak berhasil membasmi komunisme di Korea dengan tiga tahun
Perang Korea. Amerika babak belur dalam Perang Vietnam tahun enam
puluhan, walaupun mengerahkan seperempat juta pasukan, juga tak
berhasil membasmi komunis Vietnam. Inilah puncak-puncak Perang Dingin
di Asia. Indonesia tak boleh dibiarkan jatuh ke tangan kekuatan komunis. Inilah
akar pembasmian komunis dan penggulingan Bung Karno di Indonesia.
Dengan dikerekturunnya bendera merah berpalu-arit dari puncak istana
Kremlin, Uni Republik-Republik Sovyet Sosialis (URSS) buyar, lenyap dari
peta politik dunia. Awal tahun 1992 dalam pedato kenegaraannya. Presiden
George Bush memproklamirkan: "Perang Dingin sudah usai, Komunisme sudah
mampus, dan kita menang!" [Suar Suroso, Bung Karno Korban Perang Dingin,
Hasta Mitra, Jakarta 2007, hal.l].
Kenyataannya, gerakan komunisme tidaklah punah. Maka arwah
penganut Perang Dingin masih gentayangan di dunia. The policy of
containment - politik membendung komunisme masih tetap melanda dan
menghantui dunia. Termasuk menghantui Indonesia. Inilah akar dari
pembasmian kaum kiri, pembasmian kaum komunis, pelarangan Partai
Komunis Indonesia dan Marxisme-Leninisme di Indonesia. Dan inilah akar
penggulingan Bung Karno yang berideologi kiri.
SIKAP Truman yang sangat tangguh anti komunisme dipaparkan lagi lebih
jelas dalam pidato inauguralnya, 20 Januari 1949, saat mau menjabat
Presiden Amerika Serikat, untuk masa jabatan kedua.
Truman menyatakan, "Rakyat-rakyat di dunia menghadapi masa depan
dengan ketidak-pastian yang gawat, yang terdiri dari menghadapi harapan
besar yang sama juga dengan ketakutan besar. Dalam kebimbangan itu,
melebihi dari masa lalu, mereka memandang Amerika Serikat dengan
kemauan baik, harapan, kekuatan dan pimpinan yang bijaksana. ... Kita
percaya, bahwa semua orang mempunyai hak untuk keadilan yang sama di
depan hukum dan kesempatan yang sama untuk kebaikan. Kita percaya
bahwa semua orang mempunyai hak kebebasan untuk berpikir dan
menyatakan pendapat. Kita percaya bahwa manusia diciptakan sama,
karena mereka adalah ciptaan Tuhan. Kita tidak akan bergeser dari
keyakinan ini."
"Rakyat Amerika menginginkan, dan bertekad bulat bekerja untuk satu
dunia yang di dalamnya semua bangsa dan semua rakyat adalah bebas
untuk memerintah dirinya sendiri sesuai dengan keinginan sendiri, dan
ingin mencapai penghidupan yang layak dan memuaskan. Di atas segalagalanya, rakyat kita menginginkan dan bertekad untuk berbuat demi
perdamaian di dunia - satu perdamaian yang adil - berdasarkan persetujuan
sejati yang dicapai dengan kesamaan."
"Untuk mencapai tujuan ini, Amerika Serikat sebagaimana bangsabangsa lainnya menempatkan dirinya secara langsung bertentangan dengan
rezim yang mempunyai tujuan sebaliknya dan secara keseluruhan berbedadalam gagasan hidup. Negara tersebut menganut filsafat palsu yang
mengaku memberikan kebebasan, keamanan, dan kesempatan yang lebih
besar bagi kemanusiaan. Disesatkan oleh filsafat ini, banyak rakyat sudah
mengorbankan kebebasan mereka yang hanya diimbali dengan kesedihan,
kebohongan, kemiskinan, dan tirani.,/
"Filsafat palsu tersebut adalah komunisme.
Komunisme didasarkan pada kepercayaan bahwa manusia adalah lemah, tidak
sempurna dan tidak mampu mengatur diri sendiri, oleh karena itu diperlukan
pengaturan penguasa-penguasa yang kuat.
Komunisme membolehkan seseorang ditangkap ditahan tanpa hukuman yang
memenuhi hukum, tanpa pengadilan, dan kerja paksa dipakai sebagai alat kekuasaan
negara. Negaralah yang menetapkan informasi apa yang bisa diterima, karya seni
apa yang boleh dihasilkan, pemimpin mana yang harus diikuti, dan pandangan apa
yang harus dipikirkan.
Komunisme berpendapat bahwa dunia sudah terbagi demikian dalam menjadi
kelas-kelas yang bertentangan hingga peperangan adalah tak dapat dihindarkan."
Saya memaparkan ini bukanlah hanya untuk sekedar mempercayainya,
tetapi karena tindakan-tindakan akibat dari filsafat komunis adalah satu ancaman
terhadap usaha bangsa-bangsa merdeka untuk mewujudkan pemulihan dunia dan
perdamaian yang abadi." [Harry S. Truman, Inaugural Address, Thursday,
January 20, 1949].
Truman tidak ragu-ragu memalsu bahkan memfitnah tentang pengertian
akan komunisme. Tanpa menggubris filsafat Marxis Materialisme Dialektis
dan Materialisme Historis yang ilmiah dan Ekonomi Politik Marxis yang bertujuan
melenyapkan penindasan manusia oleh manusia, melenyapkan l'exploitation de
Vhomme par Vhomme, Truman m enuduh filsafah Marxis itu menyesatkan.
Yang menyesatkan bukanlah filsafat komunisme, tapi pemahaman
Truman tentang komunisme. The policy of containment-Doktrin Trumandimaksudkan bukan hanya untuk membendung tapi malah untuk
membasmi komunisme sejagat. Di mana saja muncul komunisme haruslah
dibasmi. Inilah akar Perang Dingin. Itulah yang terjadi, yang melanda dunia,
termasuk Indonesia.
Pandangan anti-komunisme bukan hanya dikumandangkan Truman.
John Foster Dulles juga tampil sebagai tokoh anti komunis yang tangguh.
Semua Presiden Amerika menyusul Truman: Dwight Eisenhower, Richard
Nixon, J.F. Kennedy, Lyndon B. Johnson, Ronald Reagan, dan seterusnya,
adalah anti-komunis. Di samping itu terdapat Joseph McCarthy, Allen
W. Dulles, Barry Goldwater, James Burnham, ... tokoh-tokoh tangguh anti
komunisme.
Dalam tahun 1956 di Hongaria terjadi perubahan politik yang dianut
pimpinan Partai Komunis Hongaria, Imre Nagy. Imre Nagy ingin
membebaskan diri dari ikatan Pakta Warsawa. Berbeda dengan Eisenhower,
Barry Goldwater berpendapat menghadapi peristiwa Hongaria itu, Amerika
seharusnya terjun mengintervensi, kalau perlu siap dengan menggunakan
senjata nuklir. Dia mengkritik Eisenhower, karena ingin dan bersedia
bertemu dan berunding dengan Khrusycyov. Dia menentang pemilikan
umum atas alat-alat produksi, karena itu dianggapnya adalah sistem sosialis.
Pembantu Goldwater, melukiskan Goldwater dalam buku-bukunya
sebagai konservatif yang sadar, Goldwater dinilai sebagai pembawa panji politik
anti-komunis yang tak kenal kompromi. Dia menganggap, kaum komunis
mempunyai kemauan dan kemampuan untuk menguasai setiap jengkal
bumi raya. Menurut dia "ancaman komunis tumbuh setiap hari", dia m enuduh
sementara pimpinan Amerika "secara sia-sia mencari cara untuk berbaikbaik dengan Uni Sovyet dengan mengorbankan nilai kebanggaan nasional."
Goldwater mengumumkan, bahwa Amerika sedang berperang melawan
"musuh yang tak pernah menyembunyikan tujuannya untuk
menghancurkan kita dan semua rakyat yang cinta damai."
Dinyatakannya, bahwa "kemenangan adalah kunci untuk semua
problem," dan, "pilihan lainnya adalah kekalahan."
Ditambahkannya lagi: "Strategi kita haruslah pertama-tama berwatak
ofensif. Kita harus menyatakan, bahwa gerakan komunis dunia adalah di
luar hukum dalam masyarakat bangsa-bangsa berbudaya. Oleh karena itu,
kita harus mencabut pengakuan diplomatik terhadap semua negara
komunis, termasuk Uni Sovyet.
Dan ditulisnya: "Kita harus,—kita sendiri —siap melancarkan operasi
militer melawan rezim komunis yang mudah diserang." [Macrohistory and
World Report].
Menurut buku Francis P. Sempa, The Firfst Cold-Warrior, John Foster
Dulles dan George Kennan mempercayai strategi James Burnham (1905 —
1987) pada awal Perang Dingin. James Burnham adalah salah seorang tokoh
anti-komunis yang tangguh, yang semula pengikut aliran Trotskis Amerika.
James Burnham banyak menulis buku dan artikel anti komunis yang analitis
dan bersifat teori. Tulisan-tulisannya diikuti oleh Dulles dan Kennan.
Sesudah diperkenalkan the policy of containment—Doktrin Truman,
sebelum dan sesudah masa kekuasaan Eisenhower, Dulles menampilkan
politik rollback terhadap kekuasaan Sovyet. Kennan secara rahasia
mengusulkan kepada pemerintah Truman suatu program ambisius untuk
melangsungkan perang politik terorganisasi melawan Uni Sovyet, termasukmelakukan operasi-operasi sabotase, subversif, propaganda, dan membantu
kekuatan perlawanan di seluruh negeri yang dikuasai Uni Sovyet.
Dulles meninggalkan operasi rollback sesudah kebangkitan
pemberontakan di Jerman Timur, Polandia, dan Hongaria tidak mendapat
sambutan dari Amerika. Tapi Kennan dan Dulles mengenal baik tulisantulisan James Burnham. Para anti-komunis yang liberal seperti Arthur
Schlesinger menerima analisa Burham mengenai adanya ancaman Sovyet,
tapi tidak menerima seruannya untuk menjalankan politik ofensif. Bagi para
anti-komunis yang konservatif, karya-karya James Burnham, trilogi Perang
Dingin dinilai sangat tinggi. Seperti George Nash menunjukkan bahwa
"Burnham adalah satu-satunya yang menyuplai gerakan intelektual
konservatif dengan rumusan-rumusan teoretis untuk mencapai kemenangan
dalam Perang Dingin."
Tulisan-tulisan Burnham yang sangat anti-komunis mendapat kritikan
dari berbagai kalangan. Misalnya Charles Clayton Morrison menilai The
Struggle for the World adalah suatu "blueprint untuk penghancuran". Harry
Elmerf Barnes menyebutnya, satu "buku anti-Amerika yang paling berbahaya".
George Orwell menuding Burnham seorang yang memuja kekuasaan.
Karyanya The Coming Defeat of Communism mendapat tentangan dari
James Reston, David Spitz, R.H.S. Crossman, dan Louis Fisher. Burnham
mengutamakan perhatiannya pada perkembangan komunisme di Amerika.
Dia adalah penganut "McCarthyism". Dia menyerukan untuk pelarangan
Partai Komunis di Amerika.
Di samping menulis buku-buku dan artikel mengenai Perang Dingin,
Burnham memberi kuliah pada National War College, the Naval War
College, the School for Advanced International Studies, dan the Air War
College. Dia adalah konsultan pada lembaga CIA dan mempunyai peranan
dalam merencanakan penggulingan Mohammad Mossadegh yang sukses
serta memulihkan kekuasaan Shah di Iran pada awal tahun 1950-an.
Burnham mempunyai kemampuan menunjukkan perkembangan situasi
dunia dari segi pandangan komunis Sovyet. Di sini, dia bisa memanfaatkan
masa lampaunya sebagai seorang penganut aliran Trotskis. Burnham adalah
salah satu contoh bagaimana seorang eks-komunis mengajukan pandangan
anti-komunis yang paling intelijen dan realistik.
Yang paling penting adalah pandangan strategis Burnham untuk
memenangkan Perang Dingin. Inti dari strategi itu adalah melancarkan
perang politik, psikologi, dan ekonomi terhadap Uni Sovyet dengan tujuan
memperlemah bahkan memecah pengawasannya atas Eropa Timur dan
Tengah.
Unsur-unsur pokoknya adalah sebagai berikut:
1. Ofensif ideologi dan propaganda melawan kekuasaan Sovyet.
2. Membantu para pembangkang dan grup-grup perlawanan di dalam
daerah kekuasaan Sovyet.
3. Menggunakan kekuatan ekonomi dan teknologi untuk menimbulkan
ketegangan dalam ekonomi Sovyet yang lemah.
4. Menggunakan perang psiko-politik untuk mendorong ketakutan dan
perpecahan di antara para tokoh-tokoh pimpinan Sovyet.
5. Menggunakan perdagangan dan senjata-senjata ekonomi lainnya
untuk memperlemah perekonomian Sovyet dan
6. Memaksa Sovyet untuk terjerumus ke dalam defensif geopolitik.
Ofensif Pemerintah Reagan di tahun 80-an adalah sehaluan persis
dengan strategi Burnham, yaitu melancarkan ofensif ideologi dan
propaganda yang seru melawan Sovyet, menyatakan pemimpin-pemimpin
Sovyet pembohong dan penipu, meramalkan kehancuran Sovyet dalam
waktu dekat, dan menantang pemimpin Sovyet untuk merobohkan Tembok
Berlin. Reagan memberikan bantuan dan mendorong gerakan Solidaritas
Polandia dan pemberontak Afganistan. Reagan membangun kekuatan
militer Amerika Serikat, sedia menggunakan peluru kendali berkepala
nuklir di Eropa, dan mengumumkan plan Strategic Defense Initiative (SDI),
jadi memberikan tekanan tambahan pada ekonomi Sovyet yang sudah
keropos. Dengan demikian berusaha meyakinkan Sovyet, bahwa mereka tak
akan menang dalam perlombaan senjata dengan Amerika Serikat.
John Foster Dulles yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam
Pemerintahan Eisenhower menganggap the policy of containment itu adalah
defensif. Dia berpendapat, menghadapi perkembangan komunisme haruslah
aktif dan ofensif. Tidak hanya dibendung, tapi harus dibasmi. Dia tampil dengan
gagasan rollback.PERISTIWA pembunuhan tahun 1965, pembasmian komunis dan kaum kiri
di Indonesia, bukanlah kejadian pembantaian manusia satu-satunya dalam
sejarah.
Tahun 1950, gerilya anti Jepang yang seusai Perang Dunia kedua
berkembang jadi gerilya bersenjata di bawah pimpinan Huk Balahap di
Filipina dibasmi lewat pembantaian, kekerasan bersenjata di bawah
pimpinan CIA. Dari penyimpulan pengalamannya membasmi gerilya di
Filipina, CIA merumuskan gagasan Operasi Phoenix. Operasi ini dijalankan di
Vietnam untuk membasmi gerilya di bawah pimpinan Partai Komunis
Vietnam lewat pembunuhan besar-besaran.
Cara-cara pembasmian komunis dan kaum kiri ini menjadi bahan
pendidikan di akademi militer Fort Leavenworth yang mendidik perwiraperwira Vietnam Selatan dan Indonesia. Dari Indonesia terdapat antara lain:
Jenderal Ahmad Yani, Brigjen. Soewarto, Sarwo Edhie, dll. Pada tahun 1965
di Indonesia sudah terdapat dua ribu perwira hasil didikan akademiakademi militer Amerika.
William Colby, mantan Direktur CIA menyatakan, bahwa program
pembunuhan besar-besaran di Indonesia adalah sama dengan Program Phoenix.
Para pembunuh, teroris-teroris ini dididik dan dilatih di sekolah-sekolah
Western Hemisphere Institute For Security Cooperation, yang dulunya The Schoolof The Americas, Ft. Benning, Georgia dan The Counter-Insurgency Training
Center, Ft. Bragg, Fayetteville, N.C. [Baca 77ze Real Phoenix Program, Posted By:
tenavision Date; Triday, 6-Jan-2006 12:38:49]
Program Phoenix diramu oleh Kepala Divisi Timur Jauh Cl A, William
Colby, dilaksanakan oleh Kepala Kantor CIA, William Casey. Tom Ridge,
Oliver North, dan Bob Kerry adalah di antara mata-mata pelaksana Program
Phoenix. Di sekitar tahun enam puluhan, beberapa orang pengajar masalah
kontra-pemberontakan datang di Indonesia memberi latihan. Latihan militer
Amerika Serikat ini dilakukan dengan rahasia karena Washington
menganggap pemimpin negeri ini yang netralis, Soekarno, adalah dicurigai
secara politik. Latihan hanya diperbolehkan agar Amerika Serikat mendapat
pengaruh dalam militer Indonesia yang dianggap dapat disandari.
Bantuan dan latihan yang diberikan Amerika secara rahasia, yang bagian
terbesarnya diberi nama yang tidak menakutkan "civic action", yang
umumnya diperkirakan berarti untuk membangun jalan, memberi tenaga
untuk klinik-klinik kesehatan dan bentuk-bentuk kegiatan lainnya dengan
pekerja sipil berupa kegiatan-kegiatan saling-bantu. Tetapi "civic action" juga
memberi syarat untuk kerja rahasia di Indonesia, demikian pula di Filipina
dan Vietnam, yaitu untuk perang syaraf.
Untuk menangkal Partai Komunis Indonesia yang kuat. Beret Merah
Angkatan Darat melancarkan pembunuhan ratusan ribu manusia, pria dan
wanita, serta kanak-kanak. Begitu banyak mayat dilemparkan masuk
sungai-sungai di Jawa Timur hingga airnya menjadi merah oleh darah.
Dalam taktik perang syaraf klasik, mayat-mayat yang telanjang juga
mengabdi untuk peringatan bagi para penduduk di desa-desa di hilir sungai.
"Supaya tidak tenggelam, mayat-mayat itu secara sembarangan
diikatkan pada pancang-pancang bambu," tulis saksi mata Pipit Rochijat.
"Dan hanyutnya mayat-mayat itu dari daerah Kediri ke daerah hilir Kali
Brantas mencapai tujuan pentingnya dengan mayat-mayat itu ditumpuk di
atas rakit berhiaskan panji-panji PKI berkibar dengan bangga." [Baca:
Rochijat, Am I PKI or Non-PKI?, Indonesia, Oktober 1985].
Sementara penulis sejarah, menghubungkan kekerasan yang luar biasa
ini dengan sikap tentara yang keterlaluan kegila-gilaan yang bertindak
dengan "kekejaman yang tak direncanakan" atau "histeria massa" yang
menyebabkan berlangsungnya pembunuhan sampai hampir setengah juta
orang Indonesia, banyak di antaranya adalah turunan Tionghoa.
Tetapi taktik yang berulang-kali menempatkan mayat secara
menakutkan itu adalah cocok dengan doktrin perang syaraf militer, yang
menurut seorang perwira pimpinan para pembunuh, itu adalah satu bentuk
isyarat tuntutan untuk pembasmian PKL
Sarwo Edhie, komandan para komando yang terkenal dengan pasukan
Beret Merah, memberi peringatan, bahwa perlawanan komunis "jangan
diberi kesempatan untuk berkonsentrasi atau mengonsolidasi diri. Secara
sistematik harus dipukul m undur dengan segala cara, termasuk perang
syaraf." [Baca: The Revolt of the G30S/PKI and Its Suppression, diterjemahkan
oleh Robert Cribb dalam The Indonesian Killings].
Sarwo Edhie sudah dikenal sebagai seorang penghubung CIA, ketika dia
bertugas di Kedutaan Indonesia di Australia. [Baca: Pacific, May-June 1968].
Dalam The Very Dark Side of U. S. History, Consortium News / By Peter Dale
Scott and Robert Parry, Oct. 8, 2010, dipaparkan bahwa dalam memoarnya,
Lansdale membual mengenai salah satu trik perang syaraf yang legendaris,
yang dipergunakan melawan gerilya Huk, melawan mereka yang dianggap
percaya akan takhayul dan takut pada makhluk seperti vampir penghisap
darah, yang disebut dalam bahasa penduduk setempat asuang.
"Pasukan psy-war melakukan penghadangan di jalan yang biasanya
ditempuh oleh rombongan gerilya Huk," tulis Lansdale. "Ketika rombongan
patroli Huk itu lewat di tempat penghadangan, pasukan psy-war dengan
diam-diam menangkap orang yang paling belakang dari rombongan patroli
Huk itu. Karena malam gelap, peristiwa ini tak diketahui oleh rombongan
patroli itu. Orang yang ditangkap itu dibunuh, dengan diberi dua lubang di
lehernya, sepertinya bekas gigitan vampir penghisap darah, ditegakkan
mayat itu diatas tumitnya, dikeringkan darahnya, dan dibawa kembali
mayat itu ke jalan semula.
Ketika rombongan gerilya Huk itu kembali mencari temannya yang
hilang, menemukan mayat kawan mereka tanpa darah, maka setiap anggota
patroli Huk itu akan percaya, bahwa asuang sudah menghisap darahnya."
[Baca: Lansdale, In the Midst of Wars].
Inilah operasi perang syaraf untuk menakut-nakuti gerilya Huk.
"Taktik khusus dari pasukan adalah mengepung suatu daerah, semua
yang ada dalam daerah kepungan itu dianggap sebagai musuh," kata
seorang kolonel Filipina yang pro Amerika. "Hampir setiap hari didapati
mayat mengapung di sungai, banyak di antara mereka adalah korban dari
kesatuan Nenita dari pasukan mayor Napoleon Valeriano. [Baca: Benedict
J. Kerkvliet, The Huk Rebellion: A Study of Peasant Revolt in the Philippines].
Kurt Nimmo menulis dalam CL4 Assassination Program Revealed: Nothing
New Under the Sun, bahwa program pembunuhan besar-besaran di Indonesia
adalah didasarkan pada pengalaman-pengalaman CIA di Filipina. Parapenasihat militer Amerika dari Joint US Military Advisory Group (JUSMAG)
dan Kantor CIA di Manila merencanakan dan memimpin penindasan
berdarah terhadap kekuatan nasionalis Hukbong Mapagpalaya ng Bayan
[Catatan Roland G Simbulan, Operasi Rahasia dan CIA, Hidden History in the
Philipines].
Sebuah petunjuk perintah CIA mengenai pembunuhan menyatakan
bahwa adalah perlu membunuh seorang pemimpin politik yang kariernya
jelas menunjukkan bahaya bagi usaha kemerdekaan. CIA tidak memilihmilih ketika melakukan pembunuhan sejumlah besar orang di Indonesia.
Sesudah membasmi komunis di tahun 1965, perwira-perwira militer
Indonesia memimpin pasukan mereka melikuidasi Partai Komunis
Indonesia dan akhirnya menggulingkan Presiden Soekarno.
Peter Dale Scott menulis, bahwa tugas terbesar membasmi PKI dan
pendukungnya yang berlumuran darah yang sekarang diakui oleh para
sahabat Soeharto sudah mengorbankan lebih dari setengah juta jiwa. Untuk
pertama kalinya pejabat-pejabat Amerika mengakui bahwa tahun 1965
secara sistematik mereka telah menghimpun daftar nama pimpinan komunis
dari pimpinan atasan sampai kader-kader desa. Sebanyak 5.000 nama
diserahkan kepada tentara Indonesia, dan kemudian diperiksa oleh pejabat
Amerika nama-nama mereka yang ditangkap dan dibunuh, menurut
pejabat-pejabat Amerika. [Kathy Kadane menulis untuk South Carolina's
Herald Journal on May, 1990].
Semua program CIA semenjak Perang Vietnam, sesungguhnya adalah
kelanjutan dari Program Phoenix. Ke dalamnya termasuk operasi
penyeludupan senjata dan narkotik di Iran; operasi di Nicaragua yang
dikendalikan oleh William Casey dan Oliver North; serangan atas Panama
yang mengakibatkan 20.000 orang mati. Masih dapat disebutkan tentang
kejadian-kejadian di Amerika Selatan dan Tengah, Irlandia, Kroatia, Serbia,
Kosovo, Makedonia, Montenegro, Afganistan, Indonesia yang selama empat
bulan dengan 500.000 terbunuh, nama-nama orang yang akan dibasmi
dikumpulkan pejabat Kedutaan Besar AS dan diserahkan pada Soeharto
yang naik berkuasa lewat kup CIA, pasukan Soeharto mendapat bimbingan
dan diberi bantuan jeep, senjata, radio-radio lapangan. Sinyal siaran pesanpesan radio single side band KWM-2s dapat dimonitor National Security
Agency.
Para penasihat militer dari Joint US Military Advisory Group (JUSMAG)
dan kantor CIA di Manila merencanakan dan memimpin penindasan
berdarah terhadap gerakan nasionalis Hukbong Mapagpalaya ng Bayan
(HMB) yang seusai Perang Dunia kedua menentang dengan keras
amendemen Parity Rights dan persetujuan militer yang berat sebelah dengan
Amerika Serikat. Berhasilnya Cl A mematahkan pemberontakan Huk yang
berlandaskan kaum tani di tahun 1950, menjadikan operasi ini satu model
untuk operasi-operasi kontra pemberontakan di masa depan di Vietnam dan
Amerika Latin. Kolonel Lansdale dan koleganya. Kolonel Napoleon
Valeriano, kemudian menggunakan pengalaman kontra-gerilyanya di
Filipina ini untuk mendidik mata-mata para pekerja rahasia di Vietnam dan
di sekolah yang diselenggarakan Amerika, yang melatih pembunuhpembunuh kontra-gerilya di Amerika Latin. Jadi, Filipina sudah menjadi
prototipe contoh operasi-operasi rahasia yang sukses dan perang syaraf.
[Baca: Covert Operations and the CIA's Hidden History in the Philippines, hy
Roland G. Simbulan, Convenor/Coordinator, Manila Studies Program University
of the Philippines, Lecture at the University of the Philippines-Manila, Rizal Hall,
Padre Faura, Manila, August 18, 2000.]
Pad a akhir tahun lima puluhan, CIA juga aktif menggunakan daerah
Filipina, terutama pangkalan udara Clark Air Base, untuk latihan dan
melancarkan operasi mata-mata dan logistik, di mana Amerika Serikat secara
rahasia mendukung para kolonel yang memberontak di Indonesia (PRRI-Permesta),
tapi gagal menggulingkan Presiden Soekarno. Waktu itu Cl A memberi bantuan
suplai, latihan, dan pangkalan logistik di beberapa pulau Filipina, termasuk
landasan udara di pulau Tiwi-Tiwi, Sanga-Sanga. Sebuah maskapai milik
Cl A, the Civil Air Transport, secara aktif dipergunakan oleh Cl A dari daerah
Filipina untuk memberikan bantuan langsung bagi grup pemberontakan
militer yang berusaha menggulingkan Presiden Soekarno di ujung tahun
lima puluhan. [Ibid]
Sekali lagi, dalam hubungan dengan ini, keunggulan-keunggulan dari
model Indonesia menunjukkan dengan jelas, bahwa di masa selanjutnya,
Amerika akan mencari kesempatan-kesempatan untuk sasaran-sasaran
pembunuhan besar-besaran dan bila terjadi bisa direkayasa secara rahasia
dengan lebih baik. Ini bisa berarti menggunakan mereka sebanyak mungkin
untuk berjuang membasmi musuh atas dasar apa pun.
"Mantan Direktur Cl A, William Colby, dalam satu wawancara,
menyatakan bahwa kegiatan Kedutaan Besar AS di Indonesia menyiapkan
daftar nama pemimpin-pemimpin PKI adalah sama dengan pelaksanaan
Program Phoenix CIA di Vietnam. Tahun 1965, Colby adalah Direktur Divisi
Timur Jauh dari Cl A yang bertanggung jawab untuk memimpin strategi
rahasia Amerika di Asia." [San Fancisco Examiner, 20/5/90].
Ketika dia mengambil jabatan ini di tahun 1962, Colby mengatakan dia
mendapati bahwa Amerika tidak mempunyai daftar lengkap para aktivis PKI di
Indonesia, dan dia berpendapat bahwa ini adalah satu celah dalam sistem
intelijen" [Ibid].
Maka tak pelak lagi dia pun mengambil langkah untuk mengatasi
keadaan ini.
Operasi Phoenix pada dasarnya adalah proyek pembunuhan yang dikelola
Amerika dengan menggunakan Pasukan Khusus, dan ditujukan pada kaderkader Front Pembebasan Nasional Vietnam. Perang Vietnam yang
berkembang sampai sedemikian jauh, walaupun lewat saringan politik dan
media pers, terhitung juga bahwa Operasi Phoenix telah menyebabkan 41.000
rakyat Vietnam mati. [William Blum, The CIA: A Forgotten History, London:
Zed Books Ltd., 1986, p.145].
Dengan Operasi Phoenix yang tak berperikemanusiaan, diiringi dengan
pemboman besar-besaran hingga bom-bom yang dijatuhkan di Vietnam
melebihi jumlah bom dalam Perang Dunia kedua, walaupun menggunakan
semua senjata termodern pada waktu itu, Amerika tidak berhasil membasmi
komunis Vietnam dan menundukkan Republik Demokrasi Vietnam.
CIA tidak hanya melakukan pembasmian komunis dengan
pembunuhan-pembunuhan yang tak berperikemanusiaan. Di samping
operasi pembasmian secara fisik , CIA menggalakkan operasi-operasi psikis.
Operasi di bidang propaganda anti-komunis juga merupakan kegiatan
sangat penting dari CIA. Untuk itu, dibangun dan digalakkan siaran Radio
Svoboda, Radio Free Europe dengan berbagai bahasa yang ditujukan ke daerah
Uni Sovyet dan negara-negara sosialis Eropa Timur. Di Asia digalakkan
Radio Free Asia, yang terutama ditujukan ke daerah Republik Rakyat
Tiongkok. Isi siarannya adalah berpropaganda anti-komunis,
mendiskreditkan sistem sosialis. Seiring dengan propaganda anti-komunis
CIA dengan siaran radio ini, terdapat kegiatan internet yang menggunakan
berbagai website, terutama website World Socialist Web Site (WSWS), jaringan
Internasionale IV Trotskis. Tidak kalah dengan kampanye CIA, website ini
sangat tangguh dalam berpropaganda anti Partai Komunis Tiongkok, anti
sistem sosialis yang dibangun di Tiongkok.
Dengan dananya yang melimpah ruah, Ford Foundation sangat intensif
bergerak di bidang penerbitan mengabdi propaganda anti-komunis. Para
penulis yang kehausan dana akan mendapat fasilitas dari Ford Foundation
untuk menerbitkan karya-karya yang anti komunis.
Praeger Publishers, yang dibangun Frederick A. Praeger tahun 1949,
adalah salah satu Badan Penerbit penting yang memenuhi pesanan CIA
telah menerbitkan banyak karya tentang komunisme, yang sebenarnya
mengabdi pada propaganda anti komunisme. Church Committee SenatAmerika tahun 1976 menyatakan, bahwa selama tiga puluh tahun atas
permintaan dan subsidi CIA telah diterbitkan lebih dari seribu judul buku
proganda anti komunisme.
Dengan dukungan CIA, Penerbit Praeger sudah menerbitkan buku-buku
anti-komunisme, antara lain: The Dynamic of Soviet Society oleh Walt Rostow;
The New Class oleh Milovan Djilas; Concise History of the Communist Party oleh
Robert A.Burton; The Foreign Aid Programs of the Soviet Bloc and Communist
China oleh Kust Muller; In Pursuit of World Order oleh Richard N. Gardner;
Peking and People's Wars oleh Jenderal Mayor Sam Griffith; The Yenan Way
oleh Eudocio Ravines; Life and Death in Soviet Russia oleh Valentin Gonzales;
The Anthill oleh Suzanne Labin; The Politics of Struggle: The Communist Front
and Political Warfare oleh James D. Atkinson; From Colonialism to Communism
oleh Hoang Van Chi; Why Vietnam oleh Frank Trager; dan Terror in Vietnam
oleh Jay Malin.
Bekerja sama dengan berbagai penerbit, memberi dana bagi penerbitan
karya-karya tulis yang anti komunis, yang menyesatkan pembaca mengenai
komunisme adalah salah satu kegiatan CIA lewat Ford Foundation. Kegiatan
ini sudah memainkan peranan penting dalam melaksanakan the policy of
containment di semua benua, termasuk Indonesia. Buku Negara Madiun? yang
terbit dengan dana Ford Foundation, bermanfaat menyalahkan PKI dalam
Peristiwa Madiun adalah sejenis buku yang dideretkan di atas.
Kenapa di Vietnam Operasi Phoenix membunuh, memenjarakan,
menyiksa jutaan rakyat, gagal membasmi Partai Komunis Vietnam dan
gagal mengalahkan Republik Demokrasi Vietnam, tapi di Indonesia berhasil
menghancurkan PKI dan menggulingkan pemerintah Bung Karno?
Sebabnya adalah: di Indonesia, semenjak tahun 1949 di bawah rekayasa
CIA, Ford Foundation dengan program dua puluh tahunnya berkolaborasi
dengan RAND Corporation, Rockefeller Foundation, menggunakan berbagai
akademi militer AS Fort Feavenworth, Fort Benning, Fort