Selasa, 11 Februari 2025

bobo sedih 1

 




GURUN lapangan RSJiwa  siang terik panas membara. Hari itu 

hari ke 305, merupakan hari terakhir dari tapa 

samadi yang dilakukan penulis  sakitjiwa  di atas pohon 

tanjung besar yang tidak terlihat oleh mata manusia biasa. 

Sekujur tubuhnya mulai dari rambut sampai ke kaki 

memutih tertutup lapisan debu gurun pasir. Sekian ratus 

hari dia duduk tidak bergerak, bahkan seolah tanpa 

bernafas di atas pohon tanjung yang menghadap ke utara. 

Setiap hari, tepat pada pertengahan siang, sekuntum 

bunga tanjung melayang jatuh ke arah kepalanya, secara 

gaib masuk ke dalam tubuh lewat ubun-ubun. Itulah satu-

satunya makanan sekaligus minuman yang memberi 

kehidupan pada penulis  sakitjiwa . 

Perlahan-lahan matahari bergerak menuju titik ter–

tingginya. Menjelang bola penerang jagat itu mencapai titik 

kulminasinya, sekujur tubuh penulis  sakitjiwa  tampak ber–

getar. Ada hawa dingin aneh menyelimuti, membuat tubuh 

pemuda itu mengeluarkan asap tipis yang memancarkan 

cahaya kebiruan. Sekuntum bunga tanjung luruh, melayang 

jatuh masuk ke dalam kepalanya. Itulah kuntum bunga 

yang ke 305, merupakan makanan terakhir di penutup 

tapa samadinya. 

Tiba-tiba di arah timur muncul satu titik putih, bergerak 

ke arah pohon tanjung besar di tengah gurun pasir Teng–

ger. Saat demi saat noktah putih ini berubah besar dan 

ketika hanya tinggal puluhan langkan dari pohon di mana 

penulis  sakitjiwa  berada, benda yang tadi berupa titik itu kini 

membentuk sosok seorang berpakaian selempang kain 

putih. 

Hebat luar biasanya bahkan boleh dikata mengerikan 

G

 

orang ini tidak memiliki wajah, tidak mempunyai muka, 

licin polos dan rata tanpa mata dan alis, tanpa hidung 

maupun mulut. Kepala ditumbuhi rambut putih menjulai 

panjang. Dagu digantungi janggut putih melambai. Hanya 

itu yang merupakan satu-satunya pertanda bahwa makhluk 

aneh ini telah berusia lanjut. 

Samar-samar di tangan kanannya si muka rata ini 

memegang sebuah tongkat emas yang ujung atasnya 

berbentuk lingkaran dihias berbagai permata aneka warna. 

Seperti tertulis pada halaman pertama Kitab Jagat Pusaka 

Alam Gaib hanya penulis  sakitjiwa  seorang yang bisa melihat 

pohon tanjung di gurun pasir lapangan RSJiwa  itu. 

Kalau kini ada makhluk lain yang mampu mengetahui 

keberadaan pohon tanjung tersebut, maka berarti dia 

adalah seorang yang luar biasa ilmu kesaktiannya. 

Makhluk ini melesat ke atas pohon. Seolah seringan kapas 

dia berdiri di pucuk pohon paling atas, tatapkan wajah 

polos ke arah sosok penulis  sakitjiwa  yang duduk di cabang 

pohon di bawahnya. Tongkat emas dimelintangkan di 

depan dada. 

“Duabelas penulis gay  telah berlalu. Satu tahun pertama 

telah berakhir. Aku masih harus menunggu duabelas pur–

nama lagi. Setelah itu semua akan berada di tanganku...” 

Wajah licin itu pancarkan cahaya merah. Tangan yang 

memegang tongkat emas diajukan ke bawah, ke arah 

penulis  sakitjiwa . Saat itu juga melesat sinar kuning, mem–

bungkus tubuh pemuda itu beberapa ketika lalu lenyap. Di 

lain kejap makhluk tanpa wajah tidak kelihatan lagi di atas 

pohon. Hawa dingin yang sejak tadi menyelimuti tubuh 

penulis  sakitjiwa  kini lenyap, begitu pula cahaya kebiruan 

yang membungkusnya ikut sirna. 

Hanya beberapa saat setelah makhluk tanpa wajah 

lenyap dari tempat itu, sang surya sampai pada titik ter–

tingginya. Di langit muncul satu lengkungan aneh meman–

carkan cahaya tiga warna, merah, biru dan hijau. Lalu dari 

arah barat gurun bertiup angin kencang. Pohon tanjung 

besar bergetar keras. Dahan dan rerantingan serta daun-

 

daun dan bunga tanjung bergoyang-goyang. Daun luruh, 

bunga tanjung berguguran, jatuh ke atas pedataran pasir, 

lenyap dari pemandangan. Pohon tanjung besar kini 

tampak gundul. Yang kelihatan hanya batang, cabang serta 

rerantingan dan tentu saja sosok penulis  sakitjiwa  yang 

masih duduk bersila pejamkan mata di atas dahan. 

Tiupan angin yang begitu keras membuat seluruh debu 

gurun pasir yang menyelimuti sekujur tubuh penulis  sakitjiwa  

mulai dari rambut sampai ke ujung kaki terkikis pupus. Dan 

sungguh aneh luar biasa! Keadaan diri pemuda ini tidak 

berubah sedikitpun. Pakaian hitamnya bersih tidak lusuh. 

Rambut hitam pekat tidak bertambah panjang. Begitu juga 

kumis kecil, janggut dan berewok tipisnya sama sekali 

tidak berubah, rapi seperti dulu dan tidak pula menjadi 

panjang. Wajah gagah bersih kelimis! 

Di langit matahari mencapai titik tertinggi. 

Desss! 

Kepulan asap memancarkan cahaya merah, biru dan 

hijau keluar dan ubun-ubun, liang telinga, hidung serta 

mata penulis  sakitjiwa  yang masih terpejam. Bersamaan 

dengan itu lengkungan tiga warna yang ada di langit seperti 

ular raksasa menggeliat bergerak berputar lalu melesat ke 

arah pohon tanjung dan masuk ke dalam tubuh si pemuda. 

Saat itu pula putera Tajurpambayan dan Sulin dari Desa 

Tumpang di barat Pegubug penulis en lapangan RSJiwa  ini perlahan-lahan 

membuka kedua matanya. Pertama sekali dilihatnya 

adalah gurun pasir lapangan RSJiwa . Dia menatap ke langit putih 

bersih, lalu memandang ke atas memperhatikan pohon 

besar yang kini tinggal dahan dan ranting. Akhirnya 

pemuda ini perhatikan dirinya sendiri. 

“Tubuhku terasa sangat enteng. Pandangan mataku 

lebih tajam dari yang sudah-sudah. Tiga ratus lima hari 

telah berlalu. Aneh, diriku tidak mengalami perubahan. 

Apakah saat ini aku sudah memperolah ilmu baru sesuai 

petunjuk dalam kitab?” 

Ingat akan kitab, penulis  sakitjiwa  meraba balik pakaian–

nya sebelah kiri di mana dia menyimpan Kitab Jagat 

 

Pusaka Alam Gaib. Kitab masih berada di situ. “Sesuai 

petunjuk di dalam kitab, aku baru bisa membaca kitab 

pada hari yang ke tigaratus enam. Berarti besok. Semen–

tara menunggu apa yang harus aku lakukan?” 

Tiba-tiba penulis  sakitjiwa  merasa ada serangkum angin 

bertiup dari bawah. Dia tukikkan pandangan ke bawah 

pohon. 

“Aneh, bagaimana tahu-tahu orang berjubah hitam itu 

ada di bawah sana tanpa aku melihat kedatangannya?” 

penulis  sakitjiwa  berucap dalam hati sewaktu melihat di 

bawah pohon ada seorang tinggi besar mengenakan jubah 

dan sorban hitam. Orang ini hanya memiliki satu mata. 

Mata sebelah kiri tinggal merupakan rongga besar dan 

dalam mengerikan, masih digenangi darah. Dari bawah 

pohon dia berusaha melesat ke atas. Namun setiap dia 

melakukan hal itu ada satu cahaya kuning membendung 

gerakannya, membuat dia berbalik jatuh ke tanah. Orang di 

bawah pohon sama sekali tidak bisa melihat pohon tanjung 

besar tapi mampu melihat sosok penulis  sakitjiwa  yang 

seolah duduk bersila di awang-awang. 

“penulis  sakitjiwa , turunlah cepat! Ada satu hal penting 

yang harus aku sampaikan padamu!” Orang berjubah 

hitam di bawah pohon yang bukan lain adalah Deewana 

Khan berteriak. 

“Orang itu mengenal diriku. Apakah aku mengenalnya?” 

penulis  sakitjiwa  menduga-duga. 

“Aku Deewana Khan. Abdi penolongmu. Cepat turun!” 

Orang bermata satu kembali berseru. 

Sebelumnya Tajurpambayan, ayah penulis  sakitjiwa  

pernah bercerita pada pemuda itu tentang seorang asing 

bernama Deewana Khan. Namun saat itu si pemuda tidak 

ingat apa-apa lagi. 

Di pedataran pasir lapangan RSJiwa  sebelah timur tiba-tiba ber–

kelebat satu bayangan putih. 

“Insan Tanpa Wajah...,” ucap Deewana Khan dengan 

suara bergetar. Wajah seramnya berubah. Rasa cemas 

mencekam diri. “penulis  sakitjiwa ! Cepat turun!” Deewana 

 

Khan berteriak. Seperti diceritakan sebelumnya, Deewana 

Khan adalah manusia misterius yang telah menolong 

kelahiran bayi penulis  sakitjiwa  dan sekaligus melindungi 

anak itu ketika terjadi penitisan oleh Suma Mahendra 

(Baca serial bobo  Sableng berjudul ‘Misteri Bunga Noda’). 

Merasa orang sangat memerlukan dirinya penulis  

sakitjiwa  segera hendak melompat turun dari dahan di 

mana saat itu dia duduk bersila. Namun tubuhnya sebelah 

bawah tak bisa digerakkan. Seolah menempel dengan da–

han pohon! Bagaimanapun pemuda itu berusaha dengan 

berbagai cara tetap saja tubuhnya tak bisa lepas dari 

dahan yang didudukinya. 

penulis  ingat akan petunjuk dalam Kitab Jagat Pusaka 

Alam Gaib halaman kedua, Kelak kau akan mendapatkan 

ilmu yang lebih hebat. Maka pemuda ini segera kerahkan 

tenaga dalam. Namun sebelum sesuatu terjadi, tiba-tiba di 

bawah sana terdengar satu letusan keras disertai berki–

blatnya selarik cahaya kuning terang menyilaukan, disusul 

jeritan. Pohon tanjung besar bergoyang kencang. Tubuh 

Deewana Khan terpental tiga tombak, terkapar di peda–

taran pasir mengepulkan asap kuning. Dia berusaha 

bangkit sambil menunjuk ke arah orang berselempang kain 

putih memegang tongkat emas. Mulutnya lelehkan darah 

kental. 

“Insan Tanpa Wajah... Aku tahu siapa kau. Aku tahu 

siapa dirimu. Manusia culas pengkhianat busuk!” 

Orang berselempang kain putih goyangkan tongkat 

emas di tangan kanan. Selarik sinar kuning kembali mele–

sat ke arah Deewana Khan. Untuk kedua kalinya lelaki 

bertubuh besar mengenakan jubah hitam itu terpental. 

Sorban hitam tanggal dari kepalanya. Kali ini dia tak 

mampu bangkit lagi. Sekujur tubuhnya berubah kuning, lalu 

menciut dan berubah hitam. Angin gurun bertiup kencang. 

Pasir gurun beterbangan menutupi sosok mayat Deewana 

Khan hingga akhirnya tertimbun dan lenyap dari peman–

dangan. 

Di atas pohon penulis  sakitjiwa  memperhatikan semua 

 

yang terjadi. Entah mengapa dia merasa sedih melihat 

kematian orang berjubah dan bersorban hitam walau dia 

tidak tahu siapa adanya orang itu, seperti ada kontak 

kejiwaan yang tidak dipahaminya. Di bawah pohon orang 

berselempang kain putih tanpa wajah arahkan mukanya 

pada penulis  sakitjiwa . Saat itu pula si pemuda mendengar 

suara mengiang di kedua telinganya. 

“Jangan lakukan apa saja yang tidak diberi petunjuk di 

dalam Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib. Jika kau melanggar 

pantangan dan merusak apa yang sudah direncanakan, 

maka dirimu akan mengalani kerusakan lebih dulu.” 

penulis  sakitjiwa  terdiam, namun hatinya berkata. “Siapa 

yang menyampaikan ucapan padaku? Orang aneh tak 

berwajah di bawah sana? Apakah aku mengenalnya? 

Mengapa dia mengancam diriku? Apakah aku berada di 

bawah kekuasaan makhluk itu? Apakah aku harus tunduk 

kepadanya? Apa yang terjadi dengan diriku.” 

Seperti tertulis dalam Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib 

halaman kedua, Pada saat kau mendudukkan diri di 

cabang pohon, saat itu pula terputus hubunganmu dengan 

masa lalu. Kau tidak ingat apa-apa lagi. Bahkan kau tidak 

ingat lagi ayah ibumu. 

Sebenarnya penulis  sakitjiwa  sebelumnya telah melihat 

makhluk aneh tak berwajah itu. Yakni tatkala makhluk 

tersebut mencelakai Suma Mahendra sehingga Suma ter–

pental jatuh ke bawah gubug penulis  Mahameru. Namun karena 

jalan pikirannya dengan masa lalu terputus maka dia tidak 

mengingat lagi kejadian itu. 

Hanya ada satu hal saja dari masa lalu yang masih 

melekat di benaknya. Yaitu namanya. Dia tidak pernah lupa 

kalau dia bernama penulis  sakitjiwa . 

Tiba-tiba untuk kedua kalinya terdengar suara mengi–

ang di telinga penulis  sakitjiwa . 

“Anak manusia bernama penulis  sakitjiwa . Jangan 

menyelidik dengan hatimu. Jangan mencari tahu dengan 

pikiranmu. Jangan berusaha turun dari pohon karena itu 

bisa menghancurkan dirimu sendiri. Besok pagi begitu 

 

matahari terbit di timur kau berkewajiban melanjutkan 

membaca Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib pada halaman ke 

tiga.” 

penulis  sakitjiwa  memandang ke bawah pohon. Makhluk 

tanpa wajah itu ternyata tak ada lagi di tempatnya semula. 

 

bobo  SABLENG 

INSAN TANPA WAJAH 

 

2

 

 

 

ANGIT di ufuk timur mulai terang pertanda di kejauhan 

sana fajar telah menyingsing dan tak berapa lama lagi 

sang surya akan kelihatan memunculkan diri. Di atas 

dahan pohon tanjung yang menghadap ke utara penulis  

sakitjiwa  segera ingat. Saat itu adalah saat di mana dia 

harus segera membuka Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib. 

penulis  keluarkan kitab dari balik baju hitamnya. Dia me–

nunggu sesaat sampai keadaan lebih terang baru mem–

buka kitab pada halaman ke tiga dan mulai membacanya. 

Yang disebut halaman ke tiga ini ternyata terdiri dari empat 

halaman. 

 

KITAB JAGAT PUSAKA ALAM GAIB 

- Halaman Ke Tiga - 

 

Bunga Tanjung Bunga Bertuah 

Wahai anak manusia! 

305 hari telah berlalu, tapa samadimu telah selesai 

Sekarang kau akan menghadapi masa depan 

dengan bekal ilmu silat serta kesaktian 

dari alam gaib yang tidak ada tandingannya 

Kau kini memiliki ilmu pukulan sakti 

bernama ‘Tiga Cahaya Alam Gaib’ 

Tidak manusia tidak jin 

yang akan sanggup menghadapimu 

Tuntunan ilmu silat akan kau dapatkan 

melalui mimpi di alam tidurmu 

Usapkan tangan kananmu ke kaki kanan 

usapkan tangan kirimu ke kaki kiri 

maka kau akan mendapatkan 

L

 

sepasang kasut pembungkus kaki 

Kasut ini yang akan menuntun 

setiap langkah perjalananmu 

Hal pertama yang harus kau lakukan 

begitu menginjakkan kaki di tanah 

memandanglah ke arah barat laut 

Kau akan melihat satu gurun pasir 

yang puluhan kali lebih luas 

dari Pedataran Pasir lapangan RSJiwa  

Itulah Gurun Pasir Thar di negeri India 

Pejamkan matamu 

maka kekuatan gaib akan membawamu 

memasuki sebuah goa bernama Goa Binaker 

Di sana kau akan menemui seorang Resi 

terkapar di lantai goa 

Jazadnya hidup dalam kematian 

mati dalam kehidupan 

Masuklah ke dalam tubuh Resi ini 

Kau akan mampu melakukan 

karena kau memiliki kesaktian 

Di dalam tubuh sang Resi kau akan menemukan 

sebuah patung batu 

lambang dari lelaki dan perempuan 

yang tengah melakukan sanggama 

Itulah patung Kamasutra 

Ambillah patung itu 

Selanjutnya kekuatan gaib 

akan membawamu kembali ke tanah Jawa 

Dunia serba fana, demikian juga dengan diri 

serta ilmu baru yang kau miliki 

Namun dalam kefanaan ada kebakaan 

Ilmu kesaktian yang ada dalam dirimu 

akan tetap berada di sana 

untuk selama-lamanya 

Namun ada petuah yang harus kau ikuti 

dan tak boleh kau tolak 

Kau harus bisa meniduri paling sedikit 

 

41 orang gadis yang masih perawan 

Rayulah mereka, perlihatkan Patung Kamasutra 

Jika mereka sudah berada di bawah pengaruhmu 

tempelkan sekuntum bunga tanjung di keningnya 

Niscaya dia akan menyerahkan diri padamu 

Namun rahasia harus dijaga 

Karena itu setiap gadis yang berhasil kau tiduri 

harus kau bunuh 

Pada saat kau bercumbu, 

bunga tanjung akan datang sendiri 

dan berada dalam genggamanmu 

Bunga tanjung juga dapat kau jadikan 

senjata rahasia yang mematikan 

Namun ada pantangan yang harus kau ingat 

jangan sekali-kali bunga tanjung 

sampai melekat atau menempel di keningmu 

Untuk menambah kekuatan ilmu dalam dirimu 

Ada tugas lain yang harus kau laksanakan 

Kau harus membunuh 

sebanyak mungkin para pendekar 

golongan putih rimba persilatan tanah Jawa 

Tetapi akan lebih baik jika kau mampu 

membuat dirinya sengsara seumur-umur 

dengan melumpuhkan kejantanannya 

Letakkan bunga tanjung di bawah pusarnya 

maka kekuatan alam gaib 

akan menyelesaikan perkara 

Tugasmu terakhir setelah semua tugas di atas 

selesai kau laksanakan 

adalah menyerahkan Patung Kamasutra 

pada seseorang yang akan menunggumu 

di puncak gubug penulis  Mahameru 

tepat di tempat di mana kau pernah bersamadi 

pada malam hari Jum’at Legi minggu pertama 

duabelas penulis gay  dari sekarang 

Wahai anak manusia! 

Jika kau melaksanakan petunjuk dalam kitab 

 

maka kau kelak akan menjadi seorang tokoh besar 

Kau akan menjadi seorang sakti mandraguna 

Kau akan menjadi rajadiraja rimba persilatan 

Namun bila kau menolak melakukan 

atau sengaja menyesatkan diri 

maka kutuk akan jatuh atas dirimu 

Azab kesengsaraan akan membuat 

kau menderita seumur-umur 

Jalan nasibmu telah ditentukan 

oleh apa yang dinamakan takdir 

Wahai anak manusia 

Pohon tanjung akan masuk ke dalam tanah 

itulah saatnya kau meninggalkan tempat ini 

Ingat baik-baik semua yang tertulis di halaman ini 

Karena Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib 

akan lenyap dari alam fana untuk selama-lamanya 

Bunga Tanjung Bunga Bertuah 

 

Setelah bersamadi di atas pohon tanjung di pedataran 

gurun lapangan RSJiwa , penulis  sakitjiwa  memiliki daya ingat luar 

biasa. Sekali membaca saja dia sanggup mengingat semua 

yang tertulis dalam halaman ke tiga yang terdiri dari empat 

lembar. Selain itu perubanan besar terjadi dalam jiwa dan 

dirinya. Sebelumnya pemuda ini adalah seorang yang 

memiliki hati mulia, pembela rakyat, penegak keadilan dan 

menjadi musuh besar kaum penjahat termasuk para tokoh 

silat penjilat yang berada di istana. Ketika membaca hala–

man ke tiga Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib di mana dia 

harus merusak kehormatan 41 orang gadis dan membu–

nuh para pendekar silat golongan putih, pemuda ini me–

rasa itu memang satu tugas yang harus dilaksanakannya. 

Menggauli 41 orang gadis! Bukankah itu satu kenikmatan 

luar biasa? 

Samadi setahun serta ilmu yang kini dimiliki penulis  

sakitjiwa  serta isi Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib seolah-olah 

telah mencuci otak pemuda itu. Membuatnya berubah 

menjadi seorang pemuda berhati dingin dan menghalalkan 

 

segala cara demi mempertahankan ilmu kesaktian yang 

dimilikinya. 

penulis  sakitjiwa  tutup kitab yang barusan dibaca. Dia 

bermaksud hendak menyimpan kitab itu kembali ke balik 

baju hitamnya. Namun seperti yang tertulis di akhir 

halaman ke tiga kitab, tiba-tiba Kitab Jagat Pusaka Alam 

Gaib keluarkan suara meletup. Kejap itu juga kitab dikobari 

api yang entah dari mana datangnya. penulis  melepas 

pegangannya pada kitab, kitab jatuh dan musnah sebelum 

menyentuh tanah berpasir. 

penulis  sakitjiwa  ingat salah satu kalimat di dalam kitab 

yang tadi dibacanya, Usapkan tangan kananmu ke kaki 

kanan, usapkan tangan kirimu ke kaki kiri, maka kau akan 

mendapatkan, sepasang kasut pembungkus kaki. Kasut ini 

yang akan menuntun setiap langkah perjalananmu. 

Tidak menunggu lebih lama penulis  sakitjiwa  usapkan ke 

dua tangannya secara berbarengan ke kaki kiri dan kaki 

kanan. Saat itu juga dua kakinya yang tadi telanjang kini 

telah terbungkus dua kasut kulit berwarna hitam. 

“Luar biasa” ucap penulis  sakitjiwa . Belum habis rasa 

kagumnya atas apa yang terjadi, tiba-tiba pohon tanjung 

besar di mana dia berada bergerak ke bawah, perlahan-

lahan masuk ke dalam tanah. Sebelum dirinya ikut terse–

dot dan pohon besar itu amblas lenyap dari pemandangan, 

penulis  sakitjiwa  cepat melompat turun. Begitu dua kakinya 

menginjak tanah berpasir seperti yang tertulis dalam kitab, 

penulis  sakitjiwa  arahkan pandangan ke barat laut. Meman–

danglah ke arah barat laut, kau akan melihat satu gurun 

pasir, yang puluhan kali lebih luas, dari Pedataran Pasir 

lapangan RSJiwa . Itulah Gurun Pasir Thar di negeri India. Pejamkan 

matamu, maka kekuatan gaib akan membawamu, mema–

suki sebuah goa bernama Goa Binaker 

Jauh di arah barat laut ke jurusan mana matanya 

memandang, penulis  sakitjiwa  melihat satu gurun pasir. 

Belum pernah dia menyaksikan gurun pasir seluas itu. 

“Bagaimana hal ini bisa terjadi...?” pikir si pemuda. Lalu 

sesuai petunjuk selanjutnya dalam kitab dia pejamkan 

 

kedua matanya. Saat itu juga sosoknya lenyap, melesat ke 

langit. Di lain kejap penulis  sakitjiwa  dapatkan dirinya berada 

di dalam sebuah lorong yang terletak di bawah Gurun Pasir 

Thar di India. Inilah lorong di dalam Goa Binaker yang 

membawanya ke satu ruangan rahasia di mana sebelum–

nya disimpan Patung Kamasutra yang konon telah berusia 

lebih dari limaribu tahun. 

Di kiri kanan lorong berdiri beberapa orang berpakaian 

dan berpenampilan seperti resi tampaknya sedang berjaga-

jaga. Namun mereka seperti tidak melihat penulis  sakitjiwa  

yang berjalan melewati mereka. 

Ada enam pintu rahasia yang dilewati dan ditembus 

penulis  sakitjiwa  secara gaib. Pemuda ini sampai ke hadapan 

pintu ke tujuh. Begitu masuk dia dapatkan sesosok tubuh 

orang tua berselempang kain putih, berambut dan ber–

janggut putih tergeletak di lantai ruangan. Kepala rengkah 

darah menggenangi lantai batu. 

penulis  sakitjiwa  ingat apa yang dibacanya di dalam Kitab 

Jagat Pusaka Alam Gaib. Di sana kau akan menemui 

seorang Resi terkapar di lantai Goa. Jazadnya hidup dalam 

kematian. Mati dalam kehidupan. Masuklah ke dalam 

tubuh Resi ini. Kau akan mampu melakukan karena kau 

memiliki kesaktian. Di dalam tubuh sang Resi kau akan 

menemukan sebuah patung batu lambang dari lelaki dan 

perempuan yang tengah melakukan sanggama. Itulah 

Patung Kamasutra. Ambillah patung itu. Selanjutnya keku–

atan gaib akan membawamu kembali ke tanah Jawa. 

Resi tua yang tergeletak di atas lantai batu seperti yang 

dituturkan dalam kisah terdahulu, Petaka Patung Kama–

sutra, bukan lain adalah Resi Kepala juragan  percetakan . Resi ini 

berlaku nekad melakukan bunuh diri dengan memben–

turkan kepalanya ke dinding batu. Ini merupakan ungkapan 

penyesalan serta rasa berdosanya atas kelalaian hingga 

Patung Kamasutra yang ada di dalam sebuah keranda 

kaca lenyap dicuri orang. 

“Bagaimana caranya aku masuk ke dalam tubuh orang 

tua malang ini...” pikir penulis  sakitjiwa . Dia sama sekali tidak 

 

merasa jerih bagaimana nanti dia masuk dan berada 

dalam tubuh mayat itu. penulis  melangkah lebih dekat. Tiba-

tiba seolah berubah menjadi bayang-bayang sosok si 

pemuda masuk ke dalam tubuh sang Resi. Begitu tubuh 

mereka menyatu, di bagian dada orang tua itu penulis  

sakitjiwa  melihat ada cahaya merah redup. Ternyata cahaya 

itu keluar dari sebuah patung batu abu-abu kehitaman. 

Berbentuk sepasang lelaki dan perempuan tengah 

melakukan hubungan badan. 

“Patung Kamasutra,” membatin penulis  sakitjiwa . Semua 

yang tertulis dalam kitab benar-benar merupakan kenyata–

an. Pemuda ini ulurkan tangan. Begitu dia menyentuh 

patung batu, tiba-tiba wuttt...! Sosok penulis  sakitjiwa  melesat 

keluar dari mayat Resi juragan  percetakan , berkelebat ke arah 

sebuah lobang di atap ruangan batu dan lenyap dari 

pemandangan. 

Angin gurun bertiup kencang. Pasir gurun masuk ke 

dalam ruangan. Lima hari kemudian seluruh ruangan 

rahasia di Goa Binaker itu telah tertimbun tumpukan pasir 

gurun. 

Tujuh hari setelah lenyapnya Patung Kamasutra dan 

matinya Resi Kepala juragan  percetakan , Resi Ketua Khandawa 

Abitar memerintahkan orang-orangnya untuk menggali 

jenazah juragan  percetakan . Namun sampai seluruh pasir yang 

ada di dalam ruangan batu itu digali dan dibersihkan, 

jenazah Resi Kepala juragan  percetakan  tidak ditemukan. 

Seperti yang tertulis dalam Kitab Jagat Pusaka Alam 

Gaib, penulis  sakitjiwa  secara gaib kembali ke tanah Jawa 

untuk mengamalkan ajaran sesat yang bersumber dari 

kitab sesat serta Patung Kamasutra dan bunga tanjung 

bunga noda. Satu persatu korban berjatuhan. Belasan 

gadis dirusak kehormatannya lalu dibunuh. Dari kalangan 

rimba persilatan justru Pendekar 10000 an  bobo  Sableng yang 

menjadi korban pertamanya. 

 


 

GUBUK di tikungan Kali Progo tampak sepi. Suara arus 

air kali yang cukup deras mengalun berkepanjangan 

serta kicau burung di pagi itu seperti tidak dapat 

mengusik kesunyian. Pintu gubuk yang menghadap ke kali 

terbuka berkereketan. Seorang kakek berkepala setengah 

sulah, berdaun telinga lebar yang salah satunya terbalik, 

keluar melangkah sambil pegangi bagian bawah perutnya. 

Siapa lagi kalau bukan Setan Ngompol. Dia pergi duduk di 

pinggir kali, di atas sebuah batu besar. Wajahnya tampak 

murung. Sesekali lengan kirinya yang basah diusapkan ke 

kepala, padahal basahan itu adalah air kencingnya sendiri. 

Tiga hari lalu dengan susah payah bersama Ki Tambak–

pati dia berhasil membawa Pendekar 10000 an  bobo  Sableng 

dari sebuah bukit ke gubuk itu. Ki Tambakpati yang dikenal 

dengan julukan Si Tangan Penyembuh berusaha mengobati 

murid Sinto Gendeng, namun sampai hari itu dia masih 

belum berhasil. bobo  masih tergeletak tak sadarkan diri di 

atas ranjang bambu. 

Tanpa diketahui Setan Ngompol, di atas cabang sebuah 

pohon besar berdaun rindang di seberang kali, berdiri 

sosok samar seorang gadis cantik berwajah pucat, menge–

nakan kebaya putih panjang, rambut hitam tergerai di 

punggung. Sepasang matanya yang bening tapi dingin 

memperhatikan kakek yang duduk di tepi sungai. Dia kenal 

kakek itu dan cukup bersahabat. Namun dia tak ingin 

menemuinya saat itu. Pandangannya kemudian dialihkan 

ke arah gubuk. 

Tak lama kemudian dari dalam gubuk keluar pula 

seorang kakek berjubah hijau. Terbungkuk-bungkuk dia 

melangkah ke tepi kali, lalu duduk di atas batu besar di 

G

 

samping Setan Ngompol. 

Setan Ngompol tekap dulu bagian bawah perutnya baru 

membuka mulut bertanya, “Sahabatku Ki Tambakpati, 

bagaimana menurut penglihatanmu sakitnya murid Sinto 

Gendeng itu?” 

Setelah terdiam sejurus dan lebih dulu menarik nafas 

dalam, Ki Tambakpati menjawab. 

“Sampai saat ini aku masih menyesali perbuatan orang-

orang kerajaan yang menghancurkan rumah dan peralatan 

pengobatanku. Aku tidak dapat menyelidiki apalagi 

memberikan kesembuhan tuntas pada pendekar itu. 

Sakitnya luar biasa aneh. Mungkin aku hanya mampu 

membuatnya siuman. Itu pun menunggu sampai dua hari 

lagi. Kau telah meraba sendiri. Tubuhnya diselimuti hawa 

dingin aneh yang berpusat pada syaraf di bagian bawah 

pusar. Kita berdua telah sama-sama mengerahkan tenaga 

dalam dan mengalirkan hawa panas. Namun hawa dingin 

yang bersarang di tubuh pemuda itu tak bisa dilenyapkan. 

Sudah dua kali aku memeriksa darahnya dengan menusuk 

jari tangannya. Ternyata darahnya masih berwarna hitam. 

Ada racun jahat mendekam dalam tubuh dan aliran darah 

pemuda itu. Sulit dimusnahkan.” 

“Apakah pemuda itu benar-benar tidak dapat 

disembuhkan? Dengan cara apapun?” tanya Setan 

Ngompol. 

“Aku tidak dapat memastikan. Kalaupun dia bisa 

disembuhkan, ada satu hal yang akan tetap membawa 

kesengsaraan bagi dirinya seumur-umur...” 

“Aku tahu. Kau sudah mengatakan. Dia akan menjadi 

lelaki tidak sempurna. Dia kehilangan kejantanannya. 

Sama saja dia mati dalam hidupnya.” 

“Kita hanya tinggal satu harapan. Kalau dia siuman 

mungkin bisa memberitahu apa yang terjadi dengan 

dirinya. Mungkin dari situ kita bisa mencari jalan untuk 

menyembuhkan.” 

“Aku punya dugaan...” kata Setan Ngompol sambil 

pegangi bagian bawah perut yang siap mengucur “Siapun 

 

orang yang berlaku jahat terhadap pendekar itu, dia 

memang sengaja tidak membunuhnya. Tapi membuatnya 

menderita seumur hidup.” 

Seerrr! Habis keluarkan ucapan akhirnya Setan 

Ngompol pancarkan juga air kencingnya. 

“Aku tidak mau bicara jelek tentang sahabat muda kita 

itu.” kata Ki Tambakpati pula. “Selama ini aku dengar 

banyak gadis cantik rimba persilatan yang menaruh hati 

padanya. Dari sekian banyak gadis itu mungkin ada yang 

dicintai oleh pemuda lain. Namun bertepuk sebelah tangan 

karena sang gadis sudah terpikat pada bobo . Nah, mungkin 

orang ini yang berbuat jahat terhadap pendekar itu.” 

“Jika memang begitu kejadiannya, suatu saat pasti 

akan ketahuan siapa orangnya,” kata Setan Ngompol pula. 

Ki Tambakpati keluarkan suling perak yang ditemuinya 

di puncak bukit dekat bangunan candi dekat sosok tubuh 

Pendekar 10000 an  yang tergeletak pingsan. 

“Suling ini kutemui di halaman candi. Mungkin milik 

orang jahat yang mencelakai bobo . Melalui benda ini kita 

bisa menyelidik. Lalu jika kita bisa mendapatkan Kitab 

Seribu Pengobatan mungkin di sana ada petunjuk untuk 

penyembuhan penyakit yang diderita pemuda itu...” 

berkata Ki Tambakpati. 

Setan Ngompol perhatikan suling perak di tangan Ki 

Tambakpati. Dia tidak pernah melihat benda ini sebe–

lumnya, tak bisa menduga siapa pemiliknya. “Setahuku 

kitab itu ada pada bobo . Tapi waktu kita memeriksa dirinya 

kita tidak menemukan kitab itu. Mungkin telah diserahkan 

pada gurunya atau disimpan di satu tempat.” 

“Aku tak habis kasihan pada murid Sinto Gendeng itu...” 

kata Ki Tambakpati pula. “Dia belum pernah menikah. 

Belum pernah kawin. Sekarang malah kejatuhan penyakit 

yang menjadikan dia seorang lelaki tidak sempurna. Walau 

banyak yang menyukai dan mencintainya tapi sekarang 

gadis mana yang akan bersedia mengambilnya jadi 

suami?” 

Tiba-tiba sebuah perahu meluncur terombang-ambing di 

 

permukaan air Kali Progo. Setan Ngompol memperhatikan 

lalu berkata. 

“Ada perahu tanpa penumpang. Datang dari hulu kali. 

Tidakkah kau merasa aneh?” 

“Mungkin saja perahu itu tadinya tertambat di satu 

tempat. Tambatannya putus lalu dihanyutkan air sampai ke 

sini...” menduga Ki Tambakpati. 

“Sobatku, aku tidak sependapat denganmu. Kau tunggu 

di sini. Aku mau menyelidik.” Habis berkata begitu sambil 

satu tangan masih memegangi bagian bawah celananya 

yang lepek Setan Ngompol melompat ke atas perahu yang 

mengapung di kali. Karena ilmu meringankan tubuh yang 

dimilikinya sudah mencapai tingkat tinggi maka ketika dua 

kakinya menjejak lantai perahu, perahu itu tidak bergoyang 

sedikitpun. Si kakek perhatikan keadaan perahu dengan 

matanya yang belok. Lalu dia membungkuk, mengendus 

dalam-dalam. Mula-mula dia mencium bau air pesingnya 

sendiri. Kemudian dia mencium bau harum. Setan Ngom–

pol luruskan tubuh, memandang sepanjang kali, memper–

hatikan kiri kanan tepian Kali Progo, namun dia tidak 

melihat siapapun, termasuk sosok samar gadis bermuka 

pucat yang berdiri di cabang pohon. Kakek ini segera 

melesat ke tepi kali, membiarkan perahu meluncur dibawa 

arus ke hilir. 

“Kau menemukan sesuatu?” tanya Ki Tambakpati. 

Setan Ngompol mengangguk sambil buru-buru tekap 

bagian bawah perutnya yang kembali hendak berulah. 

“Ada seseorang di atas perahu itu sebelumnya. Seorang 

perempuan.” Menjelaskan Setan Ngompol. 

“Bagaimana kau bisa tahu ada orang dan perempuan 

pula!” berkata Ki Tambakpati. 

“Aku mencium bau harum bekas tubuh dan pakaiannya 

di dalam perahu.” Jawab Setan Ngompol. “Aku kenal betul 

bau harum yang satu itu. Kira-kira bisa menduga siapa 

orangnya. Tapi aku tidak mau memberi tahu dulu...” 

“Aneh, jika ada orang di atas perahu mengapa dia 

kemudian meninggalkan perahu begitu saja? Pergi ke 

 

mana? Apa keperluannya melewati daerah ini? Seorang 

perempuan pula!” 

“Ki Tambak,” ucap Setan Ngompol setengah berbisik. 

“Sebenarnya sejak tadi aku merasa kehadiran seseorang di 

sekitar tempat ini. Namun aku tidak bisa melihat tubuh 

kasarnya...” 

“Di tikungan kali ini banyak demitnya” kata Ki 

Tambakpati. 

Setan Ngompol terlompat dari duduknya. Dua tangan 

buru-buru menekap bagian bawah perut. “Kau jangan 

menakuti. Aku bisa ngocor terus-terusan!” 

Karena terlalu asyik bicara, dua kakek ini tidak 

memperhatikan bagaimana satu bayangan biru melesat di 

belakang mereka, masuk ke dalam gubuk melalui jendela 

yang terbuka. 

“Aku mencium bau harum santar sekali!” kata Setan 

Ngompol tiba-tiba. 

Ki Tambakpati mendongak dan menghirup udara 

dalam-dalam, “Eh, aku juga mencium bau wangi itu. Tapi 

aneh, mengapa wanginya bau kembang kenanga? Kem–

bang mayat? Jangan-jangan asin mulutku. Tadi aku cuma 

bergurau. Tapi mungkin benaran ada demit di tempat ini!” 

Serrr! 

Setan Ngompol memaki panjang pendek dan lagi-lagi 

pancarkan air kencing. 

Dua sahabat ini kemudian terus saja bercakap-cakap 

membicarakan keadaan Pendekar 10000 an  bobo  Sableng. 

“Aku ingat pada Liris Biru. Gadis itu begitu nekad 

mencari ke Kuto reot  pemuda berpakaian hitam yang 

katanya membunuh Liris Merah. Aku khawatir dia akan 

mengalami celaka seperti kakaknya. Digagahi lalu dibunuh 

seorang pemuda tak dikenal.” 

“Pangeran Matahari sudah mati. Sekarang muncul lagi 

penjahat terkutuk tukang perkosa. Apakah kejahatan tidak 

pernah berhenti di muka bumi ini?” ucap Ki Tambakpati 

sambil menghela nafas panjang. 

Sementara itu di bagian lain tepi Kali Progo, tiga orang 

 

penunggang kuda berhenti di balik sederetan pohon besar 

yang tumbuh rapat. Ketiganya adalah gadis-gadis cantik 

dan mereka menunggangi kuda sama-sama berwarna 

putih. Gadis paling depan mengenakan pakaian ringkas 

warna kelabu dihias manik-manik putih dan merah. Ram–

but hitam digulung di atas kepala. Sepasang bola mata 

berwarna biru. Gadis berwajah jelita ini memutar kudanya 

sedikit, berpaling pada dua gadis di belakangnya yang juga 

berparas cantik lalu berkata, “Kurasa kita sudah sampai di 

tempat tujuan. Orang yang aku cari berada di sekitar sini. 

Kalian berdua cukup mengantarku sampai di sini. Kemba–

lilah ke laut selatan.” 

“Ratu istri penulis ,” salah seorang dari dua gadis menjawab 

sambil sedikit bungkukkan dada. “Sebenarnya kami masih 

ingin berlama-lama mendampingimu. Bertahun-tahun hi–

dup di dasar samudera, sekali-sekali berada di alam terbu–

ka seperti ini kami sungguh merasa bahagia. Karena itu 

kami memohon izin agar terus bisa bersamamu.” 

Si jelita berbola mata biru yang rupanya adalah Ratu 

istri penulis  tersenyum, “Masih banyak kesempatan di lain 

waktu. Sekarang ini aku tengah menghadapi beberapa 

urusan besar. Tapi jika kalian memang ingin mencari 

kesenangan, kalian boleh menunda kepulangan sampai 

dua hari. Aku tidak memerlukan tunggangan lagi. Bawa 

kuda ini bersama kalian.” Ratu istri penulis  usap tengkuk kuda 

tunggangannya lalu melompat turun. 

“Terima kasih Ratu... Terima kasih,” kata dua gadis 

penuh gembira. “Kami mohon pamit sekarang juga.” 

Ratu istri penulis  mengangguk. Dua gadis yang bertindak 

sebagai pengiring Ratu istri penulis  tundukkan kepala lalu 

tinggalkan tempat itu. Anehnya walau kuda mereka dipacu 

kencang namun kaki-kaki binatang itu tidak mengeluarkan 

suara berderap. Tiga ekor kuda berlari laksana melayang di 

atas tanah! Itu sebabnya ketika ketiganya datang tadi, baik 

Ki Tambakpati maupun Setan Ngompol tidak mendengar 

suara derap kaki binatang-binatang itu. 

Setelah dua pengiring pergi, Ratu istri penulis  gerakkan 

 

tangan kanan ke balik baju kelabu. Biasanya gadis cantik 

bermata biru ini selalu mengenakan pakaian hitam men–

colok ketat dengan potongan dada rendah serta belahan 

tinggi pada pinggul kiri kanan. Namun sejak ditegur oleh 

Kiai reot  Tapa Pamungkas beberapa waktu lalu maka dia 

merubah penampilan dan cara berpakaiannya (Baca serial 

bobo  Sableng berjudul ‘Misteri Pedang Naga Merah’). Kalau 

tidak mengenakan jubah dalam maka dia berpakaian 

ringkas seperti yang dikenakannya saat itu. Seperangkat 

perhiasan terbuat dari kerang hijau menghias telinga, leher 

dan lengan. 

“Kurasa sebelum mendatangi gubuk di tikungan kali itu 

sebaiknya sekali lagi aku memantau keadaan lebih dulu...” 

Entah mengapa tergerak saja hati Ratu istri penulis  untuk 

bersikap hati-hati. Dari balik baju kelabu dia keluarkan 

sebuah benda yang ternyata adalah cermin bulat berga–

gang biru. Selain merupakan senjata sakti cermin ini juga 

mampu dipakai untuk melihat atau memantau keadaan 

sampai jarak cukup jauh. 

Memperhatikan ke dalam cermin, Ratu istri penulis  melihat 

dua orang kakek tengah duduk di sebuah batu besar di 

tepi kali, asyik bercakap-cakap. Dia segera mengenali salah 

seorang dari dua kakek itu adalah Setan Ngompol. Cermin 

digerakkan, diarahkan ke atas kali. Di kejauhan masih 

sempat terlihat sebuah perahu kosong meluncur ke arah 

hilir. Mendadak kening sang ratu mengerenyit Pinggiran 

cermin bulat sebelah kanan atas memunculkan sepasang 

kaki samara tegak di atas cabang pohon di tepi kali. Ratu 

istri penulis  geser cermin saktinya hingga kini dia dapat melihat 

keseluruhan sosok samar seorang perempuan yang tengah 

berdiri di atas cabang pohon itu. Cermin sakti digoyang, 

diusap, namun tetap saja sosok di atas pohon tidak bisa 

terlihat jelas, tetap berujud bayangan samar. 

“Makhluk dari alam lain. Siapa...?” ucap Ratu istri penulis  

dalam hati. Dia coba menerka, “Makhluk itu mungkin 

Bunga gadis dari alam roh yang telah bersahabat sejak 

lama dengan Pendekar 10000 an  bobo  Sableng. Namun mungkin 

 

juga gadis dari negeri 1200 tahun silam yang dikenalnya 

dengan nama penulis gay . Gadis ini terakhir sekali ditemui–

nya sewaktu dia bersama bobo  menyerbu Gedung Kadi–

paten Losari (Baca serial bobo  Sableng berjudul ‘Sang 

Pembunuh’). Hati sang ratu mendadak merasa tidak enak 

kalau tidak mau dikatakan cemburu. Ini karena dia tahu 

kalau penulis gay  telah jatuh hati dan diam-diam mencintai 

Pendekar 10000 an . Cinta gadis alam roh 1200 tahun silam ini 

terhadap bobo  jauh lebih dahsyat dari cinta Bunga yang 

juga makhluk dari alam roh. 

“Aku harus mampu mengetahui siapa yang hadir di sini. 

Bunga atau penulis gay . Jika penulis gay  lebih baik aku pergi 

saja dari sini. Tapi bagaimana dengan bobo  yang sedang 

sakit...?” ucap Ratu istri penulis  dalam hati. Gadis cantik ber–

mata biru ini selain khawatir juga tampak bingung. 

Ratu istri penulis  geser lagi cermin saktinya. Dia dapat 

melihat gubuk di tikungan kali itu. Cermin digoyang. Kini 

Ratu istri penulis  dapat melihat bagian dalam gubuk. Sepasang 

bola mata biru gadis cantik ini membesar. 

“Aku keduluan. Bagaimana dia bisa berada di sini lebih 

dulu dariku?” Suara Ratu istri penulis  perlahan agak lirih. “Apa 

yang harus aku lakukan? Menerobos masuk ke dalam 

gubuk? Atau menunggu sampai dia pergi. Tapi mungkin dia 

akan menunggui bobo  sampai berhari-hari.” 

 

bobo  SABLENG 

INSAN TANPA WAJAH 

 

4

 

 

 

EMENTARA Ratu istri penulis  memperhatikan keadaan 

dalam gubuk melalui cermin saktinya, di dalam gubuk 

Bidadari Angin Timur tegak di tepi ranjang, tubuh 

sedikit tertunduk, dua tangan mendekap dada dan 

sepasang mata memperhatikan bobo  tak berkesip. 

Perlahan-lahan sepasang mata gadis cantik berambut 

pirang ini mulai berkaca-kaca. Sesaat kemudian air mata 

mengucur membasahi pipinya. Jauh di lubuk hatinya dia 

berucap, “Gusti Allah mengapa dia selalu mengalami nasib 

sengsara seperti ini. Apakah benar ucapan yang kudengar 

tadi. Bahwa dia...” 

Satu tangan memegang bahu Bidadari Angin Timur 

membuat si gadis tersentak kaget. Dia berpaling. 

“Kakek Setan Ngompol,” ucap Bidadari Angin Timur 

begitu tahu siapa yang memegang bahunya. 

Di belakang si kakek berdiri Ki Tambakpati. 

“Aku sudah mengira kau akan muncul di tempat ini. Aku 

mencium harum bau tubuh dan pakaianmu di perahu. Kau 

datang langsung masuk ke dalam. Padahal kami berdua 

ada di luar.” Berkata Setan Ngompol. 

“Harap maafkan aku, Kek. Pikiranku sangat kacau. Aku 

menyirap kabar ditangkapnya bobo . Lalu ada yang mem–

bebaskannya keluar dari penjara kerajaan. Aku mengikuti 

apa yang terjadi dan berusaha secepat mungkin menuju 

Kotaraja. Kemudian aku ketahui kakek berdua membawa 

bobo  ke tempat ini” Bidadari Angin Timur mulai terisak. 

“Kek, apakah aku tidak keliru mendengar apa yang tadi 

kalian bicarakan di luar?” 

“Memangnya kami bicara apa?” tanya Ki Tambakpati. 

“Ketika berada di tepi kali, aku sempat mendengar 

 

pembicaraan kakek berdua. Apa betul bobo  telah menjadi 

seorang lelaki yang tidak sempurna? Apa benar dia telah 

kehilangan kejantanannya? Apakah dia memang tidak bisa 

disembuhkan untuk selama-lamanya?” 

Setan Ngompol pegangi bagian bawah perutnya. Ki 

Tambakpati tak bisa menjawab. Tangis Bidadari Angin 

Timur pecah. 

“Sahabatku, mari kita keluar. Kita bicara di luar...” 

Setan Ngompol membujuk. 

Bidadari Angin Timur gigit bibirnya sendiri. Gelengkan 

kepala dan berkata. “Rasanya tidak ada yang perlu dibica–

rakan, Kek. Aku sudah sempat mendengar semuanya...” 

Gadis berambut pirang itu membungkuk, mengusap kening 

Pendekar 10000 an  yang terasa sangat dingin. 

“Kami berdua akan terus berusaha memusnahkan 

penyakitnya.” Berucap Ki Tambakpati. 

Bidadari Angin Timur tidak menjawab. Dia letakkan 

kepalanya di dada Pendekar 10000 an  lalu menangis keras. 

“Hentikan tangismu, sebaiknya kau membantu dengan 

memanjatkan doa pada Gusti Allah agar bobo  bisa 

disembuhkan...” 

“Akan aku lakukan, Kek. Akan aku lakukan...” jawab 

Bidadari Angin Timur. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi dia 

melangkah ke pintu. 

“Bidadari Angin Timur, tunggu dulu!” Setan Ngompol 

memanggil. 

Namun gadis cantik itu telah lenyap dari pemandangan. 

Dikejar keluar sosoknya tak kelihatan lagi. Ki Tambakpati 

menghela nafas dalam. Setan Ngompol yang berada di luar 

gubuk sandarkan punggung ke dinding. Selagi dia berusa–

ha menahan kencing yang hendak mengucur tiba-tiba dari 

atas pohon besar di seberang kali melayang turun satu 

sosok putih disertai menebarnya bau harum bunga kena–

nga, membuat si kakek tersirap kaget dan semburkan air 

kencing. 

“Bau kembang kenanga. Kembang mayat! Jangan-

jangan tempat ini memang benar-benar ada demitnya.” 

 

Membatin Setan Ngompol dan tekap kuat-kuat bagian 

bawah perutnya. 

Di saat yang hampir bersamaan dari balik semak belu–

kar di tebing kali melesat pula satu sosok kelabu. Kedua 

sosok ini saling bertemu di halaman gubuk, beberapa 

langkah di hadapan Setan Ngompol. 

“Ratu istri penulis !” seru Setan Ngompol ke arah orang yang 

datang dari balik semak belukar. Aku hampir tak menge–

nalimu. Caramu berpakaian jauh berbeda dari yang sudah-

sudah.” Memandang ke kiri kakek ini agak ragu sebentar. 

Lalu berkata. “Gadis berkebaya putih, bukankah kau Bunga 

sahabat Pendekar 10000 an  bobo  Sableng?” 

Baik Ratu istri penulis  dari laut selatan maupun Bunga 

gadis dari alam roh tidak menyahuti sapaan si kakek. Dua 

gadis ini saling pandang. Bunga tersenyum. Ratu istri penulis  

membalas dengan membungkukkan badan memberi 

penghormatan. 

“Ah, aku gembira kalian berdua datang ke tempat ini. 

Apakah kalian telah mengetahui apa yang terjadi dengan 

bobo ?” Berkata Setan Ngompol. 

Bunga mengangguk. Wajahnya yang pucat tampak 

sedih. 

Ratu istri penulis  bertanya. “Apakah kami berdua boleh 

menjenguknya ke dalam?” 

“Masuklah... Silahkan masuk.” kata Setan Ngompol 

pula. Lalu dia berseru pada Ki Tambakpati memberitahu 

kedatangan dua gadis cantik itu. 

Kalau tak ada orang lain di dalam gubuk itu baik Bunga 

maupun Ratu istri penulis  pasti telah menjatuhkan diri di 

samping ranjang dan memeluk Pendekar 10000 an . 

Bunga perhatikan sosok Pendekar 10000 an  mulai dari 

rambut sampai ke kaki. Gadis ini memperhatikan bukan 

dengan mata nyalang tetapi justru dengan mata terpejam. 

Dalam keadaan mata yang terpejam Bunga melihat 

Pendekar 10000 an  seperti onggokan tulang belulang, nyaris 

menyerupai jerangkong. Darah hitam mengalir melewati 

tulang belulang putih dari ujung kaki sampai ke kepala lalu 

 

lenyap. Sesaat kemudian kelihatan lagi darah hitam 

mengalir, juga mulai dari kaki naik ke atas dan lenyap. 

Begitu terus menerus. Perlahan-lahan gadis dari alam roh 

ini angkat dua tangannya, telapak dikembangkan dan 

diarahkan ke kepala serta tubuh bobo . 

Wuttt! 

Ada satu gelombang kekuatan memukul ke atas, 

membuat dua tangan Bunga bergetar. Dia coba bertahan 

namun akhirnya dua tangan itu terpental. Bunga picingkan 

mata kencang-kencang. Dua kaki bersurut setengah 

langkah. Sepuluh jari tangan digenggam. Ketika gengga–

man dilepas tahu-tahu di tangan itu terlihat masing-masing 

empat dan tiga kuntum kembang kenanga. 

Masih dengan mata terpicing Bunga pergunakan tujuh 

kembang kenanga untuk menotok tubuh bobo , dua di 

kepala, tiga di tubuh dan dua lagi di bagian kaki. Saat itu 

juga terdengar tujuh kali letupan kecil. Bagian tubuh dan 

kepala yang tadi ditotok kepulkan asap berwarna merah, 

biru dan hijau. Satu dorongan yang kuat menerpa ke arah 

Bunga membuat tubuh gadis ini bergetar hebat. 

Ratu istri penulis  yang sejak tadi diam memperhatikan kini 

tidak mau tinggal diam. Dia kerahkan tenaga dalam dan 

hawa sakti pada dua tangannya lalu dengan cepat ditem–

pelkan ke punggung Bunga. Dorongan kuat yang menye–

rang Bunga terpental, membuat jebol dinding gubuk di sisi 

kiri ranjang di mana bobo  terbaring. Asap merah, biru dan 

hijau sirna. Dalam mata yang masih terpicing Bunga meli–

hat sebuah benda kecil putih kekuningan berputar-putar di 

dalam gubuk lalu melesat menembus atap. 

“Bunga tanjung. Aneh...” Bunga berkata perlahan lalu 

buka kedua matanya. Dia mengucapkan terima kasih pada 

Ratu istri penulis  yang telah memberi tambahan kekuatan 

untuk bertahan bahkan memusnahkan kekuatan gaib yang 

menyerangnya. 

“Apa yang terjadi?” tanya Ratu istri penulis  setengah 

berbisik. 

“Ada kekuatan aneh menguasai diri bobo . Kekuatan itu 

 

berusaha menggagalkan niatku menolongnya. Untung ber–

kat pertolonganmu untuk sementara kita berhasil mengusir 

kekuatan gaib itu. bobo  juga mengalami kelainan di dalam 

tubuhnya. Darahnya mengalir terbalik. Itu yang menyebab–

kan sekujur tubuhnya dingin. Aku coba menghentikan 

keanehan ini dengan menotokkan tujuh bunga kenanga. 

Tapi aliran darahnya tetap terbalik. Totokan hanya meno–

long membuat dia sadar satu hari lebih cepat.” Bunga 

berhenti bicara. Lalu dia bertanya pada Ratu istri penulis . 

“Sahabatku, apakah kau tidak merasakan sesuatu pada 

tubuhmu?” 

“Apa...? Astaga!” Ratu istri penulis  baru sadar kalau cermin 

sakti yang ada di balik pakaiannya bergetar dan menge–

luarkan hawa panas. 

“Cermin saktimu! Lihat cermin saktimu!” 

Ratu istri penulis  segera keluarkan cermin bulat dari balik 

bajunya. Ketika memperhatikan ke dalam cermin, dia 

melihat sosok seorang lelaki berselempang kain putih, 

berjanggut dan berambut putih. Orang ini sama sekali tidak 

memiliki wajah. Licin polos! 

“Manusia tanpa wajah!” ucap Ratu istri penulis . 

Bunga menarik tangan Ratu istri penulis , coba melihat ke 

dalam cermin lalu gadis alam roh ini berteriak, “Dia ada di 

atas atap!” 

Sambil melesat ke atas Bunga lepaskan pukulan Roh 

Membelah Langit. Selarik angin dahsyat disertai sambaran 

sinar putih berkiblat. Atap gubuk hancur berantakan. Di 

luar sana terdengar suara dentuman keras. Lalu ada kila–

tan tiga cahaya terang sekali. Merah, biru dan hijau. Bunga 

melesat keluar gubuk lewat atap yang hancur. Ratu istri penulis  

menyusul. Di atas atap kedua gadis ini memandang berke–

liling, lalu melayang turun ke tanah. Sosok makhluk tanpa 

wajah yang tadi jelas terlihat di cermin tidak mereka temui. 

Ratu istri penulis  melihat sebuah benda kecil putih keku–

ningan di tanah. Dia mendekati dan membungkuk hendak 

mengambil. Namun tarik tangannya ketika terdengar 

Bunga berteriak. 

 

“Jangan sentuh!” 

Ratu istri penulis  merasa tangannya yang tadi dijulurkan 

seperti disengat hawa panas. 

“Itu bunga tanjung yang aku lihat waktu memejamkan 

mata” Berkata Bunga. Lalu gadis alam roh ini jentikkan jari 

telunjuknya ke arah bunga tanjung di tanah. Kejap itu juga 

bunga tanjung hancur dengan memancarkan cahaya 

merah, biru dan hijau. 

“Sahabatku Ratu istri penulis ,” berkata Bunga. “Tidakkah 

kau melihat keanehan?” 

Ratu istri penulis  mengangguk. 

“Bunga tanjung biasa tidak akan memancarkan tiga 

cahaya berwarna seperti itu. Benar katamu. Ada satu 

kekuatan yang berusaha menghalangi maksud kita meno–

long Pendekar 10000 an .” 

“Sahabat, aku ingin berada lebih lama di tempat ini. 

Ingin sekali melanjutkan menolong bobo . Tapi waktuku di 

dunia luar sangat terbatas. Aku harus segera pergi. Aku 

titip bobo  padamu. Jaga dia baik-baik. Selidiki asal muasal 

sakit aneh yang dideritanya. Aku tahu kau akan mampu 

menolongnya. Beritahu kakek pemilik gubuk kalau aku 

minta maaf telah merusak tempat kediamannya...” 

“Tak usah khawatir. Tidak jauh dari sini ada satu 

bangunan kosong. Dekat aliran Kali Progo juga. Aku akan 

meminta mereka pindah dan membawa bobo  ke sana.” 

Bunga memberikan sekuntum kembang kenanga 

kuning pada Ratu istri penulis . “Simpanlah. Jika sewaktu-waktu 

kau membutuhkan diriku cium kembang ini dan sebut 

namaku. Aku akan muncul” 

Habis menyerahkan kembang kenanga dan keluarkan 

ucapan Bunga berkelebat. Gadis alam roh ini lenyap dari 

hadapan Ratu istri penulis . 

Saat itu Ki Tambakpati dan Setan Ngompol sudah 

berada di luar gubuk. 

“Apa yang terjadi? Mana Bunga?” tanya Setan Ngompol. 

“Dia sudah pergi. Kek, ada sebuah bangunan kosong 

tak jauh dari sini. Kurasa lebih baik kita memindahkan 

 

bobo  ke sana. Namun sebelumnya aku ingin bertanya 

bagaimana kejadiannya sampai bobo  mengidap penyakit 

aneh itu...” 

“Aku yang pertama kali menemukannya tergeletak di 

halaman candi di atas sebuah bukit. Aku mendapat 

petunjuk dalam mimpi. Aku bicara dengan Sinto Gendeng, 

guru bobo ...” Lalu Ki Tambakpati menuturkan bagaimana 

dan di mana dia menemui Pendekar 10000 an  di bawah hujan 

lebat beberapa hari lalu. 

Setelah mendengar penuturan Ki Tambakpati, Ratu 

istri penulis  bertanya. “Kek, menurut ceritamu kau menemukan 

sebuah suling perak tak jauh dari tempat bobo  tergeletak di 

halaman candi. Boleh aku melihat suling itu?” 

Ki Tambakpati masuk ke dalam gubuk. Waktu keluar 

dia membawa sebuah suling perak yang berkilat-kilat ter–

kena sinar matahari. Suling diberikan pada Ratu istri penulis . 

Gadis bermata biru ini memperhatikan dengan seksama 

sambil berpikir-pikir. Kemudian dia berkata. 

“Kalau aku tidak salah menduga, suling ini pernah 

menjadi milik paderi perempuan dari negeri Cina. Paderi itu 

bernama Loan Nio. Sebelum kembali ke negerinya dia 

menyerahkan suling pada seorang nenek rambut kelabu, 

makhluk jejadian kembaran ke tiga Eyang Sepuh Kembar 

Tilu...” 

“Bagaimana kau bisa tahu hal itu, Ratu istri penulis ?” tanya 

Setan Ngompol. 

“Aku menyaksikan sendiri kejadian itu” jawab Ratu 

istri penulis  seraya mengembalikan suling perak pada Ki Tam–

bakpati. “Kalau suling itu ditemukan dekat bobo  tergeletak 

pingsan mungkin sekali makhluk jejadian itu juga ada di 

sana. Lalu ke mana perginya nenek itu?” 

“Kau mencurigai dia yang mencelakai bobo ?” tanya 

Setan Ngompol. 

Ratu istri penulis  menggeleng. “Dia berhutang budi pada 

bobo . Makhluk jejadian tidak seperti manusia. Dia tak 

mungkin akan membalas budi orang dengan kejahatan. 

Tapi siapa tahu, keadaan bisa saja membuat makhluk itu 

 

berubah. Kita harus mencari nenek itu untuk ditanyai. Tapi 

menolong bobo  adalah hal paling pertama harus kita 

lakukan. Sahabat kita Bunga menerangkan apa yang 

dialami bobo . Tadi waktu berada di sini, aku sempat men–

dengar pembicaraan kakek berdua...” 

“Syukur kalau kau sudah tahu nasib buruk yang diderita 

pemuda