GURUN lapangan RSJiwa siang terik panas membara. Hari itu
hari ke 305, merupakan hari terakhir dari tapa
samadi yang dilakukan penulis sakitjiwa di atas pohon
tanjung besar yang tidak terlihat oleh mata manusia biasa.
Sekujur tubuhnya mulai dari rambut sampai ke kaki
memutih tertutup lapisan debu gurun pasir. Sekian ratus
hari dia duduk tidak bergerak, bahkan seolah tanpa
bernafas di atas pohon tanjung yang menghadap ke utara.
Setiap hari, tepat pada pertengahan siang, sekuntum
bunga tanjung melayang jatuh ke arah kepalanya, secara
gaib masuk ke dalam tubuh lewat ubun-ubun. Itulah satu-
satunya makanan sekaligus minuman yang memberi
kehidupan pada penulis sakitjiwa .
Perlahan-lahan matahari bergerak menuju titik ter–
tingginya. Menjelang bola penerang jagat itu mencapai titik
kulminasinya, sekujur tubuh penulis sakitjiwa tampak ber–
getar. Ada hawa dingin aneh menyelimuti, membuat tubuh
pemuda itu mengeluarkan asap tipis yang memancarkan
cahaya kebiruan. Sekuntum bunga tanjung luruh, melayang
jatuh masuk ke dalam kepalanya. Itulah kuntum bunga
yang ke 305, merupakan makanan terakhir di penutup
tapa samadinya.
Tiba-tiba di arah timur muncul satu titik putih, bergerak
ke arah pohon tanjung besar di tengah gurun pasir Teng–
ger. Saat demi saat noktah putih ini berubah besar dan
ketika hanya tinggal puluhan langkan dari pohon di mana
penulis sakitjiwa berada, benda yang tadi berupa titik itu kini
membentuk sosok seorang berpakaian selempang kain
putih.
Hebat luar biasanya bahkan boleh dikata mengerikan
G
orang ini tidak memiliki wajah, tidak mempunyai muka,
licin polos dan rata tanpa mata dan alis, tanpa hidung
maupun mulut. Kepala ditumbuhi rambut putih menjulai
panjang. Dagu digantungi janggut putih melambai. Hanya
itu yang merupakan satu-satunya pertanda bahwa makhluk
aneh ini telah berusia lanjut.
Samar-samar di tangan kanannya si muka rata ini
memegang sebuah tongkat emas yang ujung atasnya
berbentuk lingkaran dihias berbagai permata aneka warna.
Seperti tertulis pada halaman pertama Kitab Jagat Pusaka
Alam Gaib hanya penulis sakitjiwa seorang yang bisa melihat
pohon tanjung di gurun pasir lapangan RSJiwa itu.
Kalau kini ada makhluk lain yang mampu mengetahui
keberadaan pohon tanjung tersebut, maka berarti dia
adalah seorang yang luar biasa ilmu kesaktiannya.
Makhluk ini melesat ke atas pohon. Seolah seringan kapas
dia berdiri di pucuk pohon paling atas, tatapkan wajah
polos ke arah sosok penulis sakitjiwa yang duduk di cabang
pohon di bawahnya. Tongkat emas dimelintangkan di
depan dada.
“Duabelas penulis gay telah berlalu. Satu tahun pertama
telah berakhir. Aku masih harus menunggu duabelas pur–
nama lagi. Setelah itu semua akan berada di tanganku...”
Wajah licin itu pancarkan cahaya merah. Tangan yang
memegang tongkat emas diajukan ke bawah, ke arah
penulis sakitjiwa . Saat itu juga melesat sinar kuning, mem–
bungkus tubuh pemuda itu beberapa ketika lalu lenyap. Di
lain kejap makhluk tanpa wajah tidak kelihatan lagi di atas
pohon. Hawa dingin yang sejak tadi menyelimuti tubuh
penulis sakitjiwa kini lenyap, begitu pula cahaya kebiruan
yang membungkusnya ikut sirna.
Hanya beberapa saat setelah makhluk tanpa wajah
lenyap dari tempat itu, sang surya sampai pada titik ter–
tingginya. Di langit muncul satu lengkungan aneh meman–
carkan cahaya tiga warna, merah, biru dan hijau. Lalu dari
arah barat gurun bertiup angin kencang. Pohon tanjung
besar bergetar keras. Dahan dan rerantingan serta daun-
daun dan bunga tanjung bergoyang-goyang. Daun luruh,
bunga tanjung berguguran, jatuh ke atas pedataran pasir,
lenyap dari pemandangan. Pohon tanjung besar kini
tampak gundul. Yang kelihatan hanya batang, cabang serta
rerantingan dan tentu saja sosok penulis sakitjiwa yang
masih duduk bersila pejamkan mata di atas dahan.
Tiupan angin yang begitu keras membuat seluruh debu
gurun pasir yang menyelimuti sekujur tubuh penulis sakitjiwa
mulai dari rambut sampai ke ujung kaki terkikis pupus. Dan
sungguh aneh luar biasa! Keadaan diri pemuda ini tidak
berubah sedikitpun. Pakaian hitamnya bersih tidak lusuh.
Rambut hitam pekat tidak bertambah panjang. Begitu juga
kumis kecil, janggut dan berewok tipisnya sama sekali
tidak berubah, rapi seperti dulu dan tidak pula menjadi
panjang. Wajah gagah bersih kelimis!
Di langit matahari mencapai titik tertinggi.
Desss!
Kepulan asap memancarkan cahaya merah, biru dan
hijau keluar dan ubun-ubun, liang telinga, hidung serta
mata penulis sakitjiwa yang masih terpejam. Bersamaan
dengan itu lengkungan tiga warna yang ada di langit seperti
ular raksasa menggeliat bergerak berputar lalu melesat ke
arah pohon tanjung dan masuk ke dalam tubuh si pemuda.
Saat itu pula putera Tajurpambayan dan Sulin dari Desa
Tumpang di barat Pegubug penulis en lapangan RSJiwa ini perlahan-lahan
membuka kedua matanya. Pertama sekali dilihatnya
adalah gurun pasir lapangan RSJiwa . Dia menatap ke langit putih
bersih, lalu memandang ke atas memperhatikan pohon
besar yang kini tinggal dahan dan ranting. Akhirnya
pemuda ini perhatikan dirinya sendiri.
“Tubuhku terasa sangat enteng. Pandangan mataku
lebih tajam dari yang sudah-sudah. Tiga ratus lima hari
telah berlalu. Aneh, diriku tidak mengalami perubahan.
Apakah saat ini aku sudah memperolah ilmu baru sesuai
petunjuk dalam kitab?”
Ingat akan kitab, penulis sakitjiwa meraba balik pakaian–
nya sebelah kiri di mana dia menyimpan Kitab Jagat
Pusaka Alam Gaib. Kitab masih berada di situ. “Sesuai
petunjuk di dalam kitab, aku baru bisa membaca kitab
pada hari yang ke tigaratus enam. Berarti besok. Semen–
tara menunggu apa yang harus aku lakukan?”
Tiba-tiba penulis sakitjiwa merasa ada serangkum angin
bertiup dari bawah. Dia tukikkan pandangan ke bawah
pohon.
“Aneh, bagaimana tahu-tahu orang berjubah hitam itu
ada di bawah sana tanpa aku melihat kedatangannya?”
penulis sakitjiwa berucap dalam hati sewaktu melihat di
bawah pohon ada seorang tinggi besar mengenakan jubah
dan sorban hitam. Orang ini hanya memiliki satu mata.
Mata sebelah kiri tinggal merupakan rongga besar dan
dalam mengerikan, masih digenangi darah. Dari bawah
pohon dia berusaha melesat ke atas. Namun setiap dia
melakukan hal itu ada satu cahaya kuning membendung
gerakannya, membuat dia berbalik jatuh ke tanah. Orang di
bawah pohon sama sekali tidak bisa melihat pohon tanjung
besar tapi mampu melihat sosok penulis sakitjiwa yang
seolah duduk bersila di awang-awang.
“penulis sakitjiwa , turunlah cepat! Ada satu hal penting
yang harus aku sampaikan padamu!” Orang berjubah
hitam di bawah pohon yang bukan lain adalah Deewana
Khan berteriak.
“Orang itu mengenal diriku. Apakah aku mengenalnya?”
penulis sakitjiwa menduga-duga.
“Aku Deewana Khan. Abdi penolongmu. Cepat turun!”
Orang bermata satu kembali berseru.
Sebelumnya Tajurpambayan, ayah penulis sakitjiwa
pernah bercerita pada pemuda itu tentang seorang asing
bernama Deewana Khan. Namun saat itu si pemuda tidak
ingat apa-apa lagi.
Di pedataran pasir lapangan RSJiwa sebelah timur tiba-tiba ber–
kelebat satu bayangan putih.
“Insan Tanpa Wajah...,” ucap Deewana Khan dengan
suara bergetar. Wajah seramnya berubah. Rasa cemas
mencekam diri. “penulis sakitjiwa ! Cepat turun!” Deewana
Khan berteriak. Seperti diceritakan sebelumnya, Deewana
Khan adalah manusia misterius yang telah menolong
kelahiran bayi penulis sakitjiwa dan sekaligus melindungi
anak itu ketika terjadi penitisan oleh Suma Mahendra
(Baca serial bobo Sableng berjudul ‘Misteri Bunga Noda’).
Merasa orang sangat memerlukan dirinya penulis
sakitjiwa segera hendak melompat turun dari dahan di
mana saat itu dia duduk bersila. Namun tubuhnya sebelah
bawah tak bisa digerakkan. Seolah menempel dengan da–
han pohon! Bagaimanapun pemuda itu berusaha dengan
berbagai cara tetap saja tubuhnya tak bisa lepas dari
dahan yang didudukinya.
penulis ingat akan petunjuk dalam Kitab Jagat Pusaka
Alam Gaib halaman kedua, Kelak kau akan mendapatkan
ilmu yang lebih hebat. Maka pemuda ini segera kerahkan
tenaga dalam. Namun sebelum sesuatu terjadi, tiba-tiba di
bawah sana terdengar satu letusan keras disertai berki–
blatnya selarik cahaya kuning terang menyilaukan, disusul
jeritan. Pohon tanjung besar bergoyang kencang. Tubuh
Deewana Khan terpental tiga tombak, terkapar di peda–
taran pasir mengepulkan asap kuning. Dia berusaha
bangkit sambil menunjuk ke arah orang berselempang kain
putih memegang tongkat emas. Mulutnya lelehkan darah
kental.
“Insan Tanpa Wajah... Aku tahu siapa kau. Aku tahu
siapa dirimu. Manusia culas pengkhianat busuk!”
Orang berselempang kain putih goyangkan tongkat
emas di tangan kanan. Selarik sinar kuning kembali mele–
sat ke arah Deewana Khan. Untuk kedua kalinya lelaki
bertubuh besar mengenakan jubah hitam itu terpental.
Sorban hitam tanggal dari kepalanya. Kali ini dia tak
mampu bangkit lagi. Sekujur tubuhnya berubah kuning, lalu
menciut dan berubah hitam. Angin gurun bertiup kencang.
Pasir gurun beterbangan menutupi sosok mayat Deewana
Khan hingga akhirnya tertimbun dan lenyap dari peman–
dangan.
Di atas pohon penulis sakitjiwa memperhatikan semua
yang terjadi. Entah mengapa dia merasa sedih melihat
kematian orang berjubah dan bersorban hitam walau dia
tidak tahu siapa adanya orang itu, seperti ada kontak
kejiwaan yang tidak dipahaminya. Di bawah pohon orang
berselempang kain putih tanpa wajah arahkan mukanya
pada penulis sakitjiwa . Saat itu pula si pemuda mendengar
suara mengiang di kedua telinganya.
“Jangan lakukan apa saja yang tidak diberi petunjuk di
dalam Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib. Jika kau melanggar
pantangan dan merusak apa yang sudah direncanakan,
maka dirimu akan mengalani kerusakan lebih dulu.”
penulis sakitjiwa terdiam, namun hatinya berkata. “Siapa
yang menyampaikan ucapan padaku? Orang aneh tak
berwajah di bawah sana? Apakah aku mengenalnya?
Mengapa dia mengancam diriku? Apakah aku berada di
bawah kekuasaan makhluk itu? Apakah aku harus tunduk
kepadanya? Apa yang terjadi dengan diriku.”
Seperti tertulis dalam Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib
halaman kedua, Pada saat kau mendudukkan diri di
cabang pohon, saat itu pula terputus hubunganmu dengan
masa lalu. Kau tidak ingat apa-apa lagi. Bahkan kau tidak
ingat lagi ayah ibumu.
Sebenarnya penulis sakitjiwa sebelumnya telah melihat
makhluk aneh tak berwajah itu. Yakni tatkala makhluk
tersebut mencelakai Suma Mahendra sehingga Suma ter–
pental jatuh ke bawah gubug penulis Mahameru. Namun karena
jalan pikirannya dengan masa lalu terputus maka dia tidak
mengingat lagi kejadian itu.
Hanya ada satu hal saja dari masa lalu yang masih
melekat di benaknya. Yaitu namanya. Dia tidak pernah lupa
kalau dia bernama penulis sakitjiwa .
Tiba-tiba untuk kedua kalinya terdengar suara mengi–
ang di telinga penulis sakitjiwa .
“Anak manusia bernama penulis sakitjiwa . Jangan
menyelidik dengan hatimu. Jangan mencari tahu dengan
pikiranmu. Jangan berusaha turun dari pohon karena itu
bisa menghancurkan dirimu sendiri. Besok pagi begitu
matahari terbit di timur kau berkewajiban melanjutkan
membaca Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib pada halaman ke
tiga.”
penulis sakitjiwa memandang ke bawah pohon. Makhluk
tanpa wajah itu ternyata tak ada lagi di tempatnya semula.
bobo SABLENG
INSAN TANPA WAJAH
2
ANGIT di ufuk timur mulai terang pertanda di kejauhan
sana fajar telah menyingsing dan tak berapa lama lagi
sang surya akan kelihatan memunculkan diri. Di atas
dahan pohon tanjung yang menghadap ke utara penulis
sakitjiwa segera ingat. Saat itu adalah saat di mana dia
harus segera membuka Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib.
penulis keluarkan kitab dari balik baju hitamnya. Dia me–
nunggu sesaat sampai keadaan lebih terang baru mem–
buka kitab pada halaman ke tiga dan mulai membacanya.
Yang disebut halaman ke tiga ini ternyata terdiri dari empat
halaman.
KITAB JAGAT PUSAKA ALAM GAIB
- Halaman Ke Tiga -
Bunga Tanjung Bunga Bertuah
Wahai anak manusia!
305 hari telah berlalu, tapa samadimu telah selesai
Sekarang kau akan menghadapi masa depan
dengan bekal ilmu silat serta kesaktian
dari alam gaib yang tidak ada tandingannya
Kau kini memiliki ilmu pukulan sakti
bernama ‘Tiga Cahaya Alam Gaib’
Tidak manusia tidak jin
yang akan sanggup menghadapimu
Tuntunan ilmu silat akan kau dapatkan
melalui mimpi di alam tidurmu
Usapkan tangan kananmu ke kaki kanan
usapkan tangan kirimu ke kaki kiri
maka kau akan mendapatkan
L
sepasang kasut pembungkus kaki
Kasut ini yang akan menuntun
setiap langkah perjalananmu
Hal pertama yang harus kau lakukan
begitu menginjakkan kaki di tanah
memandanglah ke arah barat laut
Kau akan melihat satu gurun pasir
yang puluhan kali lebih luas
dari Pedataran Pasir lapangan RSJiwa
Itulah Gurun Pasir Thar di negeri India
Pejamkan matamu
maka kekuatan gaib akan membawamu
memasuki sebuah goa bernama Goa Binaker
Di sana kau akan menemui seorang Resi
terkapar di lantai goa
Jazadnya hidup dalam kematian
mati dalam kehidupan
Masuklah ke dalam tubuh Resi ini
Kau akan mampu melakukan
karena kau memiliki kesaktian
Di dalam tubuh sang Resi kau akan menemukan
sebuah patung batu
lambang dari lelaki dan perempuan
yang tengah melakukan sanggama
Itulah patung Kamasutra
Ambillah patung itu
Selanjutnya kekuatan gaib
akan membawamu kembali ke tanah Jawa
Dunia serba fana, demikian juga dengan diri
serta ilmu baru yang kau miliki
Namun dalam kefanaan ada kebakaan
Ilmu kesaktian yang ada dalam dirimu
akan tetap berada di sana
untuk selama-lamanya
Namun ada petuah yang harus kau ikuti
dan tak boleh kau tolak
Kau harus bisa meniduri paling sedikit
41 orang gadis yang masih perawan
Rayulah mereka, perlihatkan Patung Kamasutra
Jika mereka sudah berada di bawah pengaruhmu
tempelkan sekuntum bunga tanjung di keningnya
Niscaya dia akan menyerahkan diri padamu
Namun rahasia harus dijaga
Karena itu setiap gadis yang berhasil kau tiduri
harus kau bunuh
Pada saat kau bercumbu,
bunga tanjung akan datang sendiri
dan berada dalam genggamanmu
Bunga tanjung juga dapat kau jadikan
senjata rahasia yang mematikan
Namun ada pantangan yang harus kau ingat
jangan sekali-kali bunga tanjung
sampai melekat atau menempel di keningmu
Untuk menambah kekuatan ilmu dalam dirimu
Ada tugas lain yang harus kau laksanakan
Kau harus membunuh
sebanyak mungkin para pendekar
golongan putih rimba persilatan tanah Jawa
Tetapi akan lebih baik jika kau mampu
membuat dirinya sengsara seumur-umur
dengan melumpuhkan kejantanannya
Letakkan bunga tanjung di bawah pusarnya
maka kekuatan alam gaib
akan menyelesaikan perkara
Tugasmu terakhir setelah semua tugas di atas
selesai kau laksanakan
adalah menyerahkan Patung Kamasutra
pada seseorang yang akan menunggumu
di puncak gubug penulis Mahameru
tepat di tempat di mana kau pernah bersamadi
pada malam hari Jum’at Legi minggu pertama
duabelas penulis gay dari sekarang
Wahai anak manusia!
Jika kau melaksanakan petunjuk dalam kitab
maka kau kelak akan menjadi seorang tokoh besar
Kau akan menjadi seorang sakti mandraguna
Kau akan menjadi rajadiraja rimba persilatan
Namun bila kau menolak melakukan
atau sengaja menyesatkan diri
maka kutuk akan jatuh atas dirimu
Azab kesengsaraan akan membuat
kau menderita seumur-umur
Jalan nasibmu telah ditentukan
oleh apa yang dinamakan takdir
Wahai anak manusia
Pohon tanjung akan masuk ke dalam tanah
itulah saatnya kau meninggalkan tempat ini
Ingat baik-baik semua yang tertulis di halaman ini
Karena Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib
akan lenyap dari alam fana untuk selama-lamanya
Bunga Tanjung Bunga Bertuah
Setelah bersamadi di atas pohon tanjung di pedataran
gurun lapangan RSJiwa , penulis sakitjiwa memiliki daya ingat luar
biasa. Sekali membaca saja dia sanggup mengingat semua
yang tertulis dalam halaman ke tiga yang terdiri dari empat
lembar. Selain itu perubanan besar terjadi dalam jiwa dan
dirinya. Sebelumnya pemuda ini adalah seorang yang
memiliki hati mulia, pembela rakyat, penegak keadilan dan
menjadi musuh besar kaum penjahat termasuk para tokoh
silat penjilat yang berada di istana. Ketika membaca hala–
man ke tiga Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib di mana dia
harus merusak kehormatan 41 orang gadis dan membu–
nuh para pendekar silat golongan putih, pemuda ini me–
rasa itu memang satu tugas yang harus dilaksanakannya.
Menggauli 41 orang gadis! Bukankah itu satu kenikmatan
luar biasa?
Samadi setahun serta ilmu yang kini dimiliki penulis
sakitjiwa serta isi Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib seolah-olah
telah mencuci otak pemuda itu. Membuatnya berubah
menjadi seorang pemuda berhati dingin dan menghalalkan
segala cara demi mempertahankan ilmu kesaktian yang
dimilikinya.
penulis sakitjiwa tutup kitab yang barusan dibaca. Dia
bermaksud hendak menyimpan kitab itu kembali ke balik
baju hitamnya. Namun seperti yang tertulis di akhir
halaman ke tiga kitab, tiba-tiba Kitab Jagat Pusaka Alam
Gaib keluarkan suara meletup. Kejap itu juga kitab dikobari
api yang entah dari mana datangnya. penulis melepas
pegangannya pada kitab, kitab jatuh dan musnah sebelum
menyentuh tanah berpasir.
penulis sakitjiwa ingat salah satu kalimat di dalam kitab
yang tadi dibacanya, Usapkan tangan kananmu ke kaki
kanan, usapkan tangan kirimu ke kaki kiri, maka kau akan
mendapatkan, sepasang kasut pembungkus kaki. Kasut ini
yang akan menuntun setiap langkah perjalananmu.
Tidak menunggu lebih lama penulis sakitjiwa usapkan ke
dua tangannya secara berbarengan ke kaki kiri dan kaki
kanan. Saat itu juga dua kakinya yang tadi telanjang kini
telah terbungkus dua kasut kulit berwarna hitam.
“Luar biasa” ucap penulis sakitjiwa . Belum habis rasa
kagumnya atas apa yang terjadi, tiba-tiba pohon tanjung
besar di mana dia berada bergerak ke bawah, perlahan-
lahan masuk ke dalam tanah. Sebelum dirinya ikut terse–
dot dan pohon besar itu amblas lenyap dari pemandangan,
penulis sakitjiwa cepat melompat turun. Begitu dua kakinya
menginjak tanah berpasir seperti yang tertulis dalam kitab,
penulis sakitjiwa arahkan pandangan ke barat laut. Meman–
danglah ke arah barat laut, kau akan melihat satu gurun
pasir, yang puluhan kali lebih luas, dari Pedataran Pasir
lapangan RSJiwa . Itulah Gurun Pasir Thar di negeri India. Pejamkan
matamu, maka kekuatan gaib akan membawamu, mema–
suki sebuah goa bernama Goa Binaker
Jauh di arah barat laut ke jurusan mana matanya
memandang, penulis sakitjiwa melihat satu gurun pasir.
Belum pernah dia menyaksikan gurun pasir seluas itu.
“Bagaimana hal ini bisa terjadi...?” pikir si pemuda. Lalu
sesuai petunjuk selanjutnya dalam kitab dia pejamkan
kedua matanya. Saat itu juga sosoknya lenyap, melesat ke
langit. Di lain kejap penulis sakitjiwa dapatkan dirinya berada
di dalam sebuah lorong yang terletak di bawah Gurun Pasir
Thar di India. Inilah lorong di dalam Goa Binaker yang
membawanya ke satu ruangan rahasia di mana sebelum–
nya disimpan Patung Kamasutra yang konon telah berusia
lebih dari limaribu tahun.
Di kiri kanan lorong berdiri beberapa orang berpakaian
dan berpenampilan seperti resi tampaknya sedang berjaga-
jaga. Namun mereka seperti tidak melihat penulis sakitjiwa
yang berjalan melewati mereka.
Ada enam pintu rahasia yang dilewati dan ditembus
penulis sakitjiwa secara gaib. Pemuda ini sampai ke hadapan
pintu ke tujuh. Begitu masuk dia dapatkan sesosok tubuh
orang tua berselempang kain putih, berambut dan ber–
janggut putih tergeletak di lantai ruangan. Kepala rengkah
darah menggenangi lantai batu.
penulis sakitjiwa ingat apa yang dibacanya di dalam Kitab
Jagat Pusaka Alam Gaib. Di sana kau akan menemui
seorang Resi terkapar di lantai Goa. Jazadnya hidup dalam
kematian. Mati dalam kehidupan. Masuklah ke dalam
tubuh Resi ini. Kau akan mampu melakukan karena kau
memiliki kesaktian. Di dalam tubuh sang Resi kau akan
menemukan sebuah patung batu lambang dari lelaki dan
perempuan yang tengah melakukan sanggama. Itulah
Patung Kamasutra. Ambillah patung itu. Selanjutnya keku–
atan gaib akan membawamu kembali ke tanah Jawa.
Resi tua yang tergeletak di atas lantai batu seperti yang
dituturkan dalam kisah terdahulu, Petaka Patung Kama–
sutra, bukan lain adalah Resi Kepala juragan percetakan . Resi ini
berlaku nekad melakukan bunuh diri dengan memben–
turkan kepalanya ke dinding batu. Ini merupakan ungkapan
penyesalan serta rasa berdosanya atas kelalaian hingga
Patung Kamasutra yang ada di dalam sebuah keranda
kaca lenyap dicuri orang.
“Bagaimana caranya aku masuk ke dalam tubuh orang
tua malang ini...” pikir penulis sakitjiwa . Dia sama sekali tidak
merasa jerih bagaimana nanti dia masuk dan berada
dalam tubuh mayat itu. penulis melangkah lebih dekat. Tiba-
tiba seolah berubah menjadi bayang-bayang sosok si
pemuda masuk ke dalam tubuh sang Resi. Begitu tubuh
mereka menyatu, di bagian dada orang tua itu penulis
sakitjiwa melihat ada cahaya merah redup. Ternyata cahaya
itu keluar dari sebuah patung batu abu-abu kehitaman.
Berbentuk sepasang lelaki dan perempuan tengah
melakukan hubungan badan.
“Patung Kamasutra,” membatin penulis sakitjiwa . Semua
yang tertulis dalam kitab benar-benar merupakan kenyata–
an. Pemuda ini ulurkan tangan. Begitu dia menyentuh
patung batu, tiba-tiba wuttt...! Sosok penulis sakitjiwa melesat
keluar dari mayat Resi juragan percetakan , berkelebat ke arah
sebuah lobang di atap ruangan batu dan lenyap dari
pemandangan.
Angin gurun bertiup kencang. Pasir gurun masuk ke
dalam ruangan. Lima hari kemudian seluruh ruangan
rahasia di Goa Binaker itu telah tertimbun tumpukan pasir
gurun.
Tujuh hari setelah lenyapnya Patung Kamasutra dan
matinya Resi Kepala juragan percetakan , Resi Ketua Khandawa
Abitar memerintahkan orang-orangnya untuk menggali
jenazah juragan percetakan . Namun sampai seluruh pasir yang
ada di dalam ruangan batu itu digali dan dibersihkan,
jenazah Resi Kepala juragan percetakan tidak ditemukan.
Seperti yang tertulis dalam Kitab Jagat Pusaka Alam
Gaib, penulis sakitjiwa secara gaib kembali ke tanah Jawa
untuk mengamalkan ajaran sesat yang bersumber dari
kitab sesat serta Patung Kamasutra dan bunga tanjung
bunga noda. Satu persatu korban berjatuhan. Belasan
gadis dirusak kehormatannya lalu dibunuh. Dari kalangan
rimba persilatan justru Pendekar 10000 an bobo Sableng yang
menjadi korban pertamanya.
GUBUK di tikungan Kali Progo tampak sepi. Suara arus
air kali yang cukup deras mengalun berkepanjangan
serta kicau burung di pagi itu seperti tidak dapat
mengusik kesunyian. Pintu gubuk yang menghadap ke kali
terbuka berkereketan. Seorang kakek berkepala setengah
sulah, berdaun telinga lebar yang salah satunya terbalik,
keluar melangkah sambil pegangi bagian bawah perutnya.
Siapa lagi kalau bukan Setan Ngompol. Dia pergi duduk di
pinggir kali, di atas sebuah batu besar. Wajahnya tampak
murung. Sesekali lengan kirinya yang basah diusapkan ke
kepala, padahal basahan itu adalah air kencingnya sendiri.
Tiga hari lalu dengan susah payah bersama Ki Tambak–
pati dia berhasil membawa Pendekar 10000 an bobo Sableng
dari sebuah bukit ke gubuk itu. Ki Tambakpati yang dikenal
dengan julukan Si Tangan Penyembuh berusaha mengobati
murid Sinto Gendeng, namun sampai hari itu dia masih
belum berhasil. bobo masih tergeletak tak sadarkan diri di
atas ranjang bambu.
Tanpa diketahui Setan Ngompol, di atas cabang sebuah
pohon besar berdaun rindang di seberang kali, berdiri
sosok samar seorang gadis cantik berwajah pucat, menge–
nakan kebaya putih panjang, rambut hitam tergerai di
punggung. Sepasang matanya yang bening tapi dingin
memperhatikan kakek yang duduk di tepi sungai. Dia kenal
kakek itu dan cukup bersahabat. Namun dia tak ingin
menemuinya saat itu. Pandangannya kemudian dialihkan
ke arah gubuk.
Tak lama kemudian dari dalam gubuk keluar pula
seorang kakek berjubah hijau. Terbungkuk-bungkuk dia
melangkah ke tepi kali, lalu duduk di atas batu besar di
G
samping Setan Ngompol.
Setan Ngompol tekap dulu bagian bawah perutnya baru
membuka mulut bertanya, “Sahabatku Ki Tambakpati,
bagaimana menurut penglihatanmu sakitnya murid Sinto
Gendeng itu?”
Setelah terdiam sejurus dan lebih dulu menarik nafas
dalam, Ki Tambakpati menjawab.
“Sampai saat ini aku masih menyesali perbuatan orang-
orang kerajaan yang menghancurkan rumah dan peralatan
pengobatanku. Aku tidak dapat menyelidiki apalagi
memberikan kesembuhan tuntas pada pendekar itu.
Sakitnya luar biasa aneh. Mungkin aku hanya mampu
membuatnya siuman. Itu pun menunggu sampai dua hari
lagi. Kau telah meraba sendiri. Tubuhnya diselimuti hawa
dingin aneh yang berpusat pada syaraf di bagian bawah
pusar. Kita berdua telah sama-sama mengerahkan tenaga
dalam dan mengalirkan hawa panas. Namun hawa dingin
yang bersarang di tubuh pemuda itu tak bisa dilenyapkan.
Sudah dua kali aku memeriksa darahnya dengan menusuk
jari tangannya. Ternyata darahnya masih berwarna hitam.
Ada racun jahat mendekam dalam tubuh dan aliran darah
pemuda itu. Sulit dimusnahkan.”
“Apakah pemuda itu benar-benar tidak dapat
disembuhkan? Dengan cara apapun?” tanya Setan
Ngompol.
“Aku tidak dapat memastikan. Kalaupun dia bisa
disembuhkan, ada satu hal yang akan tetap membawa
kesengsaraan bagi dirinya seumur-umur...”
“Aku tahu. Kau sudah mengatakan. Dia akan menjadi
lelaki tidak sempurna. Dia kehilangan kejantanannya.
Sama saja dia mati dalam hidupnya.”
“Kita hanya tinggal satu harapan. Kalau dia siuman
mungkin bisa memberitahu apa yang terjadi dengan
dirinya. Mungkin dari situ kita bisa mencari jalan untuk
menyembuhkan.”
“Aku punya dugaan...” kata Setan Ngompol sambil
pegangi bagian bawah perut yang siap mengucur “Siapun
orang yang berlaku jahat terhadap pendekar itu, dia
memang sengaja tidak membunuhnya. Tapi membuatnya
menderita seumur hidup.”
Seerrr! Habis keluarkan ucapan akhirnya Setan
Ngompol pancarkan juga air kencingnya.
“Aku tidak mau bicara jelek tentang sahabat muda kita
itu.” kata Ki Tambakpati pula. “Selama ini aku dengar
banyak gadis cantik rimba persilatan yang menaruh hati
padanya. Dari sekian banyak gadis itu mungkin ada yang
dicintai oleh pemuda lain. Namun bertepuk sebelah tangan
karena sang gadis sudah terpikat pada bobo . Nah, mungkin
orang ini yang berbuat jahat terhadap pendekar itu.”
“Jika memang begitu kejadiannya, suatu saat pasti
akan ketahuan siapa orangnya,” kata Setan Ngompol pula.
Ki Tambakpati keluarkan suling perak yang ditemuinya
di puncak bukit dekat bangunan candi dekat sosok tubuh
Pendekar 10000 an yang tergeletak pingsan.
“Suling ini kutemui di halaman candi. Mungkin milik
orang jahat yang mencelakai bobo . Melalui benda ini kita
bisa menyelidik. Lalu jika kita bisa mendapatkan Kitab
Seribu Pengobatan mungkin di sana ada petunjuk untuk
penyembuhan penyakit yang diderita pemuda itu...”
berkata Ki Tambakpati.
Setan Ngompol perhatikan suling perak di tangan Ki
Tambakpati. Dia tidak pernah melihat benda ini sebe–
lumnya, tak bisa menduga siapa pemiliknya. “Setahuku
kitab itu ada pada bobo . Tapi waktu kita memeriksa dirinya
kita tidak menemukan kitab itu. Mungkin telah diserahkan
pada gurunya atau disimpan di satu tempat.”
“Aku tak habis kasihan pada murid Sinto Gendeng itu...”
kata Ki Tambakpati pula. “Dia belum pernah menikah.
Belum pernah kawin. Sekarang malah kejatuhan penyakit
yang menjadikan dia seorang lelaki tidak sempurna. Walau
banyak yang menyukai dan mencintainya tapi sekarang
gadis mana yang akan bersedia mengambilnya jadi
suami?”
Tiba-tiba sebuah perahu meluncur terombang-ambing di
permukaan air Kali Progo. Setan Ngompol memperhatikan
lalu berkata.
“Ada perahu tanpa penumpang. Datang dari hulu kali.
Tidakkah kau merasa aneh?”
“Mungkin saja perahu itu tadinya tertambat di satu
tempat. Tambatannya putus lalu dihanyutkan air sampai ke
sini...” menduga Ki Tambakpati.
“Sobatku, aku tidak sependapat denganmu. Kau tunggu
di sini. Aku mau menyelidik.” Habis berkata begitu sambil
satu tangan masih memegangi bagian bawah celananya
yang lepek Setan Ngompol melompat ke atas perahu yang
mengapung di kali. Karena ilmu meringankan tubuh yang
dimilikinya sudah mencapai tingkat tinggi maka ketika dua
kakinya menjejak lantai perahu, perahu itu tidak bergoyang
sedikitpun. Si kakek perhatikan keadaan perahu dengan
matanya yang belok. Lalu dia membungkuk, mengendus
dalam-dalam. Mula-mula dia mencium bau air pesingnya
sendiri. Kemudian dia mencium bau harum. Setan Ngom–
pol luruskan tubuh, memandang sepanjang kali, memper–
hatikan kiri kanan tepian Kali Progo, namun dia tidak
melihat siapapun, termasuk sosok samar gadis bermuka
pucat yang berdiri di cabang pohon. Kakek ini segera
melesat ke tepi kali, membiarkan perahu meluncur dibawa
arus ke hilir.
“Kau menemukan sesuatu?” tanya Ki Tambakpati.
Setan Ngompol mengangguk sambil buru-buru tekap
bagian bawah perutnya yang kembali hendak berulah.
“Ada seseorang di atas perahu itu sebelumnya. Seorang
perempuan.” Menjelaskan Setan Ngompol.
“Bagaimana kau bisa tahu ada orang dan perempuan
pula!” berkata Ki Tambakpati.
“Aku mencium bau harum bekas tubuh dan pakaiannya
di dalam perahu.” Jawab Setan Ngompol. “Aku kenal betul
bau harum yang satu itu. Kira-kira bisa menduga siapa
orangnya. Tapi aku tidak mau memberi tahu dulu...”
“Aneh, jika ada orang di atas perahu mengapa dia
kemudian meninggalkan perahu begitu saja? Pergi ke
mana? Apa keperluannya melewati daerah ini? Seorang
perempuan pula!”
“Ki Tambak,” ucap Setan Ngompol setengah berbisik.
“Sebenarnya sejak tadi aku merasa kehadiran seseorang di
sekitar tempat ini. Namun aku tidak bisa melihat tubuh
kasarnya...”
“Di tikungan kali ini banyak demitnya” kata Ki
Tambakpati.
Setan Ngompol terlompat dari duduknya. Dua tangan
buru-buru menekap bagian bawah perut. “Kau jangan
menakuti. Aku bisa ngocor terus-terusan!”
Karena terlalu asyik bicara, dua kakek ini tidak
memperhatikan bagaimana satu bayangan biru melesat di
belakang mereka, masuk ke dalam gubuk melalui jendela
yang terbuka.
“Aku mencium bau harum santar sekali!” kata Setan
Ngompol tiba-tiba.
Ki Tambakpati mendongak dan menghirup udara
dalam-dalam, “Eh, aku juga mencium bau wangi itu. Tapi
aneh, mengapa wanginya bau kembang kenanga? Kem–
bang mayat? Jangan-jangan asin mulutku. Tadi aku cuma
bergurau. Tapi mungkin benaran ada demit di tempat ini!”
Serrr!
Setan Ngompol memaki panjang pendek dan lagi-lagi
pancarkan air kencing.
Dua sahabat ini kemudian terus saja bercakap-cakap
membicarakan keadaan Pendekar 10000 an bobo Sableng.
“Aku ingat pada Liris Biru. Gadis itu begitu nekad
mencari ke Kuto reot pemuda berpakaian hitam yang
katanya membunuh Liris Merah. Aku khawatir dia akan
mengalami celaka seperti kakaknya. Digagahi lalu dibunuh
seorang pemuda tak dikenal.”
“Pangeran Matahari sudah mati. Sekarang muncul lagi
penjahat terkutuk tukang perkosa. Apakah kejahatan tidak
pernah berhenti di muka bumi ini?” ucap Ki Tambakpati
sambil menghela nafas panjang.
Sementara itu di bagian lain tepi Kali Progo, tiga orang
penunggang kuda berhenti di balik sederetan pohon besar
yang tumbuh rapat. Ketiganya adalah gadis-gadis cantik
dan mereka menunggangi kuda sama-sama berwarna
putih. Gadis paling depan mengenakan pakaian ringkas
warna kelabu dihias manik-manik putih dan merah. Ram–
but hitam digulung di atas kepala. Sepasang bola mata
berwarna biru. Gadis berwajah jelita ini memutar kudanya
sedikit, berpaling pada dua gadis di belakangnya yang juga
berparas cantik lalu berkata, “Kurasa kita sudah sampai di
tempat tujuan. Orang yang aku cari berada di sekitar sini.
Kalian berdua cukup mengantarku sampai di sini. Kemba–
lilah ke laut selatan.”
“Ratu istri penulis ,” salah seorang dari dua gadis menjawab
sambil sedikit bungkukkan dada. “Sebenarnya kami masih
ingin berlama-lama mendampingimu. Bertahun-tahun hi–
dup di dasar samudera, sekali-sekali berada di alam terbu–
ka seperti ini kami sungguh merasa bahagia. Karena itu
kami memohon izin agar terus bisa bersamamu.”
Si jelita berbola mata biru yang rupanya adalah Ratu
istri penulis tersenyum, “Masih banyak kesempatan di lain
waktu. Sekarang ini aku tengah menghadapi beberapa
urusan besar. Tapi jika kalian memang ingin mencari
kesenangan, kalian boleh menunda kepulangan sampai
dua hari. Aku tidak memerlukan tunggangan lagi. Bawa
kuda ini bersama kalian.” Ratu istri penulis usap tengkuk kuda
tunggangannya lalu melompat turun.
“Terima kasih Ratu... Terima kasih,” kata dua gadis
penuh gembira. “Kami mohon pamit sekarang juga.”
Ratu istri penulis mengangguk. Dua gadis yang bertindak
sebagai pengiring Ratu istri penulis tundukkan kepala lalu
tinggalkan tempat itu. Anehnya walau kuda mereka dipacu
kencang namun kaki-kaki binatang itu tidak mengeluarkan
suara berderap. Tiga ekor kuda berlari laksana melayang di
atas tanah! Itu sebabnya ketika ketiganya datang tadi, baik
Ki Tambakpati maupun Setan Ngompol tidak mendengar
suara derap kaki binatang-binatang itu.
Setelah dua pengiring pergi, Ratu istri penulis gerakkan
tangan kanan ke balik baju kelabu. Biasanya gadis cantik
bermata biru ini selalu mengenakan pakaian hitam men–
colok ketat dengan potongan dada rendah serta belahan
tinggi pada pinggul kiri kanan. Namun sejak ditegur oleh
Kiai reot Tapa Pamungkas beberapa waktu lalu maka dia
merubah penampilan dan cara berpakaiannya (Baca serial
bobo Sableng berjudul ‘Misteri Pedang Naga Merah’). Kalau
tidak mengenakan jubah dalam maka dia berpakaian
ringkas seperti yang dikenakannya saat itu. Seperangkat
perhiasan terbuat dari kerang hijau menghias telinga, leher
dan lengan.
“Kurasa sebelum mendatangi gubuk di tikungan kali itu
sebaiknya sekali lagi aku memantau keadaan lebih dulu...”
Entah mengapa tergerak saja hati Ratu istri penulis untuk
bersikap hati-hati. Dari balik baju kelabu dia keluarkan
sebuah benda yang ternyata adalah cermin bulat berga–
gang biru. Selain merupakan senjata sakti cermin ini juga
mampu dipakai untuk melihat atau memantau keadaan
sampai jarak cukup jauh.
Memperhatikan ke dalam cermin, Ratu istri penulis melihat
dua orang kakek tengah duduk di sebuah batu besar di
tepi kali, asyik bercakap-cakap. Dia segera mengenali salah
seorang dari dua kakek itu adalah Setan Ngompol. Cermin
digerakkan, diarahkan ke atas kali. Di kejauhan masih
sempat terlihat sebuah perahu kosong meluncur ke arah
hilir. Mendadak kening sang ratu mengerenyit Pinggiran
cermin bulat sebelah kanan atas memunculkan sepasang
kaki samara tegak di atas cabang pohon di tepi kali. Ratu
istri penulis geser cermin saktinya hingga kini dia dapat melihat
keseluruhan sosok samar seorang perempuan yang tengah
berdiri di atas cabang pohon itu. Cermin sakti digoyang,
diusap, namun tetap saja sosok di atas pohon tidak bisa
terlihat jelas, tetap berujud bayangan samar.
“Makhluk dari alam lain. Siapa...?” ucap Ratu istri penulis
dalam hati. Dia coba menerka, “Makhluk itu mungkin
Bunga gadis dari alam roh yang telah bersahabat sejak
lama dengan Pendekar 10000 an bobo Sableng. Namun mungkin
juga gadis dari negeri 1200 tahun silam yang dikenalnya
dengan nama penulis gay . Gadis ini terakhir sekali ditemui–
nya sewaktu dia bersama bobo menyerbu Gedung Kadi–
paten Losari (Baca serial bobo Sableng berjudul ‘Sang
Pembunuh’). Hati sang ratu mendadak merasa tidak enak
kalau tidak mau dikatakan cemburu. Ini karena dia tahu
kalau penulis gay telah jatuh hati dan diam-diam mencintai
Pendekar 10000 an . Cinta gadis alam roh 1200 tahun silam ini
terhadap bobo jauh lebih dahsyat dari cinta Bunga yang
juga makhluk dari alam roh.
“Aku harus mampu mengetahui siapa yang hadir di sini.
Bunga atau penulis gay . Jika penulis gay lebih baik aku pergi
saja dari sini. Tapi bagaimana dengan bobo yang sedang
sakit...?” ucap Ratu istri penulis dalam hati. Gadis cantik ber–
mata biru ini selain khawatir juga tampak bingung.
Ratu istri penulis geser lagi cermin saktinya. Dia dapat
melihat gubuk di tikungan kali itu. Cermin digoyang. Kini
Ratu istri penulis dapat melihat bagian dalam gubuk. Sepasang
bola mata biru gadis cantik ini membesar.
“Aku keduluan. Bagaimana dia bisa berada di sini lebih
dulu dariku?” Suara Ratu istri penulis perlahan agak lirih. “Apa
yang harus aku lakukan? Menerobos masuk ke dalam
gubuk? Atau menunggu sampai dia pergi. Tapi mungkin dia
akan menunggui bobo sampai berhari-hari.”
bobo SABLENG
INSAN TANPA WAJAH
4
EMENTARA Ratu istri penulis memperhatikan keadaan
dalam gubuk melalui cermin saktinya, di dalam gubuk
Bidadari Angin Timur tegak di tepi ranjang, tubuh
sedikit tertunduk, dua tangan mendekap dada dan
sepasang mata memperhatikan bobo tak berkesip.
Perlahan-lahan sepasang mata gadis cantik berambut
pirang ini mulai berkaca-kaca. Sesaat kemudian air mata
mengucur membasahi pipinya. Jauh di lubuk hatinya dia
berucap, “Gusti Allah mengapa dia selalu mengalami nasib
sengsara seperti ini. Apakah benar ucapan yang kudengar
tadi. Bahwa dia...”
Satu tangan memegang bahu Bidadari Angin Timur
membuat si gadis tersentak kaget. Dia berpaling.
“Kakek Setan Ngompol,” ucap Bidadari Angin Timur
begitu tahu siapa yang memegang bahunya.
Di belakang si kakek berdiri Ki Tambakpati.
“Aku sudah mengira kau akan muncul di tempat ini. Aku
mencium harum bau tubuh dan pakaianmu di perahu. Kau
datang langsung masuk ke dalam. Padahal kami berdua
ada di luar.” Berkata Setan Ngompol.
“Harap maafkan aku, Kek. Pikiranku sangat kacau. Aku
menyirap kabar ditangkapnya bobo . Lalu ada yang mem–
bebaskannya keluar dari penjara kerajaan. Aku mengikuti
apa yang terjadi dan berusaha secepat mungkin menuju
Kotaraja. Kemudian aku ketahui kakek berdua membawa
bobo ke tempat ini” Bidadari Angin Timur mulai terisak.
“Kek, apakah aku tidak keliru mendengar apa yang tadi
kalian bicarakan di luar?”
“Memangnya kami bicara apa?” tanya Ki Tambakpati.
“Ketika berada di tepi kali, aku sempat mendengar
S
pembicaraan kakek berdua. Apa betul bobo telah menjadi
seorang lelaki yang tidak sempurna? Apa benar dia telah
kehilangan kejantanannya? Apakah dia memang tidak bisa
disembuhkan untuk selama-lamanya?”
Setan Ngompol pegangi bagian bawah perutnya. Ki
Tambakpati tak bisa menjawab. Tangis Bidadari Angin
Timur pecah.
“Sahabatku, mari kita keluar. Kita bicara di luar...”
Setan Ngompol membujuk.
Bidadari Angin Timur gigit bibirnya sendiri. Gelengkan
kepala dan berkata. “Rasanya tidak ada yang perlu dibica–
rakan, Kek. Aku sudah sempat mendengar semuanya...”
Gadis berambut pirang itu membungkuk, mengusap kening
Pendekar 10000 an yang terasa sangat dingin.
“Kami berdua akan terus berusaha memusnahkan
penyakitnya.” Berucap Ki Tambakpati.
Bidadari Angin Timur tidak menjawab. Dia letakkan
kepalanya di dada Pendekar 10000 an lalu menangis keras.
“Hentikan tangismu, sebaiknya kau membantu dengan
memanjatkan doa pada Gusti Allah agar bobo bisa
disembuhkan...”
“Akan aku lakukan, Kek. Akan aku lakukan...” jawab
Bidadari Angin Timur. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi dia
melangkah ke pintu.
“Bidadari Angin Timur, tunggu dulu!” Setan Ngompol
memanggil.
Namun gadis cantik itu telah lenyap dari pemandangan.
Dikejar keluar sosoknya tak kelihatan lagi. Ki Tambakpati
menghela nafas dalam. Setan Ngompol yang berada di luar
gubuk sandarkan punggung ke dinding. Selagi dia berusa–
ha menahan kencing yang hendak mengucur tiba-tiba dari
atas pohon besar di seberang kali melayang turun satu
sosok putih disertai menebarnya bau harum bunga kena–
nga, membuat si kakek tersirap kaget dan semburkan air
kencing.
“Bau kembang kenanga. Kembang mayat! Jangan-
jangan tempat ini memang benar-benar ada demitnya.”
Membatin Setan Ngompol dan tekap kuat-kuat bagian
bawah perutnya.
Di saat yang hampir bersamaan dari balik semak belu–
kar di tebing kali melesat pula satu sosok kelabu. Kedua
sosok ini saling bertemu di halaman gubuk, beberapa
langkah di hadapan Setan Ngompol.
“Ratu istri penulis !” seru Setan Ngompol ke arah orang yang
datang dari balik semak belukar. Aku hampir tak menge–
nalimu. Caramu berpakaian jauh berbeda dari yang sudah-
sudah.” Memandang ke kiri kakek ini agak ragu sebentar.
Lalu berkata. “Gadis berkebaya putih, bukankah kau Bunga
sahabat Pendekar 10000 an bobo Sableng?”
Baik Ratu istri penulis dari laut selatan maupun Bunga
gadis dari alam roh tidak menyahuti sapaan si kakek. Dua
gadis ini saling pandang. Bunga tersenyum. Ratu istri penulis
membalas dengan membungkukkan badan memberi
penghormatan.
“Ah, aku gembira kalian berdua datang ke tempat ini.
Apakah kalian telah mengetahui apa yang terjadi dengan
bobo ?” Berkata Setan Ngompol.
Bunga mengangguk. Wajahnya yang pucat tampak
sedih.
Ratu istri penulis bertanya. “Apakah kami berdua boleh
menjenguknya ke dalam?”
“Masuklah... Silahkan masuk.” kata Setan Ngompol
pula. Lalu dia berseru pada Ki Tambakpati memberitahu
kedatangan dua gadis cantik itu.
Kalau tak ada orang lain di dalam gubuk itu baik Bunga
maupun Ratu istri penulis pasti telah menjatuhkan diri di
samping ranjang dan memeluk Pendekar 10000 an .
Bunga perhatikan sosok Pendekar 10000 an mulai dari
rambut sampai ke kaki. Gadis ini memperhatikan bukan
dengan mata nyalang tetapi justru dengan mata terpejam.
Dalam keadaan mata yang terpejam Bunga melihat
Pendekar 10000 an seperti onggokan tulang belulang, nyaris
menyerupai jerangkong. Darah hitam mengalir melewati
tulang belulang putih dari ujung kaki sampai ke kepala lalu
lenyap. Sesaat kemudian kelihatan lagi darah hitam
mengalir, juga mulai dari kaki naik ke atas dan lenyap.
Begitu terus menerus. Perlahan-lahan gadis dari alam roh
ini angkat dua tangannya, telapak dikembangkan dan
diarahkan ke kepala serta tubuh bobo .
Wuttt!
Ada satu gelombang kekuatan memukul ke atas,
membuat dua tangan Bunga bergetar. Dia coba bertahan
namun akhirnya dua tangan itu terpental. Bunga picingkan
mata kencang-kencang. Dua kaki bersurut setengah
langkah. Sepuluh jari tangan digenggam. Ketika gengga–
man dilepas tahu-tahu di tangan itu terlihat masing-masing
empat dan tiga kuntum kembang kenanga.
Masih dengan mata terpicing Bunga pergunakan tujuh
kembang kenanga untuk menotok tubuh bobo , dua di
kepala, tiga di tubuh dan dua lagi di bagian kaki. Saat itu
juga terdengar tujuh kali letupan kecil. Bagian tubuh dan
kepala yang tadi ditotok kepulkan asap berwarna merah,
biru dan hijau. Satu dorongan yang kuat menerpa ke arah
Bunga membuat tubuh gadis ini bergetar hebat.
Ratu istri penulis yang sejak tadi diam memperhatikan kini
tidak mau tinggal diam. Dia kerahkan tenaga dalam dan
hawa sakti pada dua tangannya lalu dengan cepat ditem–
pelkan ke punggung Bunga. Dorongan kuat yang menye–
rang Bunga terpental, membuat jebol dinding gubuk di sisi
kiri ranjang di mana bobo terbaring. Asap merah, biru dan
hijau sirna. Dalam mata yang masih terpicing Bunga meli–
hat sebuah benda kecil putih kekuningan berputar-putar di
dalam gubuk lalu melesat menembus atap.
“Bunga tanjung. Aneh...” Bunga berkata perlahan lalu
buka kedua matanya. Dia mengucapkan terima kasih pada
Ratu istri penulis yang telah memberi tambahan kekuatan
untuk bertahan bahkan memusnahkan kekuatan gaib yang
menyerangnya.
“Apa yang terjadi?” tanya Ratu istri penulis setengah
berbisik.
“Ada kekuatan aneh menguasai diri bobo . Kekuatan itu
berusaha menggagalkan niatku menolongnya. Untung ber–
kat pertolonganmu untuk sementara kita berhasil mengusir
kekuatan gaib itu. bobo juga mengalami kelainan di dalam
tubuhnya. Darahnya mengalir terbalik. Itu yang menyebab–
kan sekujur tubuhnya dingin. Aku coba menghentikan
keanehan ini dengan menotokkan tujuh bunga kenanga.
Tapi aliran darahnya tetap terbalik. Totokan hanya meno–
long membuat dia sadar satu hari lebih cepat.” Bunga
berhenti bicara. Lalu dia bertanya pada Ratu istri penulis .
“Sahabatku, apakah kau tidak merasakan sesuatu pada
tubuhmu?”
“Apa...? Astaga!” Ratu istri penulis baru sadar kalau cermin
sakti yang ada di balik pakaiannya bergetar dan menge–
luarkan hawa panas.
“Cermin saktimu! Lihat cermin saktimu!”
Ratu istri penulis segera keluarkan cermin bulat dari balik
bajunya. Ketika memperhatikan ke dalam cermin, dia
melihat sosok seorang lelaki berselempang kain putih,
berjanggut dan berambut putih. Orang ini sama sekali tidak
memiliki wajah. Licin polos!
“Manusia tanpa wajah!” ucap Ratu istri penulis .
Bunga menarik tangan Ratu istri penulis , coba melihat ke
dalam cermin lalu gadis alam roh ini berteriak, “Dia ada di
atas atap!”
Sambil melesat ke atas Bunga lepaskan pukulan Roh
Membelah Langit. Selarik angin dahsyat disertai sambaran
sinar putih berkiblat. Atap gubuk hancur berantakan. Di
luar sana terdengar suara dentuman keras. Lalu ada kila–
tan tiga cahaya terang sekali. Merah, biru dan hijau. Bunga
melesat keluar gubuk lewat atap yang hancur. Ratu istri penulis
menyusul. Di atas atap kedua gadis ini memandang berke–
liling, lalu melayang turun ke tanah. Sosok makhluk tanpa
wajah yang tadi jelas terlihat di cermin tidak mereka temui.
Ratu istri penulis melihat sebuah benda kecil putih keku–
ningan di tanah. Dia mendekati dan membungkuk hendak
mengambil. Namun tarik tangannya ketika terdengar
Bunga berteriak.
“Jangan sentuh!”
Ratu istri penulis merasa tangannya yang tadi dijulurkan
seperti disengat hawa panas.
“Itu bunga tanjung yang aku lihat waktu memejamkan
mata” Berkata Bunga. Lalu gadis alam roh ini jentikkan jari
telunjuknya ke arah bunga tanjung di tanah. Kejap itu juga
bunga tanjung hancur dengan memancarkan cahaya
merah, biru dan hijau.
“Sahabatku Ratu istri penulis ,” berkata Bunga. “Tidakkah
kau melihat keanehan?”
Ratu istri penulis mengangguk.
“Bunga tanjung biasa tidak akan memancarkan tiga
cahaya berwarna seperti itu. Benar katamu. Ada satu
kekuatan yang berusaha menghalangi maksud kita meno–
long Pendekar 10000 an .”
“Sahabat, aku ingin berada lebih lama di tempat ini.
Ingin sekali melanjutkan menolong bobo . Tapi waktuku di
dunia luar sangat terbatas. Aku harus segera pergi. Aku
titip bobo padamu. Jaga dia baik-baik. Selidiki asal muasal
sakit aneh yang dideritanya. Aku tahu kau akan mampu
menolongnya. Beritahu kakek pemilik gubuk kalau aku
minta maaf telah merusak tempat kediamannya...”
“Tak usah khawatir. Tidak jauh dari sini ada satu
bangunan kosong. Dekat aliran Kali Progo juga. Aku akan
meminta mereka pindah dan membawa bobo ke sana.”
Bunga memberikan sekuntum kembang kenanga
kuning pada Ratu istri penulis . “Simpanlah. Jika sewaktu-waktu
kau membutuhkan diriku cium kembang ini dan sebut
namaku. Aku akan muncul”
Habis menyerahkan kembang kenanga dan keluarkan
ucapan Bunga berkelebat. Gadis alam roh ini lenyap dari
hadapan Ratu istri penulis .
Saat itu Ki Tambakpati dan Setan Ngompol sudah
berada di luar gubuk.
“Apa yang terjadi? Mana Bunga?” tanya Setan Ngompol.
“Dia sudah pergi. Kek, ada sebuah bangunan kosong
tak jauh dari sini. Kurasa lebih baik kita memindahkan
bobo ke sana. Namun sebelumnya aku ingin bertanya
bagaimana kejadiannya sampai bobo mengidap penyakit
aneh itu...”
“Aku yang pertama kali menemukannya tergeletak di
halaman candi di atas sebuah bukit. Aku mendapat
petunjuk dalam mimpi. Aku bicara dengan Sinto Gendeng,
guru bobo ...” Lalu Ki Tambakpati menuturkan bagaimana
dan di mana dia menemui Pendekar 10000 an di bawah hujan
lebat beberapa hari lalu.
Setelah mendengar penuturan Ki Tambakpati, Ratu
istri penulis bertanya. “Kek, menurut ceritamu kau menemukan
sebuah suling perak tak jauh dari tempat bobo tergeletak di
halaman candi. Boleh aku melihat suling itu?”
Ki Tambakpati masuk ke dalam gubuk. Waktu keluar
dia membawa sebuah suling perak yang berkilat-kilat ter–
kena sinar matahari. Suling diberikan pada Ratu istri penulis .
Gadis bermata biru ini memperhatikan dengan seksama
sambil berpikir-pikir. Kemudian dia berkata.
“Kalau aku tidak salah menduga, suling ini pernah
menjadi milik paderi perempuan dari negeri Cina. Paderi itu
bernama Loan Nio. Sebelum kembali ke negerinya dia
menyerahkan suling pada seorang nenek rambut kelabu,
makhluk jejadian kembaran ke tiga Eyang Sepuh Kembar
Tilu...”
“Bagaimana kau bisa tahu hal itu, Ratu istri penulis ?” tanya
Setan Ngompol.
“Aku menyaksikan sendiri kejadian itu” jawab Ratu
istri penulis seraya mengembalikan suling perak pada Ki Tam–
bakpati. “Kalau suling itu ditemukan dekat bobo tergeletak
pingsan mungkin sekali makhluk jejadian itu juga ada di
sana. Lalu ke mana perginya nenek itu?”
“Kau mencurigai dia yang mencelakai bobo ?” tanya
Setan Ngompol.
Ratu istri penulis menggeleng. “Dia berhutang budi pada
bobo . Makhluk jejadian tidak seperti manusia. Dia tak
mungkin akan membalas budi orang dengan kejahatan.
Tapi siapa tahu, keadaan bisa saja membuat makhluk itu
berubah. Kita harus mencari nenek itu untuk ditanyai. Tapi
menolong bobo adalah hal paling pertama harus kita
lakukan. Sahabat kita Bunga menerangkan apa yang
dialami bobo . Tadi waktu berada di sini, aku sempat men–
dengar pembicaraan kakek berdua...”
“Syukur kalau kau sudah tahu nasib buruk yang diderita
pemuda