itu. Kita hanya memohon pada Gusti Allah dan
berusaha menyelamatkannya dari penyakit yang menyeng–
sarakan seumur hidup itu. Tadi kami membicarakan Kitab
Seribu Pengobatan. Mungkin ada petunjuk penyembuhan
dalam kitab itu.”
“Setahuku kitab itu pernah hilang kemudian ditemukan
kembali. Terakhir dicuri oleh paderi dari Cina itu. Namun
dia sudah mengembalikan pada bobo .” Menjelaskan Ratu
istri penulis .
“Justru kami tidak menemukan kitab itu padanya” Kata
Ki Tambakpati pula. “Aku berharap kitab itu tidak lenyap
lagi untuk ke sekian kalinya.”
“Sementara hari masih pagi, matahari belum bersinar
terik, sebaiknya kita membawa bobo ke bangunan kosong
itu.” Berkata Ratu istri penulis .
Ketika orang-orang itu sampai di bangunan yang dika–
takan Ratu istri penulis ternyata bangunan itu sebuah rumah
panggung berkolong rendah. Seharusnya keadaan bangu–
nan serba kotor, paling tidak penuh debu dan sarang laba-
laba karena sekian lama tidak pernah ditinggali. Namun
anehnya ketika mereka sampai di depan tangga mereka
dapatkan keadaan bangunan sangat bersih. Lantai kayu
licin berkilat, begitu juga dinding dan langit-langit. Di dalam
sebuah kamar terdapat satu ranjang bambu rendah ber–
alaskan tikar yang walaupun sudah robek-robek tapi
bersih. Di salah satu sudut kamar terdapat sebuah gentong
lumayan besar. Ketika diperiksa ternyata berisi air jernih
dan sejuk. Di dinding dekat gentong air ini tergantung
sebuah gayung terbuat dari batok kelapa. Ki Tambakpati
dan Setan Ngompol dengan bantuan Ratu istri penulis mem–
baringkan Pendekar 10000 an di atas ranjang bambu.
Sambil memandang berkeliling, lalu berdiri membela–
kangi jendela yang terbuka Ratu istri penulis berkata, “Aneh,
siapa yang membersihkan bangunan ini? Siapa yang
mengisi tempayan dengan air bersih?”
Tiba-tiba ada suara perempuan menyahuti ucapan Ratu
istri penulis .
“Para sahabat bertiga, saat ini hanya itu bantuan yang
bisa aku berikan.”
Tiga orang yang ada di dalam rumah sama-sama
terkejut karena tidak menyangka ada orang lain di rumah
panggung itu. Namun ketika melihat siapa yang muncul
Setan Ngompol unjukkan air muka gembira.
Ki Tambakpati karena tidak mengenal hanya tegak
memperhatikan sambil dalam hati bertanya-tanya. Semen–
tara Ratu istri penulis yang memang mengenal siapa adanya
orang dan tidak menyangka kehadirannya di tempat itu
berusaha menyembunyikan perasaan terkejutnya.
bobo SABLENG
INSAN TANPA WAJAH
5
ETAN Ngompol datang menghampiri seraya berkata.
“Sahabatku gadis dari negeri seribu duaratus tahun
silam, aku gembira melihatmu. Bagaimana kau bisa
berada di sini. Kaukah yang membersihkan bangunan ini?”
Gadis yang disapa si kakek ternyata adalah Luhmintari,
gadis dari Latanahsilam yang kini dipanggil penulis gay , nama
pemberian Pendekar 10000 an bobo Sableng.
penulis gay yang mengenakan pakaian biru, rambut hitam
digulung di atas kepala, menjura memberi penghormatan
pada tiga orang itu, lalu menjawab pertanyaan Setan
Ngompol, “Kek, sebelum ke sini aku datang ke rumah di
pinggir Kali Progo. Ketika mendengar kakek bertiga akan
mempergunakan bangunan ini, aku buru-buru ke sini
menyiapkannya. Maaf kalau aku bertindak lancang
mendahului.”
“Siapa yang bilang kau lancang! Perbuatanmu sangat
terpuji dan sangat menolong. Daripada aku yang menyapu
membersihkan rumah ini, bisa terkencing-kencing.
Lantainya bukan jadi bersih malah tambah kotor bau
pesing! Ha... ha... ha!”
Semua orang tertawa geli mendengar ucapan Setan
Ngompol itu.
penulis gay berpaling pada Ratu istri penulis membungkuk
memberi penghormatan lalu berkata, “Sahabat, waktu kau
menyelamatkan diriku di atas atap Gedung Kadipaten dari
tangan jahat Raja Racun Bumi Langit aku belum sempat
mengucapkan terima kasih. Saat ini aku...”
Ratu istri penulis tersenyum. “Tak usah memakai peradatan
segala. Antara sesama sahabat bukankah wajar-wajar saja
saling menolong?”
S
“Walau begitu aku tetap ingin menyampaikan rasa
terima kasihku. Aku bukan cuma berhutang budi, tapi juga
berhutang nyawa padamu.” Kata penulis gay pula.
Sementara dua gadis itu bicara diam-diam Ki Tambak–
pati memperhatikan dan menimbang-nimbang. Mana yang
lebih cantik di antara mereka. penulis gay tinggi semampai
memiliki wajah anggun sedap dipandang. Sementara Ratu
istri penulis memiliki sepasang mata biru penuh pesona ditam–
bah bentuk tubuh yang indah. Dia juga ingat pada gadis
cantik berambut pirang Bidadari Angin Timur yang sebe–
lumnya muncul di gubuk di Kali Progo. Dalam hati kakek ini
berkata. “Aku menyirap kabar tiga gadis itu ditambah gadis
berwajah pucat bertubuh samar, mereka semua mencintai
bobo . Yang mana kelak yang bakal mendapatkan pendekar
itu? Apakah tidak akan terjadi saling bentrok di antara
mereka?”
“Ada hal yang lebih penting,” kata Ratu istri penulis
“Sahabat kita Pendekar 10000 an tengah menderita sakit parah.
Kita harus menolongnya...”
Tiba-tiba Setan Ngompol ingat sesuatu. “penulis gay ,
setahuku kau telah meredam seluruh isi Kitab Seribu
Pengobatan. Mungkin kau bisa melakukan sesuatu? Men–
cari petunjuk untuk menyembuhkan bobo .”
“Aku akan mencoba, Kek. Mudah-mudahan Gusti Allah
menolong kita semua. Namun kalau Kakek bisa menceri–
takan, aku ingin lebih dulu mengetahui bagaimana asal
mula kejadiannya, apa yang diderita bobo . Lalu tindakan
apa saja yang telah dilakukan dalam usaha menyembuh–
kannya.”
Setan Ngompol meminta Ki Tampakpati memberi
penjelasan. Kakek ahli pengobatan ini lalu menceritakan
bagaimana pertama kali dia menemui bobo termasuk
kemunculan Damar Sarka dan Surah Sentono. Kakek ini
juga memberi tahu apa yang dialami bobo lalu apa yang
telah dilakukannya walau tidak banyak menolong. Setan
Ngompol kemudian menambahkan apa yang terjadi
sewaktu Bunga berusaha mengobati sang pendekar.
Diantar ke tiga orang itu penulis gay kemudian masuk ke
dalam kamar di mana bobo terbaring di atas ranjang
bambu.
penulis gay memperhatikan sosok bobo sejenak. Lalu
mulutnya berucap perlahan, “Ada duabelas bekas totokan
di tubuh bobo . Ada orang yang telah berusaha menolongnya
sebelum gadis bernama Bunga menotok tujuh kali dengan
kembang kenanga.”
Gadis dari negeri 1200 tahun silam ini kemudian
letakkan telapak tangan kirinya di atas kening Pendekar
10000 an . Terasa sangat dingin. Gadis ini lalu berpaling pada Ki
Tambakpati. “Kek, turut penjelasanmu serta keterangan
yang diberikan Bunga agaknya bobo bukan hanya mende–
rita satu penyakit. Pintu pertama yang harus dilalui untuk
mengobati semua penyakitnya adalah terlebih dulu mem–
perbaiki jalan darahnya yang terbalik. Sahabat bertiga, aku
akan mulai. Bantulah dengan doa.”
penulis gay pejamkan mata. Tangan kiri yang menyentuh
kening bobo perlahan-lahan dialiri hawa sakti. Ketika hawa
sakti ini bersentuhan dengan kening bobo , di luar rumah
terdengar letusan aneh seperti petir menyambar. Rumah
panggung bergetar. penulis gay seperti disengat api. Gadis
alam gaib ini lipat gandakan tenaga dalam. Mulut menge–
rang menahan sakit. Tiga cahaya merah, biru dan hijau
muncul dalam ruangan.
Ratu istri penulis berteriak keras lalu melesat ke luar rumah
sambil tarik cermin sakti dari balik baju. Di udara dia meli–
hat jelas satu bayangan putih berkelebat ke arah pohon
besar. Cermin sakti diputar. Selarik sinar putih menderu
keluar dari dalam cermin. Pohon besar yang dilanda sinar
putih langsung dikobari api. Namun bayangan putih lenyap
dari pemandangan.
“Manusia tanpa wajah! Pasti dia! Aku mengenali
pakaiannya. Makhluk itu memiliki kesaktian sangat tinggi.
Dia sepertinya berusaha menghalangi pengobatan atas diri
bobo .”
Ratu istri penulis mengawasi keadaan sekeliling, la1u
cepat-cepat masuk kembali ke dalam rumah. Masuk ke
dalam ruangan didapatnya bobo masih terbaring seperti
tadi. penulis gay masih berdiri di samping ranjang. Tangan
tetap menempel di kening bobo namun keadaan gadis dari
alam 1200 tahun silam ini mengenaskan. Dua mata yang
terpejam tampak membengkak. Sebagian pakaian birunya
hangus. Wajah sebelah kiri merah melepuh. Rambut yang
sebelumnya digulung di atas kepala kini tergerai kusut riap-
riapan. Di sela bibir tampak lelehan darah.
“penulis gay , kau terluka di dalam!” teriak Ratu istri penulis
lalu cepat merangkul gadis itu.
“Sahabat, tak usah khawatir. Aku masih dapat mengu–
asai diri. Aku tahu siapa yang barusan menyerang. Makhluk
yang kau lihat dalam cermin. Dia berusaha menghalangi
apa yang hendak kita takukan. Yang penting serangan gaib
tadi tidak sampai mencelakai bobo . Sekarang aku akan
berusaha menyembuhkan kelainan darah di tubuh bobo .
Mudah-mudahan aku menemukan petunjuk dalam Kitab
Seribu Pengobatan.”
Ketika penulis gay hentikan ucapannya, keadaan di dalam
ruangan itu sehening di pekuburan. Ki Tambakpati tampak
pucat. Setan Ngompol bersandar ke dinding sambil pega–
ngi bagian bawah perut.
Cukup lama kesunyian mencekam, kemudian penulis gay
berucap, “Kitab Seribu Pengobatan... Halaman tujuhpuluh
dua. Pengobatan ke tigaratus satu. Barang siapa menderita
kelainan darah yang biasanya disertai gangguan aliran
darah maka penyembuhannya terdiri dari lima tahap.
Pertama, memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
Maha Penyembuh agar orang yang sakit disembuhkan dari
penderitaannya. Kedua, si sakit diminumkan tujuh cangkir
air tumbukan jahe hangat setiap hari selama tiga hari.
Ketiga, jika aliran darahnya terganggu, si sakit harus diurut
pembuluh darah utamanya ke arah berlawanan dari aliran
darah yang ada mulai dari saat matahari terbit sampai
matahari tenggelam. Untuk mengurut harus dipergunakan
madu lebah yang dihangatkan. Keempat, si sakit harus
diapungkan di atas sungai mulai dari matahari terbit
sampai siang hari dengan kepala menghadap ke arah
datangnya arus sungai dari hulu. Kelima, tepat pada saat
matahari mencapai titik tertinggi, tusuk sepuluh ujung jari
tangan dan ujung jari kaki dengan benda apa saja yang
runcing dan tajam. Bila darah yang keluar kembali ke asal
merah dan segar maka dengan kehendak serta Ridho
Tuhan Yang Maha Kuasa Maha Penyembuh si sakit akan
terhapus dari deritanya.”
Ketika penulis gay tarik tangannya yang memegang
kening bobo , Ki Tambakpati mendekati dan bertanya
setengah berbisik, “Petunjuk yang kau dapat adalah untuk
mengobati jalan darahnya yang terbalik. Bagaimana
dengan penyembuhan itunya. Maksudku kemampuannya
sebagai laki-laki...”
penulis gay tak segera menjawab. Sewaktu mendengar
cerita Ki Tambakpati sebelumnya mengenai penyakit yang
diidap bobo bahwa pemuda itu akan mengalami kelum–
puhan kejantanan selama-lamanya sebenarnya hatinya
merasa perih dan sangat terpukul. Dalam hati dia mem–
batin, siapa yang punya dendam terhadap bobo hingga
memperlakukannya demikian kejam? Makhluk tanpa
wajah yang dilihatnya dalam cermin?
“Kek,” akhirnya penulis gay berkata. “Kita baru berusaha
membuka pintu kesembuhan. Jika kita berhasil mengobati
kelainan jalan darah bobo , mudah-mudahan kita bisa
menyembuhkan penyakitnya yang lain. Jangan lupa, bobo
harus sadar lebih dulu. Kalau tidak bagaimana dia bisa
meneguk air jahe. Jika bobo siuman kita perlu meminta
keterangan apa yang terjadi dengan dirinya. Baru nanti kita
bisa menentukan mau berbuat apa. Aku selalu siap untuk
mencari petunjuk dalam Kitab Seribu Pengobatan. Seka–
rang baiknya kita sama-sama berdoa untuk kesembuhan
bobo . Setelah itu masing-masing kita menyiapkan segala
sesuatu yang akan dipergunakan untuk alat penyem–
buhan.”
“Aku akan mencari madu lebah,” berkata Setan
Ngompol.
“Aku akan mencari jahe. Nanti biar aku juga yang akan
mengurut tubuh pendekar itu.” Berucap Ki Tambakpati.
penulis gay dan Ratu istri penulis sama-sama tersenyum.
penulis gay lalu memberi tanda agar semua orang siap untuk
sama-sama memanjatkan doa. Selesai berdoa Ki Tambak–
pati tinggalkan rumah panggung untuk mencari jahe
sedang Setan Ngompol pergi ke hutan mencari madu
lebah.
Setelah dua kakek itu pergi, Ratu istri penulis bertanya
pada penulis gay . “Sahabat, kau merasa baik-baik saja?”
“Tadi aku memang terluka di dalam. Untung aku bisa
bertahan. Mudah-mudahan sekarang aku tak kurang suatu
apa. Kau tentu dapat menduga, sakitnya bobo bukan sakit
sembarangan. Ada kekuatan dari alam gaib yang berusaha
mencegah penyembuhan dan membuat keadaan jadi lebih
buruk.”
“Manusia tanpa wajah yang kita lihat dalam cermin.
Siapa dia?” ucap Ratu istri penulis .
“Sulit diketahui siapa adanya makhluk itu. Apa sebe–
narnya kepentingannya. Makhluk itu mengandalkan ilmu
kesaktian yang memancarkan tiga warna merah, biru dan
hijau. Itu yang dipakainya waktu menyerangku.” Kata
penulis gay pula.
“Sahabat, luka dalammu mungkin benar sudah
sembuh. Tapi apa kau menyadari ada bagian yang terbakar
pada wajahmu sebelah kiri...”
“Aku memang merasa sedikit perih. Aku tidak tahu
seberapa parahnya.”
Ratu istri penulis keluarkan cermin bulat lalu diserahkan
pada penulis gay . Gadis dari negeri 1200 tahun silam ini
dekatkan mukanya ke cermin. Ketika melihat wajahnya
dalam cermin, langsung dia terpekik. Kening kiri, pipi
sampai ke dagu kiri kelihatan merah kehitaman. Sebagian
kulit wajahnya ada yang mengelupas.
“Lukamu akan sembuh. Pasti ada obat untuk menyem–
buhkan” Ratu istri penulis berusaha membujuk sambil meng–
elus punggung penulis gay . “Coba kau lihat petunjuk dalam
Kitab Seribu Pengobatan. Pasti kau akan menemukan obat
dan cara penyembuhannya.”
“Akan kucoba...” kata penulis gay lalu pejamkan mata.
Setelah cukup lama merenung, sambil menarik nafas
dalam gadis ini buka kedua matanya. Perlahan-lahan
kepala digelengkan. “Aku tidak menemukan obat dan cara
penyembuhan...”
“Mustahil. Ada seribu macam pengobatan dalam kitab
itu” ujar Ratu istri penulis .
“Semua menyangkut penyakit. Bukan untuk kecan–
tikan.” Jawab penulis gay dengan suara lirih.
“Aku tidak yakin. Kalau saja kita bisa mendapatkan
kitab yang asli, mungkin ada yang tidak terserap dalam
benakmu...”
“Aku sudah menguasai seluruh isi kitab itu. Kitab Seribu
Pengobatan bukan untuk menyembuhkan dan membuat
kecantikan. Aku akan cacat seumur hidup. Mungkin aku
harus kembali ke alamku dan tidak pernah muncul lagi di
muka bumi ini untuk selama-lamanya...” penulis gay berucap
perlahan. Seperlahan ucapannya seperlahan itu pula air
mata menetes ke wajahnya yang kini cacat.
“Aku tetap tidak yakin. Kau bukan mencari atau
membuat kecantikan. Kau mengobati dirimu yang terluka.
Kalau kau mampu menyembuhkan luka parah yang dialami
bobo sewaktu dihantam pukulan Pangeran Muda dari
Keraton Kaliningrat, kalau kau mampu menyembuhkan
bobo dari patukan ular gaib Walang Gambir alias Kobra
Biru, masakan kau tidak mampu mengobati luka luar
dirimu sendiri?”
“Luka yang aku alami bukan luka biasa. Ada kekuatan
gaib sangat dahsyat yang melakukannya.”
“Sahabat, aku tahu hatimu sedang tergoncang. Kita
semua dalam bingung dan susah. Tapi cobalah sekali lagi.
Aku yakin kau akan mendapat petunjuk dari Kitab Seribu
Pengobatan yang sudah kau ingat dalam benakmu itu...”
“Kalau begitu baiklah. Akan kucoba sekali lagi.”
Kali ini penulis gay pejamkan kedua matanya, pikiran
benar-benar dipusatkan. Tak lama kemudian mulutnya
berucap.
“Kitab Seribu Pengobatan. Halaman...” Ucapan
penulis gay terputus. “Ada yang tidak beres! Aku melihat
kabut hitam. Pikiranku gelap, pemandanganku terhalang.
Ada makhluk jahat...”
Tiba-tiba meledak tawa cekikikan di tempat itu. Disusul
ucapan nyaring perempuan.
“Kau tidak akan mampu mengobati lukamu. Kau akan
cacat seumur hidup! Tidak ada lelaki yang mau padamu.
Termasuk Pendekar 10000 an ! Hik... hik... hik!”
“Siapa?!” Bentak Ratu istri penulis . Dia merasa ada angin
berkelebat ke arah serambi rumah panggung. Ratu istri penulis
mengejar. Sepasang matanya yang biru memancarkan
sinar terang. Lalu wuut... wuut! Dua larik sinar biru melesat
ke udara. Itulah ilmu kesaktian yang disebut Inti Biru Laut
Selatan. Di udara terdengar satu letupan keras disertai
kiblatan cahaya ungu terang. Lalu menyusul suara pekikan
perempuan.
“Kau berhasil menghajarnya. Mudah-mudahan dia
kapok menggangguku,” ucap penulis gay yang ikut mengejar
dan kini berdiri di halaman rumah panggung di samping
Ratu istri penulis .
“Lagi-lagi makhluk gaib. Kau tahu siapa atau makhluk
apa?”
“Makhluk perempuan dari negeriku. Aku pernah
bertarung dan menghajamya. Tapi dia tak pernah jera.
Kurasa tadi kau telah melukainya. Biar kapok!”
Dalam hati Ratu istri penulis berkata. “Kalau makhluk gaib
perempuan itu berasal dari alam yang sama dengannya.
Kalau makhluk itu menyumpahinya tidak ada laki-laki yang
mau padanya termasuk bobo , berarti makhluk itu sebenar–
nya ingin memiliki bobo . Apakah dia yang telah mencelakai
bobo ?”
“Ratu, kau tengah memikirkan apa?” bertanya penulis gay
ketika dilihatnya Ratu istri penulis tegak terdiam.
“Ah...” Ratu istri penulis tersenyum. “Sahabat, sebaiknya
kita masuk kembali ke dalam rumah. Kau coba lagi men–
dapatkan petunjuk dari Kitab Seribu Pengobatan. Kali ini
kau pasti berhasil.”
“Tak usah di dalam rumah. Di sini pun bisa kulakukan”
jawab penulis gay . Lalu gadis alam 1200 tahun silam ini
pejamkan mata. Sesaat kemudian dia berseru. “Ratu! Aku
berhasil! Aku akan membaca dan mengucapkannya! Kitab
Seribu Pengobatan, halaman empatpuluh sembilan,
pengobatan ke duaratus dua. Barang siapa yang terluka
kulit sampai dagingnya akibat penyakit atau api atau
benda panas lainnya, yang berasal dari alam nyata maupun
alam gaib maka penyembuhannya adalah sebagai berikut.
Pertama, memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
Maha Penyembuh agar si sakit disembuhkan dari sakit dan
penderitaannya. Kedua, siapkan satu kendi susu sapi.
Campur sedikit dengan tanah merah karena manusia
berasal dari tanah dan tubuhnya mengandung unsur tanah.
Ketiga, letakkan kendi berisi susu bercampur tanah di
tempat ketinggian, jangan ditutup, embunkan di udara ter–
buka mulai saat malam tiba sampai fajar menyingsing. Di
pagi yang sama menghadaplah ke arah matahari tengge–
lam. Keempat, siramkan air susu dalam kendi ke bagian
yang cidera sambil melafatkan kata-kata: Manusia berasal
dari tanah. Tanah pula yang akan menjadi pengobat.
Manusia memulai hidup dengan air susu. Air susu pula
yang akan menjadi pengobat. Tuhan Maha Kuasa Maha
Penyembuh... Jika semua sudah dilakukan mudah-muda–
han Yang Maha Kuasa akan menyembuhkan si sakit.”
penulis gay membuka kedua matanya. Wajahnya yang
cacat tampak agak berseri.
“Aku berhasil. Terima kasih kau telah meyakinkan
diriku...”
“Kau akan mencari susu sapi?”
penulis gay menggeleng. “Akan kulakukan kalau bobo
sudah berhasil kita sembuhkan...”
“Kalau begitu biar aku yang mencarikan untukmu.”
penulis gay pegang lengan Ratu istri penulis . “Terima kasih
kau mau berbuat baik. Tapi jangan. Tidak seorang pun dari
kita yang boleh meninggalkan tempat ini sebelum bobo
sembuh.”
Ratu istri penulis akhirnya mengangguk perlahan. Dalam
hati dia membatin, “Kecintaannya terhadap pemuda itu
sungguh luar biasa. Dia rela menanggung cacat, asal bobo
bisa disembuhkan. Apakah kecintaannya melebihi kecinta–
anku?”
Menjelang sang surya tenggelam Ki Tambakpati muncul
kembali bertelanjang dada, membawa setumpuk jahe yang
dibungkus dalam jubah hijaunya.
“Mana kakek tukang ngompol itu. Kukira dia sampai
duluan,” kata Ki Tambakpati sambil letakkan tumpukan
jahe di tangga rumah.
Tiba-tiba terdengar suara orang berlari sambil meng–
aduh-aduh panjang pendek tiada henti.
“Hai! Itu suara kakek Setan Ngompol.” ujar Ratu
istri penulis .
Tak lama kemudian kakek kepala setengah sulah ber–
kuping lebar itu muncul berlari-lari. Tangan kanan
menenteng dua buah kelapa hijau. Tangan kiri menekapi
bawah perut yang kelihatan aneh melembung.
“Katanya mencari madu lebah ke hutan. Pulang malah
membawa dua butir kelapa. Aneh sobatku satu ini!” Ucap
Ki Tambakpati.
Sampai di depan rumah panggung Setan Ngompol
jatuhkan diri. Dua buah kelapa diletakkan di tanah. Dia lalu
telentangkan badan di tanah sambil dua kaki mencak-
mencak kian kemari sementara dari mulutnya terus saja
teriakan, “Aduh... aduh... aduh!”
“Kek, ada apa ini?” bertanya Ratu istri penulis .
“Kek, apa yang terjadi?” penulis gay ikut bertanya.
“Hai! Kenapa celanamu gembung seperti ditiup angin!”
Bertanya Ki Tambakpati.
“Lebah sialan!” teriak Setan Ngompol “Aku bukan ditiup
angin. Tapi ditiup lebah keparat!”
“Tenang, Kek. Ceritakan apa yang terjadi” kata
penulis gay pula.
“Lebah sialan! Lebah keparat! Aku disengat ratusan
lebah waktu mengambil madunya di hutan!”
“Pasti kau tidak kulo nuwun (minta ijin) dulu!” kata Ki
Tambakpati.
“Kulo nuwun, kulo nuwun! Memangnya lebah ngerti
bahasa manusia!” gerutu Setan Ngompol. “Lihat anuku!
Melembung bengkak seperti semangka mau pecah!” Setan
Ngompol enak saja hendak rorotkan celananya yang basah
lepek oleh air kencing.
“Hai! Tahan! Tunggu dulu! Jangan main buka samba–
rangan. Ada gadis di sini! Mending anumu bagus! Ha... ha...
ha!” Ki Tambakpati tertawa gelak-gelak.
“Sudah Kek. Nyebur ke kali sana! Biar adem! Biar cepat
kempes anunya!” kata Ratu istri penulis kasihan ada geli juga
ada.
“Yang penting kau dapatkan madunya apa tidak?” Ki
Tambakpati bertanya sambil pegangi perut menahan tawa.
“Itu sudah kumasukkan dalam buah kelapa!” jawab
Setan Ngompol lalu sambil kucurkan air kencing dia ber–
gulingan di tanah, menggelinding masuk Kali Progo.
“Pegangan Kek! Kalau kau hanyut kami juga yang
susah!” berseru penulis gay .
Tiba-tiba dari dalam rumah panggung terdengar jeritan-
jeritan keras. Empat orang yang ada di halaman rumah
tersentak.
“bobo !” Ratu istri penulis dan penulis gay berseru hampir
berbarengan.
Setan Ngompol yang baru saja sebentar berendam di
dalam kali, mendengar jeritan bobo segera melompat
keluar dari dalam air. Dia seperti melupakan rasa sakit
bekas sengatan lebah. Terbeser-beser dia menghampiri Ki
Tambakpati.
“Apa yang dikatakan Bunga gadis alam roh itu benar
adanya. bobo sadar satu hari lebih cepat. Tapi mengapa
menjerit-jerit?”
“Dia sadar dalam keadaan jalan darah yang masih
terbalik. Sakitnya lebih hebat dari sundutan bara api!”
jawab Ki Tambakpati.
Lalu dua kakek ini berkelebat menyusul dua gadis
masuk ke dalam rumah.
bobo SABLENG
INSAN TANPA WAJAH
6
I ATAS ranjang bambu tubuh Pendekar 10000 an bobo
Sableng bergetar hebat, basah oleh keringat dan
kepulkan asap tiga warna, merah, biru dan hijau.
Mulutnya tiada henti berteriak. Matanya hanya bagian
putih saja yang kelihatan.
“Totok jalan suaranya. Kasihan kalau dia berteriak
terus-terusan...” kata Ki Tambakpati.
Ratu istri penulis bertindak cepat. Sekali menotok urat
besar di pangkal leher bobo maka suara jeritan serta merta
lenyap. Pancaran tiga cahaya perlahan-lahan meredup
walau tidak hilang sama sekali. Begitu juga getaran yang
menjalari sekujur tubuh masih berlangsung.
“Dia menderita sakit luar biasa. Ketika pingsan dia
tidak merasakan. Begitu sadar baru berteriak. Tapi dia
belum sadar penuh. Baru mati rasanya yang sembuh.” Ki
Tambakpati menjelaskan. “Kita harus mempercepat
pengobatan.
Semua orang kemudian sibuk. Jahe ditumbuk, madu
untuk mengurut disiapkan. Ki Tambakpati dan Setan
Ngompol membuat rakit kecil nanti untuk dipakai meng–
apungkan tubuh bobo di dalam kali sebagaimana petunjuk
Kitab Seribu Pengobatan yang dilafatkan penulis gay .
Ketika jahe hangat selesai dibuat, cukup sulit untuk
meminumkan karena walau setengah sadar namun boleh
dikatakan murid Sinto Gendeng tidak punya tenaga keku–
atan sama sekali. Jangankan mengangkat tangan, untuk
menelan air obat saja dia mengalami kesulitan. Sementara
itu kedua matanya masih kelihatan memutih. penulis gay dan
Ratu istri penulis dengan susah payah berhasil meminumkan
obat jahe ke dalam mulut bobo . Setan Ngompol dan Ki
D
Tambakpati berdua mengurut sekujur tubuh bobo dengan
madu. Keempat orang itu bekerja sampai jauh malam.
Keesokan paginya Ratu istri penulis meminta izin tiga kerabat
untuk melepas totokan bobo .
“Kita tidak mungkin menunggu sampai tiga hari seperti
petunjuk kitab sakti. Aku tidak tega melihat tubuhnya terus
menerus bergetar berkelojotan. Bagaimana kalau kita coba
melepas jalan suaranya. Siapa tahu bobo sembuh lebih
cepat...”
Ki Tambakpati agak bersangsi. Namun Setan Ngompol
dan penulis gay memberikan tanda persetujuan dengan ang–
gukan kepala. Maka Ratu istri penulis segera menotok urat
besar di pangkal leher Pendekar 10000 an . Begitu jalan suara–
nya terlepas dari mulut bobo langsung melesat keluar suara
teriakan. Ratu istri penulis tersentak, cepat-cepat dia tutup
kembali jalan suara Pendekar 10000 an dengan menotok lagi
urat besar di leher.
“Dia masih berteriak tanda kesakitan. Tapi ada
perubahan. Suara teriakannya tidak sekeras sebelumnya.”
berucap Ki Tambakpati.
“Kita harus melakukan sesuatu...” kata Ratu istri penulis
sambil pejamkan mata. Tiba-tiba dia ingat pada Bunga.
“Mungkin kita harus memanggil Bunga...”
Seperti diketahui, sebelum pergi gadis berwajah pucat
dari alam roh itu memberikan sekuntum kembang kenanga
kuning pada Ratu istri penulis disertai pesan. Jika sewaktu-
waktu dirinya dibutuhkan maka dengan mencium kembang
kenanga serta menyebut namanya dia akan muncul.
Sebenarnya penulis gay merasa rikuh jika Bunga hadir di
tempat itu. Hal ini karena dia mengetahui kalau Bunga
lebih bersahabat terhadap Ratu istri penulis daripada dirinya.
Namun saat itu dia harus membuang jauh-jauh segala
perasaan pribadi demi untuk menyelamatkan Pendekar
10000 an bobo Sableng.
Diperhatikan oleh ketiga orang di dalam ruangan Ratu
istri penulis keluarkan kembang kenanga dari balik baju kelabu
lalu mencium kembang ini sambil berkata. “Bunga, kami
memerlukan bantuanmu. Datanglah.”
Begitu kata diucapkan dalam ruangan berpijar cahaya
putih menyilaukan disertai menebarnya bau kembang
kenanga. Di lain kejap Bunga si gadis alam roh telah
berada di tempat itu dalam pakaian kebaya putih ber–
kancing besar dan celana panjang putih sebetis.
“Para sahabat. Kesulitan kalian adalah kesulitanku
juga. Mari kita sama-sama mencari jalan untuk dapat
menolong bobo .” Gadis alam roh berucap.
“Bunga, kau mampu membuat bobo sadar lebih cepat?
Kami sudah melakukan apa yang kami bisa. Namun kami
harus menunggu selama dua hari lagi. Kami tidak tega
melihat bobo tersiksa selama itu. Apakah kau mampu
mempercepat kesembuhan kelainan jalan darah yang
dideritanya?” Tanya Ratu istri penulis .
Bunga pandangi wajah dan sosok Pendekar 10000 an
dengan mata sayu. Dengan suara perlahan dia berkata,
“bobo pernah menyabung nyawa ketika menyelamatkan
diriku dari sekapan guci iblis. Sekarang dia dalam kesulitan
besar. Bukankah ini saatnya membalas segala budi dan
hutang nyawa?” (Baca serial bobo Sableng berjudul ‘Si
Cantik Dalam Guci’).
Bunga berpaling pada Ratu istri penulis dan penulis gay . Dari
dalam genggaman tangannya gadis alam roh ini keluarkan
tiga kuntum kembang kenanga yang masih segar. Satu
diberikan pada Ratu istri penulis , satu pada penulis gay .
“Kunyah dan telanlah kembang yang kuberikan.” Kata
Bunga lalu dia masukkan kembang kenanga yang dipe–
gangnya ke dalam mulut, langsung dikunyah. Ratu istri penulis
dan penulis gay tanpa ragu melakukan hal yang sama. Bunga
kemudian memegang tangan kedua gadis itu hingga
tangan kanan mereka bertiga saling berjabatan.
“Perhatikan apa yang aku lakukan,” berkata Bunga lalu
letakkan tangan kiri di atas kening bobo “Letakkan tangan–
mu di atas tanganku,” kata Bunga pada Ratu istri penulis lalu
pada penulis gay dia berkata, “Letakkan tangan kirimu di
atas tangan Ratu istri penulis .”
Maka tiga tangan saling berjabatan, tiga lainnya
bersusun diletakkan di atas kening Pendekar 10000 an .
“Kalian berdua, jika aku mengedipkan mata cepat
alirkan tenaga dalam penuh. Kita berusaha. Selebihnya
Tuhan yang akan menolong!” Bunga menunggu sesaat.
Lalu mulutnya berucap, “Gusti Allah Maha Pengasih Maha
Penyayang. Kasih sayangMu terlimpah pada kami bertiga.
Kekuatan kasih sayangMu lebih dahsyat dari kekuatan
gelombang samudera. Kekuatan kasih sayangMu lebih
dahsyat dari kekuatan sang surya. Kekuatan kasih
sayangMu lebih hebat dari kekuatan topan prahara!
Dengan izinMu ya Allah semua kekuatan dalam bungkus
kasih sayangMu itu akan menghancurkan kejahatan, akan
menyembuhkan penyakit. Kami bertiga yang rendah ini
memohon ya Allah. Apa yang Engkau kehendaki terjadilah!”
Habis keluarkan ucapan yang membuat tengkuk semua
orang yang ada di tempat itu jadi merinding, Bunga
kedipkan kedua matanya. Tiga tenaga dalam tingkat tinggi
sama-sama dikerahkan.
Blaarrr! Ledakan keras menggoncang rumah panggung.
Muka tiga gadis cantik tampak pucat seolah tidak
berdarah, terlebih Bunga. Ketiganya jatuh terkapar, tubuh
bergetar dada mendenyut sakit. Di sela bibir Ratu istri penulis
tampak ada lelehan darah pertanda gadis ini menderita
luka dalam.
Bunga serahkan sekuntum kembang kenanga pada
Ratu istri penulis . “Cepat kunyah dan telan!” katanya. Ratu
istri penulis mengambil kembang kenanga, memasukkan ke
dalam mulut lalu mengunyah dan menelan dengan cepat.
Dadanya yang tadi mendenyut sakit, kepalanya yang tadi
agak pening kini semua itu serta merta lenyap. Ratu
istri penulis maklum, sebagai dua orang dari alam lain,
penulis gay dan Bunga masih mampu bertahan terhadap
serangan gaib tadi. Sementara dia walau bisa hidup di
darat dan di laut, bagaimanapun juga dia tetap manusia
biasa.
Di luar rumah terdengar suara gelombang angin men–
deru. Daun-daun pepohonan berkesiuran. Ranting-ranting
patah berjatuhan. Di dalam rumah panggung tiba-tiba
berlangsung keanehan. Sosok Pendekar 10000 an melayang
naik setinggi satu jengkal, lalu ketika turun tagi ke ranjang
bambu, dari telinga, mata dan hidungnya serta mulut
meleleh darah kental berwama hitam! Cahaya merah, biru
dan hijau masih membayangi tubuhnya. Semua orang
tercekat kaget. Ratu istri penulis seperti mau menangis. Pur–
nama pejamkan mata menahan isak. Hanya Bunga yang
tetap tenang. Ketiganya kemudian mengeluarkan sehelai
sapu tangan dari balik pakaian masing-masing lalu mem–
bersihkan darah dari wajah bobo . Tiga sapu tangan yang
basah oleh darah hitam itu kemudian diletakkan di atas
selembar papan yang menempel ke dinding di ujung kaki
ranjang.
Keheningan dipecah oleh suara Ki Tambakpati.
“Darahnya masih hitam! Matanya masih nyalang!”
“Itu darah hitam terakhir yang masih bersisa dalam
tubuhnya. Besok jika totokannya dilepas, mudah-mudahan
aliran darah dalam tubuh bobo sudah sembuh dan dia tidak
akan berteriak lagi. Bersamaan dengan itu matanya akan
terpejam. Bagian hitam bola matanya akan kembali ke
keadaan semula.” Menjelaskan Bunga.
“Bagaimana dengan pengobatan sesuai petunjuk Kitab
Seribu Pengobatan? Apakah harus dihentikan?” bertanya
penulis gay .
“Harus diteruskan. Itu akan lebih menolong.” Jawab
Bunga.
“Sebenarnya ada yang hendak aku sampaikan pada
para sahabat. Hanya saja apakah para sahabat dapat
mempercayai ceritaku...”
“Bunga, jika kau mengetahui sesuatu sehubungan
dengan penyakit bobo harap kau menceritakan. Jangan ada
yang disembunyikan...” ujar Ratu istri penulis .
Setelah berdiam sebentar akhirnya Bunga berkata.
“Sewaktu kembali ke alamku aku berusaha mencari tahu
apa sebenarnya yang terjadi dengan bobo . Aku menemukan
tanda bahwa ada manusla titisan yang mencelakainya.
Manusia ini berada di bawah satu kekuatan gaib yang
sangat dahsyat, berasal dari negeri sangat jauh, di belahan
timur bumi...”
“Apakah kau mengetahui sebab musabab mengapa
manusia titisan itu mencelakai bobo ?” bertanya penulis gay .
“Makhluk titisan hanya bertindak sebagai pelaku. Dia
berada di bawah bayang-bayang atau kuasa satu makhluk
gaib. Aku menduga makhluk gaib yang muncul tanpa wajah
itulah biang keladi semua kejadian ini. Namun mengapa
sang makhluk melakukan hal itu masih merupakan satu
hal yang kabur bagiku...”
“Manusia yang ketitisan itu, apakah kau sempat
melihat ujudnya?” Ratu istri penulis bertanya.
“Aku hanya mampu melihat bayangan hitam sangat
samar. Manusia itu dilindungi oleh makhluk gaib tadi.
Setiap aku memusatkan perhatian pada dirinya, ada sinar
merah redup yang melindungi. Agaknya dia membawa
sebuah benda sakti bertuah. Para sahabat pernah men–
dengar peristiwa perkosaan dan pembunuhan atas diri
banyak gadis cantik belakangan ini?”
Ratu istri penulis tidak menjawab karena memang belum
mendengar. penulis gay berdiam diri. Ki Tambakpati berpa–
ling pada Setan Ngompol dan membisikkan sesuatu.
“Aku pernah mendengar kejadian terkutuk itu. Kejadi–
annya sampai beberapa kali.”
“Setiap gadis yang dibunuh ada bunga tanjung menem–
pel di keningnya...” Menjelaskan Bunga.
“Aku jadi ingat cerita sahabat mudaku Liris Biru, murid
Hantu Malam Bergigi Perak yang tewas di tangan Sinto
Gendeng karena salah paham,” berkata Setan Ngompol.
“Kakak perempuannya yang bernama Liris Merah dibunuh
seorang pemuda berpakaian hitam, mengenakan ikat
kepala merah. Berkumis, ada berewok dan janggut tipis...”
Setan Ngompol tekap dulu bagian bawah perutnya yang
mau mengucur, baru meneruskan ucapan. “Ketika Liris
Biru menemukan mayat kakaknya, di kening Liris Merah
menempel sekuntum bunga tanjung. Bibirnya biru. Setelah
tadi kau bicara soal pemerkosaan dan pembunuhan gadis-
gadis cantik, aku menaruh duga pembunuhnya adalah
manusia titisan itu. Karena katamu setiap ada gadis yang
dibunuh, selalu ada kembang tanjung menempal di
keningnya.”
“Bunga tanjung...” ucap Ratu istri penulis dengan suara
bergetar.
Dia berpaling pada Bunga. “Ingat bunga tanjung yang
kita temui di halaman gubuk di Kali Progo? Yang meman–
carkan cahaya marah, biru dan hijau?”
Bunga mengangguk. “Aku menduga bunga itu agaknya
salah satu kekuatan jahat sekaligus pelindung makhluk
tanpa wajah.”
“Saat itu mungkin manusia jahat itu muncul di sekitar
gubuk di tikungan kali. Namun karena kesaktiannya kita
tidak bisa melihat.”
“Bisa jadi,” ucap Ratu istri penulis pula.
“Kalau begitu kita harus mencari pemuda dengan ciri-
ciri seperti yang dikatakan Liris Biru itu,” kata penulis gay
pula.
“Cepat atau lambat, kalau tidak kita pasti ada tokoh
persilatan akan menemukan orang itu. Namun sementara
itu masih banyak korban lagi akan berjatuhan. Manusia
titisan ini, dia memiliki kesaktian luar biasa tinggi. Bersum–
ber pada tiga cahaya. Merah, biru dan hijau. Buktinya tadi
kami bertiga masih kalah dalam kekuatan tenaga dalam.”
“Makhluk yang menitis pada manusia itu, apakah
sahabat berhasil mencari tahu siapa dia adanya?” tanya
penulis gay pula.
Bunga menggeleng. “Yang aku tahu hanyalah dia
berasal dari masa ratusan tahun silam. Pada masa awal-
awal Kerajaan Singosari. Jika para sahabat pernah men–
dengar cerita tentang lenyapnya pohon tanjung besar di
alun-alun Kerajaan, maka makhluk yang menitis itu kira-
kira hidup di masa kejadian itu.”
“Ah, riwayat pohon tanjung yang lenyap itu” kata Ki
Tambakpati pula. “Aku pernah mendengar dari seorang
tua. Orangnya sudah meninggal. Konon seluruh Kerajaan
menjadi geger. Semua orang dilanda ketakutan karena
menganggap ada kemarahan dewa yang luar biasa. Dan
ada dugaan kejadian itu ada hubungannya dengan
pertumpahan darah tak kunjung henti karena mempe–
rebutkan tahta Kerajaan.”
“Pohon tanjung...” ucap Ratu istri penulis . “Kalau kita bisa
menyelidik ke mana lenyapnya pohon tanjung di alun-alun
Kerajaan Singosari itu, di mana beradanya sekarang,
mungkin kita bisa mendapat petunjuk penting.”
penulis gay tarik nafas dalam lalu berkata. “Makhluk gaib
tanpa wajah, makhluk penitis, manusia yang ketitisan,
pohon tanjung, bunga tanjung, pemuda berpakaian hitam...
Aku yakin semuanya saling punya hubungan.” Gadis dari
Latanahsilam ini seperti lupa keadaan wajahnya yang
cacat.
“Sahabat semua” berkata Bunga. “Aku terpaksa harus
pergi sekarang. Aku titip Pendekar 10000 an di tangan kalian. “.
“Bunga, kami sangat berterima kasih padamu...” kata
penulis gay sambil pegang tangan Bunga.
Gadis dari alam roh ini tersenyum dan balas memegang
tangan penulis gay yang juga gadis dari alam yang sama.
Bunga berkata, “Kita semua harus berterima kasih
pada Gusti Allah.” Lalu saat itu juga tubuhnya sirna dari
pemandangan, meninggalkan harum kembang kenanga.
Tak lama setelah Bunga meninggalkan rumah pang–
gung, selagi Ratu istri penulis dan penulis gay menyiapkan madu
untuk mengurut dan Ki Tambakpati serta Setan Ngompol
menebang tiga cabang pohon yang akan dipergunakan
untuk mengapungkan tubuh bobo , tiba-tiba terdengar suara
melenguh keras sekali dan berulang-ulang.
Setan Ngompol tersentak kaget, langsung pancarkan
air kencing. Dia memandang pada Ki Tambakpati. “Suara
apa itu? Suara kerbau atau suara demit?”
Serrr..., menyebut demit Setan Ngompol kembali
pancarkan air kencing.
bobo SABLENG
INSAN TANPA WAJAH
7
IBA-TIBA dari balik sederetan pohon tak jauh dari kali
muncul seekor sapi putih. Di punggungnya duduk
seorang anak gembala. Tangan kiri memegang batang
bambu kecil. Tangan kanan memegang leher sapi erat-erat.
Wajahnya pucat, sangat ketakutan. Sapi yang muncul
adalah sapi betina gemuk. Susunya besar berayun-ayun
kian-kemari.
“Sapi ini pasti baru melahirkan. Lihat susunya melar ke
mana-mana. Aneh, dari mana datangnya tahu-tahu muncul
di sini.” ujar Setan Ngompol. Lalu dia datangi sapi dan
anak penggembala.
“Hai bocah! Di sini bukan tempat mengangon sapi. Di
dalam rumah ada orang sakit! Lenguh sapimu sangat
mengganggu! Ayo pergi sana!”
Si bocah bukan saja ketakutan karena dibentak tapi
juga ngeri melihat tampang Setan Ngompol. Untuk bebe–
rapa ketika dia tertegun di atas punggung sapi.
“Hai! Kau tidak dengar apa aku bilang! Mau aku peper
sama air kencing?!” Setan Ngompol delikkan mata dan
masukkan tangan kanan ke balik celananya yang lepek.
Anak lelaki di punggung sapi cepat melompat turun ke
tanah. Dengan suara putus-putus dia berkata.
“Kek, sa... saya juga ti... tidak tahu bagaimana bisa
berada di tempat ini! Kek, sa... saya takut. Saya lagi angon
si Ucup ini di desa dekat sawah... La... lalu...”
Rupanya sapi itu bernama si Ucup.
“Lalu?” tanya Ki Tambakpati pula.
Si bocah teruskan ceritanya. “Saya me... melihat
perempuan can... cantik di atas pohon. Rambutnya hitam
sepinggang. Perempuan cantik itu mengangkat du... dua
T
tangannya. Tahu-tahu si Ucup naik ke udara. Tahu-tahu
saya sa... sama si Ucup ada di... di sini!”
“Bocah pendusta! Mau kujewer kupingmu?! Mana ada
sapi bisa naik ke udara! Siapa perempuan cantik itu?
Demit? Kuntilanak?!” Setan Ngompol jadi marah karena
merasa dibohongi. Tapi begitu menyebut demit dan kunti–
lanak kakek ini jadi kucurkan air kencing.
Ki Tambakpati pegang bahu Setan Ngompol. “Sobatku,
anak itu tampaknya tidak berdusta. Tidakkah kau melihat
ada keanehan?”
Suara ribut lenguh sapi membuat Ratu istri penulis dan
penulis gay keluar dari rumah panggung untuk melihat apa
yang terjadi. Dua gadis cantik ini tentu saja terheran-heran
melihat di halaman rumah Setan Ngompol tengah mema–
rahi seorang anak lelaki. Lalu di halaman ada pula seekor
sapi betina bersusu besar.
penulis gay tekap mulutnya dengan tangan kiri, bola mata
membesar. Hatinya berdetak. Dia pegang lengan Ratu
istri penulis lalu menariknya mendekati sapi betina dan anak
lelaki. Ketika ditanyai oleh Ratu istri penulis si bocah ini men–
ceritakan hal sama seperti yang dikatakannya pada Setan
Ngompol.
“Perempuan di atas pohon. Pasti Bunga!” ucap Ratu
istri penulis . “Dengan kesaktiannya dia mengirimkan sapi ini ke
sini. Luar biasa!”
“Jangan-Jangan dia mendengar dari alam gaib apa yang
aku bacakan dari Kitab Seribu Pengobatan.” Kata penulis gay
sambil mengusap punggung sapi. “Tapi siapa yang bisa
memeras susu binatang ini?”
“Kek, kau saja yang memeras susu sapi ini,” kata Ratu
istri penulis pada Setan Ngompol.
Serrr! Si kakek langsung pancarkan air kencing. Sambil
melangkah mundur Setan Ngompol berkata. “Aku masih
tidak mengerti apa yang terjadi dengan sapi dan bocah ini.
Kini kau malah membuat aku tambah bingung! Menyuruh
aku memeras susu binatang itu. Susu manusia saja tak
pernah aku peras. Sekarang disuruh memeras susu bina–
tang! Ha... ha... ... ha!” Setan Ngompol tertawa gelak-gelak
sambil tekap bagian bawah perutnya kuat-kuat.
“Kalau tidak ada yang bisa memeras, saya bisa
melakukan.” Tiba-tiba bocah yang muncul bersama sapi
berkata.
“Ah, kau! Kau bisa melakukan?” tanya penulis gay .
“Ayah pernah menyuruh saya beberapa kali,” jawab si
bocah sambil perhatikan wajah cacat penulis gay . Gadis dari
Latanahsilam ini usap kepala si anak. Lalu berpaling pada
Ratu istri penulis .
“Sesuai petunjuk kitab kita memerlukan kendi tanah
untuk menampung susu sapi itu. Bagaimana mungkin di
tempat ini bisa mendapatkan kendi?” ujar penulis gay . “Aku
bisa meninggalkan tempat ini. Mencari kendi. Mungkin di
pasar. Tidak lama. Tapi aku tidak mau pergi sebelum bobo
sembuh. Soal cacat di wajahku bisa disembuhkan kemu–
dian.”
“Susu sapi sudah ada di hadapan kita. Tinggal meme–
ras saja. Untuk menampungnya kurasa tidak usah harus
kendi.” Kata Ratu istri penulis . “Benda apa saja asal terbuat
dari tanah. Kau tunggu di sini.”
“Hai! Kau mau ke mana?” tanya penulis gay .
“Ke kali. Di sana pasti ada tanah liat. Aku akan mem–
buat mangkuk dari tanah liat. Selagi matahari terik, mang–
kuk itu bisa cepat dikeringkan.”
“Aku...” penulis gay benar-benar terharu. “Kau baik
sekali...” ucapnya. Lalu dia jatuhkan diri, berlutut di tanah.
Mulutnya berkata. “Bunga, di manapun kau berada, kau
pasti mendengar ucapanku. Aku sangat berterima kasih.
Kau memerlukan menolong diriku dengan mengirim sapi
itu. Padahal saat ini kita masih menghadapi musibah
besar, menyelamatkan bobo ...” Dalam hati penulis gay ber–
kata “Aku merasa berdosa. Sebelumnya aku telah mena–
ruh dugaan yang tidak baik pada gadis alam roh itu. Ter–
nyata hatinya putih dan tulus. Dia menolongku. Juga Ratu
istri penulis . Mereka baik semua. Ah bagaimana aku harus
menyikapi. Kami bertiga sama-sama mengasihi bobo ...”
Tak lama kemudian Ratu istri penulis muncul kembali
membawa tanah liat yang masih basah dan sudah
dibentuk seperti sebuah mangkuk besar. Di dalam mang–
kuk tanah yang masih basah lembab ini terdapat beberapa
lempengan tanah liat.
penulis gay cepat-cepat berdiri dan mengusap matanya
yang berkaca-kaca.
“Matahari bersinar cukup terik. Biar mangkuk ini aku
letakkan di atap rumah. Agar lebih cepat kering.” Kata Ratu
istri penulis lalu melesat ke udara dan meletakkan mangkuk
tanah di atas atap rumah panggung.
“Kalian ini sebenarnya tengah melakukan apa?” tanya
Setan Ngompol. Ki Tambakpati yang menyaksikan hal itu
meski terheran-heran tapi diam saja. Sebagai seorang ahli
pengobatan dia sudah bisa menduga, dua gadis cantik itu
tengah mempersiapkan sesuatu untuk pengobatan.
“Sobat kecil, siapa namamu?” tanya penulis gay pada
bocah kecil di samping sapi betina.
“Kudin.” Jawab si bocah.
“Kudin, kau mau menunggu sebentar? Kalau mangkuk
tanah di atas atap itu sudah kering, kau mau menolong
memeras susu sapi itu? Dimasukkan ke dalam mangkuk
tanah?”
Kudin mengangguk agak ragu. “Ya, saya mau. Tapi
jangan terlalu lama. Saya mau cepat kembali ke desa. Ayah
pasti marah kalau sudah sore saya tidak pulang.”
“Jangan takut. Sekarang belum tengah hari. Kalau
ayahmu marah biar aku nanti yang bicara padanya.” Kata
Ratu istri penulis pula.
“Kudin, karena kau mau menolong ini hadiah untuk–
mu.” Kata penulis gay lalu dari pakaiannya gadis ini keluar–
kan secarik kain hitam. Dengan cekatan tangannya berge–
rak melipat-lipat kain itu. Sesaat kemudian kain hitam
telah berubah menjadi topi yang bagus. Topi diletakkan di
atas kepala Kudin. Anak ini tertawa girang sambil pegangi
topi di kepalanya. Tiba-tiba tawa Kudin lenyap. Anak ini
menunjuk ke langit.
“Burung jingga besar!” teriak Kudin.
Ratu istri penulis , penulis gay , Ki Tambakpati dan Setan
Ngompol sama-sama mendongak ke atas. Di atas atap
tampak berkelebat satu bayangan ungu.
“Astaga! Itu bukan burung!” ucap Ratu istri penulis .
penulis gay mendongak dan menghirup udara dalam-
dalam. Dia segera mencium bau sesuatu yang sudah dike–
nalnya.
“Itu makhluk perempuan celaka yang selalu meng–
gangguku! Lihat! Dia hendak mengambil mangkuk tanah di
atas atap!” teriak penulis gay .
“Belum mati dia rupanya! Belum kapok! Kali ini aku
tidak akan memberi hati!” kata Ratu istri penulis pula. Dua
matanya yang biru pancarkan cahaya terang lalu dari
kedua mata itu melesat sinar biru. Inilah ilmu kesaktian
yang disebut Inti Biru Laut Selatan.
Sebelumnya ketika makhluk putih itu muncul di gubuk
Ki Tambakpati, Ratu istri penulis telah menyerangnya dengan
imu kesaktian ini. Sang makhluk menjerit keras. penulis gay
dan Ratu istri penulis mengira makhluk tersebut mengalami
celaka berat. Ternyata dia muncul lagi. Bersamaan dengan
melancarkan serangan Inti Biru Laut Selatan itu Ratu
Dayung tarik keluar cermin bulat dari balik pakaian. Sekali
tenaga dalam dikerahkan dan tangan yang memegang
cermin digerakkan maka gulungan cahaya putih berbentuk
lingkaran berkiblat ke udara, ke arah makhluk putih yang
hendak mengambil mangkuk tanah di atas atap rumah
panggung. Gulungan sinar putih yang keluar dari cermin ini
disebut Penjerat Raga Pencekal Jiwa, merupakan salah
satu ilmu kesaktian yang diwarisi Ratu istri penulis dari Nyai
Roro Kidul, penguasa laut selatan. Lawan yang masuk
dalam lingkaran cahaya jika dia seorang manusia akan
menemui kematian dengan tubuh hancur lumat. Jika dia
seorang makhluk gaib maka tubuhnya akan terbakar
hangus!
penulis gay tidak tinggal diam. Dua bahu digoyang. Kejap
itu juga cahaya biru bergemerlap melesat ke atas atap
rumah. Inilah ilmu kesaktian yang disebut Menahan Raga
Menyerap Tenaga. Siapa saja yang terkena cahaya terse–
but akan menjadi rontok kekuatan dirinya hingga dia tidak
mampu lagi menggerakkan dua tangan dan dua kaki.
Di udara di atas atap, bayangan putih keluarkan suara
tawa panjang seolah mencemooh semua serangan yang
diarahkan padanya. Tubuhnya mencelat ke atas setinggi
satu tombak. Serangan Inti Biru Laut Selatan menyambar
udara kosong di bawah kakinya. Dengan hantaman tangan
kanan yang menebar cahaya putih berkilau makhluk itu
mentahkan serangan Menahan Raga Menyerap Tenaga
yang dilancarkan penulis gay . Selanjutnya dengan membuat
gerakan jungkir balik walau tubuhnya sempat terserempet
cahaya serangan yang keluar dari cermin sakti, makhluk itu
masih bisa lolos dari lobang jarum kehancuran. Malah
dengan gerakan kilat dia kemudian melayang turun sambil
tangan kanan dihantamkan ke arah atap rumah panggung.
Satu sinar ungu menyilaukan berkiblat.
“Makhluk celaka itu hendak menghancurkan mangkuk
tanah di atas atap!” teriak penulis gay . Dia cepat melesat ke
atas. Ratu istri penulis menyusul sambil lancarkan lagi sera–
ngan dengan cermin sakti. Namun kedua orang ini agaknya
kalah cepat. Sesaat lagi sinar ungu yang dilepaskan makh–
luk gaib akan menghancurkan mangkuk tanah bahkan
seluruh atap rumah kayu, tiba-tiba di udara berdesing tiga
cahaya hijau kekuningan disertai menebarnya bau harum
kembang kenanga!
bobo SABLENG
INSAN TANPA WAJAH
8
AKHLUK jingga yang hendak menghancurkan
mangkuk tanah di atas atap menjerit keras.
Tubuhnya menggeliat beberapa kali lalu jatuh ke
tanah, terkapar menelentang. Sosoknya yang tadi samar
untuk beberapa saat kelihatan jelas. Ternyata dia adalah
seorang gadis cantik berkulit putih. Berpakaian ungu yang
sisi kanannya tampak hangus. Rambut hitam tergerai di
tanah. Di keningnya menancap tiga kuntum kembang
kenanga. Anehnya tak ada darah yang mengucur.
Sepasang mata gadis cantik ini bergerak berputar lalu
menatap ke arah penulis gay .
“Luhrembulan! Jadi kau rupanya!” teriak penulis gay kaget
besar ketika gadis dari negeri 1200 tahun silam ini
mengenali siapa adanya sosok berpakaian ungu yang
tergeletak di tanah itu.
“Kau mengenalinya?!” tanya Ratu istri penulis .
Belum sempat penulis gay menjawab, gadis yang terge–
letak di tanah keluarkan ucapan, “Kalian berdua manusia-
manusia laknat terkutuk! Jangan mengira kalian akan
mendapatkan bobo ! Pendekar 10000 an adalah suamiku! Berani
mengambilnya berarti kematian bagi kalian!”
penulis gay ternganga, sesaat tak bisa berkata apa-apa.
Tapi Ratu istri penulis malah membentak.
“Jika Pendekar 10000 an suamimu mengapa kau mencelakai
kami! Padahal kami hendak menolongnya!”
Gadis cantik yang disebut dengan nama Luhrembulan
masih bisa sunggingkan senyum mengejek. Lalu berkata.
“Siapa yang tidak bisa menduga. Di balik maksud kalian
menolong tersembunyi hasrat untuk memilikinya!”
Ratu istri penulis jadi panas. Kembali dia menghardik. “Aku
M
tidak tahu kau ini manusia atau bangsa setan! Kalau bobo
suamimu, mengapa kau tidak turun tangan sendiri menye–
lamatkannya! Kau ma