Selasa, 11 Februari 2025

bobo sedih 2



  itu. Kita hanya memohon pada Gusti Allah dan 

berusaha menyelamatkannya dari penyakit yang menyeng–

sarakan seumur hidup itu. Tadi kami membicarakan Kitab 

Seribu Pengobatan. Mungkin ada petunjuk penyembuhan 

dalam kitab itu.” 

“Setahuku kitab itu pernah hilang kemudian ditemukan 

kembali. Terakhir dicuri oleh paderi dari Cina itu. Namun 

dia sudah mengembalikan pada bobo .” Menjelaskan Ratu 

istri penulis . 

“Justru kami tidak menemukan kitab itu padanya” Kata 

Ki Tambakpati pula. “Aku berharap kitab itu tidak lenyap 

lagi untuk ke sekian kalinya.” 

“Sementara hari masih pagi, matahari belum bersinar 

terik, sebaiknya kita membawa bobo  ke bangunan kosong 

itu.” Berkata Ratu istri penulis . 

Ketika orang-orang itu sampai di bangunan yang dika–

takan Ratu istri penulis  ternyata bangunan itu sebuah rumah 

panggung berkolong rendah. Seharusnya keadaan bangu–

nan serba kotor, paling tidak penuh debu dan sarang laba-

laba karena sekian lama tidak pernah ditinggali. Namun 

anehnya ketika mereka sampai di depan tangga mereka 

dapatkan keadaan bangunan sangat bersih. Lantai kayu 

licin berkilat, begitu juga dinding dan langit-langit. Di dalam 

sebuah kamar terdapat satu ranjang bambu rendah ber–

alaskan tikar yang walaupun sudah robek-robek tapi 

bersih. Di salah satu sudut kamar terdapat sebuah gentong 

lumayan besar. Ketika diperiksa ternyata berisi air jernih 

dan sejuk. Di dinding dekat gentong air ini tergantung 

sebuah gayung terbuat dari batok kelapa. Ki Tambakpati 

dan Setan Ngompol dengan bantuan Ratu istri penulis  mem–

baringkan Pendekar 10000 an  di atas ranjang bambu. 

 

Sambil memandang berkeliling, lalu berdiri membela–

kangi jendela yang terbuka Ratu istri penulis  berkata, “Aneh, 

siapa yang membersihkan bangunan ini? Siapa yang 

mengisi tempayan dengan air bersih?” 

Tiba-tiba ada suara perempuan menyahuti ucapan Ratu 

istri penulis . 

“Para sahabat bertiga, saat ini hanya itu bantuan yang 

bisa aku berikan.” 

Tiga orang yang ada di dalam rumah sama-sama 

terkejut karena tidak menyangka ada orang lain di rumah 

panggung itu. Namun ketika melihat siapa yang muncul 

Setan Ngompol unjukkan air muka gembira. 

Ki Tambakpati karena tidak mengenal hanya tegak 

memperhatikan sambil dalam hati bertanya-tanya. Semen–

tara Ratu istri penulis  yang memang mengenal siapa adanya 

orang dan tidak menyangka kehadirannya di tempat itu 

berusaha menyembunyikan perasaan terkejutnya. 

 

bobo  SABLENG 

INSAN TANPA WAJAH 

 

5

 

 

 

ETAN Ngompol datang menghampiri seraya berkata. 

“Sahabatku gadis dari negeri seribu duaratus tahun 

silam, aku gembira melihatmu. Bagaimana kau bisa 

berada di sini. Kaukah yang membersihkan bangunan ini?” 

Gadis yang disapa si kakek ternyata adalah Luhmintari, 

gadis dari Latanahsilam yang kini dipanggil penulis gay , nama 

pemberian Pendekar 10000 an  bobo  Sableng. 

penulis gay  yang mengenakan pakaian biru, rambut hitam 

digulung di atas kepala, menjura memberi penghormatan 

pada tiga orang itu, lalu menjawab pertanyaan Setan 

Ngompol, “Kek, sebelum ke sini aku datang ke rumah di 

pinggir Kali Progo. Ketika mendengar kakek bertiga akan 

mempergunakan bangunan ini, aku buru-buru ke sini 

menyiapkannya. Maaf kalau aku bertindak lancang 

mendahului.” 

“Siapa yang bilang kau lancang! Perbuatanmu sangat 

terpuji dan sangat menolong. Daripada aku yang menyapu 

membersihkan rumah ini, bisa terkencing-kencing. 

Lantainya bukan jadi bersih malah tambah kotor bau 

pesing! Ha... ha... ha!” 

Semua orang tertawa geli mendengar ucapan Setan 

Ngompol itu. 

penulis gay  berpaling pada Ratu istri penulis  membungkuk 

memberi penghormatan lalu berkata, “Sahabat, waktu kau 

menyelamatkan diriku di atas atap Gedung Kadipaten dari 

tangan jahat Raja Racun Bumi Langit aku belum sempat 

mengucapkan terima kasih. Saat ini aku...” 

Ratu istri penulis  tersenyum. “Tak usah memakai peradatan 

segala. Antara sesama sahabat bukankah wajar-wajar saja 

saling menolong?” 

 

“Walau begitu aku tetap ingin menyampaikan rasa 

terima kasihku. Aku bukan cuma berhutang budi, tapi juga 

berhutang nyawa padamu.” Kata penulis gay  pula. 

Sementara dua gadis itu bicara diam-diam Ki Tambak–

pati memperhatikan dan menimbang-nimbang. Mana yang 

lebih cantik di antara mereka. penulis gay  tinggi semampai 

memiliki wajah anggun sedap dipandang. Sementara Ratu 

istri penulis  memiliki sepasang mata biru penuh pesona ditam–

bah bentuk tubuh yang indah. Dia juga ingat pada gadis 

cantik berambut pirang Bidadari Angin Timur yang sebe–

lumnya muncul di gubuk di Kali Progo. Dalam hati kakek ini 

berkata. “Aku menyirap kabar tiga gadis itu ditambah gadis 

berwajah pucat bertubuh samar, mereka semua mencintai 

bobo . Yang mana kelak yang bakal mendapatkan pendekar 

itu? Apakah tidak akan terjadi saling bentrok di antara 

mereka?” 

“Ada hal yang lebih penting,” kata Ratu istri penulis  

“Sahabat kita Pendekar 10000 an  tengah menderita sakit parah. 

Kita harus menolongnya...” 

Tiba-tiba Setan Ngompol ingat sesuatu. “penulis gay , 

setahuku kau telah meredam seluruh isi Kitab Seribu 

Pengobatan. Mungkin kau bisa melakukan sesuatu? Men–

cari petunjuk untuk menyembuhkan bobo .” 

“Aku akan mencoba, Kek. Mudah-mudahan Gusti Allah 

menolong kita semua. Namun kalau Kakek bisa menceri–

takan, aku ingin lebih dulu mengetahui bagaimana asal 

mula kejadiannya, apa yang diderita bobo . Lalu tindakan 

apa saja yang telah dilakukan dalam usaha menyembuh–

kannya.” 

Setan Ngompol meminta Ki Tampakpati memberi 

penjelasan. Kakek ahli pengobatan ini lalu menceritakan 

bagaimana pertama kali dia menemui bobo  termasuk 

kemunculan Damar Sarka dan Surah Sentono. Kakek ini 

juga memberi tahu apa yang dialami bobo  lalu apa yang 

telah dilakukannya walau tidak banyak menolong. Setan 

Ngompol kemudian menambahkan apa yang terjadi 

sewaktu Bunga berusaha mengobati sang pendekar. 

 

Diantar ke tiga orang itu penulis gay  kemudian masuk ke 

dalam kamar di mana bobo  terbaring di atas ranjang 

bambu. 

penulis gay  memperhatikan sosok bobo  sejenak. Lalu 

mulutnya berucap perlahan, “Ada duabelas bekas totokan 

di tubuh bobo . Ada orang yang telah berusaha menolongnya 

sebelum gadis bernama Bunga menotok tujuh kali dengan 

kembang kenanga.” 

Gadis dari negeri 1200 tahun silam ini kemudian 

letakkan telapak tangan kirinya di atas kening Pendekar 

10000 an . Terasa sangat dingin. Gadis ini lalu berpaling pada Ki 

Tambakpati. “Kek, turut penjelasanmu serta keterangan 

yang diberikan Bunga agaknya bobo  bukan hanya mende–

rita satu penyakit. Pintu pertama yang harus dilalui untuk 

mengobati semua penyakitnya adalah terlebih dulu mem–

perbaiki jalan darahnya yang terbalik. Sahabat bertiga, aku 

akan mulai. Bantulah dengan doa.” 

penulis gay  pejamkan mata. Tangan kiri yang menyentuh 

kening bobo  perlahan-lahan dialiri hawa sakti. Ketika hawa 

sakti ini bersentuhan dengan kening bobo , di luar rumah 

terdengar letusan aneh seperti petir menyambar. Rumah 

panggung bergetar. penulis gay  seperti disengat api. Gadis 

alam gaib ini lipat gandakan tenaga dalam. Mulut menge–

rang menahan sakit. Tiga cahaya merah, biru dan hijau 

muncul dalam ruangan. 

Ratu istri penulis  berteriak keras lalu melesat ke luar rumah 

sambil tarik cermin sakti dari balik baju. Di udara dia meli–

hat jelas satu bayangan putih berkelebat ke arah pohon 

besar. Cermin sakti diputar. Selarik sinar putih menderu 

keluar dari dalam cermin. Pohon besar yang dilanda sinar 

putih langsung dikobari api. Namun bayangan putih lenyap 

dari pemandangan. 

“Manusia tanpa wajah! Pasti dia! Aku mengenali 

pakaiannya. Makhluk itu memiliki kesaktian sangat tinggi. 

Dia sepertinya berusaha menghalangi pengobatan atas diri 

bobo .” 

Ratu istri penulis  mengawasi keadaan sekeliling, la1u 

 

cepat-cepat masuk kembali ke dalam rumah. Masuk ke 

dalam ruangan didapatnya bobo  masih terbaring seperti 

tadi. penulis gay  masih berdiri di samping ranjang. Tangan 

tetap menempel di kening bobo  namun keadaan gadis dari 

alam 1200 tahun silam ini mengenaskan. Dua mata yang 

terpejam tampak membengkak. Sebagian pakaian birunya 

hangus. Wajah sebelah kiri merah melepuh. Rambut yang 

sebelumnya digulung di atas kepala kini tergerai kusut riap-

riapan. Di sela bibir tampak lelehan darah. 

“penulis gay , kau terluka di dalam!” teriak Ratu istri penulis  

lalu cepat merangkul gadis itu. 

“Sahabat, tak usah khawatir. Aku masih dapat mengu–

asai diri. Aku tahu siapa yang barusan menyerang. Makhluk 

yang kau lihat dalam cermin. Dia berusaha menghalangi 

apa yang hendak kita takukan. Yang penting serangan gaib 

tadi tidak sampai mencelakai bobo . Sekarang aku akan 

berusaha menyembuhkan kelainan darah di tubuh bobo . 

Mudah-mudahan aku menemukan petunjuk dalam Kitab 

Seribu Pengobatan.” 

Ketika penulis gay  hentikan ucapannya, keadaan di dalam 

ruangan itu sehening di pekuburan. Ki Tambakpati tampak 

pucat. Setan Ngompol bersandar ke dinding sambil pega–

ngi bagian bawah perut. 

Cukup lama kesunyian mencekam, kemudian penulis gay  

berucap, “Kitab Seribu Pengobatan... Halaman tujuhpuluh 

dua. Pengobatan ke tigaratus satu. Barang siapa menderita 

kelainan darah yang biasanya disertai gangguan aliran 

darah maka penyembuhannya terdiri dari lima tahap. 

Pertama, memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa 

Maha Penyembuh agar orang yang sakit disembuhkan dari 

penderitaannya. Kedua, si sakit diminumkan tujuh cangkir 

air tumbukan jahe hangat setiap hari selama tiga hari. 

Ketiga, jika aliran darahnya terganggu, si sakit harus diurut 

pembuluh darah utamanya ke arah berlawanan dari aliran 

darah yang ada mulai dari saat matahari terbit sampai 

matahari tenggelam. Untuk mengurut harus dipergunakan 

madu lebah yang dihangatkan. Keempat, si sakit harus 

 

diapungkan di atas sungai mulai dari matahari terbit 

sampai siang hari dengan kepala menghadap ke arah 

datangnya arus sungai dari hulu. Kelima, tepat pada saat 

matahari mencapai titik tertinggi, tusuk sepuluh ujung jari 

tangan dan ujung jari kaki dengan benda apa saja yang 

runcing dan tajam. Bila darah yang keluar kembali ke asal 

merah dan segar maka dengan kehendak serta Ridho 

Tuhan Yang Maha Kuasa Maha Penyembuh si sakit akan 

terhapus dari deritanya.” 

Ketika penulis gay  tarik tangannya yang memegang 

kening bobo , Ki Tambakpati mendekati dan bertanya 

setengah berbisik, “Petunjuk yang kau dapat adalah untuk 

mengobati jalan darahnya yang terbalik. Bagaimana 

dengan penyembuhan itunya. Maksudku kemampuannya 

sebagai laki-laki...” 

penulis gay  tak segera menjawab. Sewaktu mendengar 

cerita Ki Tambakpati sebelumnya mengenai penyakit yang 

diidap bobo  bahwa pemuda itu akan mengalami kelum–

puhan kejantanan selama-lamanya sebenarnya hatinya 

merasa perih dan sangat terpukul. Dalam hati dia mem–

batin, siapa yang punya dendam terhadap bobo  hingga 

memperlakukannya demikian kejam? Makhluk tanpa 

wajah yang dilihatnya dalam cermin? 

“Kek,” akhirnya penulis gay  berkata. “Kita baru berusaha 

membuka pintu kesembuhan. Jika kita berhasil mengobati 

kelainan jalan darah bobo , mudah-mudahan kita bisa 

menyembuhkan penyakitnya yang lain. Jangan lupa, bobo  

harus sadar lebih dulu. Kalau tidak bagaimana dia bisa 

meneguk air jahe. Jika bobo  siuman kita perlu meminta 

keterangan apa yang terjadi dengan dirinya. Baru nanti kita 

bisa menentukan mau berbuat apa. Aku selalu siap untuk 

mencari petunjuk dalam Kitab Seribu Pengobatan. Seka–

rang baiknya kita sama-sama berdoa untuk kesembuhan 

bobo . Setelah itu masing-masing kita menyiapkan segala 

sesuatu yang akan dipergunakan untuk alat penyem–

buhan.” 

“Aku akan mencari madu lebah,” berkata Setan 

 

Ngompol. 

“Aku akan mencari jahe. Nanti biar aku juga yang akan 

mengurut tubuh pendekar itu.” Berucap Ki Tambakpati. 

penulis gay  dan Ratu istri penulis  sama-sama tersenyum. 

penulis gay  lalu memberi tanda agar semua orang siap untuk 

sama-sama memanjatkan doa. Selesai berdoa Ki Tambak–

pati tinggalkan rumah panggung untuk mencari jahe 

sedang Setan Ngompol pergi ke hutan mencari madu 

lebah. 

Setelah dua kakek itu pergi, Ratu istri penulis  bertanya 

pada penulis gay . “Sahabat, kau merasa baik-baik saja?” 

“Tadi aku memang terluka di dalam. Untung aku bisa 

bertahan. Mudah-mudahan sekarang aku tak kurang suatu 

apa. Kau tentu dapat menduga, sakitnya bobo  bukan sakit 

sembarangan. Ada kekuatan dari alam gaib yang berusaha 

mencegah penyembuhan dan membuat keadaan jadi lebih 

buruk.” 

“Manusia tanpa wajah yang kita lihat dalam cermin. 

Siapa dia?” ucap Ratu istri penulis . 

“Sulit diketahui siapa adanya makhluk itu. Apa sebe–

narnya kepentingannya. Makhluk itu mengandalkan ilmu 

kesaktian yang memancarkan tiga warna merah, biru dan 

hijau. Itu yang dipakainya waktu menyerangku.” Kata 

penulis gay  pula. 

“Sahabat, luka dalammu mungkin benar sudah 

sembuh. Tapi apa kau menyadari ada bagian yang terbakar 

pada wajahmu sebelah kiri...” 

“Aku memang merasa sedikit perih. Aku tidak tahu 

seberapa parahnya.” 

Ratu istri penulis  keluarkan cermin bulat lalu diserahkan 

pada penulis gay . Gadis dari negeri 1200 tahun silam ini 

dekatkan mukanya ke cermin. Ketika melihat wajahnya 

dalam cermin, langsung dia terpekik. Kening kiri, pipi 

sampai ke dagu kiri kelihatan merah kehitaman. Sebagian 

kulit wajahnya ada yang mengelupas. 

“Lukamu akan sembuh. Pasti ada obat untuk menyem–

buhkan” Ratu istri penulis  berusaha membujuk sambil meng–

 

elus punggung penulis gay . “Coba kau lihat petunjuk dalam 

Kitab Seribu Pengobatan. Pasti kau akan menemukan obat 

dan cara penyembuhannya.” 

“Akan kucoba...” kata penulis gay  lalu pejamkan mata. 

Setelah cukup lama merenung, sambil menarik nafas 

dalam gadis ini buka kedua matanya. Perlahan-lahan 

kepala digelengkan. “Aku tidak menemukan obat dan cara 

penyembuhan...” 

“Mustahil. Ada seribu macam pengobatan dalam kitab 

itu” ujar Ratu istri penulis . 

“Semua menyangkut penyakit. Bukan untuk kecan–

tikan.” Jawab penulis gay  dengan suara lirih. 

“Aku tidak yakin. Kalau saja kita bisa mendapatkan 

kitab yang asli, mungkin ada yang tidak terserap dalam 

benakmu...” 

“Aku sudah menguasai seluruh isi kitab itu. Kitab Seribu 

Pengobatan bukan untuk menyembuhkan dan membuat 

kecantikan. Aku akan cacat seumur hidup. Mungkin aku 

harus kembali ke alamku dan tidak pernah muncul lagi di 

muka bumi ini untuk selama-lamanya...” penulis gay  berucap 

perlahan. Seperlahan ucapannya seperlahan itu pula air 

mata menetes ke wajahnya yang kini cacat. 

“Aku tetap tidak yakin. Kau bukan mencari atau 

membuat kecantikan. Kau mengobati dirimu yang terluka. 

Kalau kau mampu menyembuhkan luka parah yang dialami 

bobo  sewaktu dihantam pukulan Pangeran Muda dari 

Keraton Kaliningrat, kalau kau mampu menyembuhkan 

bobo  dari patukan ular gaib Walang Gambir alias Kobra 

Biru, masakan kau tidak mampu mengobati luka luar 

dirimu sendiri?” 

“Luka yang aku alami bukan luka biasa. Ada kekuatan 

gaib sangat dahsyat yang melakukannya.” 

“Sahabat, aku tahu hatimu sedang tergoncang. Kita 

semua dalam bingung dan susah. Tapi cobalah sekali lagi. 

Aku yakin kau akan mendapat petunjuk dari Kitab Seribu 

Pengobatan yang sudah kau ingat dalam benakmu itu...” 

“Kalau begitu baiklah. Akan kucoba sekali lagi.” 

 

Kali ini penulis gay  pejamkan kedua matanya, pikiran 

benar-benar dipusatkan. Tak lama kemudian mulutnya 

berucap. 

“Kitab Seribu Pengobatan. Halaman...” Ucapan 

penulis gay  terputus. “Ada yang tidak beres! Aku melihat 

kabut hitam. Pikiranku gelap, pemandanganku terhalang. 

Ada makhluk jahat...” 

Tiba-tiba meledak tawa cekikikan di tempat itu. Disusul 

ucapan nyaring perempuan. 

“Kau tidak akan mampu mengobati lukamu. Kau akan 

cacat seumur hidup! Tidak ada lelaki yang mau padamu. 

Termasuk Pendekar 10000 an ! Hik... hik... hik!” 

“Siapa?!” Bentak Ratu istri penulis . Dia merasa ada angin 

berkelebat ke arah serambi rumah panggung. Ratu istri penulis  

mengejar. Sepasang matanya yang biru memancarkan 

sinar terang. Lalu wuut... wuut! Dua larik sinar biru melesat 

ke udara. Itulah ilmu kesaktian yang disebut Inti Biru Laut 

Selatan. Di udara terdengar satu letupan keras disertai 

kiblatan cahaya ungu terang. Lalu menyusul suara pekikan 

perempuan. 

“Kau berhasil menghajarnya. Mudah-mudahan dia 

kapok menggangguku,” ucap penulis gay  yang ikut mengejar 

dan kini berdiri di halaman rumah panggung di samping 

Ratu istri penulis . 

“Lagi-lagi makhluk gaib. Kau tahu siapa atau makhluk 

apa?” 

“Makhluk perempuan dari negeriku. Aku pernah 

bertarung dan menghajamya. Tapi dia tak pernah jera. 

Kurasa tadi kau telah melukainya. Biar kapok!” 

Dalam hati Ratu istri penulis  berkata. “Kalau makhluk gaib 

perempuan itu berasal dari alam yang sama dengannya. 

Kalau makhluk itu menyumpahinya tidak ada laki-laki yang 

mau padanya termasuk bobo , berarti makhluk itu sebenar–

nya ingin memiliki bobo . Apakah dia yang telah mencelakai 

bobo ?” 

“Ratu, kau tengah memikirkan apa?” bertanya penulis gay  

ketika dilihatnya Ratu istri penulis  tegak terdiam. 

 

“Ah...” Ratu istri penulis  tersenyum. “Sahabat, sebaiknya 

kita masuk kembali ke dalam rumah. Kau coba lagi men–

dapatkan petunjuk dari Kitab Seribu Pengobatan. Kali ini 

kau pasti berhasil.” 

“Tak usah di dalam rumah. Di sini pun bisa kulakukan” 

jawab penulis gay . Lalu gadis alam 1200 tahun silam ini 

pejamkan mata. Sesaat kemudian dia berseru. “Ratu! Aku 

berhasil! Aku akan membaca dan mengucapkannya! Kitab 

Seribu Pengobatan, halaman empatpuluh sembilan, 

pengobatan ke duaratus dua. Barang siapa yang terluka 

kulit sampai dagingnya akibat penyakit atau api atau 

benda panas lainnya, yang berasal dari alam nyata maupun 

alam gaib maka penyembuhannya adalah sebagai berikut. 

Pertama, memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa 

Maha Penyembuh agar si sakit disembuhkan dari sakit dan 

penderitaannya. Kedua, siapkan satu kendi susu sapi. 

Campur sedikit dengan tanah merah karena manusia 

berasal dari tanah dan tubuhnya mengandung unsur tanah. 

Ketiga, letakkan kendi berisi susu bercampur tanah di 

tempat ketinggian, jangan ditutup, embunkan di udara ter–

buka mulai saat malam tiba sampai fajar menyingsing. Di 

pagi yang sama menghadaplah ke arah matahari tengge–

lam. Keempat, siramkan air susu dalam kendi ke bagian 

yang cidera sambil melafatkan kata-kata: Manusia berasal 

dari tanah. Tanah pula yang akan menjadi pengobat. 

Manusia memulai hidup dengan air susu. Air susu pula 

yang akan menjadi pengobat. Tuhan Maha Kuasa Maha 

Penyembuh... Jika semua sudah dilakukan mudah-muda–

han Yang Maha Kuasa akan menyembuhkan si sakit.” 

penulis gay  membuka kedua matanya. Wajahnya yang 

cacat tampak agak berseri. 

“Aku berhasil. Terima kasih kau telah meyakinkan 

diriku...” 

“Kau akan mencari susu sapi?” 

penulis gay  menggeleng. “Akan kulakukan kalau bobo  

sudah berhasil kita sembuhkan...” 

“Kalau begitu biar aku yang mencarikan untukmu.” 

 

penulis gay  pegang lengan Ratu istri penulis . “Terima kasih 

kau mau berbuat baik. Tapi jangan. Tidak seorang pun dari 

kita yang boleh meninggalkan tempat ini sebelum bobo  

sembuh.” 

Ratu istri penulis  akhirnya mengangguk perlahan. Dalam 

hati dia membatin, “Kecintaannya terhadap pemuda itu 

sungguh luar biasa. Dia rela menanggung cacat, asal bobo  

bisa disembuhkan. Apakah kecintaannya melebihi kecinta–

anku?” 

Menjelang sang surya tenggelam Ki Tambakpati muncul 

kembali bertelanjang dada, membawa setumpuk jahe yang 

dibungkus dalam jubah hijaunya. 

“Mana kakek tukang ngompol itu. Kukira dia sampai 

duluan,” kata Ki Tambakpati sambil letakkan tumpukan 

jahe di tangga rumah. 

Tiba-tiba terdengar suara orang berlari sambil meng–

aduh-aduh panjang pendek tiada henti. 

“Hai! Itu suara kakek Setan Ngompol.” ujar Ratu 

istri penulis . 

Tak lama kemudian kakek kepala setengah sulah ber–

kuping lebar itu muncul berlari-lari. Tangan kanan 

menenteng dua buah kelapa hijau. Tangan kiri menekapi 

bawah perut yang kelihatan aneh melembung. 

“Katanya mencari madu lebah ke hutan. Pulang malah 

membawa dua butir kelapa. Aneh sobatku satu ini!” Ucap 

Ki Tambakpati. 

Sampai di depan rumah panggung Setan Ngompol 

jatuhkan diri. Dua buah kelapa diletakkan di tanah. Dia lalu 

telentangkan badan di tanah sambil dua kaki mencak-

mencak kian kemari sementara dari mulutnya terus saja 

teriakan, “Aduh... aduh... aduh!” 

“Kek, ada apa ini?” bertanya Ratu istri penulis . 

“Kek, apa yang terjadi?” penulis gay  ikut bertanya. 

“Hai! Kenapa celanamu gembung seperti ditiup angin!” 

Bertanya Ki Tambakpati. 

“Lebah sialan!” teriak Setan Ngompol “Aku bukan ditiup 

angin. Tapi ditiup lebah keparat!” 

 

“Tenang, Kek. Ceritakan apa yang terjadi” kata 

penulis gay  pula. 

“Lebah sialan! Lebah keparat! Aku disengat ratusan 

lebah waktu mengambil madunya di hutan!” 

“Pasti kau tidak kulo nuwun (minta ijin) dulu!” kata Ki 

Tambakpati. 

“Kulo nuwun, kulo nuwun! Memangnya lebah ngerti 

bahasa manusia!” gerutu Setan Ngompol. “Lihat anuku! 

Melembung bengkak seperti semangka mau pecah!” Setan 

Ngompol enak saja hendak rorotkan celananya yang basah 

lepek oleh air kencing. 

“Hai! Tahan! Tunggu dulu! Jangan main buka samba–

rangan. Ada gadis di sini! Mending anumu bagus! Ha... ha... 

ha!” Ki Tambakpati tertawa gelak-gelak. 

“Sudah Kek. Nyebur ke kali sana! Biar adem! Biar cepat 

kempes anunya!” kata Ratu istri penulis  kasihan ada geli juga 

ada. 

“Yang penting kau dapatkan madunya apa tidak?” Ki 

Tambakpati bertanya sambil pegangi perut menahan tawa. 

“Itu sudah kumasukkan dalam buah kelapa!” jawab 

Setan Ngompol lalu sambil kucurkan air kencing dia ber–

gulingan di tanah, menggelinding masuk Kali Progo. 

“Pegangan Kek! Kalau kau hanyut kami juga yang 

susah!” berseru penulis gay . 

Tiba-tiba dari dalam rumah panggung terdengar jeritan-

jeritan keras. Empat orang yang ada di halaman rumah 

tersentak. 

“bobo !” Ratu istri penulis  dan penulis gay  berseru hampir 

berbarengan. 

Setan Ngompol yang baru saja sebentar berendam di 

dalam kali, mendengar jeritan bobo  segera melompat 

keluar dari dalam air. Dia seperti melupakan rasa sakit 

bekas sengatan lebah. Terbeser-beser dia menghampiri Ki 

Tambakpati. 

“Apa yang dikatakan Bunga gadis alam roh itu benar 

adanya. bobo  sadar satu hari lebih cepat. Tapi mengapa 

menjerit-jerit?” 

 

“Dia sadar dalam keadaan jalan darah yang masih 

terbalik. Sakitnya lebih hebat dari sundutan bara api!” 

jawab Ki Tambakpati. 

Lalu dua kakek ini berkelebat menyusul dua gadis 

masuk ke dalam rumah. 

 

bobo  SABLENG 

INSAN TANPA WAJAH 

 

6

 

 

 

I ATAS ranjang bambu tubuh Pendekar 10000 an  bobo  

Sableng bergetar hebat, basah oleh keringat dan 

kepulkan asap tiga warna, merah, biru dan hijau. 

Mulutnya tiada henti berteriak. Matanya hanya bagian 

putih saja yang kelihatan. 

“Totok jalan suaranya. Kasihan kalau dia berteriak 

terus-terusan...” kata Ki Tambakpati. 

Ratu istri penulis  bertindak cepat. Sekali menotok urat 

besar di pangkal leher bobo  maka suara jeritan serta merta 

lenyap. Pancaran tiga cahaya perlahan-lahan meredup 

walau tidak hilang sama sekali. Begitu juga getaran yang 

menjalari sekujur tubuh masih berlangsung. 

“Dia menderita sakit luar biasa. Ketika pingsan dia 

tidak merasakan. Begitu sadar baru berteriak. Tapi dia 

belum sadar penuh. Baru mati rasanya yang sembuh.” Ki 

Tambakpati menjelaskan. “Kita harus mempercepat 

pengobatan. 

Semua orang kemudian sibuk. Jahe ditumbuk, madu 

untuk mengurut disiapkan. Ki Tambakpati dan Setan 

Ngompol membuat rakit kecil nanti untuk dipakai meng–

apungkan tubuh bobo  di dalam kali sebagaimana petunjuk 

Kitab Seribu Pengobatan yang dilafatkan penulis gay . 

Ketika jahe hangat selesai dibuat, cukup sulit untuk 

meminumkan karena walau setengah sadar namun boleh 

dikatakan murid Sinto Gendeng tidak punya tenaga keku–

atan sama sekali. Jangankan mengangkat tangan, untuk 

menelan air obat saja dia mengalami kesulitan. Sementara 

itu kedua matanya masih kelihatan memutih. penulis gay  dan 

Ratu istri penulis  dengan susah payah berhasil meminumkan 

obat jahe ke dalam mulut bobo . Setan Ngompol dan Ki 

 

Tambakpati berdua mengurut sekujur tubuh bobo  dengan 

madu. Keempat orang itu bekerja sampai jauh malam. 

Keesokan paginya Ratu istri penulis  meminta izin tiga kerabat 

untuk melepas totokan bobo . 

“Kita tidak mungkin menunggu sampai tiga hari seperti 

petunjuk kitab sakti. Aku tidak tega melihat tubuhnya terus 

menerus bergetar berkelojotan. Bagaimana kalau kita coba 

melepas jalan suaranya. Siapa tahu bobo  sembuh lebih 

cepat...” 

Ki Tambakpati agak bersangsi. Namun Setan Ngompol 

dan penulis gay  memberikan tanda persetujuan dengan ang–

gukan kepala. Maka Ratu istri penulis  segera menotok urat 

besar di pangkal leher Pendekar 10000 an . Begitu jalan suara–

nya terlepas dari mulut bobo  langsung melesat keluar suara 

teriakan. Ratu istri penulis  tersentak, cepat-cepat dia tutup 

kembali jalan suara Pendekar 10000 an  dengan menotok lagi 

urat besar di leher. 

“Dia masih berteriak tanda kesakitan. Tapi ada 

perubahan. Suara teriakannya tidak sekeras sebelumnya.” 

berucap Ki Tambakpati. 

“Kita harus melakukan sesuatu...” kata Ratu istri penulis  

sambil pejamkan mata. Tiba-tiba dia ingat pada Bunga. 

“Mungkin kita harus memanggil Bunga...” 

Seperti diketahui, sebelum pergi gadis berwajah pucat 

dari alam roh itu memberikan sekuntum kembang kenanga 

kuning pada Ratu istri penulis  disertai pesan. Jika sewaktu-

waktu dirinya dibutuhkan maka dengan mencium kembang 

kenanga serta menyebut namanya dia akan muncul. 

Sebenarnya penulis gay  merasa rikuh jika Bunga hadir di 

tempat itu. Hal ini karena dia mengetahui kalau Bunga 

lebih bersahabat terhadap Ratu istri penulis  daripada dirinya. 

Namun saat itu dia harus membuang jauh-jauh segala 

perasaan pribadi demi untuk menyelamatkan Pendekar 

10000 an  bobo  Sableng. 

Diperhatikan oleh ketiga orang di dalam ruangan Ratu 

istri penulis  keluarkan kembang kenanga dari balik baju kelabu 

lalu mencium kembang ini sambil berkata. “Bunga, kami 

 

memerlukan bantuanmu. Datanglah.” 

Begitu kata diucapkan dalam ruangan berpijar cahaya 

putih menyilaukan disertai menebarnya bau kembang 

kenanga. Di lain kejap Bunga si gadis alam roh telah 

berada di tempat itu dalam pakaian kebaya putih ber–

kancing besar dan celana panjang putih sebetis. 

“Para sahabat. Kesulitan kalian adalah kesulitanku 

juga. Mari kita sama-sama mencari jalan untuk dapat 

menolong bobo .” Gadis alam roh berucap. 

“Bunga, kau mampu membuat bobo  sadar lebih cepat? 

Kami sudah melakukan apa yang kami bisa. Namun kami 

harus menunggu selama dua hari lagi. Kami tidak tega 

melihat bobo  tersiksa selama itu. Apakah kau mampu 

mempercepat kesembuhan kelainan jalan darah yang 

dideritanya?” Tanya Ratu istri penulis . 

Bunga pandangi wajah dan sosok Pendekar 10000 an  

dengan mata sayu. Dengan suara perlahan dia berkata, 

“bobo  pernah menyabung nyawa ketika menyelamatkan 

diriku dari sekapan guci iblis. Sekarang dia dalam kesulitan 

besar. Bukankah ini saatnya membalas segala budi dan 

hutang nyawa?” (Baca serial bobo  Sableng berjudul ‘Si 

Cantik Dalam Guci’). 

Bunga berpaling pada Ratu istri penulis  dan penulis gay . Dari 

dalam genggaman tangannya gadis alam roh ini keluarkan 

tiga kuntum kembang kenanga yang masih segar. Satu 

diberikan pada Ratu istri penulis , satu pada penulis gay . 

“Kunyah dan telanlah kembang yang kuberikan.” Kata 

Bunga lalu dia masukkan kembang kenanga yang dipe–

gangnya ke dalam mulut, langsung dikunyah. Ratu istri penulis  

dan penulis gay  tanpa ragu melakukan hal yang sama. Bunga 

kemudian memegang tangan kedua gadis itu hingga 

tangan kanan mereka bertiga saling berjabatan. 

“Perhatikan apa yang aku lakukan,” berkata Bunga lalu 

letakkan tangan kiri di atas kening bobo  “Letakkan tangan–

mu di atas tanganku,” kata Bunga pada Ratu istri penulis  lalu 

pada penulis gay  dia berkata, “Letakkan tangan kirimu di 

atas tangan Ratu istri penulis .” 

 

Maka tiga tangan saling berjabatan, tiga lainnya 

bersusun diletakkan di atas kening Pendekar 10000 an . 

“Kalian berdua, jika aku mengedipkan mata cepat 

alirkan tenaga dalam penuh. Kita berusaha. Selebihnya 

Tuhan yang akan menolong!” Bunga menunggu sesaat. 

Lalu mulutnya berucap, “Gusti Allah Maha Pengasih Maha 

Penyayang. Kasih sayangMu terlimpah pada kami bertiga. 

Kekuatan kasih sayangMu lebih dahsyat dari kekuatan 

gelombang samudera. Kekuatan kasih sayangMu lebih 

dahsyat dari kekuatan sang surya. Kekuatan kasih 

sayangMu lebih hebat dari kekuatan topan prahara! 

Dengan izinMu ya Allah semua kekuatan dalam bungkus 

kasih sayangMu itu akan menghancurkan kejahatan, akan 

menyembuhkan penyakit. Kami bertiga yang rendah ini 

memohon ya Allah. Apa yang Engkau kehendaki terjadilah!” 

Habis keluarkan ucapan yang membuat tengkuk semua 

orang yang ada di tempat itu jadi merinding, Bunga 

kedipkan kedua matanya. Tiga tenaga dalam tingkat tinggi 

sama-sama dikerahkan. 

Blaarrr! Ledakan keras menggoncang rumah panggung. 

Muka tiga gadis cantik tampak pucat seolah tidak 

berdarah, terlebih Bunga. Ketiganya jatuh terkapar, tubuh 

bergetar dada mendenyut sakit. Di sela bibir Ratu istri penulis  

tampak ada lelehan darah pertanda gadis ini menderita 

luka dalam. 

Bunga serahkan sekuntum kembang kenanga pada 

Ratu istri penulis . “Cepat kunyah dan telan!” katanya. Ratu 

istri penulis  mengambil kembang kenanga, memasukkan ke 

dalam mulut lalu mengunyah dan menelan dengan cepat. 

Dadanya yang tadi mendenyut sakit, kepalanya yang tadi 

agak pening kini semua itu serta merta lenyap. Ratu 

istri penulis  maklum, sebagai dua orang dari alam lain, 

penulis gay  dan Bunga masih mampu bertahan terhadap 

serangan gaib tadi. Sementara dia walau bisa hidup di 

darat dan di laut, bagaimanapun juga dia tetap manusia 

biasa. 

Di luar rumah terdengar suara gelombang angin men–

 

deru. Daun-daun pepohonan berkesiuran. Ranting-ranting 

patah berjatuhan. Di dalam rumah panggung tiba-tiba 

berlangsung keanehan. Sosok Pendekar 10000 an  melayang 

naik setinggi satu jengkal, lalu ketika turun tagi ke ranjang 

bambu, dari telinga, mata dan hidungnya serta mulut 

meleleh darah kental berwama hitam! Cahaya merah, biru 

dan hijau masih membayangi tubuhnya. Semua orang 

tercekat kaget. Ratu istri penulis  seperti mau menangis. Pur–

nama pejamkan mata menahan isak. Hanya Bunga yang 

tetap tenang. Ketiganya kemudian mengeluarkan sehelai 

sapu tangan dari balik pakaian masing-masing lalu mem–

bersihkan darah dari wajah bobo . Tiga sapu tangan yang 

basah oleh darah hitam itu kemudian diletakkan di atas 

selembar papan yang menempel ke dinding di ujung kaki 

ranjang. 

Keheningan dipecah oleh suara Ki Tambakpati. 

“Darahnya masih hitam! Matanya masih nyalang!” 

“Itu darah hitam terakhir yang masih bersisa dalam 

tubuhnya. Besok jika totokannya dilepas, mudah-mudahan 

aliran darah dalam tubuh bobo  sudah sembuh dan dia tidak 

akan berteriak lagi. Bersamaan dengan itu matanya akan 

terpejam. Bagian hitam bola matanya akan kembali ke 

keadaan semula.” Menjelaskan Bunga. 

“Bagaimana dengan pengobatan sesuai petunjuk Kitab 

Seribu Pengobatan? Apakah harus dihentikan?” bertanya 

penulis gay . 

“Harus diteruskan. Itu akan lebih menolong.” Jawab 

Bunga. 

“Sebenarnya ada yang hendak aku sampaikan pada 

para sahabat. Hanya saja apakah para sahabat dapat 

mempercayai ceritaku...” 

“Bunga, jika kau mengetahui sesuatu sehubungan 

dengan penyakit bobo  harap kau menceritakan. Jangan ada 

yang disembunyikan...” ujar Ratu istri penulis . 

Setelah berdiam sebentar akhirnya Bunga berkata. 

“Sewaktu kembali ke alamku aku berusaha mencari tahu 

apa sebenarnya yang terjadi dengan bobo . Aku menemukan 

 

tanda bahwa ada manusla titisan yang mencelakainya. 

Manusia ini berada di bawah satu kekuatan gaib yang 

sangat dahsyat, berasal dari negeri sangat jauh, di belahan 

timur bumi...” 

“Apakah kau mengetahui sebab musabab mengapa 

manusia titisan itu mencelakai bobo ?” bertanya penulis gay . 

“Makhluk titisan hanya bertindak sebagai pelaku. Dia 

berada di bawah bayang-bayang atau kuasa satu makhluk 

gaib. Aku menduga makhluk gaib yang muncul tanpa wajah 

itulah biang keladi semua kejadian ini. Namun mengapa 

sang makhluk melakukan hal itu masih merupakan satu 

hal yang kabur bagiku...” 

“Manusia yang ketitisan itu, apakah kau sempat 

melihat ujudnya?” Ratu istri penulis  bertanya. 

“Aku hanya mampu melihat bayangan hitam sangat 

samar. Manusia itu dilindungi oleh makhluk gaib tadi. 

Setiap aku memusatkan perhatian pada dirinya, ada sinar 

merah redup yang melindungi. Agaknya dia membawa 

sebuah benda sakti bertuah. Para sahabat pernah men–

dengar peristiwa perkosaan dan pembunuhan atas diri 

banyak gadis cantik belakangan ini?” 

Ratu istri penulis  tidak menjawab karena memang belum 

mendengar. penulis gay  berdiam diri. Ki Tambakpati berpa–

ling pada Setan Ngompol dan membisikkan sesuatu. 

“Aku pernah mendengar kejadian terkutuk itu. Kejadi–

annya sampai beberapa kali.” 

“Setiap gadis yang dibunuh ada bunga tanjung menem–

pel di keningnya...” Menjelaskan Bunga. 

“Aku jadi ingat cerita sahabat mudaku Liris Biru, murid 

Hantu Malam Bergigi Perak yang tewas di tangan Sinto 

Gendeng karena salah paham,” berkata Setan Ngompol. 

“Kakak perempuannya yang bernama Liris Merah dibunuh 

seorang pemuda berpakaian hitam, mengenakan ikat 

kepala merah. Berkumis, ada berewok dan janggut tipis...” 

Setan Ngompol tekap dulu bagian bawah perutnya yang 

mau mengucur, baru meneruskan ucapan. “Ketika Liris 

Biru menemukan mayat kakaknya, di kening Liris Merah 

 

menempel sekuntum bunga tanjung. Bibirnya biru. Setelah 

tadi kau bicara soal pemerkosaan dan pembunuhan gadis-

gadis cantik, aku menaruh duga pembunuhnya adalah 

manusia titisan itu. Karena katamu setiap ada gadis yang 

dibunuh, selalu ada kembang tanjung menempal di 

keningnya.” 

“Bunga tanjung...” ucap Ratu istri penulis  dengan suara 

bergetar. 

Dia berpaling pada Bunga. “Ingat bunga tanjung yang 

kita temui di halaman gubuk di Kali Progo? Yang meman–

carkan cahaya marah, biru dan hijau?” 

Bunga mengangguk. “Aku menduga bunga itu agaknya 

salah satu kekuatan jahat sekaligus pelindung makhluk 

tanpa wajah.” 

“Saat itu mungkin manusia jahat itu muncul di sekitar 

gubuk di tikungan kali. Namun karena kesaktiannya kita 

tidak bisa melihat.” 

“Bisa jadi,” ucap Ratu istri penulis  pula. 

“Kalau begitu kita harus mencari pemuda dengan ciri-

ciri seperti yang dikatakan Liris Biru itu,” kata penulis gay  

pula. 

“Cepat atau lambat, kalau tidak kita pasti ada tokoh 

persilatan akan menemukan orang itu. Namun sementara 

itu masih banyak korban lagi akan berjatuhan. Manusia 

titisan ini, dia memiliki kesaktian luar biasa tinggi. Bersum–

ber pada tiga cahaya. Merah, biru dan hijau. Buktinya tadi 

kami bertiga masih kalah dalam kekuatan tenaga dalam.” 

“Makhluk yang menitis pada manusia itu, apakah 

sahabat berhasil mencari tahu siapa dia adanya?” tanya 

penulis gay  pula. 

Bunga menggeleng. “Yang aku tahu hanyalah dia 

berasal dari masa ratusan tahun silam. Pada masa awal-

awal Kerajaan Singosari. Jika para sahabat pernah men–

dengar cerita tentang lenyapnya pohon tanjung besar di 

alun-alun Kerajaan, maka makhluk yang menitis itu kira-

kira hidup di masa kejadian itu.” 

“Ah, riwayat pohon tanjung yang lenyap itu” kata Ki 

 

Tambakpati pula. “Aku pernah mendengar dari seorang 

tua. Orangnya sudah meninggal. Konon seluruh Kerajaan 

menjadi geger. Semua orang dilanda ketakutan karena 

menganggap ada kemarahan dewa yang luar biasa. Dan 

ada dugaan kejadian itu ada hubungannya dengan 

pertumpahan darah tak kunjung henti karena mempe–

rebutkan tahta Kerajaan.” 

“Pohon tanjung...” ucap Ratu istri penulis . “Kalau kita bisa 

menyelidik ke mana lenyapnya pohon tanjung di alun-alun 

Kerajaan Singosari itu, di mana beradanya sekarang, 

mungkin kita bisa mendapat petunjuk penting.” 

penulis gay  tarik nafas dalam lalu berkata. “Makhluk gaib 

tanpa wajah, makhluk penitis, manusia yang ketitisan, 

pohon tanjung, bunga tanjung, pemuda berpakaian hitam... 

Aku yakin semuanya saling punya hubungan.” Gadis dari 

Latanahsilam ini seperti lupa keadaan wajahnya yang 

cacat. 

“Sahabat semua” berkata Bunga. “Aku terpaksa harus 

pergi sekarang. Aku titip Pendekar 10000 an  di tangan kalian. “. 

“Bunga, kami sangat berterima kasih padamu...” kata 

penulis gay  sambil pegang tangan Bunga. 

Gadis dari alam roh ini tersenyum dan balas memegang 

tangan penulis gay  yang juga gadis dari alam yang sama. 

Bunga berkata, “Kita semua harus berterima kasih 

pada Gusti Allah.” Lalu saat itu juga tubuhnya sirna dari 

pemandangan, meninggalkan harum kembang kenanga. 

Tak lama setelah Bunga meninggalkan rumah pang–

gung, selagi Ratu istri penulis  dan penulis gay  menyiapkan madu 

untuk mengurut dan Ki Tambakpati serta Setan Ngompol 

menebang tiga cabang pohon yang akan dipergunakan 

untuk mengapungkan tubuh bobo , tiba-tiba terdengar suara 

melenguh keras sekali dan berulang-ulang. 

Setan Ngompol tersentak kaget, langsung pancarkan 

air kencing. Dia memandang pada Ki Tambakpati. “Suara 

apa itu? Suara kerbau atau suara demit?” 

Serrr..., menyebut demit Setan Ngompol kembali 

pancarkan air kencing. 

 

bobo  SABLENG 

INSAN TANPA WAJAH 

 

7

 

 

 

IBA-TIBA dari balik sederetan pohon tak jauh dari kali 

muncul seekor sapi putih. Di punggungnya duduk 

seorang anak gembala. Tangan kiri memegang batang 

bambu kecil. Tangan kanan memegang leher sapi erat-erat. 

Wajahnya pucat, sangat ketakutan. Sapi yang muncul 

adalah sapi betina gemuk. Susunya besar berayun-ayun 

kian-kemari. 

“Sapi ini pasti baru melahirkan. Lihat susunya melar ke 

mana-mana. Aneh, dari mana datangnya tahu-tahu muncul 

di sini.” ujar Setan Ngompol. Lalu dia datangi sapi dan 

anak penggembala. 

“Hai bocah! Di sini bukan tempat mengangon sapi. Di 

dalam rumah ada orang sakit! Lenguh sapimu sangat 

mengganggu! Ayo pergi sana!” 

Si bocah bukan saja ketakutan karena dibentak tapi 

juga ngeri melihat tampang Setan Ngompol. Untuk bebe–

rapa ketika dia tertegun di atas punggung sapi. 

“Hai! Kau tidak dengar apa aku bilang! Mau aku peper 

sama air kencing?!” Setan Ngompol delikkan mata dan 

masukkan tangan kanan ke balik celananya yang lepek. 

Anak lelaki di punggung sapi cepat melompat turun ke 

tanah. Dengan suara putus-putus dia berkata. 

“Kek, sa... saya juga ti... tidak tahu bagaimana bisa 

berada di tempat ini! Kek, sa... saya takut. Saya lagi angon 

si Ucup ini di desa dekat sawah... La... lalu...” 

Rupanya sapi itu bernama si Ucup. 

“Lalu?” tanya Ki Tambakpati pula. 

Si bocah teruskan ceritanya. “Saya me... melihat 

perempuan can... cantik di atas pohon. Rambutnya hitam 

sepinggang. Perempuan cantik itu mengangkat du... dua 

T

 

tangannya. Tahu-tahu si Ucup naik ke udara. Tahu-tahu 

saya sa... sama si Ucup ada di... di sini!” 

“Bocah pendusta! Mau kujewer kupingmu?! Mana ada 

sapi bisa naik ke udara! Siapa perempuan cantik itu? 

Demit? Kuntilanak?!” Setan Ngompol jadi marah karena 

merasa dibohongi. Tapi begitu menyebut demit dan kunti–

lanak kakek ini jadi kucurkan air kencing. 

Ki Tambakpati pegang bahu Setan Ngompol. “Sobatku, 

anak itu tampaknya tidak berdusta. Tidakkah kau melihat 

ada keanehan?” 

Suara ribut lenguh sapi membuat Ratu istri penulis  dan 

penulis gay  keluar dari rumah panggung untuk melihat apa 

yang terjadi. Dua gadis cantik ini tentu saja terheran-heran 

melihat di halaman rumah Setan Ngompol tengah mema–

rahi seorang anak lelaki. Lalu di halaman ada pula seekor 

sapi betina bersusu besar. 

penulis gay  tekap mulutnya dengan tangan kiri, bola mata 

membesar. Hatinya berdetak. Dia pegang lengan Ratu 

istri penulis  lalu menariknya mendekati sapi betina dan anak 

lelaki. Ketika ditanyai oleh Ratu istri penulis  si bocah ini men–

ceritakan hal sama seperti yang dikatakannya pada Setan 

Ngompol. 

“Perempuan di atas pohon. Pasti Bunga!” ucap Ratu 

istri penulis . “Dengan kesaktiannya dia mengirimkan sapi ini ke 

sini. Luar biasa!” 

“Jangan-Jangan dia mendengar dari alam gaib apa yang 

aku bacakan dari Kitab Seribu Pengobatan.” Kata penulis gay  

sambil mengusap punggung sapi. “Tapi siapa yang bisa 

memeras susu binatang ini?” 

“Kek, kau saja yang memeras susu sapi ini,” kata Ratu 

istri penulis  pada Setan Ngompol. 

Serrr! Si kakek langsung pancarkan air kencing. Sambil 

melangkah mundur Setan Ngompol berkata. “Aku masih 

tidak mengerti apa yang terjadi dengan sapi dan bocah ini. 

Kini kau malah membuat aku tambah bingung! Menyuruh 

aku memeras susu binatang itu. Susu manusia saja tak 

pernah aku peras. Sekarang disuruh memeras susu bina–

 

tang! Ha... ha... ... ha!” Setan Ngompol tertawa gelak-gelak 

sambil tekap bagian bawah perutnya kuat-kuat. 

“Kalau tidak ada yang bisa memeras, saya bisa 

melakukan.” Tiba-tiba bocah yang muncul bersama sapi 

berkata. 

“Ah, kau! Kau bisa melakukan?” tanya penulis gay . 

“Ayah pernah menyuruh saya beberapa kali,” jawab si 

bocah sambil perhatikan wajah cacat penulis gay . Gadis dari 

Latanahsilam ini usap kepala si anak. Lalu berpaling pada 

Ratu istri penulis . 

“Sesuai petunjuk kitab kita memerlukan kendi tanah 

untuk menampung susu sapi itu. Bagaimana mungkin di 

tempat ini bisa mendapatkan kendi?” ujar penulis gay . “Aku 

bisa meninggalkan tempat ini. Mencari kendi. Mungkin di 

pasar. Tidak lama. Tapi aku tidak mau pergi sebelum bobo  

sembuh. Soal cacat di wajahku bisa disembuhkan kemu–

dian.” 

“Susu sapi sudah ada di hadapan kita. Tinggal meme–

ras saja. Untuk menampungnya kurasa tidak usah harus 

kendi.” Kata Ratu istri penulis . “Benda apa saja asal terbuat 

dari tanah. Kau tunggu di sini.” 

“Hai! Kau mau ke mana?” tanya penulis gay . 

“Ke kali. Di sana pasti ada tanah liat. Aku akan mem–

buat mangkuk dari tanah liat. Selagi matahari terik, mang–

kuk itu bisa cepat dikeringkan.” 

“Aku...” penulis gay  benar-benar terharu. “Kau baik 

sekali...” ucapnya. Lalu dia jatuhkan diri, berlutut di tanah. 

Mulutnya berkata. “Bunga, di manapun kau berada, kau 

pasti mendengar ucapanku. Aku sangat berterima kasih. 

Kau memerlukan menolong diriku dengan mengirim sapi 

itu. Padahal saat ini kita masih menghadapi musibah 

besar, menyelamatkan bobo ...” Dalam hati penulis gay  ber–

kata “Aku merasa berdosa. Sebelumnya aku telah mena–

ruh dugaan yang tidak baik pada gadis alam roh itu. Ter–

nyata hatinya putih dan tulus. Dia menolongku. Juga Ratu 

istri penulis . Mereka baik semua. Ah bagaimana aku harus 

menyikapi. Kami bertiga sama-sama mengasihi bobo ...” 

 

Tak lama kemudian Ratu istri penulis  muncul kembali 

membawa tanah liat yang masih basah dan sudah 

dibentuk seperti sebuah mangkuk besar. Di dalam mang–

kuk tanah yang masih basah lembab ini terdapat beberapa 

lempengan tanah liat. 

penulis gay  cepat-cepat berdiri dan mengusap matanya 

yang berkaca-kaca. 

“Matahari bersinar cukup terik. Biar mangkuk ini aku 

letakkan di atap rumah. Agar lebih cepat kering.” Kata Ratu 

istri penulis  lalu melesat ke udara dan meletakkan mangkuk 

tanah di atas atap rumah panggung. 

“Kalian ini sebenarnya tengah melakukan apa?” tanya 

Setan Ngompol. Ki Tambakpati yang menyaksikan hal itu 

meski terheran-heran tapi diam saja. Sebagai seorang ahli 

pengobatan dia sudah bisa menduga, dua gadis cantik itu 

tengah mempersiapkan sesuatu untuk pengobatan. 

“Sobat kecil, siapa namamu?” tanya penulis gay  pada 

bocah kecil di samping sapi betina. 

“Kudin.” Jawab si bocah. 

“Kudin, kau mau menunggu sebentar? Kalau mangkuk 

tanah di atas atap itu sudah kering, kau mau menolong 

memeras susu sapi itu? Dimasukkan ke dalam mangkuk 

tanah?” 

Kudin mengangguk agak ragu. “Ya, saya mau. Tapi 

jangan terlalu lama. Saya mau cepat kembali ke desa. Ayah 

pasti marah kalau sudah sore saya tidak pulang.” 

“Jangan takut. Sekarang belum tengah hari. Kalau 

ayahmu marah biar aku nanti yang bicara padanya.” Kata 

Ratu istri penulis  pula. 

“Kudin, karena kau mau menolong ini hadiah untuk–

mu.” Kata penulis gay  lalu dari pakaiannya gadis ini keluar–

kan secarik kain hitam. Dengan cekatan tangannya berge–

rak melipat-lipat kain itu. Sesaat kemudian kain hitam 

telah berubah menjadi topi yang bagus. Topi diletakkan di 

atas kepala Kudin. Anak ini tertawa girang sambil pegangi 

topi di kepalanya. Tiba-tiba tawa Kudin lenyap. Anak ini 

menunjuk ke langit. 

 

“Burung jingga besar!” teriak Kudin. 

Ratu istri penulis , penulis gay , Ki Tambakpati dan Setan 

Ngompol sama-sama mendongak ke atas. Di atas atap 

tampak berkelebat satu bayangan ungu. 

“Astaga! Itu bukan burung!” ucap Ratu istri penulis . 

penulis gay  mendongak dan menghirup udara dalam-

dalam. Dia segera mencium bau sesuatu yang sudah dike–

nalnya. 

“Itu makhluk perempuan celaka yang selalu meng–

gangguku! Lihat! Dia hendak mengambil mangkuk tanah di 

atas atap!” teriak penulis gay . 

“Belum mati dia rupanya! Belum kapok! Kali ini aku 

tidak akan memberi hati!” kata Ratu istri penulis  pula. Dua 

matanya yang biru pancarkan cahaya terang lalu dari 

kedua mata itu melesat sinar biru. Inilah ilmu kesaktian 

yang disebut Inti Biru Laut Selatan. 

Sebelumnya ketika makhluk putih itu muncul di gubuk 

Ki Tambakpati, Ratu istri penulis  telah menyerangnya dengan 

imu kesaktian ini. Sang makhluk menjerit keras. penulis gay  

dan Ratu istri penulis  mengira makhluk tersebut mengalami 

celaka berat. Ternyata dia muncul lagi. Bersamaan dengan 

melancarkan serangan Inti Biru Laut Selatan itu Ratu 

Dayung tarik keluar cermin bulat dari balik pakaian. Sekali 

tenaga dalam dikerahkan dan tangan yang memegang 

cermin digerakkan maka gulungan cahaya putih berbentuk 

lingkaran berkiblat ke udara, ke arah makhluk putih yang 

hendak mengambil mangkuk tanah di atas atap rumah 

panggung. Gulungan sinar putih yang keluar dari cermin ini 

disebut Penjerat Raga Pencekal Jiwa, merupakan salah 

satu ilmu kesaktian yang diwarisi Ratu istri penulis  dari Nyai 

Roro Kidul, penguasa laut selatan. Lawan yang masuk 

dalam lingkaran cahaya jika dia seorang manusia akan 

menemui kematian dengan tubuh hancur lumat. Jika dia 

seorang makhluk gaib maka tubuhnya akan terbakar 

hangus! 

penulis gay  tidak tinggal diam. Dua bahu digoyang. Kejap 

itu juga cahaya biru bergemerlap melesat ke atas atap 

 

rumah. Inilah ilmu kesaktian yang disebut Menahan Raga 

Menyerap Tenaga. Siapa saja yang terkena cahaya terse–

but akan menjadi rontok kekuatan dirinya hingga dia tidak 

mampu lagi menggerakkan dua tangan dan dua kaki. 

Di udara di atas atap, bayangan putih keluarkan suara 

tawa panjang seolah mencemooh semua serangan yang 

diarahkan padanya. Tubuhnya mencelat ke atas setinggi 

satu tombak. Serangan Inti Biru Laut Selatan menyambar 

udara kosong di bawah kakinya. Dengan hantaman tangan 

kanan yang menebar cahaya putih berkilau makhluk itu 

mentahkan serangan Menahan Raga Menyerap Tenaga 

yang dilancarkan penulis gay . Selanjutnya dengan membuat 

gerakan jungkir balik walau tubuhnya sempat terserempet 

cahaya serangan yang keluar dari cermin sakti, makhluk itu 

masih bisa lolos dari lobang jarum kehancuran. Malah 

dengan gerakan kilat dia kemudian melayang turun sambil 

tangan kanan dihantamkan ke arah atap rumah panggung. 

Satu sinar ungu menyilaukan berkiblat. 

“Makhluk celaka itu hendak menghancurkan mangkuk 

tanah di atas atap!” teriak penulis gay . Dia cepat melesat ke 

atas. Ratu istri penulis  menyusul sambil lancarkan lagi sera–

ngan dengan cermin sakti. Namun kedua orang ini agaknya 

kalah cepat. Sesaat lagi sinar ungu yang dilepaskan makh–

luk gaib akan menghancurkan mangkuk tanah bahkan 

seluruh atap rumah kayu, tiba-tiba di udara berdesing tiga 

cahaya hijau kekuningan disertai menebarnya bau harum 

kembang kenanga! 

 

bobo  SABLENG 

INSAN TANPA WAJAH 

 

8

 

 

 

AKHLUK jingga yang hendak menghancurkan 

mangkuk tanah di atas atap menjerit keras. 

Tubuhnya menggeliat beberapa kali lalu jatuh ke 

tanah, terkapar menelentang. Sosoknya yang tadi samar 

untuk beberapa saat kelihatan jelas. Ternyata dia adalah 

seorang gadis cantik berkulit putih. Berpakaian ungu yang 

sisi kanannya tampak hangus. Rambut hitam tergerai di 

tanah. Di keningnya menancap tiga kuntum kembang 

kenanga. Anehnya tak ada darah yang mengucur. 

Sepasang mata gadis cantik ini bergerak berputar lalu 

menatap ke arah penulis gay . 

“Luhrembulan! Jadi kau rupanya!” teriak penulis gay  kaget 

besar ketika gadis dari negeri 1200 tahun silam ini 

mengenali siapa adanya sosok berpakaian ungu yang 

tergeletak di tanah itu. 

“Kau mengenalinya?!” tanya Ratu istri penulis . 

Belum sempat penulis gay  menjawab, gadis yang terge–

letak di tanah keluarkan ucapan, “Kalian berdua manusia-

manusia laknat terkutuk! Jangan mengira kalian akan 

mendapatkan bobo ! Pendekar 10000 an  adalah suamiku! Berani 

mengambilnya berarti kematian bagi kalian!” 

penulis gay  ternganga, sesaat tak bisa berkata apa-apa. 

Tapi Ratu istri penulis  malah membentak. 

“Jika Pendekar 10000 an  suamimu mengapa kau mencelakai 

kami! Padahal kami hendak menolongnya!” 

Gadis cantik yang disebut dengan nama Luhrembulan 

masih bisa sunggingkan senyum mengejek. Lalu berkata. 

“Siapa yang tidak bisa menduga. Di balik maksud kalian 

menolong tersembunyi hasrat untuk memilikinya!” 

Ratu istri penulis  jadi panas. Kembali dia menghardik. “Aku 

M

 

tidak tahu kau ini manusia atau bangsa setan! Kalau bobo  

suamimu, mengapa kau tidak turun tangan sendiri menye–

lamatkannya! Kau ma