Jumat, 19 Januari 2024
Home »
harry potter I
» harry potter I
harry potter I
Januari 19, 2024
harry potter I
benda
yang ada pada kami, yang mana seringkali, dibuat oleh jari-jari kami.”
Goblin itu memandang pedang, dan mata hitamnya berpaling dari Harry ke
Hermione ke
Ron lalu kembali memandang pedang lagi.
“Sangat muda,” akhirnya dia berkata, “untuk bertarung dengan keras.”
“Maukah kau menolong kami?” kata Harry. “Kami tidak memiliki harapan
menerobos
tanpa bantuan goblin. Kau satu-satunya kesempatan kami.”
“Aku akan… memikirkannya.” Kata Griphook dengan lambat.
“Tapi…” Ron mulai marah; Hermione menyodok rusuknya.
“Terima kasih.” kata Harry.
Goblin itu menundukkan kepalanya dengan penghormatan, kemudian memegang
kaki
pendeknya.
“Kurasa,” dia berkata, mengatur dirinya dengan sok di atas tempat tidur Bill dan
Fleur,
“Skele-Gro telah selesai bekerja. Akhirnya aku dapat tidur. Maafkan aku…”
“Yeah, tentu saja,” kata Harry, tapi sebelum meninggalkan ruangan dia
membungkuk ke
depan dan mengambil pedang Gryfinddor dari samping goblin itu. Griphook
tidak keberatan, tapi Harry mengira dia melihat kemarahan di mata goblin
itu ketika dia menutup pintu di depannya.
“Iblis kecil,” bisik Ron. “Dia menikmati telah menggantung keadaan kita.”
“Harry,” bisik Hermione, mendorong mereka berdua jauh dari pintu, ke tengah
ruangan
yang masih gelap, “apakah kau berpikir sama dengan yang aku pikirkan? Kau
mengira ada sebuah Horcrux di dalam ruang penyimpanan Lestrange?” “Ya,” kata
Harry. “Bellatrix ketakutan ketika dia mengira kita pernah berada di sana, dia
seperti bukan dirinya. Mengapa? Apa yang dia kira kita cari, apa lagi yang dia
pikir mungkin kita ambil? Sesuatu yang dia tidak ingin Kau-Tahu-Siapa
mengetahuinya.” “Tapi kukira kita mencari di tempat dimana Kau-Tahu-Siapa
pernah tinggal, tempat
dimana dia melakukan sesuatu yang penting?” kata Ron, terlihat heran.
“Apakah dia pernah berada dalam ruang penyimpanan Lestrange?”
“Aku tidak tahu apakah dia pernah berada di dalam Gringotts,” kata Harry.
“Dia tidak pernah mempunyai emas di sana ketika dia masih muda, karena tak
ada yang memberinya. Dia mungkin pernah melihat bank itu dari luar, kupikir,
pada saat pertama kali dia pergi ke Diagon Alley.”
Bekas luka Harry berdenyut, tapi dia mengacuhkannya; dia ingin Ron dan
Hermione untuk mengerti tentang Gringotts sebelum mereka berbicara
pada Ollivander.
“Kurasa dia bisa mencari seseorang yang mempunyai kunci ke sebuah ruang
penyimpanan Gringotts. Aku rasa dia telah melihat bangunan itu sebagai salah
satu simbol yang dimiliki oleh Dunia Sihir. Dan jangan lupa, dia mempercayai
Bellatrix dan suaminya. Mereka adalah abdinya yang paling setia sebelum dia
jatuh, dan mereka yang mencoba mencarinya setelah dia menghilang. Dia
mengatakan itu pada saat dia kembali, aku mendengarnya.”
Harry menggosok bekas lukanya.
“Aku tidak berpikir dia memberitahu Bellatrix bahwa benda itu sebuah horcrux.
Dia tidak pernah memberitahu Lucius kebenaran tentang buku harian.
Kemungkinan dia memberitahunya itu adalah sebuah harta berharga dan
memintanya untuk menyimpannya di ruang penyimpananya. Tempat teraman di
dunia untuk menyembunyikan sesuatu… kecuali Hogwarts.”
Ketika Harry selesai bicara, Ron menganggukkan kepala.
“Kau sangat mengerti dia.”
“Sedikit tentangnya,” kata Harry. “Sedikit… Aku hanya berharap aku
memahami Dumbledore sama banyaknya. Tapi kita lihat saja. Ayo…
sekarang Ollivander.”
Ron dan Hermione terlihat cemas tapi sangat tertarik ketika mereka
mengikutinya melintasi lantai kecil itu dan mengetuk pintu yang ada di seberang
kamar Bill dan Fleur. Suara “Silahkan masuk!” lemah terdengar menjawab.
Pembuat tongkat itu berbaring di atas salah satu tempat tidur kembar yang
paling jauh dari jendela. Dia telah berada di penjara lebih dari satu tahun, dan
disiksa, Harry tahu, dalam lebih dari satu kesempatan. Dia terlihat
memprihatinkan, tulang di wajah kurusnya terlihat tajam di bawah kulitnya yang
pucat kekuningan. Mata abu-abunya yang besar terlihat menonjol di kelopak mata
berkantung. Tangan yang terbaring di atas selimut itu menyerupai tulang. Harry
duduk diatas tempat tidur kosong, disamping Ron dan Hermione. Matahari yang
sedang terbit tidak terlihat dari sini. Ruangan ini menghadap bagian atas kebun
karang dan makam yang masih basah.
“Mr. Ollivander, saya minta maaf telah mengganggu Anda,” Harry berkata.
“Anakku sayang,” Suara Ollivander terdengar bergetar. “Kau menyelamatkan
kami, aku pikir kami akan mati di tempat itu, aku tidak pernah bisa berterima
kasih… tak pernah bisa cukup berterima kasih….”
Bekas luka Harry berdenyut. Dia tahu, dia dapat memastikan, bahwa hanya ada
sedikit waktu tersisa yang bisa digunakan untuk melawan Voldemort
mendapatkan keinginannya, atau paling tidak mencoba menggagalkannya. Dia
merasakan sedikit kepanikan… sebelumnya dia telah membuat keputusan ketika
dia memilih untuk berbicara dengan Griphook terlebih dahulu. Berpura-pura
tenang seperti yang tidak dia rasakan, dia merogoh ke dalam kantong di
lehernya dan mengeluarkan potongan tongkatnya yang terbelah dua.
“Mr. Ollivander, Saya butuh sedikit bantuan.”
“Katakan saja. Katakan saja.” Kata pembuat tongkat itu dengan lemah.
“Dapatkah Anda memperbaiki ini? Apakah mungkin?”
Ollivander mengadahkan tangan, dan Harry meletakkan tongkat yang nyaris
terputus itu di telapak tangannya.
“Kayu holly dan bulu phoenix,” kata Ollivander dalam suaranya yang gemetar.
“sebelas inci, bagus dan fleksibel.”
“Ya.” Kata Harry. “Dapatkah Anda…?”
“Tidak,” bisik Ollivander. “Aku menyesal, sangat menyesal. Tapi sebuah tongkat
yang telah menderita kerusakan seperti ini tidak dapat diperbaiki oleh
kemampuan yang aku miliki.”
Harry telah mencoba bertahan mendengarnya, tapi itu terbang hilang. Dia
mengambil tongkat yang hampir terbelah dua itu dan meletakkannya di katong
disekeliling lehernya. Ollivander memandang tempat di mana tongkat yang rusak
itu menghilang, dan tidak memalingkan wajah sampai Harry mengambil dari
sakunya dua tongkat yang dia bawa dari rumah Malfoy.
“Dapatkah Anda mengenali ini?” Harry bertanya.
Pembuat tongkat itu mengambil tongkat yang pertama dan memegangnya dekat
mata pudarnya, memutarnya diantara jarinya yang kurus kering, memperhatikan
bayangannya.
“Kayu kenari dan pembuluh jantung naga,” katanya. “dua puluh tiga-per-empat
inci, keras hati. Tongkat ini milik Bellatrix Lestrange.”
“Dan yang satu ini?”
Ollivander melakukan pengujian yang sama.
“Hawthorn dan rambut unicorn. Tepat sepuluh inci. Elastis. Ini tongkat milik
Draco
Malfoy.”
“Miliknya?” ulang Harry. “Masih miliknyakah?”
“Mungkin tidak, jika kau mengambilnya.”
“… aku melakukannya.”
“… kalau begitu ini milikmu. Tentu saja, manusia sering melakukannya.
Seringkali
tergantung pada tongkatnya. Pada umumnya, bagaimanapun, jika sebuah
tongkat telah dimenangkan, kepemilikannya akan berubah.”
Ada kesunyian di ruangan itu, kecuali desiran di laut.
“Anda berbicara seolah tongkat memiliki perasaan,” kata Harry. “ Sepertinya
mereka
dapat berpikir sendiri.”
“Tongkat yang memilih penyihir,” kata Ollivander. “inilah hal yang sudah lama
kami
percayai sebagai orang yang mempelajari pembuatan tongkat.”
“Mesikupun begitu, masihkah seseorang dapat menggunakan tongkat yang tidak
memilih
mereka?” kata Harry.
“Oh ya, kau dan setiap penyihir lainnya dapat menyalurkan sihir melalui benda
apapun. Meskipun demikian, hasil terbaik pasti selalu datang keterikatan
terkuat antara penyihir dan tongkat sihir. Hubungan ini rumit. Sebuah
pertunjukan awal dan kemudian saling mencari pengalaman, penyihir belajar dari
tongkatnya, dan tongkatnya belajar dari penyihirnya.”
Lautan menyembur ke depan dan ke belakang: seperti suara gumaman.
“Saya mengambil ini dari Draco Malfoy dalam pertempuran,” kata Harry.
“Dapatkah saya menggunakannya dengan aman?” “Aku rasa demikian.
Berdasarkan Hukum Kepemilikan Tongkat Sihir, tongkat sihir hasil
pertempuran biasanya akan membelokkan kemauannya pada penguasa barunya.”
“Jadi bisakah saya menggunakan yang satu ini?” kata Ron, menarik tongkat
Wormtail dari dalam sakunya dan menyerahkannya pada Ollivander. “Kastanye
dan pembuluh jantung naga. Sembilan setengah inci. Rapuh. Aku
diperintahkan membuat tongkat ini dengan cepat setelah diculik, untuk Peter
Pettigrew. Ya, jika kau memenangkannya, tongkat ini lebih suka melakukan
kehendakmu, dan melakukannya dengan baik, dari pada tongkat yang lain.”
“Dan kejadian ini juga berlaku untuk semua tongkat sihir, kan?” tanya Harry.
“Kurasa demikian,” jawab Ollivander, matanya yang menonjol terpaku pada
wajah Harry. “Kau menanyakan pertanyaan yang dalam, Mr Potter. Pembuatan
Tongkat itu salah satu cabang ilmu sihir yang misterius dan rumit.”
“Jadi, apakah tidak perlu membunuh pemilik tongkat sihir yang sebelumnya
untuk mengambil kepemilikan sebuah tongkat sihir?” tanya Harry.
Ollivander menelan ludah.
“Perlu? Tidak, aku seharusnya tidak mengatakan perlu untuk membunuh.”
“Saya kira ada sebuah legenda,” kata Harry, dan seketika jantungnya berdegup
kencang, rasa sakit dibekas lukanya semakin menjadi; dia menjadi yakin bahwa
Voldemort telah memutuskan menjalankan rencananya. “Legenda tentang sebuah
tongkat sihir… atau tongkat-tongkat sihir… yang diturunkan dari tangan ke
tangan melalui pembunuhan.”
Ollivander menjadi pucat. Berlawanan dengan bantalnya yang berwarna salju, dia
berwarna kelabu, dan matanya membesar, merah darah, dan menonjol dengan
apa yang kelihatannya seperti rasa takut.
“Hanya satu tongkat, kurasa,” dia berbisik.
“Dan Kau-Tahu-Siapa tertarik padanya, bukan?” tanya Harry.
“Aku… bagaimana?” kata Ollivander parau, dan dia memandang Ron dan
Hermione dengan pandangan minta tolong. “Bagaimana kau tahu tentang ini?”
“Dia meminta Anda untuk memberitahunya bagaimana hubungan antara tongkat
sihir kami,” kata Harry.
Ollivander terlihat ketakutan.
“Dia menyiksaku, kau harus mengerti! Kutukan Cruciatus, Aku… aku tidak
punya pilihan lain selain memberitahunya apa yang kutahu, apa yang
kuperkirakan!”
“Saya mengerti.” Kata Harry. “Anda memberitahunya tentang inti kembar?
Anda mengatakan dia hanya perlu meminjam tongkat sihir penyihir lain?”
Ollivander ketakutan, membatu, dengan banyaknya hal yang diketahui
Harry. Dia mengangguk perlahan.
“Tapi itu tidak berhasil.” Harry melanjutkan. “Tongkat saya tetap
menghancurkan tongkat pinjaman itu. Apakah Anda tahu mengapa itu
terjadi?”
Ollivander menggelengkan kepalanya kepalanya dengan perlahan
seperti dia mengangguk tadi.
“Aku…tidak pernah mendengar sesuatu yang seperti itu. Tongkatmu melakukan
sesuatu yang unik malam itu. Hubungan inti yang kembar sangat jarang terjadi,
aku belum mengerti bagaimana tongkat sihirmu dapat menghancurkan tongkat
pinjaman itu…”
“Kita berbicara tentang tongkat yang lain, tongkat yang berpindah tangan
dengan pembunuhan. Ketika Kau-Tahu-Siapa menyadari tongkat saya telah
melakukan suatu yang aneh, dia kembali dan menanyakan tentang tongkat
yang lain, kan?”
“Bagaimana kau tahu tentang ini?”
Harry tidak menjawab.
“Ya, dia bertanya,” bisik Ollivander. “Dia ingin tahu semua yang dapat
kukatakan tentang tongkat sihir yang sering disebut sebagai Tongkat
Kematian, Tongkat Sihir Nasib, atau Tongkat Elder.”
Harry memandang ke samping pada Hermione. Dia terlihat sangat keheranan.
“Penguasa kegelapan,” kata Ollivander dalam suara bisikan dan ketakutan, “selalu
puas dengan tongkat yang aku buatkan untuknya…Cemara dan bulu phoenix, tiga
belas setengah inci… sampai akhirnya dia mengetahui tentang hubungan inti
kembar. Sekarang dia mencari yang lain, tongkat sihir yang lebih kuat, untuk
mengalahkan tongkat sihirmu.”
“Tapi dia akan segera tahu, jika dia belum mengetahuinya, bahwa tongkat
saya yang rusak tidak dapat diperbaiki,” kata Harry pelan.
“Tidak!” kata Hermione, terdengar ketakutan. “Dia tidak dapat
mengetahuinya, Harry, bagaimana bisa…”
“Priori Incantatem,” kata Harry. “kita meninggalkan tongkat sihirmu dan
tongkat sihir blackthorn di rumah Malfoy, Hermione. Jika mereka menguji
tongkat itu dengan baik, membuat tongkat-tongkat itu menunjukkan kembali
mantra terakhir yang dilontarkan, mereka akan melihat tongkatmu merusak
tongkatku, mereka akan melihat bahwa kau berusaha dan gagal untuk
memperbaikinya, dan mereka akan sadar bahwa aku telah menggunakan
tongkat blackthorn sejak itu.”
Sedikit warna yang telah timbul sejak kedatangan mereka telah menghilang
dari wajah Hermione. Ron memberikan Harry tatapan mencela, dan berkata,
“Mari kita tidak usah menghawatirkan itu sekarang…”
Tetapi Mr. Ollivander menyela.
“Penguasa kegelapan tidak hanya mencari Tongkat Elder untuk kehancuranmu,
Mr. Potter. Dia berkeinginan untuk memilikinya karena dia percaya tongkat itu
membuatnya sangat kebal.”
“Dan mungkinkah itu?”
“Pemilik Tongkat Elder pasti takut diserang,” kata Ollivander, “tapi rencana
Penguasa Kegelapan untuk memiliki Tongkat kematian adalah, kalau boleh
kukatakan…hebat.”
Harry tiba-tiba ingat betapa tidak yakinnya dia, ketika mereka bertemu
pertama kali, berapa besar dia menyukai Ollivander. Bahkan sekarang, setelah
mendapat siksaan dan ditahan oleh Voldemort, rencana Penyihir Hitam yang
ingin memiliki tongkat ini kelihatannya mempesonakannya sama besarnya
dengan penolakannya terhadap Voldemort.
“Anda… Anda benar-benar berpikir tongkat ini ada, kalau begitu, Mr.
Ollivander?” tanya Hermione.
“Oh ya,” kata Ollivander. “Ya, sangat mungkin sekali untuk menjejaki tongkat itu
berdasarkan sejarah. Ada celah, tentu saja, dan panjang, saat tongkat itu
menghilang dari penglihatan, hilang sementara atau disembunyikan; tapi tongkat
itu masih ada. Tongkat itu memiliki karakteristik yang dikenal oleh siapa saja
yang telah mempelajari pengenalan pembuatan tongkat sihir. Ada catatan
tertulis, beberapa samar-samar, yang aku dan pembuat tongkat lainnya buat
menjadi urusan yang dipelajari. Mereka mempunyai lingkaran tertulis”
“Jadi Anda… Anda tidak berpikir ini hanya cerita dongeng atau mitos?”
Hermione berkata penuh harap.
“Tidak,” kata Ollivander. “Mekipun aku tidak tahu tongkat itu beralih dengan
pembunuhan. Sejarah tongkat itu berdarah, tapi itu mungkin merupakan nasib
wajar bagi tongkat yang nyata sangat diinginkan, dan menimbulkan minat para
penyihir. Kekuatannya yang luas, berbahaya di tangan yang salah, dan sebuah
benda yang luar biasa mengagumkan bagi kami semua yang mempelajari kekuatan
tongkat sihir.”
“Mr. Ollivander,” kata Harry, “Anda memberi tahu Kau-Tahu-Siapa bahwa
Gregorovitch memiliki Tongkat Elder, kan?”
Ollivander menjadi, jika mungkin, lebih pucat. Dia terlihat seperti hantu
ketika dia menelan ludah.
“Tapi bagaimana… bagaimana kau…?”
“Tidak peduli bagaimana saya mengetahuinya,” kata Harry, menutup matanya
sebentar ketika bekas lukanya serasa terbakar dan dia melihat, untuk beberapa
saat, sebuah penglihatan jalan utama Hogsmeade, masih gelap, karena tempat itu
berada lebih di utara. “Anda memberitahu Kau-Tahu-Siapa bahwa Gregorovitch
mempunyai tongkat itu?”
“Itu hanya sebuah rumor,” bisik Ollivander. “Sebuah rumor, bertahun-tahun
yang lalu, jauh sebelum kau lahir, aku yakin Gregorovitch yang memulainya.
Kau dapat melihat betapa bagusnya itu untuk bisnis; bahwa dia mempelajari
dan menduplikasi kualitas Tongkat Elder.”
“Ya, saya menyadarinya,” kata Harry. Dia berdiri “Mr. Ollivander, satu hal
lagi, dan kami akan membiarkan Anda beristirahat. Apa yang Anda ketahui
tentang Benda Suci sang Maut—Deathly Hallows?”
“Benda… benda apa?” tanya sang pembuat tongkat, terlihat benar-benar
keheranan.
“Benda Suci sang Maut.”
“Aku takut aku tidak mengetahui apa yang kau bicarakan. Apakah ini masih
sesuatu yang berkaitan dengan tongkat sihir?”
Harry memandang wajah kurus itu dan percaya bahwa Ollivander tidak
berdusta. Dia tidak mengetahui tentang Benda Suci itu.
“Terima kasih,” kata Harry, “Terima kasih banyak, kami meninggalkan Anda agar
dapat beristirahat sekarang.”
Ollivander terlihat terpukul.
“Dia menyiksaku!” dia terengah. “Kutukan Cruciatus… kau tidak mengerti…”
“Saya mengerti,” kata Harry, “Saya sangat mengerti, saya mohon
beristirahatlah. Terima kasih telah menjelaskan semua ini kepada kami.”
Harry memimpin Ron dan Hermione menuruni tangga. Harry melihat sekilas Bill,
Fleur, Luna, dan Dean duduk di depan meja di dapur, cangkir teh di depan
mereka. Mereka melihat Harry ketika dia muncul di ambang pintu, tapi dia
mengangguk pelan pada mereka dan melanjutkan berjalan ke kebun. Ron dan
Hermione di belakangnya. Gundukan tanah merah yang menutupi Dobby
terhampar di depan, dan Harry berjalan ke arahnya, ketika sakit di kepalanya
menjadi lebih terasa. Dibutuhkan usaha yang kuat sekarang untuk menutup
penglihatan yang didorong mereka padanya, tapi dia tahu bahwa usahanya hanya
dapat bertahan sebentar. Dia bisa segera berhasil, karena dia perlu mengetahui
apakah teorinya benar. dia hanya perlu membuat satu usaha kecil, sehingga dia
dapat menjelaskannya kepada Ron dan Hermione.
“Gregorovitch mempunyai Tongkat Elder pada masa lalu,” dia berkata, “Aku
melihat Kau-Tahu-Siapa mencoba menemuinya. Ketika dia bertemu dengan
Gregorovitch, Kau-Tahu-Siapa menemukan bahwa dia sudah tidak memilikinya:
tongkat itu telah dicuri darinya oleh Grindelwald. Bagaimana Grindelwald
mengetahui bahwa Gregorovicth memilikinya, aku tidak tahu… tapi jika
Gregorovitch cukup bodoh dengan menyebarkan rumor, ini tidak jadi terlalu
sulit.”
Voldemort telah berada di gerbang Hogwarts: Harry dapat melihatnya berdiri di
sana, dan melihat juga lampu berkelip saat subuh, dekat dan semakin dekat.
“Dan Grindelwald menggunakan Tongkat Tertua untuk menjadi kuat. Dan dia ada
di puncak kekuasaannya, ketika Dumbledore menyadari hanya dia yang dapat
menghentikannya, dia berduel dengan Grindelwald dan mengalahkannya, dan
mengambil Tongkat Elder.”
“Dumbeldore memiliki Tongkat Elder?” kata Ron. “Tapi dimana tongkat itu
sekarang?”
“Di Hogwarts,” kata Harry, berusaha bertahan dengan mereka di kebun di
atas puncak karang.
“Kalau begitu, ayo!” kata Ron segera. “Harry, ayo pergi dan mendapatkannya
sebelum dia!”
“Sangat terlambat untuk itu,” kata Harry. Dia tidak dapat menolong dirinya
sendiri, tapi memegang kepalanya, berusaha membantunya bertahan. “Dia tahu
dimana tongkat itu, dia ada di sana sekarang.”
Harry!” Ron berkata putus asa. “Berapa lama kau tahu soal ini… mengapa kau
membuang-buang waktu? Mengapa kau berbicara dengan Griphook duluan?
Kita bisa kehilangan—kita masih bisa pergi—”
“Tidak,” kata Harry, dan dia berlutut di rumput. “Hermione benar.
Dumbledore tidak menginginkan aku memilikinya. Dia tidak ingin aku
mengambilnya. Dia ingin aku memusnahkan Horcrux.”
“Itu tongkat sihir yang tak terkalahkan, Harry.” Ratap Ron.
“Aku tidak seharusnya… aku seharusnya menghancurkan Horcrux…”
Dan sekarang semuanya dingin dan gelap: matahari telah terlihat jelas di
cakrawala ketika memandang melewati Snape, naik dari tanah ke danau.
“Aku akan menemuimu di kastil segera,” dia berkata dengan suaranya yang
tinggi dan dingin. “tinggalkan aku sekarang.”
Snape membungkuk dan berjalan pergi, jubah hitamnya melambai di belakangnya.
Harry berjalan perlahan, menunggu sosok Snape menghilang. Tidak perlu didepan
Snape, atau orang lain, untuk melihatnya kemana dia pergi. Tapi tidak ada cahaya
di jendela-jendela kastil, dan dia dapat meyakinkan dirinya…dan beberapa saat
dia melontarkan Mantra Ilusi di atasnya yang menyembunyikan tubuhnya bahkan
dari matanya sendiri.
Dan dia berjalan terus, mengelilingi pinggir danau, memandang bentuk kastilnya
tercinta, kerajaannya yang pertama, warisannya…
Dan itu dia, di samping danau, tercermin di air kelam. Makam marmer putih, tinta
kotor yang tidak perlu diatas pemandangan yang akrab. Dia merasa berjalan
dengan cepat yang dikendalikan oleh euphoria, yang terasa memabukkan dari
keinginan dalam menghancurkan. Dia mengangkat tongkat cemaranya yang lama:
betapa menyedihkannya bahwa ini menjadi pekerjaan hebat terakhir tongkat
sihirnya.
Makam itu bergeser terbuka dari kepala ke bagian kaki. Sosok terselubung
itu masih sekurus ketika dia masuh hidup. Dia mengangkat tongkatnya lagi.
Selubung itu terbuka. Wajah itu tembus cahaya, pucat, seperti tenggelam, tapi
hampir awet sempurna. Mereka meninggalkan kacamata di atas hidung
bengkoknya: dia tertawa mengejek. Tangan Dumbledore terlipat diatas dadanya,
dan di sana tongkat itu terbaring, tergenggam diantaranya, terkubur
bersamanya.
Apakah orang tua bodoh ini mengira marmer dan kematian dapat melindungi
tongkat sihir itu? Apakah dia berpikir bahwa Penguasa Kegelapan akan takut
mengganggu makamnya? Tangan yang seperti laba-laba itu menjangkau dan
menarik tongkat sihir dari genggaman Dumbledore, dan ketika dia mengambilnya,
semburan bunga api memancar dari ujungnya, berkelip di atas jasad pemiliknya
yang lama, akhirnya siap untuk melayani tuannya yang baru.
Bab 25 Shell Cottage* Pondok Kerang
Pondok Bill dan Fleur berdiri sendiri di atas jurang yang menghadap ke laut,
pada dindingnya melekat kerang dan air kapur. Tempat yang sunyi dan indah.
Kemanapun Harry pergi, ke pondok kecil atau tamannya, dia dapat mendengar
serapan dan aliran air laut, seperti nafas beberapa raksasa yang tidur. Ia
menghabiskan waktunya sepanjang minggu membuat alasan untuk melarikan diri
dari pondok yang ramai itu, berharap supaya bisa memandang ketinggian langit
terbuka, laut, merasakan dingin dan angin asin di wajahnya.
Besarnya keputusan untuk tidak bersaing dengan Voldemort memperebutkan
tongkat yang membuatnya khawatir. Sebelumnya Harry tidak dapat mengingat
kenapa ia memilih untuk tidak bertindak. Dia dipenuhi keraguan, keraguan bahwa
Ron tidak dapat membantunya sewaktu mereka membahasnya.
“Bagaimana jika Dumbledore menginginkan kita untuk mencari tahu tentang
simbol itu daripada mendapatkan tongkat?” “Bagaimana jika ketika mencari
tahu simbol tersebut maka berarti membuat dirimu layak untuk mendapatkan
Hallows?" “Harry, jika itu memang benar Tongkat Elder, bagaimana seharusnya
cara kita membunuh Kau-Tahu-Siapa.”
Harry tidak mempunyai jawabannya: Ada beberapa saat ketika dia bertanyatanya apakah itu telah menjadi sebuah kegilaan karena tidak mencoba untuk
mencegah Voldemort yang membongkar kuburan Dumbledore. Dia bahkan tidak
bisa menjelaskannya secara memuaskan, mengapa dia telah memutuskan untuk
menolaknya: Setiap kali dia berusaha untuk menyusun kembali alasan-alasan
dalam dirinya yang sudah membuat keputusan itu, alasan itu terdengar lemah
baginya.
Hal aneh yang terjadi adalah bahwa dukungan Hermione hanya membuat Harry
merasa bingung seperti keraguan Ron. Sekarang, menolak untuk menerima bahwa
Tongkat Elder sebenarnya nyata, Hermione beranggapan bahwa itu adalah benda
jahat, dan bahwa cara Voldemort telah memilikinya tidaklah perlu dipikirkan.
"Kau tidak akan pernah melakukan itu, Harry," Hermione mengatakannya
berkali-kali. "Kau tidak dapat merusak makam Dumbledore."
Tetapi ide dari jenazah Dumbledore, menggetarkan Harry, melebihi kemungkinan
bahwa dia mungkin telah salah mengerti dari tujuan hidup Dumbledore. Dia
merasa bahwa dia masih meraba-raba; dia telah memilih jalurnya tetapi tetap
melihat ke belakang, berpikir jikalau dia salah membaca tanda, jikalau dia
seharusnya tidak mengambil jalan yang lain. Dari waktu ke waktu, kemarahan
pada Dumbledore merasukinya lagi, kekuatan gelombang menghempas melawan
karang terjal di bawah pondok, kemarahan bahwa Dumbledore tidak
menjelaskannya sebelum ia meninggal.
"Tetapi apakah dia meninggal?" kata Ron, tiga hari setelah mereka tiba di
pondok. Harry sedang menatap keluar dinding di luar yang memisahkan kebun
pondok dari jurang ketika Ron dan Hermione telah menemukannya; Harry
berharap mereka tidak menemukannya, berharap tidak bergabung di
perdebatan mereka.
“Ya, dia meninggal. Ron, Tolong jangan memulainya lagi!”
“Lihat faktanya, Hermione.” Kata Ron, berbicara di seberang Harry yang
melanjutkan memandang langit. “Pemecahan dari kijang. Pedang. Mata yang Harry
lihat di cermin ...."
“Harry mengaku dia mungkin membayangkan mata itu! Benarkan, Harry?”
“Aku mungin melakukannya,” kata Harry tanpa melihat Hermione.
“Tetapi kau tidak berpikir melakukannya, kan?” tanya Ron.
“Tidak,” kata Harry “Itu dia!” sambung Ron, sebelum Hermione dapat
mengelaknya.” Jika itu bukan Dumbledore, coba jelaskan bagaimana Dobby tahu
kita berada di bawah tanah, Hermione?”
“Aku tidak bisa – tapi dapatkah kau jelaskan bagaimana Dumbledore mengirim
Dobby kepada kita jika dia terbaring di kuburan Hogwarts?”
“Aku tidak tahu, itu bisa saja hantunya!”
“Dumbledore tidak akan kembali menjadi hantu,” kata Harry. Ada beberapa
hal kecil tentang Dumbledore yang ia yakini sekarang, tetapi dia tahu lebih
banyak. “Dia telah pergi.”
”Apa yang kau maksud, 'telah pergi’?” Tanya Ron, tetapi sebelum Harry
dapat mengatakan sesuatu, ada suara dibelakangnya, “’Arry?”
Fleur telah keluar dari pondok, rambut perak panjangnya berkibar dihembus
angin.
“’Arry, Grip’ook ingin berbicara denganmu. Dia b’rada di kamar tidur
terkecil, dia berkata dia tidak ingin ada yang men’engar.”
Ketidaksukaannya karena Goblin menyuruhnya untuk mengirimkan pesan
terlihat jelas; dia terlihat jengkel saat berbalik ke dalam pondok.
Griphook telah menunggu mereka, seperti yang Fleur katakan, di kamar terkecil
dari tiga kamar yang ada di pondok, tempat dimana Hermione dan Luna menginap
semalam. Dia telah menggambar warna merah tirai katun, langit berawan yang
terang yang memberikan kesan kamar dengan cahaya yang berapi-api di pondok
peristirahatan yang berangin.
”Aku telah memutuskan, Harry Potter,” kata goblin, yang duduk menyilangkan
kakinya di kursi pendek, berdendang pada kakinya dengan menggunakan
jarinya. “Meskipun goblin Gringotts akan menyadari penyelundupan, aku telah
memutuskan untuk membantumu ...”
“Itu bagus!” kata Harry, sentakan kelegaan menyelimutinya. ”Griphook, terima
kasih, kami sangat ...”
“... dengan imbalan,” goblin berkata dengan tegas, “sebagai bayaran.”
Terdorong ke belakang, Harry ragu-ragu.
“Berapa banyak yang kau inginkan? Aku punya emas.”
“Bukan emas,” kata Griphook. “Aku punya emas.”
Mata hitamnya berbinar; tidak ada warna putih di matanya.
“Aku menginginkan pedang. Pedang Godric Griffindor.”
Semangat Harry menurun.
“Kau tidak bisa memilikinya,” kata Harry. “Maaf.”
“Lalu,” kata gobblin lembut, “kita punya masalah.”
“Kami bisa memberimu sesuatu yang lain,” kata Ron tak sabar. “ Aku bertaruh
keluarga
Lestange mempunyai banyak barang-barang, kau
dapat mengambilnya ketika kita masuk ke dalam
lemari besi.” Ron telah mengatakan hal yang salah.
Griphook menjadi marah. “Aku bukan pencuri, nak!
Aku tidak mencoba memperoleh harta yang bukan
hakku!” “Pedang itu milik kami –“ “Tidak,” kata
goblin. “Kami Gryffindor, dan itu dulu kepunyaan
Godric Gryffindor –“ “Dan sebelumnya, kepunyaan
siapa?” tuntut goblin yang duduk tegak.
“Bukan siapa-siapa,” kata Ron. “ Itu dibuat untuknya, kan?” “Tidak!” teriak goblin,
dipenuhi dengan kemarahan, jari panjangnya menunjuk Ron.“Kearoganan penyihir
lagi! Pedang itu dulu milik Ragnuk, diambil oleh Godric Gryffindor! Itu adalah
harta yang hilang, karya besar goblin! Itu kepunyaan goblin. Pedang adalah harga
dari bayaranku, ambil atau tinggalkan!”
Griphook menatap mereka. Harry melirik yang lain, kemudian berkata, “Kami
perlu
mendiskusikan ini, Griphook, jika boleh. Bisakah kau memberi kami beberapa
menit?”
Goblin mengangguk, terlihat masam.
Di ruang duduk lantai dasar yang kosong, Harry berjalan menuju perapian,
mengerutkan
alis, mencoba untuk berpikir apa yang harus dilakukan. Di sampingnya, Ron
berkata,
“Dia bercanda. Kita tidak bisa membiarkan dia mendapatkan pedang itu.”
“Apakah itu benar?” Harry bertanya kepada Hermione. “Apakah pedang itu dicuri
Gryffindor?”
“Aku tidak tahu,” dia berkata tanpa harapan. “Sejarah sihir sering menghindari
apa yang
penyihir lakukan kepada ras sihir lainnya, tetapi tidak ada catatan yang aku
tahu yang mengatakan Gryffindor mencuri pedang.”
“Itu akan terdapat di cerita goblin,” kata Ron, “tentang bagaimana
penyihir selalu mencoba mengambil kepunyaan mereka. Aku mengira kita
harus memikirkan keberuntungan kita, dia belum meminta salah satu
tongkat kita.”
“Goblin mempunyai alasan bagus untuk tidak menyukai penyihir, Ron.” Kata
Hermione. “Dahulu mereka telah diperlakukan kasar.”
“Goblin tidak seperti kelinci kecil yang lembut, kan?” kata Ron. “Mereka
telah membunuh banyak dari kita. Mereka bermain kotor juga.”
“Tetapi berdebat dengan Griphook tentang siapa ras yang paling curang
dan kasar tidaklah membuat ia menolong kita, kan?”
Ada kesunyian ketika mereka mencoba memikirkan jalan keluar tentang masalah
ini. Harry melihat keluar jendela, pada kuburan Dobby. Luna sedang menata
bunga lavender laut di guci kesukaran di samping batu kubur.
“Oke,” kata Ron, dan Harry berbalik kepadanya, “Bagaimana bila? Kita beritahu
Griphook kita memerlukan pedang hingga kita masuk ke dalam lemari besi dan dia
dapat memilikinya. Ada yang pedang palsu, kan? Kita tukar dan memberinya yang
palsu.”
“Ron, dia lebih tahu perbedaannya dari pada kita!” kata Hermione. “Hanya dia
yang menyadari bila tertukar!”
“Yeah, tapi kita bisa kabur sebelum dia menyadarinya …”
Ron takut akan pandangan Hermione padanya.
“Itu,” kata Hermione pelan, “adalah perbuatan hina. Meminta pertolongannya,
kemudian memperdayanya? Dan kau ingin tahu kenapa goblin tidak menyukai
penyihir, Ron?”
Telinga Ron berubah merah.
“Baiklah, baiklah! Hanya hal itu yang dapat kupikirkan! Lalu, apa solusimu?”
“Kita perlu menawarkan sesuatu yang lain, sesuatu yang berharga.”
“Hebat, aku akan pergi dan mendapatkan salah satu pedang buatan goblin
kepunyaan leluhur kita dan kau bisa membungkusnya.”
Kesunyian menyelimuti mereka lagi. Harry yakin bahwa goblin tidak
menginginkan hal yang lain melainkan pedang itu, jika mereka mendapatkan suatu
yang berharga untuk ditawarkan. Namun, pedang mereka sangat diperlukan
untuk menghancurkan horcruxhorcrux.
Harry menutup matanya sekejap dan mendengar deburan ombak. Ide bahwa
Gryffindor mungkin mencuri pedang tak menyenangkannya: dia selalu bangga
menjadi Gryffindor, Gryffindor telah membela kelahiran Muggle, penyihir yang
berselisih dengan pecinta darah murni, Slytherin ….
“Mungkin dia berbohong,” Harry berkata, membuka matanya kembali.
“Griphook. Mungkin Gryffindor tidak mengambil pedang itu. Bagaimana kita
tahu versi sejarah goblin, kan?”
“Apakah itu membuat perbedaan?” Tanya Hermione.
“Merubah perasaanku tentang ini,” kata Harry.
Dia mengambil napas panjang. “Kita akan memberitahu dia dapat memiliki
padang setelah dia menolong kita masuk ke dalam lemari besi -- tapi kita akan
berhati-hati, menghindari dalam memberitahu hal yang sebenarnya kapan dia
dapat memilikinya.”
Ron perlahan menyeringai. Namun, Hermione terlihat waspada.
“Harry, kita tidak bisa ….”
“Dia dapat memilikinya,” Harry meneruskan, “setelah kita menggunakannya
untuk semua Horcrux. Aku akan pastikan ia mendapatkannya. Aku akan
menyimpan katakataku.”
“Tapi itu bisa bertahun-tahun!” kata Hermione.
“Aku tahu, tapi dia tidak memerlukannya. Aku tidak akan berbohong … sungguh.”
Mata Harry dan Hermione bertemu dengan campuran menantang dan malu.
Dia ingat kata-kata yang terukir di pintu gerbang menuju Nurmengard :
UNTUK YANG TERBAIK. Dia menyingkirkan idenya. Apa pilihan yang mereka
punya?
“Aku tidak menyukainya,” kata Hermione.
“Aku juga,” Harry menambahkan.
“Yah, Aku kira ini jenius, “ kata Ron yang berdiri kembali. “Mari beritahu dia.”
Kembali di kamar terkecil, Harry membuat penawaran dan dengan hati-hati
mengatakannya seperti tidak memberikan sesuatu yang pasti tentang kapan saat
perpindahan pedang. Hermione mengerutkan dahi ke lantai ketika Harry
berbicara; Harry terganggu karenanya, khawatir bila Hermione mungkin akan
menghancurkannya. Namun, Griphook hanya menatap Harry.
“Aku memegang kata-katamu, Harry Potter, bahwa kau akan memberikan aku
pedang Gryffindor jika aku menolongmu?”
“Ya,” kata Harry.
“Lalu jabat tangan,” kata goblin mengeluarkan tangannya. Harry
menerimanya dan menjabat tangan. Dia bertanya-tanya apakah mata hitam
itu melihat kekhawatiran dirinya. Lalu Griphook melepaskan tangan Harry,
dan berkata, ”Jadi. Kita mulai!”
Seperti rencana menyelundup ke Kementrian dimulai lagi. Mereka mengatur
untuk bekerja di ruangan kecil agar aman seperti keinginan Griphook dengan
cahaya redup.
“Aku hanya sekali mengunjungi lemari besi Lestrange,” Griphook memberitahu
mereka, “Pada peristiwa aku diberitahu tentang tempat yang di dalamnya
terdapat pedang palsu. Tempat itu adalah salah satu kamar paling kuno. Keluarga
penyihir tertua menyimpan harta mereka di level terdalam, tempat dimana lemari
besi terbesar dengan perlindungan terbaik....”
Mereka seperti dikurung di lemari yang mirip kamar selama berjam-jam.
Perlahan-lahan hari-hari berganti menjadi minggu-minggu. Ada masalah yang
datang silih berganti, seperti ketika persediaan ramuan Polyjuice mereka yang
cepat kosong.
“Hanya cukup satu yang tersisa untuk salah satu dari kita,” kata Hermione,
memiringkan mud kental yang seperti ramuan pada cahaya lampu.
“Itu sudah cukup,” kata Harry yang memeriksa tangan Griphook yang
menggambar peta jalan di level terdalam. Penghuni shell cottage pasti dapat
menyadari ada sesuatu yang terjadi, walaupun Harry sering merasa mata Bill
mengamati mereka bertiga ketika di meja makan.
Semakin lama mereka menghabiskan waktu bersama-sama, Harry menyadari
bahwa dia tidak begitu menyukai goblin. Griphook tidak disangka-sangka haus
akan darah, tertawa pada ide yang menyakiti makhluk lain dan terlihat suka pada
kemungkinan bahwa mereka mungkin harus menyakiti penyihir lain untuk sampai
ke lemari besi keluarga Lestrange. Harry bisa tahu bahwa kebenciannya dipunyai
yang sama dengan Ron dan Hermione, tetapi mereka tidak membicarakannya.
Mereka membutuhkan Griphook.
Goblin enggan makan bersama mereka. Sesudah kakinya sembuh, dia terus
meminta nampan makanan dibawa ke kamarnya, seperti Ollivander yang tak
bergerak-ringkih, sampai Bill (mengikuti ledakan marah dari Fleur) bermaksud
ke atas mengatakan kepadanya bahwa kebiasaan itu tidak bisa berlanjut.
Sesudah itu, Griphook bergabung dengan mereka di meja makan yang penuh-
sesak, meskipun dia menolak untuk makan makanan yang sama, benar-benar,
malahan, ingin benjolan daging mentah, akar, dan berbagai jamur.
Harry merasa bertanggung jawab: itu ialah, bagaimanapun juga, dia yang
sudah bersikeras bahwa goblin itu harus tinggal di Shell Cottage agar dia
dapat bertanya; kesalahannya bahwa semua anggota keluarga Weasley harus
bersembunyi, dan bahwa Bill, Fred, George, dan Mr Weasley tidak dapat
bekerja kembali.
“Maafkan aku,” katanya kepada Fleur, di suatu April sore ketika dia
membantu Fleur menyiapkan makan malam. "Aku tidak pernah bermaksud kau
mesti menangani pekerjaan ini."
Dia baru saja telah menyusun beberapa pisau untuk bekerja, menyumbing bistik
untuk Griphook dan Bill yang lebih memilih daging yang masih berdarah sejak ia
diserang oleh Greyback. Ketika pisau diiris di sebelahnya, ucapannya yang agak
cepat-marah melunak.
“’Arry, kau menyelamatkan hidup adikku, Aku tidak melupakannya.”
Ini bukan kejadian yang sebenarnya, tetapi Harry memutuskan untuk tidak
mengingatkannya bahwa sebenarnya Gabrielle tidak pernah berada dalam
situasi yang berbahaya.
"Bagaimanapun juga," Fleur melanjutkan, melambaikan tongkatnya ke pot saus
di atas kompor yang mulai bergelegak sekarang, "Mr. Ollivander pergi ke
tempat Muriel, itu akan memudahkan. Ze goblin," dia memberengut sedikit
ketika mengatakannya, "bisa pindah ke bawah dan kau, Ron, dan Dean bisa
mengambil kamar itu."
“Kami tidak berkeberatan tidur di ruang tamu, “ kata Harry yang tahu bahwa
Griphook akan berpikir sangat rendah karena tidur di sofa; membuat Griphook
senang adalah salah satu rencana mereka. “Jangan menghawatirkan kami.” Dan
ketika Fleur mencoba untuk protes, “Kami akan jauh darimu juga, Ron, Hermione,
dan aku. Kami tidak akan tinggal lama-lama disini.”
“Tapi, apa maksudmu? dia berkata, mengerutkan dahi pada Harry, melambaikan
tongkatnya ke casserole dish* yang menggantung di udara. “Tentu saja kau akan
tetap disini, kalian aman di sini!” Dia terlihat seperti Mrs. Weasley ketika
mengatakannya, dan Harry merasa senang seketika itu pintu dibelakannya
terbuka. Luna dan Dean masuk, rambut mereka basah kuyup akibat hujan diluar
dan tangan mereka dipenuhi oleh driftwood*.
"... dan telinga sedikit kecil," Luna sedang berkata, "sedikit seperti kuda nil,
Ayah mengatakan bahwa hanya warna ungu dan berbulu. Dan jika kau ingin
memanggil mereka, kau harus bersenandung; mereka menyukai musik waltz,
tidak terlalu cepat ...."
Terlihat gelisah, Dean mengangkat bahu pada Harry ketika ia lewat, mengikuti
Luna ke dalam yang gabungan ruang makan dan ruang duduk dimana Ron dan
Hermione sedang meletakkan meja makan malam. Mengambil kesempatan agar
lepas dari pertanyaan Fleur, Harry merebut dua kendi sari buah semacam labu
dan mengikuti mereka. "... dan jika kamu pernah datang ke rumah kami, aku akan
menunjukkan kau sebuah tanduk, Ayah menulis padaku tentang tanduk itu tetapi
aku belum pernah melihatnya, sebab Pelahap Maut mengambilku dari Hogwarts
Express dan aku tidak pernah tiba di rumah untuk Natal," Luna sedang berkata,
ketika dia dan Dean menyalakan kembali api.
"Luna, kami sudah memberitahumu," Hermione memanggilnya. " Tanduk itu
meledak. Itu berasal dari Erumpent, bukan Tanduk-Kisut Snorkack ..."
"Tidak, itu sudah pasti tanduk Snorkack." kata Luna dengan jelas, " Ayah
membertitahuku. Kau tahu, tanduk itu mungkin akan berubah bentuk sekarang,
mereka memerbaiki diri mereka sendiri."
Hermione terkejut dengan apa yang ia dengar dan melanjutkan berbaring ketika
Bill muncul, diikuti Mr. Ollivander yang menuruni tangga. Pembuat tongkat itu
masih terlihat lemah dan bersandar pada lengan Bill yang membantunya
mengangkat kopor besar.
“Aku akan merindukanmu, Mr. Ollivander,” kata Luna menghampiri lelaki tua itu.
"Dan kau, sayangku," kata Ollivander menepuk bahu Fleur.
“Kau adalah rasa nyaman yang tak dapat dilukiskan untukku dari tempat
yang mengerikan itu."
"Kalau begitu, au revoir*, Mr. Ollivander," kata Fleur yang mencium kedua
pipinya. "Dan Aku ingin tahu apakah kau dapat membantuku mengirimkan paket
untuk bibi Bill, bibi Muriel? Aku tidak pernah mengganti tiara."
"Itu adalah suatu kehormatan," kata Ollivander sambil membungkuk, "hal yang
paling terakhir yang aku dapat lakukan untuk membalas keramah-tamahanmu."
Fleur mnegeluarkan beludru usang dari peti, yang dia buka untuk diperlihatkan
kepada pembuat tongkat itu. Ada sebuah tiara bercahaya dan berkelip pada
cahaya lampu yang bergantung rendah.
"Batu-Bulan dan Intan," Griphook berkata, yang telah berjalan menyamping
pelan-pelan ke dalam ruang tanpa Harry menyadarinya. "Kupikir, dibuat oleh
goblin?"
"Dan dibayar oleh penyihir," Bill berkata dengan tenang dan goblin memberikan
tatapan, keduanya diam-diam saling menantang.
Angin kuat berhembus melawan jendela pondok ketika Bill dan Ollivander akan
pergi malam itu. Sisa dari mereka berjejal di sekeliling meja; siku ke siku dan
dengan ruang yang cukup untuk bergerak, saat mereka mulai untuk makan. Suara
arang api patah dan meletup di samping mereka. Harry menyadari Fleur hanya
memainkan makanannya, dia mengerling ke jendela setiap beberapa menit,
bagaimanapun, Bill kembali sebelum mereka telah menyelesaikan course*
pertama mereka, rambut panjang Bill kusut oleh angin.
"Semuanya baik," ia berkata pada Fleur. "Ollivander telah diurus, Mum dan
Dad memberi salam. Ginny mengirimkan kau semua cintanya, Fred dan George
sedang mengemudikan Muriel keatas, mereka masih menjalankan bisnis
pengiriman pesan burung hantu di kamar tersembunyi. mempunyai tiaranya
kembali telah membuatnya ceria, meskipun. Dia berkata dia pikir kita telah
telah mencurinya."
"Ah, dia eez charmant*, bibimu," Fleur berkata dengan marah, melambaikan
tongkatnya dan mengakibatkan plat yang kotor naik dan membentuk suatu
tumpukan di udara. Dia menangkapnya dan berbaris ke luar dari ruang itu.
"Ayahku membuat suatu tiara," Luna yang mulai buka mulut, "yeah,
sebenarnya lebih bisa disebut sebagai mahkota."
Ron menangkap mata Harry dan menyeringai, Harry tahu bahwa ia sedang
mengingat hiasan kepala yang lucu dan menggelikan, yang mereka lihat saat
mereka mengunjungi Xenophilius.
"Ya, dia mencoba untuk membuat ulang diadem Ravenclaw yang hilang. Dia
berpikir, dia mengidentifikasi elemen-elemen pentingnya sekarang. Dengan
menambahkan sayap billywig sangat membuat perbedaan ..."
Ada suara bantingan pintu di pintu depan. Kepala semua orang memutar ke arah
itu. Terlihat tegang, Fleur datang sambil berlari dari dapur, Bill melompati
makanannya dan tongkatnya langsung diarahkan ke pintu, Harry, Ron, dan
Hermione melakukan yang sama. Dengan diam Griphook menyelipkan ke bawah
meja, tak terlihat lagi.
"Siapa itu?" Bill teriak.
"Ini Aku, Remus John Lupin!" teriak suara itu melawan suara angin yang menderu.
Harry merasakan ketegangan, apa yang terjadi? "Aku adalah manusia-serigala,
menikah dengan Nymphadora Tonks, dan kau, penjaga rahasia dari shell cottage,
memberitahuku alamat dan memintaku datang bila keadaan darurat!"
Lupin keluar dari ambang pintu. Ia pucat pasi, terbungkus dengan jubah
bepergian, rambutnya yang beruban tersapu angin. Dia berdiri tegak, melihatlihat ruangan itu, memastikan siapa yang ada di sana, kemudian berteriak
dengan suara keras, "anak lakilaki! Kami menamainya Ted, setelah bapak Dora!"
Hermione menjerit.
"Apa --? Tonks -- Tonks telah mempunyai bayi?"
"Ya, ya, dia sudah melahirkan!" teriak Lupin. Semua orang di meja menangis
bahagia, bernafas lega: Hermione Dan Fleur kedua-duanya memekik, "Selamat!"
dan Ron berkata, "Blimey, seorang bayi!" seperti dia tidak pernah mendengar hal
seperti itu sebelumnya.
"Ya -- ya -- laki-laki," sahut Lupin lagi yang terlihat ling-lung oleh
kebahagaiaannya. Dia melangkah mengelilingi meja dan memeluk Harry,
pemandangan di ruang bawah tanah di Grimmauld Place seperti tidak pernah
terjadi.
“Kau akan menjadi ayah angkat?”
“A..ku?” Harry terbata-bata.
“Kau, iya, tentu saja…Dora sangat setuju, tidak ada yang lebih baik …”
"Aku -- yeah -- blimey --"
Harry merasa diliputi keheranan dan kegembiraan, sekarang Bill sedang
terburu-buru mengambil anggur, dan Fleur sedang membujuk Lupin agar
bergabung dengan mereka untuk minum.
“Aku tidak bisa berlama-lama, Aku harus kembali,” kata Lupin ... Dia terlihat
lebih muda dari yang pernah Harry lihat. ”Terima Kasih, terima kasih, Bill”
Bill telah mengisi piala mereka, mereka paham dan mengangkat piala dengan
tinggi untuk bersulang.
“Untuk Teddy Remus Lupin,” kata Lupin. ”penyihir hebat yang telah lahir!"
"S’perti apa dia?" selidik Fleur.
"Aku pikir ia mirip Dora, tetapi Dora pikir ia mirip aku. Tidak banyak mempunyai
rambut. Rambutnya terlihat hitam ketika ia telah dilahirkan, tetapi aku
bersumpah rambutnya berubah jingga sejak satu jam yang lalu. Mungkin pirang
saat aku kembali. Andromeda berkata rambut Tonks mulai berubah warna
sehari ia telah dilahirkan." Ia meminum pialanya. "Oh, ayolah tambah lagi, hanya
satu lagi," ia menambahkan dengan keras ketika Bill mengisi lagi.
Angin menghembuskan pondok kecil dan api yang bagaikan melompat-lompat dan
membuat suara retakan, dan Bill segera membuka botol anggur lain. Berita Lupin
yang nampak telah membuat mereka keluar dari diri mereka sendiri, dipindahkan
sebentar dari keadaan mereka yang sedang terkepung: Kabar kehidupan baru
sangat menggembirakan. Hanya goblin yang nampak tidak disentuh oleh atmosfer
yang tiba-tiba berubah menjadi suatu perayaan, dan sesaat kemudian ia
menyelinap kembali ke dalam kamar tidur dan sekarang sendirian. Harry berpikir
hanya ia satu-satunya yang sadar akan hal ini, sampai ia melihat mata Bill
mengikuti goblin yang naik tangga.
"Tidak... tidak... Aku harus segera kembali," akhirnya Lupin berkata, menolak
piala lain yang berisi anggur. Dia berdiri dan menarik jubah bepergiannya
menutupi dirinya.
"Selamat tinggal, selamat tinggal... Aku akan mencoba membawa beberapa foto
di hari lain... Mereka akan sangat senang mengetahui bahwa Aku menemui
kalian.... "
Ia mengikat jubahnya dan mengucap selamat tinggal dengan memeluk para
perempuan dan berjabat tangan dengan laki-laki, kemudian kembali ke dalam
malam yang liar.
“Ayah angkat, Harry!” kata Bill ketika mereka berjalan menuju dapur
bersama-sama, membantu membersihkan meja. “Suatu kehormatan!
Selamat!"
Ketika Harry membereskan piala yang kosong yang ia bawa, Bill menarik pintu di
belakang hingga menutup, mencegah pembicaraan terdengar oleh yang lain yang
masih terus merayakannya bahkan setelah Lupin pergi.
“Sebenarnya aku ingin bicara secara pribadi, Harry. Tidak mudah
mempunyai kesempatan saat pondok ini penuh dengan orang.”
Bill ragu-ragu.
“Harry, kau merencanakan sesuatu dengan Griphook.”
Itu adalah sebuah pernyataan buka pertanyaan dan Harry tidak bersusah
payah untuk menyangkalnya. Dia hanya menatap Bill, menunggu.
“Aku tahu goblin,” kata Bill. “ Aku telah bekerja untuk Gringrots setelah lulus
dari Hogwarts. Selama bisa berteman antara penyihir dan goblin, Aku
mempunyai teman goblin – atau, setidaknya goblin yang aku kenal dekat, dan
suka.” Sekali lagi Bill raguragu. “Harry, apakah yang kau inginkan dari Griphook
dan apa kau menjanjikan sesuatu kepadanya sebagai imbalan?”
“Aku tidak dapat memberitahumu,” kata Harry. “Maaf, Bill.”
Pintu dapur terbuka di sebelah mereka; Fleur mencoba membawa banyak piala
kosong.
“Tunggu,” Bill memberitahunya. “ Sebentar saja.”
Fleur keluar dan Bill menutup pintu lagi.
“Lalu Aku harus mengatakan ini,” Bill melanjutkan. “ Jika kau melakukan berbagai
penawaran dengan Griphook, dan biasanya sekali jika penawaran itu termasuk
harta, kau harus sangat berhati-hati. Pendapat Goblin terhadap kepunyaan,
pembayaran, dan pengembalian tidaklah sama dengan manusia. ”
Harry merasakan sesuatu yang sedikit menggeliatkan ketidaknyamanan, seolaholah ada ular kecil yang bergerak di dalam dirinya.
"Apa maksudmu?" Harry bertanya.
"Kita membicarakan tentang keturunan yang berbeda," Bill berkata. "Perjanjian
antara penyihir dan goblin telah dihawatirkan selama berabad-abad... tetapi kau
akan tahu semuanya dari Sejarah Sihir. Telah terdapat kesalahpahaman di kedua
sisi, aku tidak pernah akan menganggap bahwa penyihir tidak bersalah.
Bagaimanapun, ada suatu kepercayaan antar beberapa goblin, dan mereka yang
ada di Gringotts barangkali paling cenderung akan itu, penyihir itu tidak bisa
dipercaya dalam berbagai hal seperti emas dan harta benda, bahwa penyihir
tidak punya rasa hormat untuk kepemilikan goblin."
Aku menghormati--" Harry memulai, tetapi Bill menggelengkan kepalanya.
“Kau tidak paham, Harry, tidak seorangpun dapat mengerti jika tidak hidup
bersama goblin. Bagi goblin, hal yang paling benar dan pemilik dari semua
benda adalah pembuatnya, bukan pembeli. Benda buatan goblin adalah, di mata
goblin, menjadi hak milik mereka."
"Tapi itu sudah dibeli ..."
"-- kemudian mereka akan menganggap itu disewakan kepada seseorang yang
telah membayar dengan uang. Bagaimanapun, mereka punya kesukaran besar
dengan ide atas benda buatan goblin yang pindah dari penyihir ke penyihir. Kau
lihat wajah Griphook ketika tiara yang lewat di bawah matanya. Ia menentang.
Aku percaya ia berpikir, seperti sesamanya yang sengit, bahwa tiara itu
seharusnya telah dikembalikan kepada goblin ketika pembeli yang asli meninggal.
Mereka menganggap kebiasaan kita memelihara benda buatan goblin, sesuatu
yang dilewati dari mereka dari penyihir ke penyihir tanpa pembayaran lebih
lanjut, sedikit lebih banyak seperti pencuri."
Harry mempunyai suatu perasaan tidak menyenangkan sekarang, ia heran
apakah Bill mengira lebih dari apa yang ia perkirakan.
“Semua yang kukatakan,” kata Bill, memegang gagang pintu di belakangnya
yang menuju ke ruang duduk, "Berhati-hatilah atas apa yang kau janjikan
kepada goblin, Harry. Tidak akan lebih berbahaya menerobos Gringotts bila
dibandingkan dengan mengingkari janji pada goblin."
“Baiklah,” kata Harry ketika Bill membuka pintu, “Yeah. Terima Kasih. Aku
akan mengingatnya.”
Dia mengikuti Bill kembali ke yang lainnya dengan pikiran cemas yang datang
kepadanya, tidak ragu-ragu dia telah mabuk. Harry nampak ditetapkan pada
posisi yang sama sebagai ayah angkat yang nekat untuk Teddy Lupin sama
seperti ketika Sirius Black kepadanya.
* au revoir dalam bahasa Indonesia berarti sampai jumpa.
* driftwood
* charmant dalam bahasa Indonesia berarti punya daya tarik
Rencana telah disusun, persiapan sudah lengkap; di kamar tidur yang paling kecil,
sehelai rambut panjang dan kasar (dicabut dari sweater yang Hermione kenakan
saat di Kediaman Malfoy) bergulung dalam botol kaca kecil di rak atas perapian.
“Dan kau akan memakai tongkat aslinya,” kata Harry, mengangguk ke arah
tongkat walnut, “jadi menurutku kau akan sangat meyakinkan.”
Hermione tampak ketakutan seolah tongkat itu akan menyengat atau menggigit
ketika dia mengambilnya.
“Aku benci benda itu,” katanya pelan. “Aku benar-benar membencinya. Rasanya
serba salah, tidak berfungsi dengan baik untukku…seperti ada sedikit bagian
dari dirinya.”
Mau tak mau Harry mengingat bagaimana dulu Hermione mengabaikan
keengganannya terhadap tongkat blackthorn, ngotot kalau cuma khayalan Harry
sajalah tongkat itu tidak berfungsi sebaik miliknya sendiri, menasehatinya
untuk terus berlatih. Harry memilih untuk tidak membalas Hermione dengan
nasehatnya sendiri, bagaimanapun, malam sebelum serangan mereka ke
Gringotts bukanlah waktu yang tepat untuk berseberangan dengannya.
“Tapi itu mungkin bisa membantumu mendalami karakter,” kata Ron, “pikirkan apa
yang telah dilakukan tongkat itu!”
“Justru itu maksudku!” kata Hermione. “Ini tongkat yang menyiksa ayah
dan ibu Neville, dan siapa yang tahu ada berapa banyak lagi? Ini tongkat
yang membunuh Sirius!”
Harry tidak memikirkan itu sebelumnya: dia memandang tongkat itu dan
diliputi keinginan kuat untuk mematahkan, memotongnya dengan pedang
Gryffindor, yang bersandar di dinding sampingnya.
“Aku rindu tongkatku,” ujar Hermione sedih. “Kuharap Tuan Ollivander
akan membuatkan satu untukku juga.“
Tuan Ollivander telah mengirimkan satu tongkat baru untuk Luna pagi itu.
Sekarang dia sedang berada di padang rumput belakang, menguji kemampuan
tongkat itu di bawah sinar matahari sore. Dean, yang kehilangan tongkatnya di
tangan para Perampas, memandang dengan muram.
Harry memandang tongkat Hawthorn yang sebelumnya milik Draco Malfoy. Dia
terkejut, tapi senang mengetahui bahwa tongkat itu berfungsi dengan baik
untuknya, setidaknya sebaik tongkat Hermione. Mengingat kata-kata
Ollivander tentang rahasia cara kerja tongkat, Harry merasa tahu apa masalah
Hermione: Dia tidak memenangkan kesetiaan tongkat walnut dari Bellatrix
pribadi.
Pintu kamar terbuka dan Griphook masuk. Secara refleks, Harry meraih pangkal
pedang dan menariknya mendekat, tapi segera menyesali tindakannya. Dia
menyadari bahwa sang Goblin memperhatikan. Berusaha menutupi situasi yang
tidak enak, dia berkata, “Kami baru saja memeriksa persiapan terakhir,
Griphook. Kami sudah bilang Bill dan Fleur bahwa kita pergi besok dan kami juga
berpesan bahwa mereka tak perlu bangun untuk melihat kita berangkat.”
Mereka telah menegaskan poin ini, karena Hermione harus menjadi Bellatrix
sebelum mereka pergi, dan semakin sedikit Bill dan Fleur tahu apa yang akan
mereka lakukan, semakin baik.
Mereka juga sudah menjelaskan bahwa kemungkinan besar mereka tidak akan
kembali. Setelah kehilangan tenda tua Perkins pada malam para Perampas
menangkap mereka, Bill telah meminjamkan tenda yang lain. Tenda itu sekarang
terbungkus dalam tas manikmanik, yang, membuat Harry terkesan, telah
diamankan Hermione dari para Perampas dengan gagasan sederhana yaitu
menjejalkannya di bagian bawah kaos kakinya.
Walaupun dia akan merindukan Bill, Fleur, Luna dan Dean, belum lagi kenyamanan
rumah yang mereka nikmati selama beberapa minggu terakhir, Harry telah
menunggununggu saat untuk keluar dari keterbatasan di Pondok Kerang. Dia
sudah capek terusmenerus berusaha memastikan bahwa mereka tidak dicuridengar, capek terkurung dalam kamar yang kecil dan gelap itu. Yang terpenting,
dia ingin sekali terbebas dari Griphook. Akan tetapi, tepatnya bagaimana dan
kapan mereka bakal terpisah dari sang Goblin tanpa menyerahkan pedang
Gryffindor merupakan pertanyaan yang tidak bisa dijawab Harry. Tak mungkin
memutuskan bagaimana cara mereka akan melakukannya, karena sang Goblin
jarang sekali meninggalkan Harry, Ron dan Hermione bertiga saja lebih dari 5
menit: “Dia bisa memberi pelajaran pada ibuku,” keluh Ron, ketika jari-jari
panjang sang Goblin terus-menerus muncul di daun pintu. Dengan peringatan Bill
dalam otaknya, mau tak mau Harry mencurigai bahwa Griphook waspada terhadap
kemungkinan adanya tipuan. Hermione sungguh-sungguh tidak menyetujui rencana
pengkhianatan sehingga Harry menyerah dalam usaha meminta pendapatnya
tentang cara terbaik bagaimana melakukan itu: Ron, menggunakan kesempatan
bebas-Griphook yang jarang-jarang, memberi usul yang tidak lebih baik dari
sekedar, “Kita cuma harus membawanya kabur, teman.”
Harry sulit tidur malam itu. Berbaring lebih awal, Harry memikirkan apa yang
dulu ia rasakan pada malam sebelum mereka menyusup ke Kementerian Sihir,
dan teringat suatu tekad yang kuat, bahkan hampir-hampir perasaan gembira.
Sekarang dia merasakan guncangan keraguan yang menggelisahkan dan
mengganggu: dia tidak bisa membuang rasa takut bahwa semuanya akan kacau.
Dia terus-menerus meyakinkan diri bawa rencana mereka sudah bagus, bahwa
Griphook tahu apa yang mereka hadapi, bahwa mereka sudah mempersiapkan
diri dengan baik menghadapi segala kesulitan yang mungkin terjadi, tapi dia
masih juga merasa resah. Sesekali dia mendengar Ron bergerak, dan dia yakin
Ron pun masih terjaga, tetapi mereka berbagi ruang keluarga dengan Dean, jadi
Harry tidak berkata apa-apa.
Sangat melegakan ketika tiba jam 6 pagi dan mereka bisa keluar dari kantong
tidur, berpakaian dalam kondisi setengah-gelap lalu berjalan pelan menuju kebun,
dimana seharusnya mereka bertemu Hermione dan Griphook. Fajar terasa dingin,
tapi agak berangin mengingat ini bulan Mei. Harry mendongak menatap bintangbintang yang berkilau pucat di langit gelap dan mendengar gemuruh ombak
menyapu sisi-sisi tebing. Dia akan merindukan suara-suara itu. Tunas-tunas hijau
kecil tumbuh dengan cepat menembus tanah merah di makam Dobby sekarang,
dalam setahun gundukan tanah itu akan dipenuhi bunga-bunga. Batu putih dengan
ukiran nama peri rumah itu mulai luntur dimakan cuaca. Dia menyadari bahwa
mereka tidak mungkin mengistirahatkan Dobby di tempat yang lebih indah dari
itu, tapi Harry merasa pedih memikirkan akan meninggalkannya di sana.
Memandang makam, dia masih bertanya-tanya bagaimana si peri rumah tahu
harus pergi kemana untuk menyelamatkannya. Tanpa sadar jarinya bergerak
menyentuh kantong yang tergantung di lehernya, menyeluruh hingga dia bisa
merasakan pecahan kaca yang tidak rata dimana ia merasa yakin telah melihat
mata Dumbledore. Kemudian dia berputar ketika mendengar suara pintu dibuka.
Bellatrix Lestrange berjalan melintasi padang rumput ke arah mereka, ditemani
oleh Griphook. Sambil berjalan, dia melipat tas manik-manik kecil dan
memasukkan ke saku bagian dalam jubah tua yang mereka ambil dari Grimmauld
Place. Meskipun Harry tahu pasti kalau itu Hermione, dia tidak bisa menahan
getaran kebencian. Bellatrix lebih tinggi daripada Harry, rambut hitam panjang
berombak dipunggungnya, kelopak matanya yang berat tampak menghina ketika
memandangnya, tapi lalu ia bicara, dan dia mendengar Hermione melalui suara
Bellatrix yang dalam.
“Rasanya menjijikkan, lebih parah dari akar Gurdy! Oke, Ron, kemarilah jadi
aku bisa me....“
“Baik, tapi ingat, aku tak suka jenggot yang terlalu panjang.“
“Oh, demi Tuhan, ini bukan tentang tampil keren!“
“Bukan begitu, itu menghalangi jalanku! Tapi aku suka hidungku lebih kecil,
cobalah seperti yang terakhir kau lakukan dulu.“
Hermione menghela nafas dan mulai bekerja, bergumam seiring nafasnya
sembari mengubah beberapa aspek dari penampilan Ron. Dia telah menjadi
seseorang yang benar-benar palsu, dan mereka mempercayakan aura
kedengkian Bellatrix untuk melindunginya, sementara Harry dan Griphook
tersembunyi dibawah jubah gaib.
“Sudah,“ kata Hermione, “bagaimana penampilannya, Harry?“
Jelas tak mungkin mengenali Ron dibalik penyamarannya, hanya karena Harry
benarbenar mengenalnya dengan baik sajalah ia bisa membedakan. Rambut Ron
sekarang panjang dan berombak, jenggot dan kumisnya coklat lebat, wajahnya
bersih tanpa bintikbintik, hidungnya kecil dan lebar, alis matanya tebal.
“Well, dia bukan tipeku, tapi dia akan berhasil,“ kata Harry. “Bisakah kita pergi?“
Mereka bertiga memandang sekilas ke arah Pondok Kerang, gelap dan sunyi di
bawah bintang yang memudar, lalu memutar tubuh dan mulai berjalan menuju
lokasi, di balik dinding garis batas, dimana mantra Fidelius berhenti bekerja,
dan mereka bisa berdisapparate. Setelah melewati gerbang, Griphook
berkata.
“Aku bisa naik sekarang, Harry Potter, kurasa?“
Harry berlutut dan sang Goblin memanjat punggungnya, tangannya bertaut di
depan kerongkongan Harry. Dia tidak berat, tapi Harry tidak suka perasaannya
terhadap si Goblin dan kekuatan mengejutkan eratnya pegangannya. Hermione
menarik jubah gaib dari tas manik-maniknya dan menutupi keduanya.
“Sempurna,“ katanya, berlutut untuk memeriksa kaki Harry, “Aku tidak bisa
melihat apaapa. Ayo pergi!“
Harry berputar di tempat, dengan Griphook di atas bahunya, sekuat mungkin
berkonsentrasi ke Leaky Cauldron, penginapan yang merupakan pintu masuk ke
Diagon Alley. Si Goblin berpegangan lebih erat ketika mereka bergerak
memasuki kegelapan yang menekan, dan beberapa detik kemudan kaki Harry
menapaki trotoar kemudian saat ia membuka matanya tampaklah jalan Charing
Cross. Para muggle lewat dengan tergesagesa, dengan ekspresi setengah hati
pagi hari, tanpa menyadari keberadaan penginapan kecil itu.
Bar Leaky Cauldron nyaris kosong. Tom, pemilik penginapan yang bungkuk dan
ompong, sedang mengelap gelas-gelas dibalik meja bar, sepasang penyihir
bergumam mengobrol di pojok yang jauh sambil memandang sekilas pada
Hermione kemudian menjauhkan diri kedalam kegelapan.
“Madam Lestrange,” Tom bergumam, dan ketika Hermione berhenti
sejenak dia menundukkan kepala dengan patuh.
”Selamat pagi,“ kata Hermione, dan ketika Harry bergerak cepat, masih
menggendong Griphook di bawah jubah gaib, dia melihat Tom terkejut.
”Terlalu sopan,“ Harry berbisik di telinga Hermione ketika mereka melangkah
keluar dari penginapan menuju halaman belakang yang kecil.
”Kau harus memperlakukan orang seolah mereka sampah.“
“Oke, oke!“
Hermione mengangkat tongkat Bellatrix dan mengetuk batu bata tertentu di
dinding depan mereka. Batu bata langsung berputar: Tampak lubang di tengahtengahnya, yang semakin melebar, akhirnya membentuk gerbang lengkung
menuju jalan Cornblock sempit yang merupakan Diagon Alley.
Masih sunyi, belum waktunya toko-toko buka, dan hampir tidak ada orang
berbelanja. Jalan cornblock berliku-liku itu telah banyak berubah sekarang dari
tempat berisik yang dikenal Harry bertahun-tahun yang lalu sebelum ia masuk
Hogwarts. Lebih banyak lagi toko ditutup daripada sebelumnya, meski beberapa
toko baru yang beraliran sihir hitam bermunculan sejak kunjungan terakhirnya.
Wajah Harry sendiri memandangnya dari poster yang tertempel di kaca-kaca,
semuanya dengan tulisan YANG TIDAK DIINGINKAN NOMOR SATU.
Beberapa orang berpakaian compang-camping duduk meringkuk di depan pintu.
Dia mendengar mereka mengemis kepada orang lewat, memohon uang emas,
berusaha meyakinkan bahwa mereka benar-benar penyihir. Tampak pula seorang
laki-laki dengan pembalut penuh darah yang menutupi matanya.
Ketika mereka mulai melangkah menuju jalan cornblock, pengemis-pengemis
itu memandang sekilas ke arah Hermione. Sepertinya mereka segera
menghilang satu persatu, menutupi wajah dengan kerudung, dan kabur
secepat mungkin.
Hermione mengikuti mereka dengan pandangan mata yang aneh, hingga laki-laki
dengan pembalut penuh darah tiba-tiba menghalangi jalannya.
“Anak-anakku,“ dia berteriak sambil menunjuk Hermione. Suaranya pecah,
bernada tinggi, kedengaran bingung. “Dimana anak-anakku?” Apa yang dia
lakukan pada mereka? Kau tahu, kau tahu!”
“Aku—aku benar-benar—,“ Hermione tergagap.
Laki-laki itu sekonyong-konyong maju mendekatinya, dan berusaha mencekik
lehernya. Lalu, bersamaan dengan suara keras dan semburan cahaya merah dia
terlempar ke belakang, jatuh ke tanah tak sadarkan diri. Ron berdiri disana,
tongkatnya masih teracung dan ekspresi tegang terlihat dibalik jenggotnya.
Wajah-wajah muncul di balik kaca-kaca di sepanjang sisi jalan, sementara
sekelompok kecil orang lewat yang kelihatannya-orang-kaya saling bertaut jubah
dan mulai menderap langkah pelan, ingin sekali meninggalkan lokasi.
Kunjungan mereka ke Diagon Alley kemungkinan tidak pernah lebih menarik
perhatian daripada ini, sesaat Harry bertanya-tanya apakah sekarang sebaiknya
pergi dan mencoba memikirkan rencana lain. Tetapi sebelum mereka bisa
bergerak atau saling
berkonsultasi, terdengar teriakan dari belakang.
“Kenapa, Madam Lestrange?“
Harry berputar dan Griphook mengeratkan pegangannya di leher Harry. Seorang
penyihir tinggi dan kurus dengan rambut abu-abu lebat dan hidung mancung yang
tajam
berjalan dengan langkah panjang kearah mereka.
“Itu Travers,“ desis si Goblin di telinga Harry, tapi saat itu Harry tidak bisa
berpikir siapa
Travers itu. Hermione sudah menegakkan diri dan berkata dengan sikap
menghina yang
sebaik mungkin:
“Dan apa maumu?”
Travers berhenti berjalan, merasa terhina.
Dia Pelahap Maut juga!” desah Griphook, dan Harry berjalan menyamping
perlahan
untuk menyampaikan informasi itu ke telinga Hermione.
“Aku hanya mencoba menyapa,” kata Travers dingin, “tapi kalau kehadiranku
tidak diharapkan….” Harry mengenali suaranya sekarang: Travers adalah salah
satu Pelahap Maut yang
muncul dirumah Xenophilius.
“Tidak, tidak apa-apa, Travers,” kata Hermione segera, berusaha menutupi
kesalahannya.
“Apa kabar?”
“Well, kuakui aku terkejut melihatmu pergi keluar, Bellatrix.”
“Oya? Kenapa?” tanya Hermione.
“Well,” Travers berdehem, “kudengar Penghuni Kediaman Malfoy dikurung
dirumah itu,
setelah – ah….pelarian itu.”
Harry berharap Hermione tidak gugup. Jika berita ini benar, dan Bellatrix
seharusnya tidak muncul di hadapan publik…. “Pangeran Kegelapan memaafkan
orang yang setia melayaninya di masa lalu,” kata
Hermione meniru sikap menghina Bellatrix secara luar biasa.
“Mungkin reputasimu tidak sebaik aku di matanya, Travers.”
Walaupun Pelahap Maut itu tampak tersinggung, dia juga tampak tidak terlalu
curiga.
Dia memandang sekilas saja pada laki-laki yang baru saja dipingsankan Ron.
“Apa yang menyinggungmu?”
“Bukan apa-apa, takkan terjadi lagi,” kata Hermione dingin.
“Orang-orang tanpa tongkat memang bisa jadi masalah,” kata Travers. “Jika
mereka
hanya mengemis aku tidak keberatan, tapi salah satu dari mereka benar-benar
memintaku untuk membela perkaranya di Kementerian minggu lalu. “Aku penyihir
Tuan, aku penyihir, ijinkanlah aku membuktikan kepada anda!” katanya sambil
bercicit menirukan. “Seolah-olah aku akan memberinya tongkatku —tapi tongkat
siapa,“ tanya Travers ingin tahu, “yang kau pakai sekarang Bellatrix? Kudengar
punyamu sudah--”
“Ini tongkatku,” kata Hermione dingin, memegang tongkat Bellatrix. “Entah gosip
apa
yang kaudengar, Travers, tapi sepertinya kau salah informasi.”
Travers kelihatan kaget mendengarnya, dan dia menoleh menghadap Ron.
“Siapa temanmu? Aku tidak mengenalnya.”“Ini Dragomir Despard,” kata
Hermione; mereka telah memutuskan bahwa tokoh fiksi dari luar negeri adalah
penyamaran yang paling aman untuk Ron. “Dia hanya bisa sedikit Bahasa Inggris,
tapi dia menaruh simpati pada tujuan Pangeran Kegelapan. Dia berkunjung kemari
dari Transilvania untuk melihat rezim baru kita.”
”Benarkah? Apa kabar Dragomir?“
”’’Abar baik,“ kata Ron, menjabat tangannya.
Travers mengulurkan dua jari dan menjabat tangan Ron seakan takut mengotori
dirinya
sendiri.
“Jadi apa yang membawamu dan teman –ah- yang bersimpati ke Diagon Alley
sepagi ini?” Tanya Travers.“Aku perlu ke Gringotts,” kata
Hermione.“Kebetulan, aku juga,” ujar Travers. “Emas, emas yang kotor! Kita
tidak bisa hidup
tanpanya, kuakui aku menyesalkan keharusan bergaul dengan rekan berjari
panjang kita.”
Harry merasa genggaman tangan Griphook mengencang sejenak di lehernya.
“Silakan,” Travers mengisyaratkan Hermione untuk berjalan duluan.
Hermione tak punya pilihan selain berjalan bersamanya dan menyusuri jalan
berbatu
yang berliku-liku menuju gedung Gringotts yang seputih salju berdiri menjulang
diantara toko-toko kecil. Ron mengiringi di sampingnya, lalu Harry dan Griphook
mengikuti.
Seorang Pelahap Maut yang waspada adalah hal terakhir yang mereka butuhkan,
dan yang paling parah adalah, dengan Travers berada di tempat yang ia yakini
sebagai sisi Bellatrix, tak ada kesempatan bagi Harry untuk berkomunikasi
dengan Hermione atau Ron. Dengan segera mereka sampai di kaki tangga pualam
menuju pintu perunggu besar. Sebagaimana yang telah diperingatkan Griphook,
goblin-goblin berseragam yang biasanya mengapit pintu masuk telah digantikan
oleh 2 penyihir, memegang batang logam emas yang panjang dan kurus.
“Ah, Detektor Kejujuran,” tunjuk Travers dibuat-buat, “Sangat kejam—tapi
efektif!”
Dan dia melangkah naik tangga, mengangguk kepada kedua penyihir di sebelah
kanan dan kiri, yang mengangkat batang emas dan menggerakkannya keatas
dan bawah memeriksa seluruh tubuh Travers.
Detektor itu –Harry tahu- mendeteksi mantra dan barang-barang
tersembunyi. Menyadari waktunya hanya beberapa detik, Harry mengarahkan
tongkat Draco bergantian kearah kedua penjaga da bergumam “Confundo” dua
kali. Tanpa disadari oleh Travers, yang memandang pintu perunggu di aula
dalam, kedua penjaga tersentak ketika mantra mengenai mereka.
Rambut hitam panjang Hermine berombak di punggungnya ketika ia menaiki
tangga.
“Sebentar, Madam!” kata si penjaga, mengangkat Detektor.
“Tapi kau baru saja melakukannya!“ kata Hermione dalam suara memerintah dan
arogan milik Bellatrix. Travers memandang sekeliling, alisnya terangkat. Si
penjaga bingung. Dia memandang Detektor emas kurus itu lalu memandang
rekannya, yang berkata dengan suara agak linglung.
“Yeah, kau sudah memeriksa mereka, Marius.”
Hermione kembali berjalan, Ron di sampingnya, Harry dan Griphook yang tidak
tampak, berlari di belakangnya, Harry memandang sekilas ke belakang saat
mereka melalui ambang pintu. Kedua penyihir sedang menggosok-gosok
kepalanya.
Dua goblin berdiri di depan pintu dalam, yang terbuat dari perak dan membawa
tulisan peringatan tentang hukuman mengerikan bagi calon pencuri. Harry
melihatnya, dan tibatiba ingatan setajam-pisau muncul di kepalanya: Berdiri
tepat di titik ini pada hari dia berusia 11 tahun, ulang tahun terhebat dalam
hidupnya, dan Hagrid berdiri di sampingnya berujar, “Seperti kataku, m’reka gila
klo’ coba m’rampoknya.” Gringotts tampaknya tempat yang aneh hari itu, tempat
penyimpanan sihir berisi segunung emas yang tak pernah ia tahu telah dimilikinya,
dan tak pernah sekejap pun dia bermimpi akan kembali untuk mencuri…. Tapi
dalam hitungan detik mereka sudah berdiri di aula bank berlantai pualam yang
sangat luas itu.
Meja kasir panjang dijaga oleh seorang Goblin yang duduk diatas kursi tak
berlengan yang sedang melayani pelanggan pertama hari itu. Hermione, Ron dan
Travers menghadapi goblin tua yang sedang memeriksa sebuah koin emas tebal
melalui sebuah kacamata. Hermione membiarkan Travers untuk melangkah
lebih dulu dengan alasan yang dibuat-buat, yaitu menjelaskan bagian-bagian
ruangan kepada Ron.
Goblin itu melontarkan koin yang dipegangnya ke samping, berkata tidak kepada
siapasiapa, “Leprechaun,” dan lalu menyambut Travers, yang memberikan sebuah
kunci emas kecil, diperiksa, kemudian dikembalikan lagi padanya.
Hermione melangkah ke depan.
“Madam Lestrange!” kata sang Goblin, jelas sekali terkejut. “Astaga! Apa—apa
yang bisa saya bantu hari ini?“
“Aku ingin memasuki lemari besiku,” kata Hermione.
Sang Goblin tua tampak sedikit terlonjak. Harry memandang sekilas
sekeliling. Tak hanya Travers yang tidak bergerak, mengawasi, tapi beberapa
goblin yang lain pun mengangkat kepala dari pekerjaannya, memandang
Hermione.
“Anda punya….identitas?” tanya sang goblin.
“Identitas? Aku—aku belum pernah dimintai identitas sebelumnya!” kata
Hermione.
“Mereka tahu!” bisik Griphook di telinga Harry, “Mereka pasti telah
diperingatkan akan kemungkinan adanya penipu!”
“Tongkat anda akan membuktikannya, Madam,” ucap si goblin. Ia mengangkat
tangan yang gemetar, dan tiba-tiba dalam diri Harry muncul kesadaran yang
mengkuatirkan, ia menduga bahwa para goblin Gringotts pastilah telah
diperingatkan bahwa tongkat Bellatrix telah dicuri.
“Lakukan sesuatu, lakukan sesuatu!” bisik Griphook di telinga Harry.
“Kutukan Imperius!”
Harry mengangkat tongkat hawthorn dari dalam jubah, mengarahkan ke goblin
tua, dan berbisik, untuk yang pertama kali dalam hidupnya, “Imperio!”
Sebuah sensasi aneh menjalari lengan Harry, perasaan pedih, kehangatan yang
sepertinya mengalir dari pikirannya, turun ke otot dan pembuluh darah,
menghubungkannya ke tongkat dan kutukan yang baru saja dilancarkannya.
Goblin itu mengambil tongkat Bellatrix, memeriksanya dari dekat, lalu
berkata, “Ah, anda telah membuat tongkat baru, Madam Lestrange!”
“Apa?” ujar Hermione. “Tidak, tidak, itu milikku—“
“Tongkat baru?” tanya Travers, mendekat ke meja lagi; para goblin di
sekitarnya masih mengawasi. “Tapi bagaimana kau melakukannya? Siapa
pembuat tongkat yang kau pakai?”
Harry bertindak tanpa berpikir. Mengarahkan tongkat ke Travers, ia
bergumam, “Imperio!” sekali lagi.
“Oya, aku mengerti,” kata Travers, memandang tongkat Bellatrix, “Ya, sangat
tampan, dan berfungsi dengan baik? Aku selalu berpikir tongkat membutuhkan
sedikit latihan, bukan begitu?”
Hermione tampak benar-benar bingung, tapi mengingat kemungkinan bantuan dari
Harry, dia menerima saja perubahan peristiwa yang ganjil itu tanpa berkomentar.
Goblin di belakang meja menepuk tangan dan goblin yang lebih muda datang
mendekat.
“Aku perlu Logam Gerincing*,“ ia berkata pada si goblin muda, yang bergerak
cepat dan kembali lagi sesaat kemudian membawa tas kulit yang tampaknya
penuh logam-logam gemerincing dan memberikannya pada sang senior. ”Bagus,
bagus! Jadi, jika anda berkenan mengikuti saya, Madam Lestrange,“ kata goblin
tua, melompat turun dari kursi tak berlengan dan menghilang dari pandangan,
”Saya akan mengantar anda ke lemari besi.“
Dia muncul di ujung meja, berjalan dengan riang kearah mereka, isi tas kulit
masih gemerincing. Travers masih berdiri dengan mulut ternganga lebar. Ron
memperhatikan fenomena ganjil ini dan memandang Travers dengan bingung.
“Tunggu—Bogrod!“
Goblin yang lain datang tergesa-gesa menuju meja.
“Kita punya instruksi,“ katanya sambil menghormat kearah Hermione. “Maafkan
saya, Madam, tapi ada perintah khusus berkaitan dengan lemari besi keluarga
Lestrange.“
Dia segera berbisik ke telinga Bogrod, tapi si goblin di bawah kutukan
imperius itu menggeleng.
“Aku mengerti instruksi itu, tapi Madam Lestrange perlu ke lemari
besinya...keluarga yang amat tua...klien lama...sebelah sini, silakan...“
Dan, masih gemerincing, dia bergegas menuju salah satu pintu di aula. Harry
memandang Travers lagi, yang masih terpaku di tempat, kelihatan bengong
yang tidak wajar, dan mengambil keputusan. Dengan sentilan tongkatnya ia
membuat Travers bergerak bersama mereka, berjalan dengan taat di
belakang, sesampai mereka di pintu dan memasuki jalan berbatu kasar
dibaliknya, yang diterangi obor menyala.
“Kita dalam masalah, mereka curiga,“ kata Harry ketika pintu berdebam di
belakangnya dan ia menarik jubah gaib. Griphook melompat dari bahunya: baik
Travers maupun Bogrod tak menunjukkan keterkejutan pada pemunculan Harry
Potter di tengah-tengah mereka secara tiba-tiba. “Mereka dibawah kutukan
Imperius,“ dia menambahkan, sebagai respon atas kebingungan Hermione dan
Ron terhadap Travers dan Bogrod, yang keduanya berdiri dengan hampa. “Aku
tak tahu apakah telah melakukannya dengan cukup kuat, aku tak yakin...“
Dan ingatan lain tiba-tiba muncul di kepalanya, Bellatrix Lestrange yang asli
berteriak kepadanya saat pertama kali ia mencoba menggunakan Kutukan-TakTermaafkan: “Kau harus benar-benar menginginkannya, Potter!“
“Apa yang harus kita lakukan?“ tanya Ron. ”Haruskah kita keluar sekarang, selagi
masih mungkin?“
“Kalau bisa,“ kata Hermione, menoleh ke belakang kearah pintu menuju aula
utama, dimana tak ada yang tahu apa yang sedang terjadi.
“Kita sudah sejauh ini, menurutku kita teruskan,“ usul Harry.
“Bagus!“ ujar Griphook. “Jadi kita perlu Bogrod untuk mengendalikan kereta; aku
tidak lagi mempunyai otoritas itu, tapi takkan ada tempat untuk penyihir.“
Harry mengarahkan tongkat pada Travers.“
“Imperio!“
Penyihir itu berputar dan mulai melangkah cepat sepanjang jalan gelap.
“Apa yang kau perintahkan padanya?”
”Bersembunyi,” kata Harry lalu mengarahkan tongkatnya pada Bogrod, yang
bersiul untuk memanggil kereta kecil yang datang menggelinding sepanjang
jalur di depan mereka, muncul dari kegelapan. Harry yakin telah mendengar
teriakan di aula utama belakang mereka ketika mereka semua memanjat
dengan susah payah ke dalam kereta, Bogrod di depan Griphook, sementara
Harry, Ron dan Hermione berjejal di belakang.
Dengan satu sentakan kereta mulai berjalan, semakin menambah kecepatan:
Mereka melewati Travers dengan cepat, yang menggeliat menjejalkan diri
kedalam retakan di dinding, lalu kereta mulai berputar dan berbelok menuju
jalan-jalan labirin, terusmenerus miring ke bawah. Harry tak bisa mendengar
apapun selain bunyi derak kereta yang melaju di atas jalur: Rambutnya melambai
di belakangnya ketika mereka berbelok dengan tiba-tiba melewati stalagtit,
semakin jauh kedalam bumi, tapi dia masih juga terus-menerus mencuri pandang
ke belakang. Mereka mungkin telah meninggalkan jejak besar di belakang,
semakin dia memikirkannya, semakin konyol rasanya penyamaran Hermione
sebagai Bellatrix, membawa-bawa tongkatnya, ketika para Pelahap Maut tahu
siapa yang mencurinya—
Mereka masuk lebih dalam daripada yang Harry pernah masuki; mereka melewati
tikungan tajam dengan cepat, dan melihat di depan mereka, dalam hitungan
detik, air terjun deras menghujani jalur kereta. Harry mendengar Griphook
berteriak, “Tidak!” tapi kereta tidak berhenti. Mereka terus bergerak dengan
kecepatan tinggi memasukinya. Air memenuhi mata dan mulut Harry: Dia tidak
bisa melihat maupun bernafas.
Lalu, dengan goncangan tak karuan, kereta itu terbalik dan mereka semua
terlempar keluar. Harry mendengar kereta menabrak dinding dan hancur
berkeping-keping, mendengar Hermione meneriakkan sesuatu, dan
merasakan dirinya sendiri meluncur kembali ke tanah, seakan tak berbobot,
mendarat di lantai berbatu tanpa rasa sakit.
“M—Mantra Pemantul**,” Hermione berbicara dengan gagap, Ron menariknya
hingga berdiri, tapi dengan ngeri Harry menyadari bahwa ia bukan lagi Bellatrix;
sebagai gantinya muncul Hermione dengan jubah terlalu besar, basah kuyup dan
benar-benar telah menjadi dirinya sendiri; Ron sudah berambut merah dan tanpa
jenggot lagi. Mereka menyadarinya ketika saling memandang, merasakan wajah
mereka sendiri.
Penghambat Pencuri***!” seru Griphook, berdiri dengan susah payah dan
memandang kembali air bah diatas rel kereta, yang, Harry sadari sekarang,
ternyata tidak sekedar air. “Itu membersihkan semua mantra dan sihir
tersembunyi! Mereka tahu ada penyusup di Gringotts, mereka telah memulai
pertahanan melawan kita!”
Harry melihat Hermione sedang memeriksa tas manik-maniknya, dan ia sendiri
segera memasukkan tangan ke dalam jaket untuk memastikan ia tak kehilangan
jubah gaib. Lalu ia menoleh dan melihat Bogrod menggoyang-goyang kepalanya:
Penghambat Pencuri tampaknya telah mengangkat kutukan imperius dari dirinya.
“Kita butuh dia,” kata Griphook, “kita tidak bisa masuk lemari besi tanpa
goblin Gringotts. Dan kita perlu Logam Gerincing.”
“Imperio!” Harry memantrai lagi; suaranya bergema di jalan berbatu dan
merasakan lagi sensasi keras yang mengalir dari pikirannya ke tongkat. Bogrod
patuh lagi pada kemauannya, ekspresi bingungnya berubah menjadi sikap acuh tak
acuh yang sopan, Ron segera mengambilkan tas kulit berisi benda-benda logam.
“Harry, kurasa aku mendengar orang datang,” kata Hermione dan dia
mengarahkan tongkat Bellatrix pada air terjun dan berteriak, “Protego!”.
Mereka melihat Mantra Pelindung membelah aliran air sihir itu saat
mengguyur jalan.
“Ide yang bagus,” kata Harry, “Tunjukkan jalannya, Griphook!”
“Bagaimana caranya kita keluar lagi?” tanya Ron saat mereka bergegas berjalan
kaki ke dalam kegelapan mengikuti Griphook, Bogrod terengah-engah di belakang
mereka seperti anjing tua.
“Kita pikirkan nanti saja kalau sudah saatnya,” kata Harry. Dia mencoba
mendengarkan: Ia merasa mendengar sesuatu bergerincing dan bergerak dekat
di sekitar mereka. “Griphook, apa masih jauh?”
“Tak jauh, Harry Potter, tak jauh….”
Mereka berbelok di pojok dan melihat sesuatu yang sebenarnya Harry sudah
bersiap diri, tapi masih juga mereka mendadak berhenti.
Seekor naga raksasa terikat rantai ke lantai di tanah depan mereka, menghalangi
jalan masuk menuju empat atau lima lemari besi terdalam di tempat itu. Sisik
makhluk itu berubah pucat dan pecah-pecah selama pengurungan yang begitu
lama di bawah tanah, matanya memucat merah jambu; kedua kaki belakangnya
dipasangi semacam manset berat yang dihubungkan rantai dengan pasak sangat
besar yang terpancang jauh ke dalam lantai berbatu. Sayapnya yang besar,
terlipat di dekat tubuhnya, akan memenuhi ruangan jika ia merentangkannya, dan
ketika ia menolehkan kepalanya ke arah mereka, ia berkoar dengan suara ribut
yang membuat batu-batu bergetar, lalu ia membuka mulut, dan menyemburkan
api yang membuat mereka semua berlari kembali ke jalan naik.
“Ia setengah buta,” kata Griphook terengah-engah, “tapi itu justru membuatnya
lebih buas. Bagaimanapun kita diharuskan mengendalikannya. Ia telah
mengetahui apa yang menantinya ketika Logam Gerincing datang. Berikan padaku
Logamnya.“
Ron memberikan tas kepada Griphook, dan goblin itu mengambil beberapa alatalat logam kecil yang jika digerakkan menimbulkan suara gemerincing yang
panjang seperti miniatur palu pada landasan besi tempa. Griphook membagibagikannya, Bogrod menerimanya dengan patuh.
“Kalian tahu apa yang harus dilakukan,“ Griphook berkata pada Harry, Ron dan
Hermione. “Mungkin akan terasa sakit ketika mendengar suaranya, tapi ia akan
mundur dan Bogrod harus meletakkan tangannya pada pintu lemari besi.“
Mereka bergerak maju di sekitar tikungan lagi, menggoyangkan kunci-kunci dan
suaranya bergema di dinding berbatu, semakin besar sampai-sampai isi
tengkorak Harry seperti ikut bergetar bersama ruangan. Naga itu meraung lagi,
lalu mundur. Harry bisa melihatnya gemetar, dan saat mereka mendekat dia
melihat bekas luka karena sayatan yang jelek di wajah naga itu dan menduga ia
pasti diajar untuk takut pada pedang panas ketika mendengar suara Logam
Gerincing.
“Suruh dia menekan tangannya pada pintu,“ Griphook mengingatkan Harry, yang
segera mengarahkan tongkatnya lagi pada Bogrod. Goblin tua itu menurut,
menekan telapak tangannya pada pintu kayu, dan pintu lemari besi meleleh
menampilkan ruangan seperti gua yang penuh berjejalan koin-koin emas dan
piala-piala, baju besi perak, kulit makhluk-makhluk aneh –beberapa dengan duriduri panjang, lainnya dengan sayap-sayap rontok—ramuan dalam botol berkilau
dan sebuah tengkorak yang masih memakai mahkota.
“Cepat, cari!“ kata Harry saat mereka bergegas masuk ke dalamnya. Dia telah
menggambarkan bentuk Piala Hufflepuff kepada Ron dan Hermione, tapi jika itu
yang lain, Horcrux tak diketahui yang terdapat di ruangan ini, ia tak tahu
seperti apa bentuknya. Bagaimanapun Harry hampir tak punya waktu untuk
memandang sekeliling, sebelum suara bising menutup dari belakang mereka
Pintu telah muncul kembali, mengunci mereka di dalam lemari besi dan mereka
terjebak dalam kegelapan total.
“Jangan kuatir, Bogrod akan mengeluarkan kita!“ kata Griphook ketika Ron
berteriak terkejut. “Nyalakan tongkat kalian, bisa kan? Dan cepatlah, waktu
kita hanya sedikit!“
“Lumos!“
Harry menyinari sekitar lemari besi dengan tongkatnya yang menyala.
Cahayanya menerpa perhiasan yang berkilau; dia melihat pedang Gryffindor
palsu tergeletak diatas rak tinggi diantara rantai yang campur aduk. Ron dan
Hermione juga menyalakan tongkat mereka, dan sekarang sedang memeriksa
tumpukan benda-benda di sekitar mereka.
“Harry, apakah ini --? Aahh!“
Hermione menjerit kesakitan, Harry langsung mengarahkan tongkat kepadanya
dan melihat piala permata berguling dari pegangannya. Tapi saat piala itu
jatuh, ia membelah, berubah menjadi hujan piala, sehingga sedetik kemudan,
dengan bunyi gemerincing yang berisik, lantai tertutup piala-piala identik di
semua penjuru, yang asli tak mungkin dibedakan lagi.
“Piala itu membakarku!“ rintih Hermione, mengibas-ngibaskan tangan yang
melepuh.
“Mereka pasti menambahkan Kutukan Penumbuh dan Pembakar****,“ kata
Griphook.
“Semua yang kau sentuh akan terbakar dan menjadi banyak, tapi tiruannya tidak
berharga—jika kalian meneruskan memegang harta, kalian akhirnya akan hancur
menuju kematian karena tertimbun emas yang terus bertambah.“
“Oke, jangan menyentuh apapun!“ kata Harry putus asa, tapi bahkan saat ia
mengatakannya, Ron tak sengaja menyentuh salah satu piala dengan kakinya, dan
duapuluh piala lagi muncul ketika Ron melompat di tempat, sebagian sepatunya
terbakar karena bersentuhan dengan logam panas.
“Tetap disitu, jangan bergerak!“ kata Hermione sambil mencengkeram Ron.
“Cukup lihat saja sekeliling!“ kata Harry. “Ingat piala itu kecil dan emas, ada
lambang terukir di atasnya, dua pegangan –lihat juga barangkali kalian
menemukan lambang Ravenclaw di suatu tempat, elang—.“
Mereka mengarahkan tongkat ke setiap sudut dan celah, berputar di tempat
dengan hatihati. Sangat tidak mungkin tidak menyentuh apapun: Harry
menambahkan segunung galleon palsu bersama piala-piala, dan sekarang sulit
sekali mendapatkan tempat untuk kaki mereka, dan emas berkilau menyala
karena panas, sehingga lemari besi itu terasa seperti tungku. Nyala tongkat
Harry melewati pelindung dan helm buatan-goblin tergeletak dirak yang
tergantung di langit-langit; ia mengangkat sinar semakin tinggi, hingga akhirnya
ia menemukan sebuah benda yang membuat jantungnya berdegup kencang dan
tangannya berkeringat.
“Itu dia, di atas sana!“
Ron dan Hermioe mengarahkan tongkat mereka kesana juga, sehingga piala emas
kecil itu berkilau diterpa sinar-tiga-penjuru: piala yang merupakan milik Helga
Hufflepuff, yang berpindah menjadi milik Hebzibah Smith, dari siapa Tom Riddle
telah mencurinya.
”Dan bagaimana kita bisa naik ke sana tanpa menyentuh apapun?” tanya Ron.
“Accio piala!” raung Hermione, yang karena putus asa telah melupakan
kata-kata Griphook saat sesi perencanaan.
“Tak ada gunanya, tak ada gunanya!” teriak Griphook.
“Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Harry, memandang dengan marah
kepada si Goblin, “Jika kau ingin pedang itu, Griphook, kau harus membantu
kami lebih dari – tunggu! Bisakah aku memegang benda dengan pedang itu?
Hermione, berikan pedangnya!“
Hermione meraba ke dalam jubahnya, menarik keluar tas manik-manik,
menggeledah sebentar, lalu memindahkan pedang berkilau. Harry menangkap
pangkal pedang yang berwarna merah tua itu dan menyentuhkan ujung mata
pedangnya ke sebuah botol besar perak di dekatnya, yang ternyata tidak
bertambah banyak.
“Kalau aku bisa menusukkan pedang melalui pegangan piala –tapi bagaimana aku
bisa naik kesana?“
Rak tempat piala itu bertengger sangat jauh dari jangkauan mereka, bahkan juga
Ron, yang tubuhnya paling tinggi. Panas dari harta karun sihir itu semakin
membumbung ke angkasa. Keringat membanjiri wajah dan punggung Harry saat
dia berusaha memikirkan cara untuk naik menuju piala; lalu dia mendengar sang
naga meraung di sisi lain pintu lemari besi, dan suara gemerincing terdengar
semakin keras.
Mereka benar-benar terjebak sekarang: Tak ada jalan lain kecuali lewat pintu,
dan sekelompok goblin tampaknya semakin mendekat di balik pintu. Harry
memandang Ron dan Hermione dan terlihat ekspresi ngeri di wajah keduanya.
“Hermione,“ panggil Harry, ketika suara gemerincing semakin dekat. “Aku
harus naik kesana, kita harus membebaskan diri dari ini—“
Hermione mengangkat tongkatnya, mengarahkannya pada Harry dan
berbisik, “Levicorpus.”
Tergantung terbalik di pergelangan kakinya, Harry terangkat ke udara,
menabrak setelan baju besi dan tiruannya menyembur keluar seprti tubuh-tubuh
putih panas, berjejalan mengisi ruangan. Dengan teriakan kesakitan, Ron,
Hermione dan kedua goblin terdorong kesamping mengenai benda-benda lain,
yang juga mulai berduplikasi.
Setengah terkubur dalam gunungan arus harta yang panas memerah, mereka
berjuang dan berteriak, Harry menusukkan pedang melalui pegangan piala
Hufflepuff, mengaitkannya ke mata pedang.
“Impervius!” jerit Hermione berusaha melindungi dirinya, Ron dan kedua goblin
dari logam yang membara. Lalu jeritan yang sangat mengerikan membuat Harry
memandang ke bawah: Ron dan Hermione tenggelam sebatas pinggang, berjuang
mencegah Bogrod agar tidak terkubur dalam gunungan harta, tapi Griphook
sudah tidak kelihatan; hanya sedikit ujung jari panjangnya yang terlihat.
Harry menangkap jari Griphook dan menariknya. Goblin yang melepuh itu
muncul sedikit demi sedikit, melolong.
“Liberatocorpus!” teriak Harry, dan dengan dentuman keras ia dan Griphook
mendarat di permukaan harta yang terus membengkak, lalu pedang Gryffindor
lepas dari tangan Harry.
“Ambil itu!” Harry berteriak, melawan rasa sakit di kulitnya karena panas logam,
ketika Griphook memanjat ke bahunya lagi, berusaha menghindar dari bendabenda panas kemerahan yang terus-menerus bertambah. “Dimana pedangnya?
Ada pialanya!”
Suara gemerincing di balik pintu semkin memekakkan telinga –sudah terlambat--.
“Disana!”
Griphooklah yang melihatnya dan dia jugalah yang sekonyong-konyong bergerak
cepat, dengan segera Harry menyadari bahwa goblin itu tak pernah
mengharapkan mereka memegang janjinya. Satu tangan berpegang kuat pada
segenggam rambut Harry, untuk memastikan dia tidak jatuh ke dalam lautan
emas membara, Griphook menangkap gagang pedang dan mengayunkannya tinggi
di atas jangkauan Harry. Piala emas kecil, yang pegangannya ditusuk mata pedang
itu, terlempar ke udara. Goblin itu duduk mengangkangi Harry, Harry menukik
dan menangkap piala, dan walaupun ia bisa merasakannya membakar dagingnya, ia
tak mau melepaskan, bahkan ketika tak terhitung banyaknya piala Hufflepuff
menyembur dari genggamannya, membanjirinya ketika pintu masuk lemari besi
terbuka lagi dan ia merasakan dirinya terlincir tak terkendali diatas longsoran
emas dan perak menyala-menyala yang terus membengkak dan mendorong dia,
Ron dan Hermione keluar ruangan.
Hampir tak menyadari rasa sakit yang membakar tubuhnya, dan masih bergerak
bersama duplikat harta yang terus membengkak, Harry memasukkan piala ke
dalam sakunya, meraih-raih untuk mendapatkan kembali pedang Gryffindor, tapi
Griphook telah menghilang. Meluncur dari bahu Harry saat ia masih sempat,
Griphook berlari untuk berlindung diantara goblin yang mengelilinginya,
mengayunkan pedang dan berteriak,
“Pencuri! Pencur! Tolong! Pencuri!” Dia menghilang di tengah kerumunan
yang mendekat, yang semuanya memegang pisau belati dan yang langsung
bersedia menerimanya tanpa bertanya-tanya.
Tergelincir di logam panas, Harry berusaha untuk berdiri dan menyadari
bahwa satusatunya jalan keluar adalah melewati mereka.
“Stupefy!” ia berteriak, Ron dan Hermione bergabung: kilatan cahaya merah
berkelebatan diantara kerumunan goblin, beberapa tumbang tapi lainnya
bertahan, dan Harry melihat beberapa penyihir berjaga di sekitar tikungan.
Sang naga yang terikat meraung, dan api menyembur ke arah goblin; para
penyihir melarikan diri, menunduk, kembali menuju jalan masuk, dan sebuah
inspirasi, atau kegilaan, muncul di kepala Harry. Mengarahkan tongkatnya
pada manset tebal yang mengikat makhluk itu ke lantai, dia berteriak,
“Relashio!”
Manset itu pecah dengan suara keras.
“Sebelah sini!” teriak Harry, dan masih melancarkan Mantra Pemingsan ke arah
goblin yang mendekat, dia berlari ke arah naga buta.
“Harry –Harry—apa yang kau lakukan?” jerit Hermione.
“Naik sini, ayo, cepat—“
Naga itu tak menyadari kebebasannya: Kaki Harry merasakan lekukan kaki
belakang naga dan dia memanjat ke punggungnya. Sisiknya sekeras baja; makhluk
itu bahkan seperti tidak merasakan kehadirannya. Harry merentangkan lengan;
Hermione menaikkan tubuhnya ke atas; Ron memanjat di belakangnya, dan
sedetik kemudian sang naga menyadari ia tak lagi terikat.
Dengan satu raungan dia berdiri di kaki belakangnya: Harry menekan lututnya,
berpegangan seerat mungkin pada sisik yang menonjol ketika sayap-sayapnya
membuka, menyapu ke samping goblin-goblin yang menjerit-jerit, bagaikan
bowling, dan membumbung tinggi ke udara. Harry, Ron dan Hermione, menunduk
di punggungya, bergesekan dengan langit-langit ketika makhluk itu meluncur ke
arah jalan yang terbuka, sementara goblin-goblin yang mengejar melempari pisau
belati yang hanya memantul di sisi-sisi tubuhnya.
“Kita takkan pernah bisa keluar, ini terlalu besar!” jerit Hermione, tapi sang
naga membuka mulutnya dan menyemburkan api lagi, meledakkan terowongan,
yang lantai dan langit-langitnya retak dan ambruk. Dengan sedikit kekuatan,
naga itu mencakarcakar dan berusaha mencari jalan keluar. Mata Harry
terpejam karena panas dan debu: Telinganya pekak oleh bunyi pecahan batu
dan raungan naga, dia hanya bisa berpegangan pada punggung makhluk itu,
berharap bisa melepaskan diri pada saat yang tepat, lalu ia mendengar
Hermione berteriak, “Defodio!”
Dia sedang berusaha membantu sang naga memperbesar jalan keluar, menjebol
langitlangit saat makhluk itu berjuang naik menuju udara segar, jauh dari goblin
yang berteriak-teriak dan gemerincing: Harry dan Ron menirunya, meledakkan
langit-langit dengan lebih banyak mantra pencungkil. Mereka melewati danau
bawah tanah, dan akhirnya makhluk besar yang merangkak dan menggeram itu
tampaknya merasakan kebebasan dan ruang gerak, dan di belakang mereka jalan
yang tadi dilalui penuh dengan sampah, ekor berduri, reruntuhan batu, pecahan
stalagtit raksasa, dan suara gemerincing goblin tampak semakin menjauh,
sementara di depan, api sang naga memastikan gerak mereka selanjutnya
lancar—
Dan akhirnya, kombinasi antara usaha mantra-mantra mereka dan kekuatan
brutal sang naga, mereka telah meledakkan jalan keluar menuju aula pualam.
Goblin dan penyihir menjerit-jerit dan berlarian mencari perlindungan, dan
akhirnya sang naga mempunyai ruang untuk merentangkan sayapnya: Mengangkat kepala bertanduk ke arah udara dingin luar yang bisa dirasakannya melalui jalan
masuk, ia melambung, dan dengan Harry, Ron dan Hermione masih berpegangan
di punggungnya, makhluk itu mendobrak jalan melalui pintu logam,
meninggalkannya terkait dan tergantung di engselnya, ketika ia terbang
terhuyung-huyung melewati Diagon Alley dan melambung tinggi ke angkasa. -=-=-
=-=--=-=-=-=-=
* Clankers **Chusioning Charm ***The Thief’s Downfall ****Germino and
Flagrante Curses
Bab 27 The Final Hiding Place Tempat Persembunyian Terakhir
Tak ada cara untuk mengendalikan sang naga; naga itu tak dapat melihat kemana
ia pergi, dan Harry tahu bahwa jika naga itu berbelok dengan tajam atau
berputar di udara, maka tidak mungkin bagi mereka untuk berpegangan ke
punggungnya yang lebar. Meskipun demikian, saat mereka terbang lebih tinggi
dan lebih tinggi lagi, London terbentang di bawah mereka seperti peta berwarna
abu-abu dan hijau, perasaan gembira Harry yang meluap adalah suatu bentuk
syukur atas sebuah pelarian yang nampak tidak mungkin. Ia membungkukkan
badannya di atas leher naga itu, berpegang erat pada sisik-sisik metalik, dan
angin sepoi-sepoi yang sejuk terasa menenangkan di kulitnya yang terbakar dan
melepuh, sayap naga itu berkepak di udara seperti putaran kincir angin. Di
belakangnya, apakah karena takut atau gembira Harry tidak tahu, namun Ron tak
henti-hentinya menyerukan sumpah-serapah sekuat yang ia bisa, dan Hermione
kelihatan menangis tersedu-sedu.
Setelah lima menit atau lebih, Harry kehilangan sebagian rasa takut bahwa naga
itu akan melemparkan mereka dari punggungnya, karena naga itu kelihatannya
tidak bermaksud apapun kecuali pergi sejauh mungkin dari penjara bawah tanah;
walaupun begitu pertanyaan tentang bagaimana dan kapan mereka akan turun
masih terasa agak menakutkan. Harry tidak tahu berapa lama seekor naga dapat
terbang tanpa mendarat, atau bagaimana naga ini, yang nyaris tak dapat
melihat, dapat menemukan tempat yang baik untuk mendarat. Ia melihat
keadaan sekitar terus-menerus, dan membayangkan bahwa ia dapat merasakan
tempat ia duduk menusuknya.
Berapa lama lagi waktu yang tersisa sebelum Voldemort mengetahui bahwa
mereka telah menerobos masuk ke brankas penyimpanan* milik Lestrange?
Seberapa cepat para goblin dari Gringgots melaporkannya kepada Bellatrix?
Seberapa cepat mereka menyadari apa yang telah diambil? Lalu, kapan mereka
akan menyadari bahwa piala emas telah hilang? Voldemort akan tahu, pada
akhirnya, bahwa mereka sedang berburu Horcrux.
Sang naga sepertinya menginginkan udara yang lebih sejuk dan segar. Ia
terbang terusmenerus, hingga mereka terbang melalui gumpalan awan yang
dingin, dan Harry tak bisa lagi melihat titik-titik kecil beraneka warna yang
sebenarnya adalah mobil yang keluarmasuk ibu kota di bawah mereka. Mereka
terus terbang, di atas daerah pedesaan yang tampak seperti sebidang kain
penuh tambalan berwarna hijau dan coklat, melintasi jalanjalan dan sungaisungai yang meliuk-liuk melalui pemandangan seperti potonganpotongan pita,
baik yang pudar maupun mengkilap.
“Menurutmu, apa yang dicarinya?” Ron berteriak saat mereka terbang lebih
jauh dan lebih jauh lagi ke utara.
“Entahlah,” Harry berteriak kembali kepada Ron. Tangannya terasa kebas karena
dingin, tetapi ia tak berani untuk mencoba melepaskan genggamannya. Harry
membayangkan apa yang akan mereka lakukan bila mereka melintasi garis pantai
di bawah mereka, jika sang naga menuju ke laut lepas. Belum lagi dengan keadaan
naga itu yang kelaparan dan kehausan. Kapan, Harry bertanya-tanya dalam hati,
makhluk ini terakhir kali makan? Tentu saja ia akan membutuhkan makanan tak
lama lagi? Dan bagaimana jika, pada suatu saat, ia menyadari bahwa ada tiga
orang manusia yang dapat dimakan sedang duduk di punggungnya?
Matahari mulai tergelincir di langit, yang berubah warna menjadi nila; dan naga
itu masih terbang, kota besar dan kecil di bawah mereka melintas cepat, sejenak
tampak dan sejenak tak terlihat lagi, bayangan naga yang sangat besar itu
meluncur di atas bumi bagaikan awan hitam raksasa. Semua bagian tubuh Harry
terasa sakit karena usahanya untuk berpegangan pada punggung naga itu.
“Apakah ini hanya perasaanku,” teriak Ron setelah beberapa saat dalam
kesunyian, “atau kita memang kehilangan ketinggian?”
Harry menoleh ke bawah dan melihat pegunungan dan danau yang hijau, sedikit
berwarna tembaga saat matahari terbenam. Pemandangannya kelihatan lebih
besar dan jelas ketika ia melihatnya melalui bagian samping tubuh sang naga,
dan Harry membayangkan apakah sang naga telah meramalkan adanya air
segar dengan kilasankilasan pantulan cahaya matahari.
Naga itu terbang lebih rendah dan lebih rendah lagi, berputar-putar membentuk
lingkaran yang sangat besar, semakin mendekat ke atas permukaan sebuah danau
kecil.
“Menurutku kita harus melompat begitu naga ini terbang cukup rendah!” Harry
berkata pada yang lain, “Langsung ke dalam air sebelum ia